FORMULASI DAN UJI EFEK ANTI-AGING KRIM EKSTRAK ETANOL KUBIS UNGU (Brassica oleracea L.
var capitata f. rubra)
SKRIPSI
OLEH:
REZA LESMITA SARI NIM 151524106
PROGRAM STUDI EKSTENSI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
FORMULASI DAN UJI EFEK ANTI-AGING KRIM EKSTRAK ETANOL KUBIS UNGU (Brassica oleracea L.
var capitata f. rubra)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
REZA LESMITA SARI NIM 151524106
PROGRAM STUDI EKSTENSI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berbagai nikmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi dan Uji Efek Anti-aging Krim Ekstrak Etanol Kubis Ungu (Brassica Oleracea L. Var Capitata F. Rubra)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Kubis ungu merupakan tumbuhan dari famili Brassicaceae, mengandung isotiosianat (glukosinolat), vitamin A, B, C, dan antosianin yang bersifat antioksidan dan dapat mencegah penuaan kulit. Tujuan penelitian ini untuk memformulasikan dan mengetahui efek anti-aging sediaan krim dari ekstrak etanol kubis ungu. Hasil yang diperoleh adalah ekstrak etanol kubis ungu dapat diformulasikan menjadi sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air yang homogen, tidak menimbulkan iritasi kulit, dan stabil dalam penyimpanan selama 12 minggu. Krim dengan konsentrasi 7,5% mampu menunjukkan efek anti-aging yang lebih baik dengan pH 4,9 dan viskositas 100 poise. Diharapkan penelitian inj dapat bermanfaat sebagai alternatif anti-aging dari bahan alam.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. dan Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Ibu Prof.
Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritikan kepada penulis
hingga selesainya penulisan skripsi ini. Bapak Imam Bagus Sumantri, S.Farm., M.Si., Apt., sebagai penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama masa pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Ucapan terima kasih juga kepada Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberi arahan serta bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan. Pimpinan dan staf tata usaha Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam semua proses administrasi.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Misral dan Ibunda Eliswarni, kakak serta teman-teman atas doa, dukungan, dan semangat yang diberikan kepada penulis hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khusus bidang farmasi.
Medan, Desember 2017 Penulis,
Reza Lesmita Sari NIM 151524106
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Reza Lesmita Sari
Nomor Induk Mahasiswa : 151524106
Program Studi : S1- Ekstensi Farmasi
Judul Skripsi : Formulasi dan uji efek anti-aging krim ekstrak etanol ungu (Brassica oleracea L.var capitata f.
rubra)
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya didalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia mendapat sanksi apapun oleh Program Studi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.
Medan, Desember 2017 Yang membuat pernyataan
Reza Lesmita Sari NIM 151524106
FORMULASI DAN UJI EFEK ANTI-AGING KRIM EKSTRAK ETANOL KUBIS UNGU (Brassica oleracea L.
var capitata f. rubra)
ABSTRAK
Latar belakang: Kubis ungu merupakan tumbuhan dari famili Brassicaceae yang memiliki kandungan isotiosianat (glukosinolat), vitamin A, B, C, dan antosianin.
Warna ungu mencerminkan kandungan polifenol antosianin. Antosianin yang bersifat antioksidan dapat mencegah penuaan kulit.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan dan mengetahui efek anti-aging sediaan krim dari ekstrak etanol kubis ungu terhadap kulit wajah bagian pelipis sukarelawan.
Metode: Kubis ungu diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 80% dan ekstrak dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40°C, kemudian ekstrak dibuat menjadi sediaan krim tipe emulsi minyak dalam air dengan variasi konsentrasi ekstrak etanol kubis ungu 1; 2,5; 5 dan 7,5%, kemudian dilakukan uji homogenitas, tipe emulsi, pH, viskositas, iritasi kulit, kesukaan, stabilitas penyimpanan dalam suhu kamar selama 12 minggu dan uji efek anti-aging sekali seminggu selama empat minggu menggunakan skin analyzer dan moisturizer checker terhadap kulit wajah bagian pelipis sukarelawan meliputi kadar air, pori, noda dan kerutan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan SPSS 22.
Hasil: Ekstrak etanol kubis ungu memiliki rendemen sebanyak 21,13% dan dapat diformulasikan menjadi sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air yang homogen, tidak menimbulkan iritasi kulit, dan stabil dalam penyimpanan selama 12 minggu. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol kubis ungu, pH dan viskositas sediaan semakin menurun. Krim dengan konsentrasi 7,5% menunjukkan pH 4,9 dan viskositas 100 poise. Hasil analisa statistik semua parameter uji efek anti-aging dari sediaan krim ekstrak etanol kubis ungu dengan blanko memiliki perbedaan yang signifikan (p≤0,05), dimana krim ekstrak etanol kubis ungu mampu memberikan efek sebagai anti-aging dengan kadar air kulit yang meningkat, pori kulit mengecil, noda dan keriput berkurang. Krim dengan konsentrasi 7,5% mampu menunjukkan efektivitas anti-aging yang lebih baik dengan meningkatnya kadar air 24,5%, mengecilkan pori sebesar 21,2%, mengurangi noda sebesar 30,4% dan mengurangi keriput sebesar 27,5%.
Kesimpulan: Ekstrak etanol kubis ungu dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dan konsentrasi 7,5% menunjukkan efektivitas anti-aging yang lebih baik.
Kata kunci: formulasi, ekstrak etanol kubis ungu, krim, anti-aging.
FORMULATION AND TEST ANTI-AGING EFFECT OF CREAM FROM RED CABBAGE ETHANOL EXTRACT
(Brassica oleracea L. var capitata f. rubra)
ABSTRACT
Background: The red cabbage is a plant of the Brassicaceae family that contains isothiocyanate (glucosinolate), vitamins A, B, C, and anthocyanin. The red color signifies the anthocyanin polyphenols content. Anthocyanins have antioxidant properties capable of preventing aging.
Objective: The purpose of this study is the formulation and to know the anti-aging effect of cream from red cabbage ethanol extract on the temple skin of volunteers.
Methods: The red cabbage was extracted by maceration using 80% ethanol solvent and extract concentrated with rotary evaporator at 40°C, then the extract was made into an oil-in-water emulsion type preparation with concentration variations of red cabbage ethanol extract 1; 2.5; 5 and 7.5%, then tested homogeneity, emulsion type, pH, viscosity, skin irritation, hedonic, storage stability in room temperature for 12 weeks and test anti-aging effect once a week for four weeks using skin analyzer and moisturizer checker on the temple skin of the volunteers including moisture content, pore, spot and wrinkles. The data obtained were then analyzed using SPSS 22.
Results: The red cabbage ethanol extract had a rendement of 21.13% and could be formulated into a cream with a homogeneous oil-in-water emulsion type, did not irritate the skin, and were stable in storage during 12 weeks. The higher concentration of red cabbage ethanol extract, pH and viscosity was decreased. The cream with concentration of 7.5% showed pH 4,9 and viscosity 100 poise. The results of statistical analysis all test parameters on the anti-aging effect of cream from red cabbage ethanol extract with blank had significant difference (p≤0,05), in which cream from red cabbage ethanol extract were able to effect as anti-aging with increased skin moisture content, skin pores shrink, spot and wrinkles were reduced. The cream with concentration of 7.5% was able to showed better anti- aging effectiveness with increased water content of 24.5%, shrink pores 21.2%, reduce spot 30.4% and reduce wrinkles 27.5%.
Conclusion: The red cabbage ethanol extract can be formulated as a cream and concentration 7.5% showed the best effectivity of anti-aging.
