ATP-EMTP
OLEH:
APRIMA ANUGERAH MATONDANG NIM: 177034005
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATER UTARA 2020
i
terdiri atas: pembangkit listrik, gardu induk, saluran transmisi dan saluran distribusi. Perlindungan terhadap petir didasarkan pada tingkatisolasisalurandanperalatan. Untukmencegahkerusakan peralatan akibat sambaran petir maka digunakanlah arrester dengan tipe metal oxide yang dipilih untuk dimodelkan menjadi pelindung sistem dari sembaran petir secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai perbandingan performa pemodelan arrester diambil 3 pemodelan yaitu: pemodelan arrester IEEE, Micaela dan Karbalaye yang selanjutnya dilakukan simulasi tegangan lebih akibat sambaran petir menggunakan software Alternative Transients Program (ATP). Dari hasil simulasi diperoleh bahwa lightning arrester dinyatakan berhasil melindungi sistem transmisi, dimana diperoleh ketiga lightning arrester memiliki faktor perlindungan (FP) arrester yang mencapai 28%. Pada simulasi diketahui bahwa arrester IEEE dan Karbalaye berhasil memutus arus surja yang masuk ke sistem transmisi sehingga tegangan transien yang tercatat pada transformator tidak melebihi nilai BIL transformator, sementara arrester Pincenti juga berhasil mengurangi tegangan lebih pada sistem, namun nilainya lebih besar dibandingkan nilai BIL transformator SUTT Teluk Dalam, Nias
Kata Kunci: Tegangan lebih transient, Gardu induk, Model transmisi, Arrester, ATP Draw
ii
Lightning has always been a dangerous threat to power system equipment consisting of: power plants, substations, transmission lines and distribution lines. Commonly, the overhead high voltage transmission line is subjected to lightning strikes. Therefore the protection level against lightning is determined based on the level of insulation of equipment. To prevent damage due the equipment due to a lightning strike, an arrester is used. In this study, three models of arrester are used as comparison viz. IEEE arrester model, Micaela arrester model and Karbalaye arrester model.The system were simulated by using the Alternative Transients Program (ATP) software. The results show that the lightning arrester is declared successful in protecting the transmission system, where the three lightning arresters have Margin Protection (MP) arrester which reaches 28%. In the simulation, it is known that the IEEE and Karbalaye arrester successfully breakdown the lightning current in transmission system so that the transient overvoltage recorded on the transformer does not exceed the Basic Insulation Level (BIL) value of the transformer. While the Pincenti arrester has also succeeded in reducing the voltage on the system but its value is greater than the transformer BIL of the substation, Teluk Dalam, Nias
Keywords: Transient overvoltage, Substation, Transmission model, Arrester, ATP Draw
iii
atas segala kemurahanNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan judul,
โPemodelan Tegangan Lebih Transien Disebabkan Oleh Sambaran Petir Pada Gardu Induk Tegangan Tinggi Menggunakan Software ATP- EMTPโ.
Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar master S2, Program Studi Magister Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian tesis ini tak lepas dari bimbingan, motivasi, saran, arahan dan fasilitas banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Ibu Ir. Seri Maulina, M.Si., Ph.D selaku Dekan Fakultas Teknik USU 3. Bapak Suherman, S.T., M. Comp., Ph.D. selaku Ketua Program Studi
Magister Teknik Elektro
4. Bapak Ir. Surya Hardi, M.S., Ph.D. dan Bapak Dr. Ali Hanafiah Rambe, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing
5. Bapak Ir. Syafruddin HS. M.Sc., Ph.D dan Bapak Dr. Maksum Pinem, S.T., M.T. selaku dosen penguji
6. Bapak dan mama tercinta yang selalu memberikan doa dan restu serta motivasi agar selalu ikhlas dan bersemangat
iv
8. Yang terkasih, Emma Sirait dan keluarga besar yang selalu mendoakan untuk kemudahan segala langkah dan urusan.
9. Ibu Astrid dan seluruh tim di PT. PLN (Persero) UIP3BS UPT Medan yang telah memberikan bantuan data pengujian untuk tesis ini.
10. Kak Nur yang telah mendukung dan mempermudah urusan administrasi, serta seluruh dosen, karyawan dan civitasakademika di Program Studi Magister Teknik Elektro.
Dalam penulisan tesis ini, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan berharap adanya kritik yang membangun sehingga tulisan ini dapat menjadi lebih berguna bagi pembaca dan dapat dilanjutkan oleh peneliti selanjutnya sehingga memperoleh hasil yang lebih bermanfaat.
Medan, 28 September 2020
Penulis
vi
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR TABEL ... viii
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Batasan Masalah ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fenomena Petir ... 5
2.2 Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir ... 7
2.3 Gelombang Berjalan ... 8
2.4 Komponen Utama Saluran Transmisi ... 9
2.4.1 Menara atau Tiang Transmisi ... 10
2.4.2 Isolator ... 10
2.4.3 Kawat Penghantar ... 11
2.4.4 Impedansi Surja Menara ... 11
2.4.5 Kawat Tanah ... 13
2.5 Lightning Arrester ... 13
2.5.1 Karakteristik Arrester ... 15
2.5.2 Pemodelan Arrester ... 17
2.5.3 Model IEEE ... 17
2.5.4 Model Micaela ... 18
2.5.5Model Karbalaye ... 20
2.6 Pentanahan Transformator Pada Gardu Induk ... 21
2.7 Isolasi Impuls Dasar (Basic Insulation Level) ... 22
2.8 Faktor Perlindungan (Margin Protection) ... 23
2.9 Software ATP Drawr ... 26
2.10 Saluran Udara Tegangan Tinggi Gn. Sitoli โ Teluk Dalam ... 27
vii
3.2 Data yang diperlukan ... 30
3.3 Prosedurpenelitian ... 33
3.4 Variabel yang diamati ... 37
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 39
4.1.1 Simulasi petir tidak langsung St. IEC dan CIGRE ... 39
4.1.2 Simulasi petir tidak langsung St. IEC dan CIGRE dengan arrester ... . 46
4.2 Simulasi sambaran petir tidak langsung St. IEC dan CIGRE menggunakan berbagai jenis arrester ... 50
4.3 Penentuan Faktor Perlindungan dan simulasi sambaran petir tidak langsung dengan pentanahan transformator ... 60
4.3.1 Pentanahan transformator dengan arrester IEEE ... 61
4.3.2 Pentanahan transformator dengan arrester Karbalaye... 65
4.3.3 Pentahanan transformator dengan arrester Micaela ... 68
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 75
5.2 Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA... ix
LAMPIRAN ... xi
viii
2.1 Muatan Petir ... 6
2.2 Tegangan Surja Akibat Sambaran Petir ... 8
2.3 Bentuk Menara dan Konfigurasi Penghantar ... 10
2.4 Sudut Kawat Tanah ... 13
2.5 Karakteristik Arus Tegangan ... 16
2.6 Rangkaian Ekivalen Model IEEE ... 17
2.7 Rangkaian Ekivalen Model Micaela ... 19
2.8 Rangkaian Ekivalen Model Karbalaye ... 20
2.9 Karakteristik Basic Insulation Level ... 23
2.10 Tampilan Awal Pembuatan Model ATP ... 27
2.11 Program ATP Draw dan Komponennya... 27
2.12 Peta Kelistrikan Sumut dan Kabupaten Nias ... 28
3.1 Spesifikasi Menara SUTT 70 kV Gunung Sitoli ... 30
3.2 Pemodelan Sumber Tiga Fasa ... 34
3.3 Pemodelan Saluran Transmisi ... 34
3.4 Pemodelan Menara dan Lengan Menara ... 35
