• Tidak ada hasil yang ditemukan

Impending eklamsi dan sindrom hellp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Impending eklamsi dan sindrom hellp"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Hipertensi, termasuk pre-eklamsia mempengaruhi 10% dari kehamilan di seluruh dunia. Kondisi ini juga menyumbang mortalitas dan morbiditas maternal dan perinatal terbesar. Pre-eklamsia diperkirakan sebagai penyebab kematian 50.000 – 60.000 ibu hamil setiap tahunnya. Selain itu, hipertensi dalam kehamilan merupakan kontributor utama prematuritas. Pre-eklamsia diketahui merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular dan metabolik pada perempuan. Insiden eklamsia adalah 1 – 3 dari 1.000 pasien pre-eklamsia.1

Penyakit hipertensif mempersulit 5 – 10% kehamilan, bersama dengan perdarahan dan infeksi, mereka membentuk suatu trias yang mematikan, yang berperan besar dalam angka kesakitan dan kematian ibu. Di negara maju, 16% kematian ibu disebabkan oleh penyakit hipertensif. Presentasi ini lebih besar dari tiga penyebab utama lain yaitu: perdarahan 13%, abortus 8% dan sepsis 2%. Di Amerika Serikat sejak tahun 1991 hingga 1997, Berg dkk., melaporkan bahwa hampir 16% dari 3201 kematian ibu terjadi akibat komplikasi hipertensi terkait kehamilan. Selanjutnya Berg dkk., melaporkan bahwa lebih dari separuh kematian terkait hipertensi ini sebenarnya dapat dicegah.2

Di Indonesia sendiri, mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non-medik dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun daerah.3

(2)

BAB II RESUME PASIEN

2.1. Identitas Pasien

Data Ibu Data Suami

Nama : Ny. M Nama : Tn. A

Umur : 39 tahun Umur : 43 tahun

Pendidikan : SD Pendidikan : SD

Agama : Islam Agama : Islam

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Petani

Suku/bangsa : Banjar Suku/bangsa : Banjar

Nomor MR : 107796

Alamat : Desa Palukahan, Kec. Danau Panggang

2.2. Anamnesis

a) Keluhan utama: Nyeri ulu hati

b) Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang rujukan dari Puskesmas Danau Panggang dengan G5P4A0 hamil 28 minggu dengan PEB. Pasien merasakan nyeri ulu hati sejak 10 hari SMRS, nyeri seperti menyesak ke dada dan terus memberat hingga pasien di bawa ke Puskesmas. Keluhan nyeri ulu hati tersebut disertai sesak nafas (+) dan pusing (+). Gerakan janin (+) kontraksi (-) keluar lendir darah (-) mual muntah (-) demam (-) pandangan mata kabur (-). BAK berwarna cokelat pekat. Riwayat ANC (+) sebanyak 1x selama kehamilan, USG (-).

c) Riwayat menstruasi :

 Menarche : 12 tahun

 Siklus : 28 hari

 Lamanya :  7 hari

 Banyaknya : 2 kali ganti pembalut dalam sehari

 Dismenorhoe : Terkadang dapat dirasakan oleh os, tetapi tidak pernah sampai mengganggu aktivitas.

 HPHT : pasien mengaku lupa

 TP :

d) Riwayat perkawinan

 Status perkawinan : menikah

 Perkawinan ke : pertama

(3)

e) Riwayat kehamilan dan persalinan No. Tempat persalina n Tahun Kehamila n Jenis Persalinan Penyulit Anak J K BBL (gram ) Keadaan

1. Dirumah 1994 Aterm Spontan P 2500 Hidup

2. Dirumah 1997 Aterm Spontan P 2600 Meninggal

3. Dirumah 2000 Aterm Spontan P 2700 Hidup

4. Dirumah 2002 Aterm Spontan P 2800 Hidup

5. Sekarang

f) Riwayat KB : Pil

g) Riwayat kesehatan ibu : Riwayat HT sebelum hamil (+); DM (-) Asma (-) h) Riwayat kesehatan keluarga: riwayat penyakit kronik/menahun (-)