Keywords: formulation, red cabbage ethanol extract, cream, anti-aging.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis Penelitian ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Uraian Tumbuhan ... 6
2.1.1 Morfologi ... 6
2.1.2 Habitat dan daerah tumbuh ... 6
2.1.3 Taksonomi tumbuhan ... 6
2.1.4 Sinonim ... 7
2.2.5 Nama daerah ... 7
2.1.6 Nama asing ... 7
2.1.7 Khasiat dan penggunaan ... 7
2.1.8 Kandungan kimia ... 8
2.2 Ekstraksi ... 9
2.3 Kulit ... 12
2.4 Fungsi Kulit ... 13
2.5 Penuaan Pada Kulit ... 13
2.6 Penyebab Penuaan ... 13
2.7 Antioksidan ... 15
2.8 Tanda-tanda Penuaan Dini ... 16
2.9 Kosmetik ... 17
2.10 Krim ... 18
BAB III METODE PENELITIAN ... 21
3.1 Lokasi Penelitian ... 21
3.2 Alat dan Bahan ... 21
3.2.1 Alat ... 21
3.2.2 Bahan ... 21
3.3 Sukarelawan ... 22
3.4 Sampel Tumbuhan ... 22
3.4.1 Pengambilan sampel ... 22
3.4.2 Identifikasi tumbuhan ... 22
3.4.3 Pembuatan ekstrak kubis ungu ... 22
3.5 Formula Sediaan Krim ... 23
3.5.1 Formula standar basis krim ... 23
3.5.2 Rancangan formula sediaan krim ... 23
3.5.3 Formulasi sediaan krim ... 24
3.6 Pengujian Organoleptis Sediaan Krim ... 25
3.7 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 25
3.8 Pengujian Efektivitas Anti-aging Terhadap Sukarelawan .. 25
3.9 Uji Kesukaan (Hedonic Test) ... 26
3.10 Pengujian Mutu Fisik Sediaan Krim ... 27
3.10.1 Pengujian homogenitas sediaan krim ... 27
3.10.2 Pengujian tipe emulsi sediaan krim ... 27
3.10.3 Pengukuran pH sediaan krim ... 27
3.10.4 Pengukuran viskositas sediaan krim ... 28
3.10.5 Pengamatan stabilitas sediaan krim ... 28
3.11 Analisis Data ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 29
4.2 Hasil Ekstraksi Tumbuhan ... 29
4.3 Hasil Uji Organoleptis Sediaan ... 29
4.4 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 30
4.5 Hasil Uji Efektivitas Anti-aging Terhadap Sukarelawan ... 31
4.5.1 Kadar air (moisture) ... 31
4.5.2 Pori (pore) ... 33
4.5.3 Noda (spot) ... 35
4.5.4 Keriput (wrinkle) ... 38
4.6 Hasil Uji Kesukaan (Hedonic Test) ... 40
4.7 Hasil Uji Mutu Fisik Sediaan Krim ... 41
4.7.1 Hasil uji homogenitas sediaan krim ... 41
4.7.2 Hasil uji tipe emulsi sediaan krim ... 42
4.7.3 Hasil uji pH sediaan krim ... 43
4.7.4 Hasil uji viskositas sediaan krim ... 44
4.7.5 Hasil uji stabilitas sediaan krim ... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
5.1 Kesimpulan ... 47
5.2 Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
LAMPIRAN ... 53
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Komposisi bahan dalam krim ... 24
4.1 Hasil organoleptis sediaan krim ... 30
4.2 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 30
4.3 Hasil pengukuran kadar air (moiusture) sebelum dan setelah pemakaian krim ekstrak etanol kubis ungu ... 32
4.4 Hasil pengukuran besar pori (pore) sebelum dan setelah pemakaian krim ekstrak etanol kubis ungu ... 34
4.5 Hasil pengukuran jumlah noda (spot) sebelum dan setelah pemakaian krim ekstrak etanol kubis ungu ... 36
4.6 Hasil pengukuran jumlah keriput (wrinkle) sebelum dan setelah pemakaian krim ekstrak etanol kubis ungu ... 38
4.7 Hasil uji kesukaan (hedonic test) ... 41
4.8 Hasil kelarutan metil biru pada sediaan krim ... 42
4.9 Hasil pengukura pH sediaan krim ... 43
4.10 Hasil pengukuran viskositas sediaan krim ... 44
4.11 Hasil pengamatan sediaan krim ... 45
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Kerangka pikir penelitian ... 5 2.1 Struktur kulit ... 12 4.1 Grafik hasil pengukuran kadar air (moiusture) pada kulit mata bagian lateral sukrelawan kelompok blanko, krim ekstrak etanol kubis ungu 1%; 2,5%; 5%; 7,5% selama 4 minggu ... 33 4.2 Grafik hasil pengukuran pori (pore) pada kulit mata bagian
lateral sukrelawan kelompok blanko, krim ekstrak etanol kubis ungu 1%; 2,5%; 5%; 7,5% selama 4 minggu ... 35 4.3 Grafik hasil pengukuran noda (spot) pada kulit mata bagian
lateral sukrelawan kelompok blanko, krim ekstrak etanol
kubis ungu 1%; 2,5%; 5%; 7,5% selama 4 minggu ... 37 4.4 Grafik hasil pengukuran wrinkle (wrinkle) pada kulit mata
bagian lateral sukrelawan kelompok blanko, krim ekstrak etanol kubis ungu 1%; 2,5%; 5%; 7,5% selama 4 minggu ... 39 4.5 Hasil pengujian homogenitas sediaan krim ... 41 4.6 Hasil pengujian tipe emulsi sediaan krim ... 43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 53 2 Gambar persemaian dan tumbuhan kubis ungu (Brassica
oleracea L.var. capitata f. rubra) ... 54 3 Gambar kubis ungu, simplisia, serbuk simplisia dan ekstrak
etanol kubis ungu (Brassica oleracea L. var capitata f. rubra) 55 4 Perhitungan rendemen ekstrak etanol kubis ungu (Brassica
oleracea L. var capitata f. rubra) ... 56 5 Gambar setelah pembuatan sediaan krim ekstrak etanol kubis
ungu (Brassica oleracea L. var capitata f. rubra) ... 57 6 Pengujian iritasi pada sukarelawan... 58 7 Hasil uji statistik efektivitas anti-aging ekstrak etanol kubis ungu (Brassica oleracea L. var capitata f. rubra) ... 59
8 Hasil uji kesukaan (hedonic test) sediaan krim ekstrak etanol
kubis ungu (Brassica oleracea L. var capitata f. rubra) ... 67 9 Perhitungna viskositas sediaan krim ekstrak etanol kubis ungu
(Brassica oleracea L. var capitata f. rubra) ... 73 10 Gambar sediaan krim etanol kubis ungu (Brassica oleracea L.
var capitata f. rubra) selama penyimpanan ... 74 11 Contoh hasil uji efektivitas anti-aging ... 77 12 Gambar alat-alat penelitian ... 86 13 Bagan proses ekstraksi etanol kubis ungu (Brassica oleracea L. var capitata f. rubra) ... 87
14 Bagan pembuatan sediaan krim ekstrak etanol kubis ungu (Brassica oleracea L. var capitata f. rubra) ... 88
15 Contoh surat pernyataan persetujuan sukarelawan yang ikut serta dalam penelitian ... 89
16 Contoh lembar penilaian uji kesukaan (hedonic test) ... 90
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit adalah bagian tubuh terbesar, yang menutupi serta melindungi otot dan organ yang mendasar. Sepanjang tubuh, karakteristik kulit bervariasi dalam ketebalan, warna, tekstur dan folikel rambut (Mackiewicz dan Rimkevicius, 2008). Proses penuaan berlangsung sejalan dengan kemunduran fungsi organ tubuh, akibatnya akan cepat tampak di kulit (Kusumadewi, 2002).
