• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA UNTUK MENDETEKSI ANEMIA SEL SABIT DENGAN METODE CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK SKRIPSI RIZKI SARI DEWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA UNTUK MENDETEKSI ANEMIA SEL SABIT DENGAN METODE CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK SKRIPSI RIZKI SARI DEWI"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA UNTUK MENDETEKSI ANEMIA SEL SABIT DENGAN METODE CONVOLUTIONAL

NEURAL NETWORK

SKRIPSI

RIZKI SARI DEWI 151402022

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(2)

IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA UNTUK MENDETEKSI ANEMIA SEL SABIT DENGAN METODE CONVOLUTIONAL

NEURAL NETWORK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Sarjana Teknologi Informasi

RIZKI SARI DEWI 151402022

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

Universitas Sumatera Utara

(3)
(4)

iv

PERNYATAAN

IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA UNTUK MENDETEKSI ANEMIA SEL SABIT DENGAN METODE CONVOLUTIONAL

NEURAL NETWORK

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, 11 September 2020

RIZKI SARI DEWI 151402022

Universitas Sumatera Utara

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Program Studi S1 Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara. Selama pengerjaan tugas akhir ini, banyak sekali bantuan dan dukungan serta doa dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua tersayang, Bapak Rupino dan Ibu Misiani yang selalu berdoa, memberikan semangat, nasehat dan selalu bersabar. Terimakasih mak pak, besarnya sayangku pada kalian tidak bisa tertuliskan dengan kata-kata.

2. Terimakasih Kajol, bang Toni, Kak tri dan juga keluarga serta orang terdekat yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

3. Bapak Prof. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Opim Salim Sitompul selaku Dekan Fasilkom-TI USU.

5. Bapak Romi Fadillah Rahmat B.Comp.Sc., M.Sc selaku Ketua Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Ainul Hizriadi, S.Kom, M.Sc selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Seniman, S.Kom., M.Kom selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran beliau, membimbing, memberikan arahan, kritik dan saran kepada penulis.

7. Ibu Sarah Purnamawati, ST., MSc selaku Dosen Pembanding I dan Bapak Dani Gunawan, ST., MT selaku Dosen Pembanding II yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

8. Seluruh dosen, staff dan pegawai di Program Studi Teknologi Informasi serta Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.

(6)

vi

9. Terimakasih kepada Boro ku (Indah Hidayah S.AB) dan Mamunch ku ( Dwi Khairani Arroisy S.Si) yang selalu ada dari awal sampai saat ini.

10. Terimakasih kepada PACU LTE (Sarifah Farrah Fadillah, Ayu Dwi Rizky S.Kom, Rizka Amaliyah, Zuhroh Nilakandi M.A, Putri Ramadannia, Mia Rahma Ditha Nst, Virliansi Adrisa Utami) dan PACU H+ (M. Rizky Syahputra Nst, S.Kom, Hanafi) yang selalu mendukung dalam hal apapun.

11. Terimakasih untuk MARR yang selalu ada untuk ku dan selalu mendukung ku dari jarak 338 Km.

12. Teman – teman Keluarga Besar Teknologi Informasi USU, terkhusus Angkatan 2015 dan Kom A yang telah menjadi keluarga dalam menjalani kegiatan sebagai mahasiswi di Teknologi Informasi.

13. Semua pihak yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga Tuhan yang Maha Esa melimpahkan berkah kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, 11 September 2020

Penulis

Universitas Sumatera Utara

(7)

ABSTRAK

Anemia adalah kondisi saat jumlah sel darah merah lebih rendah dari jumlah normal.

Anemia memiliki beberapa jenis, salah satunya yaitu anemia sel sabit. Anemia sel sabit atau yang juga dikenal dengan Sickle Cell Anemia merupakan salah satu jenis anemia akibat kelainan genetik dimana bentuk sel darah merah tidak normal atau berbentuk sabit sehingga mengakibtakan pembuluh darah kehilangan pasokan darah sehat dan oksigen untuk disebarkan keseluruh tubuh. Dalam mengidentifikasi sel darah merah secara manual dapat memungkinkan terjadinya kesalahan karena hasil pemeriksaan yang kurang akurat dan juga menyita banyak waktu. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dibutuhkan suatu metode untuk mendeteksi anemia sel sabit secara otomatis melalui citra mikroskopis sel darah merah. Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah Convolutional Neural Network untuk identifikasi penyakit anemia sel sabit melalui citra sel darah merah. Tahapan yang dilakukan sebelum identifikasi adalaha preprocessing (scaling, grayscale, contrast scretching dan thresholding), dan selanjutnya postpreprocessing (edge detection) dengan menggunakan metode canny. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode yang diajukan mampu melakukan identifikasi penyakit anemia sel sabit menggunakan citra mikroskopis sel darah merah dengan akurasi sebesar 92%.

Kata Kunci : Anemia Sel Sabit, Preprocessing, PostPreprocessing, Convolutional Neural Network

(8)

viii

IMPLEMENTATION OF IMAGE PROCESSING FOR DETECTING SICKLE CELL ANEMIA USING CONVOLUTIONAL

NEURAL NETWORK

ABSTRACT

Anemia is a condition when the number of red blood cells is lower than normal.

Anemia has several types, one of that is sickle cell anemia. Sickle cell anemia is a type of anemia due to genetic disorders where the form of red blood cells is abnormal or sickle shaped so that the blood vessels lose their healthy blood supply and oxygen to be spread throughout the body. Identifying red blood cells manually can allow errors to occur due to inaccurate examination results and also time-consuming. To overcome this problem, we need a method to detect sickle cell anemia automatically through microscopic images of red blood cells. In this study, the method used is the Convolutional Neural Network to identify sickle cell anemia through red blood cell images. The steps taken before identification are preprocessing (scaling, grayscale, contrast scretching and thresholding), and then postprocessing (edge detection) the methode used is canny. The results of this study indicate that the proposed method is capable of identifying sickle cell anemia using microscopic images of red blood cells with an accuracy of 92%.

Keywords : Sickle Cell Anemia, Preprocessing, PostPreprocessing, Convolutional Neural Network

Universitas Sumatera Utara

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN iii

PERNYATAAN iv

UCAPAN TERIMA KASIH v

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Batasan Masalah 3

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Metodologi Penelitian 4

1.7. Sistematika Penulisan 5

BAB 2 LANDASAN TEORI 7

2.1. Sel Darah Merah 7

2.2. Anemia Sel Sabit (Sickle Cell Anemia) 8

2.3. Pengelolahan Citra Digital 8

2.3.1.Scaling 9

2.3.2.Grayscale 9

2.3.3.Contrast Scretching 10

2.3.4. Adaptive Threshold 11

2.3.5. Deteksi Tepi 11

2.4. Convolutional Neural Network 12

2.4.1.Convolutional Layer 13

(10)

x

2.4.2.Max Pooling (Subsampling) 13

2.4.3.Fully Connected Layer 14

2.5. Penelitian Terdahulu 14

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 18

3.1. Arsitektur umum 18

3.2. Dataset 19

3.3. Pre-Processing 19

3.4. Postproccessing 25

3.5. Identifikasi 25

3.6. Perancangan Sistem 33

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 37

4.1. Implementasi Sistem 37

4.1.1.Perangkat keras dan perangat lunak 37

4.1.2.Implementasi Perancangan Antarmuka 37

4.1.3.Implementasi Data 39

4.2. Prosedur Operasional 39

4.3. Pengujian Sistem 46

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 52

5.1. Kesimpulan 52

5.2. Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54

Universitas Sumatera Utara

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu 16

Tabel 3.1 Pembagian Dataset 19

Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian 46

Tabel 4.2 Perbandingan Nilai Epoch 51

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Sel darah merah normal 7

Gambar 2.2. Sel darah merah sabit 8

Gambar 2.3. Operasi Max Pooling 13

Gambar 3.1 Arsitektur Umum 19

Gambar 3.2 Citra hasil grayscale 20

Gambar 3.3 citra sel darah merah ukuran 5 x 5 piksel 20 Gambar 3.4. Representasi citral sel darah merah 5 x 5 piksel 21

