• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA ABU BATU BARA BERCAMPUR KAYU PADA STABILITAS DAN RONGGA PORI ASPAL HOT MIX HRS - WC. Oleh: Muhammad Shalahuddin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KINERJA ABU BATU BARA BERCAMPUR KAYU PADA STABILITAS DAN RONGGA PORI ASPAL HOT MIX HRS - WC. Oleh: Muhammad Shalahuddin"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Page 96 JURNAL APTEK Vol. 2 No. 1 Juli 2010 KINERJA ABU BATU BARA BERCAMPUR KAYU PADA

STABILITAS DAN RONGGA PORI ASPAL HOT MIX HRS - WC

Oleh:

Muhammad Shalahuddin

Abstract

The filler is difficult to get it in nature, hence to get it always use filler from fine aggregate and medium aggregate, cement and lime. Minus filler in HRS-WC caused bleeding. Filler characteristic have much space surface in unit and can absorbed asphalt bitumen and decrease void. Fly ash is the fine particulate matter (filler) which is prepitated from the stack of pulverized coal-wood fired boiler at electrical power generating plants PT. RAPP. The primary benefits of using fly ash are (1) environmental incentives becaused material used does not have to be wasted (2) cost saving, becaused fly ash is typically cheaper than cement and lime, and (3) availability, because fly ash sources are distributed geographically across the state.

HRS-WC is a high durability HMA, it have more than asphalt bitumen and filler. Asphalt bitumen increase bitumen film thickness and filler increase void. Research activities are underway to investigate more effective and efficient ways of adding fly ash at the HMA production site. This research with 60 total sample specimen of HMA, variation of fly ash are 0 %, 6 % ; 10 % and 12

% and variation of bitumen are 5 %, 5,5 %, 6 %, 6,5 % and 7 %.

The adding fly ash rate was 6 % give stability 1100 kg above the specification (HRS-WC > 800 kg), increase void of hotmix become 4,579 % in the range of the specification (HRS-WC 3 – 5 %) and increase bitumen film thickness become 3,9 μm. The adding fly ash rate was 10 % give stability 1000 kg above the specification (HRS-WC > 800 kg), increase void of hotmix become 4,407 % in the range of the specification (HRS-WC 3 – 5 %) and increase bitumen film thickness become 4,0 μm. The adding fly ash rate was 12 % give stability 1033 kg above the specification (HRS-WC > 800 kg), increase void of hotmix become 3,229 % in the range of the specification (HRS-WC 3 – 5 %) and increase bitumen film thickness become 4,3 μm.

Keyword : Fly ash, HMA HRS-WC, Stability, bitumen film thickness.

PENDAHULUAN

Hotmix jenis HRS-WC adalah hotmix durabilitas tinggi dan bersifat lentur dengan kadar aspal tinggi sehingga memerlukan material halus (filler) untuk dapat menyerap sebahagian kadar aspal juga menambah rongga udara (void) serta meningkatkan stabilitas.

Kekurangan filler pada HRS-WC akan menyebabkan bleeding. Material filler sulit diperoleh di alam, sehingga untuk memperolehnya sering dipergunakan abu batu, semen atau kapur. Incenator residu sebagai incenator bottom ash (IBA), hasil dari pembakaran batu bara pada power plant dapat meningkatkan skid resistance pada HMA wearing course ( Prithvi S. K, 1992).

Fly ash fisiknya seperti filler, adalah sisa pembakaran batu bara bercampur kulit kayu pada pengolahan bubur kertas (pulp) PT. RAPP

di Kerinci Kabupaten Pelalawan Riau.

Diproduksi dari power boiler 2 PT. RAPP ± 170 m3 / hari. Filler yang biasa digunakan pada campuran hotmix adalah semen, kapur dan abu batu. Pengaruh filler kapur pada hotmix adalah mereduksi deformasi aspal pada temperature tinggi, terutama selama pelaksanaan sering terjadi rutting. Hidrasi filler kapur meningkatkan kekakuan aspal film dan memperkuatnya. Lebih jauh, kapur membuat campuran hotmix tidak sensitif terhadap pengaruh air dengan memperbaiki ikatan antara agregat dengan aspal. Hal ini bersinergi meningkatkan ketahananan terhadap rutting (Dallas, 2001). Kapur mereduksi oksidasi tidak hanya pada saat terjadinya oksidasi tetapi juga pada saat hangat dengan produksi oksidasi.

