• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA TULIS GINGIVAL OVERGROWTH YANG DIPICU OLEH AMLODIPIN. Disusun Oleh : NI KD FIORA RENA PERTIWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARYA TULIS GINGIVAL OVERGROWTH YANG DIPICU OLEH AMLODIPIN. Disusun Oleh : NI KD FIORA RENA PERTIWI"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS

GINGIVAL OVERGROWTH YANG DIPICU OLEH AMLODIPIN

Disusun Oleh :

NI KD FIORA RENA PERTIWI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2017

(2)

GINGIVAL OVERGROWTH YANG DIPICU OLEH AMLODIPIN : SEBUAH LAPORAN KASUS

Taib H, Ali TBT, Kamin S Abstrak

Pertumbuhan berlebihan dari jaringan gingiva (gingival overgrowth) banyak ditemukan pada pasien-pasien yang menerima terapi farmakologis tertentu seperti penyekat kanal kalsium, antikejang dan immunosupresan. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan meningkatkan jumlah bakteri dalam kavum oral melalui pembentukan lokasi-lokasi retensi plak. Amlodipin merupakan suatu agen penyekat kanal kalsium generasi ketiga yang dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan dari jaringan gingiva, walaupun angka kejadiannya masih sangat terbatas.

Tatalaksana dari pertumbuhan jaringan gingiva yang berlebihan berfokus pada kontrol inflamasi gingiva melalui regimen higienitas oral yang baik. Pada kasus-kasus yang berat, eksisi bedah merupakan pilihan tatalaksana utama, yang diikuti dengan prosedur higienitas oral yang ketat (Helda). Laporan kasus ini menjelaskan perawatan gingival overgrowth pada pasien hipertensi yang mengonsumsi amlodipine.

Kombisani tindakan bedah dan CO laser digunakan dalam perawatan gingival overgrowth. Tindakan dengan CO laser menghasilkan hemostastis yang baik dan mengurangi rasa nyeri selama prosedur dan pasca operasi. Laporan kasus ini juga menjelaskan perawatan periodontal tanpa perubahan obat dapat menghasilkan respon klinis yang baik.

(3)

BAB I PENDAHULUAN

Pembesaran gingiva (gingival overgrowth) yang dipicu oleh obat seringkali terlihat sebagai efek samping dari penggunaan beberapa pengobatan pada pasien yang rentan. Pengobatan yang biasanya terlibat diantaranya antikonvulsan seperti fenitoin yang digunakan untuk perawatan kejang-kejang pada pasien epilepsi, obat Calcium Channel Blockers (CCB) seperti nifedipin untuk perawatan hipertensi atau angina pectoris, imunosupresan seperti siklosporin A yang digunakan untuk perawatan guna mencegah penolakan organ transplantasi yang diterima oleh pasien (Seymour et al., 1996).

Banyak laporan yang membahas bahwa nifedipin memicu GO. Selama beberapa tahun silam, terdapat peningkatan frekuensi penggunaan amlodipin yang juga dilaporkan dapat memicu GO (Seymour et al., 1994). Baru-baru ini, Lafzi et al.

(2006) melaporkan kasus hiperplasia gingiva yang berkembang pesat pada pasien yang mengonsumsi amlodipin 10 mg per hari dengan onset dua bulan. Amlodipin yang merupakan turunan dihidropiridin adalah penyekat kanal kalsium generasi ketiga yang memiliki jangka waktu lebih lama dan efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan obat generasi pertama seperti nifedipin (Ellis et al., 1993).

Prevalensi GO pada pasien yang mengonsumsi amlodipin dilaporkan sebanyak 3.3%

(Jorgensen, 1997), angka ini lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang mengonsumsi nifedipin, yakni 47.8% (Nery et al., 1995).

Gambaran klinis GO biasanya menampilkan papilla interdental yang membesar dan menghasilkan lobulated atau morfologi nodular (Hallmon and Rossmann, 1999).

Efek GO normalnya terbatas pada gingiva cekat dan margin gingiva serta sering

(4)

ditemukan pada bagian anterior. Secara histologis, GO akibat nifendipine merupakan penebalan lapisan sel spunous, hiperkeratosis ringan hingga sedang, proliferasi fibroblas dan fibrosis lamina propria (Hallmon and Rossmann, 1999). Dalam kasus ini, kami menangani GO yang parah pada pasien hipertensi yang mengkonsumsi amlodipin. Penatalaksanaannya terdiri dari prosedur kebersihan rongga mulut serta kombinasi bedah gingivektomi dan perawatan laser CO2.