Gambar 3.5. Nilai grayscale pada setial piksel 23

Gambar 3.6. Citra hasil Contrast Sctrestching 23

Gambar 3.7. Citra hasil Threshold 24

Gambar 3.8. Nilai Threshold 25

Gambar 3.9. Citra hasil Deteksi Tepi metode Canny 26

Gambar 3.10. Konvolusi pengujian 28

Gambar 3.11. Pergeseran Matriks 30

Gambar 3.12. Hasil konvolusi 31

Gambar 3.13. Proses Max Pooling 32

Gambar 3.14. Hasil Max Pooling 32

Gambar 3.15. Hasil flattening 33

Gambar 3.16. Rancangan Tampilan Halaman Home 33

Gambar 3.17 Rancangan Tampilan Halaman Training 34

Gambar 3.18. Rancangan Tampilan Halaman Testing 35

Gambar 4.1 Tampilan Halaman Awal Aplikasi 38

Gambar 4.2 Tampilan Halaman Training 38

Gambar 4.3 Tampilan Halaman Testing 39

Gambar 4.4 Tampilan untuk input data latih citra darah normal 40 Gambar 4.5 Tampilan input data latih citra darah normal 40 Gambar 4.6 Tampilan Total data latih normal yang di input 41 Gambar 4.7 Tampilan untuk input data latih citra darah anemia sel sabit 41

Universitas Sumatera Utara

(13)

Gambar 4.8 Tampilan proses training 42 Gambar 4.9 Tampilan proses training telah selesai 42

Gambar 4.10 Tampilan halaman testing 43

Gambar 4.11 Tampilan untuk memilih data yang akan diuji 43

Gambar 4.12 Tampilan citra yang telah di pilih 44

Gambar 4.13 Tampilan hasil proses PreProcessing 44

Gambar 4.14 Tampilan hasil proses Post PreProcessing 45

Gambar 4.15 Tampilan Hasil Identifikasi 45

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Darah merupakan cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (terkecuali tumbuhan, tumbuhan tidak memiliki darah) yang memiliki fungsi seabagi alat transportasi zat, sebagai pertahanan tubuh dari serangan berbagai macam jenis kuman, bahan hasil metabolisme untuk hidup dan sebagainya.

Dalam mendiagnosis penyakit dalam tubuh manusia dapat dilakukan melalui darah, karena didalam darah banyak mengandung informasi penting. Beberapa informasi yang dapat diambil dari tes darah yaitu bentuknya, ukuran dan warna sel darah merah (Yastika, 2018). Ada suatu penyakit yang diakibatkan karena jumlah sel darah merah yang lebih rendah dari jumlah normal yang dikenal dengan anemia (Listyalina, 2017).

Anemia memiliki beberapa jenis, salah satunya anemia sel sabit. Anemia sel sabit atau yang juga dikenal dengan Sickle Cell Anemia merupakan salah satu jenis anemia akibat kelainan genetik dimana bentuk sel darah merah tidak normal atau berbentuk sabit sehingga mengakibtakan pembuluh darah kehilangan pasokan darah sehat dan oksigen untuk disebarkan keseluruh tubuh (Sahu et al, 2015).

Untuk mengetahui apakah sel darah merah sehat atau sel sabit perlu dilakukan identifikasi. Identifikasi secara manual dapat memakan waktu yang lama sehingga

Universitas Sumatera Utara

(15)

pada penelitian dilakukan peng-identifikasian anemia sel sabit menggunakan pengolahan citra digital untuk dapat mempercepat proses identifikasi pada sel darah merah sehingga dapat diambil kesimpulan apakah sel darah merah tersebut normal atau sel sabit.

Terdapat penelitian terdahulu mengenai analisis darah menggunakan pengolahan citra, diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan untuk meng-identifikasi anemia sel sabit menggunakan citra darah sebagai masukan, kemudian akan diolah dengan menggunakan beberapa proses pengolahan citra digital seperti grayscale dan thresholding untuk mendapatkan data numerik dari citra tersebut. Setelah mengalami proses pengolahan citra, maka citra masukan akan diproses dengan Algoritma k- nearest neighbor (k-NN atau KNN) untuk mengetahui apakah citra tersebut termasuk sel sehat atau sel sabit (Febrianti et al, 2016).

Penelitian selanjutnya untuk klasifikasi pada penyakit pneumonia menggunakan Convolutional Neural Network. Dalam melakukan penelitian ini menggunakan citra Chest X-Ray . Hasil akurasi yang didapatkan menggunakan metode ini sebesar 83,3% (S., 2018).

Peneliltian selanjutnya pengunaan metode Convolutional Neural Network untuk mendeteksi kesamaan pertanyaan pada forum online. Kalimat pertanyaan dijadikan vektor dengan menggunakan Word Embedding. Pasangan pertanyaan yang sudah menjadi word embeddings digunakan sebagai masukan CNN yang kemudian dibandingkan kesamaannya dengan Siamese Neural Networks. Model deteksi kesamaan pertanyaan yang dibuat menghasilkan akurasi sebesar 79%. Akurasi model CNN pada dataset yang digunakan terbukti lebih tinggi dari model yang dibuat dengan algoritma Jaccard Similarity dan Multilayer Perceptron (Prabowo, 2019).

Dalam melakukan proses identifikasi anemia sel sabit penulis menggunakan algoritma CNN. CNN (Convolutional Neural Network) merupakan salah satu metode machine learning yang memiliki 1 tahap training (supervised back-propagation).

CNN termasuk dalam metode neural network yang cara kerjanya memiliki kemiripan dengan MLP (Multilayer Perceptron).

(16)

3

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengajukan proposal penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA UNTUK MENDETEKSI ANEMIA SEL SABIT DENGAN METODE CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK “.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam menganalisis kealainan sel darah merah dengan memeriksa tepi apusan darah biasanya masih dilakukan secara manual. Sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan hasil analisis yang satu dengan analisis yang lainnya. Sehingga pada penelitian ini dilakukan proses identifikasi sel darah merah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi pada pengolahan citra dengan lebih baik untuk mempermudah ahli medis mengambil keputusan dalam proses identifikasi sel darah merah sehat atau sabit.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi penyakit anemia sel sabit menggunakan metode Convolutional Neural Network.

1.4. Batasan Masalah

Beberapa batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Pada penelitian ini hanya untuk penyakit anemia sel sabit dan normal.

2. Menggunakan citra sel darah merah dengan format JPG dan JPEG.

3. Citra Mikroskopis sel darah merah yang digunakan memiliki ukuran 300 X 300 piksel.

4. Aplikasi yang dibangun berbasis desktop.

5. Data citra sel darah merah diperoleh dari Kaggle.

Universitas Sumatera Utara

(17)

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sistem yang dibangun dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit anemia sel sabit.

2. Dapat menjadi referensi penulis selanjutnya tentang pengolahan citra dan Convolutional Neural Network.

1.6. Metodologi Penelitian

Adapun beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1.6.1. Studi Literatur

Pada tahap ini bertujuan untuk mencari litaratur dan mempelajari informasi yang diperoleh dari buku, skripsi, jurnal dan berbagai sumber informasi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.6.2. Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data. Data yang diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data sesuai dengan karakteristik data yang diperlukan pada penelitian ini.

1.6.3. Analisis Permasalahan

Pada tahap ini selanjutnya dilakukan analisis terhadap berbagai informasi yang telah diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan penelitian agar didapatkan metode yang tepat untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini. Setelah dilakukan analisis penulis memutuskan untuk menggunakan metode Convolutional Neural Network sebagai metode yang cocok untuk digunakan pada penelitian ini.

1.6.4. Implementasi Sistem

Pada tahap ini meliputi pembangunan sistem yang telah dirancang berdasarkan analisis yang telah dilakukan.

(18)

5

1.6.5. Pengujian

Pada tahap ini dilakukan pengujian dan juga analisis pada sistem yang sudah dibangun. Tahap ini bertujuan untuk membandingkan apakah sistem ini sudah bekerja dengan baik menggunakan metode yang digunakan pada sistem.

1.6.6. Penyusunan Laporan

Pada tahap ini penulis menyusun laporan hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan implementasi metode yang digunakan pada penelitian ini.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada skripsi ini terdiri dari lima bagian utama sebagai berikut : Bab 1 : Pendahuluan

Pada bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab 2 : Landasan Teori

Pada bab ini berisi teori-teori yang digunakan dan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas pada penelitian ini.

Bab 3 : Analisis dan Perancangan Sistem

Pada bab ini berisi tentang analisis dari arsitektur umum serta metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode Convolutional Neural Network untuk mendeteksi penyakit anemia sel sabit.

