EVALUASI KEBERLANJUTAN RANTAI PASOK TELUR DARI PETERNAKAN AYAM
BIOSECURE
Ir. Ni Putu Sarini,MSc NIP. 196003141986012001
PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
KATA PENGANTAR
Biosekuriti adalah upaya yang dilakukan peternak untuk mencegah bibit penyakit
memasuki peternakan dan mencegah bibit penyakit yang ada pada peternakannya menulari
peternakan lain dan lingkungan sekitarnya. Dengan berjangkitnya wabah flu burung di Indonesia
pada tahun 2003, mengingat kedekatan geografis dan hubungan perdagangan dan pariwisata
maka Australia dan Indonesia mengadakan kerjasama untuk meningkatkan penerapan biosekuriti
pada peternakan rakyat komersiil (sector 3). Dari proyek kerjasama tersebut diketahui bahwa
petenak bersedia melanerapkan langkah-langkah biosekuriti bila produk dari peternakan mereka
dibayar lebih mahal dibandingkan produk yang dihasilkan oleh peternak yang tidak menerapkan
biosekuriti. Dalam upaya memberikan insentif maka Proyek kerjasama yang dilakukan ACIAR
AH156/2006 mengembangkan rantai pasok telur dari peternakan biosecure. Paper yang berjudul “Evaluasi Keberlanjutan Rantai Pasok Telur dari Peternakan Biosecure” ini dibuat dengan maksud untuk didokumentasikan di Perpustakaan Pusat Universitas Udayana Bukit Jimbaran. Di
dalam paper dicoba dibahas tentang keberlanjutan rantai pasok tersebut setelah proyek ACIAR
selesai pada tahun 2014. Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepa
yang terhormat Dekan Fakultas Peternakan atas ijin yang diberikan serta kepada yang terhormat
Kepala UPT Perpustakaan Pusat Universitas Udayana di Bukit Jimbaran atas dapat diterimanya
karya ilmiah ini untuk dapat didokumentasikan.
Disadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan dan keterbatasannya, sehingga
saran dan koreksi dari pembaca sangat diharapkan untuk lebih menyempurnakannya. Sebagai
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ... ……… ii
DAFTAR ISI ………... iii
RINGKASAN ……… iv
BAB. I. PENDAHULUAN ……… 1
1.1. Latar belakang ………. 1
1.2. Tujuan Khusus Penelitian………. 2
1.3. Urgensi (Keutamaan) Penelitian ……… 2
BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 5
2.1. Biosecurity …..………...…. 5
2.2. Kebutuhan pengembangan rantai pasok telur dari peternakan yang berbiosekuriti ……… 5
2.3. Rantai pasok telur ayam dari peternakan yang berbiosekuriti 7 BAB. III. METODE PENELITIAN ……….. 11
BAB. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 12
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pemangku Kepentingan dalam CMC ……….. 2. Kemasan telur yang dijual di Carrefour dari peternakan ayam biosecure
EVALUASI KEBERLANJUTAN RANTAI PASOK TELUR DARI PETERNAKAN AYAM BIOSECURE
RINGKASAN
Telur ayam merupakan salah satu produk unggas yang sangat digemari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sebagai sumber protein hewani yang baik karena harganya yang relatif terjangkau. Namun merebaknya flu burung (AI) ke Indonesia pada tahun 2003 memberikan dampak yang sangat merugikan bagi industri perunggasan. Pemerintah telah mengambil langkah tepat melalui penerapan biosecurity, yaitu upaya pencegahan dan pengendalian penyakit di peternakan unggas komersial sektor 3. Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan ACIAR pada tahun 2012 telah mengembangkan suatu rantai pasok produk unggas yang disebut Clean Market Chain (CMC). Tujuan rantai pasok ini adalah adanya insentif ekonomi bagi pemangku kepentingan mulai dari pertenakan, penyalur dan konsumen mendapat produk yang baik. Di Provinsi Bali, CMC telah dijalankan dengan mengembangkan rantai pasok mulai dari peternakan biosecure, penyalur dan Carrefour sebagai konsumen lembaga yang menyediakan telur ayam dari peternakan yang sehat. Untuk melihat keberlanjutan rantai pasok CMC ini maka menarik untuk dikaji keberadaan CMC dan pemangku kepentingan rantai pasok dari pertenakan biosecure sampai di tangan konsumen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran terkini implementasi dari CMC dari peternakan biosecure yang telah dibentuk pada tahun 2012 dan kebutuhan pendampingan (mentoring) untuk keberlanjutan penyediaan produk unggas bermutu. Responden penelitian ditentukan secara purposive yaitu dengan melihat keterlibatan pemangku kepentingan dalam penerapan aspek bisekuriti di peternakan, penyalur dan pengecer lembaga (Carrefour). Data yang diperoleh akan dianalisis dengan deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisis rantai pasok. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rantai pasok telur biosecure bentukan proyek ACIAR /AH /169 pada tahun 2011 ini masih berjalan dengan sedikit perubahan pada peternakan dan outlet yang terlibat.
