MATERI XIII AKHLAK
A. Hikmah Akhlak
Ibadah seorang muslim yang dilakukan dengan benar akan mempengaruhi tuturkata, sikap, dan perilaku kita sehari-hari. Seorang muslim yang ibadahnya baik, tapi perilakunya tidak baik, pasti ada kesalahan dalam memahami dan mengamalkan agamanya. Mungkin shalat dan seluruh ibadahnya ia jalankan hanya sekedar ikut-ikutan, sekedar adaptasi, hanya dijalankan sebagai syarat untuk menggugurkan kewajiban. Ia tidak memahami dan menghayati ibadah yang ia jalankan. Ia berdiri, takbir, rukuk, dan seterusnya. Tapi hatinya kosong dari Allah. Ia hanya menjalankan rutinitas belaka. Dia tidak marasa berdiri di hadapan Allah.
Jika kita kembalikan pada definisi ibadah sebelumnya maka menjadi jelas. Ini karena ia tidak meniatkan dan mengikhlaskan aktivitas ibadahnya karena Allah. Wujudnya aktivitas ibadah, tapi sejatinya bukan ibadah karena kurang syarat: tidak ada niat karena Allah. Dia pikir agama hanya urusan akhirat, agama hanya soal kematian, hanya soal mengumpulkan pahala. Hal ini membaut semangat ibadahnya kehilangan relevansinya pada kehidupan dunia.
Padahal agama itu adalah jalan hidup (way of life). Agama adalah pranata kehidupan.
Ia harus nyata dan fungsional dalam kehidupan. Jika tidak maka agama akan dibenci dan ditinggalkan orang. Keberhasilan Rasulullah SAW dalam mendakwahkan Islam bukan hanya terletak pada kekuatan argumentasi dalam meyakinkan masyarakat bahwa Islam adalah “satu- satunya yang benar”. Tapi karena Rasulullah SAW berhasil menunjukkan Islam sebagai solusi kehidupan. Rasulullah SAW menjadi model, menjadi teladan kebaikan (uswatun hasanah), bukan hanya penceramah kebaikan. Nabi Muhammad SAW dikenal sebaga manusia yang sangat baik akhlaknya. Seorang muslim di mana pun berapa harus menampilkan akhlak terbaik kepada sesama. Inilah yang diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal ini selaras dengan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amru RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:
ُس ْ ف َ
ن ي ِذ َّ
لا َو ٍد َّم َح ُم
ِن ِم ْ ؤ ُم ْ
لا َل َ ث َم َّ
ن ِإ ِه ِد َيِب ِ سِ ْ
ك َ ت ْم َ
ل َ ف ت َع ْ َ
ق َو َو ا ًب ِّي ط َ ت َع ْ ض َو َو ا ًب ِّي َ ط َ ت ْ َ ل َ
ك َ أ ِة َ
ل ْح َّ
نلا ِل َ ث َم َ
ك
د ِس ْ ف ُ
ت ملو
Walladzii nafsu muhammadin biyadihi, inna matsalal mu’mini kamatsalinnahlati, akalat thoyyiban wa wadho’at thoyyiban, wa waqo’at falam taksir walam tufsid
Artinya: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, sesungguhnya perumpamaan mukmin itu bagaikan lebah yang selalu memakan yang baik dan mengeluarkan yang baik. Ia hinggap (di ranting) namun tidak membuatnya patah dan rusak ” (HR Ahmad dan dishahihkan oleh Ahmad Syakir).
Orang mukmin diibaratkan sebagai lebah yang kehadirannya di mana pun senantiasa menebar kebaikan. Dia selalu pandai memilih apa yang baik untuk dirinya. Karena itulah apa yang ada di pikirannya, apa yang keluar dari mulutnya, dan seluruh perilakunya mencerminkan kebaikan.
B. Pengertian Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab “akhlaaq” yang merupakan bentuk jamak dari kata khuluqun yang berarti “perangai, tabiat, adat, dan sebagainya (KBBI, 2005: 19). Kata akhlak ini mempunyai akar kata yang sama dengan kata khaliq yang bermakna pencipta dan kata makhluq yang artinya ciptaan, yang berasal dari kata khalaqa yang artinya menciptakan (Aminuddin, dkk, 2006: 93). Dari arti kata (etimologi) ini kita dapat menangkap kesan bahwa akhlak adalah hal yang sangat penting dimana ia duhubungkan dengan Allah Sang Pencipta.
Orang yang berakhlak mulia dekat dan dicintai Allah, sebaliknya orang yang akhlaknya buruk jauh dan dibenci Allah SWT.
Selanjutnya mari kita lihat pengertian akhlak secara istilah (terminologi). Menurut pendapat Imam-al-Ghazali, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Jika sifat itu melahirkan perbuatan yang baik menurut akal dan syariat, maka disebut akhlak yang baik, dan bila lahir darinya perbuatan yang buruk, maka disebut akhlak yang buruk (Ilyas, 2006: 2). Sedangkan menurut Ibnu Maskawah (w. 421 H/ 1030 M), akhlak adalahh kondisi jiwa yang senantiasa mempengaruhi untuk bertingkahlaku tanpa pemikiran dan pertimbangan (Aminuddin, dkk, 2006: 94).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan definisi akhlak, yaitu: sifat dan tabiat yang melekat pada jiwa seseorang sehingga melahirkan perilaku secara spontanitas. Jadi di sini ada dua sisi. Sisi pertama adalah sifat dan tabiat yang tentunya tidak tampak karena ia adalah sesuatu yang berada dalam jiwa seseorang. Sisi yang kedua adalah tampilan perilaku yang merupakan buah dari sifat dan tabiat itu. Perilaku ini tentunya tampak dan perilaku inilah yang kemudian menjadi penilaian tentang akhlak seseorang.