Bab 4 : Implementasi dan Pengujian Sistem

Pada bab ini berisi tentang implementasi dari metode yang digunakan serta analisis dan perancangan yang telah dilakukan sebelumnya dan pengujian terhadap hasil yang didapatkan dari sistem yang telah dibangun.

Universitas Sumatera Utara

(19)

Bab 5 : Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya serta saran-saran yang diajukan bagi pembaca dan pengembang pada penelitian selanjutnya.

(20)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab ini berisi teori-teori yang digunakan pada penelitian ini dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode Convolutional Neural Network untuk mengidentifikasi penyakit anemia sel sabit.

2.1. Sel Darah Merah

Sel darah merah atau eritrosit merupakan sel yang paling banyak dalam selaput darah dan memiliki fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sel darah merah mengandung hemoglobin, dimana hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen untuk diedarkan keseluruh tubuh. Sel darah merah berbentuk seperti cakram bikonkaf yang berdiameter 7,5 mikron, tebal tepi sekitar 2 mikron dan bagian tengahnya lebih kurang 1 mikron (Wulandari, 2014). Bagian tepi sel darah merah terlihat lebih merah daripada bagian pusatnya dikarenakan bentuknya yang bikonkaf sehingga menyebabkan hemoglobin terkumpul lebih banyak dibagian tepi (Tahir, 2012). Citra mikroskopis sel darah merah normal dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Sel darah merah normal ( Kaggle)

Universitas Sumatera Utara

(21)

2.2. Anemia Sel Sabit (Sickle Cell Anemia)

Anemia merupakan salah satu penyakit yang melibatkan sel darah merah manusia yang ditandai dengan penurunan jumlah masa eritrosit (Setiawan, 2016). Anemia sel sabit merupakan anemia karena hemoglobinopati yang disebabkan adanya perubahan asam amino ke-6 dari rantai globin β atau juga dapat diartikan sebagai anemia yang terjadi kerena kelainan pada hemoglobin manusia (Firdaus, 2016).

Kurangnya sel darah merah normal pada tubuh manusia yang disebabkan karena kelainan genetik dimana sel-sel darah merah berbentuk sabit merupakan penyebab terjadinya anemia sel sabit. Sulit bagi sel darah merah sabit untuk dapat melewati pembuluh darah, terutama pada bagian pembuluh darah yang menyempit atau pada persimpangan pembuluh darah (Febrianti et al., 2016). Citra mikroskopis sel darah merah sabit dapat dilihat pada gambar 2.2.

2.3.Pengelolahan Citra Digital

Pengolahan citra digital merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai ciri data masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra. Citra digital adalah citra dua dimensi yang dapat ditampilkan pada layar monitor komputer sebagai himpunan berhingga (diskrit) nilai digital yang disebut pixel (picture elements). Pixel adalah elemen citra yang memiliki nilai yang menunjukkan intensitas warna.

Gambar 2.2. Sel darah merah sabit (Kaggle)

(22)

9

Berdasarkan cara penyimpanan atau pembentukannya, citra digital dapat dibagi menjadi dua jenis. Yang pertama adalah citra digital yang dibentuk oleh kumpulan pixel dalam array dua dimensi. Citra jenis ini disebut citra bitmap atau citra raster. Yang kedua adalah citra yang dibentuk oleh fungsi-fungsi geometri dan matematika. Jenis citra ini disebut grafik vektor (S., 2018).

Tahapan-tahapan pada pengolahan citra digital adalah sebagai berikut:

2.3.1. Scaling

Scaling bertujuan untuk mengubah ukuran pixel menjadi pixel ukuran M x N. Hal ini dilakukan karena setiap citra yang diolah belum tentu mempunyai ukuran yang sama.

Scaling juga digunakan untuk memperkecil citra digital agar jumlah Pixel yang akan diolah tidak terlalu banyak. Semakin banyak jumlah Pixel maka semakin banyak data inputan. Sehingga menyebabkan semakin lama waktu komputasi.

Nilai skala {

(2.1)

Rumus yang digunakan:

= Sh x = Sv y Keterangan : Sh = faktor skala horizontal

Sv = faktor skala vertical 2.3.2. Grayscale

Suatu citra Grayscale adalah suatu citra yang hanya memiliki warna tingkat keabuan.

Penggunaan citra Grayscale dikarenakan membutuhkan sedikit informasi yang diberikan pada tiap piksel dibandingkan dengan citra berwarna. Warna abu-abu pada citra Grayscale adalah warna R (Red), G (Green), B (Blue) yang memiliki intensitas yang sama. Sehingga dalam Grayscale Image hanya membutuhkan nilai intensitas tunggal dibandingkan dengan citra berwarna membutuhkan tiga intensitas untuk tiap pikselnya. Intensitas dari citra Grayscale disimpan dalam 8 Bit Integer yang memberikan 256 kemungkinan yang mana dimulai dari level 0 sampai dengan 255 (0

Universitas Sumatera Utara

(23)

untuk hitam dan 255 untuk putih dan nilai diantaranya adalah derajat keabuan) (S., 2018).

Grayscaling dilakukan dengan cara mencari nilai rata-rata dari total nilai RGB, seperti yang dapat dilihat pada persamaan 1.

G = (2.2)

Keterangan : G = Nilai hasil grayscaling R = Nilai red dari sebuah piksel G = Nilai green dari sebuah piksel B = Nilai blue dari sebuah piksel 2.3.3. Contrast Scretching

Perbaikan citra merupakan proses untuk meningkatkan kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter pada citra sehingga ciri pada citra dapat lebih ditonjolkan.

Perbaikan citra memungkinkan informasi yang ingin ditampilkan atau diambil dari sebuah citra menjadi lebih baik dan jelas. Perbaikan citra yang dilakukan adalah perbaikan kontras dengan menggunakan metode contrast stretching. Contrast Stretching mampu mengatasi kekurangan cahaya atau kelebihan cahaya pada citra dengan memperluas sebaran nilai keabuan piksel (Gonzales, et al. 2002).

Contrast Scretching dapat dirumuskan sebagai berikut :

( ) ( ) ( ) (2.3)

Dimana : ( ) = piksel citra hasil perbaikan Keterangan: ( ) = piksel citra asal

c = Nilai minimum dari piksel citra input d = Nilai maksimum dari piksel citra input G = Nilai koefisien pengaturan kontras

(24)

11

2.3.4. Adaptive Threshod

Adaptive threshold merupakan pengambangan yang menggunakan nilai ambang lokal, dihitung secara adaptis berdasarkan statisitk piksel-piksel tetangga. Dasarnya adalah bagian-bagian kecil dalam citra mempunyai iluminasi sama, sehingga lebih tepat jika nilai ambang hitung berdasarkan bagian-bagian kecil dalam citra dan bukan berdasakan seluruh piksel dalam citra(Yastika, 2018).

Pendekatan yang biasa digunakan pada adaptive thresholding ada 3, yaitu:

1. Menggunakan statistika rata-rata terhadap intensive lokal, kadang nilai konstan ikut dilibatkan, rumusnya seperti dibawah ini:

( ) ( ) (2.4)

Keterangan : W = Jendela pada citra

= Jumlah piksel dalam jendela C = Konstanta

2. Menggunakan statistik median, rumusnya seperti dibawah ini:

( ( ) ( ) ) (2.5)

Keterangan : W = Jendela pada citra

= Jumlah citra dalam jendela C = Konstanta

3. Menggunakan statistik maksimum dan minimum dinyatakan dengan rumus seperti dibawah ini:

( ( ) ( ) ) ( ( ) ( ) )

(2.6) Keterangan : W = Jendela pada citra

= Jumlah piksel dalam jendela 2.3.5. Deteksi Tepi

Pendeteksian tepi merupakan langkah pertama untuk melingkupi informasi di dalam citra. Tepi mencirikan batas-batas objek dan karena itu tepi berguna untuk proses segmentasi dan identifikasi di dalam citra. Tujuan pendeteksian tepi adalah untuk meningkatkan penampakan garis batas suatu daerah atau objek di dalam citra. Pada

Universitas Sumatera Utara

(25)

penelitian ini penulis menggunakan deteksi tepi canny sebagai metode yang digunakan.