Pengaruh ini menjaga hotmix dari hardening dan cracking melalui fatigue dan temperatur

(2)

Muhammad Shalahuddin, Jurusan Teknik Sipil Fak. Teknik - Universitas Riau Page 97 rendah. Secara sinergi, pengaru filler hidrasi

kapur terdispersi di dalam aspal meningkatkan fracture resistence dan cracking resistence (Dallas, 2001). Keuntungan lainnya, penambahan kapur untuk membatasi agregat yang mempunyai sifat plastis dapat meningkatkan agreagat melalui mekanisme cation exchange, flocculation/agglomeration, dan reaksi pozzolanic (Little, 1987).

Fly ash telah ditambahkan pada recycled asphalt pavement (RAP) sebesar 8 % (Gantenbein, 2002 in paper from David J.

White et al). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh fly ash pada HRS - WC.

LANDASAN TEORI

Variasi jenis pavement adalah flexible pavement dan rigid pavement seperti hotmix asphalt (HMA), Portland cement concrete (PCC), cement treated base (CTB) dan continuously reinforced concrete pavement (CRCP), (G.W. Flintsch, 2008). HMA menurut karakteristiknya terdiri dari HMA stabilitas tinggi dan HMA durabilitas tinggi.

HMA stabilitas tinggi dengan kadar aspal antara 4% - 6 %. Kelemahan HMA jenis ini adalah apabila terjadi penurunan pada lapisan di bawahnya maka akan terjadi retak-retak.

HMA durabilitas tinggi mempunyai sifat lebih elastis dengan kadar aspal antara 6 % - 8.

Kebaikan jenis HMA ini adalah apabila terjadi penurunan pada lapisan di bawahnya, maka tidak akan terjadi retak-retak namun bergelombang. Pada lapisan HMA yang bergelombang, air tidak akan merembes kelapisan pondasi di bawahnya.

HMA durabilitas tinggi terdiri dari agregat pecah, pasir, aspal dan filler. Agregat pecah diperoleh dari sirtu sungai yang telah disaring atau batu gunung yang dipecah dengan alat pemecah batu (stone crusher) dan dibagi menjadi 3 fraksi, yaitu agregat pecah lolos

saringan 19 mm disebut agregat pecah kasar (course aggregate = CA), agregat pecah lolos saringan 9.5 mm disebut agregat pecah sedang (medium aggregate = MA) dan agregat pecah lolos saringan 4.75 mm disebut agregat pecah halus (fine aggregate = FA.

Agregat pecah mempunyai permukaan lebih luas dan lebih kasar dibandingkan dibandingkan dengan batu alami yang permukaannya lebih mulus dan bulat (rounded) sehingga ikatan antar butir agregat (interlocking of aggregate) menjadi lebih baik.

Pasir yang dipergunakan untuk HMA adalah pasir halus alami (FS = fine sand) lolos saringan 4.75 mm bersih dari lumpur atau bahan lempung. Pasir halus ukuran butirnya hampir seragam dan berfungsi sebagai :

- pengisi celah antar butir

- penyerap aspal yang potensial untuk jenis aspal durabilitas tinggi

- membuat persentase rongga (void) yang diinginkan (4% - 6%) untuk mencegah naiknya cairan aspal ke permukaan badan jalan (bleeding).

Mechanical performance dari material yang distabilisasi dengan fly ash seperti tanah lempung lunak, asphaltic pavement material (RPM) dan road surface gravel (RSG) untuk konstruksi flexible dan rigid pavement dipergunakan di 6 tempat di Wisconsin dan Minnesota (Lin Li et al, 2009). Bahan fly ash digunakan sebagai filler. Warna fly ash biasanya dari abu-abu sampai abu-abu kehitaman yang mempunyai berat jenis 2,15 – 2,8 (Aman, 1995). Karakteristik fisik fly ash umumnya tergantung pada efisiensi proses pembakaran pada tempat pengolahan dan jenis bahan serta asal sumber batu bara, baik yang berasal dari jenis anthracite, sub-bituminous, bituminous atau lignitic (Cripwell, 1992).

