• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL)

KABUPATEN LUWU TIMUR

Ir. PETER TANDISAU, MS., dkk.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ketahanan pangan (food security) menjadi focus perhatian pemerintah saat ini. Berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan disebutkan bahwa “ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau”. Atas dasar hal itu, maka terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga merupakan tujuan sekaligus sebagai sasaran dari ketahanan pangan di Indonesia (Saliem, 2011).

Presiden RI pada acara Konferensi Dewan Ketahanan Pangan bulan Oktober 2010 di Jakarta juga mengemukakan bahwa ketahanan dan kemandirian pangan nasional harus dimulai dari rumah tangga. Terkait dengan hal tersebut, pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembangan pangan rumah tangga merupakan salah satu alternatif untuk mewujudkan kemandirian pangan rumah tangga.

Luas lahan pekarangan secara nasional sekitar 10,3 juta ha atau 14% dari keseluruhan luas lahan pertanian. Lahan pekarangan tersebut merupakan sumber potensial penyedia berbagai jenis bahan (diversifikasi) pangan yang bernilai gizi dan memiliki nilai ekonomi tinggi jika dikelola dengan inovatif. Lahan tersebut sebagian besar masih belum dimanfaatkan sebagai areal pertanaman aneka komoditas pertanian, khususnya komoditas pangan. Perhatian masyarakat terhadap pemanfaatan lahan pekarangan relatif masih kurang, sehingga pengembangan berbagai inovasi yang terkait dengan lahan pekarangan belum banyak dilakukan.

Di Sulawesi Selatan, pemanfatan lahan pekarangan masih didominansi tanaman hias, terutama di daerah perkotaan yang sudah mengerti nilai estetika.

Dengan inovasi kreatifitas, lahan pekarangan dapat ditata sedemikian rupa

(2)

tanaman hias dan memiliki multi fungsi sebagai bahan pemenuhan kebutuhan gizi serta sumber pendapatan keluarga. Pemanfaatan lahan pekarangan dengan jenis tanaman: pangan, hortikultura, obat-obatan, ternak, ikan dan lainnya, selain dapat memenuhi kebutuhan keluarga sendiri, juga berpeluang memperbanyak sumber penghasilan rumah tangga, apabila dirancang dan direncanakan dengan baik.

Kementerian Pertanian telah menyusun suatu konsep yang disebut dengan “Kawasan Rumah Pangan Lestari” (KRPL), yang dibangun dari kumpulan Rumah Pangan Lestari (RPL). Masing-masing RPL diharapkan memenuhi prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, menghemat pengeluaran, dan meningkatkan pendapatan, serta pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan melalui partisipasi masyarakat.

Dalam kontek substansi di atas, Badan Litbang Pertanian melalui 65 Unit Kerja (UK) dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia siap mendukung upaya optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan melalui dukungan inovasi teknologi dan bimbingan teknis. Komitmen pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam mewujudkan kemandirian pangan tersebut perlu diaktualisasikan dalam bentuk menggerakkan lagi budaya menanam di lahan pekarangan, baik di perkotaan maupun di perdesaan.

BPTP Sulawesi Selatan sebagai Unit Kerja Badan Litbang Pertanian telah dan siap berperan aktif dalam pengembangan KRPL di wilayah Sulawesi Selatan.

Bentuk dukungan yang akan dilakukan antara lain: (a) Penyusunan Juklak dan Juknis KRPL; (b) Koordinasi dan sosialisasi kegiatan KRPL; (c) Pelaksanaan kegiatan KRPL yang akan berlangsung di 15 kabupaten, dan (d) Upaya pengembangan KRPL di lokasi Lain.

1.2. Tujuan

Pengembangan Model KRPL bertujuan:

1. Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari;

2. Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran, dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan

(3)

ternak dan ikan, pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos;

3. Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfatan pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan; dan

4. Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkat kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri.

1.3. Keluaran

1. Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari;

2. Meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran, dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos;

3. Berkembangnya sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan dan terlaksananya pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan; dan

4. Berkembangnya kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkat kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri.

1.4. Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai dari Model KRPL ini adalah berkembangnya kemampuan keluarga dan masyarakat secara ekonomi dan sosial dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari, menuju keluarga dan masyarakat yang sejahtera (Kementerian Pertanian, 2011).