Jika melihat ke dalam definisi tadi, perilaku ini sesungguhnya bukan sembarang perilaku. Tapi perilaku yang sudah mendarah daging. Perilaku yang secara spontanitas dilakukan seseorang. Perilaku yang menjadi kebiasaan seseorang. Perilaku yang timbul karena unsur luar, bukan dorongan spontanitas dari sifat dan tabiat sesorang dengan demikian belum bisa disebut akhlak atau setidaknya belum sampai pada tingkatan yang maksimal.
Namun secara praktik, orang tentu tidak membeda-bedakan mana perilaku yang muncul dari sifat dan tabiat dasar dan mana perilaku yang dipengaruhi oleh faktor lain.
Semua perilaku yang tampak pada seseorang maka itu akan disebut akhlak. Secara praksis dalam kehidupan sehari-hari akhlak dipahami sebagai perilaku seseorang. Orang yang menampilkan perilaku buruk maka disebut sebagai orang yang akhlaknya buruk. Demikian juga orang yang menampilkan perilaku baik maka disebut sebagai orang yang akhlaknya baik. Jadi dalam akhlak ini akan diperbincangkan seputar kepantasan, baik dan buruknya perilaku seseorang. Dengan demikian sebagai disiplin ilmu akhlak dapat didefinisikan sebagai ilmu yang membahas seputar pantas dan tidak serta baik dan buruknya perilaku seseorang menurut ajaran Islam.
C. Dasar Hukum Akhlak
Segala aktivitas kita dalam kehidupan ini mengacu pada apa yang diatur Allah SWT dalam kitab suci al-Quran dan Sunah. Karenanya penting bagi kita untuk mengetahui dasar utama baik berupa perintah maupun pernyataan yang ada dalam al-Quran maupun Sunah berkenaan dengan akhlak. Berikut beberapa ayat al-Quran dan al-Hadis (Sunah) berkenaan dengan akhlak:
Karena itulah Rasulullah SAW kemudian bersbda:
ِقلاْخَلأا َم ِراَكَم َمِ مَتُلأ ُتْثِعُب اَمَّنِإ
Innamaa bu’itstu li-utammima shoolihal akhlak
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.
Hadits ini shahih lighairihi, diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dengan lafadz ini dalam Musnad-nya 2/381, Imam Al Haakim dalam Mustadrak-nya 2/613, dan Imam Al Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrad no. 273).
Akhlak mulia kata Rasul adalah tujuan utama beliau diutus di dunia. Akhlak mulia adalah salah satu buah nyata dari serangkaian amalan ibadah yang kita jalankan. Tentu bukan pula berarti: kalau begitu yang penting akhlak baik walaupun tidak beribadah. Tentu saja bukan begitu. Ibadah dan akhlak adalah satu kesatuan. Jika kita kembali pada definisi ibadah di atas (klik: Pengertian Ibadah) tentu sangat jelas. Islam tak memisah-misahkan urusan dunia dengan akhirat semacam itu. Semuanya harus dihambakan di hadapan Allah dan buah penghambaan itu harus berbuah pada pergaulan sosial, pada kehidupan sehari-hari.
Karena itulah, orang yang saleh bukanlah orang yang hanya baik ibadahnya saja, atau hanya baik pergaulan sosialnya saja. Tapi kedua-duanya harus baik. Imam Ibnu Hajar berkata, orang salih adalah:
هدا َب ِع قو ُ
ق ُح َو للَّا قو َّ ُ
ق ُح ْن ِم ِهْي َ
ل َع ب ِج َي ا َم ِب م ِئا َ ق ْ
لا
Al Qoo-im bimaa yajibu ‘alaihi min huquuqillah wa huquuqi ‘ibaadihi
Artinya: “Orang yang menjalankan kewajiban terhadap Allah dan kewajiban terhadap sesama hamba Allah. ” (Fathul Bari, 2: 314).
Ibadah adalah pelatihan untuk menguasai inti jiwa kita agar menjadi jiwa yang tunduk, pasrah, sederhana, dan rendah hati. Dengan ini seorang muslim akan hadir menjadi penyejuk, pengayom, dan menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia.
Sehubungan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda:
ِسانلِل ْم ُه ُع َفْن َ
أ ِسانلا ُ ي ْ ْ َ خ
Khoirunnaas anfa’uhum linnaas
Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia ” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami ’no:
3289).
Semua ini bukan hanya omongan saja. Tapi Rasulullah SAW telah menjadi model nyata.
Orang-orang kafir bahkan menjadi saksi kebaikan akhlak Rasulullah SAW. Para sahabat yang hidup di sekeliling Rasulullah SAW menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Rasulullah adalah manusia terbaik akhlaknya.
ً اق ُ ل ُ
خ ِسا نلا َن َس ْح َّ َ أ َم َّ
ل َس َو ِهْي َ
ل َع ُ للَّا َّ َّ
لَّ َص ِالله ُل ْو ُس َر َ نا َ
ك
Kaana rosuululloohi shollallohu ‘alaihi wasallam ahsanunnaasi khuluqon
Artinya: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. ” (HR. Bukhari-Muslim).
D. Baik Buruk menurut Islam
Pada penjelasan di atas telah disebutkan bahwa akhlak membahas seputar pantas dan tidak serta baik dan buruknya perilaku seseorang. Lalu apa standar kepantasan, baik dan
buruk ini? Hal ini penting untuk kita ketahui. Sebab masing-masing orang mempunyai standar kepantasan dan baik buruk menurut pikiran dan adat kebiasaannya masing-masing.
Ambil contoh misalnya begini, kalau ada orang memakai bikini di pantai itu pantas atau tidak, baik atau buruk? Kalau orang pedalaman hanya pakai koteka dan bikini alakadarnya itu pantas atau tidak, baik atau buruk?