(5)

BAB II LAPORAN KASUS

Seorang wanita China berusia 55 tahun dirujuk ke Departemen Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Malaya mengeluhkan tentang pembengkakan pada gingiva selama beberapa bulan. Dia merasa sangat tidak nyaman akibat pembengkakan yang mengganggu saat mengunyah dan terkadang ada pendarahan spontan. Dia menderita hipertensi sejak beberapa tahun dan menjalani pengobatan yaitu amlodipine 5mg sehari, Metoprolol 100mg sehari, Lovastatin sebagai tambahan untuk kontrol kolesterol dan Aspirin 75 mg perhari. (Arum)

Umumnya pasien terlihat sehat dan baik. Pada intraoral, terlihat adanya GO yang besar pada bagian labial / palatal gigi bagian atas dan bawah pada kuadran kanan bawah. Papilla interdental mengalami inflamasi dan lobulasi yang terlihat terutama pada gigi anterior bawah (Gambar 1). Kebersihan mulutnya sangat buruk dengan plak dan kalkulus yang banyak. Pendarahan terjadi pada pemeriksaan saat probing pada semua area yang terkena GO. Ada beberapa sisa akar yang masih tertanam di dalam jaringan pada area yang terkena GO pada bagian anterior atas (Gambar 2). Adanya pocket periodontal berukuran 3 sampai 9 mm yang terlihat seperti pseudopockets. Pada gigi insisivus central kiri atas dan kaninus terdapat karies yang sangat dalam. Gigi 38 mobile grade I dengan keterlibatan furkasi Kelas III dan terdapat beberapa gigi yang hilang. Diagnosis klinis adalah adanya pertumbuhan GO yang disebabkan oleh obat. (Ricky)

Scaling dan polishing dilakukan pada seluruh gigi dan pasien diberikan arahan untuk menjaga kebersihan rongga mulut serta diberikan juga motivasi pada kunjungan pertama. Observasi dilakukan setelah 1 minggu dan menunjukan adanya pengurangan

(6)

pada GO khususnya pada rahang atas. Kemudian dilakukan pencabutan pada beberapa akar gigi dengan anastesi lokal.Pada kunjungan selanjutnya gingiva yang abnormal dihilangkan dengan cara pembedahan dan penggunaan laser. Jaringan yang mengalami pembesaran kemudian direseksi menggunakan scalpel dengan blade ukuran 15. Pembedahan kemudian dilakukan dengan menggunakan CO2 (Luxar Navopulse, Boston, USA) laser dengan mode superpulsed wave 5 watts (Gambar 3).

Jaringan yang hangus akibat proses lasering digunakan sebagai lapisan pelindung sehingga tidak dihilangkan pada akhir perawatan lasering. Empat minggu kemudian, prosedur terapi yang sama dilakukan untuk GO pada rahang atas. Prosedur perawatan dilakukan setelah dilakukan anastesi lokal. Beberapa bagian dari pembesaran jaringan pada bagian labial dari gigi 31, 32 dan palatal gigi 21 dilakukan Histopathological Examination (HPE). Setelah prosedur pembedahan selesai dilakukan, pasien kemudian diberikan Paracetamol 1g untuk 3 hari dan obat kumur Chlorhexidine Gluconate 0.12% selama 2 minggu. Hasil dari HPE menjelaskan bahwa jaringan fibrous overgrowth tersusun atas jaringan ikat kolagen dengan imflamasi kronis yang diffuse dan ditutup oleh jaringan epitel hyperparakeratotic dan acanthotic stratified squamous. Follow up selesai dilakukan 1 sampai 3 bulanan (pendy). Setelah 3 bulan dilakukan pemeriksaan kembali dan poket periodontal berkurang menjadi 3mm. Very mild gingivitis diobservasi pada permukaan labial gigi insisivus bawah. Cara menjaga kebersihan rongga mulut dan pembersihan karang gigi sudah dilakukan. Dua tahun setelah operasi, GO dan kondisi jaringan periodontal sudah mulai membaik (Gambar 4). Pasien kemudian dirujuk ke prosthodontist untuk pembuatan protesa. Gigi 13 dan 22 yang berfungsi sebagai penyangga direncananakan untuk pembuatan partial overdenture. Gigi 21 dan 38 diekstraksi karena mempunyai prognosis buruk.Perawatan endodontik dilakukan pada gigi 13 dan 22. Kedua gigi kemudian

(7)

dilakukan penguranga mahkota sampai supragingiva dan saluran akar diiisi dengan amalgam filling.Setelah dibuatkan overdenture dilakukan penyesuaian oklusal.

Follow up pada bulan keenam pasien masih mengkonsumsi amlodipine tampaknya kondisi jaringan periodontal telah membaik (Gambar 5). (Gita)

(8)

BAB III PEMBAHASAN

Patogenesis GO tidak pasti dan perawatannya masih sangat terbatas pada pemeliharaan kebersihan mulut dan operasi pengangkatan jaringan yang berlebih.

Beberapa faktor dapat mempengaruhi hubungan antara obat-obatan dan jaringan gingiva seperti yang dibahas oleh Seymour et al. (1996). Faktor-faktor tersebut termasuk usia, predisposisi genetik, variabel farmakokinetik, perubahan pada homeostasis jaringan ikat gingiva, histopatologi, faktor ultrastruktural, perubahan inflamasi dan kerja obat pada faktor pertumbuhan.

