• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

72 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Partisipan Penelitian

Partisipan pada penelitian ini yaitu para lanjut usia (lansia) yang ada di Panti Wredha Salib Putih Salatiga sebagai kelompok perlakuan dan Wisma Lansia Maria Martha Salatiga sebagai kelompok kontrol. Rentan usia partisipan penelitian yang digunakan yaitu 60-85 tahun. Penelitian ini menggunakan lansia yang telah didiagnosa oleh dokter/perawat yang ada di tiap panti tersebut mengalami hipertensi.

Partisipan yang di gunakan juga tidak sedang tirah baring, partisipan masih bisa melakukan berbagai aktifitas secara mandiri. Suku para lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga didominasi dari suku Jawa, sedangkan di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga didominasi dari suku Tionghoa.

Di Panti Wredha Salib Putih Salatiga terdapat 30 lansia yang terdiri dari 24 orang lansia perempuan dan 6 orang lansia laki-laki, sedangkan di Wisma Lansia Maria Martha terdiri dari 22 orang lansia dan semuanya berjenis kelamin perempuan.

Para lansia Di Panti Wredha Salib Putih Salatiga sangat ramah dan dapat diajak kerjasama sangat baik seperti mau mengikuti yoga ketawa dari pertemuan pertama hingga terakhir. Peneliti

(2)

memilih Panti Wredha Salib Putih Salatiga sebagai kelompok perlakuan karena peneliti mendapatkan izin penelitian di panti ini sedangkan tidak mengambil Wisma Lansia Maria Martha karena peneliti tidak mendapatkan izin penelitian oleh pihak setempat. Para lansia di Panti Wredha Salib Putih juga sangat menerima hadirnya peneliti karena mereka sering menjadi responden/partisipan sebuah penelitian oleh peneliti lainnya.

4.2. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Panti Wredha Salib Putih Salatiga dan Wisma Lansia Maria Martha Salatiga. Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu melakukan studi pendahuluan di masing-masing tempat yang akan dijadikan tempat penelitian. Setelah mendapatkan data, peneliti meminta izin kepada setiap kepala/pimpinan panti dan wisma untuk melakukan penelitian. Peneliti juga meminta persetujuan kepada setiap partisipan untuk kesediaannya menjadi partisipan penelitian melalui informed concent.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11-30 April 2016. Penelitian ini dilakukan 15 kali, dilaksanakan 5 kali perlakuan dalam satu minggu di Panti Wredha Salib Putih, yaitu pada Hari Senin, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu. 15 perlakuan direkomendasikan oleh Dokter Madan Kataria selaku

(3)

pendiri yoga ketawa yang berasal dari India untuk menurunkan tekanan darah pada lanisa dengan hipertensi. Rekomendasi ini diberikan via e-mail pada tanggal 17 Februari 2016. Pada tanggal 11 dan 30 April 2016 dilakukan juga pengukuran tekanan darah pada partisipan perlakuan di Panti Wredha Salib Putih Salatiga. Waktu perlakuan yoga ketawa dilakukan selama

< 30 menit.

Pada tanggal 11 dan 30 April 2016 dilakukan pengukuran tekanan darah pada partisipan kontrol di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga tanpa melakukan perlakuan.

Jumlah lansia yang digunakan yaitu 10 lansia kelompok perlakuan dari Panti Wredha Salib Putih Salatiga dan 10 lansia kelompok kontrol dari Wisma Lansia Maria Martha Salatiga, sehingga jumlah total partisipan jika digabungkan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yaitu 20 partisipan.

Peneliti mengambil ke 20 partisipan ini dengan mempertimbangkan karakteristik yang sama, seperti memiliki diagnosa hipertensi, umur, dan sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang sudah dijelaskan pada BAB III.

Perlakuan yoga ketawa dilakukan oleh leader yang sudah bersertifikat yoga ketawa. Sehingga sebelum memberikan yoga ketawa pada para lansia, peneliti terlebih

(4)

dahulu mengikuti certified laughter yoga leader training pada tanggal 02-03 April 2016 di Yogyakarta dengan Teacher Emmy Liana Dewi. Leader dari perlakuan yoga ketawa ini yaitu peneliti sendiri dan sudah memiliki sertifikat leader yoga ketawa.

