• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Ungkapan tersebut bisa menggambarkan perkembangan yang. dialami kesenian teater Dulmuluk di Palembang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Ungkapan tersebut bisa menggambarkan perkembangan yang. dialami kesenian teater Dulmuluk di Palembang."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang :

Kesenian yang menjadi bagian dari salah satu unsur budaya akan selalu mengalami perkembangan dari masa ke masa, perubahan ini terutama didasari oleh pandangan manusia yang dinamis dalam konsep, proses, dan hasil

karya berkesenian (Usman, 2008:7)1

Ungkapan tersebut bisa menggambarkan perkembangan yang dialami kesenian teater Dulmuluk di Palembang. Kesenian teater Dulmuluk merupakan salah satu kesenian tradisional di Provinsi Sumatera Selatan yang lahir dan terbentuk di Palembang. Proses terbentuknya kesenian teater Dulmuluk membutuhkan waktu dan tahapan yang panjang. Terbentuknya kesenian teater Dulmuluk dimulai dengan adanya pembacaan syair sampai nantinya terbentuk menjadi sebuah kesenian teater. Perubahan tersebut didorong dengan semakin meningkatnya minat penonton terhadap kesenian teater Dulmuluk. Dapat diartikan bahwa semakin besar daya tarik

1 S Usman. Serpihan Sastra dan Budaya. (Bandung: Pustaka Latifah, 2008), hlm. 8

(2)

penonton terhadap suatu kesenian, semakin besar peluang kesenian tersebut untuk terus berkembang.

Setelah terbentuk menjadi sebuah kesenian tradisional di Palembang, kesenian teater Dulmuluk semakin menarik perhatian masyarakatnya. Pada masa Orde Baru, kesenian teater Dulmuluk menjadi salah satu fokus perhatian pemerintah dalam melaksanakan strategi pembangunan kebudayaan daerah di Palembang. Berbagai program pengembangan diadakan pemerintah daerah Palembang yang turut dibantu oleh pemerintah pusat dalam melestarikan dan membina kesenian teater Dulmuluk di Palembang. Hal tersebut didukung atas besarnya minat masyarakat Palembang terhadap kesenian teater Dulmuluk itu sendiri.

Kepopuleran kesenian teater Dulmuluk pada masa Orde Baru dapat diketahui melalui salah satu sumber yang ditemukan yaitu laporan penelitian tentang pertunjukan rakyat tradisionil yang diterbitkan oleh Lembaga Studi Pedesaan dan Kawasan UGM pada tahun 1977. Laporan tersebut berisikan survey mengenai jenis-jenis pertunjukan rakyat tradisional yang paling disukai di Sumatera Selatan. Hasil survey menunjukkan bahwa pertunjukan rakyat tradisional yang paling disukai di Palembang adalah kesenian teater

(3)

Dulmuluk2 (Tabel 2). Laporan itu menjadi salah satu bukti bahwa masyarakat Palembang begitu menggemari kesenian teater Dulmuluk.

Kegemaran masyarakat Palembang terhadap kesenian teater Dulmuluk pada era 1970-an tersebut menandakan eksistensinya saat itu. Perkembangan kesenian tradisional sedikit banyaknya akan dipengaruhi oleh pemerintahan pada masanya. Orde Baru merupakan sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru lahir sejak dikeluarkannya ketetapan MPRS No.

XXXIII/MPRS/1967 tentang pengangkatan Jenderal Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia yang dilantik pada tanggal 12 Maret 19673. Kemudian berakhir pada 21 Mei 1998 yaitu ditandai dengan pengunduran diri oleh Presiden Soeharto atas desakan masyarakat Indonesia yang menuntut segera diadakan reformasi untuk menanggulangi carut marut situasi politik dan ekonomi, terutama krisis moneter yang sedang melanda Indonesia ketika itu4.