Gradasi fly ash mempunyai batasan seperti Gambar 1.

Gambar 1. Grafik gradasi fly ash (Cripwell, 1992)

0 20 40 60 80 100

0,001 0,01 0,1 1

Persentase Lolos (%)

Ukuran butir (mm)

(3)

Page 98 JURNAL APTEK Vol. 2 No. 1 Juli 2010 Penambahan fly ash pada road surface gravel

(RSG) dan recycled pavement material (RPM)

meningkatkan kekuatannya (Felipe F.

Camargo et al,2008) , seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase penggunaan fly ash terhadap CBR dan UCS Material Fly ash (%) CBR (%) UCS (kPa)

RPM

0 20 -

10 70 1000

15 130 2300

RSG

0 30 -

10 180 1800

15 330 3600

Aspal bitumen yang dipergunakan selain harus memenuhi spesifikasi dan persyaratan pemeriksaan laboratorium juga harus memiliki karakteristik antara lain :

- Aspal harus melapisi batuan dengan rapat.

- Aspal yang dipergunakan tidak menjadi cepat rapuh.

- Aspal yang dipergunakan mempunyai sifat melekat (adhesi) terhadap batuan yang dilapisi.

- Aspal yang melapisi batuan tidak peka terhadap perubahan suhu.

- Aspal harus memberikan lapisan yang elastis pada batuan.

Menentukan kadar aspal optimum (KAO) atas dasar hasil Marshall. Pendekatan perencanaan campuran dengan pendekatan perencanaan campuran tradisional atau pendekatan campuran menurut “Central of Quality Control Monitoring Units” (CQCMU). Pendekatan perencanaan menurut CQCMU adalah : - kadar aspal efektif ditetapkan oleh spesifikasi

- campuran agregat bervariasi untuk mencari campuran-campuran yang sesuai dengan kebutuhan sifat-sifat yang ditetapkan.

- rongga udara (void) merupakan kriteria pokok untuk optimasi campuran agregat.

Campuran aspal panas terdiri dari agregat pecah (kasar, sedang dan halus), pasir halus,

aspal dan bahan filler. Perencanaan HMA tujuannya adalah :

- untuk mengetahui persentase pemakaian agregat kasar, agregat sedang, agregat halus, pasir halus, filler dengan cara matrix atau cara grafis

- mengetahui aspal optimum dengan cara trial and error dari beberapa benda uji dengan variasi kadar aspal. Kadar aspal prakiraan ditentukan dengan formula Asphalt Institute.

P = 0.035 a + 0.045 b + F

dimana :

P = kadar aspal ( % )

a = persentase agregat tertahan saringan no. 8 (2.38 mm)

b = persentase agregat lolos saringan no.

8 tertahan saringan no. 200 F = berkisar 0 - 1.5 %.

F = 0.15 C untuk material yang lolos saringan no. 200 bernilai 11 - 15 % F = 0.18 C untuk material yang lolos

saringan no. 200 bernilai 6 - 10 %

F = 0.20 C untuk material yang lolos saringan no. 200 bernilai < 5 %

C = persentase lolos saringan no. 200.

Rumusan untuk karakteristik hotmix adalah : B =

filler BJ

filler FS

BJ FS FA

BJ FA MA

BJ MA

dry oven dry

oven dry

oven dry

oven

%

%

%

%

100

Effective specific gravity aggregate, C =

% 2

%

%

%

2 / 100

. .

. .

B

filler BJ

filler FS

BJ FS FA

BJ FA MA

BJ MA

app app

app app

(4)

Muhammad Shalahuddin, Jurusan Teknik Sipil Fak. Teknik - Universitas Riau Page 99 Bulk specific gravity of mix=

air dalam uji benda berat SSD uji benda berat

ing uji benda berat

ker

Berat jenis maksimum campuran teoritis,

D =

T A C

A

 100

100

Volume benda uji campuran = berat benda uji jenuh permukaan kering - berat benda uji dalam air

Berat isi benda uji campuran, J =

campuran uji

benda volume

mix of gravity specific

bulk

Voids in mix, VIM =

 

D J D x

100

“Void in mineral aggregate, VMA =

B B x A) 100

100 (

Void filled with asphalt,

 

VMA VIM VMA

VFA x

100

Aggregate surface area, Q = A3/4 x 0,41 + A3/8 x 0,41 + A# 4 x 0,41 + A# 8 x 0.82 + A# 16 x 1,64 + A# 30 x 2,87 + A# 50 x 6,14 + A# 100 x 12,29 + A# 200 x 32,77

Ax = persentase lolos saringan agregat campuran sesuai nomor saringan.