3.5 Pemodelan Isolator ... 35
3.6 Pemodelan Sumber Petir ... 35
3.7 Pemodelan Transformator ... 36
3.8 Pemodelan Arrester (a) IEEE, (b) Micaela, dan (c) Karbalaye ... 36
3.9 Single Line Diagram SUTT Nias menggunakan arrester IEEE ... 37
ix
4.2 Simulasi Petir Menyambar Fasa R Tanpa Arrester ... 40 4.3 Tegangan sambaran petir dengan pada (a) fasa dan (b) terminal
transformator dengan sambaran 10 kA Standar IEC ... 41 4.4 Tegangan sambaran petir dengan pada (a) fasa dan (b) terminal
transformator dengan sambaran 10 kA Standar CIGRE ... 43 4.5 Perbandingan antara tegangan fasa pada terminal transformator dan
BIL dengan surja petir 10 โ 50 kA menggunakan
Standar IEC ... 44 4.6 Perbandingan antara tegangan fasa pada terminal transformator dan
BIL transformator dengan surja petir 10 โ 50 kA menggunakan
Standar CIGRE ... 46 4.7 Simulasi Sambaran Petir Tidak Langsung Sebelum Dipasang
Arrester ... 47 4.8 Tegangan pada terminal transformator tanpa arrestermenggunakan
Standar (a) IEC dan (b) IEC dan tegangan fasa pada terminal
transformator menggunakan Standar (c) IEC dan (d)CIGRE... 48 4.9 Simulasi Dengan Kondisi Sambaran ke Kawat Tanah dengan
ArresterModel (a) IEEE, (b) Karbalaye (c)Micaela ... 52 4.10 Nilai puncak tegangan fasa R pada transformator menggunakan
arrester IEEE, Micaela dan Karbalaye dengan sambaran 10 kA โ 50 kA saatsambaran tidak langsung ... 53 4.11 Perbandingan tegangan kawat tanah tanpa arrester danmenggunakan
arrester IEEE, Karbalaye dan Micaela serta nilai BILTransformator setelah diberi sambaran petir dengan Standar IEC danCIGRE ... 56 4.12 Tegangan pada terminal transformator dengan petir 10 kA
pentanahan 1 โฆ saat sambaran petir tidak langsung dengan standar (a) IEC dan (b) CIGRE menggunakan arrester IEEE ... 59 4.13 Tegangan pada terminal transformator dengan petir 20 kA
pentanahan 1 โฆ saat sambaran petir tidak langsung dengan standar (a) IEC dan (b) CIGRE menggunakan arrester IEEE ... 62
x
4.15 Tegangan pada terminal transformator dengan petir 10 kA
pentanahan 1 โฆ saat sambaran petir tidak langsung dengan standar (a) IEC dan (b) CIGRE menggunakan arrester Karbalaye ... 64 4.16 Tegangan pada terminal transformator dengan petir 20 kA
pentanahan 1 โฆ saat sambaran petir tidak langsung dengan standar (a) IEC dan (b) CIGRE menggunakan arrester Karbalaye ... 65 4.17 Tabel perbandingan tegangan terminal transformatormenggunakan
arrester Karbalaye pada arus 10 โ 50 kA dengan pentanahan trafo 1โฆ ... 66 4.18 Tegangan pada terminal transformator dengan petir 10 kA
pentanahan 1 โฆ saat sambaran petir tidak langsung dengan standar (a) IEC dan (b) CIGRE menggunakan arrester (b) Micaela ... 68 4.19 Tegangan terminal transformator dengan petir 20 kA, pentanahan
1 โฆ saat sambaran petir tidak langsung dengan standar (a) IEC dan (b) CIGRE menggunakan Arrester Micaela ... 69 4.20 Tabel perbandingan tegangan terminal transformator
menggunakan arrester Micaela pada arus 10 โ 50 kA dengan
pentanahan trafo 1 โฆ ... 69
xi
2.1 Standar Bentuk Tegangan Impuls Petir ... 9
2.2 Karakteristik Pada Arrester ... 24
2.3 Tegangan Kerja Arrester ... 25
3.1 Spesifikasi Kawat Fasa ... 31
3.2 Data Arrester ... 31
3.3 Karakteristik Arrester ... 32
3.4 Data Transformator... 32
3.5 Penyajian Data Simulasi ... 38
4.1 Hasil simulasi petir 10 kA โ 50 kA dengan standar IEC pada fasa R dan terminal transformator sebelum dipasang arrester ... 42
4.2 Hasil simulasi petir 10 kA โ 50 kA dengan interval 10 kA menggunakan standar CIGRE pada fasa R dan terminal transformator sebelum dipasang arrester ... 44
4.3 Hasil Simulasi Sambaran Petir 10 kA โ 50 kA Tidak Langsung dengan Interval 10 kA menggunakan Standar IEC dan CIGRE Tanpa Arrester 49 4.4 Hasil simulasi dengan kondisi sambaran petir ke kawat tanah dipasang Arrester dengan pemodelan IEEE, Micaela, dan Karbalaye ... 53
4.5 Perbandingan Nilai Sambaran Petir 10 โ 50 kA ke kawat tanah pada terminal transformator tanpa dan dengan menggunakan arrester IEEE, Karbalaye dan Micaela dengan tahanan 5 โฆ ... 57
4.6 Tegangan pada terminal transformator setelah pemasangan Arrester IEEE dengan pentanahan transformator 1 โ 5 โฆ ... 63
4.7 Tegangan pada terminal transformator setelah pemasangan Arrester Karbalaye dengan pentanahan transformator 1 โ 5 โฆ ... 68
4.8 Tegangan pada terminal transformator setelah pemasangan Arrester Miaela dengan pentanahan transformator 1 โ 5 โฆ ... 70
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Petir selalu menjadi ancaman berbahaya pada peralatan sistem tenaga yang terdiri atas: pembangkit listrik, gardu induk, saluran transmisi dan saluran distribusi.
Karena itu tingkat isolasi saluran dan peralatan ditentukan berdasarkan pada perlindungan terhadap petir. Untuk mencegah kerusakan peralatan akibat sambaran petirmaka digunakanlah arrester. Arrester adalah pelindung terhadap tegangan lebih, baik yang disebabkan oleh surja petir maupun surja hubung. Alat ini bersifat sebagai by pass disekitar isolasi yang membentuk jalan dan mudah dilalui oleh arus petir,
sehingga tidak terjadi arus lebih pada peralatan [1], [2].
Rumitnya uji coba secara langsung pada komponen listrik untuk menganalisa tegangan lebih transien pada gardu induk tegangan tinggi membuat peneliti menciptakan simulator berupa software untuk memudahkan analisa tegangan transien. Program ATP-EMTP (Alternative Transient Program of the Electro- Magnetic Transient Program) sangat tepat jika digunakan untuk menganalsis transien pada operasi surja hubung (switching surge) atau surja petir (lightning surge) dikarenakan software ATP-EMTP juga merupakan software komputer terintegrasi yang secara khusus didesain untuk menyelesaikan masalah transien pada sistem tenaga listrik, untuk rangkaian terkonsentrasi, rangkaian terdistribusi atau kombinasi kedua rangkainan tersebut karena program ini secara khusus menyediakan pemodelan untuk generator, circuit breaker, transformator, sumber surja petir dan pemodelan
berbagai jenis saluran transmisi [3]. Studi terdahulu menggunakan software ATP- EMTP ditunjukkan sebagai berikut:
Pemanfaatan software ATP-EMTP adalah dengan mensimulasikan tipe arrester MOV (Metal Oxide Varistor) dengan Pinceti Mode dan Fernandes Mode pada single line diagram 900 m dengan tegangan 132 kV pada tiga menara untuk dievaluasi
performa dari mode-mode arrester tersebut dalam memproteksi menara dan jaringan transmisi dari sambaran petir langsung maupun tidak langsung [4]. Penelitian lain menganalisa proteksi petir arrester pada kasus saluran tegangan tinggi sirkuit gandamenggunakan ATP-EMTP [5]. Kemudian, analisis efek petir pada 400 kV Air Insulated Station (AIS) atau gardu induk menggunakan isolasi udara yang
disimulasikan juga dengan software ATP-EMTP [6]. Di sisi lain, software ATP EMTP juga mampu menyajikan analisis tegangan pada arrester di gardu induk 220 kV dengan simulasi yang dilakukan pada sambaran petir langsung ke konduktor fasa pada menara di gardu induk. Analisa ini berfungsi sebagai pemilihan arrester surja yang paling menunjang optimasi sistem tenaga 220 kV [7].