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
Meskipun wabah flu burung (AI) di Indonesia saat ini sudah mereda, tetapi kontrol
terhadap HPAI (Highly Pathogenic Avian Influenza) masih merupakan prioritas utama dalam
pengendalian penyakit pada peternakan ayam. Outbreak HPAI pertama kali dilaporkan terjadi
di Asia Tenggara pada akhir tahun 2003, kemudian sejak saat itu beberapa negara di Asia juga
melaporkan terjadinya outbreak penyakit tersebut bahkan di beberapa wilayah sudah menjadi
endemi. Di Indonesia sendiri 31 dari 33 propinsi yang ada sudah terserang oleh penyakit itu
dengan kematian yang diakibatkan sekitar 146 orang termasuk yang terakhir di Bali tahun 2012
(FAO, 2012). Penyakit ini mengakibatkan kerugian ekonomi secara nyata terutama pada
peternakan ayam (melalui penurunan produksi dan pendapatan) di sektor tiga (Non-Industrial
Comercial Poultry Sector /NICPS) dan pada semua institusi (stakeholder) sepanjang rantai pasar
dari ternak ayam baik pedaging maupun petelur.Kerugian secara ekonomis yang disebabkan oleh
HPAI ini diperkirakan mencapai 1 juta dolar Amerika (ABCRC,2007).
Dalam upaya penanggulangan HPAI, pemerintah Australia melalui ACIAR (AH/2006/169)
bekerja sama dengan pemerintah Indonesia di tiga propinsi (Jawa Barat, Bali, dan Sulawesi
Selatan) melaksanakan proyek penerapan biosekuriti pada peternakan ayam di sektor tiga.
Dengan penerapan biosekuriti yang terus menerus diharapkan produk yang dihasilkan oleh
peternakan (telur dan ayam) tersebut tentunya akan lebih bersih dan sehat.Pada tahun 2012
proyek ACIAR membentuk Clean and Healthy Market Chain (CMC) rantai pasok telur ayam di
Provinsi Bali dengan tujuan mengembangkan suatu pasar telur dari peternakan biosecuredengan
menciptakan insentif ekonomi untuk semua pemangku kepentingan rantai pasar, termasuk
konsumen, pengecer, pengolah dan peternak. CMC pada waktu itu telah berjalan dengan alur
produk mulai dari peternakan biosecure, penyalur (perusahaan) dan konsumen lembaga
(Carrefour) yang menyalurkan telur ayam dengan label Pusat Biosekuriti Unggas Indonesia
(PBUI). Proyek ACIAR telah berakhir pada tahun 2012, namun diharapkan bahwa CMC bagi
produk yang berasal dari peternakan yang biosecure dapat berkelanjutan tanpa adanya proyek.
Bagaimanakah kondisi kini dari CMC setelah selesainya proyek ACIAR pada akhir tahun
1.2. Tujuan Khusus Penelitian
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui keberadaan terkini dari
CMC telur ayam yang telah dibentuk oleh proyek ACIAR; (2) untuk mengetahui manfaat yang
diperoleh peternak dari produknya yang dijual berlabel PBUI; dan (3) untuk mengetahui siapa
dari para pihak (stakeholder) pada rantai pasok itu yang mendapatkan manfaat yang paling
besar.