2 Tim. Laporan Penelitian Tentang Pertunjukan Rakyat Tradisionil (Jilid II). (Yogyakarta: Lembaga Studi Pedesaan dan Kawasan UGM, 1977), hlm. 167

3 “Gambar: Pelantikan jenderal Soeharto dilantik sebagai pejabat presiden RI oleh ketua MPRS tgl. 12 maret 1967 di Jakarta”, Kode L: 1635, Perpustakaan Nasional RI, Jakarta

4 “Cerita di balik mundurnya Presiden Soeharto”, Kompas, 27 Mei 1998, hlm. 6

(4)

Selama 32 tahun, pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto sedikit banyaknya telah berkontribusi dalam membangun Indonesia. Beragam usaha dilakukan pemerintah dalam upaya memajukan Indonesia, seperti dengan membuat Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Berbagai tujuan, arah pembangunan dan sasaran pokok pembangunan telah disampaikan pada setiap Repelita, salah satu diantaranya yaitu kesenian.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kesenian tradisional Palembang terutama teater Dulmuluk pada masa Orde Baru banyak mengalami perkembangan dan mendapatkan dukungan dari pemerintah, terutama pemerintah Kota Palembang. Beragam upaya pembinaan dan pengembangan kesenian tradisional teater Dulmuluk dilakukan pemerintah Kota Palembang dengan mengacu kepada tujuan Repelita Daerah Sumatera Selatan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pembinaan dan pengembangan tersebut adalah dengan banyaknya penggalian dan penelitian mengenai kesenian teater Dulmuluk, salah satunya yang dilakukan Margaret Kartomi, Guru Besar di Australia yang telah mengadakan penelitian mengenai musik tradisional dan teater Dulmuluk di Palembang pada tahun 1968 dan masih banyak peneliti lainnya. Kemudian adanya upaya pelestarian dan pendokumentasian teater Dulmuluk, salah

(5)

satunya telah dilakukan hasil pencatatan/inventarisasi kesenian daerah Sumatera Selatan pada tahun 1977, teater Dulmuluk mendapat perhatian khusus dalam hal itu. Serta adanya upaya peningkatan mutu dan penyebaran kesenian teater Dulmuluk di Palembang, salah satunya dengan memperbaiki penampilan teater Dulmuluk. Selain itu teater Dulmuluk banyak diikutsertakan dalam kegiatan pementasan di luar Palembang, tampil di TVRI Palembang, serta mengikuti berbagai perlombaan. Hal tersebut merupakan sebagian bentuk perhatian yang diberikan pemerintah Palembang terhadap kesenian teater Dulmuluk pada masa Orde Baru. Secara tidak langsung pemerintah Palembang nampak memprioritaskan perkembangan kesenian teater Dulmuluk di wilayahnya.

Tak dapat dipungkiri, dukungan yang diberikan pemerintah daerah tersebut tidak akan terlepas dari adanya dukungan dari pemerintah pusat. Walaupun tidak secara langsung merujuk kepada kesenian tradisional teater Dulmuluk, pemerintah pusat secara umum telah memberikan perhatian kepada kesenian tradisional di Indonesia secara keseluruhan, termasuk di daerah Provinsi Sumatera Selatan. Hal tersebut diketahui melalui Repelita yang diterapkan pemerintah pusat yang turut memberikan perhatian kepada kesenian tradisional dengan menyediakan sejumlah anggaran untuk

(6)

pembinaan dan pengembangan kesenian tradisional di Indonesia.

Berbagai penghargaan juga diberikan kepada para seniman dalam bermacam bidang kesenian tradisional, termasuk seni teater.

Pemerintah pusat pada masa Orde Baru juga telah membangun berbagai sarana penunjang kesenian saat itu, seperti Taman Budaya dan Taman Ismail Marzuki. Dengan demikian terlihat beberapa upaya yang dilakukan pemerintah Orde Baru untuk memajukan kesenian tradisional di Indonesia, salah satunya di daerah Sumatera Selatan.

Upaya memajukan kesenian tradisional menjadi bagian dari strategi pembangunan kebudayaan daerah pada masa Orde Baru.

Strategi tersebut dapat dianalisis secara cermat melalui tiap-tiap Repelita yang telah disusun, baik Repelita Pusat maupun Repelita Daerah. Dari salah satu Repelita Daerah Sumatera Selatan dijelaskan bahwa asas dan arah pembangunan kebudayaan di daerah Sumatera Selatan harus sejalan dengan asas dan arah pembangunan nasional.