4.3. Hasil Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektifitas yoga ketawa pada lansia dengan hipertensi dengan mengukur perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah diberi perlakuan yoga ketawa, dengan cara membandingkan perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah mengikuti yoga ketawa.

a. Hasil Penelitian di Panti Wredha Salib Putih

Hasil penelitian ini disajikan dengan analisis univariat dan bivariat dengan data yang lengkap sesuai data yang diperoleh saat melakukan penelitian. Analisis univariat menyajikan data tentang tekanan darah yang terdiri dari tekanan sistole dan tekanan diastole sebelum dan sesudah mengikuti yoga ketawa di Panti Wredha Salib Putih Salatiga.

Analisis bivariat menyajikan data tentang perbedaan dan perubahan tekanan sistole dan tekanan diastole pada lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga dengan hipertensi sebelum

(5)

dan sesudah mengikuti yoga ketawa di Panti Wredha Salib Putih Salatiga.

Uji normalitas data dilakukan sebelum analisis statistik. Uji kenormalan dilakukan untuk mengetahui data yang telah didapat berdistribusi normal. Uji kenormalan ini dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk. Data berdistribusi normal jika nilai p value > α 0,05 dan data tidak berdistribusi normal jika nilai p value < α 0,05 . Hasil normalitas data menunjukkan bahwa kelompok data perlakuan tidak berdistribusi normal yaitu data tekanan darah sistole pre-test perlakuan, dengan p value 0,092, data tekanan darah diastole pre-test perlakuan, dengan p value 0,001, data tekanan darah sistole post-test perlakuan, dengan p value 0,703, dan tekanan darah diastole post-test perlakuan, dengan p value 0,001.

b. Hasil Penelitian di Wisma Lansia Maria Martha

Hasil normalitas data menunjukkan bahwa kelompok data kontrol berdistribusi normal yaitu data tekanan darah sistole pre-test kontrol, dengan p value 0,709, data tekanan

darah diastole pre-test kontrol, dengan p value 0,001, data tekanan darah sistole post-test kontrol, dengan p value 0,016, dan tekanan darah diastole post-test perlakuan, dengan p value 0,149.

(6)

A. Analisis Univariat

a. Analisis Univariat Di Panti Wredha Salib Putih Salatiga

1. Tekanan darah sistole sebelum diberikan perlakuan perlakuan yoga ketawa di Panti wredha Salib Putih Salatiga pada para responden.

Tabel 4.1 Distribusi tekanan darah sistole sebelum diberikan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha Salib

Putih Salatiga (n=10)

Variabel Mean Minimum-

maksimum

α Tekanan

Darah Sistole

156 140-190 5 %

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa maksimum tekanan sistole bisa mencapai 140-190 mmHg karena beberapa

faktor, seperti faktor usia, tidak mengonsumsi obat anti hipertensi.

2. Tekanan darah diastole sebelum diberikan perlakuan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha Salib Putih Salatiga pada para partisipan.

(7)

Tabel 4.2 Distribusi tekanan darah diastole sebelum diberikan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha Salib

Putih Salatiga (n=10)

Variabel Mean Minimum-

maksimum

α Tekanan

Darah Diastole

93 90-100 5 %

Hasil analisis tabel 4.2 menunjukkan nilai rentang tekanan darah diastole 90-100 mmHg.

3. Tekanan darah sistole sesudah diberikan perlakuan perlakuan yoga ketawa di Panti wredha Salib Putih Salatiga pada para partisipan.

Tabel 4.3 Distribusi tekanan darah sistole sesudah diberikan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha Salib

Putih Salatiga (n=10)

Variabel Mean Minimum-

maksimum

α Tekanan

Darah Sistole

130 110-150 5 %

Hasil analisis tabel 4.3 menunjukkan nilai rentang tekanan darah sistole 110-150 mmHg, walaupun masih terlihat tinggi karena maksimum 150 mmHg, namun jika dibandingkan sebelum perlakuan, terdapat penurunan tekanan darah sistole yang signifikan.