1.3. Urgensi (Keutamaan Penelitian)
Produk dari peternakan unggas dalam hal ini telur merupakan salah satu penyedia sumber
protein hewani yang murah yang memiliki andil besar dalam pemenuhan kebutuhan
pangan.Wabah flu burung yang menyerang Indonesia juga memberikan kesadaran pada
masyarakat akan pentingnya mendapatkan produk yang bersih dan aman bagi kesehatan. Ke
depan, masalah keamanan pangan (food safety), pada gilirannya, juga mendorong pemerintah
dan konsumen untuk mengawasi (mengontrol) secara lebih ketat rantai pasokan (supply chains)
telur ayam dari kandang sampai ke tangan konsumen. Saat ini, sebagian besar komoditas dan
produk unggas didistribusikan oleh pedagang kecil di pasar tradisional.Konsumen dengan daya
beli yang lebih tinggi menginginkan komoditas dan produk yang lebih bersih dan lebih
sehat.Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas produk yang lebih baik dan keterlacakan
(traceability), maka proses produksi membutuhkan kontrol (pengawasan) yang lebih ketat atas
rantai pasokan. Dengan mengevaluasi kekinian CMC telur yang telah dibentuk dalam proyek
ACIAR dapat diketahui keberlanjutan penyediaan sumber protein hewani dari peternakan yang
sehat.
Dalam penelitian akan diperoleh (1) gambaran terkini implementasi rantai pasok telur dari
peternakan berbiosekuriti . (2) informasi kebutuhan pendampingan /mentoring untuk
keberlanjutan /sustainable dari rantai pasok telur tersebut. (3) bahan kegiatan pembelajaran dan
pengabdian untuk mahasiswa praktek baik S1 maupun S2.
Biosecurity adalah istilah yang dipakai dalam upaya semua tindakan pengendalian wabah
untuk mencegah semua kemungkinan penularan/ kontak dengan ternak tertular sehingga rantai
penyebaran penyakit dapat diminimalkan (Deptan, 2006).WHO (2008) juga menyebutkan bahwa
tindakan biosecure meliputi sekumpulan penerapan manajemen yang dilakukan bersamaan untuk
mengurangi potensi penyebaran penyakit, misalnya virus flu burung pada hewan atau manusia.
Penerapan biosecurity pada seluruh sektor peternakan, baik di industri perunggasan atau
peternakan lainnya akan mengurangi risiko penyebaran mikroorganisme penyebab penyakit yang
mengancam sektor tersebut. Menurut Cardona (2005), meskipun biosecurity bukan satu-satunya
upaya pencegahan terhadap serangan penyakit, namun biosecurity merupakan garis pertahanan
pertama terhadap pengendalian penyakit.
Menurut Sudarisman (2004), operasional biosecurity meliputi tiga hal pokok yakni:
1. Pengaturan traffic control. Pengaturan ini menyangkut pergerakan manusia dan ternak yang
berasal dari luar peternakan ke lokasi kandang dan sebaliknya.
2. Pengaturan dalam farm. Pengaturan ini menyangkut keadaan di dalam peternakan yang
menyangkut kondisi kandang, kebersihan kandang, penempatan pakan dan penyaluran
drainase kandang.
3. Disinfeksi. Penggunaan disinfectan dimaksudkan untuk stelisasi kandang dalam dosis yang
bisa ditoleransi.
Capua dan Marangon (2006) menyatakan bahwa peternakan yang menerapkan biosekuriti
tidak hanya mampu mengurangi resiko penyakit tetapi juga mampu memberikan pesan kepada
konsumen bahwa produk yang dihasilkan aman. Tentunya dapat dipastikan bahwa konsumen
akan bersedia membayar dengan harga premium untuk produk tersebut ACIAR (2014)
menyebutkan bahwa peternakan yang telah menerapkan biosecurity disebut peternakan
biosecure.
2.2Clean Market Chain (CMC)
CMC yang diterapkan oleh proyek ACIAR ah/2006/169 merupakan rangkaian pengikutsertaan
berbagai pemangku kepentingan dalam rantai pasok telur ayam yang berasal dari peternakan
biosecure.Penerapan CMC pada prinsipnya menerapkan manajemen logistik dari peternakan
berasal dari peternakan yang sehat.
