• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI DI DESA NATAMBANG RONCITAN KECAMATAN ARSE KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI DI DESA NATAMBANG RONCITAN KECAMATAN ARSE KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI DI DESA NATAMBANG RONCITAN KECAMATAN ARSE

KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

Oleh

LENA SARI DALIMUNTHE 177024021/SP

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

(2)

DI DESA NATAMBANG RONCITAN KECAMATAN ARSE KABUPATEN TAPANULI SELATAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan dalam Program Studi – Studi Pembangunan pada

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

LENA SARI DALIMUNTHE 177024021/SP

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

(3)
(4)

Tanggal : 25 Juni 2021

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Humaizi, M.Si Anggota : 1. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si

2. Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si 3. Indra Fauzan, SHI., M.Soc, Sc. Ph.D

(5)

“IMPLEMENTASI DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI DI DESA NATAMBANG RONCITAN KECAMATAN ARSE

KABUPATEN TAPANULI SELATAN”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan pada Program Studi – Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang yang berlaku.

Medan, Juni 2021 Penulis,

Lena Sari Dalimunthe

(6)

i

IMPLEMENTASI DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI DI DESA NATAMBANG RONCITAN KECAMATAN ARSE

KABUPATEN TAPANULI SELATAN

ABSTRAK

Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara dimana sektor pertanian merupakan aspek penting dalam mendukung keberlangsungan hidup daerahnya. Struktur PDRB Tapanuli Selatan berdasarkan Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) menurut lapangan usaha, menunjukkan sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 40,01 persen pada tahun 2018 sehingga pembangunan bidang ekonomi dititik beratkan pada sektor pertanian guna mendorong dan menopang sektor industri dan sektor perdagangan.

Pupuk bersubsidi merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas di sektor pertanian. Pendistribusian pupuk bersubsidi dari produsen hingga konsumen/petani harus sesuai dengan enam prinsip tepat yaitu tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, tepat mutu. Panjangnya alur distribusi pupuk bersubsidi menyebabkan rentan terjadinya penyimpangan seperti yang terjadi di Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse antara lain harga pupuk bersubsidi yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) dan tidak sesuainya jumlah pupuk permintaan kelompok tani dengan alokasi dari pemerintah. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Informan penelitian antara lain Sekretaris, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana pada Dinas Pertanian, Distributor, Pengecer, BPP, PPL dan kelompok tani/petani. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara, studi dokumentasi serta teknik penelusuran data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi distribusi pupuk bersubsidi di Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse masih belum optimal karena kurangnya pengawasan. Selanjutnya ditinjau dari enam indikator prinsip tepat termasuk dalam kategori kurang efektif dengan rata-rata persentase pencapaian sebesar 67,22%.Beberapa masalah yang masih dapat ditingkatkan penanganannya oleh Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan antara lain harga ditingkat kelompok tani/petani tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET), kios yang menjual kepada petani diluar cakupan wilayahnya, dan birokrasi yang terlalu panjang dalam pendistribusian pupuk bersubsidi.

Kata Kunci : Implementasi, distribusi, pupuk bersubsidi

(7)

ii

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Hendra Harahap, M.Si, Ph. D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Ketua Program Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si selaku Sekretaris Program Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara sekaligus Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.

5. Bapak Prof. Dr. Humaizi, MA selaku Sekretaris Program Doktor Studi Pembangunan sekaligus Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak Indra Fauzan, SHI, M.Soc, Sc. Ph.D selaku Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.

7. Bapak Alm. Dr. Abdul Kadir, M.Si, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini sebelumnya.

8. Bapak/Ibu Dosen Pengajar dan staf pada Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

9. Ayahanda penulis Ahmad Dalimunthe dan Ibunda Latifah Hanum Lubis serta keluarga yang senantiasa memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

10. Bapak Kepala Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan beserta seluruh jajarannya yang telah memberikan informasi dan bantuan data.

11. Rekan-rekan angkatan 35 Magister Studi Pembangunan yang telah memberikan dukungan dan motivasi atas penyelesaian tesis ini.

12. Semua pihak terkait dalam penulisan tesis ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua.

Medan, Juni 2021 Penulis

Lena Sari Dalimunthe

(9)

iv DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah... 7

1.3.Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1.Distribusi ... 9

2.2.Pupuk Bersubsidi ... 9

2.3.Distribusi Pupuk Bersubsidi ... 11

2.4.Implementasi Kebijakan Publik... 13

2.5.Penelitian Terdahulu ... 17

2.6.Kerangka Berpikir ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

3.1.Tipe Penelitian ... 26

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.3.Unit Analisis ... 27

3.4.Informan Penelitian ... 28

3.5.Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.6.Sumber Data ... 32

3.7.Analisis Data... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 36

4.1.Hasil Penelitian ... 36

4.1.1.Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Selatan ... 36

4.1.1.1.Kabupaten Tapanuli Selatan Secara Geografis .... 37

4.1.1.2.Kabupaten Tapanuli Selatan Secara Demografis . 40 4.1.1.3.Kabupaten Tapanuli Selatan Secara Administratif 41 4.1.2.Gambaran Umum Kecamatan Arse ... 43

4.1.2.1.Kecamatan Arse Secara Geografis ... 43

4.1.2.2.Kecamatan Arse Secara Demografis ... 44

4.1.3.Gambaran Umum Desa Natambang Roncitan ... 46

4.1.4.Profil Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan ... 47

4.2.Pembahasan ... 54

(10)

v

4.2.1.Implementasi Kebijakan Distribusi Pupuk Bersubsidi di

Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse ... 54

4.2.2.Kendala-Kendala yang dihadapi ... 81

4.2.3.Solusi ... 82

BAB V PENUTUP ... 85

5.1. Kesimpulan ... 85

5.2. Saran ... 87

Daftar Pustaka ... 89

Lampiran ... 92

(11)

vi

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 1.1. Alokasi Pupuk Bersubsidi Tahun Anggaran 2019 Menurut Jenis Pupuk 5

1.2. Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Tahun 2019 ... 5

2.1. Aplikasi Koseptual Model Edward III Perspektif Implementasi Kebijakan ... 16

3.1. Sumber dan Jumlah Informan ... 29

4.1. Luas wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 39

4.2. Jarak Ibukota Kabupaten ke Ibukota Kecamatan (Km) ... 40

4.3. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2018 ... 41

4.4. Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2018 ... 42

4.5. Jumlah Kampung dan Lingkungan Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Arse ... 44

4.6. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Desa/Kelurahan di Kecamatan Arse Tahun 2018 ... 45

4.7. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Rata-rata Anggota Rumah Tangga Kecamatan Arse Tahun 2017 ... 45

4.8. Sarana dan Prasarana di Desa Natambang Roncitan... 46

4.9. Persentase Tingkat Ketepatan Jenis Pupuk Bersubsidi ... 62

4.10. Persentase Tingkat Ketepatan Jumlah Pupuk Bersubsidi ... 62

4.11. Perbandingan Harga Pupuk Bersubsidi ... 63

4.12. Persentase Tingkat Ketepatan Harga Pupuk Bersubsidi ... 64

4.13. Persentase Tingkat Ketepatan Tempat Penyaluran Pupuk Bersubsidi . 66 4.14. Persentase Tingkat Ketepatan Waktu Penyaluran Pupuk Bersubsidi .. 67