Penyerapan total campuran agregat terhadap aspal =

D T B

A

A T(100 ) 100

Bitumen film thickness =

) 100 (

) (

1000

A T

Q

R A x

dengan :

R = penyerapan total campuran agregat terhadap aspal (%)

Q = aggregate surface area (m2/kg) T = berat jenis aspal (gr/cm3)

D = berat jenis maksimum campuran teoritis (gr/cm3)

J = berat isi benda uji campuran (gr) A = kadar aspal (%)

B = bulk specific gravity agregat (gr/cm3) Selanjutnya uji Marshall untuk mengetahui nilai stabilitas dan flow benda uji.

Marshall quotient =

flow stabilitas

.

Illustasi interaksi agregat dan aspal bitumen pada HMA seperti Gambar 2.

Gambar 2. Illustrasi interaksi agregat dan aspal bitumen pada HMA.

VIM

agregat

Asphalt absorbed

Volume agregat Untuk apparent specific

gravity

Volume agregat Untuk effective specific

gravity

Volume agregat untuk bulk specific

gravity Volume resapan air

yang tidak terabsobsi oleh aspal Volume air yang dapat

diserap oleh agregat Cairan aspal binder

efektif

Bitumen Film Thickness

Batas resapan aspal terhadap agregat

(5)

Page 100 JURNAL APTEK Vol. 2 No. 1 Juli 2010 BAHAN DAN METODA

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Riau.

Bahan untuk pengujian adalah agregat pecah sedang, agregat pecah halus, fly Ash dan aspal. Pengujian yang dilakukan meliputi :

- karakteristi agregat pecah sedang, pengujian agregat pecah halus dan pasir.

- material fly Ash.

- aspal

- pengujian karakteristik marshall HMA HRS-WC.

Persentase agregat pecah sedang MA, agregat pecah halus FA dan pasir FS diperhitungkan dengan perkalian matriks dengan batasan spesifikasi HRS-WC.

   

BA1 x

 

C atau









 





3 2 1 1

3 3 3

2 2 2

1 1 1

x x x x c b a

c b a

c b a

FS FA MA

an, bn dan cn adalah persentase lolos masing- masing agregat pada nomor saringan tertentu.

Nilai xn diambil dari nilai antara pada spesifikasi HRS-WC.

Untuk perhitungan diperlukan sieve analysis data agregat sedang, agregat halus dan pasir serta batasan HMA jenis HRS-WC pada Tabel 2.

Tabel 2. Sieve analysis data serta batasan HRS-WC

Ukuran saringan Persentase lolos ( % ) Batasan Gradasi

( mm) (inci) MA FA FS

HRS-

WC Gabungan

25.40 1" 100 100 100 100 100

19.10 3/4" 100 100 100 100 100

12.70 1/2" 67.25 99.75 100

90 -

100 91.61 9.52 3/8" 32.45 99.30 100 75 - 85 82.65 2.38 no. 8 0.55 7.85 97.2 50 - 72 50.81 0.590 no. 30 0.25 1.4 78.6 35 - 60 39.83

0.149 no. 200 0.1 0.2 0.2 6 - 12 0.17

Dari data persentase lolos dipilih 3 nomor saringan untuk membentuk matrix 3 x 3.

Dalam hal ini dipilih ukuran saringan 12,70 mm; 9,52 mm dan 0,590 mm.