Sebagian besar penelitian menunjukkan hubungan antara status kebersihan mulut dan tingkat keparahan obat yang diinduksi GO. Hal ini menunjukkan bahwa peradangan gingiva akibat plak dapat menjadi faktor risiko penting dalam perkembangan dan tanda perubahan gingiva (Barclay et al., 1992). Dalam kasus ini, faktor lingkungan lokal seperti kontrol plak yang buruk dan beberapa perawatan akar pada awal perawatan dapat bertindak sebagai faktor risiko yang berkontribusi memperburuk pembesaran gingiva yang ada dan mempersulit melakukan perawatan untuk menjaga kebersihan rongga mulut (Ikawa et al., 2002) (Eni)

Terdapat penurunan pembesaran gingiva terutama pada rahang atas setelah terapi awal dilakukan, termasuk ekstraksi akar yang tersisa. Usia juga merupakan faktor risiko penting bagi GO dengan referensi khusus terhadap fenitoin dan siklosporin (Seymour, 2006), tetapi tidak berlaku bagi Calcium Channel Blocker (CCB) karena penggunaan obat tersebut biasanya terbatas pada pasien yang sudah separuh baya dan pasien usia lanjut (Seymour et al., 2000). Tatalaksana GO terfokus pada pemeliharaan kesehatan mulut untuk mengendalikan inflamasi gingiva (Nery et

(9)

al., 1995). Interaksi antara obat dan jaringan gingiva dapat diperburuk oleh inflamasi gingiva karena kesehatan mulut yang buruk (Seymour, 1991). Terlihat penurunan GO terpicu nifedipin yang signifikan setelah dilakukan scaling dan root planing dan kontrol plak yang memadai (Hallmon dan Rossmann, 1999).

Pembedahan jaringan yang mengalami pembesaran biasanya dibutuhkan untuk hasil fungsional dan estetik (Hallmon dan Rossman, 1999). Perawatan pembedahan dapat terdiri dari gingivektomi bedah dan/atau gingivektomi laser. Laser CO2 memiliki panjang gelombang 10,600nm, dapat diserap oleh air dan sangat efektif dalam perawatan pembedahan jaringan lunak yang memiliki kadar air tinggi.

Pembuluh darah disekitar jaringan hingga 0.5 mm ditutup (Aoki et al., 2004). Maka, keuntungan penggunaan laser dibandingkan dengan pisau bedah adalah pada hemostatis yang kuat dan efek bakterisidal serta daerah operasi yang relatif kering sehingga dapat meningkatkan visibilitas (AAP, 2002). (Mutiara Ulan)

Penghentian penggunaan obat bertujuan untuk melihat adanya penurunan/pengurangan GO, akan tetapi bila obat diberikan kembali akan menyebabkan GO terulang kembali (lederman et al, 1984). Dalam kasus penggunaan obat alternatif, penggantian obat penyebab menunjukan adanya regresi pada GO.

Isradipine, yang merupakan calcium channel blocker dari klas dihydropyridine menunjukan adanya regresi sekitar 60% dari GO yang sebelumnya disebabkan oleh nifedipine(Hallmon and Rossman, 1999; Khera et al, 2005).

Penggunaan perawatan lain yang disarankan adalah mengaplikasikan topikallarutan folat pada GO. Dew et al. (1987) menemukan adanya penurunan yang signifikan pada GO ketika asam folat dioleskan secara topikal pada hyperplasia gingiva yang disebabkan oleh phenytoin. Inoe and Harrison (1981) juga menemukan bahwa suplementasi asam folat menurunkan tingkat keparahan dari GO. Phenytoin

(10)

mengganggu metabolisme asam folat sehingga menyebabkan defisiensi asam folat, hal inilah yang diketahui berhubungan dengan peradangan gingiva. Namun belum ada penelitian yang melaporkan penggunaan asam folat pada GO yang disebabkan oleh amlodipine. (Dylan)

Dalam kasus ini, GO dirawat melalui terapi periodontal awal meliputi instruksi dan motivasi kebersihan mulut, diikuti dengan perawatan bedah gingivektomi dan laser CO2. Laporan kasus ini juga menunjukkan bahwa tanpa perubahan obat yang terkait, perawatan periodontal saja bisa menghasilkan respon klinis yang memuaskan (Ikawa dkk., 2002). Karena kondisi periodontal pasien yang terkontrol, pembuatan prostesis dibuat untuk memenuhi fungsi dan estetik pasien.

Prostesis didisain untuk meminimalkan tempat retensi plak. Namun ada kemungkinan GO dapat terjadi kembali selama pengobatan dilanjutkan. (Mavrogiannis dkk.,2006).

Oleh karena itu pasien harus diinformasikan tentang kemungkinan terjadinya kekambuhan dan pentingnya pemeliharaan kebersihan mulut yang efektif sebagai kunci dalam mencegah dan menangani GO terkait dengan amlodipine. Tindak lanjut yang baik dari pasien di perlukan dalam upaya memonitor status gingiva/status periodontal, untuk menilai, menjaga kebersihan mulut dan memberikan perawatan professional secara berkala (hallmon dan Rossman 1999) sehingga mencegahnya kekambuhan GO. (Gungde)

(11)

BAB IV KAITAN TEORI

4.1 Definisi GO (Ricky)

Gingival overgrowth / gingival enlargement adalah pembesaran gingiva atau suatu peradangan pada gingiva yang disebabkan oleh banyak faktor baik faktor lokal maupun sistemik, yang paling utama adalah faktor lokal yaitu plak bakteri. Tanda klinis yang muncul yaitu gingiva membesar, halus, mengkilat, konsistensi lunak, warna merah dan pinggirannya tampak membulat. Hal ini menimbulkan estetik yang kurang baik.