4.15. Persentase Tingkat Ketepatan Mutu Pupuk Bersubsidi ... 68

4.16. Sumber Daya Manusia Dinas Pertanian Daerah Tahun 2019 ... 69

(12)

vii

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 2.1. Kerangka Berpikir ... 25 4.1. Peta Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan ... 38 4.2. Peta Kecamatan Arse ... 43 4.3. Bagan Organisasi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Tapanuli

Selatan ... 52 4.4. Pedoman Teknis Pelaksanaan Penyediaan dan Penyaluran Pupuk

Bersubsidi Tahun Anggaran 2019 ... 79 4.5. Pengorganisasian Penyaluran Pupuk Bersubsidi TA 2019 ... 80

(13)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman 1. Dokumentasi ... 92 2. Karakteristik Responden ... 96

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi suatu negara dalam jangka panjang akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi negara tersebut, yaitu dari ekonomi tradisional yang dititikberatkan pada sektor pertanian ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor industri. Pada saat perekonomian nasional dilanda krisis, ternyata sektor pertanian terbukti mampu menjadi penyangga ekonomi nasional.

Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak azazi yang layak dipenuhi. Berdasar kenyataan tersebut, masalah pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk setiap saat di suatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan pangan bagi pemerintahan suatu negara.

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, sehingga masalah ketahanan pangan menjadi isu sentral dalam pembangunan dan menjadi fokus dalam pembangunan pertanian (Ditjen. PSP Kemeterian Pertanian, 2017:1).

Sektor pertanian juga memegang peranan sangat penting dalam upaya pengurangan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Di sektor pertanian, agenda pembangunan nasional selain difokuskan pada penanggulangan kemiskinan, pengurangan kesenjangan dan peningkatan kesempatan kerja, inventarisasi dan ekspor, perhatian juga difokuskan pada agenda revitalisasi

(15)

pertanian dan perdesaan. Selain itu, hingga saat ini sektor pertanian selain memberikan lapangan pekerjaan yang cukup besar juga memberikan kontribusi pada laju pertumbuhan perekonomian nasional.

Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara dimana sektor pertanian merupakan aspek penting dalam mendukung keberlangsungan hidup daerahnya. Struktur PDRB Tapanuli Selatan berdasarkan atas dasar harga berlaku (ADHB) menurut lapangan usaha, menunjukkan sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 40,01 persen pada tahun 2018 sehingga pembangunan bidang ekonomi dititik beratkan pada sektor pertanian guna mendorong dan menopang sektor industri dan sektor perdagangan.

Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional pupuk merupakan salah satu sarana produksi yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Oleh karena itu pada tahun 2003 mulai diberlakukan fasilitas dari pemerintah berupa penyediaan pupuk bersubsidi dalam sektor pertanian.

Pemberlakuan fasilitas penyediaan pupuk bersubsidi ini diharapkan hasil produktivitas tani dapat meningkat yang kemudian diikuti dengan meningkatnya pendapatan petani.

Pupuk bersubsidi merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas di sektor pertanian yang terdiri dari jenis Pupuk UREA, SP-36, ZA, NPK dan Organik. Produsen yang memproduksi pupuk organik dan anorganik bersubsidi untuk kebutuhan nasional, yaitu: PT. Pupuk Sriwijaya (Pusri), PT.

Pupuk Kaltim (PKT), PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM), PT. Pupuk Petro Kimia Gresik (PKG), dan PT. Pupuk Kujang (PK).

(16)

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2018 tentang Alokasi Dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2019, yang dimaksud dengan pupuk bersubsidi adalah barang yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuan Kelompok Tani dan/atau Petani di sektor pertanian.

Sebagai barang dalam pengawasan, pupuk bersubsidi diatur oleh beberapa peraturan baik melalui peraturan presiden maupun melalui peraturan menteri.

Diantaranya melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 15/M- DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian. Serta diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2011 tentang perubahan atas peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai Barang Dalam Pengawasan.

PT Pupuk Indonesia adalah pelaksana Subsidi Pupuk yang memiliki tugas dan wewenang untuk melaksanakan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi melalui produsen, ditributor dan pengecer sesuai pembagian wilayah tanggung jawab masing-masing agar penyaluran pupuk bersubsidi dapat berjalan fleksibel, efektif dan efisien. Pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dilaksanakan oleh produsen kepada distributor resmi yang telah ditunjuk sesuai wilayah kerjanya.

Selanjutnya distributor menyalurkan kepada pengecer resmi, yang kemudian akan disalurkan oleh pengecer resmi kepada petani/kelompok tani yang berada di wilayah kerjanya. Produsen, distributor dan pengecer wajib menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi di wilayah kerja tanggung jawabnya sesuai alokasi yang telah ditetapkan.

(17)

Penyaluran distribusi pupuk pada tahun 2014 mulai diberlakukan mekanisme baru yaitu dengan dibentuknya tim verifikasi dan validasi berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Nomor: 18.1/Kpts/SR.130/B/KPA/01/2014, tentang Petunjuk Pelaksanaan Verifikasi dan Validasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi Tahun 2014. Demi terjaminnya penyaluran pupuk bersubsidi yang optimal dan tepat sasaran maka pada tahun 2017 berdasarkan rekomendasi dari Litbang Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dilakukan uji coba penebusan pupuk bersubsidi oleh petani ke pengecer resmi melalui Kartu Tani. Kartu Tani adalah kartu yang dikeluarkan oleh Perbankan kepada petani untuk digunakan dalam transaksi penebusan pupuk bersubsidi melalui mesin Electronic Data Capture di pengecer resmi.

Namun perlu diketahui bahwa jumlah kebutuhan pupuk yang tertera di RDKK berbeda dengan alokasi pupuk yang disediakan oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan terbatasnya kemampuan pemerintah dalam melakukan pembayaran kepada produsen. Oleh karena itu untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pupuk bersubsidi maka penyaluran pupuk harus dilakukan secara proporsional sesuai RDKK yang telah disusun oleh kelompok tani didampingi penyuluh pendamping dan alokasi yang telah disediakan. Selain itu penggunaan pupuk bersubsidi juga harus didampingi dengan penerapan pupuk berimbang (organik dan anorganik) sehingga pengalokasian pupuk bersubsidi dapat dilakukan secara optimal. Alokasi pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian pada Tahun Anggaran 2019, adalah dalam Tabel 1.1 sebagai berikut:

(18)

Tabel 1.1 Alokasi Pupuk Bersubsidi Tahun Anggaran 2019 Menurut Jenis Pupuk

No. Jenis Pupuk Alokasi (Ton)

1 Urea 3.825.000

2 SP-36 779.000

3 ZA 996.000

4 NPK 2.326.000

5 ORGANIK 948.000

Sumber : Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47 Tahun 2018

Pengalokasian pupuk bersubsidi diatas dapat berubah sesuai peraturan perundang-undangan. Selain pengalokasian yang harus sesuai antara RDKK dan alokasi yang disediakan, penjualan pupuk bersubsidi dari pengecer resmi (Lini IV) ke petani/kelompok tani harus sesuai dengan HET yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian tentang Kebutuhan dan HET Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian yang berlaku berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Penyediaan Dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Tahun 2019.

Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun 2019 telah ditetapkan pemerintah dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47 Tahun 2018 yaitu dalam Tabel 1.2 berikut :

Tabel 1.2. Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Tahun 2019 No. Jenis Pupuk Harga Eceran Tertinggi (HET)

Rp/Kg Rp/Zak

1 Urea 1.800 90.000 (@50kg)

2 SP-36 2.000 100.000 (@50kg)

3 ZA 1.400 70.000 (@50kg)

4 NPK 2.300 115.000 (@50kg)

5 ORGANIK 500 20.000 (@40kg)

Sumber : Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47 Tahun 2018

(19)

Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi diatas berlaku untuk pembelian pupuk tiap kemasan secara tunai di kios pengecer resmi di lini IV, dimana kemasan pupuk bersubsidi sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 69/M-IND/PER/8/2015.

Pendistribusian pupuk bersubsidi dari produsen hingga konsumen/petani harus sesuai dengan enam prinsip tepat yaitu tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, tepat mutu. Panjangnya alur distribusi pupuk bersubsidi menyebabkan rentan terjadinya penyimpangan seperti yang terjadi di Kabupaten Tapanuli Selatan, khususnya di Kecamatan Arse. Salah satu tindakan penyimpangan yang terjadi yaitu harga pupuk yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET), contohnya Pemerintah telah menetapkan satu harga dari produsen hingga konsumen untuk harga pupuk Urea per karung ukuran 50 kg yaitu Rp 90.000,- namun oleh pihak pengecer/kios menjual dengan harga Rp 110.000,- dengan selisih harga untuk biaya transportasi. Hal tersebut disampaikan oleh Ibu Rosmiah Hasibuan selaku anggota kelompok tani Marsada yang merupakan salah satu kelompok penerima pupuk bersubsidi di Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse.

Selain penyimpangan harga pupuk bersubsidi, tidak sesuainya jumlah pupuk permintaan kelompok tani dengan alokasi dari pemerintah juga menyebabkan petani kesulitan mencari pupuk tambahan yang memberikan celah pada pelaku- pelaku distribusi pupuk untuk melakukan penyimpangan seperti menjual pupuk diluar rayon mereka. Permasalahan yang menghambat pendistribusian kebutuhan pupuk bersubsidi ini akan berdampak pada tidak terpenuhinya kebutuhan pupuk bersubsidi petani/kelompok tani sehingga berimbas pada menurunnya

(20)

produktivitas hasil tani atau bahkan terjadi gagal panen. Sejalan dengan hal tersebut menurut Sukana dan Tejoyuwono (Sudjono, 2011:314), bahwa distribusi pupuk merupakan salah satu indikator yang vital dalam menjamin ketahanan pangan nasional dan produktivitas pertanian nasional, maka dari itu distribusi pupuk merupakan permasalahan yang tidak boleh dianggap remeh dalam upaya pencapaian produktivitas pertanian dan ketahanan pangan.

Selain berdampak bagi kehidupan para petani, pendistribusian pupuk bersubsidi yang belum optimal akan berdampak pada tidak tercapainya ketersediaan enam prinsip tepat yaitu tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, tepat mutu. Berbagai permasalahan dan dampak yang diakibatkan dari pendistribusian pupuk bersubsidi di Kabupaten Tapanuli Selatan, maka dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“Implementasi Distribusi Pupuk Bersubsidi di Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse Kabupaten Tapanuli Selatan”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka yang akan menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana implementasi distribusi pupuk bersubsidi di Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse Kabupaten Tapanuli Selatan?

2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan distribusi pupuk bersubsidi di Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse Kabupaten Tapanuli Selatan?

(21)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat diketahui tujuan penulisan penelitian ini adalah :

1. Mendiskripsikan implementasi distribusi pupuk bersubsidi di Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. Menganalisis kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan distribusi pupuk bersubsidi di Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse Kabupaten Tapanuli Selatan

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat diketahui tujuan penulisan penelitian ini adalah :

1. Mendiskripsikan implementasi distribusi pupuk bersubsidi di Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. Menganalisis kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan distribusi pupuk bersubsidi di Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse Kabupaten Tapanuli Selatan.

(22)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Distribusi

Distribusi merupakan aspek yang sangat penting untuk melancarkan kegiatan penyaluran barang dari produsen kepada konsumen. Menurut Kotler (2007: 120), distribusi merupakan sekumpulan organisasi yang membuat sebuah proses kegiatan penyaluran barang atau jasa siap untuk dipakai atau dikonsumsi oleh konsumen (pembeli). Menurut Winardi (2005:296), distribusi merupakan sekumpulan perantara yang terhubung erat antara satu dengan yang lainnya dalam kegiatan penyaluran produk-produk kepada konsumen (pembeli). Jadi distribusi merupakan suatu kegiatan penyaluran barang atau jasa dari produsen kepada konsumen agar diperoleh barang yang sesuai keinginan dapat tersedia tepat pada waktunya.

Menurut Kotler (2007:122), saluran distribusi adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Menurut Winardi (2005:299), yang dimaksud dengan saluran distribusi adalah suatu kelompok perantara yang berhubungan erat satu sama lain dan yang menyalurkan produk-produk kepada pembeli.

2.2. Pupuk Bersubsidi

Dalam arti luas yang dimaksud dengan pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Untuk saat ini ada jenis pupuk yang beredar

(23)

dimasyarakat yaitu pupuk bersubsidi dan non subsidi. Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47/Permentan/SR.310/11/2018 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2019 yang dimaksud pupuk bersubsidi adalah barang dalam pengawasan yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan Kelompok Tani dan / atau petani di sektor pertanian.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian, yang dimaksud dengan pupuk bersubsidi adalah barang dalam pengawasan yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan Kelompok Tani dan / atau petani di sektor pertanian meliputi Pupuk Urea, Pupuk SP 36, Pupuk ZA, Pupuk NPK dan Jenis Pupuk Bersubsidi lainnya yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian.

Jadi Pupuk Bersubsidi merupakan pupuk yang pengadaannya mendapatkan potongan biaya dari pemerintah dengan mekanisme pengawasan tertentu yang ditujukan bagi petani di sektor pertanian terdiri atas jenis Pupuk Urea, SP-36, ZA, NPK dan Pupuk Organik. Pupuk non subsidi merupakan pupuk yang pengadaan dan penyalurannya tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah. Pupuk non subsidi digunakan pada perkebunan non pangan seperti perkebunan kopi, perkebunan kelapa sawit.

Pupuk bersubsidi ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan sebagai mana dimaksud dalam Peraturan Presiden republik Indonesia No.77 Tahun 2005.

Ruang lingkup dalam pengawasan pupuk adalah mencakup pengadaan,

(24)

penyaluran, termasuk jenis, jumlah, mutu, wilayah tanggung jawab, harga eceran tertinggi dan waktu pengadaan dan penyaluran. Tujuan pemberian pupuk bersubsidi adalah untuk meringankan beban petani dalam penyediaan dan penggunaan pupuk untuk kegiatan usaha taninya sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan produksi komoditas pertanian guna mendukung ketahanan pangan nasional.