40 83 92 6

. 78 4 . 1 25 . 0

100 3 . 99 45 . 32

100 75 . 99 25 . 67

FS FA MA

Nilai batasan HRS-WC diambil 92 dari range nilai 90-100, 83 dari range nilai 75-85 dan 40

dari range nilai 35-60. Setelah hasil MA, FA dan FS didapatkan dan dinormalisasi menjadi 100 %, maka didapatkan MA = 25.44 %, FA = 24.41 % dan FS = 50.16 %. Gradasi gabungan dari persentase MA, FA dan FS diperoleh seperti pada Tabel 2 dan nilainya masuk dalam batasan nilai spesifikasi.

Kriteria campuran HMA adalah:

- menggunakan aspal standar komersial pen 60 / 70.

(6)

Muhammad Shalahuddin, Jurusan Teknik Sipil Fak. Teknik - Universitas Riau Page 101 - agregat pecah kasar, sedang, halus dan pasir

dari sungai Kampar Bangkinang.

- fly ash power boiler 2 dari PT. RAPP dari abu hasil pembakaran batu bara bercampur kayu. Fly ash yang dipergunakan tidak dihaluskan atau disaring agar sesuai dengan kondisinya di stock pile.

- Specimen dengan variasi fly ash 0 %, 6 % ; 10 % dan 12 % terhadap total campuran agregat, total sampel 60 buah dengan jumlah tumbukan 2 x 50, rinciannya dapat dilihat pada Tabel 3. Referensi persentase fly ash pada hotmix adalah menurut C. M.

Huang et al, 2006 : menggunakan incenator bottom ash (IBA). Campuran aspal dengan

0 %, 25 %, 50 %, 75 % dan 100 % IBA terhadap persentase filler.

- Suhu pemadatan specimen adalah 160 0C sesuai referensi menurut Noorfaridah binti Ithnin, 2008 : untuk jenis aspal PG 82 suhu pemadatan 188 – 193 0C, untuk jenis aspal PG 76 suhu pemadatan 174-179 0C, untuk aspal pen 60/70 suhu pemadatan 146-150

0C dan untuk aspal pen 80/100 suhu pemadatan 131-134 0C.

- Analisa data dilakukan dengan menggunakan variabel-variabel dan rumusan-rumusan yang ada pada landasan teori dan juga menggunakan format-format standar.

Tabel 3. Jumlah dan komposisi benda uji N

o Persentase Filler (%)

Jumlah Benda Uji Jumlah benda

uji Dengan Persentase Aspal (%)

5 5.5 6 6,5 7

1

Fly ash

0 3 3 3 3 3

2 6 3 3 3 3 3

3 10 3 3 3 3 3 60

4 12 3 3 3 3 3

(7)

Page 102 JURNAL APTEK Vol. 2 No. 1 Juli 2010 Bagan alir penelitian juga ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Bagan alir penelitian

Mulai

Persiapan : - Alat Uji - Bahan :

- Agregat sedang - Agregat halus - Pasir - Fly ash - Aspal

Pemeriksaan aspal : - Penetrasi aspal - Daktilitas aspal - Berat jenis aspal - Titik lembek aspal - Titik nyala aspal - Kehilangan berat Pemeriksaan agregat:

- Analisa saringan - Berat jenis dan

penyerapan - Kekuatan agregat

Batasan spesifikasi

Rancangan proporsi : - % agregat sedang - % agregat halus - % pasir halus - % variasi fly ash

Pengujian benda uji : - pembuatan benda uji

- berat jenis bulk - berat jenis SSD - Marshall

- penentuan kadar aspal optimum

Specimen uji marshall dengan variasi fly ash

Analisa Data dan Kesimpulan

Selesai

Tidak Tidak

Ya

(8)

Muhammad Shalahuddin, Jurusan Teknik Sipil Fak. Teknik - Universitas Riau Page 103 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil uji berat jenis dan penyerapan fly ash :

No Pemeriksaan Fly ash

1 Apparent Specific Gravity = [E / (E + D - C)], gr/cm3 2.21 2 Bulk Specific Gravity (dry) = [E / (B + D - C)], gr/cm3 2.12 3 Bulk Specific Gravity (SSD) = [B / (B + D - C)], gr/cm3 2.16

4 Persentase Absorbsi = [(B - E) / E] x 100 % 1.78

Nilai berat jenis fly ash dari PT. RAPP berada pada batasan 2,15 – 2,8, berarti fly ash yang menjadi bahan filler pada penelitian ini dapat dipergunakan. Persentase absorbsi fly ash 1,78

% sangat ideal sebagai filler karena bahan filler yang dipergunakan pada HMA tidak diharapkan menyerap aspal bitumen terlalu besar. Fly ash berfungsi sebagai bahan pengisi

(filler) antar celah agregat untuk meningkatkan stabilitas dan mengurangi nilai rongga pori (VIM).