2.3. Pemeriksaan Fisik

a) Status Generalis

 Keadaan umum : Tampak sakit berat

 Kesadaran : Compos mentis

 Tanda vital :

o TD : 190/120 mmHg Suhu : 36,8 0C

o Nadi : 96 x/mnt RR : 28 x/mnt

 Cephal : Conjungtiva anemis (-)/(-) Sklera ikterik (-)/(-)

 Collum : Pembesaran KGB (-)

 Thorax : Simetris, retraksi (-)

Pulmo : SDV (+)/(+) Ronkhi (-)/(-) Wheezing (-)/(-) Cor : S1-S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)  Abdomen : Supel, BU (+) normal, timpani  Ekstremitas atas : Akral hangat

 Ekstremitas bawah : Akral hangat, pitting oedema (+)/(+) b) Status Obstetrik

a. Leopold

L1 : TFU ½ pusat – px (MD. 21 cm) L2 : Punggung kiri

L3 : Presentasi kepala L4 : Belum masuk PAP b. DJJ : 140 x/menit

(4)

2.4. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan darah lengkap dan urin tanggal 30 November 2016

Pemeriksaa

n Hasil

Hb 14,2

Leukosit 26.500

Eritrosit 4,61 x 106

Hematokrit 38,6%

Ureum 14,7

Kreatinin 0,7

BUN 6,8

Protein urin +3

b) USG

2.5. Diagnosis Kerja

G5P4A0 Hamil 28 minggu + PEB Impending Eklamsia + TBJ 1200 gram

2.6. Penatalaksanaan

Advice dr. A. Zaki, Sp.OG : - O2 nasal

- IVFD Ringer Laktat

- Inj. MgSO4 20% 4 gram (20 cc) bolus, dilanjutkan MgSO4 40% 1 flash drip 14 tpm

- Inj. Furosemide 2 amp - Inj. Ranitidin 3 x 1 amp - Po. Nifedipine 3 x 1 tab - Evaluasi 1 jam

- Pro terminasi SC + MOW

(5)

Instruksi post SC :

- Sementara puasa

- IVFD RL : D5% 2:1 /24 jam + drip oksitosin 2 amp/kolf - Inj. MgSO4 40% 12,5 cc 2x (IM) pukul 12.00; 18.00 - Inj. Ketorolac 3x1 amp

- Inj. Ranitidin 3x1 - Po. Nifedipine 3x1 tab - Cek Hb post SC

2.7. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

01/12/201 6

Hb post op 12,4 gr/dl

02/12/201 6

Nyeri ulu hati (+) pusing (+), miring kanan-kiri (-)

TD: 160/100 mmHg N: 98 x/m RR: 24 x/m t: 37 oC

Status obstetrik TFU 2 jari dibawah pusat; kontraksi (+) Lokia (+) rubra, sedikit.

Luka post op (+) baik.

Hasil Laboratorium : Hb : 13,1

Leukosit : 18.600 Trombosit : 41.000

P5A0 post SC H1 +

PEB Impending Eklamsia + Sindrom Hellp

IVFD RL : D5% 1:1 /24 jam Inj. Omeprazole 1x1

Inj. Ranitidin 2x1

Inj. Dexametasone 4x 2 amp Infus Paracetamol 3x1 Po. Nifedipine 3x1 tab

(6)

Hematokrit : 35,7 Albumin : 2,98 Ureum : 35 Kreatinin : 1,35 SGOT/PT : 1.574/834 Bilirubin total : 3,73 Bilirubin direk : 1,65 Bilirubin indirek : 2,08

03/12/201 6

Nyeri ulu hati (<) pusing (+), mobilisasi (+) duduk.

TD: 150/100 mmHg N: 88 x/m

RR: 22 x/m t: 36,5 oC

Abdomen: supel, nyeri tekan epigastrium (+). Status obstetrik TFU 2 jari dibawah pusat; kontraksi (+) Lokia (+) rubra, sedikit.

Luka post op (+) baik.