Pengertian logistic menyangkut keseluruhan bahan, barang, alat dan sarana yang
diperlukan dan dipergunakan oleh suatu organsasi dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai
sasarannya (Siagian, 2005).Lebih lanjut Dwiantara dan Rumsari (2004) menyebutkan bahwa
logistik adalah segala sesuatu atau benda yang berwujud dan dapat diperlakukan secara fisik
(tangible), baik yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan pokok maupun kegiatan
penunjang (administrasi).
Menurut Siagian (2005), melihat logistik dari segi dunia bisnis yakni logistik merupakan
bagian dari proses rantai suplai yang berfungsi merencanakan, melaksanakan, mengontrol secara
efektif, efisien proses pengadaan, pengelolaan, penyimpanan barang, pelayanan dan informasi
mulai dari titik awal (point of origin) hingga titik konsumsi (point of consumption) dengan tujuan
memenuhi kebutuhan konsumen.Dengan demikian manajemen logistik merupakan bagian dari
rantai pasok (supply chain) untuk menjamin keefisienan dan keefektifan aliran barang dari
produsen (point of origin) ke titik konsumsi untuk memenuhi kepuasan pelanggan.
Rantai pasok telur ayam yang umum dilalui melibatkan pemangku kepentingan seperti
peternak ayam petelur, pedagang pengumpul yang menyalurkan telur ayam ke pasar tradisional
maupun ke pasar modern (hotel, restoran dan institusi), sampai akhirnya ke konsumen rumah
tangga. Peran poultry shop dan produsen pullet juga terlihat dalam penyaluran telur ayam. Selain
itu, penjualan ayam apkir menjadi bagian yang umum terjadi setelah ayam tidak produktif lagi
(Gambar 1).Penetapan CMC telur ayam dari peternakan biosecure adalah membuat saluran
pemasaran ke pasar yang bersih (clean market) dengan mengurangi jumlah pemangku
kepentingan dan produk diditujukan ke pasar modern (sering disebut sebagai konsumen
lembaga).
Kriteria yang disertakan dalam pemilihan pemangku kepentingan dalam CMC meliputi
(ACIAR, 2014):
penerapanbiosecurity yang konsisten sesuai dengan kriteria ACIAR lokasi yang berkaitan dengan pemangku pentingan lainnya
rantai pasok yang telah berlangsung selama ini dan kaitannya dengan pemangku kepentingan lainnya
Gambar 1. Pemangku kepentingan dalam CMC (ACIAR, 2014)
Dalam Gambar 1 tampak CMC diarahkan mulai dari peternakan ayam petelur biosecure,
pedagang pengumpul/collector, konsumen lembaga (hotel/restoran/institusi)dan konsumen
(diarsir denngan warna kuning).Collector pada CMC adalah perusahaan yang langsung
mengambil produk ke peternakan untuk kemudian melakukan pengemasan berlogo PBUI dan
label tentang peternakan sehat, selanjutnya disalurkan ke pasar modern yaitu
Carrefour.Pertumbuhan pasar swalayan modern (supermarket)yang pesat di Indonesia didorong
oleh pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan masyarakat telah menngalihkan
konsumen untuk berbelanja di pasar modern seperti Carrefour dan mau membayar dengan harga
yang lebih mahal untuk produk dari peternakan yang sehat.
Produk telur ayam yang ditampilkan dalam CMC dapat dibedakan dengan produk sejenis
lainnya, yaitu memiliki label PBUI dan dikemas menarik seperti terlihat pada Gambar 2. Peternakan ayam
petelur
Pedagang pengumpul/ collector
Hotel/restoran dan institusi
Ayam apkir Pasar tradisional
Konsumen Poultry shop
Gambar 2. Kemasan telur yang dijual di Carrefour dari peternakan ayam biosecure dalam Clean market Chain
Dengan melihat label dan logo yang tercantum dalam kemasan telur, konsumen akan
tertarik membelinya karena mereka memiliki persepsi bahwa produk yang dibeli berasal dari
peternakan yang sehat. Kotler (2000) menyatakan bahwa produk yang memiliki pembeda
(differentiable) akan disukai konsumen sesuai dengan karakteristik yang dicari oleh konsumen.