Di lain hal dijelaskan juga bahwa pada masa Orde Baru, pemerintah mencoba mewujudkan suatu kebudayaan nasional dalam integritas Bhineka Tunggal Ika berdasarkan Pancasila. Untuk itu dibutuhkan upaya pelestarian dan pengembangan kebudayaan mengenai kebudayaan daerah itu sendiri. Pembangunan kebudayaan daerah diharapkan dapat menjadi pendorong pembangunan kebudayaan

(7)

nasional dengan mempertebal rasa harga diri dan kebanggaan nasional, dilandasi oleh nilai-nilai luhur sebagai ungkapan kepribadian bangsa Indonesia supaya dapat menciptakan daya tahan tinggi terhadap pengaruh kebudayaan nilai-nilai kebudayaan asing5. Penjelasan itu memberikan gambaran bahwa pemerintah Orde Baru ingin mewujudkan suatu strategi kebudayaan nasional Indonesia dengan mengarahkan pembangunan kebudayaan di tiap-tiap daerah dapat mendukung terwujudnya pembangunan kebudayaan nasional Indonesia sesuai dengan yang diharapkan pemerintah Orde Baru.

Di Sumatera Selatan, pengembangan seni budaya dititikberatkan pada kesenian tradisional yang diharapkan dapat menumbuhkan dan mengembangkan ciri khas budaya Sumatera Selatan tanpa harus melarutkan diri dengan budaya-budaya daerah lain, sekaligus ingin meningkatkan harkat martabat hidup warga Sumatera Selatan6. Melalui berbagai hal tersebut penulis berkeinginan besar mengetahui alasan pemerintah memprioritaskan perkembangan teater Dulmuluk di Palembang dan apakah sasaran pembangunan kebudayaan daerah pada masa Orde Baru berdampak positif bagi perkembangan kesenian dan para seniman di daerah atau

5 Tim. Repelita Provinsi Daerah Tingkat I Sumsel. (Repelita V, 1989), hal. 168.

6 Ibid. hlm, 172

(8)

justru berdampak negatif. Positif dalam artian memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap perkembangan kesenian di daerah dan berkontribusi dalam menyejahterahkan para senimannya itu sendiri. Sedangkan dampak negatif diartikan sebalikya. Oleh sebab itu diharapkan melalui penelitian ini penulis bisa mengetahui bagaimana kondisi kesenian dan para seniman teater Dulmuluk di Palembang dari awal hingga akhir masa Orde Baru yaitu ditandai dengan adanya krisis ekonomi melanda Indonesia saat itu. Apakah kondisi yang mereka alami sesuai dengan berbagai hal yang telah dilakukan pemerintah pada masa Orde Baru terhadap kesenian, terutama pada kesenian teater Dulmuluk di Palembang. Berbagai hal tersebutlah yang ingin penulis kaji lebih mendalam. Dengan begitu diharapkan bisa memberikan gambaran atau refleksi bagi para pemimpin ketika ingin menerapkan kebijakan terhadap kesenian, apakah kebijakan yang akan mereka terapkan tersebut akan berdampak baik bagi perkembangan kesenian dan para senimannya atau malah sebaliknya. Dari berbagai penjelasan sebelumnya, maka penulis tertarik meneliti tentang “Teater Dulmuluk di Tengah Strategi Kebudayaan Orde Baru di Palembang (1967-1998)”.

(9)

1. Rumusan Masalah :

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

Mengapa pemerintah Orde Baru menempatkan kesenian Teater Dulmuluk dalam prioritas Pembangunan Kebudayaan Daerah di Palembang?

a. Apa saja kebijakan pemerintah terkait kesenian, termasuk kesenian Teater Dulmuluk pada masa Orde Baru?

b. Bagaimana kondisi kesenian dan para seniman Teater Dulmuluk di Palembang pada masa Orde Baru?

2. Tujuan Penelitian:

Secara garis besar tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keterkaitan teater Dulmuluk dalam strategi kebudayaan Orde Baru. Untuk itu akan dijelaskan alasan pemerintah Orde Baru menjadikan teater Dulmuluk sebagai sasaran utama pembangunan kebudayaan di Palembang. Proses pengaplikasiannya akan diketahui melalui sejumlah kebijakan kebudayaan yang dicanangkan oleh pemerintah Orde Baru. Setelah itu barulah dapat dipahami implikasi kebijakan tersebut terhadap perkembangan kesenian dan para seniman teater Dulmuluk di Palembang. Semua itu akan coba

(10)

dijabarkan dalam tulisan ini. Di samping itu, melalui penelitian ini diharapkan bisa membantu mengarahkan para penguasa dalam mengambil kebijakan terhadap kesenian melalui penerapan strategi kebudayaan, apakah kebijakan yang akan mereka terapkan tersebut akan berdampak baik bagi perkembangan kesenian dan para senimannya atau justru sebaliknya. Hal tersebut dilakukan guna mencapai suatu policy yang lebih baik lagi.