P5A0 post SC H2 +

PEB Impending Eklamsia + Sindrom Hellp

IVFD RL : D5% 1:1 /24 jam Inj. Omeprazole 1x1

Inj. Ranitidin 2x1

Inj. Dexametasone 3x 2 amp Po. Nifedipine 3x1 tab

Paracetamol 3x1 tab

Aff DC

04/12/201 6

Nyeri ulu hati (-) pusing (+), mobilisasi (+) duduk.

TD: 140/100 mmHg N: 90 x/m

RR: 22 x/m t: 36,5 oC

Abdomen: supel, nyeri tekan epigastrium (+). Status obstetrik TFU 2 jari dibawah pusat; kontraksi (+) Lokia (+) sedikit. Luka post op (+) baik.

P5A0 Post SC H3 +

PEB Impending Eklamsia + Sindrom Hellp

IVFD RL : D5% 1:1 /24 jam Inj. Omeprazole 1x1

Inj. Ranitidin 2x1

Inj. Dexametasone 3x 2 amp Po. Nifedipine 3x1 tab

Paracetamol 3x1 tab

Aff Infus

05/12/201 6

Nyeri ulu hati (-) mobilisasi (+) berjalan.

TD: 140/100 mmHg N: 86 x/m

RR: 20 x/m t: 36,6 oC

TFU 1/2 pusat – simfisis ; kontraksi (+) Lokia (+) sedikit.

P5A0 Post SC H4 +

PEB Impending Eklamsia + Sindrom Hellp

Pasien diperbolehkan rawat jalan.

(7)

Luka post op (+) baik.

Hasil Laboratorium 04/12/2016 :

Hb : 9,7

Leukosit : 28.600 Eritrosit : 3,09 x 106

Hematokrit : 25,7% Trombosit : 159.000

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Hipertensi dalam Kehamilan

3.1.1 Definisi dan Klasifikasi

Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group and High Blood Pressure in Pregnancy

tahun 2001 adalah: 1

a) Hipertensi kronik; hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.

b) Pre-eklamsia; hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.

c) Eklamsia; pre-eklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma.

(8)

e) Hipertensi gestasional; atau disebut juga transient hypertension yaitu hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda pre-eklamsia tetapi tanpa proteinuria.

3.1.2. Faktor Risiko

Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut:1

1. Primigavida, primipaternitas.

2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes melitus, hidrops fetalis, bayi besar.

3. Umur yang ekstrim.

4. Riwayat keluarga pernah pre-eklamsia/eklamsia.

5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil. 6. Obesitas.

Obesitas adalah faktor resiko yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya preeklamsia. Kadar C-reactive protein (“inlamatory marker”) meningkat pada obesitas yang seringkali berkaitan dengan preeklamsia.

3.1.3. Etiopatogenesis

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.

a) Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan dilatasi arteri spiralis ini memberikan efek penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah utero-plasenta. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.

(9)

remodeling, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dam iskemik plasenta.

b) Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

Kegagalan remodeling arteri spiralis mengakibatkan plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dasn hipoksia akan menghasilkan oksidan atau disebut juga radikal bebas. Salah satu oksidan yang dihasilkan oleh plasenta adalah radikal hidroksil yang sangat toksik, khususnya pada membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.

Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel (disfungsi endotel), maka akan terjadi:

1. Gangguan metabolisme prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2); suatu vasodilator kuat.

2. Kerusakan endotel menyebabkan agregasi trombosit. Agregasi trombosit tersebut akan memproduksi tromboksan (TXA2); suatu vasokonstriktor kuat.

3. Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliasis)

4. Peningkatan permiabilitas kapiler

5. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor 6. Peningkatan faktor koagulasi

c) Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan oleh adanya human leukocyte antigen protein

G (HLA-G), yang berperan penting dalam melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu, selain itu adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan ekspresi HLA-G.

d) Teori adaptasi kardiovaskular

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokontriksi. Terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin. Pada hipertensi kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokontriktor, dan terjadi kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor

(10)

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hiperensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotip janin.

f) Teori defisiensi gizi (teori diet)

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko pre-eklamsia. Karena minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. Beberapa penelitian juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan resiko terjadinya preeklamsia/eklamsia.3

3.1.4. Manifestasi Klinis

Pasien pre-eklamsia dapat mengeluhkan hal-hal berikut: 1

a) Sakit kepala

b) Gangguan penglihatan: kabur atau skotoma c) Gangguan status mental

d) Kebutaan: dapat bersifat kortikal atau retina e) Sesak nafas

f) Bengkak; dapat terjadi pada kedua kaki ataupun wajah g) Nyeri perut kuadran kanan atas atau epigastrium h) Kelemahan atau malaise

3.1.5. Kriteria Diagnosis

1. Preeklampsia Ringan

Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.

- Hipertensi : sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan diastolik ≥ 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia.

- Proteinuria : ≥300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dipstik.

- Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.

(11)

Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria preeklampsia berat sebagaimana tercantum dibawah ini. Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :

- Tekanan darah sistolik >160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.

- Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau ≥ 2+ dipstik.

- Oligouria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.

- Kenaikan kadar kreatinin plasma.

- Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur.

- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadaran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula Glisson).

- Edema paru-paru dan sianosis.

- Hemolisis mikroangipatik.

- Trombositopenia berat: <100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat. - Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan

aspartate aminotransferase.

- Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.

- Sindrom HELLP.

Preeklampsia berat dibagi menjadi :

1. Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia

2. Preeklampsia berat dengan impending eklampsia

Disebut impending eklampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.3

3.1.6. Penatalaksanaan

1. Pre-eklamsia Ringan

a) Tujuan utama perawatan pre-eklamsia

Mencegah kejang, perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat.

b) Rawat jalan

- Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring)

(12)

- Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam secukupnya dan roboransia pranatal.

- Tidak diberikan obat diuretik, antihipertensi dan sedatif.

c) Rawat inap

Indikasi pre-eklamsia ringan di rawat di rumah sakit adalah (a) bila tidak ada perbaikan: tekanan darah dan proteinuria selama 2 minggu; (b) adanya satu atau lebih gejala pre-eklamsia berat.

d) Perawatan obstetrik

Menurut Williams, kehamilan pre-term ialah kehamilan antara 22 minggu – ≤37 minggu.

Pada kehamilan pre-term (<37 minggu), bila tekanan darah mencapai normotensif, selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm.

Pada kehamilan aterm (>37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu memperpendek kala II.3

2. Pre-eklamsia Berat

a) Sikap terhadap penyakit: medikamentosa

1) Penderita pre-eklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring ke satu sisi (kiri)

2) Pengelolaan cairan; pemantauan input (oral ataupun infus) dan output

(urin) sangat penting.

3) Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung. 4) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

5) Pemberian obat antikejang

- MgSO4;

Initial dose: 4 gram MgSO4: intravena, (40% dalam 10 cc); selama 15 menit.

Maintenance dose: 6 gram dalam infus RL /6 jam; atau diberikan 4-5 gram (IM). Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram (IM) setiap 4-6 jam.

(13)

- Fenitoin

Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibandingkan fenitoin dan obat antikejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat.

Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neomuskular. Transmisi neomuskular memerlukan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi. Pemberian magnesium sulfat dihentikan bila:

(a) Adanya tanda-tanda intoksikasi

(b) Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.

6) Diuretik; tidak diberikan secara rutin kecuali ada edema paru, payah jantung kongestif atau anasarka.

7) Pemberian antihipertensi

Lini pertama: Nifedipin 10-20 mg per oral, di ulangi 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Lini kedua: Sodium nitroprusside; Diazokside

Dalam penelitian: CCB – isradipin dan nimodipin; Serotonin reseptor antagonis – ketan serin.

Obat antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia adalah klonidine (Catapres). 1 ampul mengandung 0,15 mg/cc. 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal untuk disuntikkan.3

b) Sikap terhadap kehamilan

1. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri.