1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak Manfaat

- Termanfaatkannya lahan pekarangan untuk budidaya tanaman pangan, hortikultura, toga, pemeliharaan ternak, ikan, dan berkembangnya

(4)

rumah tangga menjadi kompos skala rumah tangga, sebagai sumber pendapatan keluarga.

- Terciptanya lingkungan hijau dan bersih secara berkelanjutan.

Dampak

Usaha pertanian tanpa limbah, pengelolaan dan pemeliharaan sumberdaya genetik/plasma nutfah lokal oleh masyarakat setempat (bermacam- macam ubi, talas, buah langka, sayuran indigenous, kacang-kacangan, tanaman obat, dll).

II. KONSEP DAN BATASAN

1. Rumah Pangan Lestari: rumah yang memanfaatkan pekarangan secara intensif melalui pengelolaan sumberdaya alam lokal secara bijaksana, yang menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas, nilai dan keanekaragamannya.

2. Penataan Pekarangan: ditujukan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya melalui pengelolaan lahan pekarangan secara intensif dengan tata letak sesuai dengan pemilihan komoditas.

3. Pekarangan Perdesaan: Pekarangan perdesaan dikelompokkan menjadi 4, yaitu (1) pekarangan sangat sempit (tanpa halaman), (2) pekarangan sempit (<120 m2), (3) pekarangan sedang (120-400 m2), dan (4) pekarangan luas (>400 m2).

4. Pemilihan komoditas: ditentukan dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga serta kemungkinan pengembangannya secara komersial berbasis kawasan. Komoditas untuk pekarangan antara lain:

sayuran, tanaman rempah dan obat, serta buah (pepaya, belimbing, jambu biji, srikaya, sirsak). Pada pekarangan yang lebih luas dapat ditambahkan kolam ikan dan ternak.

5. Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Model KRPL), diwujudkan dalam satu dusun (kampung) yang telah menerapkan prinsip RPL dengan menambahkan intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dll), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil. Suatu kawasan harus menentukan komoditas pilihan yang dapat dikembangkan secara komersial, dilengkapi dengan kebun bibit.

(5)

III. METODOLOGI Lokasi dan Waktu

Kegiatan MKRPL di Sulawesi Selatan akan dilaksanakan di Desa Margolembo Kecamatan Mangkutana Kabupaten Luwu Timur yang terletak pada koordinat …... Waktu pelaksanaan mulai bulan Januari hingga Desember 2012.

Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

Untuk merencanakan dan melaksanakan pengembangan Model KRPL, dibutuhkan 9 (sembilan) tahapan kegiatan seperti telah dituangkan dalam Pedoman Umum Model KRLPL (Kementerian Pertanian, 2011), yaitu:

a. Persiapan

(1) Pengumpulan informasi awal tentang potensi kelompok sasaran, (2) pertemuan dengan dinas terkait untuk mencari kesepakatan dalam penentuan calon kelompok sasaran dan lokasi, (3) koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Dinas Terkait lainnya di Kabupaten Luwu Timur, dan (4) memilih pendamping yang menguasai teknik pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

b. Pembentukan Kelompok

Kelompok sasaran adalah rumahtangga atau kelompok rumahtangga (25 rumah tangga) dalam satu Rukun Tetangga, Rukun Warga atau satu dusun/kampung. Pendekatan yang digunakan adalah partisipatif, dengan melibatkan kelompok sasaran, tokoh masyarakat, dan perangkat desa. Kelompok dibentuk dari, oleh, dan untuk kepentingan para anggota kelompok itu sendiri.

Dengan cara berkelompok akan tumbuh kekuatan gerak dari para anggota dengan prinsip keserasian, kebersamaan dan kepemimpinan dari mereka sendiri.

c. Sosialisasi

Menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan dan membuat kesepakatan awal untuk rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. Kegiatan sosialisasi dilakukan terhadap kelompok sasaran dan pemuka masyarakat serta petugas pelaksana instansi terkait.