3. Tinjauan Pustaka

Sudah ada beberapa tulisan yang membahas tentang teater Dulmuluk di Palembang. Namun sejauh ini belum ditemukan tulisan yang mengulas keterkaitan teater Dulmuluk dengan strategi kebudayaan Orde Baru. Untuk itu, penulis mencoba menelusurinya.

Sebagai bahan referensi digunakan beberapa tulisan yang berbicara mengenai kesenian teater Dulmuluk di Palembang. Berikut ini adalah sejumlah karya tentang kesenian teater Dulmuluk yang telah dituliskan.

Robert Martin Dumas. Ia mengadakan penelitian selama dua tahun (1991-1992) di Palembang. Penelitiannya difokuskan pada sastra lisan dalam teater Dulmuluk. Penelitian itu dilakukan dalam rangka menyusun disertasinya untuk mencapai gelar Doktor (S3)

(11)

pada Universitas Leiden. Judul dari disertasinya tersebut adalah Teater Abdulmuluk’ in Zuid-Sumatra; Op de drempel van een Nieuw Tijdperk7 (Teater Abdulmuluk di Sumatera Selatan di Ambang Pintu Sebuah Era Baru). Tulisannya ini dapat membantu penulis memahami perkembangan awal teater Dulmuluk di Palembang.

Kemudian tulisan Abdullah Saleh dan R Dalyono BA yang berjudul Kesenian Tradisional Palembang: Teater Dulmuluk8. Buku cetakan pemerintah Palembang ini telah membantu penulis mengetahui rangkaian sejarah terbentuknya kesenian teater Dulmuluk di Palembang yang awalnya merupakan suatu pembacaan Syair Abdul Muluk. Vebri Al Lintani dengan bukunya berjudul Dulmuluk: Sejarah dan Pengadeganan9 juga telah memberikan informasi penting terkait proses dan tahapan mengadakan pagelaran teater Dulmuluk di Palembang. Kemudian Lelawati dalam disertasinya yang berjudul Manajemen Organisasi dan Pementasan

7 Lisa Migo, 2004, Reviewed Work: Teater Abdulmuluk’ in Zuid- Sumatra; Op de drempel van een Nieuw Tijdperk by Robert Martin Dumas, dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Vol. 160, No. 4, pp.

592-593, Published by: Brill. Diunduh dari laman

www.jstor.org/stable/27868181

8 Abdullah Saleh dan R.Dalyono, BA. Kesenian Tradisional Palembang (Teater Dulmuluk). (Palembang: Proyek Pembinaan dan Pengembangan Kesenian Tradisional Palembang, 1996)

9 Vebri Al Lintani. Dulmuluk: Sejarah dan Pengadeganan. (Palembang:

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang, DKP, 2014)

(12)

Teater Tradisional Dulmuluk di Palembang10 telah menyampaikan informasi berguna terkait penelitian ini yaitu mengenai jumlah kelompok teater Dulmuluk yang pernah eksis pada masa Orde Baru hingga sekarang ini.

Selain itu, penulis juga mengambil referensi dari tulisan Jan Van der Putten dan Al Azhar yang berjudul Dalam Berkekalan Persahabatan: Surat-Surat Raja Ali Haji kepada Von Den Wall11. Tulisan ini juga menjadi bagian penting untuk memahami bagaimana proses penulisan syair Abdul Muluk yang kemudian mampu menjadi sebuah kesenian teater Dulmuluk di Palembang.

Buku berikutnya yaitu karya dari Liaw Yock Fan dengan judul Sejarah Kesusateraan Melayu Klasik12. Tulisan ini bermanfaat dalam memahami sejarah kesusateraan melayu klasik dan bagaimana syair Abdul Muluk ditempatkan dalam dunia melayu.