4.2 Etiologi GO (Feby)

4.2.1 Inflammatory Enlargement

Pembesaran gingiva dapat berasal dari inflamasi kronis atau akut.

Inflamasi kronik lebih biasa terjadi daripada akut. Selain itu, pembesaran inflamasi umumnya adalah komplikasi sekunder dari tipe enlargement yang lainnya sehingga dapat menciptakan pembesaran gabungan (combine gingival enlargement). Dalam kasus penting untuk memahami etiologi ganda.

a. Chronic Inflammatory Enlargement

Chronic Inflamatory gingival disebabkan oleh kontak yang terlalu lama pada plak gigi. Faktor-faktor yang mendukung akumulasi plak dan retention, termasuk kebersihan mulut yang buruk, serta iritasi karena kelainan anatomi dan restorative yang tidak tepat dan peralatan orthodontic.

(12)

b. Acute Inflammatory Elargement

Gingival Abscess pembesaran akut inflamasi gingival yang berasal dari bakteri yang terbawa jauh ke dalam jaringan oleh zat asing seperti bulu sikat gigi, dll. Lesi terbatas hanya pada gusi dan tidak harus dibingungkan dengan abses periodontal ataupun abses lateral.

4.2.2 Drug Induced Enlargement

Gingival Overgrowth biasanya diakibatkan karena konsumsi obat anticonvulsants, immunosuppressant dan calcium channel blockers dan dapat menyebabkan gangguan saat bicara, mengunyah, erupsi gigi atau masalah estetik.

a. Anticonvulsants

Obat yang pertama kali ditemukan dapat menginduksi terjadinya gingival enlargement adalah phenytoin (Dilantin) yang digunakan sebagai obat epilepsy. Selain itu terdapat pula ethotoin (Paganone) dan Mephenytoin (Mesantoin). Gingival overgrowth biasanya muncul pada 50% pasien yang mengkonsumsi obat tersebut. Biasanya pula terjadi pada pasien yang masih muda. Dari hasil penelitian mengindikasikan bahwa phenytoin menstimulasi proliferasi dari sel fibroblast dan ephitelium.

b. Immunosupresan

Cyclosporine adalah agen immunosupresif yang digunakan unuk mencegah penolakan organ transplant dan untuk merawat beberapa penyakit autoimun. Secara mikroskopik, terdapat banyak sel plasma dan keberadaan subtansi ekstraselular yang sangat banyak yang disimpulkan

(13)

gingival overgrowth merupakan respon hipersensitifitas terhadap cyclosporine. \

c. Calcium Channel Blockers

Calcium Channel Blockers merupakan obat untuk penyakit kardiovaskular seperti hipertensi, angina pectoris, arteri korona spasma, dan aritmia kardiak. Obat ini merupakan derivate dihidropiridin : amlodipine (Lotrel, Norvask), felodipin (Plendil), nicardipin (Cardene), nifedipin (aladat, Procardia),dll. Obat-obat tersebut dapat menginduksi gingival overgrowth.

4.2.3 Enlargement Associated with Systemic Deaseases

Penyakit sistemik mempengaruhi jaringan periodonsum dengan 2 mekanisme :

a. Memicu inflamasi yang diinisiasikan dental plak  conditional Enlargement

Conditional enlargement :

- Hormonal (kehamilan & pubertas) Kehamilan :

Selama kehamilan terjadi peningkatan level progesterone dan estrogen yang menyebabkan perubahan permeabilitas vascular, edema gingiva, peningkatan respon inflamasi terhadap dental plak, dan peningkatan jumlah Prevotela Intermedia. Gingival hormonal enlargement adalah suatu pembesaran gingiva terkait dengan ketidakseimbangan hormone selama masa kehamilan atau masa puber.

Pubertas :

(14)

Pembesaran gingiva terjadi selama masa pubertas baik laki-laki maupun perempuan pada daerah akumulasi plak. Karena pada masa ini, terjadi peningkatan respon gingival terhadap iritasi lokal. OH harus dijaga dengan baik.

- Nutrisional (defisiensi vitamin C)

Defisiensi vitamin C menyebabkan hemoragia, degenerasi kolagen, edema pada jaringan ikat gingiva dan akan mengubah respon gingiva (respon pertahanan normal terhambat, respon inflamasi meningkat) terhadap plak. Jika terjadi defisiensi vitamin C diikuti dengan inflamasi maka akan terjadi pembesaran gingiva.

b. Manifestasi penyakit sistemik berhubungan dengan status inflamsi gingiva  Penyakit sistemik penyebab pembesaran gingiva

- Leukimia

- Granulomatus diseasses (Newman, 2006) 4.3 Patofisiologi GO (Dylan)