Nah, jawaban dari pertanyaan ini bisa saja beragam. Masing-masing orang punya budayanya sendiri. Memakai koteka saja atau memakai bikini alakadrnya mungkin bisa saja dianggap pantas dan bahkan baik di tempat tertentu. Tapi bisa lain di tempat yang berbeda.
Bahkan orang telanjang pun bisa dinilai berbeda. Ada yang menanggap itu porno, tidak pantas, dan buruk. Tapi boleh jadi bagi orang lain, bagi para seniman sekular, perempuan telanjang adalah penampilan seni tertinggi. Karena itulah di beberapa tempat kita menyaksikan patung perempuan bugil. Menurut orang ini bukan orang telanjangnya yang salah, tapi otak kita yang ngeres. Nah, lho!
Sampai di sini kita paham. Kalau soal akhlak ini diserahkan manusia, maka menjadi relatif. Tidak jelas mana yang pantas, mana baik dan mana buruk karena masing-masing punya pemahaman, kebiasaan dan standar sendiri-sendiri. Nah, sekalian nih, di sini saya akan jelaskan perbedaan antara moral, etika dan akhlak. Pemahaman umum masyarakat biasanya melihat sama antara moral, etika dan akhlak. Semuanya adalah soal perilaku, soal kepantasan dan baik buruk dari perilaku seseorang.
Namun sesungguhnya ketiganya berbeda. Kalau moral ukurannya adalah adat/kebiasaan. Kalau menurut kebiasaan setempat itu pantas, baik, atu buruk maka seperti itulah yang berlaku. Kalau etika ukurannya atau sumbernya adalah akal pikiran. Kalau menurut akal pikiran itu pantas, baik, atau buruk maka demikianlah yang berlaku. Sedangkan akhlak sumbernya adalah kitab suci al-Quran dan Sunah. Jadi mana yang pantas, mana yang baik dan mana yang buruk adalah apa yang menurut al-Quran dan Sunah pantas, baik, dan buruk.
Dengan demikian, ukuran pantas, baik dan buruk dalam Islam adalah al-Quran dan Sunah, sumber utama ajaran Islam. Sumber akhlak adalah al-Qur’an dan Sunah. Secara naluriah sebenarnya manusia dapat megentahui sebagian dari apa yang pantas, baik dan buruk. Karena itulah dalam beberapa hal ada keselarasan antara etika, moral dan akhlak.
Misalnya mencaci dan menyakiti orang lain. Tindakan ini pasti dapat dipahami bahwa ini adalah perilaku buruk, baik menurut etika, moral maupun akhlak. Namun ada hal-hal lain yang manusia tidak tau ukuran pantas, baik dan buruknya. Misal saja mencium lawan jenis, atau berhubungan badan dengan lawan jenis di luar nikah. Bagi orang Barat yang mempunyai ideologi materialis-sekular maka itu hal yang pantas dan baik-baik saja asalkan dilakukan suka sama suka. Bahkan mendatangkan kebahagiaan tersendiri. Tapi bagi Islam itu adalah ketidakpantasan dan keburukan besar.
Nah, karena itulah sekali lagi penting untuk ditegaskan kembali bahwa ukuran pantas, baik dan buruk adalah apa yang ditentukan Allah dan RasulNya dalam al-Quran dan Sunah.
Allahlah yang mencipta alam semesta ini dan Dialah yang Maha Mengetahui baik dan buruk.
Ukuran ini akan mengatasi perbedaan antara manusia sehingga ukuran kepantasan, kebaikan, dan keburukan berlaku universal.
E. Ruang Lingkup dan Macam Macam Akhlak
Ruang lingkup dan macam-macam akhlak tentu saja sangat variatif. Ada yang membagi ruang lingkup akhak terdiri dari akhlak pada Allah, akhlak pada diri sendiri, akhlak pada tetangga dan seterusnya. Kemudian macam-macam akhlak ada yang membagi ke dalam
akhlak baik (mahmudah) dan akhlak butuk (mazmumah) ada juga yang langsung menyebutkan jenis akhlaknya misalnya jujur, menepati janji dan seterusnya. Semua itu bergantung sudut pandang dan tujuannya.
Nah dalam pembahasan ini mempunyai tujuan dan sudut pandang sendiri. Tujuan pembahasan ini bukanlah untuk membahas teori-teori akademik yang rumit-rumit. Tapi hendak melihat apa yang berlaku, apa yang kita alami sehari hari dalam kehidupan nyata, terutama dalam pergaulan sosial. Lalu dengan pengetahuan kita tentang akhlak ini kemudian dapat melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, ruang lingkup dan macam-macam atau jenis akhlak yang dibahas di sini berdasarkan sudut pandang dan tujuan ini.
Sekarang mari kita bahas ruang lingkup akhlak. Bicara akhlak maka bicara perilaku seseorang, terutama dalam pergaulan sosial. Nah, sekarang coba kita renungkan, pada saat kita melihat perilaku orang, apa saja sih yang paling tampak dan menjadi penilaian kita atas orang lain atau penilaian orang lain atas diri kita? Pertama adalah penampilan fisik yaitu berkaitan dengan apa yang ia pakai, apa yang melekat pada dirinya. Coba renungkan, saat kita melihat orang lain bukankah itu yang kita nilai terlebih dahulu kan? Orang yang pakaiannya seronok akan dinilai dengan perilaku atau akhlak tertentu, orang yang pakiannya rapih dinilai dengan perilaku tertentu, orang yang berdandandan menor akan dinilai sebagai akhlak tertentu yang ada pada diri orang tersebut.
Kemudian apa lagi? Perangai, terutama mimik muka, sikap dan tutur katanya. Mari kita renungkan. Pada saat ita bertemu orang maka kesan yang kita nilai adalah bagaimana perangai atau cara dia menyikapi orang lain dan ini tampak dari raut mukanya. Melalui raut muka ini kita kemudian menilai bahwa orang yang cemberut adalah orang yang sombong dan orang yang murah senyum adalah orang yang ramah. Sombong adalah akhlak buruk dan ramah adalah akhlak yang baik.