10 N. Lelawati. Manajemen Organisasi dan Pementasan Teater Tradisional Dulmuluk di Palembang. Palembang: Pascasarjana Universitas Sriwijaya, 2009)

11 Jan van der Putten dan Al Azhar. Di dalam Berkekalan Persahabatan: Surat-surat Raja Ali Haji. (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2007)

12 Liaw Yock Fan. Sejarah Kesuastraan Melayu Klasik 2. (Jakarta:

Erlangga, 1993)

(13)

4. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini, penulis mencoba menjelaskan suatu fenomena sejarah mengenai strategi kebudayaan pada masa Orde Baru. Sebagai objek penelitian, penulis fokuskan pada kesenian tradisional teater Dulmuluk di Palembang. Hal ini dilakukan sebagai bentuk usaha meneropong suatu peristiwa sejarah yang dialami para seniman teater Dulmuluk pada era pembangunan yaitu Orde Baru di Palembang. Apakah strategi kebudayaan pada masa Orde Baru yang tergambar melalui kebijakan-kebijakan pemerintah saat itu betul- betul terlaksana sesuai dengan yang diharapkan atau malah sebaliknya. Melalui hasil peneropongan ini diharapkan mampu menyadarkan masyarakat bahkan pemerintah sekalipun mengenai kebudayaan pada masa Orde Baru yang sedikit banyaknya telah memberikan pengaruh bagi kebudayaan dewasa ini. Dengan demikian, hasil perenungan mengenai strategi kebudayaan pada masa Orde Baru diharapkan dapat membantu menyusun suatu konsep kebudayaan guna mengarahkan strategi kebudayaan yang akan ditempuh kemudian hari untuk mencapai suatu policy yang lebih baik.

Sebelumnya, penulis mencoba memahami terlebih dahulu mengenai pengertian dari teater. Kata ‘teater’ berasal dari bahasa

(14)

Yunani yaitu ‘theatron’ yang diturunkan dari kata ‘theaomai’ yang berarti takjub melihat, memandang dan diartikan juga sebagai tempat atau gedung pertunjukan. Pengertian dalam arti luas adalah segala hal yang dipertunjukan atau ditampilkan di hadapan banyak orang13. Selain itu, A. Kasim Ahmad menjelaskan bahwa secara umum teater diartikan sebagai suatu hasil karya ciptaan seni, medianya berbentuk cerita yang diperagakan melalui gerak dan suara serta aksentuasi cakapan atau dialog yang disampaikan kepada penonton14. Dapat dikatakan bahwa teater juga termasuk sebagai seni pertunjukan.

Seni pertunjukan dapat dikategorikan sebagai bagian dari budaya rakyat yang muncul guna memenuhi kebutuhan rakyat.

Terdapat tiga fungsi pokok yaitu, Pertama, seni pertunjukan tradisional sebagai sarana ritual atau pelengkap upacara-upacara keagamaan. Kedua, ikut berpartisipasi dalam aktivitas seni atau yang hanya menjadi penonton. Ketiga, seni pertunjukan sebagai media komunikasi atau sebagai alat komunikasi massa15. Dengan demikian dapat dikategorikan bahwa seni pertunjukan berfungsi sebagai

13 I Made Bandem dan Sal Murgiyanto. Teater Daerah Indonesia.

(Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 9

14 Soediro Satoto. Analisis Drama dan Teater (Bagian I). (Yogyakarta:

Ombak, 2012), hlm. 4

15 Samidi. Masyarakat Kota dan Hiburan Teater Tradisional di Surabaya (1950-1968). (Prodi Sejarah UGM: Tesis, 2008), hlm.16

(15)

sarana ritual keagamaan, hiburan dan alat komunikasi. Berdasarkan beberapa referensi yang penulis temukan sampai saat ini, kesenian teater Dulmuluk termasuk pada fungsinya sebagai hiburan dan alat komunikasi massa.

Pada saat teknologi komunikasi masih begitu sederhana, seni pertunjukan tradisional memiliki peranan penting sebagai sarana komunikasi massa. Kesenian teater Dulmuluk mampu menggabungkan fungsinya sebagai hiburan dan alat komunikasi dengan baik. Hal tersebut dapat terlihat ketika kesenian teater Dulmuluk mampu menarik perhatian khalayak ramai untuk ikut menonton pementasan teater tersebut yang semula hanyalah sebatas pembacaan syair saja. Selain itu melalui isi cerita yang merupakan serangkaian peristiwa dari syair Abdul Muluk menjadikan kesenian teater Dulmuluk sebagai alat komunikasi massa khususnya pada masyarakat Palembang. Minat pada kesenian teater Dulmuluk semakin berkembang seiring seringnya ditampilkan kesenian teater Dulmuluk itu sendiri.