Salah satu algoritma deteksi tepi modern adalah deteksi tepi dengan menggunakan metode Canny. Deteksi tepi Canny ditemukan oleh Marr dan Hildreth yang meneliti pemodelan persepsi visual manusia(Dianta, 2012). Ada beberapa kriteria pendeteksi tepian paling optimum yang dapat dipenuhi oleh algoritma Canny:

a. Mendeteksi dengan baik (kriteria deteksi) Kemampuan untuk meletakkan dan menandai semua tepi yang ada sesuai dengan pemilihan parameter-parameter konvolusi yang dilakukan. Sekaligus juga memberikan fleksibilitas yang sangat tinggi dalam hal menentukan tingkat deteksi ketebalan tepi sesuai yang diinginkan.

b. Melokalisasi dengan baik (kriteria lokalisasi) Dengan Canny dimungkinkan dihasilkan jarak yang minimum antara tepi yang dideteksi dengan tepi yang asli.

c. Respon yang jelas (kriteria respon) Hanya ada satu respon untuk tiap tepi. Sehingga mudah dideteksi dan tidak menimbulkan kerancuan pada pengolahan citra selanjutnya.

2.4. Convolutional Neural Network

Convolutional Neural Network (CNN) adalah pengembangan dari Multilayer Perceptron (MLP) yang didesain untuk mengolah data dua dimensi. Pada CNN, setiap neuron direpresentasikan dalam bentuk dua dimensi, tidak seperti MLP yang setiap neuron hanya berukuran satu dimensi. CNN termasuk dalam Deep Neural Network karena kedalaman jaringan yang tinggi dan banyak diaplikasikan pada data citra (Suartika et al, 2016). CNN hampir sama dengan neural network pada umumnya yang memiliki neuron yang memiliki bobot dan bias. CNN memiliki 1 tahap training (Supervised Backpropagation).

Convolutional Neural Network memiliki 4 layer utama, yaitu : 2.4.1. Convolutional Layer

Convolutional Layer melakukan operasi konvolusi terhadap input ataupun output dari layer sebelumnya. Konvolusi adalah suatu istilah matematis yang berarti mengaplikasikan sebuah fungsi pada output fungsi lain secara berulang. Layer ini

(26)

13

Tujuan dilakukannya konvolusi pada data citra adalah untuk mengekstraksi fitur dari citra input. Operasi pada konvolusi adalah dengan melakukan kombinasi linear filter dari data yang digunakan sebagai masukan atau input. Kemudian filter akan digeser keseluruh bagian gambar dan nilai filter tersebut akan menghasilkan output yang disebut feature map. Berikut persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai pergeseran matriks :

h(i,j) = A*P1 + B*P2 +C*P3 + D*P4 + E*P5 (2.7)

+ F*P6 + G*P7 + H*P8 + I*P9 Keterangan :

h(i,j) = hasil dari perkalian matriks kernel A dengan input P A-I = nilai matriks input yang dikalikan dengan matriks kernel

P1-9 = nilai matriks kernel yang dikalikan dengan matriks input image P 2.4.2. Max Pooling (Subsampling)

Max Pooling adalah proses untuk meningkatkan invariansi posisi dari fitur menggunakan operasi Max. Max Pooling membagi output dari Convolutional Layer menjadi beberapa grid kecil lalu mengambil nilai maksimal dari setiap grid untuk menyusun matriks citra yang telah direduksi. Grid yang berwarna merah, hijau, kuning dan biru merupakan kelompok grid yang akan dipilih nilai maksimumnya.

Sehingga hasil proses tersebut dapat dilihat pada kumpulan grid disebelah kanannya.

Proses tersebut memastikan fitur yang didapatkan akan sama meskipun objek citra mengalami translasi (pergeseran). Operasi Max Pooling untuk diubah menjadi beberapa grid dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Operasi Max Pooling (Wayan, 2016)

Universitas Sumatera Utara

(27)

2.4.3. Fully Connected Layer

Neuron pada Fully Connected Layer memiliki hubungan yang lengkap pada semua aktivasi dalam layer sebelumnya. Aktivasi tersebut kemudian di komputasi dengan sebuah perkalian matriks diikuti oleh bias offset.

2.5. Penelitian Terdahulu

Terdapat penelitian terdahulu yang berkaitan dengan analisis darah menggunakan pengolahan citra, diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh (Febrianti et al., 2016), pada penelitian ini penulis menggunakan sistem identifikasi anemia sel sabit menggunakan citra darah sebagai masukan, kemudian akan diolah dengan menggunakan beberapa proses pengolahan citra digital seperti grayscale dan thresholding untuk mendapatkan data numerik dari citra tersebut. Setelah mengalami proses pengolahan citra, maka citra masukan akan diproses dengan Algoritma k- nearest neighbor (k-NN atau KNN) untuk mengetahui apakah citra tersebut termasuk sel sehat atau sel sabit.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh (william., 2018), pada penelitian ini dilakukan klasifikasi pada penyakit pneumonia menggunakan Convolutional Neural Network. Dalam melakukan penelitian ini menggunakan citra Chest X-Ray . Hasil akurasi yang didapatkan menggunakan metode ini sebesar 83,3%.

Penelitian Selanjutnya dilakukan oleh (Prabowo, 2019), pada penelitian ini menggunakan metode Convolutioanl Neural Network untuk mendeteksi kesamaan pertanyaan pada forum online. Kalimat pertanyaan dijadikan vektor dengan menggunakan Word Embedding. Pasangan pertanyaan yang sudah menjadi word embeddings digunakan sebagai masukan CNN yang kemudian dibandingkan kesamaannya dengan Siamese Neural Networks. Model deteksi kesamaan pertanyaan yang dibuat menghasilkan akurasi sebesar 79%. Akurasi model CNN pada dataset yang digunakan terbukti lebih tinggi dari model yang dibuat dengan algoritma Jaccard Similarity dan Multilayer Perceptron.

Penelitian Selanjutnya dilakukan oleh (Andiki, 2018), Perhitungan sel darah putih dapat dilakukan menggunakan instrumen medis secara otomatis namun harga yang mahal menjadikan alat ini hanya tersedia di pusat kesehatan tertentu. Oleh

(28)

15

karena itu, dibutuhkan suatu metode lain yang dapat mengklasifikasi dan menghitung sel darah putih dengan handal dan murah. Oleh karena itu dilakuakan deteksi citra sel darah putih dengan mengimplementasikan metode deteksi objek YOLO (You Only Look Once) dengan basis jaringan Convolutional Neural Network. Hasil deteksi objek pada data uji didapatkan nilai akurasi sebesar 78,57%

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Listyalina, 2017), pada penelitian ini diusulkan sebuah algortima komputer untuk alat bantu pemeriksaan laboratorium dalam mengidentifikasi anemia. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode K-Means dalam proses identifikasi anemia dan non-anemia. Algoritma yang diusulkan menggunakan 92 citra sel darah merah. Dari 92 citra tersebut 52 diantaramya teridentifikasi anemia sedangkan 40 sisanya normal atau non-anemia. Dari proses validasi, didapatkan nilai akurasi sebesar 94.5%, yang menunjukkan bahwa algoritma yang diusulkan mampu mengidentifikasi anemia dan non-anemia secara efektif.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Yastika, S. (2018), pada penelitian ini peneliti menggunakan metode probabilistic neural network untuk mendeteksi penyakit anemia defisiensi besi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan gray level co-occuroccurrence matrix (GLCM) sebagai ekstraksi fitur. Metode preproccesing yang diantaranya terdiri dari grayscale, gaussian filter, adaptive treshold dan morphology gradient mampu mengidentifikasi sebagian besar objek sel darah merah.

Dari proses validasi, didapatkan nilai akurasi sebesar 95%, yang menunjukkan bahwa metode yang diusulkan mampu mengidentifikasi anemia dan non-anemia secara efektif.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Amalia, F. N. (2018), pada penelitian ini mendeteksi anemia difesiensi besi berdasarkan kelainan sel darah merah. Metode yang digunaka dalam peneltian ini adalah multi layer perceptron. Dalam penelitian ini menggunakan 20 data testing dan 135 data training citra eritrosit. Dari proses validasi didapatkan nilai akurasi sebesar 95% dimana menunjukkan bahwa metode yang digunakan mampu mengidentifikasi anemia dan non-anemia secara efektif.