2.3. Distribusi Pupuk Bersubsidi

Menurut Sudjono (2011), sistem distribusi dapat diartikan sebagai rangkaian mata rantai penghubung antara produsen dengan konsumen dalam rangka menyalurkan produk atau jasa agar sampai ke tangan konsumen secara efisien dan mudah dijangkau. Menurut Sudjono (2011), distribusi pupuk bersubsidi pada awalnya menggunakan suatu sistem yang dikendalikan melalui campur tangan pemerintah secara langsung (fully regulated) terutama pada periode (1979- 1998) untuk menunjang program swasembada pangan. Memasuki era reformasi 1998, mekanisme penyaluran pupuk diserahkan kepada pasar bebas dimana pemerintah sempat mencabut program subsidi pupuk pada periode 1998-2002.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/Per/2013 tentang Pengadaan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian, pupuk disalurkan berjenjang dari beberapa lini, yaitu penyaluran pupuk bersubsidi dari pabrik produsen (Lini I). Pabrik sebagai produsen melaksanakan penyalurkan pupuk bersubsidi ke gudang produsen di wilayah ibukota Provinsi dan unit pengantongan pupuk (Lini II), produsen menyalurkan pupuk bersubsidi untuk gudang produsen dan / atau distributor di wilayah Kabupaten/Kota yang ditunjuk

(25)

atau ditetapkan oleh produsen (Lini III), dan melaksanakan penganggkutan sampai di lokasi gudang atau kios pengecer di wilyah kecamatan dan / atau/desa yang ditunjuk atau ditetapkan oleh distributor (Lini IV).

Pelaksana Subsidi Pupuk ditugaskan pada PT Pupuk Indonesia (Persero) yang bertugas untuk melaksanakan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi di wilayah kerja tanggung jawab masing-masing. Pengaturan pembagian wilayah pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi antar produsen dilakukan oleh PT.

Pupuk Indonesia (Persero) sesuai dengan kemampuan produksi, dengan tujuan agar dapat lebih efisien, efektif dan fleksibel.

Pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi pada lini III dilakukan melalui produsen kepada distributor resmi yang telah ditunjuk di wilayah kerjanya.

Selanjutnya pada penyalur lini IV dilakukan oleh distributor kemudian menyalurkan kepada Pengecer resmi yang ditunjuk di wilayah kerjanya. Untuk petani/kelompok tani, penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan oleh pengecer resmi yang telah ditunjuk di wilayah kerjanya. Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian tentang Alokasi dan HET Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian, penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan dengan sistem tertutup melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).

RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) yang disusun oleh masing- masing Kelompok Tani bertujuan untuk menjamin pupuk bersubsidi dengan jenis, jumlah, dan waktu sesuai kebutuhan petani atau kelompok tani dan alokasi yang ditetapkan dalam permentan serta disalurkan oleh distributor resmi.

(26)

Fokus dalam penelitian ini adalah penyaluran pupuk bersubsidi di Lini IV.

Penyalur pupuk bersubsidi dari penegecer (Lini IV) kepada petani dan atau kelompok tani dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peratutan Menteri Pertanian Nomor 122/Permentan/SR.130/11/2013 yang mana penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani atau kelompok tani berdasarkan RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) Kepala Dinas Provinsi dan Kabupaten/kota dengan mempertimbangkan alokasi pupuk bersubsidi yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian yang dijabarkan dalam peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati, lalu kemudian disalurkan pada Lini IV, pada Lini IV inilah pengecer resmi wajib menjamin ketersediaan pupuk dan resmi mendistribusikan pupuk bersubsidi yang terdaftar dalam RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok).

2.4. Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi adalah sebagai suatu bentuk proses pemikiran dan tindakan manusia yang direncanakan secara baik, rasional, efesien dan efektif sebagai upaya mewujudkan keteraturan dan ketertiban dalam berbagai tugas negara atau pemerintahan guna menciptakan kesejahteraan bersama berdasarkan pada keadilan dan pemerataan. Implementasi kebijakan menurut Wahab (Tahir, 2015:55) adalah pelaksaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-Undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan- keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang diatasi, menyebutkan

(27)

secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstruktur/mengatur proses implementasinya.

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas maka implementasi kebijakan merupakan suatu proses mewujudkan tujuan-tujuan yang telah dipilih dan ditetapkan untuk menjadi kenyataan. Pengimplementasian suatu kebijakan dipengaruhi oleh beberapa aspek, Anderson (Tahir, 2015:56) mengatakan aspek yang harus diperhatikan tersebut (1) Siapa yang dilibatkan dalam implentasi, (2) Hakikat proses administrasi, (3) Kepatuhan atas suatu kebijakan, dan (4) Efek atau dampak dari implemtasi.

Pandangan ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencapai apa yang mengarah pada penempatan suatu program kedalam tujuan keputusan yang diinginkan. Keberhasilan implementasi ditentukan oleh banyak faktor yang saling berhubungan satu sama lainnya sama seperti yang disebutkan oleh Anderson dan para ahli lainnya.

Model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh George C. Edward III dalam Mulyadi (2015:68) menunjukkan empat variabel yang akan memberikan pengaruh dalam pencapaian keberhasilan implementasi kebijakan yaitu :

1. Komunikasi

Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditrasmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distrosi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu

(28)

kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

2. Sumberdaya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya finansial.

Sumber daya adalah faktor yang sangat penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas dokumen saja.

3. Disposisi

Disposisi adalah watak dan kharakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif

4. Struktur Organisasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yamg penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating prosedurs atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, hal ini akan menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

(29)

Model implementasi dari Edward ini dapat digunakan sebagai alat untuk mencitrakan implementasi program diberbagai tempat dan waktu. Artinya, empat variabel yang tersedia dalam model dapat digunakan untuk fenomena implementasi kebijakan publik (Indiahono, 2009:34). Aplikasi model ini dalam kajian implementasi kebijakan publik dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel. 2.1 Aplikasi Koseptual Model Edward III Perspektif Implementasi Kebijakan

Aspek Ruang Lingkup

Komunikasi a. Siapakah implementor dan kelompok sasaran dari program/kebijakan?

b. Bagaimana sosialisasi program/ kebijakan efektif dijalankan?

- Metode yang digunakan - Intensitas komunikasi Sumber daya a. Kemampuan implementor

- Tingkat pendidikan

- Tingkat pemahaman terhadap tujuan dan sasaran serta aplikasi detail program

- Kemampuan menyampaikan program dan mengarahkan b. Ketersediaan dana

- Berapa dana yang dialokasikan

- Prediksi kekuatan dana dan besaran biaya untuk implementasi program/kebijakan

Disposisi Karakter Pelaksana

- Tingkat komitmen dan kejujuran, dapat diukur dengan tingkat konsistensi antara pelaksanaan kegiatan dengan guideline yang telah ditetapkan. Semakin sesuai dengan guideline semakin tinggi komitmennya.

- Tingkat demokratis dapat diukur dengan intensitas pelaksanaan melakukan proses sharing dengan kelompok sasaran, mencari solusi dari masalah yang dihadapi dan melakukan diskresi yangberbeda dengan guideline guna mencapai tujuan dan sasaran program.

Struktur Birokrasi

a. Ketersediaan SOP yang mudah dipahami b. Struktur organisasi

- Seberapa jauh rentang kendali antara pucuk pimpinan dan bawahan dalam struktur organisasi pelaksana. Semakin jauh berarti semakin rumit, birokratis dan lambat untuk merespon perkembangan program.