Selanjutnya Mary Gisberg mencoba melihat sisi lain dari dunia seni tersebut. Menurutnya, tidak ada seni bahkan yang murni sekalipun yang dapat diciptakan atau dipahami secara terpisah dari

(16)

politik pada masanya16. Sepertinya pernyataan Gisberg ini sesuai dengan apa yang akan penulis jelaskan pada kesenian teater Dulmuluk di Palembang. Politik tidak bisa luput dari kegiatan pemerintahan. Kebijakan pada setiap rezim pemerintahan mampu memberikan pengaruh tersendiri bagi setiap aspek kehidupan masyarakat termasuk juga kesenian yang merupakan salah satu unsur kebudayaan. Kebijakan pemerintah terhadap kebudayaan dipandang sebagai langkah untuk menggerakan manusia. Seperti yang dinyatakan Herimanto dalam bukunya yang berjudul Ilmu Sosial dan Budaya Dasar bahwa manusia adalah pencipta kebudayaan maka manusia merupakan makhluk berbudaya. Kebudayaan adalah ekspresi eksistensi manusia di dunia. Dengan kebudayaannya, manusia mampu menampakkan jejak-jejaknya dalam panggung sejarah dunia17.

Seperti yang telah dijelaskan, kebudayaan dewasa ini turut dipengaruhi oleh kebudayaan pada masa sebelumnya. Pada tesis ini penulis mencoba melihat proses kebudayaan Indonesia yang berlangsung selama Orde Baru. Hal ini didasarkan pada pemerintahan Orde Baru yang menurut penulis berusaha melakukan

16 Mary Gisberg. The Art of Influence Asian Propaganda. London:

British Museum, 2013)

17 Winarno Herimanto. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 18

(17)

serangkaian pembangunan di berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Usaha pembangunan tergambar melalui kebijakan pemerintah yang diterapkan saat itu yaitu melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Rencana pembangunan dimulai pada tahun 1968 yaitu melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 319 Tahun 1968. Pertimbangan pelaksanaan rencana pembangunan tersebut salah satunya bisa dilihat dari tujuan perjuangan Orde Baru yaitu ingin meningkatkan taraf kehidupan rakyat Indonesia, yang bagi pemerintah Orde Baru hanya dapat dicapai dengan pelaksanaan pembangunan bertahapan rencana, dan akan disesuaikan dengan perkembangan keadaan negara ketika itu18.

Berbagai aspek kehidupan guna meningkatkan taraf kehidupan rakyat Indonesia dituangkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun, diantaranya adalah bidang Ekonomi, Pendidikan, Kesehatan, Kebudayaan, Tertib Hukum, Pertahanan dan Keamanan Nasional, dan masih banyak lainnya. Tak dapat dipungkiri bahwa hal yang diutamakan pada Repelita I adalah peningkatan di bidang ekonomi yang dititikberatkan pada sektor pertanian. Hal tersebut didasarkan pada mayoritas masyarakat Indonesia yang bekerja pada sektor pertanian. Diketahui bahwa pemerintah Orde Baru sedang berusaha

18 Tim. Rencana Pembangunan Lima Tahun I (1969/70 – 1973/74).

(Departemen Penerangan RI, 1969)

(18)

meningkatkan perekonomian negara yang begitu difokuskan kepada sektor pertanian.

Walaupun demikian, pada Repelita I dijelaskan bahwa setelah kemerdekaan Indonesia, diharapkan agar tenaga dan bakat rakyat Indonesia juga bisa digunakan untuk merombak ekonomi ke arah pembaharuan dan kemajuan. Maka pemerintah Orde Baru berupaya menciptakan suasana yang kondusif dalam pemerintahannya yaitu dengan memungkinkan perkembangan setiap daya kreasi masyarakat secara optimal tanpa mengurangi adanya bimbingan dan pengarahan dari pemerintah melalui berbagai kebijakan yang diterapkan.

Dengan demikian dipahami bahwa selain pertanian, sektor- sektor lainnya juga ikut andil dalam menggairahkan pertumbuhan ekonomi, termasuk sektor kesenian yang merupakan salah satu dari hasil daya kreasi masyarakat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi akan terealisasi dengan segera apabila masyarakat ikut mendukung dan berpartisipasi dalam usaha tersebut, termasuk para seniman Indonesia yang merupakan bagian dari masyarakat Indonesia.

Masyarakat sebagai makhluk yang berbudaya memerlukan pengarahan terhadap sistem kebudayaan yang akan mereka praktikan guna meningkatkan perekonomian negara. Pengarahan

(19)

tersebut dituangkan dalam suatu strategi kebudayaan yang tergambar melalui penerapan kebijakan pada tiap-tiap rezim pemerintahan, dan dalam hal ini difokuskan pada pemerintahan Orde Baru.