(8)

4. Tekanan darah diastole sesudah diberikan perlakuan perlakuan yoga ketawa di Panti wredha Salib Putih Salatiga pada para partisipan.

Tabel 4.4 Distribusi tekanan darah diastole sesudah diberikan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha

Salib Putih Salatiga (n=10)

Variabel Mean Minimum-

maksimum

Α Tekanan

Darah Diastole

84 80-90 5 %

Hasil analisis tabel 4.4 menunjukkan nilai rentang tekanan darah diastole 80-90 mmHg. Hal ini menunjukkan bahwa yoga ketawa dapat menurunkan tekanan diastole.

b. Analisis Univariat Di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga

1. Tekanan darah sistole sebelum tanpa perlakuan perlakuan yoga ketawa di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga pada para partisipan.

(9)

Tabel 4.5 Distribusi tekanan darah sistole sebelum tanpa diberikan perlakuan yoga ketawa di Maria Martha

Salatiga (n=10)

Variabel Mean Minimum-

maksimum

α Tekanan

Darah sistole

144 130-170 5 %

Hasil analisis tabel 4.5 menunjukkan nilai rentang tekanan darah sistole 120-170 mmHg. Angka maksimum tekanan sistole 170 mmHg juga terbilang tinggi menurut WHO.

2. Tekanan darah diastole sebelum tanpa diberikan perlakuan perlakuan yoga ketawa di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga pada para partisipan.

Tabel 4.6 Distribusi tekanan darah diastole sebelum tanpa diberikan perlakuan yoga ketawa di Maria Martha

Salatiga (n=10)

Variabel Mean Minimum-

maksimum

α Tekanan

Darah Diastole

88 80-90 5 %

Hasil analisis tabel 4.6 menunjukkan nilai rentang tekanan darah diastole 80-90 mmHg. Hal ini terjadi karena

(10)

kurangnya elastisitas pembuluh darah karena faktor penuaan.

3. Tekanan darah sistole sesudah tanpa diberikan perlakuan perlakuan yoga ketawa di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga pada para partisipan.

Tabel 4.7 Distribusi tekanan darah sistole sesudah tanpa diberikan perlakuan yoga ketawa di Maria Martha

Salatiga (n=10)

Variabel Mean Minimum-

maksimum

α Tekanan

Darah sistole

145 130-170 5 %

Hasil analisis tabel 4.7 menunjukkan nilai rentang tekanan darah sistole mmHg 130-170. Tidak ada perubahan yang terjadi pada tekanan sistole kelompok kontrol.

4. Tekanan darah diastole sesudah tanpa diberikan perlakuan perlakuan yoga ketawa di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga pada para partisipan.

(11)

Tabel 4.8 Distribusi tekanan darah diastole sesudah tanpa diberikan perlakuan yoga ketawa di Maria Martha

Salatiga (n=10)

Variabel Mean Minimum-

maksimum

α Tekanan

Darah Diastole

82 70-100 5 %

Hasil analisis tabel 4.8 menunjukkan nilai rentang tekanan darah diastole 70-100 mmHg. Angka maksimum terlihat adanya kenaikan.

(12)

B. Analisis Bivariat

a. Analisis Bivariat Di Panti Wredha Salib Putih Salatiga.

1. Perubahan tekanan darah sistole sebelum dan sesudah diberikan perlakuan yoga ketawa pada para responden.

Tabel 4.9 Analisis responden berdasarkan tekanan darah sistole sebelum dan setelah diberikan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha Salib Putih Salatiga (n=20) Variable Mean Min-max p-value α

Sebelum yoga ketawa

156 140-190

0,007 5%

Sesudah yoga ketawa

130 110-150

Tabel 4.9 menunjukkan hasil uji Wilcoxon, hasil tersebut menunjukkan adanya perubahan penurunan tekanan darah sistole pada para partisipan sesudah diberikan yoga ketawa. Adanya perubahan ini akan di bahas pada halaman pembahasan.