Beberapa penelitian yang telah diakukan sebelumnya yang berkaitan dengan anemia sel sabit dengan pengolahan citra digital dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Universitas Sumatera Utara

(29)

Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu

No Peneliti Metode Tahun Judul Penelitian 1. Katarina

Febrianti, Rizki Dian Maharani, Wahyuni Khabzli

KNN 2016 Identifikasi Penyakit Anemia Sel Sabit Menggunakan Teknik Pengolahan Citra dan Algoritma k-nearest neighbor (k-NN atau KNN)

2. William Christanti S

CNN 2018 Klasifikasi Pneumonia Menggunakan

Convolutioanl Neural Network

3 Damar Adi Prabowo

CNN 2019 Deteksi Kesamaan

Pertanyaan pada Forum Online menggunakan Convolutional Neural Network

4. Andika Rahyagara

CNN 2018 Deteksi Jenis Sel Darah Putih Menggunakan Convolutional Neural Network

5. Latifah Listyalina

K-Means 2017 Identifikasi Otomatis Anemia pada

Citra Sel Darah Merah Berbasis Komputer 6. Sukma

Yastika Putri

Probabilistic Neural Network

2018 Identifikasi Penyakit Anemia Defisiensi Besi Berdasarkan Kelainan Sel Darah Merah Menggunakan Metode

(30)

17

Probabilistic Neural Network

7. Fauziah Nur Amalia Purba

Multi Layer Perception

2018 Identifikasi Penyakit Anemia Defisiensi Besi Berdasarkan Kelainan Sel Darah Merah Menggunakan Metode Multi Layer Perception

Universitas Sumatera Utara

(31)

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN

Bab ini menjelaskan tentang analisis dan perancangan sistem identifikasi penyakit anemia sel sabit. Tahap pertama yaitu analisis data yang digunakan, analisis dengan menggunakan beberapa tahapan pengolahan citra yang digunakan. Kemudian implementasi metode Convolutional Neural Network dalam mendiagnosa penyakit anemia sel sabit. Pada tahapan selanjutnya yaitu dilakukan perancangan tampilan antarmuka sistem.

3.1. Arsitektur umum

Pada bagian ini akan membahas tahapan yang dilakukan dalam pembangunan aplikasi identifikasi penyakit anemia sel sabit. Tahap yang dilakukan sebagai berikut : tahap pengumpulan citra data sel darah merah normal dan citra sel darah merah yang terkena anemia sel sabit untuk digunakan sebagai data testing dan data training;

kemudian tahap pre-poccessing yang terdiri dari, scalling, grayscale, contrast scretching dan adaptive treshold; kemudian tahap postproccessing menggunakan deteksi tepi dengan metode canny; dan tahap identifikasi menggunakan convolutional neural network. Setelah tahap-tahap tersebut dilakukan, maka aplikasi dapat menghasilkan output berupa hasil identifikasi penyakit anemia sel sabit . Tahap-tahap tersebut dapat dilihat pada gambar 3.1

(32)

19

3.2. Dataset

Data citra yang digunakan pada penelitian ini adalah citra mikroskopis sel darah merah yang diperoleh dari Keagle.

Tabel 3.1 Pembagian Dataset

Dataset Anemia Sel Sabit Normal Total

Data Training 60 40 100

Data Testing 14 11 25

Jumlah Data 74 51 125

3.3. Pre-Processing

Tahap ini dilakukan untuk memperbaiki citra menjadi lebih baik pada proses tahap selanjutnya. Tahapan-tahapan pada pre-processing antara lain scaling, grayscale, contrast scretching dan adaptive treshold.

3.3.1. Scaling

Pada tahap ini bertujuan untuk mengubah ukuran pixel menjadi ukuran M x N. Proses ini dilakukan karena belum tentu semua citra memiliki ukuran yang sama antara satu

Gambar 3.1 Arsitektur Umum

Universitas Sumatera Utara

(33)

dan yang lainnya. Scaling juga digunakan untuk memperkecil citra digital agar pixel yang akan diolah tidak terlalu banyak, karena apabila jumlah pixel semakin banyak maka jumlah data inputan semakin banyak pula sehingga menyebabkan waktu komputasi semakin lama.

3.3.2. Grayscale

Pada tahap ini bertujuan untuk mengubah citra menjadi keabuan. Penggunaan citra grayscale ini dikarenakan tiap pixel membutuhkan sedikit informasi yang diberikan dibandingkan dengan citra berwarna. Pada proses ini setiap nilai RGB (Red, Green, Blue) dijumlahkan kemudian dibagi tiga. Pada gambar 3.2 merupakan representasi dari citra sel darah merah.

Gambar yang direpresentasikan pada gambar 3.2 merupakan citra sel darah merah berukuran 300 x 300 piksel dan potongan citra sel darah merah yang berukuran 5 x 5 piksel. Proses perhitungan nilai grayscale direpresentasikan pada gambar 3.3.

Gambar 3.2 Citra hasil grayscale

Gambar 3.3 citra sel darah merah ukuran 5 x 5 piksel

(34)

21

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Gambar 3.4. Representasi citral sel darah merah 5 x 5 piksel Nilai red, green, blue pada citra yang memiliki ukuran 5 x 5 piksel adalah:

P1 = R, G, B (175, 165, 171) P2 = R, G, B (189, 178, 182) P3 = R, G, B (184, 174, 175) P4 = R, G, B (184, 174, 175) P5 = R, G, B (184, 174, 175) P6 = R, G, B (184, 173, 179) P7 = R, G, B (185, 174, 178) P8 = R, G, B (196, 185, 189) P9 = R, G, B (196, 185, 189) P10 = R, G, B (196, 185, 189) P11 = R, G, B (182, 171, 175) P12 = R, G, B (187, 176, 182) P13 = R, G, B (220, 208, 125) P14 = R, G, B (220, 208, 125) P15 = R, G, B (220, 208, 125) P16 = R, G, B (182, 171, 175) P17 = R, G, B (187, 176, 182) P18 = R, G, B (220, 208, 125) P19 = R, G, B (220, 208, 125) P20 = R, G, B (220, 208, 125) P21 = R, G, B (182, 171, 175) P22 = R, G, B (187, 176, 182) P23 = R, G, B (220, 208, 125)

Universitas Sumatera Utara

(35)

P24 = R, G, B (220, 208, 125) P25 = R, G, B (220, 208, 125)

Dengan menggunakan persamaan (2.2) maka nilai grayscale yang diperoleh adalah:

P1 = R, G, B (175, 165, 171) / 3 = 170.3 P2 = R, G, B (189, 178, 182) / 3 = 183 P3 = R, G, B (184, 174, 175) / 3 = 177.6 P4 = R, G, B (184, 174, 175) / 3 = 177.6 P5 = R, G, B (184, 174, 175) / 3 = 177.6 P6 = R, G, B (184, 173, 179) / 3 = 178.6 P7 = R, G, B (185, 174, 178) / 3 = 179 P8 = R, G, B (196, 185, 189) / 3 = 190 P9 = R, G, B (196, 185, 189) / 3 = 190 P10 = R, G, B (196, 185, 189) / 3 = 190 P11 = R, G, B (182, 171, 175) / 3 = 176 P12 = R, G, B (187, 176, 182) / 3 = 181.6 P13 = R, G, B (220, 208, 125) / 3 = 214 P14 = R, G, B (220, 208, 125) / 3 = 214 P15 = R, G, B (220, 208, 125) / 3 = 214 P16 = R, G, B (182, 171, 175) / 3 = 176 P17 = R, G, B (187, 176, 182) / 3 = 181.6 P18 = R, G, B (220, 208, 125) / 3 = 214 P19 = R, G, B (220, 208, 125) / 3 = 214 P20 = R, G, B (220, 208, 125) / 3 = 214 P21 = R, G, B (182, 171, 175) / 3 = 176.6 P22 = R, G, B (187, 176, 182) / 3 = 192 P23 = R, G, B (220, 208, 125) / 3 = 214 P24 = R, G, B (220, 208, 125) / 3 = 214 P25 = R, G, B (220, 208, 125) / 3 = 214

(36)

23

Setelah nilai grayscale didapatkan dari setiap piksel yang sesuai dengan persamaan (2.2) maka nilai piksel akan diubah sesuai dengan nilai grayscale yang telah didapatkan dapat dilihat pada gambar 3.5.

170 183 178 178 178 178 179 190 190 190 176 182 214 214 214 176 182 214 214 214 177 192 214 214 214

Gambar 3.5 Nilai grayscale pada setiap piksel 3.3.3. Contrast Scretching

Pada tahap ini dilakukan perbaikan citra dengan cara memanipulasi parameter pada citra sehingga ciri pada citra dapat lebih ditonjolkan dimana proses ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas citra. Perbaikan citra yang dilakukan adalah perbaikan kontras dengan menggunakan metode contrast scretching. Dengan memperluas sebaran nilai keabuan piksel, contrast scretching dapat mengatasi kekurangan ataupun kelebihan cahaya pada citra.