Untuk menjelaskan fenomena itu, saya mencoba menggunakan teori strategi kebudayaan dari Prof. Dr. Cornelis Anthonie van Peursen. Dalam bukunya yang berjudul Strategi Kebudayaan dijelaskan bahwa kebudayaan merupakan endapan dari kegiatan dan karya manusia. Menurutnya, kebudayaan itu bukan hanya untuk dijelaskan hanya sebatas teoritis saja melainkan lebih secara praktis menyusun semacam policy kebudayaan atau suatu strategi kebudayaan. Oleh sebab itu diperlukan suatu “Pengelolaan konsep kebudayaan” atau “Peralatan konsep kebudayaan”, maksudnya ialah filsafat kebudayaan bukan lagi suatu tujuan tersendiri, melainkan sebuah alat atau sarana yang dapat membantu dalam memaparkan suatu strategi kebudayaan untuk hari depan. Setiap orang ingin mencoba mencampuri atau menangani kekuatan-kekuatan yang turut membentuk kebudayaan. Jalan yang dapat ditempuh ialah secara sungguh-sungguh memikirkan, bagaimana masalah kebudayaan bisa ditangani, dikelola atau diperalat; salah satunya yaitu dengan merenungkan gejala kebudayaan sebagai suatu usaha

(20)

untuk mencapai suatu policy yang lebih baik. Untuk mencapai hal itu, maka manusia hendaklah dijadikan sadar tentang kebudayaan.

Kesadaran ini merupakan suatu kepekaan mendorong manusia agar dia secara kritis menilai kebudayaan yang sedang berlangsung.

Evaluasi serupa ini dapat menghasilkan, agar manusia secara praktis dapat menyusun kembali kebudayaannya sendiri; salah satunya dengan meneropong bersama serangkaian peristiwa sejarah19. Dalam hal ini penulis mencoba mengajak para pembaca bersama-sama meneropong kondisi kesenian yang merupakan salah satu unsur kebudayaan pada masa Orde Baru guna merefleksikan peristiwa tersebut sebagai upaya membentuk suatu policy yang lebih baik kedepannya.

5. Metode dan Sumber Penelitian

Dalam rencana penelitian ini, penulis menggunakan metode historis. Penelitian dengan metode historis diharapkan dapat menghasilkan penelitian ilmiah dengan kegiatan yang objektif, sistematis dan logis. Uraian tulisan ini bersifat deskriptif analitis.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merekonstruksi masa lampau yang dihubungkan dengan masa kini secara sistematis dan

19 C A van Peursen. Strategi Kebudayaan. (Yogyakarta: Kanisius, 1988)

(21)

objektif melalui pengumpulan data dari sumber tertulis primer (naskah, surat kabar) dan sumber tertulis sekunder (buku) serta sumber lisan (wawancara), melakukan evaluasi, verifikasi dan mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan mendapatkan kesimpulan yang kuat. Langkah-langkah yang dilakukan dalam metode historis adalah heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi.

Pada saat mengumpulkan informasi, penulis telah mendapatkan sejumlah sumber-sumber penting dan relevan dengan tema yang diangkat dalam tulisan ini, diantaranya yaitu dari beberapa surat kabar (Sriwijaya Post, Kompas dan Kedaulatan Rakyat) yang penulis temukan di Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Daerah Sumsel, dan Jogja Library. Disertai dengan penemuan beberapa arsip (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Orde Baru, Peraturan Pemerintah Orde Baru, Keputusan Presiden Orde Baru) yang berhasil dikumpulkan dari Arsip Nasional Republik Indonesia, serta beberapa buku pemerintahan Orde Baru (Repelita I- VI dan beberapa Repelita Daerah Sumsel) yang penulis temukan di BAPPENAS. Selain itu penulis juga telah menemukan Syair Abdul Muluk (dalam bahasa Arab Melayu) yang didapatkan dari Perpustakaan Nasional. Di samping itu penulis juga telah

(22)

mengumpulkan sumber lisan melalui wawancara dengan sejumlah informan yang berhubungan dan berperan dalam kegiatan kesenian teater Dulmuluk pada masa Orde Baru di Palembang. Narasumber yang berhasil ditemui adalah sebanyak 14 orang. Dengan keterangan:

8 orang seniman teater Dulmuluk (semuanya telah berteater sejak rezim Orde Baru), 1 orang pegawai TVRI Palembang (bagian produksi film), 2 orang pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang, 1 orang Kepala Taman Budaya Sriwijaya Sumatera Selatan, dan 1 orang Kepala Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, dan 1 orang Ketua Dewan Kesenian Palembang.