GO biasanya terjadi pada individu yang mengkonsumsi obat-obatan tertentu dalam beberapa bulan setelah memulai pengobatan. GO yang disebabkan oleh obat akan menampilkan adanya pertumbuhan jaringan lunak diantara gigi dan selanjutanya akan menyebar ke segala arah. Seiring dengan adanya pembesaran jaringan ini tampilannya akan berubah menjadi menebal dan berlobus. Hal ini dapat menutupi sebagian atau seluruh permukaan gigi, termasuk permukaan oklusal, dan juga ke arah sulkus, permukaan epitelnya biasanya halus dan fibrotik, namun bisa juga berbentuk nodular dalam gingival enlargement yang disebabkan oleh cyclosporine. Jika ada penyakit periodontal maka jaringan

(15)

bisa meradang, tampak kemerahan atau keunguan, dan bervaskularisasi tinggi sehingga cenderung berdarah (Taylor, 2003).

4.4 Gambaran klinis GO (Gita)

Pertumbuhan gingiva yang berlebihan biasanya berhubungan dengan dosis obat, lamanya pengobatan, konsentrasi dalam serum dan keberadaan plak.

gambaran klinis lesi ini berupa : marginal gingiva dan papilla interdental tampak membesar dan kenyal, permukaannya tampak halus, disertai stippling atau berlobus, juga dapat disertai sedikit inflamasi atau tanpa inflamasi (George Laskaris, 2013)

Gambar 4.4 Pembesaran gingiva akibat penggunaan felodipine (George Laskaris, 2013)

4.5 Treatment GO (Arum)

Scaling, root planing, curettage dan polishing merupakan initial phase therapy dalam prosedur perawatan penyakit periodontal. Tindakan ini dapat meredakan peradangan gingiva,dan menghilangkan mikroorganisme patologi yang terdapat pada daerah subgingiva. Scaling adalah suatu tindakan penghilangan plak, kalkulus dan stain yang terdapat pada permukaan mahkota gigi. Root planing adalah pembuangan jaringan sementum nekrotik dan atau lunak, dentin, kalkulus serat eliminasi bakteri dan toksin dari permukaan akar gigi untuk memperoleh permukaan akar yang halus. Pada permukaan yang halus

(16)

diharapkan plak tidak melekat sehingga tidak terjadi akumulasi plak dan kalkulus. Curettage adalah tindakan untuk menghilangkan atau membersihkan jaringan granulasi atau jaringan yang meradang dari gingiva yang merupakan dinding poket. Dengan dilakukannya curettage diharapkan jaringan periodontal akan sehat terjadi regenerasi dan perlekatan kembali dengan dinding gigi (Andriani, 2009).

Pada GO, apabila gingiva terdiri dari komponen fibrotik yang tidak bisa mengecil setelah dilakukan perawatan scaling, root planing, curettage dan polishing atau ukuran GO menutupi deposits pada permukaan gigi, dan mengganggu akses pengambilan deposits, maka perawatannya adalah pengambilan secara bedah (gingivektomi). Gingivektomi atau tindakan bedah periodontal hanya bisa dilakukan ketika indeks plak sekitar 10%, sehingga akan memperoleh penyembuhan yang optimal dan mencegah terjadinya kekambuhan GO. Satu minggu setelah gingivektomi, periodontal peck dilepas. Gingiva masih terlihat agak merah karena terjadi proses epitelisasi, proses ini terjadi pada hari ke 5-14 (Andriani, 2009)

4.5.1 Treatment Bedah (Gingivektomi) (arum,gita,Dylan)

Gingivektomi adalah pemotongan jaringan gingiva dengan membuang dinding lateral poket yang bertujuan untuk menghilangkan poket dan peradangan gingival sehingga didapat gingival yang fisiologis, fungsional dan memiliki estetik yang baik (Newman, 2002). Prinsip dan teknik gingivektomi yaitu setelah ditandai dengan poket marker, jaringan gingiva kemudian dieksisi dengan sudut 45° kemudian gingiva dibentuk sesuai kontur dan bentuk ketajaman tepi gingiva yang normal baik anatomi maupun fisiologis. Keuntungan teknik gingivektomi adalah teknik sederhana, dapat mengeliminasi poket secara

(17)

sempurna, lapangan penglihatan baik, morfologi gingiva dapat diramalkan sesuai keinginan (Trijani, 1996).

Setelah 12-24 jam pasca gingivektomi, sel epitel pinggiran luka mulai migrasi ke atas jaringan granulasi. Epitelisasi permukaan pada umumnya selesai setelah 5-14 hari. Selama 4 minggu pertama setelah gingivektomi keratinisasi akan berkurang. Keratinisasi permukaan mungkin tidak tampak hingga hari ke 28-42 setelah operasi. Perbaikan epitel selesai sekitar satu bulan, perbaikan jaringan ikat selesai sekitar 7 minggu setelah gingivektomi.

Vasodilatasi dan vaskularisasi mulai berkurang setelah hari ke empat penyembuhan dan tampak hampir normal pada hari ke 16. Enam belas minggu setelah gingivektomi, gingival tampak sehat, berwarna merah muda dan kenyal (Newman, 2002).