Penelitian ini akan mensimulasikan tegangan lebih transien yang disebabkan oleh sambaran petir secara langsung dan tidak langsung pada gardu induk tegangan tinggi untuk melindungi transformator yang disimulasikan dengan menggunakan software ATP-EMTP dengan studi kasus pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kV Gunung Sitoli โ Teluk Dalam.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana memodelkan sistem saluran transmisi (menara, arrester, transformator) SUTT Gunung Sitoli - Teluk Dalam menggunakan software ATP Draw.
2. Mendapatkan nilai tegangan lebih transien sebelum dan sesudah dari berbagai jenis arrester.
3. Bagaimana mendapatkan konfigurasi model arrester yang paling sesuai untuk mengamankan transformator dari bahaya tegangan lebih akibat sambaran petir pada SUTT Gunung Sitoli-Teluk Dalam.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mensimulasikan menara transmisi SUTT Gunung Sitoli โ Teluk Dalam menggunakan software ATP Draw.
2. Membandingkan nilai tegangan lebih pada berbagai model arrester yang digunakan ketika diberikan gelombang petir dengan waktu muka yang berbeda sehingga dapat disimpulkan jenis arrester paling sesuai untuk SUTT Gunung Sitoli-Teluk Dalam.
3. Menjadi referensi bagi PT. PLN Sumatera Bagian Utara dalam upaya meningkatkan kinerja arrester untuk mengamankan transformator dari bahaya tegangan lebih yang ditimbulkan oleh sambaran petir pada SUTT Gunung Sitoli-Teluk Dalam.
1.4. Batasan Masalah
1. Sistem yang dimodelkan adalah Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) Gunung Sitoli-Teluk Dalam, Nias
2. Menara yang dimodelkan dalam simulasi adalah menara jenis Aa1.
3. Model gelombang petir yang disimulasikan adalah standar acuan berdasarkan standar IEC dan CIGRE.
4. Software simulasi yang digunakan adalah ATP EMTP Versi 5.6
5. Arrester yang digunakan dalam simulasi adalah jenis arrester katup metal oxide (Arrester IEEE, Karbalaye dan Micaela)
6. Parameter yang diamati adalah:
(a) Bentuk gelombang pada tiap fasa ketika diberikan arus surja pada setiap konfigurasi model arrester untuk sambaran petir langsung dan tidak langsung.
(b) Tegangan pada salah satu fasa sebelum dan sesudah dipasang arrester.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fenomena Petir
Proses awal terjadinya petir disebabkan karena adanya awan bermuatan di atas bumi. Pembentukan awan disebabkan karena adanya kelembaban udara.
Kelembaban udara yang timbul oleh pengaruh sinar matahari kemudian akan menyebabkan penguapan air dan uap air tersebut akan naik karena gerakan udara ke atas (up draft). Proses up draft yang terjadi terus menerus akan membentuk awan yang bermuatan [8].
Setelah timbul awan bermuatan, selanjutnya kristal-kristal es yang terdapat pada awan bermuatan saat terkena angin akan mengalami gesekan sehingga muatan pada kristal es tidak menjadi netral seperti sebelumnya, melainkan akan bermuatan positif (+) dan negatif (-). Muatan positif pada awan berkumpul dibagian atas awan, sedangkan muatan negatif berada dibagian bawah awan. Permukaan bumi dianggap memiliki muatan positif sehingga muatan-muatan negatif yang berada di awan akan tertarik menuju muatan positif yang berada di bumi. Saat terjadi proses pengaliran muatan dari awan ke bumi ini yang kemudian disebut sebagai petir.
Pelepasan muatan antara awan ketanah ini sudah cukup besar untuk dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada benda-benda di permukaan tanah. Proses muatan petir dapat dilihat melalui Gambar 2.1
Gambar 2.1 Muatan Petir
Pilot leader (sambaran pengemudi pada petir) yang membawa muatan akan
mengawali aliran ketanah sehingga saluran yang dibuat oleh sambaran ini menjadi bermuatan dan kuat medan (potential gradient) dari ujung leader ini menjadi sangat tinggi. Selama pusat muatan diawan mampu memberikan muatannya pada ujung leader melalui kanal yang telah dibuatnya untuk mempertahankan kuat medan pada
ujung leader lebih besar dari kuat medan udara, maka leader petir akan tetap mampu melanjutkan perjalanannya (Gambar 2.1). Jika kuat medan pada ujung leader lebih kecil dari kuat medan udara, maka leader petir akan berhenti dan muatan dilepaskan tanpa pelepasan. Saat terjadi proses pengaliran muatan dari awan ke bumi ini yang kemudian disebut sebagai petir. Sambaran petir terdiri dari beberapa macam jenis [9]:
1. Sambaran langsung terjadi saat petir menyambar secara langsung peralatan dalam gardu induk. Sambaran langsung menyebabkan tegangan lebih (overvoltage) yang sangat tinggi.
2. Sambaran induksi terjadi saat sambaran petir ke tanah yang dekat dengan peralatan sehingga timbul tegangan lebih dan gelombang berjalan di tempat terjadinya sambaran.
3. Sambaran dekat adalah gelombang berjalan yang datang menuju gardu induk dimana hanya berjarak beberapa kilometer dari titik sambaran ke gardu induk.
2.2. Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir
Tegangan lebih merupakan tegangan yang melewati batas rating dasar peralatan atau tingkat isolasi dasar peralatan atau yang biasa disebut basic insulation level (BIL) serta hanya dapat ditahan oleh sistem pada waktu yang terbatas. Tegangan
lebih akibat petir disebut tegangan lebih luar atau natural overvoltage karena petir merupakan peristiwa alami yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia [10].
Beberapa jenis bahaya sambaran petir pada sistem transmisi:
1. Tegangan lebih sambaran langsung pada penghantar dapat dilihat melalui Persamaan (2.1)
๐๐ฟ = ๐๐ฟ๐ผ๐
2 ...(2.1) Dimana:
VL: Tegangan pada penghantar (kV) ZL: Impedansi pada penghantar (โฆ) IS: Arus sambaran (kA)
Muatan yang dilepas oleh petir pada konduktor akan mengalir kedua arah dalam bentuk gelombang berjalan seperti yang ditunjukkan melalui Gambar 2.2
Gambar 2.2 Tegangan surja (lightning surge) akibat sambaran petir
2. Sambaran Tidak Langsung atau Sambaran Induksi Sambaran ini dapat terjadi dikarenakan:
a. Induksi elektromagnetik (arus) akibat terjadinya pelepasan muatan didekat sistem.
b. Induksi elektrostatis sebagai akibat adanya awan bermuatan diatas hantaran udara.
2.3 Gelombang Berjalan (Traveling Wave)
Jika suatu kawat transmisi yang digambarkan dengan dua kawat dihubungkan dengan sumber tegangan lebih transient yang disebabkan oleh sambaran petir (surja petir), maka seluruh hantaran tersebut tidak akan langsung bertegangan. Masih diperlukan beberapa saat untuk dapat merasakan tegangan ini pada suatu titik dalam sistem yang mempunyai jarak tertentu dari sumber tegangan tersebut. Hal ini disebabkan adanya induktansi dan kapasitansi pada sistem tanpa rugi-rugi.