6. Sistematika Penulisan

Tesis ini terdiri dari 6 bab yang diawali dengan BAB I Pengantar yang berisi tentang latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup kajian yang merupakan dasar untuk pembahasan dalam bab-bab selanjutnya. Selain itu, bab ini juga menguraikan kerangka pemikiran dan sumber-sumber yang digunakan untuk menjawab rumusan permasalahan.

BAB II dengan judul “Teater Dulmuluk dalam sosiokultural masyarakat Palembang sebelum Orde Baru” membahas tentang kehidupan masyarakat Palembang sebelum rezim Orde Baru dan

(23)

tanggapan serta peranan mereka terhadap perkembangan teater Dulmuluk saat itu. Pembahasan dalam bab ini diakhiri dengan uraian mengenai teater Dulmuluk yang dimanfaatkan sebagai penyalur ajaran Islam bagi masyarakat Palembang pada masa itu.

Untuk mengetahui berbagai kebijakan pemerintah Orde Baru, seperti bentuk perhatian atau bantuan yang diberikan Pemerintah terhadap kesenian, terutama kesenian Teater Dulmuluk, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah Palembang, diantaranya adalah dengan melihat kebijakan yang diterapkan Pemerintah dalam GBHN, Repelita I-VI, Kepres, Kepmen, Peraturan Pemerintah yang disajikan dalam BAB III yang berjudul “Strategi kebudayaan dan paradigma pembangunan nasional Orde Baru”.

Setelah mengetahui strategi kebudayaan yang diwacanakan pemerintah Orde Baru tersebut barulah diketahui kondisi yang dialami kesenian teater Dulmuluk di Palembang dan kaitannya dalam proyek pembangunan nasional Orde Baru. Upaya menelusurinya adalah dengan mengetahui berbagai pagelaran teater Dulmuluk yang dilangsungkan pada masa Presiden Soeharto itu. BAB IV ini mencoba menjabarkannya dengan judul “Teater Dulmuluk dan

“Pembangunanisme” Orde Baru”.

(24)

Sebagai pelaku seni, para seniman teater Dulmuluk turut dipengaruhi perkembangan dari kesenian itu sendiri. Dalam BAB V dijabarkan peranan para seniman teater Dulmuluk dalam mengembangkan dan melestarikan kesenian itu dan dampak yang diberikan terhadap proyek pembangunan nasional Orde Baru. Uraian secara detail coba dituangkan dalam BAB V dengan judul “Seniman teater Dulmuluk sebagai “Agen Pembangunan” Orde Baru”.

Studi ini diakhiri dengan BAB VI Simpulan yang menyajikan jawaban permasalahan dan temuan penting dari penelitian yang dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Embryonic stem cells (ESC) adalah sel-sel yang dihasilkan dari kultur sel embrio pra-implantasi, yang memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi semua tipe sel yang

Berangkat dari uraian yang telah penulis ketengahkan diatas penulis memilih judul rencana aksi perubahan adalah Pengelolaan Dokumen Kepegawaian Yang Efektif dan Efisien

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang dan nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar pemberian perlakuan jenis pupuk slurry babi cenderung

Kota-kota di dunia yang telah maju saat ini adalah hasil dari suatu proses berkembangnya jumlah penduduk serta perkembangan industri dan teknlogi dan

Berdasarkan hasil analisis survival menggunakan Cox PH terhadap 7 variabel prediktor yaitu gender, status kerja, umur, harga, kualitas layanan, produk dan switching barrier

Hasil penerapan metode ESS untuk menentukan kelayakan dan umur simpan pasta bawang yang dilakukan pada suhu ruang menunjukkan bahwa hari ke-12 merupakan batas

berasal dari sumber cahaya dan pantulan dari benda lain dengan demikian setiap dari benda lain, dengan demikian setiap benda dipengaruhi oleh benda lain.. Ti b l l h b i

RRP Quantity RM13.20 20 Wholesale RM6.60 RRP RRP Quantity Quantity RM13.20 RM12.00 20 20 Wholesale RM6.60 Wholesale RM6.00 RRP Quantity RM11.40 20 Wholesale RM5.70 RRP Quantity