Contrast stretching merupakan metode perbaikan citra yang bersifat point processing, yaitu pemrosesan hanya bergantung pada nilai intensitas keabuan masing- masing piksel, tidak tergantung dari piksel lain yang ada disekitarnya. Contrast Scretching dilakukan untuk mendapatkan nilai RGB baru dengan kontras yang lebih baik. Dengan kontras yang baik pada citra dapat meningkatkan ketajaman warna pada objek citra . Objek yang terlihat jelas dapat membantu pada proses segmentasi citra.

Hasil citra dari proses Contrast Stretchin dapat dilihat pada gambar 3.6.

Gambar 3.6 Citra hasil Contrast

Strestching Universitas Sumatera Utara

(37)

3.3.4. Adaptive Threshold

Tahap selanjutnya setelah mengalami proses peningkatan kualitas citra dengan contrast scretching dilakukan proses segmentasi pada citra dengan menggunakan adaptive threshold. Pada tahap ini dilakukan proses untuk mengubah citra keabuan menjadi citra biner atau hitam putih sehingga dapat diketahui daerah mana yang termasuk objek dan background dari citra secara jelas. Citra hasil Threshold dapat dilihat pada gambar 3.7.

Dengan menggunakan persamaan (2.6) maka nilai threshold yang akan didapatkan adalah:

Nilai maksimum = 214 Nilai Minimum = 170.3

170.3 < 192 = 0 183 < 192 = 0 177.6 < 192 = 0 177.6 < 192 = 0 177.6 < 192 = 0 178.6 < 192 = 0 179 < 192 = 0 190 < 192 = 0

Gambar 3.7 Citra hasil Threshold

(38)

25

190 < 192 = 0 190 < 192 = 0 176 < 192 = 0 181.6 < 192 = 0 214 > 192 = 255 214 > 192 = 255 214 > 192 = 255 176 < 192 = 0 181.6 < 192 = 0 214 > 192 = 255 214 > 192 = 255 214 > 192 = 255 176. 6 < 192 = 0 192 <= 192 = 255 214 > 192 = 255 214 > 192 = 255 214 > 192 = 255

Dengan menggunakan persamaan (2.6) maka nilai threshold yang didapatkan dapat dilihat pada gambar 3.8.

0 0 0 0 0

0 0 0 0 0

0 0 255 255 255 0 0 255 255 255 0 255 255 255 255

Gambar 3.8 Nilai Threshold 3.4. Postproccessing

Pada tahap ini dilakukan proses lanjutan dari pre-poccessing yaitu deteksi tepi.

Universitas Sumatera Utara

(39)

3.4.1. Deteksi Tepi

Tahap selanjutnya yaitu dilakukan proses deteksi tepi. Pendeteksian tepi digunakan dengan tujuan untuk meningkatkan penampakan garis batas suatu daerah objek atau objek didalam citra. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah canny. Metode ini dipilih karena mampu mendeteksi dengan baik untuk meletakkan dan menandai semua tepi yang ada sesuai dengan pemilihan parameter yang dilakukan. Dan dengan menggunakan metode ini memungkinkan dihasilkan jarak minimum antara tepi yang dideteksi dengan tepi yang asli dan juga hanya ada satu respon pada tiap tepi sehingga dapat dengan mudah dideteksi dan tidak menimbulkan kerancuan pada pengolahan citra. Citra hasil dari deteksi tepi dengan menggunakan metode Canny dapat dilihat pada gambar 3.9.

Dalam mendeteksi tepi menggunakan metode canny diperlukan gradien G(x,y) yang merupakan sebuah vektor yang terdiri dari dua unsur yaitu Gx dan Gy. Deteksi tepi dilakukan dengan cara membaca setiap pixel pada citra. Untuk membantu penelusuran tepi gradien Gx dan Gy masing-masing dihitung dengan matriks operator canny 3x3.

{

} {

}

Kemudian lakukan seleksi menggunakan salah satu tepian dengan menggunakan matriks diatas. Seleksi dengan matriks canny dapat di lakukan dengan

Gambar 3.9 Citra hasil Deteksi Tepi metode Canny

(40)

27

perkalian pada matriks 5x5 dari citra asli. Dibawah ini merupakan matriks 5x5 dari citra asli.

Menentukan seleksi horizontal dengan menggunakan Gx diperoleh perhitungan:

( )= (-1 * 179) + (-1 * 182) + (-1 * 182) + (1 * 190) + (1 * 214) + ( 1 * 214) = 78

Menentukan seleksi vertikal dengan menggunakan Gy diperoleh perhitungan:

( )= (-1 * 179) + (-1 * 190) + (-1 * 190) + (1 * 182) + (1 * 214) + ( 1 * 214) = 51

G(x,y) = ( ( ) + ( ) = 78 + 51

= 129

G(x,y) = max ( ( ) , ( ) = 78 G(x,y) = ( ( ) + ( ) / 2

= 129 / 2 = 64,5 = 65

Selanjutnya yaitu menentukan arah tepian dengan menggunakan acuan:

1. Semua arah tepi yang berkisar antara 0 dan 22,5 serta 157 dan 180 deajat diubah menjadi 0 derajat.

2. Semua arah tepi yang berkisar antara 22,5 dan 67,5 derajat diubah menjadi 45 derajat.

3. Semua arah tepi yang berkisar antara 67,5 dan 112,5 derajat diubah menjadi 90 derajat.

4. Semua arah tepi yang berkisar antara 112,5 dan 1577,5 derajat diubah menjadi 135 derajat.

170 183 178 178 178 178 179 190 190 190 176 182 214 214 214 176 182 214 214 214 177 192 214 214 214

Universitas Sumatera Utara

(41)

Berdasarkan acuan diatas maka dapat diketahui bahwa arah tepian pada citra yang telah dihitung dengan nilai G(x,y) = 65 adalah 45 derajat, begitu seterusnya sampai keseluruhan citra terdeteksi.

3.5. Identifikasi

Tahap berikutnya yaitu identifikasi citra menggunakan convolutional neural network.

Tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut: convolutional layer, maxpooling layer dan fully conected layer.

Konvolusi akan menghasilkan transformasi linear dari data sesuai informasi data pada convolutional layer. Weight yang merupakan koneksi antar layer akan melakukan spesifikasi matriks konvolusi yang digunakan sehingga matriks dapat dilatih berdasarkan masukan pada convolutional neural network. Proses konvolusi dapat dilihat pada gambar 3.10.

(1) (2)

C1,1 C2,1 C3,1 C1,2 C2,2 C3,2 C1,3 C2,3 C3,3

(3)

Gambar 3.10 Konvolusi pengujian (1) Gambar input;(2) feature detctor; (3) Feature Map

170 183 178 178 178 178 179 190 190 190 176 182 214 214 214 176 182 214 214 214 177 192 214 214 214

0 0 1

1 0 0

0 1 1

(42)

29

Pada gambar 3.10 merupakan salah satu contoh dari gambar masukan yang telah di representasikan kedalam bentuk piksel 5 x 5, feature detector 3 x 3 sebagai detector pada proses konvolusi. Matriks 3x3 bergerak dari sudut kiri atas dari gambar masukan dan bergerser ke arah kanan sebanyak 1 piksel hingga semua piksel dari baris pertama gambar masukan dilalui. Kemudian setelah semua baris pertama dari gambar masukan dimulai dari kiri menuju ke arah kanan seperti yang dilakukan di baris pertama. Begitu juga dengan baris-baris selanjutnya hingga semua piksel yang dimiliki gambar masukan dilalui yang kemudian disimpan dalam matriks yang baru.

Pergeseran matriks tersebut dapat dilihat dalam Gambar 3.11.