Sumber : Indiahono (2009:34)

(30)

Model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Gerge C. Edward III tersebut akan dipergunakan oleh peneliti dalam penelitian ini karena variabel- variabel dalam model tersebut lebih sesuai dengan keadaan yang akan diteliti mengenai Implementasi Distribusi Pupuk Bersubsidi di Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse Kabupaten Tapanuli Selatan.

2.5. Penelitian Terdahulu

Berikut ini peneliti memaparkan beberapa penelitian yang dianggap relevan dengan objek yang akan diteliti, yaitu :

Penelitian dilakukan oleh Kaharudin Syah, Inti Wasiati dan M. Hadi Makmur (2015) tentang Pelaksanaan Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Desa Ajung Kecamatan Ajung yang bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Di Desa Ajung Kecamatan Ajung Kabupaten Jember, mengetahui apa saja yang menjadi faktor penghambat proses penyaluran pupuk bersubsidi di Desa Ajung Kecamatan Ajung Kabupaten Jember. Fokus dalam penelitian ini adalah penyaluran pupuk bersubsidi di Lini IV. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis interaktif. Analisis interaktif merupakan suatu model analisis data kualitatif yang dibuat oleh Miles dan Huberman. Selanjutnya dalam model tersebut Miles dan Huberman yang dikutip oleh Achmadi (2014:231) mengemukakan bahwa “bersifat interkatif dimana antara satu tahapan dengan tahapan lain saling terkait”. Hasil yang

(31)

diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi di Desa Ajung Kecamatan Ajung belum berjalan dengan baik hal ini dikarenakan : (a) Kepentingan aktor yang terlibat, dimana terdapat masih adanya individu penyewa lahan yang dapat membeli pupuk bersubsidi di Desa Ajung Kecamatan Ajung dengan memiliki koneksi dalam kelompok tani, kedua masih adanya kepentingan pribadi untuk mencari keuntungan dalam menjual pupuk bersubsidi dan ketiga adanya pembeli dari kelompok lain yang dapat membeli di kios yang bukan menjadi tanggung jawabnya, (b) Karakteristik pelaksana, dimana terlihat kurang terciptanya kepercayaan dari petani terhadap kelompok tani hal ini disebabkan bahwa adanya otoritasisasi dalam pengambilan kebijakan dan tidak melibatkan anggota dalam pengambilan kebijakan, dan (c) Kepatuhan dan daya tanggap, dimana masih adanya petani dalam pemberian pupuk bersubsidi pada saat musim tanam tidak sesuai dengan anjuran pupuk berimbang yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sehingga data RDKK yang diberikan masih berdasarkan hitung-hitungan dari budaya cara tanam keluarga.

Penelitian lain dilakukan oleh Sularno dkk (2016) tentang Analisis Pelaksanaan Kebijakan Dan Distribusi Pupuk Bersubsidi Di Kabupaten Karawang Jawa Barat yang bertujuan untuk mengetahui model pengadaan dan pendistribusian pupuk subsidi yang efektif dan efisien. Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif, sedangkan teknik penentuan informan ditentukan secara Purposif dan Snow Ball. Hasil yang diperoleh yaitu masih banyak terdapat penyimpangan dalam pelaksanaan program pupuk bersubsidi di tingkat pengecer, distributor dan lemahnya mekanisme pengawasan pelaksanaan pupuk bersubsidi .

(32)

Tiananda Rusydiana dan Dwi Retnoningsih (2016) juga melakukan penelitian tentang Efektivitas Distribusi Pupuk Bersubsidi (Studi Kasus di Desa Ampeldento, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang). Data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder, data primer dalam Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ampeldento Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dengan cara mengambil salah satu sampel lokasi promosi pupuk bersubsidi PT. Petrokimia Gresik di Kabupaten Malang. Metode Penentuan Sampel Teknik pengambilan sampel petani pada penelitian ini menggunakan probability sampling dengan teknik simple random sampling. Yang kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif untuk membandingkan pelaksanaan distribusi pupuk bersubsidi di Desa Ampeldento dengan penelitian terdahulu dan aturan distribusi yang ditetapkan dalam Permendag RI No. 15/M- DAG/PER/4/2013 dan penghitungan melalui analisis efektivitas. Hasil yang didapatkan yaitu pelaksanaan distribusi pupuk bersubsidi Desa Ampeldento belum sesuai dengan peraturan yang ditetapkan dalam Permendag Republik Indonesia No.15/M-DAG/PER/4/2013, dikarenakan harga pupuk yang dibeli petani lebih besar dari Harga Eceran Tertinggi (HET) selain itu berdasarkan survey lapangan total petani yang mengatakan bahwa pendistribusian pupuk bersubsidi telah sesuai prinsip 6 tepat sebesar 251,40% yang berarti efektivitas pendistribusian pupuk bersubsidi Desa Ampeldento belum efektif.

Kemudian dalam Jurnal Administrasi Publik, penelitian juga dilakukan oleh Sahnan Rangkuti (2012) tentang Efetifitas Pendistribusian Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Deli Serdang Studi Kasus di Kecamatan Hamparan Perak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif guna memperoleh gambaran yang jelas

(33)

dan menyeluruh berkaitan dengan pendistribusian pupuk bersubsidi di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Alat analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitan tersebut menyatakan bahwa penyaluran pupuk bersubsidi di Kecamatan Hamparan Perak belum terlaksana secara efektif berdasarkan 6 (enam) tepat, yaitu tepat jumlah, waktu, harga, tempat, mutu dan jenis. Ketidak efektifan utamanya terkait dengan harga yang diatas HET (Harga Eceran Tertinggi) dan waktu penyaluran sering terlambat. Alasan penetapan harga diatas HET adalah untuk menurupi biaya bongkar muat. Kemudian juga ditemukan bahwa penggunaan pupuk bersubsidi oleh petani tidak sama dengan jumlah dosis yang dianjurkan Pemerintah sehingga jumlah pupuk bersubsdi yang sebelumnya kuantitasnya sangat terbatas menjadi sangat kurang. Selanjutnya disimpulkan bahwa pengawasan pupuk bersubsidi di Kecamatan Hamparan Perak belum berjalan optimal karena kurangnya dukungan dana operasional.

Muhammad dkk (2015) dalam Jurnal Agribisnis Sumatera Utara, juga melakukan penelitian tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelancaran Distribusi Pupuk Bersubsidi pada Petani Padi Sawah (Studi Kasus: Desa Purbaganda Kecamatan Pematang Bandar Kabupaten Simalungun) memiliki tujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kelancaran distribusi pupuk bersubsidi dan kendala petani dalam memperoleh subsidi pupuk. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer yang diperoleh dari pengambilan sampel secara acak dengan pertimbangan daerah pengguna pupuk terbesar di Sumatera Utara dan data sekunder yang diperoleh dari dinas seperti Kantor

(34)

Kepala Desa Purbaganda dan Desa Wonorejo, Kelompok Tani, dan PPL. Data tersebut dianalisis dengan analisis X² (Chi Kuadrat). Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa faktor yang mempengaruhi kelancaran distribusi pupuk bersubsidi yaitu harga dan kebijakan waktu penyaluran pupuk. Sedangkan faktor yang jadi kendala dalam kelancaran distribusi pupuk yaitu harga, kebijakan waktu penyaluran pupuk, modal petani, dan kurang optimalnya penyusunan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) oleh petani.