Lalu apa lagi? Tindakan-tindakannya kepada orang lain. Yah, selanjutnya kita akan melihat apa yang orang ini perbuat. Apa yang ia lakukan sebagai aksi nyata perbuatan. Apa yang ia lakukan sekaligus mengkonfirmasi penampilan fisik, perangai, sikap dan tutur katanya. Dengan demikian ruang lingkup akhlak terbagi ke dalam 3 (tiga) bagian:
1. Akhlak berkenaan dengan busana.
2. Akhlak berkenaan dengan perangai, sikap dan tutur kata.
3. Akhlak berkenaan dengan tindakan.
Nah, selanjutnya mari kita bahas lebih lanjut apa saja dan bagaimana kita seharusnya berakhlak dalam tidak hal tersebut sesuai dengan ajaran Islam. Apa saja macam-macam akhlak terutama hal-hal yang pokok dalam masalah akhlak dalam ketiga hal tersebut. Aturan- aturan apa saja yang harus kita lakukan dalam ketika hal pokok tersebut?
Pertama, akhlak berkenaan dengan busana.
Berkenaan dengan akhlak, pakaian menjadi salah satu perhatian Islam. Aurat artinya cela, aib, yaitu sesuatu yang jika ditampakkan kepada orang lain makaakan membawa aib.
Menutup aurat merupakan kewajiban. Membuka aurat adalah perbuatan yang tidak senonoh, tidak pantas, tidak baik dan tidak tentunya berakhlak. Allah SWT berfirman:
ۖ اًشي ِر َو ْمُكِتآ ْوَس ي ِرا َوُي اًساَبِل ْمُكْيَلَع اَنْل َزْنَأ ْدَق َمَدآ يِنَب اَي
Artinya: Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan..(QS. al-A’raf: 26).
Kemudian mengenai kriteria pakaian Allah SWT berfirman:
Artinya: “…Hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara- saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS.
An Nur: 31)
Aurat perempuan di hadapan orang lain (selain mahram) adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangannya. Kemudian kriteria pakaian adalah menutup seluruh aurat, tidak transparan dan tidak menonjolkan lekuk-lekuk tubuh. Masalah model pakaian disesuaikan dengan kondisi, termasuk perkembangan zaman. Sekarang ini sudah banyak model jilbab yang modern dan keren-keren. Bahkan sekarang jilbab menjadi salah satu tren berbusana kaum hawa.
Sedangkan aurat laki-laki di depan umum adalah sebatas pusar dan dan lutut. Abu Sa'id al- Khuduriy, bahwasanya Nabi saw bersabda, "Aurat laki-laki adalah antara pusat dan lutut.
Sedangkan aurat wanita adalah seluruh badannya, kecuali muka dan kedua telapak tangan.”Ini adalah batas minimal aurat laki-laki. Pada praktiknya tentunya juga harus memperhatikan tempat dan budaya. Menambahkan dari yang minimal ini dengan melihat kepantasan budaya tentunya lebih baik.
Kedua, akhlak berkenaan dengan perangai, sikap dan tutur kata.
Rasulullah SAW adalah orang yang sangat ramah dan murah senyum. Beliau menganjurkan agar ketika kita bertemua dengan orang lain menampilkan raut muka dan sikap yang menyenangkan. Hal ini seperti sepele memang. Tapi ini adalah hal yang sangat penting.
Kesan pertama orang terhadap raut muka dan sikap kita akan menjadi pintu pembuka komunikasi yang efektif yang tentunya akan melancarkan berbagai urusan kita. Rasululah SAW bersabda:
ةَقَدَص َكَل َكي ِخَأ ِهْج َو ىِف َكُمُّسَبَت
Tabassumuka fii wajhi akhika laka shodaqotun
Artinya: “Senyummu di hadapan saudaramu adalah (bernilai) sedekah bagimu“ (HR.
Tirmidzi)
Tersenyumlah jika bertemua orang lain. Tampilkan raut muka bahagia untuk mengapresiasi orang lain. Senyum adalah shadaqah. Senyum saja masa tidak bisa. Sepelit-pelit orang adalah orang yang sekedar hanya tersenyum saja saat bertemu orang lain tidak bisa.
Selanjunta sapa. Bicaralah jangan diem bae. Ngomong sekalimat dua kalimat masa tidak bisa.
Tanya apa kabar, bagaimana sehat hari ini? Sesederhana itu masa tidak bisa. Yah, pada kenyataannya memang hal sesederhana ini memang banyak juga yang tidak bisa. Ketemua orang, lewat depan orang, banyak tuh yang tidak bisa menyapa. Bahkan sudah bertetangga bertahun-tahun tidak kenal. Begitu juga pendidikannya tinggi-tinggi. Entah apa yang dipelajari di sekolah, di bangku kuliah, kalau bergaul sama orang saja tidak bisa.
Dari Abu Syuraih, ia berkata pada Rasulullah SAW:
َةَّنَجْلا يِنُل ِخْدُي ٍلِمَع ىَلَع يِنَّلُد ،ِ َّاللَّ َلوُس َر اَي
Artinya: “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang dapat memasukkanku ke dalam surga.” Beliau bersabda:
لاَكْلا ُنْسُح َو ،ِملاَّسلا ُلْذَب ِة َرِفْغَمْلا ِتاَب ِجوُم ْنِم َّنِإ
Artinya: “Di antara sebab mendapatkan ampunan Allah adalah menyebarkan salam dan
ِم
bertutur kata yang baik.”4 4 HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir no. 469 (Maktabah Al
‘Ulum wal Hikam, cetakan kedua, 1404 H). Al ‘Iroqi dalam Takhrij Al Ihya’ (2/246) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (bagus). Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah (1035) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih dan perowinya terpercaya.