170 183 178 178 178 178 179 190 190 190 176 182 214 214 214 176 182 214 214 214 177 192 214 214 214

170 183 178 178 178 178 179 190 190 190 176 182 214 214 214 176 182 214 214 214 177 192 214 214 214

170 183 178 178 178 178 179 190 190 190 176 182 214 214 214 176 182 214 214 214 177 192 214 214 214

170 183 178 178 178 178 179 190 190 190 176 182 214 214 214 176 182 214 214 214 177 192 214 214 214

170 183 178 178 178 178 179 190 190 190 176 182 214 214 214 176 182 214 214 214 177 192 214 214 214

170 183 178 178 178 178 179 190 190 190 176 182 214 214 214 176 182 214 214 214 177 192 214 214 214

Universitas Sumatera Utara

(43)

Selanjutnya hitung jumlah elemen perkalian antara matriks feature detector dan matriks gambar masukan pada setiap posisi. Hasil dari jumlah perkalian tersebut akan menghasilkan feature map . Berdasarkan persamaan 2.7 untuk menghitung nilai pergeseran matriks menggunakan feature map adalah sebagai berikut :

C1,1 = (0*170) + (0*183) + (1*178) + (1*178) + (0*179) + (0*190) + (0*176) + (1*182) + (1*214) = 752

C2,1 = (0*183) + (0*178) + (1*178) + (1*179) + (0*190) + (0*190) + (0*182) + (1*214) + (1*214) = 785

C3,1 = (0*178) + (0*178) + (1*178) + (1*190) + (0*190) + (0*190) + (0*214) + (1*214) + (1*214) = 796

C1,2 = (0*178) + (0*179) + (1*190) + (1*176) + (0*182) + (0*214) + (0*176) + (1*182) + (1*214) = 762

C2,2 = (0*179) + (0*190) + (1*190) + (1*182) + (0*214) + (0*214) + (0*182) + (1*214) + (1*214) = 800

170 183 178 178 178 178 179 190 190 190 176 182 214 214 214 176 182 214 214 214 177 192 214 214 214

170 183 178 178 178 178 179 190 190 190 176 182 214 214 214 176 182 214 214 214 177 192 214 214 214

170 183 178 178 178 178 179 190 190 190 176 182 214 214 214 176 182 214 214 214 177 192 214 214 214 Gambar 3.11 Pergeseran Matriks

(44)

31

C3,2 = (0*190) + (0*190) + (1*190) + (1*214) + (0*214) + (0*214) + (0*214) + (1*214) + (1*214) = 832

C1,3 = (0*176) + (0*182) + (1*214) + (1*176) + (0*182) + (0*214) + (0*177) + (1*192) + (1*214) = 796

C2,3 = (0*182) + (0*214) + (1*214) + (1*182) + (0*214) + (0*214) + (0*192) + (1*214) + (1*214) = 824

C3,3 = (0*214) + (0*214) + (1*214) + (1*214) + (0*214) + (0*214) + (0*214) + (1*214) + (1*214) = 856

Setelah proses konvolusi selesai dilakukan, hasil akhir konvolusi nilai gambar masukan dapat dilihat pada gambar 3.12.

(1) (2)

(3) 170 183 178 178 178

178 179 190 190 190 176 182 214 214 214 176 182 214 214 214 177 192 214 214 214

0 0 1

1 0 0

0 1 1

752 785 796 762 800 832 796 824 856

Gambar 3.12 Hasil konvolusi (1) gambar masukan; (2) feature detector; (3) Feature Map

Universitas Sumatera Utara

(45)

Tahap selanjutnya yaitu max pooling dimana output dari convolutional layer dibagi menjadi beberapa grid kecil, kemudian nilai maksimal dari tiap grid tersebut diambil untuk menyusun matriks citra yang telah di reduksi. Hasil dari proses konvolusi selanjutnya masuk ke proses max pooling. Max pooling akan menghasilkan output yang lebih kecil dari convolution tetapi mengambil nilai maksimal dari matriks tersebut. Proses dari Max pooling berukuran 2 x 2 piksel direpresentasikan pada Gambar 3.13.

Hasil nilai maksimum dari proses max pooling dapat dilihat pada gambar 3.14.

Selanjutnya hasil dari proses max pooling dimasukkan kedalam proses flattening. Pada proses ini setiap hasil dari max pooling layer harus ditransformasikan menjadi array satu dimensi sebelum dimasukkan ke proses fully connected layer. Hasil dari proses flattening dapat dilihat pada Gambar 3.15.

752 785 796 762 800 832 796 824 856

752 785 796 762 800 832 796 824 856 752 785 796

762 800 832 796 824 856

752 785 796 762 800 832 796 824 856 Gambar 3.13 Proses Max Pooling

800 832 824 856

Gambar 3.14 Hasil Max Pooling

(46)

33

Gambar 3.15 Hasil flattening

Kemudian dilakukan proses fully connected layer. Fully connected layer menghubungkan setiap neuron dari layer ke layer lainnya. Pada layer ini setiap data input akan dikalikan dengan weight yang akan dikalkulasikan untuk mengaktifkan neuron tersebut.

3.6. Perancangan Sistem

Pada tahap ini berisi tentang perancangan tampilan antarmuka (interface) pada sistem dengan tujuan untuk memberika gambaran pada pengguna mengenai tampilan sistem yang akan dibangun.

Perancangan sistem terdiri dari rancangan tampilan halaman awal, tampilan halaman training dan tampilan halaman testing.

3.6.1. Rancangan Tampilan Halaman Home

Halaman Home merupakan halaman yang terbuka pada saat pertama kali sistem dijalankan. Tampilan halaman home terdiri dari judul penelitian pada bagian atas, kemudian dibawahnya terdapat Logo Universitas, kemudian dibawah logo universitas terdapat nama, nim serta nama institut peneliti. Pada halaman home terdapat tombol

“Pengujian” untuk menuju ke halaman selanjutnya yaitu training dan testing.

Rancangan tampilan halaman home dapat dilihat pada gambar 3.16.

800 832 824 856

Gambar 3.16 Rancangan Tampilan Halaman Home

Universitas Sumatera Utara

(47)

3.6.2. Rancangan Tampilan Halaman Training

Pada rancangan tampilan halaman training terdapat beberapa bagian yaitu memilih file data latih, button train dan reset dan juga terdapat epoch, LR dan HN. Selanjutnya juga terdapat keterangan jumlah data latih yang di input serta informasi running time pada saat melakukan proses training. Rancangan tampilan halaman training dapat dilihat pada gambar 3.17.

Gambar 3.17 Rancangan Tampilan Halaman Training Keterangan rincian menu pada halaman training :

1. Bagian ini akan menampilkan informasi dari citra data yang telah di input atau masukkan

2. Tombol ini digunakan untuk membuka dan memilih data latih citra sel darah merah normal yang akan digunakan sebagai data latih

3. Tombol ini digunakan untuk membuka dan memilih data latih citra sel darah merah sabit yang akan digunakan sebagai data latih

4. Bagian ini untuk menampilkan jumlah data citra sel darah merah normal yang telah di input

5. Bagian ini untuk menampilkan jumlah data citra sel darah merah sabit yang telah di input

6. Bagian ini untuk menampilkan jumlah total data citra sel darah merah normal dan sel darah merah sabit yang telah di input

7. Bagian ini untuk menampilkan waktu yang digunakan ketika proses training berlangsung

(48)

35

8. Bagian ini digunakan untuk mengatur nilai dari epoch. Nilai maksimum epoch yang digunakan pada sistem adalah 1000.

9. Bagian ini digunakan untuk mengatur nilai dari LR (learning rate).

10. Bagian ini digunakan untuk mengatur nilai dari HL (hidden layer)

11. Tombol ini digunakan untuk melakukan training pada data yang telah di input 12. Tombol ini digunakan untuk menghapus data latih yang telah di input

13. Tombol ini digunakan untuk beralih ke halaman testing 14. Tombol ini digunakan untuk kembali ke halaman Home

3.6.3. Rancangan Tampilan Halaman Testing

Pada rancangan tampilan halaman testing terdapat beberapa bagian yaitu memilih data uji dari citra sel darah merah normal atau sabit. Kemudian dilakukan proses preproccessing dan post prepoccessing. Selanjutnya dilakukan proses identifikasi.

Rancangan tampilan halaman testing dapat dilihat pada gambar 3.18.