Ranto Waludin (2018) dalam Jurnal Ilmu Administrasi Negara juga melakukan penelitian tentang Implementasi Kebijakan Pupuk Bersubsidi di Kecamatan Rasau Kabupaten Kubu Raya. Penelitian tersebut bertujuan menganalisis dan mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan implementasi kebijakan pupuk bersubsidi di Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya belum berjalan sesuai dengan harapan. Dalam penelitian ini menggunakan teori Edward III terdapat 4 faktor yang mempengaruhi yaitu faktor komunikasi, faktor sumberdaya, faktor disposisi, dan faktor struktur birokrasi. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dilihat dari faktor komunikasi yaitu penyampaian informasi yang masih kurang optimal dikarenakan masih terdapat petani yang tidak mengerti akan maksud dan tujuan dari kebijakan pupuk bersubsidi. Dilihat dari faktor sumberdaya yaitu sumberdaya manusia (staff)/pegawai dalam melaksanakan penyuluhan belum memadai. Untuk sumberdaya fasilitas masih kurang memadai. Dilihat dari faktor disposisi/sikap agen pelaksana yaitu untuk (Dinas Pertanian Kabupaten Kubu Raya) sudah cukup baik dan juga tidak ada pemberian insentif tambahan kepada pegawai. Sedangkan

(35)

dilihat dari faktor struktur birokrasi yaitu Dinas Pertanian Kabupaten Kubu Raya bekerja sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.

Selanjutnya Ramlayana dkk (2020) juga melakukan penelitian tentang Efektivitas Penyaluran Pupuk Bersubsidi Bagi Petani Padi di Desa Langi Kecamatan Bontocani Kabupaten Bone. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penyaluran pupuk bersubsidi bagi petani padi di Desa Langi Kecamatan Bontocani Kabupaten Bone. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Teknik Observasi, wawancara dan dokumentasi, teknik analisis data dengan menggunakan langkah reduksi data, penyajian data, verifikasi data yang bersifat kualitatif. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa efektivitas penyaluran pupuk bersubsidi bagi petani padi di Desa Langi Kecamatan Bontocani Kabupaten Bone cukup baik tapi ada yang efektif dan ada yang tidak efektif. Hal ini dilihat dari indikator (1) Tepat jenis sudah efektif karena di dalam konsep RDKK petanilah yang mengajukan atau memesan berbagai jenis pupuk dalam mengembangkan usaha taninya. (2) Tepat Jumlah sudah efektif karena berdasarkan kepada luas lahan petani yang mengusahakan usaha tani pada sawah.

(3) Tepat Harga belum efektif karena adanya biaya tambahan untuk petani sehingga mengalami kenaikan harga yang tidak sesuai HET. (4) Tepat Waktu termasuk juga belum efektif karena penyaluran pedistribusian sering mengalami keterlambatan.

Hal yang membedakan penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah berdasarkan lokasi dan alat analisis yang digunakan yaitu berdasarkan teori

(36)

Edward III serta indikator evaluasi 6 tepat (tepat jenis, tepat jumlah, tepat tempat, tepat waktu, tepat mutu, dan tepat harga).

2.6. Kerangka Berpikir

Ketahanan pangan dipandang sebagai hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia berkualitas, mandiri, dan sejahtera. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan produktivitas yang tinggi, namun itu bukan hal mudah, dibutuhkan berbagai faktor pendukung agar dapat berhasil. Hal ini terkait dengan tingginya biaya faktor – faktor produksi baik biaya pembelian maupun biaya sewa. Biaya pembelian meliputi antara lain penyediaan benih unggul bermutu, pupuk, obat hama dan penyakit, sementara biaya sewa meliputi antara lain biaya sewa tenaga kerja, sewa mesin produksi dan lain – lain. Hal tersebut lebih lanjut dapat menghambat pencapaian ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani karena petani kecil akan semakin sulit memenuhi tingginya biaya faktor – faktor produksi.

Salah satu kebijakan Pemerintah dalam mendukung ketahanan pangan adalah dengan memberikan subsidi pupuk untuk sektor pertanian. Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan di penyalur resmi di lini IV.

Tujuan kebijakan pemberian subsidi pupuk ini adalah untuk meringankan beban petani dalam penyediaan dan penggunaan pupuk untuk kegiatan usahataninya sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan produksi komoditas pertanian guna mendukung ketahanan pangan nasional. Adapun sasaran penerima pupuk bersubsidi adalah petani tanaman pangan, hortikultura, pekebun, peternak

(37)

yang mengusahakan lahan seluas-luasnya 2 ( dua ) hektar setiap musim tanam per keluarga petani kecuali pembudidaya ikan dan atau udang seluas-luasnya 1 ( satu ) hektar.

Dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan prinsip kerja. Dalam efektivitas pelaksanaan distribusi pupuk bersubsidi ini harus sesuai dengan azas enam tepat, yaitu tepat jenis, jumlah, tempat, waktu, mutu, dan harga, bila metode pelaksanaan kebijakan dilakukan secara sistematis dalam artian sesuai dengan kebijakan subsidi pupuk, sebaliknya bila pelayanan dan partisipasi masyarakat terhadap kebijakan subsidi pupuk statis , maka perlu adanya perbaikan metode yang lebih baik lagi.

Pupuk diproduksi oleh perusahaan di Lini-I. Dari Lini-I, pupuk dikirim ke lokasi gudang produsen atau Unit Pengantongan Pupuk (UPP) di luar pelabuhan (Lini-II). Setelah pupuk dikemas di dalam kantong, kemudian dikirim ke distributor yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Produsen (Lini-III). Dari distributor, pupuk kemudian dikirim melalui pengecer resmi yang ditunjuk (Lini-IV) untuk dijual kepada petani atau kelompok tani selaku konsumen. Penjualan pupuk dari Lini-IV ke konsumen harus sesuai dengan HET (Harga Eceran Tertinggi) yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. Namun, pada kenyataannya distribusi pupuk subsidi yang telah diwarnai belum sesuai dengan jalur yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan kajian mengenai efektivitas distribusi pupuk bersubsidi ditingkat petani. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam skema pemikiran berikut ini yang terdapat pada Gambar 2.1.

(38)

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

Keputusan Kepala Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan nomor 521/099/KPTS/2019

tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Kabupaten Tapanuli SelatanTahun Anggaran 2019

Aplikasi Konseptual Model Edward III :

1. Komunikasi 2. Sumber Daya 3. Disposisi

4. Struktur Birokrasi

Penerapan Prinsip 6 Tepat Distribusi Pupuk Bersubsidi :

1. Tepat Jenis 2. Tepat Jumlah 3. Tepat Harga 4. Tepat Tempat 5. Tepat Waktu 6. Tepat Mutu

Kendala : 1. Eksternal 2. Internal Implementasi

Distribusi Pupuk Bersubsidi

Permentan No. 47 Tahun 2018 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor

Pertanian Tahun Anggaran 2019

(39)

26 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Seperti Penelitian sosial merupakan sebuah upaya menelaah dan memecahkan permasalahan sosial yang ada melalui sebuah pemikiran yang mendalam terhadap suatu variabel-variabel yang dikaji. Untuk memecahkan permasalahan tersebut, maka harus menggunakan metode tertentu yang tepat. Metode merupakan prosedur atau cara dalam mengetahui obyek yang diteliti serta mempunyai langkah-langkah yang sistematis.