Ketiga, akhlak berkenaan dengan tindakan.
Akhlak berkenaan dengan tindakan tentu sangat banyak. Tapi di sini kita akan garis bawahi yang pokok-pokok saja dan yang sehari-hari sering kita alami. Melakukan hal-hal pokok ini adalah bagian yang sangat penting dalam menjaga pergaulan sosial. Pertama, saling-tolong menolong. Allah SWT berfirman:
ى ٰوۡقَّتلا َو ِ رِبۡلا ىَلَع ا ۡوُن َواَعَت َو ِنا َو ۡدُعۡلا َو ِمۡثِ ۡلَا ىَلَع ا ۡوُن َواَعَت َلَ َو ۖ
َ هاللَّ اوُقَّتا َو ۖ ِباَقِعۡلا ُدۡيِدَش َ هاللَّ َّنِا
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya. (QS. al-Maidah: 4).
Tolonglah sesama. Pedulilah pada orang lain. Tolong orang jangan pula pandang bulu.
Jangan pula mesti seiman seagama. Siapapun yang butuh pertolongan maka tolonglah.
Rasulullah SAW dulu pernah menyuapi orang Yahudi, pengemis buta yang bahkan setiap hari sering mencela-cela Rasulullah. Ada juga kisah yang amat terkenal.
Kemudian yang kedua jangan lisan, jangan suka mencela-cela dan mengolok-olok orang lain.
Bahkan kendati orang ini berbeda agama. Berkatalah yang baik pada siapapun. Rasulullah SAW bersabda:
ُهَناَش َّلَِإ ٍءْىَش ْنَع َل ِزُع َلَ َو ُهَنا َز َّلَِإ ُّطَق ٍءْىَش ىِف ُقْف ِرلا َناَك اَم
Artinya
: “Tidaklah kelembutan terdapat pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya.Dan tidaklah kelembutan itu lepas melainkan ia akan menjelekkannya.” (HR. Ahmad 6: 206, sanad shahih).
Kemudian yang ketiga suka memaafkan orang lain, menjadi orang yang pemaaf. Jangan reaktif kalau diejek orang lain. Di sinilah akhlak kita diuji. Tidak gampang memang. Karena itulah Rasul menyatakan: “Jangan marah, jangan marah! Kalau kamu bisa melakukan ini maka balasannya surga. Menahan marah dan pemaaf adalah salah satu akhlak utama seorang mukmin. Allah SWT berfirman:
ُّب ِحُي ُ َّللَّٱ َو ۗ ِساَّنلٱ ِنَع َنيِفاَعْلٱ َو َظْيَغْلٱ َنيِمِظَٰكْلٱ َو ِءٓا َّرَّضلٱ َو ِءٓا َّرَّسلٱ ىِف َنوُقِفنُي َنيِذَّلٱ
َنيِنِسْحُمْلٱ
Allażīna yunfiqụna fis-sarrā`i waḍ-ḍarrā`i wal-kāẓimīnal-gaiẓa wal-'āfīna 'anin-nās, wallāhu yuḥibbul-muḥsinīn.
Artinya : “(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang- orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran: 134).
Rasulullah adalah orang yang sangat santun. Banyak orang yang masuk Islam karena melihat akhlak beliau. Ada kisah yang amat terkenal. Ada orang kafir yang begitu bencinya sama Rasulullah sehingga tiap kali Rasul mau ke masjid dia hadang da diludahi. Rasul tidak marah.
Bahkan pada saat orang itu jatuh sakit Rasulullahlah orang pertama yang menjenguknya.
Seketika orang itu pun masuk Islam.
Kitiga hal di atas merupakan hal pokok yang bersifat umum yang berhubungan dengan masalah akhlak kaitannya dengan pergaulan sosial. Namun di samping ketiga hal di atas, ada beberapa akhlak khusus yang penting untuk dipahami dan kita lakukan. Kalau ruang lingkup di atas berdasarkan pada karakter prilaku hubungannya dengan pergaulan sosial secara umum. Ketiga hal berikut didasarkan pada hubungan dengan orang-orang khusus, yaitu:
Pertama, akhlak terhadap orangtua.
Kedudukan orangtua sangat penting dalam keluarga. Seorang anak harus berbakti kepada orangtuanya. Durhaka kepada orangtua adalah perbuatan yang tak pantas, tidak berakhlak dan sangat dibenci Allah. Saking pentingnya, Allah mendudukkan berbakti kepada orangtua berada pada urutan kedua setelah berbakti kepada Allah. Allah berfirman:
ْبَي اَّمِإ ۚ اًناَسْحِإ ِنْيَدِلا َوْلاِب َو ُهاَّيِإ َّلَِإ اوُدُبْعَت َّلََأ َكُّب َر ٰىَضَق َو اَمُهَل ْلُقَت َلاَف اَمُه َلاِك ْوَأ اَمُهُدَحَأ َرَبِكْلا َكَدْنِع َّنَغُل
اًمي ِرَك ًلَ ْوَق اَمُهَل ْلُق َو اَمُه ْرَهْنَت َلَ َو ٍ فُأ
Artinya: “Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakan kepada keduanya ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya”. (QS. al Isra: 23).