Keterangan rincian menu pada halaman testing :

1. Bagian ini untuk menampilkan data uji dari citra yang telah di pilih untuk di uji 2. Bagian ini menampilkan nama file dari citra yang dipilih untuk di uji

3. Tombol ini digunakan untuk membuka dan memilih citra sel darah merah normal atau sabit yang akan digunakan sebagai data uji

Gambar 3.18 Rancangan Tampilan Halaman Testing

Universitas Sumatera Utara

(49)

4. Tombol ini digunakan untuk melakukan proses preproccessing 5. Tombol ini digunakan untuk melakukan proses post preproccessing

6. Tombol ini digunakan untuk melakukan proses identifikasi atau pengujian data menggunakn metode CNN

7. Bagian ini menampilkan citra hasil grayscale dari proses preproccessing 8. Tombol ini digunakan untuk menyimpan citra hasil grayscale

9. Bagian ini menampilkan citra hasil contrast scretching dari proses preproccessing

10. Tombol ini digunakan untuk menyimpan citra hasil contrast scretching 11. Bagian ini menampilkan citra hasil thresholding dari proses preproccessing 12. Tombol ini digunakan untuk menyimpan citra hasil thresholding

13. Bagian ini digunakan untuk mengatur nilai dari threshold

14. Bagian ini untuk menampilkan waktu yang digunakan ketika proses preproccessing berlangsung

15. Bagian ini menampilkan citra hasil dari proses post preproccessing 16. Bagian ini untuk menampilkan waktu yang digunakan ketika proses post

preproccessing berlangsung

17. Bagian ini menampilkan citra hasil dari proses post preproccessing

18. Bagian ini menampilkan hasil uji dari proses identification pada citra yang telah di pilih untuk di uji

19. Bagian ini untuk menampilkan waktu yang digunakan ketika proses identification berlangsung

20. Tombol ini digunakan untuk menghapus data uji yang telah di input 21. Tombol ini digunakan untuk kembali ke halaman training

22. Tombol ini digunakan untuk kembali ke halaman Home

(50)

BAB IV

IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

Bab ini akan membahas tentang hasil implementasi dari metode convolutional neural network dalam identifikasi penyakit anemia sel sabit dan pengujian sistem sesuai dengan analisis dan perancangan yang telah dibahas pada Bab 3.

4.1. Implementasi Sistem

Pada tahap implementasi sistem, identifikasi citra sel darah merah sabit dan normal menggunakan metode convolutional neural network memerlukan perangkat keras dan perankat lunak pendukung antara lain:

4.1.1. Perangkat keras dan perangat lunak

Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam membangun sistem ini adalah :

1. Processor Intel(R) Core(TM) i5-6200U CPU @ 2.300GHz 2.40 GHz 2. Kapasitas hard disk 1 TB

3. Memory (RAM) 4.00 GB

4. Sistem operasi Windows 10 Pro 64-bit 5. SharpDevelop

4.1.2. Implementasi Perancangan Antarmuka

Implementasi perancangan antarmuka berdasarkan rancangan sistem yang telah dibahas pada Bab 3 adalah sebagai berikut:

1. Tampilan Halaman Awal Aplikasi

Tampilan halaman awal merupakan tampilan yang terbuka pertama kali saat aplikasi di jalankan. Gambar tampilan halaman awal dapat dilihat pada gambar 4.1.

Universitas Sumatera Utara

(51)

Gambar 4.1 Tampilan Halaman Awal Aplikasi 2. Tampilan Halaman Training

Tampilan halaman training merupakan halaman yang digunakan untuk melakukan pelatihan data. Tampilan halaman training dapat dilihat pada gambar 4.2.

(52)

39

3. Tampilan Halaman Testing

Tampilan halaman testing merupakan halaman yang digunakan untuk melakukan pengujian data dan identifikasi sel darah merah normal atau sabit dengan menggunakan metode convolutional neural network. Terdapat empat bagian pada halaman ini yaitu untuk membuka dan memilih citra sel darah merah, preprocessing, post preprocessing dan identifikasi. Tampilan halaman testing dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Tampilan Halaman Testing 4.1.3. Implementasi Data

Data yang digunakan merupakan citra sel darah merah yang terdiri dari citra sel darah merah normal dan citra sel darah merah sabit. Data citra diperoleh dari Keagle.

Citra yang diperoleh kemudian dibagi menjadi dua yaitu untuk data training dan untuk data testing. Data yang digunakan untuk pelatihan sebanyak 100 citra yang terdiri dari 40 citra sel darah merah normal dan 60 citra sel darah merah sabit sedangkan data yang digunakan untuk pengujian sebanyak 25 citra yang terdiri dari 11 citra sel darah merah normal dan 14 citra sel darah merah sabit.

4.2. Prosedur Operasional

Tampilan utama dari sistem yaitu training dan testing. Pada halaman training digunakan untuk pelatihan data sedangkan pada halaman testing digunakan untuk pengujian data. Pada halaman training terdapat beberapa tombol yang terdiri dari Data

Universitas Sumatera Utara

(53)

Normal, Data Anemia Sel Sabit, Train dan Reset.Tombol Data Normal dan Data Anemia Sel Sabit digunakan untuk memilih data yang akan digunakan sebagai data latih. Tampilan halaman training dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Tampilan untuk input data latih citra darah normal

Kemudian akan keluar kotak dialog yang berisi data latih yang akan dipilih ketika tombol “Data Normal” dipilih. Data latih yang dipilih dapat lebih dari satu.

Tampilan saat pilih data latih dapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Tampilan input data latih citra darah normal

(54)

41

Selanjutnya data yang telah dipilih akan ditampilkan jumlahnya pada sistem sesuai dengan jumlah data yang telah di pilih.

Gambar 4.6 Tampilan Total data latih normal yang di input

Untuk data latih anemia sel sabit yang akan di input dapat dipilih pada tombol

”Data anemia Sel Sabit” dan kemudian akan muncul kotak dialog untuk memilih data latih anemia sel sabit yang akan di input dan juga total dari data yang dipilih akan ditampilkan pada sistem.

Gambar 4.7 Tampilan untuk input data latih citra darah anemia sel sabit

Universitas Sumatera Utara

(55)

Setelah data latih telah dipilih maka total dari keseluruhan data latih sel darah merah dan sel darah merah sabit yang telah dipilih akan di tampilkan pada sistem.

Selanjutnya pilih tombol “Train” agar proses training dapat dimulai.

Gambar 4.8 Tampilan proses training

Setelah proses training selesai sistem akan memberitahukan bahwa proses training telah selesai.

Gambar 4.9 Tampilan proses training telah selesai

(56)

43

Setelah proses training selesai dilakukan, maka selanjutnya proses pengujian atau testing data. Pilih tombol testing untuk beralih ke halaman testing, kemudian pilih tombol “Open Image” untuk membuka dan memilih citra yang akan di uji.

Gambar 4.10 Tampilan halaman testing

Selanjutnya akan muncul kotak dialog untuk memilih citra yang akan di uji.

Gambar 4.11 Tampilan untuk memilih data yang akan diuji Citra yang telah dipilih akan di tampilkan pada sistem.

Universitas Sumatera Utara

(57)

Gambar 4.12 Tampilan citra yang telah di pilih

Setelah citra yang telah dipilih ditampilkan pada sistem, selanjutnya yaitu proses preprocessing. Pilih tombol “PreProcessing” untuk memulai. Setelah tombol Preprocessing dipilih, hasil dari proses PreProcessing akan ditampilkan yaitu berupa citra hasil grayscale, contrast scretching dan juga thresholding. Untuk menyimpan citra hasil dari proses PreProcessing dapat memilih tombol “Save Image” yang terdapat di bawah tiap image box.

Gambar 4.13 Tampilan hasil proses PreProcessing

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan pemaparan dari penelitian terdahulu, pada kesempatan ini peneliti mengajukan penelitian menggunakan metode Convolutional Neural Network karena

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kesimpulan dari Identifikasi Penyakit Efusi pleura berdasarkan Citra Chest X - Ray dengan Menggunakan Metode

Kemudian, inputan pertama menggunakan citra tersebut dalam tahapan Convolutional Neural Network (CNN). Input data yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah – buahan

Penelitian ini melakukan segmentasi citra sel darah merah untuk membantu proses diagnosa anemia defisiensi besi berdasarkan ciri morfologi bentuk dan ukuran untuk

Dengan ini saya menyatakan bahwa isi keseluruhan Tesis saya dengan judul “KLASIFIKASI TINGKAT KEBUSUKAN DAGING MENGGUNAKAN SENSOR GAS SEMIKONDUKTOR, PENGOLAHAN CITRA GLCM DAN

Penelitian ini menggunakan metode Convolutional Neural Network (CNN) untuk mendeteksi citra x-ray penyakit Covid-19 dengan dataset yang digunakan sejumlah 450

Riyadi et al., 2021 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada proses penelitian deteksi jenis tanaman hias dilakukan menggunakan ketepatan pada sistem yang mana proses klasifikasi dilakukan

Pada penelitian ini, akan dilakukan penelitian menggunakan peningkatan kualitas citra dari segi warna dengan metode Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization CLAHE dengan CNN