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh berkaitan dengan pendistribusian pupuk bersubsidi di Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse Kabupaten Tapanuli Selatan. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan, wawancara (Petani dari Kelompok Tani, Distributor, Kios Pengecer, Balai Penyuluh Pertanian dan Petugas Penyuluh Lapangan), observasi dan dokumentasi.

Menurut Usman dan Akbar (2004:4), penelitian deskriptif bermaksud membuat penggambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta- fakta dan sifat-sifat populasi tertentu. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi.

Menurut Usman dan Akbar (2004:4), metode kualitatif ini lebih mendasarkan pada filsafat fenomenologis yang mengutamakan penghayatan dengan berusaha menghayati dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku

(40)

manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri. Dengan digunakannya tipe deskriptif sehingga pendekatan penelitian kualitatif dapat digunakan sebagai alat analisis dalam upaya mencari solusi dalam permasalahan implementasi distribusi pupuk bersubsidi.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse Kabupaten Tapanuli Selatan. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive sampling yaitu ditetapkan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa daerah penelitian merupakan salah satu daerah dengan alokasi pupuk bersubsidi terbesar dan luas lahan padi sawah terbesar di Kecamatan Arse. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dalam buku Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka Tahun 2018, disebutkan bahwa jumlah luas panen padi sawah dan padi ladang di Kecamatan Arse tahun 2017 adalah sebesar 3.225,40 Ha dengan jumlah produksi sebesar 16.301,17 Ton.

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan September tahun 2019 bertempat di Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse Kabupaten Tapanuli Selatan.

3.3. Unit Analisis

Dalam penelitian diperlukan pembatasan terhadap suatu masalah yang diangkat. Pembatasan tersebut dimaksudkan untuk mengarahkan penelitian agar dapat memperoleh gambaran yang jelas kapan penelitian tersebut dianggap selesai. Menurut Moleong (2007: 97), fokus penelitian dimaksudkan

(41)

untuk membatasi studi kualitatif sekaligus membatasi penelitian guna untuk memilih data yang relevan dan data yang tidak relevan. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat dilihat bahwa fokus penelitian sangatlah penting, sehingga dalam penelitian ini fokus penelitiannya adalah analisis implementasi distribusi pupuk bersubsidi di Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse Kabupaten Tapanuli Selatan, dengan berupaya menganalisis sistem distribusi pupuk bersubsidi melalui :

1. Proses pendistribusian pupuk bersubsidi.

2. Pelaksanaan prinsip 6 Tepat distribusi pupuk bersubsidi.

3. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan distribusi pupuk bersubsidi

3.4. Informan Penelitian

Informan adalah mereka yang memiliki informasi yang mendalam baik itu dalam kondisi maupun situasi dan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian yang diteliti. Dengan adanya informan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data-data yang berhubungan dengan penelitian sehingga dapat memudahkan dalam melaksanakan analisis yang akan berguna dalam pembentukan konsep.

Langkah yang dilakukan dalam menentukan mengenai objek penelitian yang diteliti oleh peneliti adalah dengan menemukan orang yang memiliki pengetahuan mengenai objek penelitian yang diteliti Penentuan informan menurut Suyanto (2006:72) dalam penelitian ini yaitu:

1. Informan Kunci, yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan kunci dalam

(42)

penelitian ini adalah Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, dimana merupakan Dinas yang mempunyai tugas dan pokok dalam penyelenggaraan penyaluran pupuk bersubsidi di Kabupaten Tapanuli Selatan, terdiri dari Sekretaris, Kepala Bidang Prasarana dan Sarana, Kepala Seksi Pupuk, Pestisida, Alat dan Mesin Pertanian, Kasubbag Umum dan Kepegawaian pada Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. Informan Utama, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah petani pada kelompok tani yang terdapat di Desa Natambang Roncitan yaitu Kelompok Tani Marsada, KWT Satahi, KWT Sejati, Sepakat dan Maju Bersama, Petugas Penyuluh Lapangan di Desa Natambang Roncitan dan UD. Naufal selaku kios pengecer pupuk bersubsidi di wilayah Desa Natambang Roncitan.

3. Informan Tambahan, mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan tambahan dalam penelitian ini adalah distributor pupuk bersubsidi di wilayah Kecamatan Arse.

Tabel. 3.1. Sumber dan Jumlah Informan No Sumber Informan Jumlah Informan

(orang)

Keterangan 1 Lembaga Terkait 6 - Dinas Pertanian Daerah

Kabupaten Tapanuli Selatan - BPP Kecamatan Arse

2 Kios Pengecer dan Distributor Pupuk Bersubsidi

2 - Kios Pengecer (UD. Naufal) - Distributor (PT. Pertani)

3 Petani 30 Masing-masing diwakili 6

orang Petani dari 5 Kelompok Tani

(43)

3.5.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian. Pada penelitian ini Peneliti memilih jenis penelitian kualitatif maka data yang diperoleh haruslah mendalam, jelas dan spesifik. Selanjutnya dijelaskan oleh Sugiyono (2009:225), bahwa pengumpulan data dapat diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan gabungan/triangulasi. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara observasi, dokumentasi, dan wawancara.

1. Observasi

Menurut Arikunto (2013:199), orang sering mengartikan observasi sebagai suatu aktiva yang sempit, yakni memperhatikan sesuatu dengan menggunakan mata. Di dalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap. Apa yang dikatakan ini sebenarnya adalah pengamatan langsung, yang berarti penelitian observasi dapat dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, rekaman suara.

Observasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yang kemudian digunakan untuk menyebut jenis-jenis observasi. Jenis-jenis observasi diantaranya yaitu observasi terstruktur, observasi tak terstruktur, observasi partisipan, dan observasi nonpartisipan. Dalam penelitian ini, sesuai dengan objek penelitian maka, peneliti memilih observasi partisipan. Observasi partisipan yaitu suatu teknik pengamatan

(44)

dimana peneliti turut ambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek yang diselidiki. Observasi ini dilakukan dengan mengamati dan mencatat langsung terhadap objek penelitian.

2. Wawancara

Menurut Arikunto (2013: 198) interview yang sering disebut wawancara atau kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer).

Secara fisik wawancara dapat dibedakan atas wawancara struktur dan wawancara tidak terstruktur. Ditinjau dari pelaksanaannya wawancara dapat dibagi menjadi wawncara bebas, wawancara terpimpin (guided interview), dan wawancara bebas terpimpin. Dalam penelitian ini, peneliti memilih melakukan wawancara terpimpin (guided interview), hal tersebut dilakukan dengan membawa sederet pertanyaan lengkap dan terperinci (panduan wawancara) seperti yang dimaksud dalam wawancara terstruktur.