4.5.2 Treatment Laser

Ada tiga jenis laser utama yang digunakan sebagai instrumen untuk terapi bedah di rongga mulut : Laser Neodimium - YAG (Nd: YAG), Argon (Ar) dan Karbon dioksida (CO2). Pada laser CO2, panjang gelombang yang panjang memiliki keuntungan dapat diabsorbsi oleh jaringan dengan jumlah air yang besar, mengakibatkan penguapan lebih mudah sehingga tidak menyebabkan luka bakar yang dalam. Laser CO2 adalah metode yang cepat dan efektif sehingga pemotongan pada lesi lebih baik (Gama, 2012).

Langkah awal dalam prosedur laser gingivektomi, yaitu : mengukur jarak dari papilla ke tepi insisal dengan menggunakan graphite pencil, memberi tanda pada interdental papilla pada bagian kanan dan kiri pada permukaan bukal gigi.

Prosedur bedah dilakukan dengan lase CO2 (Sharplan 20C, Tel Aviv, Israel),

(18)

panjang gelombang λ 10.600 nm, daya rata-rata 5W, focus 2 mm, dan arus searah (Gama, 2012).

4.6 Definisi hipertensi (Ricky)

Definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolic  90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.

4.7 Etiologi hipertensi (Feby) a. Hipertensi Essensial

Hipertensi essensial atau hipertensi primer atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essential. Penyebab multifactorial meliputi faktor genetic dan lingkungan, seperti kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin, diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas, dan lain-lain (Nafrialdi, 2008).

b. Hipertensi Sekunder

Insidensi hipertensi sekunder mencapai 5-10% dari seluruh kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan dan lain-lain (Nafrialdi, 2008)

(19)

4.8 Treatment hipertensi (Pendi)

Gambar 4.1 Treatment Hipertensi (Price dan Wilson, 2002).

Tujuan dari pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah morbiditas dan mortalitas dengan cara yang nyaman. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai tekanan darah <140/90 mm Hg. Apabila perubahan gaya yang dilakukan tidak cukup memadai maka perlu dilakuakan terapi dengan penggunaan obat. Pada awalnya sebaiknya diberikan satu jenis obat saja, dapat berupa diuretika, penyekat reseptor beta-adrenergik, penyekat saluran kalsium, inhibitor ACE (Angiotensin-Converting Enzyme), atau penyekat reseptor alfa-adrenergik, bergantung pada berbagai pertimbangan pasien. Pertimbangan pada pasien

Pengubahan Gaya Hidup Penurunan Berat Badan Pembatasan Asupan Alkohol Aktivitas Fisik yang Teratur Penurunan Asupan Natrium

Mempertahankan Asupan K+, Ca2+, dan Mg2+ yang Memadai Penghentian Merokok

Respon Tidak Memadai

Lanjutkan Pengubahan Gaya Hidup Pilih Pengobatan Awal

Tingkatka n Dosis

Obat

Respon Tidak Memadai

Ganti dengan Obat Lain

Tambah Obat Kedua dari Kelas Berbeda

Tambah Obat Kedua dan ketiga atau diuretika bia belum diresepkan

Respon Tidak Memadai

(20)

mencangkup; biaya, karakteristik demografi, penyakit yang terjadi bersamaan dan kualitas hidup (Price dan Wilson, 2002).

4.9 Definisi Amlodipine dan Mekanisme Amlodipine (Gungde&eni))

Amlodipine merupakan obat antihipertensi golongan CCBs yang bekerja sebagai vasodilator dengan menghambat masuknya ion kalsium pada sel otot polos vaskuler dan miokard sehingga tahanan perifer turun dan otot relaksasi.

Sifat menguntungkan dari obat antihipertensi golongan CCB yaitu memiliki efek langsung pada nodus atrioventrikular dan sinoatrial, dapat menurunkan resistensi perifer tanpa penurunan fungsi jantung yang berarti, dan relatif aman bila dikombinasi dengan β-blocker. 6 Sediaan amlodipine yang banyak dipergunakan yaitu dalam bentuk tablet 2,5 mg, 5 mg dan 10 mg. Penggunaan obat antihipertensi ini diberikan secara oral, tergantung pada toleransi dan respon pasien. Dosis awal 2,5 mg dan 5 mg sehari 1 tablet, dengan dosis maksimum 10 mg 1 kali sehari.16 Bioavailabilitas amlodipine relatif tinggi dibanding CCBs yang lain. Absorpsi amlodipine terjadi secara pelan-pelan sehingga dapat mencegah penurunan tekanan darah yang mendadak. Kadar amlodipine pada jam ke 24 masih 2/3 dari kadar puncak. Waktu paruhnya panjang sehingga cukup diberikan sekali sehari. Obat ini tidak perlu penyesuaian dosis pada gangguan fungsi ginjal karena dimetabolisme di hati dan hanya sedikit sekali yang diekskresi dalam bentuk utuh lewat ginjal.

Dua cara terjadinya GO yaitu dengan inflamasi dan non inflamasi.

Mekanisme non-inflammatory yang dikemukakan meliputi aktivitas kolagenase yang rusak karena penurunan penyerapan asam folat, penyumbatan sintesis aldosteron pada korteks adrenal dan peningkatan umpan balik konsekuen pada tingkat ACTH dan meningkatnya tingkat faktor pertumbuhan keratinosit.