(13)

2. Perubahan tekanan darah diastole setelah diberikan perlakuan yoga ketawa pada para partisipan.

Tabel 4.10 Analisis responden berdasarkan tekanan darah diastole sebelum dan setelah diberikan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha Salib Putih Salatiga (n=20) Variable Mean Min-max p-value Α

Sebelum yoga ketawa

93 90-100

0,003 5%

Sesudah yoga ketawa

84 80-90

Tabel 4.10 menunjukkan hasil uji Wilcoxon dimana hasil tersebut menunjukkan adanya perubahan penurunan tekanan darah diastole pada para partisipan setelah diberikan yoga ketawa.

Sehingga, karena signifikansi pada output sistole perlakuan (0,007) dan diastole perlakuan (0,003)< α (0,05) Maka H0 ditolak jadi ada perbedaan antara sebelum dan sesudah pada kelompok perlakuan dan berarti juga yoga ketawa efektif menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di Panti Wredha Salib Putih Salatiga.

(14)

b. Analisis Bivariat Di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga

1. Perubahan tekanan darah sistole sebelum dan sesudah tanpa diberikan perlakuan yoga ketawa pada para responden.

Tabel 4.11 Analisis responden berdasarkan tekanan darah sistole sebelum dan setelah tanpa

diberikan perlakuan yoga ketawa di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga (n=20) Variable Mean Min-max p-value Α Sebelum

tanpa yoga ketawa

144 120-170

0,831 5%

Sesudah tanpa

yoga ketawa

145 130-170

Tabel 4.11 menunjukkan hasil uji wilcoxon, hasil tersebut menunjukkan tidak adanya perubahan tekanan darah sistole pada para partisipan tanpa diberikan yoga ketawa. Hal ini tidak sama seperti kelompok perlakuan, karena tidak adanya perlakuan yoga ketawa.

2. Perubahan tekanan darah diastole sebelum dan sesudah tanpa diberikan perlakuan yoga ketawa pada para partisipan.

(15)

Tabel 4.12 Analisis responden berdasarkan tekanan darah diastole sebelum dan sesudah tanpa diberikan perlakuan yoga ketawa di Wisma Lansia Maria Martha

Salatiga (n=20)

Variable Mean Min-max p-value Α Sebelum

tanpa yoga ketawa

88 80-90

0,084 5%

Sesudah tanpa

yoga ketawa

82 70-100

Tabel 4.12 menunjukkan hasil uji Wilcoxon, hasil tersebut menunjukkan tidak adanya perubahan tekanan darah diastole pada para partisipan.

Sehingga, karena signifikansi pada output sistole perlakuan (0,831) dan diastole perlakuan (0,084)> α (0,05) sehingga dapat dikatakan tidak ada perbedaan tekanan darah antara sebelum dan sesudah tanpa perlakuan yoga ketawa pada kelompok kontrol di Wisma Lansia maria Martha.

Adapun uji beda dilakukan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada hasil pre-test dan post-test, karena tidak terdistribusi normal, maka uji beda menggunakan uji statistik Mann-Whitney. Berikut test statistik Mann-Whitney hasil:

(16)

4.13 Analisis tekanan darah sistole pretest menggunakan uji beda Mann-Whitney pada kelompok

perlakuan dan kontrol

Variable Mean Min-max Mann- Whitney Pre sistole

Kelompok perlakuan

156 140-190

0,130 Pre sistole

Kelompok kontrol

144 130-170

Tabel 4.13 menunjukkan bahwa tidak signifikan. Hal ini dapat terjadi karena keduanya belum mendapatkan perlakuan yoga ketawa. Sehingga tidak ada perubahan tekanan darah dari kedua kelompok.