Hasil uji HMA disajikan pada grafik hubungan kadar aspal dengan stabilitas, VIM, MQ dan flow dengan variasi persentase fly ash yang ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik hubungan kadar aspal versus stabilitas, void in mineral (VIM), marshall quotient (MQ) dan flow pada HMA dengan

variasi fly ash.

Dari grafik kadar aspal vs stabilitas terlihat bahwa pemanfaatan fly ash, 80 % data

memberikan nilai stabilitas di atas batasan minimal. Terlihat bahwa HMA tanpa fly ash memberikan nilai stabilitas tertinggi, stabilitas menurun pada HMA dengan fly ash 6 %, menurun lagi pada HMA dengan fly ash 10 %, tetapi meningkat lagi pada HMA dengan fly

400 600 800 1000 1200 1400

4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9

Stabilitas (kg)

Kadar aspal (%) 1,5

2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5

4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9

Flow (mm)

Kadar aspal (%)

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00

4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9

VIM (%)

Kadar aspal (%)

200,0 250,0 300,0 350,0 400,0

4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9

MQ (KN/m)

Kadar aspal (%) Batasan minimal

Filler 0 % Filler 6 %

Filler 10

% Filler 12

%

Batasan maximal

Batasan minimal Filler 0 %

Filler 6 % Filler 10 %

Filler 12 % Filler 0 %

Filler 6 %

Filler 10 % Filler 12 % Batasan

minimal

Filler 0 % Filler 10 % Filler 12 % Filler 6 %

(9)

Page 104 JURNAL APTEK Vol. 2 No. 1 Juli 2010 ash 12 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada

batasan optimal, penambahan fly ash meningkatkan nilai stabilitas dan grafik ini terdapat pada Gambar 5. Hubungan variasi

pemakaian fly ash dengan nilai stabilitas HMA HRS-WC pada kadar aspal optimum (KAO) ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Hubungan stabilitas HRS-WC dengan variasi fly ash.

Dari grafik kadar aspal vs flow terlihat bahwa pada range kadar aspal 6 % sampai 8 % dan penambahan fly ash 6 %, 10 % dan 12 %, nilai flow berada di atas batasan minimal. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan fly ash tidak begitu mempengaruhi nilai flow.

Dari grafik kadar aspal vs VIM terlihat bahwa penambahan fly ash menurunkan nilai VIM sampai kepada batasan di dalam batasan minimal dan maksimalnya. Pada range kadar aspal 6 % sampai 7 %, nilai VIM masuk pada batasan spesifikasi yang dinginkan karena

batasannya adalah 3 - 5%. Nilai VIM di bawah 3 % mengakibatkan terjadinya bleeding pada HMA. Nilai VIM di atas 5 % menyebabkan terjadinya HMA yang sangat berpori.

Dari grafik kadar aspal vs marshall quotient (MQ) terlihat bahwa penambahan fly ash pada HMA tidak memberikan perubahan nilai MQ yang signifikan.

Hasil uji HMA jenis HRS-WC dengan menggunakan variasi bahan tambah fly ash dari Gambar 4 dirangkum dan ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil uji HRS-WC dengan variasi fly ash.

Persentase fly ash (%)

Kadar aspal optimum

(%)

Void in mix (%)

Stabilitas (kg)

Flow (mm)

Marshall quotient (KN/m)

Bitumen film thickness

(μm)

0 5,5 8,20 1267 3,7 346,4 4,4

6 6 4,58 1100 3,2 347,6 3,9

10 6,5 4,41 1000 3,0 333,3 4,0

12 7 3,23 1033 3,2 327,0 4,3

Batasan spesifikasi 3 - 5 > 800 > 3 Dari Tabel 4 terlihat bahwa penambahan filler

6 %, 10 %, dan 12 % memberikan stabilitas berturut-turut 1100 kg, 1000 kg dan 1033 kg (masih di atas batasan spesifikasi > 800kg).