Rasulullah SAW bersabda:
َرَمُع ِنْب ِ َّ َاللَّ ِدْبَع ْنَع َو اَمُهْنَع ُ َّ َاللَّ َي ِض َر -
ِيِبَّنلَا ْنَع , - –
ملسو هيلع الله ىلص :َلاَق –
يِف ِ َّ َاللَّ اَض ِر –
ِنْيَدِلا َوْلَا ِطَخَس يِف ِ َّ َاللَّ ُطَخَس َو ,ِنْيَدِلا َوْلَا اَض ِر َناَّب ِح ُنْبِا ُهَحَّحَص َو ,ُّيِذِم ْر ِتلَا ُهَج َرْخَأ –
مِكاَحْلا َو
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ashr RA., Nabi SAW bersabda, “Keridhaan Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, hadits ini sahih menurut Ibnu Hibban dan Al-Hakim) [HR. Tirmidzi, no. 1899; Ibnu Hibban, 2:172;
Al-Hakim, 4:151-152. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan].
َلاَق ِالله ِدْبَع ِراَد ىَلِإ ِهِدَيِب َأَم ْوَأ َو ِراَّدلا ِهِذَه ُب ِحاَص اَن َرَبْخَأ ُلوُقَي َّيِناَبْيَّشلا و ٍرْمَع اَبَأ َأَس
ُالله ىَّلَص َّيِبَّنلا ُتْل
َدِلا َوْلا ُّرِب َلاَق ٌّيَأ َّمُث َلاَق اَهِتْق َو ىَلَع ُة َلاَّصلا َلاَق الله ىَلِإ ُّبَحَأ ِلَمَعْلا ُّيَأ َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُداَه ِجْلا َلاَق ٌّيَأ َّمُث َلاَق ِنْي
ِالله ِليِبَس يِف
Abu `Amru Asy Syaibani berkata; telah mengabarkan kepada kami pemilik rumah ini, sambil menunjuk kerumah Abdullah dia berkata; saya bertanya kepada Nabi SAW; "Amalan apakah yang paling dicintai Allah? Beliau bersabda: "Shalat tepat pada waktunya." Dia bertanya
lagi; "Kemudian apa?" beliau menjawab: "Berbakti kepada kedua orang tua." Dia bertanya;
"Kemudian apa lagi?" beliau menjawab: "Berjuang di jalan Allah." (HR. Bukhari) [No. 5970 Fathul Bari] Shahih.
Kedua, akhlak terhadap lawan jenis.
Islam mempunyai pandangan yang khas tentang laki-laki dan perempuan. Dalam pandangan Islam, laki-laki dan perempuan adalah makhluk yang berbeda yang pada dasarnya mempunya tugas dan fungsi yang berbeda. Laki-laki punya sifat, karakteristik, dan tugas- tugas yang berbeda, demikian juga perempuan. Allah SWT berfirman: dan tidaklah laki-laki seperti perempuan (QS. Ali Imran: 36). Allah telah menciptakan makhluk dengan segenap pembagian tugasnya (jobdescription). Apa tugas laki-laki dan apa tugas perempuan sudah ditegaskan oleh Allah SWT. Jadi tidak dibenarkan laki-laki yang keperempuan-perempuanan atau sebaliknya.
Laki-laki dan perempuan harus memahami siapa dirinya dan mempertegas karakter dan tugas ini. Laki-laki yang menyerupai perempuan dan sebaliknya dilarang Islam.
Rasulullah SAW bersabda: Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah melaknat laki-laki yang bertingkah laku seperti perempuan dan perempuan yang bertingkah laku seperti laki- laki ( HR. Al Bukhari). Waktu saya kursus jender dulu saya melihat ada paham yang salah kaprah. Emansipasi wanita dipahami sebagai meningkatkan harkat martabat perempuan dengan cara meniru-niru gaya laki-laki (male clone). Wanita perkasa seolah-olah adalah mereka yang bisa melakukan serangakian atau pun sekedar kebiasaan-kebiasaan laki-laki. Ini tentu salah. Harusnya, masing-masing memahami dan mendalami karakteristiknya.
Karena laki-laki dan perempuan berbeda, maka Islam juga mengatur hubungan antara keduanya. Hubungan atau pergaulan laki-laki dan perempuan dalam Islam harus mengikuti aturan-aturan tertentu. Aturan ini bukan hanya sekedar semata-mata kemauan Allah sebagai Tuhan. Tapi aturan ini justru merupakan kepentingan manusia yang jika dilanggar akan merugikan dan mengacaukan kehidupan manusia sendiri. Allah tidak melarang laki-laki dan perempuan saling kenal dan saling berkomunikasi. Namun caranya harus mengikuti aturan Allah. Berkenaan dengan pembahasan ini, ada dua hal pokok yang harus kita perhatikan.
Pertama, perilaku laki-laki dan perempuan harus mempertimbangkan karaktersitik masing-masing. Laki-laki dan perempuan mempunyai karakteristik fisik maupun psikologis yang berbeda. Karena itulah dalam pergaulan juga harus memperhatikan hal ini. Laki-laki tidak boleh berperilaku menyerupai perempuan, begitu juga sebaliknya. Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
ِ َّاللَّ ُلوُس َر َنَعَل –
ملسو هيلع الله ىلص َنِم ِتاَه ِبَشَتُمْلا َو ، ِءاَس ِنلاِب ِلاَج ِرلا َنِم َنيِه ِبَشَتُمْلا –
ِلاَج ِرلاِب ِءاَس ِنلا
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari).
ِلُج َّرلا َةَسْبُل ُسَبْلَت َةَأ ْرَمْلا َو ِةَأ ْرَمْلا َةَسْبُل ُسَبْلَي َلُج َّرلا َنَعَل ملسو هيلع الله ىلص -
- َِّاللَ َلوُس َر َّنَأ
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita, begitu pula wanita yang memakai pakaian laki-laki” (HR. Ahmad).