Efek dari gelombang berjalan adalah:
a. Sambaran kilat secara langsung pada kawat
b. Sambaran kilat secara tidak langsung pada kawat (induksi) c. Operasi pemutusan (switching operation)
d. Busur tanah (arching grounds)
e. Gangguan pada sistem oleh berbagai kesalahan
Penelitian menunjukkan bahwa pada tegangan lebih (overvoltages) yang disebabkan oleh sambaran petir (surja petir) maupun oleh proses hubung buka (surja hubung), waktu untuk mencapai puncak gelombang dan waktu penurunan tegangan sangat bervariasi sehingga untuk pengujian perlu ditetapkan bentuk tegangan impuls [9]. Standar bentuk tegangan impuls petir ditunjukkan melalui Tabel 2.1
Tabel 2.1 Standar bentuk tegangan impuls petir [9]
Standar Tf x Tt
Jepang 1 x 40 ยตs
Jerman dan Inggris 1 x 50 ยตs
Amerika 1,5 x 40 ยตs
IEC 1,2 x 50 ยตs
CIGRE 3,3 x 77,5 ยตs
Keterangan:
Tf : waktu muka Tt: waktu ekor
2.4. Komponen Utama Pada Saluran Transmisi
Komponen-komponen utama pada saluran transmisi terdiri atas:
a. Menara transmisi b. Isolator
c. Kawat penghantar
d. Kawat Tanah (ground cable) 2.4.1. Menara atau Tiang Transmisi
Menara atau tiang transmisi adalah suatu bangunan penopang saluran transmisi, yang bisa berupa menara baja, menara beton bertulang dan menara kayu.
Tiang baja, beton maupun kayu umumnya digunakan pada saluran tegangan kerja relatif rendah (dibawah 70 kV), sedangkan untuk saluran tegangan tinggi atau ekstra tinggi menggunakan menara baja.
Pada Gambar 2.3 diperlihatkan bentuk menara dan konfigurasi penghantar saluran transmisi.
(a) Menara Jenis A (b) Menara Jenis B (c) Menara Jenis C saluran ganda konfigurasi delta konfigurasi horizontal Gambar 2.3 Bentuk Menara dan Konfigurasi Penghantar Saluran Transmisi 2.4.2. Isolator
Isolator berfungsi untuk menggantungkan kawat-kawat penghantar listrik dan sebagai media isolasi listrik yang baik antara kawat bertegangan tinggi dan menara penyangga. Jenis isolator yang digunakan dalam saluran transmisi adalah jenis
porselin atau gelas. Menurut penggunaan dan konstruksinya dikenal ada tiga jenis isolator yaitu: (1) jenis pasak, (2) isolator jenis pos saluran dan (3) isolator gantung.
Isolator jenis pasak dan isolator pas saluran digunakan pada saluran transmisi dengan tengan kerja relatif rendah (kurang dari 22-23 kV), sedangkan isolator gantung dapat digandeng menjadi rentang isolator yang jumlahnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
2.4.3. Kawat Penghantar
Kawat penghantar berfungsi untuk mengalirkan arus listrik dari suatu titik ke titik lainnya. Kawat penghantar tembaga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan kawat penghantar aluminium karena produktivitas dan kuat bahan yang tinggi. Kelemahannya adalah untuk besar tahanan yang sama, tembaga lebih berat daripada aluminium dan harganya juga lebih mahal. Karena itu kawat aluminium telah menggantikan kawat tenaga. Untuk memperbesar kuat tarik aluminium digunakanlah campuran aluminium (alluminium alloy). Untuk saluran transmisi, dimana jarak antara dua menara cukup jauh (ratusan meter) dibutuhkan kuat tarik yang lebih tinggi, maka digunakanlah kawat jenis ACSR (Alluminium Conductor Steel Reinforced) yaitu kawat penghantar aluminium berinti kawat baja.
Penghantar untuk saluran transmisi lewat udara adalah kawat-kawat isolasi (bare) yang solid, berlilit (stranded) atau berongga (hollow) dan terbuat dari logam biasa, logam campuran (alloy) atau logam paduan (composite).
2.4.4. Impedansi Surja Menara a. Perhitungan Impedansi Surja
Impedansi surja menara dihitung berdasarkan penampang menara transmisi dapat dilihat melalui Persamaan (2.2)
๐ = 30 ๐๐ (2(โ2+๐2)
๐2 ) ...(2.2) Dimana:
Z: impedansi hantaran udara (โฆ) h: tinggi menara transmisi (m) r: lebar jari โ jari menara (m) b. Perhitungan impedansi surja lengan menara
Menghitung impedansi surja lengan menara dapat melalui Persamaan (2.3)
๐ = 60 ln2โ
๐๐ ...(2.3) Dimana:
h : tinggi menara transmisi (m) ra: jari โ jari lengan menara (m) c. Menghitung tahanan pentanahan menara
Menghitung tahanan pentanahan pada menara dapat melalui Persamaan (2.4)
๐ = ๐
2๐๐(๐๐ 2๐
โ212.๐3.๐๐
4 ) ...(2.4) Dimana :
๐: resistivitas tanah (โฆ-m)
l: jarak antara dua buah konduktor (m)
a: kedalaman elektroda (m) rb: jari โ jari konduktor 2.4.5. Kawat Tanah
Ketika sambaran petir mengenai kawat fasa, maka hal tersebut akan mempengaruhi kelistrikan yang bersifat mengganggu bahkan bisa memutuskan pasokan energi listrik. Maka dari itu dipasanglah kawat tanah di atas kawat fasa yang mana kawat tanah berfungsi melindungi kawat fasa dari sambaran petir, kawat tanah dipasang dengan jarak antara kawat fasa dan kawat tanah diatur sebesar 45O yang pada praktiknya dibuat sebesar 30O yang bertujuan agar perlindungan yang lebih maksimal [10].Semakin kecil sudut kawat tanah, maka semakin baik perlindungan kawat tanah. Sudut kawat tanah dapat diihat melalui Gambar 2.4
Gambar 2.4 Sudut Kawat Tanah 2.5. Lightning Arrester
Arrester adalah alat proteksi bagi peralatan listrik terhadap tegangan lebih yang disebabkan oleh petir atau surja hubung (switching surge). Alat ini bersifat sebagai bypass disekitar isolasi yang membentuk jalan dan mudah dilalui oleh arus kilat ke system pentanahan sehingga tidak menimbulkan tegangan lebih yang tinggi dan tidak merusak isolasi peralatan listrik. By pass ini harus sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu aliran daya sistem frekuensi 50 Hz.
Jadi pada keadaan normal arrester berlaku sebagai isolator, bila timbul tegangan surja alat ini bersifat sebagai konduktor yang tahanannya relatif rendah, sehingga dapat melakukan arus yang tinggi ke tanah. Setelah arus surja hilang, arrester harus dengan cepat kembali menjadiisolasi.Sesuai dengan fungsinya, yaitu arrester melindungi peralatan listrik pada sistem jaringan terhadap tegangan lebih yang disebabkan surja petir atau surja hubung, maka pada umumnya arrester dipasang pada setiap ujung saluran udara tegangan tinggi yang memasuki gardu induk [11].
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh arrester adalah sebagai berikut:
1. Tegangan percikan (sparkover voltage) dan tegangan pelepasannya (discharge voltage) yaitu tegangan pada terminalnya pada waktu pelepasan harus cukup rendah sehingga dapat mengamankan isolasi.
Tegangan percikan tersebut juga tegangan gagal sela (gap breakdown voltage) atau jatuh tegangan (voltagedrop).
2. Arrester harus mampu memutuskan arus dinamik dan dapat bekerja terus seperti semula. Batas dari tegangan sistem dimana pemutusan arus susulan ini masih mungkin di sebut tegangan dasar (rated voltage) dari arrester. Kadang-kadang dipakai juga elektroda dengan sela udara disebut juga sela pelindung (protective gap) sebagai ganti arrester.
Tetapi pada umumnya sela ini tidak dipakai karena tegangan percikannya berubah-ubah tergantung dari keadaan udara dan karena tidak mampu memutuskan arus susulan. Sela semacam ini dipakai
hanya pada pemisah pada sisi keluar dari suatu saluran transmisi.
Arrester yang ideal harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Pada sistem tegangan yang normal arrester tidak boleh bekerja.