Penambahan bahan filler ke dalam campuran HMA adalah memperkecil stabilitas tetapi meningkatkan persentase kadar aspal optimum

yang berfungsi untuk meningkatkan elastisitas HMA sehingga memperkecil terjadinya retakan akibat penurunan atau settlement (dari data flow).

Peningkatan kadar aspal optimum menambah ketahanan terhadap kerusakan akibat oksidasi (dari data bitumen film

900 950 1000 1050 1100 1150 1200 1250 1300

0 5 10 15

Stabilitas (kg)

Kadar Fly ash (%)

(10)

Muhammad Shalahuddin, Jurusan Teknik Sipil Fak. Teknik - Universitas Riau Page 105

2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0 10,0

5 6 7 8 9

Bitumen film thicknessm)

Kadar aspal (%) thickness). Penambahan bahan filler menurunkan nilai rongga udara akibat pemakaian pasir halus yang bergradasi seragam (dari data rongga udara). Void yang terlalu basar atau di luar batasan spesifikasi akan meningkatkan rembesan air terhadap hotmix.

Hasil pengujian HMA HRS-WC dari Tabel 4, terlihat bahwa HRS-WC tanpa bahan tambah filler, stabilitasnya lebih besar dari

spesifikasi tetapi rongga udaranya terlalu besar melebihi batasan spesifikasi. Hasil HRS-WC dengan fly ash sebesar 6%, 10% dan 12%, stabilitasnya lebih besar dari spesifikasi dan rongga udaranya juga masuk dalam batasan spesifikasi. Hal ini berarti fungsi fly ash adalah memperkecil rongga udara.

Hubungan variasi pemakaian fly ash dengan bitumen film thickness ditampilkan

pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan bitumen film thickness dengan variasi fly ash.

Dari grafik hubungan kadar aspal dengan bitumen film thickness terlihat bahwa peningkatan persentase fly ash mengurangi nilai ketebalan film aspal pada permukaan agregat. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan persentase fly ash di atas 12 % tidak diinginkan, karena bitumen film thickness yang terlalu kecil mempermudah terjadinya oksidasi pada HMA.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah : a. Fly ash 0 % dengan kadar aspal optimum

5,5 % memberikan :

- nilai stabilitas 1267 kg diatas batasan spesifikasi HRS-WC > 800 kg.

- rongga pori 8,201 % berada diluar batasan HRS-WC 3 – 5 %.

- bitumen film thickness 4,4 µm.

b. Fly ash 6 % dengan kadar aspal optimum 6,0 % memberikan :

- nilai stabilitas 1100 kg diatas batasan spesifikasi HRS-WC > 800 kg.

- fly ash meningkatkan kadar aspal dan memberikan rongga pori 4,579 % berada pada batasan HRS-WC 3 – 5 %.

- meningkatkan bitumen film thickness 3,9 µm sehingga meningkatkan ketahanan hotmix terhadap pengaruh oksidasi dan meningkatkan kekenyalan (duktilitas).

c. Fly ash 10 % memberikan :

- nilai stabilitas 1000 kg diatas batasan spesifikasi HRS-WC > 800 kg.

- fly ash meningkatkan kadar aspal dan memberikan rongga pori 4,407 % berada pada batasan HRS-WC 3 – 5 %.

- meningkatkan bitumen film thickness 4,0 µm sehingga meningkatkan ketahanan

Tanpa Fly ash

Fly ash 6 %

Fly ash 10 % Fly ash 12 %

(11)

Page 106 JURNAL APTEK Vol. 2 No. 1 Juli 2010 HMA terhadap pengaruh oksidasi dan

meningkatkan kekenyalan (duktilitas).

d. Fly ash 12 % memberikan :

- nilai stabilitas 1033 kg diatas batasan spesifikasi HRS-WC > 800 kg.

- fly ash meningkatkan kadar aspal dan memberikan rongga pori 3,229 % berada pada batasan HRS-WC 3 – 5 %.