Penampilan kulit yang sehat dapat dilihat dari kelembaban, kelenturan dan tekstur kulit (Wasitaatmadja, 1997). Kulit usia muda memiliki kemampuan optimal menahan kelembaban air di dalamnya. Daya kemampuan menahan kelembaban air sangat menentukan tingkat kehalusan kulit, kekenyalan dan keindahannya (Kusumadewi, 2002).
Kulit mengalami proses penuaan dalam struktur dan fungsi. Contoh
perubahan struktur adalah berkurangnya kadar lipid, jumlah sel melanosit dan sel Langerhans, penurunan sintesis kolagen, atrofi kulit, serta perubahan distribusi lemak subkutan, sedangkan perubahan fungsi terjadi penurunan sensitivitas dan elastisitas, kulit menjadi lebih rentan terhadap trauma mekanik dan penurunan kemampuan perbaikan jaringan (Djuanda, 2012).
Penuaan dapat terjadi melalui dua proses, yaitu instrinsik dan ekstrinsik.
Proses instrinsik terjadi seiring berjalannya waktu akibat faktor dari dalam tubuh dan proses ekstrinsik dari kumpulan paparan pada pengaruh eksternal seperti radiasi ultraviolet (Jusuf, 2005; Naylor, 2011). Walaupun berbeda, namun sampai saat ini teori radikal bebas lebih banyak dianut dan dipercaya sebagai mekanisme
proses penuaan (Jusuf, 2005; Djuanda, 2012; Zalukhu, 2016). Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang sangat reaktif dengan elektron yang tidak memiliki pasangan (Winarsi, 2007). Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai radikal bebas (Ramadhan, 2015).
Menjadi tua merupakan proses normal yang terjadi pada setiap manusia, namun akan menjadi masalah apabila terjadi lebih cepat dari waktunya atau umumnya yang disebut penuaan dini (Jaelani, 2009). Penuaan dini terjadi karena paparan radiasi sinar ultraviolet terhadap kulit secara terus-menerus (Shaheda, et al., 2014). Jika terjadi ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen, maka dibutuhkan antioksidan eksogen yang sangat membantu untuk mengembalikan keseimbangan (Jadoon, et al., 2015), sehingga sediaan anti-aging dianggap penting untuk perawatan kulit (Vinski, 2012).
Tumbuhan kubis (Brassica oleracea L.) termasuk dalam famili Brassicaceae, merupakan sayuran yang banyak dibudidayakan para petani di pedesaan Indonesia, karena banyak mengandung vitamin A, B dan C (Balitbang, 1993). Berdasarkan penelitian Rokayya, et al., (2013) dalam mengetahui potensi antioksidan pada varietas kubis, diperoleh antioksidan tertinggi terdapat pada kubis ungu (Brassica oleracea L. var. capitata f. rubra). Kubis ungu memiliki kandungan isotiosianat (glukosinolat), vitamin A, B, C dan antosianin (Rojo, et al., 2013; Dragichi, et al., 2013). Ekstrak etanol kubis ungu memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat dengan nilai IC50 44,64 ppm (Wahyuni, 2017). Warna ungu yang kaya pada kubis ungu disebabkan adanya pigmen antosianin yang bersifat larut dalam air (Robinson, 1995; Dragichi, et al., 2013).
Warna diberikan oleh antosianin berasal dari susunan ikatan rangkap terkonjugasinya yang panjang. Sistem ikatan rangkap terkonjugasi ini mampu menjadikan antosianin sebagai antioksidan dengan mekanisme penangkapan radikal bebas (Welch, et al., 2008).
Bentuk sediaan kosmetik yang sering digunakan untuk perawatan kulit adalah bentuk sediaan krim (Ansel, 2008). Krim merupakan sediaan setengah padat berupa emulsi kental yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Ditjen POM, 1979). Sediaan ini sangat mudah diaplikasikan pada kulit dan mudah menyerap ke dalam kulit (Anief, 1999). Krim mempunyai dua tipe yaitu air dalam minyak (a/m) dan minyak dalam air (m/a) (Ansel, 2008). Sifat umum sediaan krim ialah mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan (Anwar, 2012). Penerimaan oleh pasien merupakan hal penting dalam emulsi yang digunakan secara topikal. Berdasarkan tipe emulsi, m/a lebih banyak digunakan sebagai basis obat yang dapat tercuci dengan air untuk tujuan kosmetik umum (Lachman, 2008).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian mengenai efek anti-aging ekstrak etanol kubis ungu (Brassica oleracea L. var. capitata f.
rubra) yang diformulasikan dalam bentuk sediaan krim m/a dengan formula menggunakan variasi kosentrasi ekstrak etanol kubis ungu. Formulasi krim kemudian diuji efek anti-aging dan mutu fisik.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini:
a. Apakah ekstrak etanol kubis ungu dapat diformulasikan sebagai sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air?
b. Apakah krim ekstrak etanol kubis ungu mampu memberikan efek anti-aging pada kulit sukarelawan?
c. Apakah perbedaan konsentrasi ekstrak etanol kubis ungu dalam sediaan krim mempengaruhi efek anti-aging pada kulit sukarelawan?
1.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:
a. Ekstrak etanol kubis ungu dapat diformulasikan sebagai sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air.
b. Ekstrak etanol kubis ungu mampu memberikan efek anti-aging pada kulit sukarelawan.
c. Perbedaan konsentrasi ekstrak etanol kubis ungu dalam sediaan krim mempengaruhi efek anti-aging pada kulit sukarelawan.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui apakah ekstrak etanol kubis ungu dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air.
b. Untuk mengetahui apakah krim ekstrak etanol kubis ungu mampu memberikan efek anti-aging pada kulit sukarelawan.
c. Untuk mengetahui perbedaan konsentrasi ekstrak etanol kubis ungu dalam sediaan krim mempengaruhi efek anti-aging pada kulit sukarelawan.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pemanfaatan kubis ungu (Brassica oleracea L. var. capitata f. rubra) menjadi sediaan krim anti-aging yang stabil.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Variabel bebas Variabel terikat Parameter
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian Serbuk simplisia
kubis ungu
Ekstrak etanol kubis ungu
Formulasi krim ekstrak etanol
kubis ungu
Karakteristik sediaan krim
Efek anti-aging
- Kadar air - Noda - Pori - Keriput - Homogenitas - Organoleptis - pH
- Stabilitas - Tipe emulsi - Uji kesukaan - Uji iritasi - Viskositas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi morfologi, habitat dan daerah tumbuh, taksonomi tumbuhan, sinonim, nama daerah, nama asing, khasiat dan penggunaan, serta kandungan kimia.
2.1.1 Morfologi
Tumbuhan kubis mempunyai daun berbentuk bulat, oval, sampai lonjong, membentuk roset akar yang besar dan tebal, warna daun bermacam-macam, antara lain putih (forma alba), hijau dan merah keunguan (forma rubra). Awalnya daun berlapis lilin tumbuh lurus, daun-daun berikutnya tumbuh membengkok, menutupi daun-daun muda yang terakhir tumbuh. Pertumbuhan daun terhenti ditandai dengan terbentuknya krop atau telur (kepala). Selanjutnya, krop akan pecah dan keluar malai bunga yang bertangkai panjang, bercabang-cabang, berdaun kecil-kecil, mahkota tegak dan berwarna kuning. Buahnya polong berbentuk silindris, panjang 5-10 cm, berbiji banyak. Biji berdiamater 2-4 mm, berwarna coklat kelabu dan berakar serabut (Dalimartha, 2000).