(6)

d. Penguatan Kelembagaan Kelompok

Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kelompok yakni:

(1) mampu mengambil keputusan bersama melalui musyawarah; (2) mampu menaati keputusan yang telah ditetapkan bersama; (3) mampu memperoleh dan memanfaatkan informasi; (4) mampu untuk bekerjasama dalam kelompok (sifat kegotong-royongan); dan (5) mampu untuk bekerjasama dengan aparat maupun dengan kelompok masyarakat lainnya.

e. Perencanaan Kegiatan

Melakukan perencanaan/rancang bangun pemanfaatan lahan pekarangan dengan menanam berbagai tanaman pangan, sayuran, buah dan obat keluarga (toga), ikan dan ternak, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian tanaman pangan untuk masa depan, kebun bibit desa (KBD), serta pengelolaan limbah rumah tangga. Selain itu dilakukan penyusunan rencana kerja untuk satu tahun. Kegiatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan kelompok dan dinas instansi terkait.

f. Pelatihan

Pelatihan dilakukan sebelum pelaksanaan di lapang. Jenis pelatihan yang dilakukan diantaranya: teknik budidaya tanaman pangan, buah, sayuran, dan toga, teknik budidaya ikan dan ternak, perbenihan dan pembibitan, pengolahan hasil dan pemasaran serta teknologi pengelolaan limbah rumah tangga. Jenis pelatihan lainnya adalah tentang penguatan kelembagaan.

g. Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh kelompok dengan pengawalan teknologi oleh Peneliti dan Penyuluh. Secara bertahap, dalam pelaksanaanya menuju pada pencapaian kemadirian pangan rumah tangga, diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, konservasi tanaman pangan untuk masa depan, pengelolaan kebun bibit desa, dan peningkatan kesejahteraan.

(7)

h. Pembiayaan

Bersumber dari APBN 2012 serta partisipasi masyarakat dan dukungan pemerintah daerah.

i. Monitoring dan Evaluasi

Dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan, dan menilai kesesuaian kegiatan yang telah dilaksanakan dengan perencanaan.

Tim Monitoring dibentuk dari Tim Intern BPTP Sulawesi Selatan.

Model KRPL dilaksanakan dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan instansi terkait di daerah, yang masing-masing bertanggungjawab terhadap sasaran atau keberhasilan kegiatan. Secara rinci, peran setiap elemen tersebut dapat disimak pada Tabel 1.

Tabel 1. Peran masing-masing pelaku dalam pelaksanaan Model KRPL Luwu Timur

No. Pelaksana Tugas/peran dalam kegiatan

1. Masyarakat

- Kelompok sasaran - Pamong Desa (RT, RW,

Kadus) dan Tokoh Masyarakat

- Pelaku utama - Pendamping

- Monitoring dan Evaluasi 2. Pemerintah Daerah (Dinas

Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Luwu Timur, Kantor

Kecamatan Mangkutana, Kantor Kelurahan Margolembo dan lembaga

terkait lainnya)

- Pembinaan dan pendampingan kegiatan oleh petugas lapang - Penanggung jawab keberlanjutan

kegiatan

- Replikasi kegiatan ke lokasi lainnya

3. - Pokja 3, PKK

- Kantor Ketahanan Pangan - Koordinator lapangan 4. BPTP Sulawesi Selatan Badan

Litbang Pertanian - Membangun model KRPL

- Narasumber dan pengawalan inovasi teknologi dan kelembagaan

j. Temu Lapang

Temu lapang dilakukan untuk mengetahui masalah dan hambatan- hambatan pelaksanaan kegiatan MKRPL di lapangan.

(8)

k. Pelaporan dan Seminar

Pelaporan merupakan penyampaian data dan informasi dari seluruh aktivitas kegiatan dilengkapi dengan dokumentasi seluruh rangkaian kegiatan lapangan, dan seminar dilakukan untuk menerima umpan balik dan tindak lanjut dari kegiatan ini. Selanjutnya laporan akhir akan digandakan untuk disebarluaskan kepada pengguna sebagai bahan informasi maupun bahan kebijakan dalam pembangunan pertanian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang dicapai hingga tengah tahun kegiatan (Juni 2012), dalam kegiatan ini adalah :