Untuk menghindari kehilangan informasi, maka peneliti meminta ijin kepada informan untuk menggunakan alat perekam. Sebelum dilangsungkan wawancara mendalam, peneliti menjelaskan atau memberikan sekilas gambaran dan latar belakang secara ringkas dan jelas mengenai topik penelitian. Peneliti harus memperhatikan cara-cara yang benar dalam melakukan wawancara, di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Pewawancara hendaknya menghindari kata yang memiliki arti ganda, taksa, atau pun yang bersifat ambiguitas.

(45)

b. Pewawancara menghindari pertanyaan panjang yang mengandung banyak pertanyaan khusus. Pertanyaan yang panjang hendaknya dipecah menjadi beberapa pertanyaan baru

c. Pewawancara hendaknya mengajukan pertanyaan yang konkrit dengan acuan waktu dan tempat yang jelas.

d. Pewawancara seyogyanya mengajukan pertanyaan dalam rangka pengalaman konkrit si responden.

e. Pewawancara sebaiknya menyebutkan semua alternatif yang ada atau sama sekali tidak menyebutkan alternatif.

f. Dalam wawancara mengenai hal yang dapat membuat responden marah, malu atau canggung, gunakan kata atau kalimat yang dapat memperhalus.

3. Dokumentasi

Dokumen menurut Sugiyono (2009:240), merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen yang digunakan peneliti berupa foto, gambar, serta data- data mengenai kegiatan distribusi Pupuk Bersubsidi yang dilakukan stake holder terkait. Hasil penelitian dari observasi dan wawancara akan semakin sah dan dapat dipercaya apabila didukung oleh foto-foto.

3.6. Sumber Data

Dalam penelitian ini sumber data berasal dari data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Menurut Arikunto (2013:22), data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya, yakni subjek penelitan atau

(46)

informan yang berkenaan dengan variabel yang diteliti. Data Primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari para informan yang terdapat di Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, distributor pupuk bersubsidi, pengecer, serta kelompok tani/petani.

b. Data Sekunder

Menurut Arikunto (2013:22), data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis (tabel, catatatan notulen rapat, sms, foto foto,serta benda-benda lain yang dapat memperkaya data primer. Dalam penelitian ini data skunder data diperoleh melalui media cetak, media elektronik laporan- laporan atau buku-buku serta catatan-catatan yang berkaitan erat dengan permasalahan yang diteliti, diantaranya data dari segala kegiatan yang berkaitan dengan penyaluran distribusi pupuk bersubsidi di Desa Natambang Roncitan Kecamatan Arse Kabupaten Tapanuli Selatan.

3.7. Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2007:248) analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, menyimpulkannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Dalam penelitian kualitatif menurut Miles dan Huberman (Sugiono, 2009:246-252) proses analisis data secara interaktif dilakukan secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh, berikut tahapan analisis data, yaitu :

(47)

1. Reduksi Data (reduction data)

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemisahan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Data yang diperoleh di lokasi penelitian kemudian dituangkan dalam uraian atau laporan yang lengkap dan terinci.

Laporan lapangan akan direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting kemudian dicari tema atau polanya.

Reduksi data berlangsung secara terus menerus selama proses penelitian berlangsung. Laporan atau data dilapangan dituangkan dalam uraian lengkap dan terperinci. Dalam reduksi data peneliti dapat menyederhanakan data dalam bentuk ringkasan.

2. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian dilakukan untuk memudahkan bagi peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian tertentu dari penelitian.Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Dalam penelitian ini, penyajian data diwujudkan dalam bentuk uraian, dan foto atau gambar sejenisnya. Akan tetapi, paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian ini adalah dengan teks naratif.

3. Penarikan Kesimpulan (Concluting Drawing)

Penarikan kesimpulan dengan melakukan verifikasi secara terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung, yaitu sejak awal memasuki lokasi penelitian dan selama proses pengumpulan data. Peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang

(48)

sering timbul, hipotesis dan sebagainya yang dituangkan dalam kesimpulan yang tentatif. Akan tetapi dengan bertambahnya data melalui proses verifikasi secara terus menerus, maka akan diperoleh kesimpulan yang bersifat grounded”, dengan kata lain setiap kesimpulan senantiasa terus dilakukan verifikasi selama penelitian berlangsung.

Berikut ini adalah bagan analisis data model interaktif menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2009: 92). Bagan tersebut akan menjelaskan bahwa dalam melakukan analisis data kualitatif dapat dilakukan bersamaan dengan data, proses tersebut akan berlangsung secara terus menerus sampai data yang ditemukan jenuh.

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Selatan

Kabupaten Tapanuli Selatan adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dengan ibukotanya adalah Sipirok. Kabupaten ini awalnya meruapakan Kabupaten yang besar dan beribukota di Padang Sidempuan.

Kemudian Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi 5 Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Mandailing Natal, Kota Padangsidimpuan, Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Padang Lawas. Setelah pemekaran ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan pindah dari Padang Sidempuan ke Sipirok.

Sebelum pemekaran wilayah kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari 30 wilayah administrasi kecamatan, namun dengan keluarnya Undang-undang Republik Indonesia nomor 37 tahun 2007 tentang pembentukan kabupaten Padang Lawas Utara dan Undang-undang Republik Indonesia nomor 38 tahun 2007 tentang pembentukan kabupaten Padang Lawas yang disyahkan pada tanggal 10 Agustus 2007 maka kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi 3 Kabupaten yaitu kabupaten Tapanuli Selatan, kabupaten Padang Lawas Utara dan kabupaten Padang Lawas sehingga jumlah wilayah administrasi kecamatan di kabupaten Tapanuli Selatan menjadi 14 Kecamatan.

Bahasa yang digunakan masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan adalah bahasa Batak Angkola. Mayoritas penduduknya beragama Islam. Adapun slogan dari Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Sahata Saoloan (Bahasa Angkola) yang

Gambar

Gambar 2.1.  Kerangka Berpikir
Gambar 4.1  Peta Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan
Gambar 4.2. Peta Kecamatan Arse
Gambar 4.3. Bagan Struktur Organisasi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kajian teori dan didukung dengan analisis variansi serta mengacu pada rumusan masalah yang telah diuraikan di awal, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1)

Jika gunung saja yang dipandang sebagai benda yang tak bergerak ke mana-mana bisa tunduk dan takut akan keagungan Alquran apalagi hati dan badan manusia yang diciptakan

selaku Rektor BINUS University, Jakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini;.. selaku Dekan Fakultas Teknik BINUS University, yang

etimologis dan terminologis tersebut di atas dapat diambil satu pengertian bahwa yang dimaksud dengan hak waris di sini yaitu suatu ketentuan bagian waris yang

Pada jarak dan luasan plat yang sama menggunakan penambahan katalis NaOH sebesar 20 gram menghasilkan waktu tercepat sebesar 11 detik untuk menghasilkan hidrogen sebanyak 60

Dalam metode pembelajaran pun terdapat banyak macam-macamnya dimulai dari metode ceramah, demonstrasi, discovery, inquiry, deduktif, induktif dan lain-lain, serta dari berbagai

Hal ini dapat terjadi karena kurangnya kesesuaian sistem proteksi kebakaran di Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre antara lain sistem sprinkler yang hanya

a) Peringkat pertama dirangka dengan tujuan ingin mencapai objektif pertama iaitu mengenal pasti indikator penting pengukuran prestasi ruang. Peringkat ini terdiri daripada