َلا ِ ج َرَتُملا َو ،ِلاَج ِ رلا َنِم َنيِثَّنَخُملا َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص ُّيِبَّنلا َنَعَل :َلاَق ، ٍساَّبَع ِنْبا ِنَع َنِم ِت
»ْمُكِتوُيُب ْنِم ْمُهوُج ِرْخَأ« :َلاَق َو ،ِءاَسِ نلا َرْخَأَف :َلاَق
،اًنَلاُف َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص ُّيِبَّنلا َج
اًنَلاُف ُرَمُع َج َرْخَأ َو
Artinya: Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang bergaya wanita dan wanita yang bergaya laki-laki”. Dan beliau memerintahkan, “Keluarkan mereka dari rumah-rumah kamu”. Ibnu Abbas berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengeluarkan Si Fulan, Umar telah mengeluarkan Si Fulan. [HR. Al-Bukhâri, Abu Dawud, Tirmidzi].
Kedua, larangan pergaulan bebas dan zina. Allah melarang keras hubungan badan di luar nikah (zina). Larangan Allah ini bersifat pencegahan dini (prefentif) sehingga hal-hal yang menuju ke arah perzianaan juga dilarang.
:ءارسلَا .ًلاْيِبَس َءآَس َو ،ًةَش ِحاَف َناَك هَّنِا ىن زلا اوُب َرْقَت َلَ َو 32
Artinya: Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk. [QS. Al-Israa’ : 32]
Ketiga, menjaga pandangan mata. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah: Artinya:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An Nur : 30). Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nur : 31).
Keempat, dilarang berduaan-duaan dengan lawan jenis (berkhalwat). Nabi Muhammad SAW bersabda: Dari Ibnu Abbas berkata: “Saya mendengar Rasulullah salallahu’alaihi wasallam bersabda: “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya” (HR. Bukhari dan Muslim). Sabda Nabi:
“Janganlah salah seorang di antara kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya syaithan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (HR. Ahmad) SabdaNabi: “Tertusuknya kepala salah seorang di antara kalian dengan jarum besi, lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”(HR. Thabrani[1])
Kedua, akhlak terhadap suami/istri.
Suami istri dalam Islam juga diatur sedemikian rupa. Suami adalah kepala keluarga.
Ia wajib melindungi dan menyayangi istri, termasuk berusaha untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Waktu saya di pesantren guru saya membuat penjelasan yang ringkas dan mudah dipahami. Kata beliau SUAMI itu singkatan dari Selalu Usaha Akan Mmebahagiakan Istri.
Demikian juga istri. Kedudukan suami hampir setara dengan kedudukan orangtua baginya.
Istri harus menaruh sikap hormat dan mengharagi suami. Kata guru saya, ISTRI itu singkatan dari Ingin Selalu Taat dan Rajin Ibadah. Hal ini cocok dengan firman Allah SWT:
ٰىَلَع ْمُهَضْعَب ُ َّاللَّ َلَّضَف اَمِب ِءاَسِ نلا ىَلَع َنوُما َّوَق ُلاَج ِ رلا تاَتِناَق ُتاَحِلاَّصلاَف ۚ ْمِهِلا َوْمَأ ْنِم اوُقَفْنَأ اَمِب َو ٍضْعَب
ِع ِجاَضَمْلا يِف َّنُهوُرُجْها َو َّنُهوُظِعَف َّنُه َزوُشُن َنوُفاَخَت يِت َّلالا َو ۚ ُ َّاللَّ َظِفَح اَمِب ِبْيَغْلِل تاَظِفاَح ۖ َّنُهوُب ِرْضا َو
اوُغْبَت َلاَف ْمُكَنْعَطَأ ْنِإَف ا ًريِبَك اًّيِلَع َناَك َ َّاللَّ َّنِإ ۗ ًلايِبَس َّنِهْيَلَع
Artinya:“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Maha-besar.” (QS. an-Nisa [4]: 34).
Keempat, akhlak terhadap non muslim.
Akhlak terhadap non muslim juga merupakan bagian yang penting dalam pergaulan sosial.
Terlebih dewasa ini dimana kehidupan makin modern dan masyarakat semakin heterogen.
Kita meyakini hanya Allahlah dan hanya Islam jalan keselamatan. Namun di sisi lain kita harus menghormati orang yang beda keyakinan. Keyakinan yang kita pegang jangan sampai membuat kita berlaku dzalim kepada orang lain. Rasulullah SAW bersabda:
ٍنَسَح ٍقُلُخِب َساَّنلا ِقِلاَخ َو اَهُحْمَت َةَنَسَحْلا َةَئِ يَّسلا ْعِبْتَأ َو َتْنُك اَمُثْيَح ِ َّاللَّ ِقَّتا
Artinya: “Bertakwalah di manapun kalian berada, dan ikutilah keburukan dengan kebaikan.
Niscaya ia akan menghapus keburukan tersebut. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi)
Rasul menyuruh kita harus memperlakukan orang lain dengan baik, berakhlak dengan baik.
Kepada siapapun, tanpa pandang bulu. Selama orang tersebut tidak memusuhi Islam, tidak mengganggu kita. Maka kita harus memperlakukan dengan baik. Kita juga dilarang untuk mencela-cela agama mereka, mencela-cela Tuhan mereka. Allah SWT berfirman:
ٍمْلِع ِرْيَغِب ا ًوْدَع َ َّاللَّ اوُّبُسَيَف ِ َّاللَّ ِنوُد ْنِم َنوُعْدَي َنيِذَّلا اوُّبُسَت َلَ َو
Artinya: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa
pengetahuan” (QS. Al An’am: 108).
LATIHAN XIII
1. Apa hikmah dari ajaran akhlak?
2. Apa yang dimaksud dengan akhlak?
3. Apa ukuran baik buruk dalam Islam?
4. Apa perbedaan akhlak dengan moral dan etika?
5. Sebutkan beberapa akhlakul karimah yang diajarkan Islam!
KUNCI JAWABAN XIII
1. Apa hikmah dari ajaran akhlak?
Jawaban: Akhak adalah puncak dari ajaran Islam. Orang yang saleh adalah orang yang dapat menjalin hubungan dengan Allah dan dengan sesama makhluk. Akhak merupakan salah satu buah dari ibadah. Orang yang ahli ibadah salah satu buahnya buahnya terpancar pada akhlaknya.