Dalam hal ini, konsumen CMC melihat pembedaan tersebut dari kemasan yang menarik dan
informasi yang tertera dalam label.
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di peternakan telur ayambiosecure yang
telahmemperoleh sertifikat dari PBUI untuk melaksanakan CMC.Satu-satunya peternakan
biosecure berada di Desa Petang, Kabupaten Badung.Lokasi penelitian kemudian akanmengikuti
alur logistic telur ayam yang berasal dari peternakan biosecure ke perusahaan penyalur/collector
dan ke Carrefour sebagai konsumen lembaga yang menyalurkan poduk langsung ke konsumen
rumah tangga melalui outletnya.
Lokasi penelitian ditentukan secara purposive sampling yaitu penetapan lokasi secara
sengaja atas dasar pertimbangan tertentu yaitu:
1. Usaha ayam petelur biosecurity ini telah mendapatkan pelatihan dari ACIAR.
3.2 Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Survey; metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan mulai dari
peternakan, penyalur dan ke konsumen lembaga (Carrefour).
2. Wawancara; suatu proses untuk mendapatkan informasi untuk kepentingan penelitian
dengan cara dialog dan bertukar ide melalui tanya jawab antara peneliti dengan responden
(Esterberg, 2002 dalam Sugiyono, 2008).
Penelitian ini akan dilaksanakan dengan survey ke peternakan petelur untuk mengetahui
penerapan biosekuriti pada peternakan dengan memberikan pertanyaan yang terstruktur
(questioner). Untuk mengetahui para pihak yang terlibat dalam rantai pasok yaitu dengan
menggunakan metode snowbowling (mengikuti alur logistic rantai pasok telur) serta dengan
melakukan wawancara (interview) kepada para pihak yang terlibat dalam rantai pasok telur CMC
mulai dari peternak sampai konsumen.
3.3 Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis deskriptif
kualitatif. Metode analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan menjawab
tujuan penelitian dengan menggunakan beberapa indikator seperti:
- Pemangku kepentingan yang terlibat dalam CMC
- Manajemen logistik telur ayam dari peternakan biosecure dan pemangku
kepentingan lainnya dalam memenuhi permintaan konsumen yang dilihat
dari perencanaan dengan indikator (jumlah produksi), penganggaran (biaya
produksi), pengadaan/penyimpanan (volume), pengendalian dan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1. Stakeholder (Pemangku Kepentingan) Telur Ayam dari Peternakan Biosecure pada awal pembentukan (2012) dan pada tahun 2015
Rantai Pasok atau supply chain adalah suatu system tempat organisasi menyalurkan barang
produksi dan jasa kepada para pelanggannya dan rantai ini merupakan jejaring dari berbagai
organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin
menyelenggarakan pengadaan dan penyaluran barang tersebut. (Saptana dan Daryanto, 2012).
Rantai pasok telur dari peternakan yang biosecure ini dikembangkan oleh proyek ACIAR
AH/169 pada tahun 2012 melibatkan peternakan biosecure, supplier dan supermarket.
Stakeholder yang terlibat dalam rantai pasok telur biosecure pada saat dikembangkan tahun 2012
dan keberadaannya di tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini.
Peternakan Petelur biosecure yang terlibat adalah peternakan petelur kontrak dari perusahaan PT.
Mitra Sinar Jaya (PT. MSJ). Peternakan ini yang berlokasi di desa Petang Kabupaten Badung
sebelum terlibat dalam rantai pasok telur biosecure ini mendapatkan pembinaan berupa pelatihan
biosekuriti, pendampingan dalam pelaksanaan langkah – langkah biosekuriti dan audit dalam pelaksanaan langkah – langkah biosekuriti oleh proyek ACIAR AH/169. Setelah lulus audit oleh auditor biosekuriti yang terlatih, dan mendapatkan sertifikat biosecure yang ditandatangani
Kepala Dinas Peternakan Propinsi dengan masa berlaku selama setahun maka produk dari
peternakan ini dipasarkan melalui rantai pasok telur dari peternakan biosecure.