(21)

Mekanisme inflamasi yang dikemukakan yaitu peradangan dapat terjadi sebagai akibat efek toksik secara langsung dari konsentrasi obat pada cairan gingiva dan / atau adanya bakteri plak. Peradangan ini dapat menyebabkan naiknya beberapa faktor sitokin seperti TGF-β1 yang ditandai dengan pengurangan peradangan dan pertumbuhan gingiva meningkat. Perawatan kebersihan mulut yang teliti oleh pasien mungkin juga bertanggung jawab atas penurunan pertumbuhan berlebih gingiva.

4.10 Dosis Amlodipine (Pendi)

Sediaan: tablet 5 mg, 10 mg (Kasim dkk., 2009). Amlodipine digunakan untuk pengobatan hipertensi, angina stabil kronik, angina vasospastik (angina prinzmetal atau variant angina). Amlodipine dapat diberikan sebagai terapi tunggal ataupun dikombinasikan dengan obat antihipertensi dan antiangina lain (thiazide, ACE inhibitor, beta-blocker, nitrate dan nitroglycerine sublingual) (Kasim dkk., 2009).

Dosis: penggunaan dosis diberikan secara individual, bergantung pada toleransi dan respon pasien. Dosis awal yang dianjurkan adalah 5 mg satu kali sehari, dengan dosis maksimum 10 mg satu kali sehari. Untuk melakukan titrasi dosis, diperlukan waktu 7-14 hari. Pada pasien usia lanjut atau dengan kelainan fungsi hati, dosis yang dianjurkan pada awal terapi adalah 2,5 mg satu kali sehari. Bila amlodipine dikombinasikan dengan obat antihipertensi lain, dosis awal yang diberikan adalah 2,5 mg. Dosis yang dianjurkan untuk angina stabil kronik ataupun angina vasospastik adalah 5-10 mg, dengan penyesuaian dosis pada pasien usia lanjut dan kelainan fungsi hati (Kasim dkk., 2009).

(22)

4.11 Indikasi dan Kontraindikasi Amlodipine (Eni dan Ayu Graha)

Amlodipin diindikasikan untuk pengobatan hipertensi, dapat digunakan sebagai agen tunggal untuk mengontrol tekanan darah pada sebagian besar penderita hipertensi. Penderita hipertensi yang tidak cukup terkontrol jika hanya menggunakan anti hipertensi tunggal akan sangat menguntungkan dengan pemberian amlodipin yang dikombinasikan dengan diuretik thiazida, inhibitor β-adrenoreseptor, atau inhibitor angiotensin converting enzyme. Amlodipin juga diindikasikan untuk pengobatan iskemia myokardial, baik karena obstruksi fixed (angina stabil), maupun karena vasokonstriksi (angina varian) dari pembuluh darah koroner. Amlodipin dapat digunankan sebagai monoterapi atau kombinasi dengan obat-obat anti angina lain, terutama pada penderita angina yang sukar disembuhkan dengan nitrat dan atau dengan β-blocker pada dosis yang memadai (Katzung, 2007).

Menurut Kaynak (2011), obat amlodipine tidak dapat digunakan pada beberapa keadaan berikut :

1. Penderita yang memiliki riwayat hipersensitif atau riwayat alergi terhadap amlodipine atau calcium channel blockers lain.

2. Penderita yang mengalami syok kardiogenik, stenosis aorta, atau angina pektoris yang tidak stabil.

3. Penderita yang tekanan darah rendah yaitu kurang dari 90/60 mmHg).

Penderita yang sedang hamil dan menyusui.

4.12 Efek Samping Amlodipine (Mutiara)

Amlodipine ditoleransi dengan baik. Pada uji klinis placebo-controlled yang melibatkan pasien hipertensi atau angina, efek samping yang paling sering

(23)

didapati adalah sakit kepala, pusing, cepat lelah, rasa mengantuk, nausea, edema dan palpitasi. Untuk efek samping yang jarang ditemui adalah:

a. Saraf otonom: mulut kering dan produksi keringat meningkat

b. Body as a Whole: asthenia, sakit punggung, malaise, nyeri dan kenaikan/penurunan berat badan

c. Kardiovaskular (umum): Hipotensi dan sinkop.

d. Endokrin: Gynaecomastia

e. Gastrointestinal: perubahan kebiasaan buang air besar, dispepsia (termasuk gastritis), hiperplasia gingiva, pankreatitis dan muntah.

f. Metabolik / Nutrisi: hiperglikemia.

g. Musculoskeletal: arthralgia, kram otot dan mialgia.

h. Trombosit / Perdarahan / Pembekuan: purpura dan trombositopenia.

i. Psikiatri: impotensi, insomnia dan perubahan mood secara mendadak j. Pernafasan: batuk, dyspnoea dan rhinitis.

k. Kulit: alopecia, perubahan warna kulit dan urtikaria.

l. Urin: peningkatan frekuensi kencing, gangguan kebutaan dan nokturia.

m. Vascular (extracardiac): vaskulitis.

n. Sel Darah Putih / R.E.S .: Leucopenia (New Zealand Medicines and Medical Devices Safety Authority, 2010)

4.13 Obat Anestesi untuk Pasien Hipertensi (feby,pendy,mutiara)

Penggunaan anastesi lokal yang dikombinasikan dengan epinephrine pada pasien dengan hipertensi memang berisiko. Beta-1 pada epinephrine akan memengaruhi kerja jantung dan beta-2 pada epinephrine memengaruhi kerja otot pembuluh darah (Chidambaram, 2013). Apabila penggunaan anastesi lokal memang sangat diperlukan maka dapat digunakan dengan ketentuan sebagai berikut:

(24)

Tabel 4.13. Klasifikasi hipertensi (Popescu dkk., 2013).