Tabel 4.14 Analisis tekanan darah diastole pretest menggunakan uji beda Mann-Whitney pada kelompok

perlakuan dan kontrol

Variable Mean Min-max Mann- Whitney Pre

diastole Kelompok perlakuan

88 80-90

0,028 Pre

diastole Kelompok

kontrol

88 80-90

Tabel 4.14 menunjukkan bahwa hasil analisis Mann-Whitney signifikan

(17)

Tabel 4.15 Analisis tekanan darah sistole posttest menggunakan uji beda Mann-Whitney pada kelompok

perlakuan dan kontrol

Variable Mean Min-max Mann- Whitney Post sistole

Kelompok perlakuan

130 110-150

0,01 Post sistole

Kelompok kontrol

145 130-170

Tabel 4.15 menunjukkan bahwa uji beda Mann-Whitney signifikan, hal ini dapat terjadi karena di Panti Wredha Salib Putih Salatiga diberikan perlakuan yoga ketawa, yang dapat menurunkan tekanan darah sistole.

Tabel 4.16 Analisis tekanan darah diastole posttest menggunakan uji beda Mann-Whitney pada kelompok

perlakuan dan kontrol

Variable Mean Min-max Mann- Whitney Post

diastole Kelompok perlakuan

84 80-90

0,449 Post

diastole Kelompok

kontrol

82 70-100

Tabel 4.16 menunjukkan bahwa uji beda Mann-Whitney tidak signifikan. Hal ini dapat terjadi karena secara anatomi, besar pembuluh darah saat pre dan post akan tetap sama, karena

(18)

kurangnya elastisitas pembuluh darah karena faktor penuaan yang terjadi.

4.4. Pembahasan

Hasil analisis dari tabel 4.1 dan tabel 4.2 menunjukan hasil rata-rata/mean tekanan sistole dan diastole partisipan sebelum mengikuti yoga ketawa adalah 156 mmHg dan 83 mmHg, hal ini menunjukan kesesuaian definisi hipertensi dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (2011) yaitu dengan tekanan sistole 140 mmHg dan tekanan diastole 90 mmHg. Pada BAB II sudah dijelaskan bahwa hipertensi dapat ditangani dengan dua cara penanganan, yaitu dengan penanganan farmakologis dan nonfarmakologis. Penanganan farmakologis dengan obat-obatan sedangkan Susilo &

Wulandari (2011) dalam Hermanto (2014) menyatakan pengobatan non farmakologis hipertensi adalah mengatasi obesitas atau menurunkan berat badan, mengurangi asupan garam ke dalam darah, menciptakan keadaan rileks seperti meditasi, yoga, atau hypnosis yang mengontrol sistem saraf untuk mengendalikan tekanan darah, melakukan olah raga secara rutin, berhenti merokok, dan berhenti mengkonsumsi alkohol.

(19)

Penanganan yang diberikan kepada partisipan untuk penelitian ini yaitu penanganan non farmakologis berupa yoga ketawa. Tabel 4.3 dan tabel 4.4 menunjukkan bahwa adanya penurunan tekanan darah setelah dilakukan yoga ketawa, hal ini bisa dilihat dari nilai rata-rata/mean tekanan sistole dan diastole sesudah perlakuan yoga ketawa selama tiga minggu, yaitu dengan tekanan sistole 130 mmHg dan tekanan diastole 84 mmHg.

Pada hasil analisis menggunakan uji wilcoxon pada tabel 4.9 dan tabel 4.10 menunjukkan p-value tekanan sistole sebelum dan sesudah yoga ketawa yaitu p-value = 0,007 dan tekanan diastole p-value = 0,003. Hasil tersebut memberi arti bahwa adanya perubahan tekanan darah pada partisipan sesudah diberikan perlakuan yoga ketawa. Hasil penelitian Dr.

Michael Miller (2009) dalam Dewi (2015) menyebutkan bahwa dengan tertawa dapat mengembangkan/memperluas pembuluh darah yang menyebabkan meningkatnya sirkulasi dan mengurangi tekanan darah. Tawa meningkatkan sirkulasi dan meningkatkan suplai oksigen. Dalam percobaanya, telah membuktikan bahwa ada penurunan tekanan darah 10-20 mmHg setelah 10 menit tertawa.