Tabel. 4.1. Stakeholder yang terlibat dalam rantai pasok telur dari peternakan ayam biosecure tahun 2012 dan 2015.
Supplier telur biosecure pada awal pembentukan adalah UD. Limas Merta Mandiri (UD. LMM),
diantaranya telur ayam kampung, telur puyuh, telur itik dan telur ayam dari peternakan
biosecure. UD. LMM ini sebelum terlibat dalam rantai pasok telur biosecure ini sudah
mendapat pelatihan dan juga sudah diaudit oleh auditor terlatih dari ACIAR.
Pada awal pengembangan rantai pasok ini outlet yang bergabung adalah Carrefour. Pada saat
akan mengembangkan rantai pasok ini banyak outlet yang ingin bekerjasama tetapi Carrefour
dipilih karena supermarket ini merupakan salah satu supermarket terbesar di Bali, mempunyai
banyak pembeli expatriate, dan menjual sekitar 200 box telur (Ayam ras, ayam kampong dll).
Setelah berjalan, UD.LMM berhasil mengembangkan pemasaran telur biosecure ini ke Delta
Supermarket Nusa Dua dan Pepito.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rantai pasok telur dari peternakan biosecure proyek ACIAR
AH/169 masih berlanjut dan stakeholder yang terlibatpun masih sama yaitu peternakannya
adalah peternakan petelur mitra dari PT. Mitra Sinar Jaya (PT. MSJ) dengan suppliernya adalah
UD. Limas dan outletnya adalah Carrefour.
Pada pertengahan 2014, pemasaran telur biosecure ini mengalami perluasan outlet yaitu
supermarket Delta dan Pepito.Ini berarti telur biosecure saat itu dijual di tiga outlet.Sehingga
untuk memenuhi pasokan ke ketiga outlet itu, UD.LMM perlu merencanakan dan
mengendalikan pasokan telur dari peternakan biosecure.Pada saat awal dimulai pada tahun 12
Juni 2011, rantai pasok ini cukup melibatkan satu peternak petelur saja tetapi dengan
berjalanya waktu dimana penjualan di Carrefour juga mengalami peningkatan (tabel 4.3), UD.
LMM berencana menambah peternak biosecurenya.Ini sejalan dengan tujuan dari
dilaksanakannya proyek ACIAR bahwa makin banyak peternak yang mau melaksanakan
biosekuriti di peternakannya untuk mencegah terjangkitnya penyakit pada peternakannya
(Aciar AH/169, 2008). Sesuai dengan ketentuan awal pengembangan rantai pasok telur dari
peternakan biosecure ini bahwa stakeholder yang terlibat harus memenuhi kriteria biosesure,
artinya menerapkan langkah-langkah biosekuriti, kemudian lulus audit oleh auditor biosekuriti.
Sesuai dengan ketentuan masa berlaku sertifikat audit yang diberikan Dinas Peternakan
Propinsi Bali yaitu selama setahun maka peternakan yang terlibat pada rantai pasok ini
seharusnya sudah harus diaudit ulang kembali.
4.2. Penerapan langkah-langkah biosekuriti pada Peternakan Ayam Petelur
Biosekuriti adalah langkah – langkah yang harus dilakukan oleh peternak untuk mencegah
masuknya bibit penyakit kedalam peternakannya dan mencegah kuman atau bibit penyakit
yang ada didalam peternakannya menulari kandang lain beserta lingkungannya. Menurut Jubb
dan Patrick (2010) ada 9 lokasi yang bisa dinilainuntuk penerapan langkah – langkah
biosekuriti. Asal input produksi, lalu lintas kedalam peternakan, jarak antara sumber pathogen
dan kandang, biosekuriti pada pintu peternakan, biosekuriti antara pintu peternakan dan
kandang, biosekuriti pada pintu kandang dan kondisi dari unggas yang dipelihara.