2.1.2 Habitat dan daerah tumbuh
Tumbuhan kubis (Brassica oleracea) bentuk capitata merupakan tumbuhan dari famili Brassicaceae atau Cruciferae (Majeed, 2004). Bentuk capitata menghasilkan kubis ungu maupun kubis putih. Kubis ungu dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi dengan curah hujan rata-rata 850-900 mm dan umur panen berbeda-beda berkisar dari 90 hari sampai 150 hari. Kubis dapat diperbanyak dengan biji atau setek tunas (Dalimartha, 2000).
2.1.3 Taksonomi tumbuhan
Sistematika tumbuhan kubis ungu (Majeed, 2004) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Capparales Suku : Brassicaceae Marga : Brassica
Spesies : Brassica oleracea L. var. capitata f. rubra 2.1.4 Sinonim
Kubis ungu memiliki sinonim yaitu Brassica oleracea var.
sabauda (Brown, 2004).
2.1.5 Nama daerah
Di Indonesia kubis ungu dikenal dengan beberapa nama daerah, yaitu: kol (Sumatera), kobis, kubis telur, kubis ungu dan kubis krop, (Jawa) (Sukprakan, et al., 2012).
2.1.6.Nama asing
Tumbuhan kubis ungu mempunyai nama asing dari berbagai negara, diantaranya: Rode Kool (Belanda), Suitkool (Afrika), Chou Cobus (Prancis), Kopfkohl (Jerman), Purple/ Red Cabbage (Inggris) (Heyne, 1987).
2.1.7 Khasiat dan penggunaan
Tumbuhan kubis ungu digunakan sebagai pewarna alami di berbagai produk, mempunyai serat diet yang cukup tinggi dalam membantu pencegahan kanker kolon, kolesterol, diabetes dan obesitas. Mengonsumsi jus kubis ungu juga dapat membantu memperbaiki lapisan lambung dan mengobati ulkus (Draghici,
et al., 2013). Jus kubis ungu dibuat dengan cara mencuci ¼ bagian kubis segar sampai bersih, bilas dengan air matang, lalu potong–potong seperlunya. Jus kubis tersebut, lalu sarinya diminum (Dalimartha, 2000).
Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap khasiat kubis ungu antara lain, ekstrak metanol sebagai uji toleransi glukosa darah dan toksisitas akut (Islam, et al., 2015), ekstrak etanol sebagai antiplatelet (Putri, dkk., 2014), ekstrak metanol sebagai antioksidan dan antiinflamasi (Rokayya, et al., 2013), ekstrak metanol sebagai antihiperglikemik dan analgesik (Daud, et al., 2015).
Antosianin adalah pigmen alami dalam kubis merah, ditemukan memiliki antioksidan terkuat, dengan kekuatan 150 flavonoid (Sterling, 2000). Antosianin merupakan pigmen larut dalam air, bisa merah, biru atau ungu tergantung pada pH. Antosianin adalah antioksidan yang dominan yang memiliki antiinflamasi yang membantu melindungi sel-sel (Chauhan ,et al., 2016).
Zat yang bertanggung jawab untuk aktivitas biologis kubis merah, adalah polifenol (Hassimotto, et al., 2005). Polifenol merupakan antioksidan yang membantu dalam membalikkan masalah yang disebabkan oleh stres oksidatif pada dinding arteri. Kubis ungu mengandung banyak zat bioaktif dan memiliki peran yang sangat penting pada terapi untuk manusia. Kubis ungu merupakan sumber yang sangat baik dari dua jenis serat. Serat tidak larut membantu mencegah sembelit dan mengurangi risiko kolorektal. Serat larut hadir dalam kubis merah membantu untuk menurunkan gula darah dan karena itu kolesterol darah membantu mengurangi risiko jantung penyakit dan diabetes (Shama, et al., 2012) 2.1.8 Kandungan Kimia
Kubis ungu merupakan famili Brassicaceae adalah sayuran dengan jumlah antioksidan makhluk kapasitas tinggi juga sangat kaya akan mineral, vitamin,
polifenol, antosianin dan glukosinolat (Draghici, et al., 2013). Kubis ungu memiliki kandungan karbohidrat, protein, glikosida, flavonoid, fenol (Shama, et al., 2012), air, lemak, karbohidrat, serat, kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, vitamin (A, C, E), beta karoten, antosianin (pemberi warna merah-ungu) (Dalimartha, 2000). Komponen bioaktif kubis merah adalah isotiosianat, antosianin, vitamin A, B dan C (Rojo, et al., 2013; Draghici, et al., 2013). Pada 100 gram kubis ungu mentah terdapat 28,3 mg antosianin dan 196,5 mg polifenol (Draghici, et al., 2013).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapatn larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain (Ditjen POM, 2000).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Ditjen POM, 1979). Tujuan utama ekstraksi ini adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan (Syamsuni, 2006). Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:
a. Cara dingin 1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan, sedangkan
remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).
Ekstraksi secara maserasi dengan memasukkan simplisia ke dalam maserator dan ditambahakan 10 bagian pelarut. Direndam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam. Dipisahkan maserat dengan cara filtrasi. Proses penyarian diulangi menggunakan jenis pelarut yang sama dan jumlah volume pelarut setengah kali jumlah volume pelarut pada penyarian pertama. Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan uap vakum (Depkes RI, 2013).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah suatu proses penyarian simplisia menggunakan alat yang disebut perkolator dimana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) sampai diperoleh ekstrak (Ditjen POM, 2000).
Prosedur perkolasi yaitu basahi 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari, masukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, tuangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator, biarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml
per menit, tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia, hingga diperoleh 80 bagian perkolat. Peras massa, campurkan cairan perasan ke dalam perkolat, tambahkan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Biarkan selama 2 hari di tempat yang sejuk. Enap tuangkan atau saring (Ditjen POM, 1979).
b. Cara panas 1. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur titik didihnya dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu (Ditjen POM, 2000).
2. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet dimana pelarut akanterkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel (Ditjen POM, 2000).
3. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C (Ditjen POM, 2000).
4. Infudasi
Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit (Ditjen POM, 2000).
5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit (Ditjen POM, 2000).
2.3 Kulit
Kulit merupakan bagian yang paling luar dari tubuh dan merupakan organ yang terluas, yaitu antara 1,5-2,0 m2 dengan berat kurang lebih 20 kg. Kulit merupakan organ yang memiliki fungsi dan tugas yang sangat berat dalam mempertahankan intergritasnya. Kulit mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan masa dan umurnya (Putro, 1997).
Gambar 2.1 Struktur kulit (Mader, 2004)
Pada saat baru lahir, kulit bayi sangat halus dan beberapa kemudian kulit bayi menyesuaikan diri dengan lingkungan luar, seperti udara dan cuaca sehingga permukaan kulit yang tadinya basah menjadi relatif lebih kering. Pada usia pubertas, terjadi pembesaran kelenjar sebasea yang disebabkan oleh pengaruh hormon, baik esterogen, progesteron ataupun androgen yang berpotensi menjadi jerawat Menjelang usia tua akan terjadi penuaan kulit, yang ditandai oleh kulit
yang kering, kasar, bersisik, bercak cokelat atau putih tidak merata, kendur menggelantung dengan keriput dan lipatan kulit yang jelas. Perubahan tersebut dengan sendirinya akan menyebabkan perbedaan-perbedaan jenis kulit pada bayi, anak, remaja, dewasa dan usia lanjut (Putro, 1997).
2.4 Fungsi Kulit
Kulit memiliki sejumlah fungsi yang sangat penting bagi tubuh. Berikut ini adalah fungsi-fungsi dari kulit (Achroni, 2012).
1. Fungsi perlindungan atau proteksi, yaitu kulit berfungsi melindungi bagian dalam tubuh dari kontak langsung lingkungan luar, misalnya paparan bahan-bahan kimia, paparan sinar matahari, polusi, bakteri dan jamur yang dapat menyebabkan infeksi, serta kerusakan akibat gesekan, tekanan dan tarikan.
2. Mengeluarkan zat-zat tidak berguna sisa metabolisme dari dalam tubuh.
3. Mengatur suhu tubuh.
4. Menyimpan kelebihan lemak.
5. Indra peraba yang memungkinkan otak merasakan sejumlah rasa, seperti panas, dingin, sakit dan beragam tekstur.
6. Tempat pembuatan vitamin D dengan bantuan sinar matahari.
7. Mencegah terjadinya kehilangan cairan tubuh.
2.5 Penuaan Pada Kulit
Penuaan merupakan proses fisiologi yang tak terhindarkan yang pasti dialami oleh setiap manusia. Proses ini bersifat irreversibel yang meliputi seluruh organ tubuh termasuk kulit. Kulit merupakan salah satu jaringan yang secara
langsung akan memperlihatkan proses penuaan (Putro, 1997).Sebagian besar efek photoaging terjadi pada usia 20 tahun (Arsiwala, 2013).
Pada usia muda, regenerasi kulit terjadi setiap 28-30 hari. Regenerasi semakin melambat seiring dengan bertambahnya usia. Memasuki usia 50 tahun, regenerasi kulit terjadi setiap 37 hari. Organ tubuh yang bertanggung jawab terhadap elastisitas dan kehalusan kulit adalah lapisan epidermis. Lapisan epidermis adalah lapisan kedua kulit yang berfungsi sebagai fondasi kolagen dan elastin (Noormindhawati, 2013).
Secara umum, penurunan status antioksidan terjadi pada usia dewasa (24–
<45 tahun), sehingga pada usia tersebut para perempuan mulai memerlukan tambahan suplemen antioksidan guna menghambat laju proses aging dalam tubuhnya (Winarsi, 2007). Penuaan ini tidak dapat dihindari, namun dengan merawat kulit sebelum terjadi penuaan dapat memperlambat timbulnya tanda- tanda penuaan pada kulit (Rosi, 2012).
2.6 Penyebab Penuaan
Faktor yang menyebabkan terjadinya penuaan dini terbagi 2, yaitu:
1. Faktor internal
Pada umumnya disebabkan oleh gangguan dari dalam tubuh, misalnya sakit yang berkepanjangan, kurangnya asupan gizi, ras dan faktor genetik juga memegang peranan dalam terjadinya penuaan (Noormindhawati, 2013).
2. Faktor eksternal
Sinar matahari merupakan faktor eksternal yang memberikan pengaruh terbesar terhadap terjadinya pengaruh penuaan dini (Putro, 1997). Paparan
sinar matahari yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan kulit akibat munculnya enzim proteolitis yang akan memecahkan kolagen kulit (Zelfis, 2012). Menurut Prianto (2014), sinar matahari dapat menimbulkan kerusakan struktur kulit pada lapisan kolagen dan elastin.
Rusaknya kedua serat yang sangat berperan terhadap pembentukan tekstur dan elastisitas kulit menyebabkan pembentukan keriput yang lebih cepat dari semestinya.
Sinar UVB (290-320 nm) yang mencapai pemukaan bumi dan bertanggung jawab terhadap atas sebagian besar terjadinya fotobiologi pada kulit.
Sinar UVA (320-400 nm) mampu melewati kaca jendela dan dibagi menjadi UVA1 (340-400 nm) dan UVA2 (320-340 nm) (Wahyuningsih, 2011). Radikal bebas adalah molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan dan bersifat tidak stabil serta reaktif sehingga elektron ini selalu berusaha mencari pasangan sehingga mudah mengoksidasi senyawa lain. (Noormindhawati, 2013).
2.7 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai radikal bebas (Ramadhan, 2015). Antioksidan berdasarkan jenis utamanya dapat dibedakan menjadi antioksidan endogen dan eksogen (Ramadhan, 2015).
Antioksidan endogen dapat dibedakan menjadi antioksidan endogen non- enzimatik (contoh: asam urat, glutathione, bilirubin, tiol, dan albumin), dan antioksidan endogen enzimatik (contoh: superoxide dismutase, glutathione peroxidase, dan catalase) (Zalukhu, 2016).
Mekanisme kerja antioksidan nutrisional antara lain (Zalukhu, 2016):
1. Menetralisir radikal bebas.
2. Mengurangi konsentrasi peroksida dan memperbaiki oksidasi membrane.
3. Mendorong besi untuk menurunkan produksi ROS.
4. Menetralisir ROS melalui metabolism lipid, asam lemak bebas rantai pendek, dan kolesterol ester.
Elektron yang tidak berpasangan cenderung untuk membentuk pasangan dan ini terjadi dengan menarik elektron dari senyawa lain sehingga terbentuk radikal baru (Ramadhan, 2015):
X H + O-H X + H-O-H
radikal hidroksil radikal baru
2.8 Tanda-tanda Penuaan Dini
Menurut Noormindhawati (2013) dan Putro (1997), ada empat tanda fisik penuaan dini yaitu:
1. Kulit keriput dan mengendur
Seiring bertambahnya usia, jumlah kolagen dan elastin kulit semakin berkurang. Akibatnya, kulit kehilangan elastisitasnya sehingga tampak keriput dan mengendur. Terjadi penurunan jumlah fibroblast yang mensintesis lemak sehingga pembentukan serat kolagen atau penggantian kolagen menjadi lambat, serat elastis lebih kaku dan menebal sehingga jaringan kolagen menjadi kendur dan kurang lentur sehingga mudah berkerut dan garis atau lipatan menjadi lebih jelas.
2. Gangguan pigmentasi yang tidak merata
Gangguan pigmentasi disebabkan oleh terjadinya perubahan distribusi pigmen melanin dan proliferasi melanosit. Sel-sel epidermis yang
berhubungan dengan melanosit berkurang, disertai fungsi melanosit yang menurun sehingga terjadi penumpukan melanin yang tidak teratur di dalam sel epidermis. Biasanya warna kulit menjadi lebih putih di antara kulit yang berwarna normal. Namun, dapat juga timbul bintik-bintik hitam yang muncul
di area yang sering terpapar sinar matahari seperti wajah, lengan dan tangan.
3. Kulit kasar dan bersisik
Kulit kasar dan bersisik terjadi akibat adanya kelainan pada proses keratinisasi disertai perubahan-perubahan ukuran dan bentuk sel-sel epidermis, lapisan stratum korneum yang mudah lepas dan ada kecendrungan sel-sel yang mati untuk saling melekat pada permukaan kulit dan rusaknya kolagen dan elastin akibat paparan sinar matahari membuat kulit menjadi kasar dan bersisik.
4. Kulit kering
Pada usia lanjut kulit akan terlihat kering dan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu menurunnya pengaruh hormon androgen, menurunnya aktivitas dan fungsi kelenjar sebasea yang membentuk lemak untuk melumasi kulit sehingga terjadi evaporasi air secara berlebihan dan kadar air menjadi berkurang, serta berkurangnya jumlah kelenjar ekrin yang menghasilkan keringat sampai 15% sehingga kulit menjadi kering.
2.9 Kosmetik
Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik,
mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono dan Latifah, 2007).
Penggunaan produk anti-aging dimaksudkan tidak hanya untuk memperlambat proses penuaan, membersihkan, melembapkan dan memperindah penampilan tetapi juga dapat memperbaiki struktur dasar kulit yang rusak, melindungi, serta mempertahankan integritas kulit (Prianto, 2014).
Kosmetika anti-aging pada umumnya berupa bahan aktif yang mengandung
antioksidan untuk melindungi kulit dari efek radikal bebas. Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai radikal bebas (Ramadhan, 2015).
2.10 Krim
Krim merupakan sistem emulsi sediaan semipadat dengan penampilan tidak jernih, konsistensi dan sifat rheologisnya tergantung pada jenis emulsi dan sifat zat padat dalam fase internal (Lachman, 2008). Krim mempunyai dua tipe yaitu air dalam minyak (a/m) dan minyak dalam air (m/a). Kedua fase yang berbeda dalam krim distabilkan dengan penambahan surfaktan (Ansel, 2008).Berdasarkan tipe emulsi, m/a lebih banyak digunakan sebagai basis obat yang dapat tercuci dengan air untuk tujuan kosmetik umum (Lachman, 2008).
Sifat umum sediaan semi-padat terutama krim adalah mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan (Anwar, 2012).
Bahan-bahan dasar krim yang digunakan (Rowe, et al., 2009):
1. Asam stearat
Asam stearat digunakan pada formulasi farmasetik dalam sediaan oral maupun topikal, serta dalam produk kosmetik dan makanan. Berfungsi sebagai bahan pengemulsi, bahan pengeras. Berwarna putih atau sedikit kekuningan, mengkilat, kristal padat berlemak. Mudah larut dalam benzen, eter, larut dalam etanol 95%, heksana dan propilen glikol, praktis tidak larut dalam air. Memiliki titik lebur 69-70oC. Konsentrasi hingga 1-20%
digunakan untuk sediaan krim dan salep.
2. Setil alkohol
Setil alkohol secara luas digunakan dalam formulasi sediaan kosmetik dan farmasetik seperti suppositoria, emulsi, losion, krim dan salep. Berfungsi sebagai bahan pengemulsi, bahan pengeras, pelembut. Setil alkohol berbentuk seperti lilin, serpihan putih, bau khas dan lunak, rasa hambar, mudah larut dalam etanol 95% dan eter, kelarutan meningkat dengan kenaikan suhu, praktis tidak larut dalam air. Memiliki titik lebur 45-52oC. Setil alkohol stabil dalam asam, basa, cahaya dan air, tidak mudah tengik, disimpan dalam wadah yang tertutup dan kering. Konsentrasi yang digunakan dalam sediaan topikal berkisar hingga 10%.
3. Propilen glikol
Propilen glikol secara luas digunakan sebagai pelarut, pengawet pada formulasi sediaan parenteral maupun non-parenteral. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, jernih, tidak berwarna, kental dan rasa sedikit tajam.
Berfungsi sebagai humektan, plastisizer, pelarut, bahan penstabil. Pada
sediaan topikal biasa digunakan dengan konsentrasi hingga 15% sebagai humektan. Larut dalam aseton, kloroform, etanol 95%, gliserin dan air, larut dalam 1 bagian dalam 6 bagian eter.
4. Trietanolamin (TEA)
TEA secara luas digunakan dalam formulasi sediaan emulsi. Berfungsi sebagai
Bahan pengalkali, bahan pengemulsi. Memiliki titik lebur 20-21oC.
Konsentrasi yang digunakan sebagai bahan pengemulsi adalah sekitar 2-4%.
Mempunyai ciri tidak berwarna hingga berwarna kuning pucat, cairan kental mempunyai bau sedikit amonia. Larut dalam aseton, methanol, karbon tetraklorida dan air, larut 1 bagian dalam 63 bagian etil eter.
5. Gliserin
Gliserin secara luas digunakan dalam formulasi sediaan oral, topical, preparat mata, telinga dan parenteral. Berfungsi sebagai humektan, emolien, pemanis dan bahan pengemulsi. Memiliki titik lebur 17,8oC. Konsentrasi yang digunakan sebagai bahan pengemulsi adalah sekitar 2-4%. Mempunyai ciri tidak berwarna, cairan kentaldan memiliki rasa manis. Larut dalam aseton, metanol, air, larut 1 bagian dalam 500 bagian etil eter dan larut 1 bagian dalam 11 etil asetat.
6. Sorbitol
Sorbitol secara luas digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan produk kosmetik dan makanan. Berfungsisebagai humektan, bahan pemanis dan bahan penstabil. Sorbitol tidak memiliki bau, putih atau hamper tidak berwarna dan bersifat higroskopis. Konsentrasi sebagai humektan digunakan 3-15%.
7. Nipagin
Berfungsi sebagai pengawet (antimikroba), dalam sediaan topikal biasa digunakan dengan konsentrasi 0,02-0,3%. Pemerian kristal tidak berwarna atau berwarna putih, tidak berbau, rasanya sedikit membakar. Larut 1 bagian dalam 3 bagian etanol 95%, 1 bagian dalam 50 bagian air pada suhu 500C dan larut 1 bagian dalam 30 bagian air pada suhu 800C.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental, meliputi penyiapan sampel, pembuatan ekstrak, formulasi sediaan, pengujian sediaan, yaitu uji organoleptis, uji iritasi kulit, uji efektivitas sebagai anti-aging, uji kesukaan dan uji mutu fisik sediaan (tipe emulsi, homogenitas, pH, viskositas dan stabilitas sediaan).
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia, Laboratorium Kosmetologi dan Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, alu dan lumpang porselen, moisture checker dan skin analyzer
(Aramo-SG), neraca analitik (Boeco Germany), pH meter (Hana Instrument), rotary evaporator (Stuart) dan viskometer Brookfield.
3.2.2 Bahan
Bahan tumbuhan yang digunakan adalah kubis ungu (Brassica oleracea L. var capitata f. rubra). Bahan kimia yang digunakan antara lain: akuades, asam stearat, etanol hasil destilasi, gliserin, larutan dapar pH asam dan netral, metil biru, nipagin, parfum, propilen glikol, setil alkohol, sorbitol dan trietanolamin.
3.3 Sukarelawan
Pemilihan sukarelawan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi sukarelawan dalam penelitian ini adalah wanita usia 20-40 tahun, berbadan sehat dan memiliki tanda-tanda penuaan dini. Semua sukarelawan telah mendapatkan penjelasan mengenai produk yang akan diuji, bersedia dilakukan uji iritasi dan uji efektifitas sediaan sebagai anti-aging selama penelitian berlangsung.
Kriteria eksklusi subjek penelitian ini adalah mempunyai riwayat alergi kulit sebelumnya, sedang menjalani pengobatan topikal atau memakai produk tertentu untuk penyembuhan penyakit kulit dan sedang menderita penyakit kulit.
3.4 Sampel Tumbuhan 3.4.1 Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Sampel yang digunakan adalah kubis ungu yang diperoleh dari Pasar Buah Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
3.4.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Nurul Khairina, 2015).
3.4.3 Pembuatan ekstrak kubis ungu
Kubis ungu dicuci dan dibersihkan dari partikel asing dan ditiriskan, lalu dipotong kecil dan dikeringkan mengunakan lemari pengering. Setelah kering sampel dihaluskan menggunakan blender. Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan memasukkan 500 g simplisia ke dalam maserator dan ditambahakan 10 bagian pelarut (5 L etanol). Direndam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam. Dipisahkan maserat dengan cara filtrasi. Proses penyarian diulangi sebanyak tiga kali menggunakan jenis pelarut yang sama dan jumlah volume pelarut setengah kali jumlah volume pelarut pada penyarian pertama. Maserat dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu
±40oC, ekstrak diuapkan di atas penangas air hingga diperoleh ekstrak kental, kemudian dimasukkan ke dalam freezer (Depkes RI, 2013).