2. Bila mendapat tegangan transient abnormal diatas harga tegangan tembusnya, harus tembus (break down) dengancepat.
3. Arus pelepasan selama break down (tembus) tidak boleh melebihi arus pelepasan nominal supaya tidakmerusak transformator.
4. Setiap gelombang transient dengan tegangan puncak yang lebih tinggi dari pada tegangan tembus pandang arrester harus mampu mengaktifkan arrester untuk mengalirkan tegangan ketanah.
5. Pada tegangan oprasi normal, harus mempunyai impedansi sangat tinggi atau tidak menarik aruslistrik.
6. Arus dengan frekuensi normal harus diputuskan dengan segera apabila tegangan transient telah turun dibawah harga tegangan tembusnya.
2.5.1. Karakterisitik Arrester
Untuk gelombang berjalan yang datang pada sebuah transformator, arus pelepasan dalam arester ditentukan oleh tegangan maksimum yang diperlihatkan melalui Gambar 2.5 [12].
IA = Arus Surja iN = Arus Susulan V = Tegangan Dasar Va = Tegangan Gagal 1,2 = Tahanan Linear
\\ 3 = Tahanan Tidak Linear
a = arus naik b = arus turun Gambar 2.5 Karakteristik Arus Tegangan
Untuk mencari arus surja (Ia) digunakan melalui Persamaan (2.5).
๐ผ๐ =2๐โ๐๐
๐ ...(2.5) Dimana :
Ia: Arus pelepasan arester (kA) V: Tegangan surja yang datang (kV) Va: Tegangan terminal arester (kV) Z: Impedansi surja kawat transmisi (โฆ)
Besarnya impedansi surja hantaran udara digunakan melalui Persamaan (2.6).
๐ = โ๐ฟ
๐ถ= 60 ln 2 โ
๐๐โ๐ ...(2.6) Dimana:
Z: Impdansi surja kawat transmisi (โฆ) h: Tinggi menara (m)
r : Jarak kawat antar menara (m)
Nilai tegangan referensi dapat diperoleh melalui Persamaan (2.7).
Vref (A0) = 170 x Vpu ...(2.7)
Keterangan:
V ref (A0) : Tegangan referensi yang dilihat dari A0 (v) Vpu : Tegangan per unit
2.5.2. Pemodelan Arrester
Untuk mendapatkan performa yang lebih baik, rangkaian ekivalen dari arrester dimodelkan sedemikian rupa agar dapat mengamankan saluran transmisi.
Terdapat 3 pemodelan arrester yaitu: Model IEEE, Micaela dan Karbalaye.
2.5.3. Model IEEE
Model ini direkomendasikan oleh IEEE W.G 3.4.11 ditunjukkan pada Gambar 2.6 [13].
Gambar 2.6 Rangkaian Ekivalen Model IEEE
Dalam model ini karakteristik non-linear V-I diperoleh dengan menggunakan dua resistor non-linear (disebut A0 dan Al) dipisahkan oleh filter R-L. Untuk lonjakan yang lambat impedansi filter sangat rendah serta A0 dan A1 dihubungkan secara paralel. Pada model IEEE ini parameter yang harus dicari adalah L0, R0, L1, R1 dan C dengan mengetahui data dari arrester yang digunakan [13]. Pada penelitian ini digunakan arrester tipe PEXLIM Q072-YV072, pada katalog didapat data yang diperlukan untuk mencari parameter sebagaimana terlampir dalam Lampiran 1.
Berikut adalah data dari arrester:
d = 1.431 m n = 1
Setelah itu dapat dilakukan perhitungan untuk mencari parameter yang dibutuhkan melalui Persamaan (2.6) [14].
๐ฟ1 = 15๐
๐ ...(2.6) ๐ 1 = 65๐
๐ ...(2.7) ๐ฟ0 = 0.2๐
๐ ...(2.8) ๐ 0 = 100๐
๐ ...(2.9) ๐ถ = 100๐
๐ ...(2.10) Dimana:
d : estimasi tinggi arrester (meter)
n : jumlah kolom paralel dari arrester metal oxide L0 : lilitan 1 (ยตH)
L1 : lilitan 2 (ยตH) R0 : tahanan 1 (โฆ) R1 : tahanan 2 (โฆ) C : kapasitor (pF)
2.5.4. Model Micaela
Model ini dicetuskan oleh Micaela Caserza Magro, Marco Giannettoni dan Paolo Pinceti dimana model ini didasarkan pada penyederhanaan model IEEE.
Terdapat perbedaan pada model ini yaitu:
1. Jangkauan tegangan diperpanjang ke seluruh level HV dan MV.
2. Terdapat rumus baru jika tidak didapatkan data manufactur data tegangan residu pada lonjakan arus 10 kA dengan kecepatan arus waktu muka gelombang = 1 /T2 ยตs. Rangkaian ditunjukkan pada Gambar 2.7 [15].
Gambar 2.7 Rangkaian Ekivalen Model Micaela
Untuk menentukan rumus yang dipakai untuk mencari nilai L0 dan L1 dibuatlah suatu konstanta yaitu "K". Untuk mencari nilai K dapat melalui Persamaan (2.11)
K=๐1/๐2
๐8/20 ...(2.11) Jika nilai K < 1.18 maka ditemukanlah nilai L0 dan L1 melalui Persamaan (2.12)
๐ฟ1 = 1
12 ๐๐1
๐2
โ โ๐๐8
โ20 ๐๐8
20
๐๐ ...(2.12)
๐ฟ0 = 1
4 ๐๐1
๐2
โ โ๐๐8
โ20 ๐๐8
20
๐๐...(2.13)
Keterangan:
Vn : Tegangan pengenal arester (kV)
๐๐ 1
๐2 : Tegangan residu pada lonjakan arus 10 kA dengan kecepatan lonjakan arus pada waktu muka gelombang1/T2 ยตs (kV)
๐๐ 8
๐20 : Tegangan residu pada arus 10 kA dengan bentuk 8/20 ยตs (kV) Jika nilai K > 1.18 maka nilai L0 dan L1 dapat ditemukan melalui Persamaan (2.14) dan (2.15) [16].
L0 = 0.01 Vn ...(2.14) L1 = 0.03 Vn ...(2.15) Maka pada model Micaela yang harus dicari adalah L0 dan L1. Pada penelitian ini digunakan arrester tipe PEXLIM Q072-YV072. pada katalog didapat data yang diperlukan untuk mencari parameter sebagaimana terlampir dalam lampiran 1.
2.5.5 Model Karbalaye
Model ini dicetuskan oleh M. Karbalaye et al. [17] dimana model inididasarkan pada penyederhanaan model IEEE. Terdapat perbedaan pada model ini yaitu:
1. Satu buah hambatan diparalel denganinduktansi digantikan oleh satu hambatan R (sebesar 1 Mโฆ) di antara terminal input.
2. Satu buah hambatan diparalel dengan induktansi digantikan dengan satu induktansi seperti yang ditunjukkan melalui Gambar 2.8
Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen Model Karbalaye
Untuk menentukan nilai dari induktansi dan kapasitansi dapat digunakan melalui Persamaan (2.16) dan (2.17).
๐ฟ1 =1
5(
๐๐8 20
โ๐๐ ๐
๐๐8 20
) ๐๐ (ยต๐ป)... (2.16)
๐ถ = 1
55(
๐๐8 20
โ๐๐ ๐
๐๐8 20
) ๐๐ (๐๐น) ...(2.17)
Dimana:
Vn : Tegangan pengenal arester (kV)
Vss : Tegangan residu pada lonjakan arus 500 A dengan bentuk 30/60 ยตs (kV)
Vr8/20 : Tegangan residu pada lonjakan arus 10 kA dengan bentuk 8/20 ยตs (kV)
n : Jumlah kolom paralel
Pada model Karbalaye parameter yang harus dicari adalah L1 dan C1. Pada penelitian ini digunakan arrester tipe PEXLIM Q072-YV072. pada katalog didapat data yang diperlukan untuk mencari parameter sebagaimana terlampir dalam Lampiran 1.