1. Koordinasi dan Sosialisasi Kegiatan

Koordinasi dan sosialisasi dilakukan terhadap instansi terkait antara lain Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Luwu Timur, Dinas Pertanian, Peternakan dan Hortikultura Kabupaten Luwu Timur, Badan Penyuluhan Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Luwu Timur, Pemerintah Kecamatan Mangkutana, Pemerintah Desa Margolembo serta Kelompok Tani setempat. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka memperoleh dukungan pemerintah setempat dan masyarakat. Kegiatan ini mencakup penentuan lokasi, sasaran kelompok, lokasi yang terpilih adalah desa Margolembo, Kecamatan Mangkutana, Kabupaten Luwu Timur. Sasaran kelompok yang ditetapkan adalah Kelompok Wanita Tani Mandiri Sayur, dengan jumlah anggota yang berminat sebanyak 25 KK. Respon petani terhadap kegiatan ini positif.

2. Pelatihan Inovasi Teknologi

Pelatihan diarahkan pada materi pembuatan kompos jerami dan pupuk

kandang dengan bantuan decomposer promi. Disamping itu juga

materi tentang pembuatan MOL (Mikroorganisme Lokal) mendukung

(9)

usahatani sayuran dan buah-buahan. Respon petani terhadap pelatihan sangat positif. Dalam kegiatan pelatihan juga diadakan diskusi membahas budidaya sayuran dan tanaman penting lainnya yang dikembangkan di lokasi.

3. Persiapan Bedengan / Kebun Bibit Desa

Kurang lebih 80% anggota telah menyiapkan bedengan untuk pertanaman sayuran dan telah menanam dan memanen berbagai macam sayur antara lain, sawi, tomat, timun, Lombok, bayam, dan lain-lain. Pembangunan KBD yang dilengkapi screen house (rumah plastik) sebagai wadah dalam rangka mempersiapkan benih/bibit tanaman berkesinambungan yang didistribusikan ke anggota pada waktu dipergunakan

4.

Produksi sayuran yang diperoleh cukup baik, namun yang menjadi

masalah utama adalah terbatasnya serapan pasar.

(10)

V. ANALISIS RESIKO

1. Daftar Resiko

No. Resiko Penyebab Dampak

1. Teknis :

- Ketersediaan bibit kurang

- Tanaman terserang hama/penyakit

- KBD belum berfungsi oprimal

- Bibit kurang bermutu

- Tanaman mati atau produksi kurang, baik kuantitas maupun kualitas

- Produksi dan Kualitas menurun

2. Ekonomi:

- Over produksi - Pasar belum

tersedia

- Kemampuan konsumsi terbatas - Pemanfaatan Sumber

daya pekarangan optimal

- Nilai ekonomi menurun -

3. Sosial:

- Petani - Adanya kompetisi antara peserta

- Kerja kelompok tidak berlanjut

(11)

2. Daftar Penanganan Resiko

No. Resiko Penyebab Penanganan Resiko

1. Teknis :

- Ketersediaan bibit kurang

- Tanaman terserang hama/penyakit

- Pertumbuhan tanaman tidak optimal

- KBD tidak berproduksi

- Tidak dilakukan pengamatan hama/penyakit dan pengendaliannya

- Tanah (media tanam) bukan lapisan top soil - bahan organic kurang - Pemeliharaan

(penyiraman) kurang

- Harus ada kebun induk (KBI)

- Pengelolaan KBD diperbaiki - Ada uang pengganti benih

Dari peserta

- Pelatihan pengenalan hama/penyakit dan cara pengendaliannya

- Pengadaan bahan dan sarana pengendalian (Pestisida nabati, trap, sprayer).

- Pengadaan tanah top soil dan penggantian media - Penambahan bahan organic

(kompos, pukan, organic cair)

- Meningkatkan pemeliharaan

2. Ekonomi:

- Over produksi - Kemampuan konsumsi terbatas

- Upayakan diversifikasi produksi.

- Pengaturan jenis tanaman dan pola tanam

- Pelatihan dan pengolahan hasil

(12)

pekarangan tinggi daya pekarangan pekarangan secara optimal 3. Sosial:

- Komplik internal dalam kelompok

- Adanya kompetisi antara peserta

- Management kelompok harus diperbaiki

- Ketua kelompok harus berlaku adil terhadap setiap peserta

V. KESIMPULAN

1. Pengembangan KRPL didesa Margolembo, Kecamatan Mangkutana Kabupaten Luwu Timur mendapat sambutan positif pemerintah daerah dan masyarakat dan prospektifnya kedepan.