3.5 Formula Sediaan Krim
3.5.1 Formula standar basis krim
Formula standar basis krim mengacu pada Young (1972).
R/ Asam stearate 12
Setil alkohol 0,5
Sorbitol 5
Propilen glikol 3
Gliserin 3-5 tetes
Trietanolamin 1
Pengawet 1 sendok spatula
Parfum 3-5 tetes
Akuades ad 100
3.5.2 Rancangan formula sediaan krim
Sediaan krim yang digunakan dalam penelitian ini adalah krim dengan tipe emulsi minyak dalam air (m/a). Formula standar yang digunakan sebagai basis krim mengacu pada Young (1972). Rancangan formula krim anti-aging dilakukan dengan menambahkan ekstrak etanol kubis ungu pada berbagai konsentrasi yaitu 1%, 2,5%, 5% dan 7,5% serta blanko tanpa penambahan ekstrak.
dapat dilihat pada formula di bawah ini dan komposisi bahan krim pada Tabel 3.1.
R/ Asam stearate 12g Setil alkohol 0,5g
Sorbitol 5g
Propilen glikol 3g Gliserin 5 tetes Trietanolamin 1g
Nipagin 0,2g
Parfum 5 tetes
Akuades ad 100 Tabel 3.1 Komposisi bahan dalam krim
Keterangan: F1: blanko, F2, F3, F4 dan F5 sediaan krim ekstrak etanol kubis ungu dengan konsentrasi berturut-turut 1%; 2,5%; 5% dan 7,5%.
3.5.3 Formulasi sediaan krim
Bahan Konsentrasi (% b/b)
F1 F2 F3 F4 F5
Ekstrak etanol kubis ungu 0 1 2,5 5 7,5
Basis krim anti-aging ad 100 ad 100 ad 100 ad 100 ad 100
Pembuatan krim dilakukan dengan cara meleburkan fase minyak yaitu asam stearat dan setil alkohol dalam cawan porselen di atas penangas air pada suhu 70oC (massa I). Fase air yang terdiri dari trietanolamin, propilen glikol, gliserin, sorbitol dan nipagin dilarutkan di dalam air panas bersuhu 70oC yang telah ditakar (massa II). Lumpang porselen dan stamfer direndam dalam air panas yang suhunya 70oC selama 10 menit, kemudian dikeringkan. Massa II dimasukkan ke dalam lumpang, kemudian ditambahkan masaa I, digerus konstan sampai hampir terbentuk massa krim. Massa krim selanjutnya ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam ekstrak etanol kubis ungu dengan variasi konsentrasi pada masing-masing formula, kemudian gerus kembali dan ditambahkan parfum (greentea) 5 tetes, dihomogenkan sampai terbentuk krim.
F1 merupakan dasar krim yang tidak ditambahkan ekstrak etanol bunga kubis ungu.
3.6 Pengujian Organoleptis Sediaan Krim
Uji organoleptis sediaan krim ekstrak etanol kubis ungu dilakukan pengamatan terhadap bentuk, warna dan bau secara visual.
3.7 Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan
Uji iritasi dilakukan terhadap 13 orang sukarelawan usia 23-40 tahun untuk mengetahui apakah sediaan yang dibuat dapat menyebabkan gatal, kemerahan dan pengkasaran kulit. Metode yang digunakan pada uji iritasi adalah open test, dilakukan dengan cara mengoleskan kosmetik dua sampai tiga kali sehari di area uji yaitu kulit di belakang telinga selama dua hari (Tranggono dan Latifah, 2007;
Wasitaatmadja, 1997). Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya gatal, kemerahan dan pengkasaran kulit pada daerah uji.
3.8 Pengujian Efektivitas Anti-aging Terhadap Sukarelawan
Pengujian efektivitas anti-aging dilakukan terhadap sukarelawan sebanyak 13 orang, digunakan kulit mata kanan dan kiri bagian lateral (menyamping) dan dibagi menjadi 5 kelompok. Perawatan mulai dilakukan dengan pengolesan krim sebanyak 0,1 g hingga merata setiap dua kali sehari yaitu pada malam dan pagi hari. Perubahan kondisi kulit diukur setiap minggu selama pemakaian empat minggu, menggunakan alat skin analyzer dan moisture checker dengan parameter uji, yaitu kadar air (moisture), besar pori (pore), banyak noda (spot) dan keriput (wrinkle). Sukarelawan terdiri dari beberapa kelompok, yaitu:
a. Kelompok I dan II: 5 sukarelawan pada kulit mata kanan bagian lateral untuk formula blanko (krim tanpa ekstrak etanol kubis ungu) dan kulit mata kiri bagian lateral untuk formula krim ekstrak etanol kubis ungu 1%.
b. Kelompok III dan IV: 5 sukarelawan pada kulit mata kanan bagian lateral untuk formula krim ekstrak etanol kubis ungu 2,5% dan kulit mata kiri bagian lateral untuk formula krim ekstrak etanol kubis ungu 5%.
c. Kelompok V: 3 sukarelawan pada kulit mata kanan dan 2 kulit mata kiri bagian lateral untuk formula krim ekstrak etanol kubis ungu 7,5%.
3.9 Uji Kesukaan (Hedonic Test)
Uji kesukaan dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap sediaan krim anti-aging. Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam penilaian organoleptik dari berbagai kesan subjektif dan
analisa sifat–sifat sensorik suatu produk yang disajikan (Ayustaningwarno, 2014).
Kriteria panelis menurut Soekarto (1981) adalah jumlah anggota panelis semakin banyak semakin baik, berbadan sehat, tidak dalam keadaan tertekan dan mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara penilaian organoleptik, sebaiknya jumlah tersebut melebihi 20 orang
Panelis pada penelitian ini berjumlah 30 orang. Pengujian dilakukan secara visual, setiap panelis diminta untuk mengoleskan krim pada kulit punggung tangan dan memberikan penilaian terhadap parameter bau, tekstur dan warna.
Penilaian panelis terhadap sediaan krim dikategorikan ke dalam 5 tingkatan yaitu:
sangat suka (5), suka (4), cukup suka (3), kurang suka (2) dan tidak suka (1), selanjutnya dihitung persentase tingkat kesukaan.
3.10 Pengujian Mutu Fisik Sediaan Krim 3.10.1 Pengujian homogenitas sediaan krim
Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek gelas.
Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM., 1979).
3.10.2 Pengujian tipe emulsi sediaan krim
Penentuan tipe emulsi sediaan dilakukan dengan sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas objek gelas, ditambahkan 1 tetes metil biru, diaduk dengan batang pengaduk. Bila metil biru tersebar merata berarti sediaan tersebut tipe emulsi m/a, tetapi bila hanya bintik-bintik biru berarti sediaan tersebut tipe emulsi a/m (Ditjen POM., 1985).
3.10.3 Pengukuran pH sediaan krim
Penentuan pH sediaan krim dilakukan dengan menggunakan alat pH meter yang terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01), kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan tisu. Sediaan krim dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan krim dan diencerkan dengan akuades hingga 100 ml, elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan nilai pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003). Pengamatan dilakukan setelah penyimpanan 0, 1, 2, 3, 4, 8 dan 12 minggu.