2.6. Pentanahan Transformator Pada Gardu Induk
Dalam suatu gardu induk dibutuhkan suatu sistem pentanahan yang handal.
Hal ini dimaksudkan agar ketika terjadi gangguan fasa ke tanah pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kV tidak akan membahayakan keselamatan manusia, sebab arus gangguan akan mengalir pada bagian peralatan dan ke pentanahan. Hal ini akan menimbulkan gradien tegangan diantara (1) peralatan dengan peralatan, (2) peralatan dengan tanah dan (3) gradien tegangan pada permukaan tanah yang
berbahaya bagi manusia dan peralatan yang berada di area gardu induk. Karenanya diperlukan sistem pentanahan yang baik dan efektif meratakan gradien tegangan yang timbul [18].
Sistem pentanahan peralatan gardu induk yang umum digunakan saat ini adalah sistem pentanahan driven rod, counterpoise, menggunakan kisi (grid) dan gabungan antara sistem pentanahan grid dan rod. Dari ketiga model sistem pentanahan ini sistem kisi (grid) dan rod paling sering digunakan untuk GI Tegangan Tinggi 70 kV.
Untuk jenis tanah di Nias yang dikelompokkan dalam 2 jenis tanah yakni jenis tanah bebatuan dan jenis tanah berpasir yang memiliki tahanan jenis tanah yang berbeda- beda.Tujuan adanya pentanahan peralatan dapat diformulasikan sebagai berikut:
a. Untuk mencegah terjadinya tegangan kejut listrik yang berbahaya bagi manusia dalam daerah itu.
b. Untuk memungkinkan timbulnya arus tertentu baik besarnya maupun lamanya dalam keadaan gangguan tanah tanpa menimbulkan kebakaran atau ledakan pada bangunan atau isinya.
c. Untuk memperbaiki penampilan (performance) dari sistem 2.7. Isolasi Impuls Dasar (Basic Insulation Level)
Basic Insulation Level (BIL) begitu penting dalam pengamanan transformator
sebagai salah satu elemen utama dalam proses tranmisi listrik. Nilai dari BIL tersebut diambil agar dapat menghindari kerusakan terhadap alat โ alat listrik akibat overvoltage agar membatasi nilai lompatan sehingga tidak terjadi kerusakan pada
peralatan sehingga kualitas pelayanan tenaga listrik semakin baik dan mencegah biaya tambahan untuk perbaikan transformator serta elemen yang terkena dampak
over voltage. Pada umumnya nilai BIL adalah 80% dari nilai tegangan sistem yang
digunakan [19]. Karakteristik basic insulation level dapat dilihat melalui Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Karakteristik Basic Insulation Level 2.8. Faktor Perlindungan (Margin Protection)
Faktor perlindungan merupakan nilai tolak ukur dari tingkat perlindungan yang ada pada gardu induk. Faktor perlindungan (FP) umumnya bernilai 20% dan faktor perlindugan harus bernilai diatas 20% [20]. Penentuan FP didapatkan setelah mendapatkan beberapa rumusan terlebih dahulu:
1. Tegangan Pengenal Arreter/Ratting Arrester
Penentuan besaranya tegangan pengenal arrester adalah dapat dilihat pada Persamaan (2.18) dan Persaamaan (2.19)
Tegangan sistem maksimum = V nominal + 10 % ...(2.18) Dimana 10 % merupakan faktor tolerasi
Tegangan pengenal arrester = ๐ ๐๐๐๐๐๐๐+10 %
โ3 ...(2.19)
2. Tegangan Terminal Arrester (kV)
Karakteristik kerja arrester dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Karakteristik Pada Arrester [21]
Tegangan Pengenal Arrester (kV)
Kecuraman surja/FOW (KV/ยตs)
Tegangan Kerja STD (kV) FOW (kV)
21 200 76 88
24 225 87 100
30 250 108 125
33 275 119 137
36 300 130 150
39 325 141 163
42 350 152 176
45 375 163 189
48 400 174 202
Keterangan:
FOW : Front of wave protect level (Tegangan percikan impuls muka gelombang, kV)
STD : Sparkover Maximum Voltage (Tegangan percikan impuls maksimum, kV)
3. Tegangan Kerja Arrester (UA)
Tegangan kerja arrester dari berbagai jenis ratting tegangan dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Tabel Tegangan Kerja Arrester (UA)
Ratting Arrester (kV) Tegangan Arrester 10 kA (kV)
21 76
24 87
27 97
30 108
33 119
36 130
39 141
42 152
45 163
48 174
4. Tingkat Perlindungan (TP) Arrester
Sebelum mendapatkan faktor perlindungan, maka perlu diketahui TP Arrester. TP Arrester dapat diperoleh melalui Persamaan (2.20).
TP Arrester = Tegangan Kerja Arrester + 10% ...(2.20) 5. Faktor Perlindungan (FP) atau Margin Protection (MP)
Margin protectionataupun Faktor Perlindungan (FP) adalah perbedaan
tegangan antara BIL dari peralatan yang dilindungi dengan tegangan kerja arrester antara arrester [21]. Faktor perlindungan pada peralatan di gardu induk harus lebih dari 20 % agar dinyatakan aman. Faktor perlindungan atau margin protection (MP) dapat melalui Persamaan (2.21) [22].
Margin Protection (MP) = ๐ต๐ผ๐ฟ๐๐๐๐๐๐๐ก๐๐โ๐๐๐ด๐๐๐๐ ๐ก๐๐
๐ต๐ผ๐ฟ๐๐๐๐๐๐๐ก๐๐ ๐ฅ 100% ...(2.21) 2.9. Software ATP Draw
Pemodelan jaringan transmisi dengan menara transmisi 70 kV, dilakukan dengan menggunakan software Alternative Transients Program (ATP) pada komputer. ATP termasuk salah satu program yang digunakan secara luas untuk simulasi digital dari fenomena transien elektromagnetik, sebagaimana kejadian elektromagnetik sesungguhnya pada sistem tenaga [23]. Pada program ini pengguna dapat merancang rangkaian elektronik dengan memilih komponen-komponen yang telah tersedia. Beberapa penelitian yang dapat dilakukan dengan software ini adalah:
1. Tegangan lebih akibat mekanisme petir dan mekanisme switching peralatan stabilitas transien
2. Estimasi kualitas daya 3. Aplikasi elektronika daya
4. Unjuk kerja peralatan FACTS: STATCOM (Static Synchronous Compensator), SVC ((Static VAR Compensator) dan UPFC (Unfield Power Flow Controller)
5. Analisis harmonisa dan resonansi
6. Pengujian peralatan proteksi, dan lain-lain
Halaman awal pada ATP-EMTP ditunjukkan pada Gambar 2.10 yang membuat rangkaian baru dan tampilan awal muncul dengan cara pilih menu file dan klik New. Komponen yang akan digunakan dapat dipilih dengan cara
klik kanan pada mouse dan pilih komponen yang dibutuhkan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11
Gambar 2.10 Tampilan awal model rangkaian baru pada ATP Draw
Gambar 2.11 Program ATP Draw dan komponen
2.10. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) Gunung Sitoli - Teluk Dalam Sistem tenaga listrik di Provinsi Sumatera Utara terdiri dari sistem interkoneksi dengan transmisi 70 kV sampai 275 kV dan sistem isolated dengan distribusi 20 kV yaitu sistem isolated Pulau Nias, Pulau Tello dan Pulau Sembilan.
Pembangkit yang digunakan pada Gardu Induk Gunung Sitoli adalah PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel). Pulau Nias yang terletak di sebelah barat Pulau Sumatera memiliki kondisi sebagai berikut [24]:
1. Pulau yang terpisah cukup jauh dari Pulau Sumatera.
2. Rawan gempa, rawan longsor dan perubahan cuaca yang ekstrim 3. Medan geografis antar kecamatan sulit dijangkau
Peta kelistrikan Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Nias dapat dilihat pada Gambar 2.12
Gambar 2.12 Peta kelistrikan Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Nias
Dikarenakan cuaca yang berubah secara drastis, tercatat sepanjang bulan September 2018 โ Oktober 2019 sebanyak 26 gangguan listrik terjadi pada GI Gunung Sitoli dan 23 gangguan terjadi akibat sambaran petir dengan rata-rata durasi pemadaman (blackout) di atas 100 menit dan setiap kali terjadi surja petir, minimal 2 phasa pada 57 Penghantar (PHT) dinyatakan terganggu.
BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan tanggal 14 - 28 Januari 2020 bertempat di PT. PLN (Persero) P3 B Sumatera Utara. Model simulasi pada pelitian ini diambilGardu Induk PLN Gunung Sitoli70 kV dengan data kondisi GI dalam rentang waktu bulan Januari 2018 โ Oktober 2019.
3.2. Data-Data yang Diperlukan
Adapun data-data yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini adalah:
1. Data menara SUTT 70 kV Gunung Sitoli [22] tertera pada Gambar 3.1 6.4 m
4.5 m i
3 m
4.5 m
4.5 m
27 m
Gambar 3.1 Spesifikasi Menara SUTT 70 kV PLN Gunung Sitoli
2. Data Kawat Fasa
Tabel 3.1 menunjukkan data kawat tanah dan kawat fasa SUTT Gunung Sitoli 70 kV
Tabel 3.1 Spesifikasi Kawat Fasa Penghantar Luas Penampang
(mm2 )
Diameter (cm)
Resistansi (ohm/km)
Reaktansi (ohm/km)
Kawat fasa 242 2,19 0,1218 0.2971
3. Data Arrester
Data arrester pada arrester SUTT Gunung Sitoli 70 kV ditunjukkan pada Tabel 3.2
Tabel 3.2 Data Arrester
Tipe
Tegangan maksimum
sistem (kV)
Short Circuit Current
(kV)
Uc (kV)
Ur (kV)
Tegangan operasi
(kV)
Koefisien pentanahan
PEXLIM
Q072-YV072 77 65 72 58 61.6 0.8
Keterangan:
Uc: Tegangan nominal/pengenal pada arrester (V rms x koef) Ur: Tegangan dasar arrester (kV)
Karakteristik arrester berdasarkan IEEE W.G 3.4.11 ditunjukkan dalam Tabel 3.3
Tabel 3.3 Karakteristik Arrester
I (A)
A0 A1
Tegangan (per unit)
Tegangan (kV)
Tegangan (per unit)
Tegangan (kV)
10 0,01 1,7 0 0
100 0,011 1,87 0,005 0,85
1000 0,118 20,06 0,055 0, 935
10000 1,188 201,875 0,555 94,35
18000 2,125 361,097 1 170
20000 2,376 403,75 1,111 188,87
30000 3,543 602,31 1,666 283,22
40000 4,724 803,08 2,222 377,4
50000 5,905 1.003,85 2,777 472,09
Keterangan:
A0 : metal oxide varristor1 dalam arrester A1 : metal oxide varristor2 dalam arrester 4. Data Transformator
Tabel 3.4 menunjukkan data transformator pada SUTT Gunung Sitoli 70 kV.
Tabel 3.4 Data Transformator
Nama Transformator daya
Merk ALSTOM
Tahun pembuatan 2016
Rated Power 30 MVA
Frekuensi 50 Hz
Vector Group YNyn0
Tegangan sisi primer 66Kv
Tegangan sisi sekunder 20 kV
Impedansi 12.73 %
BIL 140kV
3.3. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan perhitungan untuk menghitung nilai variabel yang akan dimasukkan pada simulasi dan selanjutnya dilakukan simulasi menggunakan software Alternative Transiens Program (ATP).
Adapun prosedur dalam penelitian ini yaitu:
1. Penyiapan Data-Data dan Spesifikasi Peralatan
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data menara transmisi, kawat fasa, arrester dan data trafo daya yang terdapat pada Gardu Induk 70 kV Gunung Sitoli, Nias.
2. Perhitungan Parameter Menara Transmisi
Perhitungan parameter menara transmisi yang dilakukan terdiri dari:
a. Perhitungan impedansi surja menara
b. Perhitungan impedansi surja lengan menara c. Perhitungan impedansi
3. Menghitung Pemodelan Arrester
Terdapat 3 pemodelan arrester yang akan dianalisa untuk mencari parameter dari masing-masing model yaitu: model IEEE, Micaela dan Karbalaye.
4. Pembuatan Simulasi Saluran Transmisi pada Gardu Induk Gunung Sitoli Setelah mendapatkan data dan spesifikasi peralatan maka data-data tersebut akan diolah dan selanjutnya akan dilakukan pemodelan menggunakan software ATP dimana hasil dari pemodelan tersebut selanjutnya akan dianalisis. Pemodelan yang dibuat adalah sumber AC, menara transmisi, isolator, tahanan pentanahan arrester serta transformator.
1. Pemodelan Sumber Tiga Fasa
Parameter sumber tiga fasa pada ATP Draw dapat dilihat pada Gambar 3.2
Gambar 3.2 Pemodelan Sumber Tiga Fasa
Untuk mendapatkan amplitudo tegangan tiga fasa dapat dilakukan dengan mengubah tegangan sistem 70 kVL-L(rms) menjadi tegangan puncak melalui Persamaan (3.2)
๐๐๐ข๐๐๐๐ = โ2
โ3ร ๐๐ฟโ๐ฟ(๐๐๐ ) ...(3.2) ๐๐๐ข๐๐๐๐ = โ2
โ3ร 70.000 ๐๐๐ข๐๐๐๐ = 57.154,76 ๐๐๐๐ก 2. Saluran Transmisi
Pada program ATP Draw untuk pemodelan saluran transmisi disediakan komponen dengan nama LCC (Line Constant, Cable Constant) seperti Gambar 3.3:
Gambar 3.3 Pemodelan Saluran Transmisi
3. Pemodelan Menara dan Lengan Menara
Untuk pemodelan menara dan lengan menara digunakan komponen LINEZT_1 dengan pemodelan seperti Gambar 3.4
Gambar 3.4 Pemodelan Menara dan Lengan Menara 4. Pemodelan Isolator
Isolator dalam program ATP Draw dimodelkan dengan kapasitor yang dirangkai dengan sakelar yang pengoperasiannya diatur oleh tegangan. Untuk model isolator yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.5
Gambar 3.5 Pemodelan Isolator 5. Pemodelan Sumber Petir
Dalam program ATP Draw sumber petir direpresentasikan dengan komponen Heidler yang dihubungkan dengan resistor. Gambar 3.6 menunjukkan model sumber
petir pada program ATP Draw.
Gambar 3.6 Pemodelan Sumber Petir Heidler
5. Pemodelan Transformator
Untuk pemodelan Trafo digunakan komponen BCTRAN dengan pemodelan seperti Gambar 3.7
Gambar 3.7 Pemodelan transformator 6. Pemodelan Arrester
Untuk pemodelan arrester dilakukan dengan 3 pemodelan yaitu IEEE, Karbalaye dan Micaela seperti Gambar 3.8
(a)
Gambar 3.8 Pemodelan arrester (a) IEEE, (b) Karbalaye dan (c) Micaela Single Line Diagram (SLD) Saluran Udara Tegangan Tinggi 70 kV Teluk
Dalam Nias menggunakan arrester tipe IEEE yang ditunjukkan dalam Gambar 3.9
Gambar 3.9 Single Line Diagram Saluran Udara Tegangan Tinggi Teluk Dalam Nias menggunakan arrester IEEE
Dengan menggunakan software ATP EMTP maka nilai dari arus petir dapat diubah mulai dari 10 kA sampai 50 kA dengan nilai pentanahan trafo 1 โฆ - 5โฆ menggunakan standar petir IEC maupun CIGRE. Nilai dari arus petir ini akan mempengaruhi nilai tegangan pada fasa serta tegangan fasa pada terminal transformator. Setelah mendapatkan nilai fasa tersebut, dipasanglah ketiga jenis arrester: IEEE, Karbalaye dan Micaela serta diperoleh nilai tegangan pada terminal transformator setelah dipasang arrester.
3.4. Variabel yang diamati
Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi nilai injeksi arus arus surja 10 kA โ 50 kA dengan interval 10 kA untuk memperoleh nilai tegangan pada setiap fasa sebelum dan sesudah pemasangan arrester saat sambaran petir langsung dan tidak langsung menggunakan standar petir IEC dan CIGRE.
Untuk mendesain dan memanajemankan proses penyelesaian penelitian ini dilihat pada diagram alir yang ditunjukkan pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Diagram alir penelitian Mulai
Menentukan GI yang akan dimodelkan
Memodelkan sistem GI (menara, lengan, menara, saluran transmisi) dan arrester
Memvariasikan parameter petir dengan sambaran langsung dan tidak langsung sesuai
IEC dan CIGRE
Menganalisa tegangan pada kawat fasa dan fasa terminal transformator setelah menerima
sambaran petir langsung dan tidak langsung
Mensimulasikan sambaran petir tidak langsung dengan St. IEC dan CIGRE dengan
transformator dilindungi berbagai arrester
Membandingkan nilai tegangan pada terminal transformator setelah mendapatkan perlindungan dari berbagai jenis arrester
Menganalisa Faktor Perlindungan (FP) berbagai jenis arrester yang disimulasikan
Selesai
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menginjeksikan arus surja dari 10 kA sampai 50 kA dengan interval arus sebesar 10 kA pada setiap simulasi. Waktu muka dan ekor petir yang digunakan adalah standar IEC dan CIGRE. Simulasi dilakukan dengan dua kondisi, yaitu petir menyambar pada kawat fasa dan kawat tanah sebelum menggunakan arrester dan setelah menggunakan arrester dengan pemodelan IEEE, Micaela dan Karbalaye.
4.1.1. Simulasi dengan kondisi sambaran petir secara langsung (mengenai salah satu fasa tanpa arrester) dengan standar IEC dan CIGRE
Proses simulasi ATP Draw menggunakan nilai amplitudo puncak dari tegangan sistem yang berada di data SUTT Gunung Sitoli 70 kV. Pemodelan sumber tegangan AC dapat dilakukan dengan mengkonversikan tegangang sistem 70 kVL- L(RMS) ke tegangan puncak melalui Persamaan (3.1).
Tegangan puncak = โ2
โ3๐๐ฟโ๐ฟ(๐ ๐๐)
= โ2
โ3 ๐ฅ 70 ๐๐
= 57,154 kV
Gambar 4.1 menunjukkan gelombang tegangan keluaran masing-masing fasa pada transformator dalam kondisi normal
Gambar 4.1 Gelombang tegangan keluaran transformator dalam keadaan normal
Fasa yang paling memungkinkan tersambar petir adalah fasa yang berada paling tinggi di menara (fasa R). Simulasi dilakukan dengan memberikan arus surja sebesar 10 kA sampai 50 kA dengan interval arus 10 kA menggunakan standar IEC dan CIGRE menggunakan nilai tahanan pentanahan 5 โฆ dansebelum dipasang arrester pada fasa R. Gambar 4.2 merupakan rangkaian simulasi dengan kondisi petir menyambar fasa R sebelum dipasang pemodelan arrester.
Gambar 4.2 Simulasi petir menyambar fasa R sebelum dipasang arrester
Ketika petir disimulasikan menyambar salah satu fasa, maka akan terjadi transient overvoltage pada fasa tersebut dan terminal transformator. Gelombang
tegangan transien sambaran petir 10 kA dengan standar IEC dan CIGRE pada fasa R ditunjukkan pada Gambar 4.3.
(a)
(b)
Gambar 4.3 Gelombang tegangan sambaran petir dengan pada (a) fasa dan
(b) terminal transformator dengan sambaran 10 kA Standar IEC tanpa arrester
Tegangan (MV) Tegangan (MV)
Keterangan:
Fasa R Fasa R Fasa T
Keterangan:
Fasa R Fasa R Fasa T
Setelah proses simulasi berlangsung, maka diperoleh nilai tegangan pada fasa R, S dan T serta nilai tegangan fasa pada transformator sebelum arrester dipasang seperti yang tertera pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil Simulasi Petir 10 kA โ 50 kA dengan Standar IEC pada Fasa R dan Terminal Transformator Sebelum Dipasang Arrester
Pada simulasi 10 kA โ 50 kA di fasa R dengan interval 10 kA petir di fasa R standar IEC terlihat bahwa tegangan tertinggi berada di fasa R disusul oleh fasa S dan fasa T. Perbedaan fasa S dan fasa R rata-rata adalah 3 kali lipat lebih besar.Pada data terlihat terjadi penurunan tegangan di terminal transformator. Hal ini dikarenakan
Arus Petir
(kA)
Gelombang Petir tf /ttail
(ยตs)
Fasa
Tegangan pada Fasa (kV)
Tegangan Fasa pada terminal Transformator Sebelum dipasang Arrester
(kV)
10
1.2/50 (IEC)
R 1.519,8 1.294,4
S 454,7 456,2
T 321,9 457,1
20
R 2992,7 2.534,6
S 922,3 913,8
T 654,2 944,1
30
R 4.479 3.822
S 1393,5 1.414,7
T 988,4 1467
40
R 5.958,7 5.090,4
S 1.865,4 1.886,7
T 1.323,9 1.958,3
50
R 7.438,3 6.352
S 2.333,6 2.348,6
T 1.657,9 2.428,2
oleh faktor atenuasi yaitu adanya penurunan magnitude gelombang disebabkan oleh efek kulit, pertukaran resistansi ground, kebocoran resistansi yang mengakibatkan berkurangnya energi. Pada Gambar 4.4 diperoleh hasil simulasi petir menggunakan standar CIGRE sebelum dipasang arrester
(a)
(b)
Gambar 4.4 Gelombang tegangan sambaran petir dengan pada (a) fasa dan (b) terminal transformator dengan sambaran 10 kA Standar CIGRE
Tegangan (MV) Tegangan (MV)
Keterangan:
Fasa R Fasa R Fasa T
Keterangan Fasa R Fasa R Fasa T
Setelah melakukan percobaan menggunakan injeksi arus sebesar 10 kA โ 50 kA dengan interval 10 kA, maka diperolehlah hasil simulasi petir yang tertera pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil simulasi petir 10 kA โ 50 kA dengan interval 10 kA menggunakan standar CIGRE pada fasa R dan terminal transformator sebelum dipasang arrester
Pada simulasi 10 kA โ 50 kA di fasa R dengan interval 10 kA petir di fasa R standar CIGRE terlihat bahwa tegangan tertinggi berada di fasa R disusul oleh fasa S dan fasa T. Perbedaan nilai fasa S dan fasa R rata-rata adalah 3 kali lipat lebih kecil.
Pada data terlihat terjadi penurunan tegangan di terminal transformator. Hal ini Arus
Petir (kA)
Gelombang Petir tf /ttail
(ยตs)
Fasa
Tegangan pada Fasa (kV)
Tegangan Fasa pada terminal Transformator Sebelum dipasang Arrester
(kV)
10
3.3/77.5 (CIGRE)
R 1.519,1 1.276,3
S 454,1 446,3
T 321 459
20
R 2.997,1 2.531,9
S 924,1 911,9
T 655,3 941,8
30
R 4.476,4 3.789,3
S 1.392,9 1.368,5
T 988,4 1.409,6
40
R 5.955,1 5.018,8
S 1.863,7 1.873,4
T 1.322,2 1.971,8
50
R 7.433,7 6.304,8
S 2.333,6 2.281,3
T 1.655,9 2.344,2