- meningkatkan bitumen film thickness 4,3 µm sehingga meningkatkan ketahanan HMA terhadap pengaruh oksidasi dan meningkatkan kekenyalan (duktilitas).

DAFTAR PUSTAKA

1. Bina Marga, 1996. Central Quality Control Monitoring Unit. Jakarta.

2. C,M,Huang et al, 2006, Physical and Environmental Properties of Asphalt Mixtures Containing Incenator Bottom Ash, National Taiwan University, Taiwan.

3. David Croney and Paul Croney, Design and Performance of Road Pavements, Third Edition , 1998, McGraw Hill, New York.

4. Dallas, et al. 2001, The Benefit of Hydrated Lime in Hotmix Asphalt, National Lime Association.

5. David J. White et al, 2005, Fly ash Stabilization for Non-uniform Subgrade Soil, Center for Transportation Research and Education, Iowa State University.

6. Felipe F. Camargo, 2008, Insitu Stabilzation of Gravel Roads with Fly ash, Departement of Civil Engineering, University of Wisconsin-Madison.

7. G.W. Flintsch, 2008, Composite pavement systems Synthesis of Design and Construction Prastices, Virginia Tech Transportation Institue.

8. Laboratorium Jalan Raya FT UNRI, 2004. Penunutun Praktikum Jalan Raya Teknik Sipil Universitas Riau.

Pekanbaru.

9. Lin Li et al, 2009, Mechanical Performance of Pavement Geomaterials Stabilized with Fly Ash in Field Applications, Jackson State University, Jackson Mississippi.

10. Noorfaridah, 2008, Determination of Mixing and Compacting Temperatures for HMA, Faculty of Civil Engineering University Technologi Malaysia.

11. Paul H Wright Norman J Ashford, Tranportation Engineering, Fourth Edition, 1998, John Wiley & Sons.

12. Prithvi S. Kandhal, 1992, Waste Materials in Hotmix Asphalt an Overview, National Center for Asphalt Technology.

13. Sudarmoko, 1995. Pengaruh Abu Sekam Padi (Rice Husk Ash) Pada Kuat Tekan Beton. Media Komunikasi Teknik Sipil 6 : 8 – 11.

14. Yang H Huang, Pavement Analysis and Design , 1993, Prentice Hall Englewood Cliff, New Jersey.

Gambar

Tabel 1. Persentase penggunaan fly ash terhadap CBR dan UCS  Material  Fly ash (%)  CBR (%)  UCS (kPa)
Gambar 2. Illustrasi interaksi agregat dan aspal bitumen pada HMA.
Tabel 2. Sieve analysis data  serta batasan HRS-WC
Tabel 3. Jumlah dan komposisi benda uji  N
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui identitas waria di Yogyakarta. 2) Untuk mengetahui ragam bahasa waria di Yogyakarta, 3) Untuk mengetahui makna bahasa

Moˇ zemo i odrediti rekurzivnu formulu za ovaj problem, ali kako se formulira na analogan naˇ cin kao u problemu raspodjele zagrada ne´ cemo je raspisivati nego samo navesti...

Kasus seperti ini dapat dilihat dalam kasus Nani Handayani yang mana banyak dari mereka yang melek aksara merasa tidak nyaman ketika melihat adanya salah tulis dalam ayat

mengetahui apakah terdapat pengaruh antara peserta didik yang memiliki gaya kognitif FI dan FD terhadap pemahaman konsep matematis, untuk mengetahui apakah terdapat interaksi

Pada Tabel 2 terlihat pula bahwa nilai MIC dan MBC hasil fraksinasi dari kedua jenis mangrove tersebut terhadap V.. harveyi lebih tinggi dibanding nilai MIC dan MBC

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah suatu proses yang dimulai ketika ASI tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi sehingga makanan dan cairan lain

 OJK menilai kredit berpotensi tumbuh lebih baik di tahun ini seiring perekonomian global dan dalam negeri yang lebih positif dengan harga komoditas yang

Identifikasi kerusakan tegakan sungkai (Peronema canescens Jack) pada ketiga petak sampel di areal kerja IUPHHK-HTI PT Prima Multibuana menunjukkan kerusakan terjadi di