Indikasi bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini 1) Ibu

- Kehamilan ≤ 37 minggu

- Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia

- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif

- Diduga terjadi solusio plasenta

(14)

2) Janin

- Adanya tanda-tanda gawat janin

- Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat.

- Terjadi oligohidroamnion

- NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal 3) Laboratorium :

Adanya sindrom HELLP

[image:14.595.159.442.298.691.2]

2. Pengelolaan konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan. Indikasi : Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsi dengan keadaan janin baik.3

(15)

3.2. Sindrom HELLP 3.2.1. Definisi Klinik

Sindrom HELLP merupakan variasi dari pre-eklamsia berat yang ditandai dengan adanya hemolisis, peningkatan enzim hepar dan rendahnya jumlah trombosit. Sindrom HELLP terjadi pada 0,6% perempuan hamil dengan pre-eklamsia. Meskipun demikian, 15-20% kasus sindrom HELLP, tidak memiliki keluhan hipertensi dan proteinuria. 70% kasus terjadi pada akhir trimester ke II atau trimester ke III, sisanya terjadi setelah

pascapersalinan.4,5

3.2.2. Kriteria Diagnosis

Sindrom HELLP dapat memberikan tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah (mirip dengan tanda dan gejala infeksi virus). Semua perempuan hamil dengan keluhan keluhan nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala pre-eklamsia, harus dipertimbangkan sindrom HELLP.

[image:15.595.165.430.529.617.2]

Adapun Kriteria diagnosis sindrom HELLP berdasarkan Kriteria Sibai dan Kriteria Martin dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini.

Gambar 3.2. Kriteria Diagnosis Sindrom HELLP.5

3.2.3. Klasifikasi

Berdasarkan kadar trombosit, maka sindrom HELLP diklasifikasikan dengan menggunakan “Missisippi Classification”

(16)

- Klas 2 : kadar trombosit >50.000 - ≤100.000/ml ; LDH ≥600 IU/l ; AST dan/atau ALT ≥40 IU/l

- Klas 3 : kadar trombosit >100.000 ≤150.000/ml ; LDH ≥600 IU/l ; AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l.3

3.2.4. Diagnosis Banding

Adapun diagnosis banding sindrom HELLP antara lain trombositopenia gestasional,

Immune thrombocytopenia (ITP), pre-eklamsia, acute fatty liver of pregnancy (AFLP),

(17)

Gambar 3.3. Diagnosis Banding Sindrom HELLP.5

3.2.5. Penatalaksanaan

Diagnosis dini sangat penting mengingat banyaknya penyakit yang mirip dengan sindrom HELLP. Pengobatan sindrom HELLP juga harus memperhatikan cara-cara perawatan dan pengobatan preeklamsia dan eklamsia.

Cairan yang diberikan adalah D5% bergantian RL dengan kecepatan 100 ml/jam dengan produksi urin dipertahankan sekurang-kurangnya 20 ml/jam. Pemberian cairan intravena harus sangat hati-hati karena sudah terjadi vasospasme dan kerusakan sel endotel.

1. Terapi medikamentosa

Mengikuti terapi medikamentosa preeklamsia-eklamsia dengan melakukan monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit <50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen.

Jika didapatkan kadar trombosit <100.000/ml atau trombosit 100.000 – 150.000/ml dengan disertai tanda-tanda eklamsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium, maka diberikan dexametasone 10 mg intravena tiap 12 jam. Pada postpartum dexametasone diberikan 10 mg intravena tiap 12 jam, kemudian diikuti 5 mg intravena 2x selang 12 jam (tappering off).

Doublestrength dexametasone diberikan 10 mg intravena tiap 12 jam segera setelah diagnosis sindrom HELLP ditegakkan. Kegunaan pemberian doublestrength

dexametasone ialah untuk (1) kehamilan preterm, meningkatkan pematangan paru janin dan (2) untuk sindrom HELLP sendiri dapat mempercepat perbaikan gejala klinik dan laboratorik.