Penggunaan anastesi lokal mengandung epinephrine atau vasokonstriktor pada pasien hipeternsi, dapat dugunakan sebanyak 2 (1,8 ml) cartridges lignocaine yang mengadung epinephrine dengan perbandingan 1:100.000 (0,036 mg) atau maksimal penggunaan 4 cartridges lokal anatesi dengan perbandingan epinephrine 1:200.000. Penggunaan anastesi lokal dengan epinephrine ini hanya dapat digunakan pada pasien dengan hipertensi stage I. Pasien dengan hipertensi stage II penggunaan anastesi lokal dengan epinephrine perlu dipertimbangkan kembali terlebih dahulu, selain itu penggunaan anastesi lokal dengan epinephrine hanya dapat digunakan pada pasien hipertensi terkontrol (Chidambaram, 2013; Popescu dkk., 2013).

Klasifikasi SBP (mmHg) DBP (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Stage I hipertensi 140-159 90-99

Stage II hipertensi ≥160 ≥100

(25)

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan

Gingival overgrowth (GO) disebabkan oleh Inflammatory Enlargement, Drug Induced Enlargement dan lainnya. Dalam kasus ini GO disebabkan oleh Calcium Channel Blockers, dimana pasien mengkonsumsi salah satu obat yang mengandung CCB yaitu amlodipine, karena memiliki riwayat hipertensi. Perawatan yang dilakukan dalam kasus ini adalah menggunakan metode bedah dan laser.

5.2 Saran

1. Mengganti amlodipine dengan obat golongan lain, karena amlodipine dapat menyebabkan kekambuhan GO (gingival overgrowth).

2. Menjaga OH karena GO (gingival overgrowth) juga dapat disebabkan oleh OH yang buruk.

3. Kontrol rutin ke dokter gigi.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Chidambaram R. 2103. Protocols For Hypertensive Patient Management In The Dental Office - Short Communication. International Journal of Medical Dentistry.Malaysia.

Gama. 2012. Effectiveness of CO2 laser in removal of papillary gingival hyperplasia.

Dental Press J Orthod. 17(2):33.e1-6.

Kasim Fauzi, TrisnaYulia, Kosasih. 2009. ISO (InformasiSpesialiteObat) Indonesia.

PT. ISFI Penertbitan. Jakarta. hal 295.

Kaynak. 2011. Bioavailability File: Amlodipine. FABAD J. Pharm. Sci. 36: 207-222.

Laskaris, G. 2013. Atlas Saku Penyakit Mulut. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 228.

Nafrialdi. 2008. Antihipertensi. In: Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nafrialdi., Elizabeth. Farmakologi Dan Terapi. 5thed, Jakarta: BalaiPenerbit FK UI, pp. 341-343.

New Zealand Medicines and Medical Devices Safety Authority. 2010. Apo- Amlodipine. North-Shore city: New Zealand Medicines and Medical Devices Safety.

Newman, M.G. Takei, H.H. Carranza, F.A. 2012. Carranza’ s ClinicalPeriodontology. 11thedition. W.B. Saunders Company.

Philadelphia.

Newman, M.G., Takei, H.H., Carranza, F. A. 2006. Carranza’s Clinical Periodontology. 10th Ed. Philadelphia : W.B Saunders Company.

Popescu S. M., Scrieciu M., Mercu V., Tuculina M., danDascslu I. 2013.

Hypertensive Patients and Their Management in Dentistry. Hindawi

Publishing Corporation. Craiova,

Romania.http://dx.doi.org/10.5402/2013/410740.

Price S. A. dan Wilson L. M. 2002. Pathophysiology: Clinical Concepts Of Disease Processes. ed 6th. Elsivier Science. hal 582.

Taylor, B. A. 2003. Management of Drug-Induced Gingival Enlargement. Australian prescriber vol 26.

Trijani S. 1996. Evaluasi Kesembuhan Klinis setelah Tindakan Gingivektomi dengan atau tanpa Pack Periodontal pada Kasus Gingivitis Pubertas. TIMNAS:

416-423.

(27)

Gambar

Gambar 4.4 Pembesaran gingiva akibat penggunaan felodipine (George  Laskaris, 2013)
Gambar 4.1 Treatment Hipertensi (Price dan Wilson, 2002).
Tabel 4.13. Klasifikasi hipertensi (Popescu dkk., 2013).

Referensi

Dokumen terkait