(20)

Yoga ketawa memiliki sesi relaksasi untuk para partisipan setelah melakukan senam tawa. Chaplin (2005) dalam Sagala (2013) menyebut relaksasi adalah kembalinya otot dalam keadaan istirahat setelah mengalami peregangan sedangkan terapi relaksasi adalah suatu bentuk terapi dengan menekankan suatu usaha atau mengajarkan pasien bagaimana cara beristirahat dan santai dengan asumsi bahwa istirahatnya otot-otot dapat membantu mengurangi tegangan psikologis.

Data sekunder yang didapatkan peneliti penurunan tekanan darah terjadi erat hubungannya dengan yoga ketawa yang akan membuat seseorang menjadi lebih rileks, karena yoga ketawa sendiri memicu adanya peningkatan hormon endorfin yang sangat dibutuhkan oleh tubuh seperti yang sudah dijelaskan pada BAB sebelumnya. Hormon endorfin akan menghambat produksi hormon-hormon stres yang berlebih.

Kataria (2004) menyebutkan yoga ketawa dapat juga memperbaiki sirkulasi darah dan pasokan oksigen ke otot-otot jantung, sehingga penggumpalan darah akan berkurang.

Data subjektif yang peneliti dapatkan selama perlakuan yoga ketawa, para lansia mengatakan yang sebelumnya kesulitan untuk tidur di malam hari, sejak para lansia mengikuti sesi yoga ketawa sebanyak 3 kali, para lansia dapat cepat tidur

(21)

dan nyenyak. Hal ini terjadi karena lansia merasa jauh lebih tenang dan rileks. Yoga ketawa dengan menghasilkan hormon endorfin, semua ketegangan-ketegangan otot mampu dikendurkan, sehingga rasa tenang dapat dirasakan oleh lansia. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian Fitriani (2014) yang menjelaskan bahwa dimana terapi ini akan membuat partisipan merasa tenang dan rileks sehingga dapat meningkatkan kualitas tidur dari responden. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Hae-jin & Chang-ho17 dalam Fitriani (2014) diketahui bahwa tertawa dapat digunakan sebagai intervensi pada lansia untuk menurunkan derajat insomnia dan gangguan tidur lainnya. Tertawa akan merangsang pelepasan hormon endorfin, yang disebut juga sebagai morfin tubuh, untuk memperlancar sirkulasi darah sehingga membuat tubuh menjadi lebih nyaman dan rileks. Setelah masa penelitian di Panti Wredha Salib Putih, terdapat penurunan tekanan darah yang signifikan, hal ini sangat menguatkan tentang teori hormon endorfin yang dapat menurunkan tekanan darah pada lansia karena lansia menjadi rileks dan otot kendur dan membuat tenang dan lansia terlihat lebih ceria bahkan beberapa lansia ada yang mengakui bahwa setelah melakukan yoga ketawa lansia tersebut jauh lebih mudah tidur disaat

(22)

malam hari. Yoga ketawa menimbulkan emosi positif. Sehingga seseorang bisa rileks dan tenang.

Hasil analisis kelompok kontrol pada pengukuran tekanan darah pertama kali tanpa adanya intervensi apapun dari peneliti, dapat dilihat dari tabel 4.5 dan tabel 4.6 yang menunjukkan rata-rata/mean 144 mmHg dan 88 mmHg. Pada tabel 4.7 dan 4.8 merupakan hasil rata-rata/mean tekanan sistole dan diastole kelompok kontrol pada pengukuran kedua yaitu 145 mmHg dan 82 mmHg.

Hasil analisis dengan menggunakan uji Wilcoxon pada tabel 4.11 dan tabel 4.12 menunjukkan p=value sistole 0,831 dan dan p=value diastole 0,084, yang berarti tidak ada perbedaan antara pengukuran pertama dan pengukuran kedua.