Perbaikan gejala klinik setelah pemberian dexametasone dapat diketahui dengan: meningkatnya produksi urin, trombosit, menurunnya tekanan darah, menurunnyakadar LDH dan AST. Bila terjadi rupture hepar sebaiknya segera dilakukan pembedahan lobektomi.

2. Pengelolaan obstetrik

(18)

Bila hendak dilakukan section sesarea dan bila trombosit <50.000/ml, maka perlu diberi transfuse darah segar. Dapat pula diberikan plasma exchange dengan fresh frozen plasma dengan tujuan menghilangkan sisa-sisa hemolisis mikroangiopati.3

(19)

BAB IV DISKUSI

Pada kasus ini dilaporkan seorang pasien ibu hamil Ny. M dengan diagnosis MRS G5P4A0 hamil 28 minggu disertai PEB dengan impending eklamsia yang dirawat di RSU Pambalah Batung Amuntai pada tanggal 30 November 2016.

Pada anamnesis pasien mengeluhkan nyeri ulu hati sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit disertai sesak nafas dan pusing. Sebelum hamil, pasien diketahui memiliki riwayat hipertensi. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, tekanan darah 190/120 mmHg, pitting udema pada kedua tungkai. Pada pemeriksaan obstetrik, hasil Leopold TFU ½ pusat – px, punggung kiri, presentasi kepala dan belum masuk PAP. Pada pemeriksaan dalam tidak didapatkan pembukaan serviks dan dari hasil USG didapatkan berat janin yaitu 1200 gram. Hasil laboratorium yang dilakukan, didapatkan hasil patologis yaitu leukosit 26.500/uL dan protein urin +3.

Berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang dilakukan sesuai dengan teori yang dikemukakan, pasien memenuhi kriteria diagnosis pre-eklamsia berat yaitu tekanan darah sistolik >160 mmHg dan diastolik ≥110 mmHg, protein urin ≥+2, dan nyeri kuadran kanan atas. Namun pada pasien ini tidak ditemukan gejala dan tanda pre-eklamsia berat lainnya seperti oligouria, peningkatan kreatinin plasma, gangguan visus, edema paru, hemolisis mikroangiopatik, trombositopenia berat dan gangguan fungsi hepar. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan diatas, pasien didiagnosis pre-eklamsia berat dengan impending eklamsi. Impending eklamsi ditegakkan karena keluhan pasien disertai gejala-gejala subjektif berupa pusing / nyeri kepala hebat, nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan darah yang progresif.

(20)

pembuluh darah kecil. Magnesium sulfat merupakan profilaksis kejang, bukan untuk terapi antihipertensi. Pada suatu penelitian oleh Magpie Trial Collaboration Group, keuntungan dari pemberian magnesium sulfat adalah 58% menurunkan kejang, 45% menurunkan kematian ibu dan 33% menurunkan solusio plasenta.6

Pada pasien juga diberikan diuretik yaitu furosemid untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi edema tungkai pasien. Obat antihipertensi diberikan berupa nifedipin sebanyak 3 kali 10 mg. Penatalaksaam hipertensi dalam kehamilan, first line terapi yang direkomendasikan untuk terapi akut adalah labetalol atau hidralazin intravena. Namun pada keadaan mendesak yaitu pasien tanpa akses iv line; diberikan nifedipin 10 mg oral dan dapat diulangi 30 menit kemudian. Di Indonesia obat antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan hanya klonidin, sehingga nifedipin oral merupakan pilihan yang pertama.3,6

Indikasi penatalaksanaan aktif pada pasien ini adalah dari faktor ibu yaitu kehamilan ≤37 minggu dan adanya tanda-tanda impending eklamsia. Pada pasien ini dilakukan sectio sesarea pada 1 desember 2016 pukul 11.45 wita.

Pada perawataan hari pertama setelah terminasi kehamilan, keluhan nyeri ulu hati masih dirasakan oleh pasien. Tekanan darah 160/100 mmHg dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan trombosit menjadi 41.000/uL; penurunan albumin 2,98; peningkatan SGOT/PT 1.574/834 dan peningkatan bilirubin total/direk/indirek 3,73/1,65/2,08. Hasil pemeriksaan laboratorium ini menunjang diagnosis pasien kearah sindrom HELLP, yaitu Haemolysis, Elevated Liver Enzyme, dan Low Platelet. Sehingga penatalaksaan diberikan tambahan deksametasone injeksi sebanyak 4 kali 2 ampul. Menurut klasifikasi Missisippi, pasien ini termasuk Klas 1 karena memiliki kadar trombosit ≤50.000/ml; LDH ≥600 IU/l; AST dan/atau ALT ≥40 IU/l.

(21)

Jika abnormalitas tersebut semakin memburuk atau tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam post partum, diagnosis banding lain dapat dipertimbangkan.7 American Collage of Gastroenterology (2016), pemberian glukokortikoid sebagai protokol terapi pada sindrom HELLP, khususnya untuk kehamilan <34 minggu adalah memberikan efek mempercepat maturasi paru-paru janin. Universitas Missisippi mengembangkan protokol terapi yang dijadikan standar dalam penatalaksanaan sindrom HELLP yang dikenal dengan “The Missisippi Protocol” adalah kortikosteroid, magnesium sulfat dan kontrol tekanan darah sistolik. Namun penelitian terakhir Cochrane mengemukakan bahwa dexametasone memberikan peningkatan yang lebih besar terhadap trombosit, yang mana tidak memberikan perbedaan terhadap risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan/atau kematian bayi.8

(22)

BAB V KESIMPULAN

Telah dilaporkan seorang pasien perempuan Ny. M usia 39 tahun dengan keluhan nyeri ulu hati disertai sesak nafas dan pusing. Pasien hamil anak kelima. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 190/120 mmHg, pitting udema di kedua tungkai, leukositosis, protein urin +3, hasil USG usia kehamilan 28 minggu dengan TBJ 1200 gram.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien didiagnosis G5P4A0 hamil 28 minggu disertai PEB dengan impending eklamsia. Pasien ditatalaksana sesuai dengan penalaksanaan aktif pre-eklamsia berat. Dilakukan sectio sesarea pada pasien. Kemudian pasien dirawat di ruangan kebidanan/nifas. Dihari pertama perawatan setelah terminasi kehamilan, hasil pemeriksaan laboratorium pasien menunjukkan penurunan jumlah trombosit dan peningkatan fungsi hati dan bilirubin. Pasien didiagnosis sindrom HELLP dan ditatalaksana sesuai penatalaksaan sindrom HELLP.

Gambar

Gambar 3.1. Bagan Managemen Hipertensi dalam Kehamilan.4
Gambar 3.2. Kriteria Diagnosis Sindrom HELLP.5

Referensi

Dokumen terkait

Sosial Network Analysis dalam penelitian ini digunakan untuk membantu menemukan aktor- aktor sentral dan perannya serta melihat karakteristik dan sturktur

Yang diteliti oleh Budi Santosa.[11] Sementara penelitian yang dibuat berbeda dengan yang di atas bahkan belum ada yang membahas tentang sistem informasi geografis

dikumpulkan dengan menggunakan teknik pengambilan atau pengumpulan data berupa angket. Data sekunder diperoleh dari Kantor Desa Hadiwarno dan pihak- pihak yang

Untuk menangkap putri pencuri bunga, dengan kekuatan yang dimilikinya, Raden Iman Suwangsa mampu mengubah rerumputan menjadi sebuah jubah yang jika dipakai oleh pemiliknya

Pengunjung yang datang untuk menhadiri acara pernikahan.

Pola kemitraan yang dijalankan telah mampu memberikan pengeta- huan teknis peternakan ayam potong kepada peternak yang terutama pengetahuan tentang bibit ayam

Analisis data merupakan langkah yang paling penting di dalam proses penelitian. Data yang telah terkumpul tersebut diolah dengan menggunakan analisis

Kegiatan penelitian, pemanfaatan, dan pengembangan tenaga nuklir di KNPJ memungkinkan untuk melepas material radioaktif ke lingkungan, sehingga diperlukan pemantauan