2. Apa yang dimaksud dengan akhlak?
Jawaban: Akhlak adalah suatu perilaku yang telah terpatri dalam hati sehingga seseorang sudah sangat terbiasa dan melakukannya dengan reflek. Namun secara lebuh umum akhlak adalah perilaku yang mencerminkan kepantasan dan baik buruk.
3. Apa ukuran baik buruk dalam Islam?
Jawaban: Secara umum akal sebenarnya dapat mengetahui sebagian banyak dari apa yang baik dan apa yang buruk. Namun ukuran utamanya dalam Islam adalah al-Quran dan Sunah. Sebab ada beberapa hal yang akal tidak mengetahui ukuran pantas dan baik buruknya.
4. Apa perbedaan akhlak dengan moral dan etika?
Jawaban: Perbedaannya adalah pada sumbernya yang dalam beberapa hal juga menyebabkan perbedaan dalam hal ukuran mana yang pantas, baik dan buruk. Akhlak sumbernya al-Quran dan Sunah, moral sumberdaya adat kebiasaan (budaya), dan etika sumbernya akal.
5. Sebutkan beberapa akhlakul karimah yang diajarkan Islam!
Jawaban: secara umum akhlak tercermin dalam tiga hal utama yaitu: akhlak dalam berbusana, akhlak dan sikap dan tutur kata, dan akhlak dalam perbuatan. Pertama, dalam berbusana kita harus mengikuti aturan Allah. Busana harus menutup aurat dan tidak memperlihatkan lekuk tubuh. Aurat perempuan di depan umum adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Sedangkan aurat minimal laki-laki adalah antara pusar dan lutut. Namun demikian, kepantasan adat juga sangat penting untuk ditambahkan. Kedua, kita harus bersikap baik pada orang lain terutama tersenyum pada perangai murah senyum dan tegus sapa. Ketiga, perbuatan kita juga harus mencerminkan akhlak misalnya tidak mengganggu dan menyakiti orang serta gemar menolong orang lain tanpa pandang bulu. Kemudian dari segi obyeknya ada hal-hal pokok yang harus kita perhatikan dalam berakhlak yaitu kepada orangtua, lawan jenis, suami-istri, kepada non muslim.
RANGKUMAN XIII
1. Akhlak sebagaimana sabda Rasulullah SAW adalah tujuan puncak dari ajaran Islam.
Ritual peribadatan yang kita lakukan haruslah tercermin pada akhlak kita sehari-hari.
Ibadah seorang muslim yang dilakukan dengan benar akan mempengaruhi tuturkata, sikap, dan perilaku kita sehari-hari. Seorang muslim yang ibadahnya baik, tapi perilakunya tidak baik, pasti ada kesalahan dalam memahami dan mengamalkan agamanya. Mungkin shalat dan seluruh ibadahnya ia jalankan hanya sekedar ikut- ikutan, sekedar adaptasi, hanya dijalankan sebagai syarat untuk menggugurkan kewajiban. Ia tidak memahami dan menghayati ibadah yang ia jalankan. Ia berdiri, takbir, rukuk, dan seterusnya. Tapi hatinya kosong dari Allah. Ia hanya menjalankan rutinitas belaka. Dia tidak marasa berdiri di hadapan Allah. Agama ini adalah jalan hidup (way of life) sehingga buahnya harus bermanfaat dan terpancar dalam kehidupan sehari-hari.
2. Akhlak adalah suatu perilaku yang telah terpatri dalam hati sehingga seseorang sudah sangat terbiasa dan melakukannya dengan reflek. Dengan demikian, akhlak adalah suatu perilaku yang sudah terinternalisasi, tersadari dan telah tertanam dalam alam bawah sadar seseorang. Ke arah inilah seharusnya perilaku baik kita bina. Namun secara lebih umum akhlak adalah perilaku yang mencerminkan kepantasan dan baik buruk.
3. Sumber akhlak adalah al-Quran dan Sunah. Secara umum memang akal dapat mengetahui sebagian banyak dari apa yang baik dan apa yang buruk. Namun ukuran utamanya dalam Islam adalah al-Quran dan Sunah. Sebab ada beberapa hal yang akal tidak mengetahui ukuran pantas dan baik buruknya.
4. Perbedaan akhlak, moral, dan etika adalah pada sumbernya yang dalam beberapa hal juga menyebabkan perbedaan dalam hal ukuran mana yang pantas, baik dan buruk.
Akhlak sumbernya al-Quran dan Sunah, moral sumberdaya adat kebiasaan (budaya), dan etika sumbernya akal.
5. Secara umum akhlak tercermin dalam tiga hal utama yaitu: akhlak dalam berbusana, akhlak dan sikap dan tutur kata, dan akhlak dalam perbuatan. Pertama, dalam berbusana kita harus mengikuti aturan Allah. Busana harus menutup aurat dan tidak memperlihatkan lekuk tubuh. Aurat perempuan di depan umum adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Sedangkan aurat minimal laki-laki adalah antara pusar dan lutut. Namun demikian, kepantasan adat juga sangat penting untuk ditambahkan. Kedua, kita harus bersikap baik pada orang lain terutama tersenyum pada perangai murah senyum dan tegus sapa. Ketiga, perbuatan kita juga harus mencerminkan akhlak misalnya tidak mengganggu dan menyakiti orang serta gemar menolong orang lain tanpa pandang bulu. Kemudian dari segi obyeknya ada hal-hal pokok yang harus kita perhatikan dalam berakhlak yaitu kepada orangtua, lawan jenis, suami-istri, kepada non muslim.