Menyusun program biosekuriti, sangat tergantung bagaimana kita melakukan analisa suatu
penyakit unggas bisa masuk ke peternakan. Jika melihat aktifitas di peternakan, kita sering
menjumpai karyawan, tamu, peralatan hingga hewan lain. Semua itu sangat berpeluang
menjadi faktor pembawa penyakit berbahaya.Secara sederhana, cara masuknya penyakit bisa
melalui peralatan (sepatu bot atau alas kaki, kendaraan), manusia (tamu atau pekerja yang
keluar masuk kandang), lingkungan (angin, debu, air) manajemen (pergantian unggas
dikandang, pakan), hewan lain seperti (lalat dan serangga penghisap darah, babi, anjing, burung
piaraan dan burung liar), vaksinasi (vaksin aktif, vaksin yang tidak lengkap atau tidak
terencana).ACIAR, melakukan katagorisasi sumber resiko diatas menjadi Manusia, Hewan,
benda inorganik dan benda organik (PATIO).
Tabel 4.2. Kondisi Biosekuriti Peternakan Ayam Petelur
5 Hewan (burung
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa enam (6) dari sepuluh (10) langkah biosekuriti yang pada
awal pengembangan rantai pasar ini dilaksanakan oleh peternakan petelur mengalami
perubahan.Hal ini disebabkan karena perubahan system pemeliharaan. Pada saat
dikembangkan peternak ayam ini merupakan peternakan ayam petelur semi closed housed
sedangkan sekarang peternakan ini merupakan peternakan opened housed. Ini tentunya secara
otomatis mempengaruhi kondisi biosekuriti dari peternakan tersebut.Perubahan ini terjadi
karena terjadinya kenaikan tarif listrik yang sangat memegang peranan penting pada
peternakan dengan system peternakan semi closed housed untuk penerangan dan pendingin
kandang.
Mengingat berlakunya sertifikat audit selama setahun, maka peternakan inipun seharusnya
sudah diaudit kembali, kemudian didampingi juga dalam pelaksanaan langkah – langkah
biosekuritinya sampai lulus audit dan mendapatkan sertifikat biosecure kembali, sehingga
keberlangsungan telur biosecure terjamin. Hanya yang perlu dipikirkan siapa yang harus
meminta peternakan di audit, kepada siapakah (PBUI, Dinas Peternakan terdekat), siapa yang
membayar audit tsb, siapa yang berhak menandatangani sertifikat biosecure tsb? Hal-hal ini
barangkali yang harus dipikirkan oleh pemangku kepentingan rantai pasok ini, sehingga
Gambar 4.1. Kondisi peternakan pada saat awal rantai pasar dibentuk dan sekarang..
4.3. Telur Biosecure
Telur biosecure adalah telur yang berasal dari peternakan yang melaksanakan langkah –
langkah biosekuriti sesuai dengan kondisinya sehingga peternakan tersebut bisa dikatakan
biosecure. Karena produk ini berasal dari peternakan yang biosecure diharapkan harga
jualnyapun berbeda dengan telur dari peternakan yang tidak menerapkan langkah –langkah
biosekuriti, sehingga kelangsungan penerapan langkah-langkah tersebut bisa terjamin dari extra
harga yang dibayar kepada peternakan tersebut.
Gambar 4 .3. Telur Biosecure yang di jual di Carrefour
Pada awal pengembangan rantai pasok ini, harga telur perbutir yang dibayarkan ke peternak
masih sama dengan harga pasar untuk telur ayam ras. Ternyata setelah berjalan selama empat
tahun harga telur dari peternakan biosecure masih tetap dibayar sama dengan harga pasar.
Artinya harga premium yang dibayarkan konsumen belum sampai dibayarkan oleh UD.LMM ke
peternak, meskipun margin yang diterima oleh UD. LMM meningkat dari Rp. 10.000 menjadi
Rp. 13.000 / 10 butir telur (Tabel 4.3).Hal ini tentunya tidak sesuai dengan tujuan
pengembangan yaitu untuk memberikan insentif kepada peternak gar mereka bisa menerapkan
langkah-langkah biosekuriti secara terus menerus.Masalah ini juga perlu didiskusikan diantara
UD.LMM dengan peternak sehingga tujuan pengembangan rantai pasok ini bisa
biosecure dari harga pasaran atau UD.LMM memberi bantuan bisa berupa langkah-langkah
biosekuriti pada peternakan tersebut sehingga penerapan biosekuritinya dilaksanakan oleh
peternak secara terus menerus.Deskripsi telur dari peternakan biosecure yang dijual di
Carrefour dapat dilihat pada tabel 4.3 dan telur biosecure yang dijual di Carrefour dapat dilihat
pada gambar 4.3.