3.10.4 Pengukuran viskositas sediaan krim
Pengukuran viskositas sediaan menggunakan spindle nomor 64 dan viskometer Brookfield. Sediaan dimasukkan ke dalam gelas sampai mencapai volume 100 ml, lalu spindel diturunakan hingga tercelup ke dalam sediaan.
Selanjutnya alat dihidupkan dengan menekan tombol ON dan diatur kecepatan spindel 12 rpm, kemudian dibaca skalanya (dial reading) dimana jarum merah yang bergerak telah stabil. Nilai viskositas (ɳ) diperoleh dari hasil perkalian skala baca (dial reading) dengan faktor koreksi (f) khusus untuk masing- masing kecepatan spindel. Pengukuran dilakukan pada hari pertama dibuat dan setelah penyimpanan selama 12 minggu.
3.10.5 Pengamatan stabilitas sediaan krim
Masing-masing formula dimasukkan ke dalam pot plastik, disimpan pada suhu kamar dan dilakukan pengamatan berupa pecah atau tidaknya emulsi, perubahan warna dan perubahan bau pada saat sediaan telah selesai dibuat serta dalam penyimpanan selama 0, 1, 2, 3, 4, 8 dan 12 minggu pada suhu kamar.
3.11 Analisis Data
Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Smirnov) 22. Data dianalisis menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov untuk menentukan homogenitas dan normalitasnya, selanjutnya dianalisis menggunakan metode One Way ANOVA untuk menentukan perbedaan rata-rata diantara kelompok, jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Bogor. Hasilnya menujukkan sampel yang digunakan adalah kubis ungu dengan jenis Brassica oleracea L. dan suku Brassicaceae. Identifikasi ini telah dilakukan oleh Nurul Khairina (2015), dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 52.
4.2 Hasil Ekstraksi Tumbuhan
Ekstraksi serbuk kubis ungu dilakukan dengan cara maserasi sebanyak 500 g dengan pelarut etanol 80%, diperoleh ekstrak kental sebanyak 105,63 g. Gambar
tumbuhan, simplisia, serbuk simplisia dan ekstrak etanol kubis ungu dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 53. Hasil rendemen yang diperoleh adalah 21,13%.
Perhitungan rendemen dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 54.
4.3 Hasil Organoleptis Sediaan Krim
Uji organoleptis bertujuan untuk melihat tampilan fisik suatu sediaan yang meliputi bentuk, warna dan bau. Hasil organoleptis sediaan krim ekstrak etanol kubis ungu yang dibuat dengan variasi konsentrasi memiliki perbedaan kecerahan warna dari masing-masing sediaan. Organoleptis sediaan krim dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi ekstrak etanol kubis ungu. Hasil organoleptis sediaan krim ekstrak etanol kubis ungu dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini dan gambar pada Lampiran 4 halaman 55.
Tabel 4.1 Hasil organoleptis sediaan krim yang dibuat
Formula
Penampilan
Warna Bau Konsistensi
F1 Putih greentea semi padat
F2 putih kekuningan greentea semi padat
F3 coklat muda greentea semi padat
F4 Coklat greentea semi padat
F5 coklat tua greentea semi padat
Keterangan: F1: blanko, F2, F3, F4 dan F5 sediaan krim ekstrak etanol kubis ungu dengan konsentrasi berturut-turut 1%; 2,5%; 5% dan 7,5%
4.4 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan
Uji iritasi dilakukan dengan metode open test, yaitu mengoleskan kosmetik 2-3 kali sehari di belakang telinga selama 2 hari (Tranggono dan Latifah, 2007;
Wasitaatmadja, 1997). Hasil uji iritasi dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan gambar pada Lampiran 5 halaman 56.
Tabel 4.2 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan
No Pernyataan Sukarelawan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 gatal - - - -
2 kemerahan - - - - 3 pengkasaran kulit - - - - Keterangan: +: gatal, ++: kemerahan, +++: pengkasaran kulit, -: tidak terjadi
Hasil yang diperoleh menunjukkan tidak ada efek samping berupa gatal, kemerahan dan pengkasaran pada kulit yang ditimbulkan oleh sediaan krim yang dioleskan ke kulit. Iritasi dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu iritasi primer yang akan segera timbul sesaat setelah terjadi pelekatan atau penyentuhan pada kulit dan iritasi sekunder yang reakasinya baru timbul beberapa jam setelah
penyentuhan atau pelekatan pada kulit (Ditjen POM, 1985).
4.5 Hasil Uji Efektivitas Anti-aging Terhadap Sukarelawan
Pengujian efektivitas anti-aging menggunakan moisture checker dan skin analyzer (Aramo-SG), dimulai dengan mengukur kondisi awal kulit mata bagian lateral sukarelawan dan dilakukan pengukuran satu kali seminggu selama pemakaian 4 minggu. Parameter uji meliputi pengukuran kadar air (moisture), besar pori (pore), banyak noda (spot) dan keriput (wrinkle). Hasil yang diperoleh pada setiap parameter dianalisis secara statistik dengan metode ANOVA untuk menentukan perbedaan rata-rata di antara kelompok, lalu dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata dari setiap perlakuan pada sukarelawan. Pengujian Post Hoc Tukey HSD dilakukan untuk melihat kelompok formula yang memiliki efek sama atau berbeda antara satu dengan yang lainnya.
4.5.1 Kadar air (moisture)
Kadar air kulit mata bagian lateral sukarelawan diukur menggunakan alat moisture checker (Aramo-SG). Hasil yang diperoleh menunjukkan kondisi awal kulit semua sukarelawan adalah dehidrasi (0-29). Sebelum perawatan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p≥0,05) antara kelompok sediaan krim.
Perawatan minggu pertama terdapat perbedaan yang signifikan (p≤0,05) antara krim ekstrak etanol kubis ungu 7,5% dengan blanko. Minggu kedua terdapat perbedaan yang signifikan (p≤0,05) antara krim ekstrak etanol kubis ungu 7,5%
dengan 1% dan blanko; 5% dengan blanko. Minggu ketiga terdapat perbedaan yang signifikan (p≤0,05) antara krim ekstrak etanol kubis ungu 7,5% dengan 5%, 2,5%, 1% dan blanko; krim 5% dengan 1% dan blanko; dan krim 2,5% dengan blanko. Minggu keempat terdapat perbedaan yang signifikan (p≤0,05) antara krim ekstrak etanol kubis ungu 7,5% dengan 5%, 2,5%, 1% dan blanko; krim 5%
dengan 2,5%; 1% dan blanko.Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.3 Hasil pengukuran kadar air (moisture) sebelum dan setelah pemakaian krim ekstrak etanol kubis ungu
Krim Suka- relawan
Nilai kadar air %
Pemulihan Kondisi
awal (0)
Perawatan (minggu)
1 2 3 4
F1
1 29 29 29 29 30 3,3
2 29 29 29 28 29 0,0
3 28 28 28 29 29 3,6
4 28 28 29 30 30 7,1
5 28 28 29 29 29 3,6
28,6 ± 0,89 28,6 ± 0,89 29,0 ± 0,70 29,2 ± 0,84 29,6 ±0,89 3,5
F2
1 29 30 30 31 31 6,9
2 29 30 30 30 31 6,9
3 28 29 29 30 31 1,7
4 29 29 30 31 31 6,9
5 28 29 29 30 30 7,1
28,6 ± 0,55 29,4 ± 0,54 29,6 ± 0,54 30,4 ± 0,55 30,8 ± 0,54 7,7
F3
1 29 30 30 31 31 6,9
2 29 30 31 32 33 1,8
3 27 28 30 30 31 1,8