Hasil tersebut terjadi karena tidak adanya intervensi apapun yang diberikan kepada kelompok kontrol, sehingga tubuh secara alami tidak banyak memproduksi hormon endorfin, dan masih ada ketegangan-ketegangan otot maupun kekakuan pembuluh darah, sehingga tekanan darah sistole dan diastole pada pengukuran pertama dan kedua kelompok kontrol tidak jauh berbeda.

Penelitian ini juga melakukan uji beda antar kelompok pre dan post sistole maupun diastole. Uji beda ini

(23)

menggunakan uji beda Mann-Whitney. Hasilnya menunjukkan pada post perlakuan, tekanan sistole dapat berbeda antar kelompok dapat dilihat pada tabel 4.15 yaitu 0,01 < 0,05, karena dengan perlakuan yoga ketawa, maka dapat menimbulkan kadar oksigen dalam darah meningkat, membantu meningkatkan suasana hati, menurunkan hormon stres, meningkatkan aktivitas kekebalan tubuh, menurunkan kolesterol jahat dan tekanan darah sistolik serta meningkatkan kolesterol baik, (Berk et al (1996) dalam Tage (2016)). Tekanan diastole kedua kelompok tidak signifikan, dapat dilihat pada

tabel 4.16 yaitu 0,449 > 0,05. Hal ini dikarenakan pembuluh darah pada lansia mengalami kekakuan atau sudah tidak memiliki elastisitas yang baik karena adanya proses penuaan, sehingga tekanan diastole masing-masing kelompok hampir sama, Medicinesia (2011).

Perlakuan yoga ketawa yang diberikan kepada lansia dengan hipertensi di Panti Wredha Salib Putih Salatiga terlihat efektif untuk menurunkan tekanan darah.

4.4. Keterbatasan Penelitian:

Dalam penelitian ini, peneliti memiliki hambatan hambatan yang ada yaitu para lansia kurang memahami instruksi dari leader sehingga dalam melakukan yoga ketawa

(24)

ada beberapa gerakan yang tidak tepat. Selain itu, penelitian ini hanya mengacu hanya pada tekanan darah lansia, dan lansia, tingkat kolesterol, tingkat stres/depresi lansia terhadap lingkungan di Panti Wredha dan perbanyak populasi dan sampel yang digunakan.

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi tekanan darah sistole sebelum  diberikan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha Salib
Tabel 4.2 Distribusi tekanan darah diastole sebelum  diberikan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha Salib
Tabel 4.4 Distribusi tekanan darah diastole  sesudah diberikan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha
Tabel 4.5 Distribusi tekanan darah sistole sebelum  tanpa diberikan perlakuan yoga ketawa di Maria Martha
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul “Sistem Tabungan Kotak Dalam Meningkatkan Motivasi Menabung di BMT Amanah Watulimo Trenggalek” yang ditulis oleh Arif Misbahul Masruri, ini telah

Justeru, HA yang disinter dalam atmosfera N 2 pada 1300°C dalam kajian ini dijangka mempunyai sifat kekerasan yang lebih sesuai untuk dijadikan sebagai korona gigi jika

Manfaat yang diharapkan dari Analisis Kepuasan Pelayanan Pasien pada Instalasi Rawat Jalan di Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah Batam ini adalah Memberikan

Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Utara sebagai Kabupaten harus dalam upayakan meningkatkan struktur perekonomian Produk Domestik Regional bruto (PDRB) atas

Menyatakan bahwa Karya Seni Tugas Akhir saya tidak terdapat bagian yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi mana pun dan juga

Sejalan dengan hal tersebut, uji-t menunjukkan hasil uji beda sebesar 14,20 lebih besar dari ttabel 2,092, sehingga dapat disimpulkan penerapan media video berpengaruh

Rumahtangga petani di kedua wilayah tersebut dapat dikatakan rentan secara ekologi (bencana kekeringan di Desa Penyabungan dan bencana kebanjiran di Desa Dusun Mudo/Desa

Dengan demikian teori tentang isnad hadis yang berkembang dalam tradisi kesarjanaan Barat sebagian besar, kalau tidak ingin dikatakan seluruhnya, telah dibangun