Tabel.4.3. Telur biosecure yang dijual oleh UD.LMM di Carrefour
NO. DESKRIPSI 2011 (Rp.) 2015 (Rp.)
1 Harga beli/butir 850 950
2 Harga Jual/box /10btr 19.475 25.900
V. SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan :
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Rantai pasok telur ayam dari peternakan biosecure masih berjalan dengan
sedikit perbedaan yaitu penambahan satu peternakan ayam petelur dari Penebel
dan dua outlet yaitu supermarket Delta Nusa Dua dan Pepito.
2. Margin yang diperoleh supplier dari penjualan telur biosecure dengan harga
premium belum bisa dinikmati oleh peternak .
3. Penerapan langkah – langkah biosekuriti mengalami perubahan seiring dengan
perubahan system perkandangannya. Yang pada awal pengembangan rantai
pasok sistemnya semi closed house menjadi opened house.
6.2. Saran :
1. Untuk menjamin produk yang dijual sesuai dengan label produk, peternakan yang
terlibat perlu diaudit kembali mengingat batas waktu sertifikat audit dari Dinas
Peternakan dan PBUI (Pusat Biosekuriti Unggas Indonesia) adalah 1 tahun.
2. Demikian juga dengan peternakan yang akan dilibatkan harus juga diaudit pelaksanaan
biosekuritinya sebelum disertakan dalam rantai pasok ini.
3. Peternak dan supplier harus bekerja sama dalam mencari jalan untuk sharing margin
dari harga premium yang diperoleh dari penjualan telur biosecure ini sehingga
DAFTAR PUSTAKA
1. ABCRC (Australian Biosecurity Cooperative Research Centre for Emerging
2. Infectious Deseases) 2007. The epidemiology, pathogenesis and control of highly pathogenic avian influenza in ducks in Indonesia and Vietnam.
3. ABCRC. Accessible at http://www1.abcrc.org.au/pages / projects.aspx?projectid=117,accessed 11 july 2007
4. ACIAR (Australian Center for International Agricultural Research). 2014. Developing a clean market chain for poultry products in Indonesia.ACIAR technical report No. 82. www. aciar.gov. au, Canberra.
5. Capua,I dan Marangon S. 2006. Control of Avian Influenza in Poultry. Journal Center for Deseases Control and Pervention – EID 12:9.
6. Direktorat Jenderal Peternakan. 2005. Bagaimana Terhindar dariFlu Burung (Avianin fluenza). Jakarta http://intannursiam.wordpress.com/2011/07/15/penerapan-biosekuriti-pada-peternakan-unggas/ diunduh [ 27 April 2014].
7. Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2006. Flu Burung.
http://ntb.litbang.deptan.go.id/liptan/fb.pdf Diunduh [07 Maret 2014].
8. FAO (Food and Agriculture Organization). 2005. Regional facts. AgriWorld Vision. 5 (1): 18-20. Published by Reed Business Information, The Netherlands.
9. FAO (Food and Agricultural Organization of the United Nations) 2012. H5N1
10. HPAI Global overview : January – March. Issue No.31, EMPRESS/FAO-GLEWS. FAO: ROME. Accessible at ,http://www.fao.org/ docrep /015 /an388c/an388e.pdf>, accessed 6 december 2013.
11. Jubb, T. and Patrick, I.W. 2010. Comparing Level of Biosecurity in Smallholder
12. Broiler and Layer Farms in Bali and West Java.Paper workshop on June of ACIAR Project. Bogor. 13. Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran. Perspektif Asia. Penerbit Andi, Yogyakarta, Jakarta 14. Saptana dan A. Daryanto. 2012. Manajemen Rantai Pasok (Supply Chains Management) Melalui
Strategi Kemitraan Pada Industri Broiler. Dalam : Bunga Rampai Rantai Pasok Komoditas Pertanian Indonesia. Eds.Erna Maria Lokollo, Bogor. IPB Press.