2. KBD perlu segera dibangun sebagai wadah percontohan dan penyusun bibit untuk pengembangan usaha tani sayuran

3.

Pemerintah perlu menfasilitasi akses pasar sayuran produksi sayuran kelompok wanita tani sayuran.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Pertanian, 2011. Pedoman umum model kawasan rumah pangan lestari. Jakarta 42 Hlm.

Badan Ketahanan Pangan (BKP). 2010. Perkembangan Situasi Konsumsi Penduduk di Indonesia.

Rachman, Handewi .P.S. dan M. Ariani. 2007. Penganekaragaman

Konsumsi Pangan di Indonesia: Permasalahan dan Implikasi untuk

Kebijakan dan Program. Makalah pada “Workshop Koordinasi

Kebijakan Solusi Sistemik Masalah Ketahanan Pangan Dalam Upaya

Perumusan Kebijakan Pengembangan Penganekaragaman Pangan“,

Hotel Bidakara, Jakarta, 28 November 2007. Kementrian

Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.

(13)

Saliem H.P. 2011. Kawasan rumah pangan lestari (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan. 10 hlm.

Simatupang, P. 2006. Kebijakan dan Strategi Pemantapan Ketahanan Pangan Wilayah. Makalah Pembahas pada Seminar Nasional

“Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian Sebagai Penggerak Ketahanan Pangan Nasional” Kerjasama Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB dan Universitas Mataram, Mataram 5 – 6 September 2006.

Lampiran. Dokumentasi Kegiatan I. SOSIALISASI KEGIATAN MKRPL

Gambar 1. Sosialisasi Kegiatan MKRPL Kab. Luwu Timur

(14)

Gambar 2. Peserta Sosialisasi Kegiatan MKRPL Kab. Luwu Timur

II. PELATIHAN INOVASI TEKNOLOGI KEGIATAN MKRPL

Gambar 3. Pelatihan Pembuatan Kompos Bahan Organik dari Limbah Pertanian dengan Menggunakan Bioaktivator Promi

(15)

Gambar 4. Pelatihan Pembuatan Bioaktovator dan pupuk organik

Mikroorganisme Lokal (MOL) dari bahan-bahan lokal setempat

III. KEBUN BIBIT DESA (KBD)

(16)

Gambar 6. Kondisi Pertanaman

IV. PEMANFAATAN PEKARANGAN RUMAH TANGGA TANI

Gambar 7. Pemanfaatan Pekarangan

(17)

Gambar 8. Pemanfaatan Pekarangan

Gambar

Tabel 1.  Peran masing-masing pelaku dalam pelaksanaan Model KRPL Luwu  Timur
Gambar 1.  Sosialisasi Kegiatan MKRPL Kab. Luwu Timur
Gambar 3.  Pelatihan Pembuatan Kompos Bahan Organik  dari Limbah  Pertanian dengan Menggunakan Bioaktivator Promi
Gambar 4.  Pelatihan Pembuatan Bioaktovator dan pupuk organik
+3

Referensi

Dokumen terkait

Rata-rata Skor PPH yang diperoleh sebesar 61,01. Dengan kisaran 34,32 - 80.3 Nilai ini masih lebih rendah dari perolehan nilai PPH secara nasional tahun 2009.. Hal ini menunjukkan

 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No Per.01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan..  Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) adalah suatu model rumah pangan yang dibangun dalam satu kawasan dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk

Kementerian Pertanian menyusun suatu konsep yang disebut dengan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) rumah tangga dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang

• Uang saku (Jika ada alokasi dari instansi pengirim), karena biaya hari libur tidak ditanggung Pusbindiklatren dan alokasi biaya SBM yang dirasakan kecil. • Biaya lain di

Dengan permasalahan – permasalahan tersebut maka secara umum design daerah tropis di Indonesia selalu menerapkan overstek yang berfungsi untuk menjaga agar air hujan

Bari dapat dipergunakan untuk menganalisa data pasien sehingga didapat informasi jumlah pasien RSUD Palembang Bari dari berbagai dimensi (waktu, pasien, asuransi,

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur