MODEL PENGENTASAN KEMISKINAN BAGI PEMUDA PEDESAAN MELALUISISTEM
ORANG TUA ANGKAT
(STUDI KASUS PEMBERDAYAAN EKONOMI
YANG DISELENGGARAKAN BADAN PELAKSANA DANA FIRDAUS MATHLA'UL ANWAR DIDESA SUKAJAYA
KECAMATAN CADASARIKABUPATEN PANDEGLANG)
T E S I S
Diajukan Kepada Panitia Ujian Tesis Universitas Pendidikan Indonesia
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Penyelesaian Studi Pada Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Luar Sekolah
Oleh
Doddv Shoiahudin 9332081
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
P E R N Y A T A A N
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dengan judul "MODEL
PENGENTASAN KEMISKINAN BAGI PEMUDA PEDESAAN MELALUI
SISTEM ORANG TUA ANGKAT", (STUDI KASUS PEMBERDAYAAN
EKONOMI YANG DISELENGGARAKAN BADAN PELAKSANA DANA
FIRDAUS MATHLA'UL ANWAR DI DESA SUKAJAYA KECAMATAN
CADASARI KABUPATEN PANDEGLANG) ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam
masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya
saya ini.
Bandung, Februari 2000
Yang membuat pernyataan,
Disetujui Dan Disahkan oleh Pembimbing
Prof. PR H.SUTARYATTRISNAMANSYAH, MA. Pembimbing I
Prof. DR RUSLI LUTAN
ABSTRAK
Tesis ini mengetengahkan judul Model Pengentasan Kemiskinan Bagi Pemuda Pedesaan Melalui Sistem Orang Tua Angkat (Studi Kasus Pemberdayaan
Ekonomi Yang Diselenggarakan oleh Badan Pelaksana Dana Firdaus Mathla'ul Anwar Di Desa Sukajaya Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang).
Teori dan konsep yang menjadi landasan dalam penelitian ini, adalah
pendidikan orang dewasa dan proses empowering yang menekankan bahwa pembelajaran itu berpusat pada peserta pelatihan dengan memberikan demokrasi
dalam belajar.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi partisipatif,
wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan. Pengelolaan dan analisa data
dilakukan selama maupun setelah semua data terkumpul, sedangkan subjek yang diteliti adalah anggota kelompok pemuda desa yang berjumlah lima orang dan seorang penyuluh pertanian atau pembina dengan dilengkapi informan lain yang relevan sebagai triangulasi. Data yang dikumpulkan berkenaan dengan: (1) Proses pelaksanaan program pengentasan kemiskinan bagi pemuda desa melalui sistem
orang tua angkat; (2) Hasil dan dampak dari program pengentasan kemiskinan
melalui sistem orang tua angkat ini.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut : Pelatihan yang
dilaksanakan oleh Badan Pelaksana Dana Firdaus Mathla'ul Anwar di Desa
Sukajaya memberikan dampak positif bagi kelompok pemuda peserta pelatihan.
Mereka memiliki pengetahuan tentang modal usaha tani, pemupukan, manajemen
usaha dibidang agribisnis, dan juga keterampilan dalam mempergunakan peralatan yang cukup modern. Selain itu juga perubahan sikap anggota kelompok pemuda yang ditandai adanya selfrespect dan percaya pada kemampuan sendiri,
DAFTAR ISI
ABSTRAK.
K A T A P E N G A N T A R .
UCAPAN TERIMAKSIH DAFTAR ISI
D A F T A R T A B E L
D A F T A R G A M B A R D A N P E T A
D A F T A R F O T O
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Masalah Dan Perumusannya
C. Tujuan Penelitian D. Kegunaan Penelitian
E. Definisi Operasional
BAB H LANDASAN TEORI
A. Konsep Pendidikan Luar Sekolah
B. Pendidikan Luar Sekolah Sebagai Proses Pemberdayaan
C. Konsep Kemiskinan
1. Definisi Kemiskinan
XH Halaman VI IX XII XV XVI
x v n
2. Hakekat Dan Profil Kemiskinan 35
3. Ukuran Dan Ciri Kemiskinan 36
4. Dimensi Kemiskinan 39
D. Peranan Pendidikan Luar Sekolah Dalam Pengentasan
Kemiskinan 42
E. Konsep Orang Tua Angkat Dan Pemuda 49
BAB HI PROSEDUR PENELITIAN 56
A. Metode Penelitian 56
B. Subjek YangDiteliti 58
C. Tahapan Kegiatan Penelitian 60
D. Teknik Pengumpulan Dan Analisis Data 63
E. Validitas Hasil Penelitian 69
F. Penjadualan Waktu Penelitian 72
G. Data Yang Dikumpulkan 72
BAB IV HASBL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 76
A. Gambaran Umum 76
1. Daerah Penelitian 76
2. Organisasi Mathla'ul Anwar 84
3. Program Pengentasan Kemiskinan Melalui Sistem
Orang Tua Angkat 92
B. Deskripsi Hasil Penelitian 102
1. Deskripsi Umum 103
2. Deskripsi Khusus 115
C. Pembahasan 126
1. Kondisi Peserta Pelatihan Sebagai Sasaran
Pendidikan Luar Sekolah 126
2. Proses Pembelajaran Dalam Kegiatan Pelatihan 129
3. Dampak Pelatihan Terhadap Peserta Pelatihan 133
BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN EMPLDXASI HASH,
PENELITIAN 138
A. Kesimpulan 138
B. Saran 140
C. Implikasi Hasil Penelitian 143
DAFTAR PUSTAKA 147
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Pembagian Luas Tanah Berdasarkan Penggunaan 77
[image:8.595.131.473.249.564.2]Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian 81
Tabel 3. Rincian Modal Usaha Tani Per Hektar 100
Tabel 4. Tahapan Dasar Kegiatan Dan Sasaran Yang Dicapai 110
Tabel 5. Daftar Orang Tua Dan Anak Angkat 116
DAFTAR GAMBAR DAN PETA
Halaman
Gambar 1. Hubungan Fungsional Antara
[image:9.595.110.491.221.709.2]Komponen-Komponen Pendidikan Luar Sekolah 47
Gambar 2. Peta Kecamatan Cadasari 82
Gambar 3. Peta Lokasi Desa Penelitian 83
Gambar 4. Bagan Kegiatan Model Penggentasan Kemiskinan
Melalui Sistem Oranggg Tua Angkat 95
Gambar 5. Pengolahan Lahan Di Atas Tanah Per Hektar 106
Gambar 6. Sistem Pengolahan Tanaman 109
DAFTAR FOTO
Halaman
Foto 1. Pelatihan Di Ruangan 96
Foto 2. Pelatihan Di Lapangan 98
Foto 3. Kantor Kepala Desa Sukajaya 104
Foto 4. Komoditi Hortikultura Pisang 108
Foto 5. Kondisi Lahan Sebelum Digarap 156
Foto 6. Kondisi Lahan Ketika Pembabadan 156 Foto 7. Para Pemuda Yang Mengikuti Pelatihan 157
Foto 8. Sumber Belajar YangMemberikan Bimbingan 157
Foto 9. Para Pemuda Mendapatkan Bimbingan di Lapangan.... 158
FotolO. Sumber Belajar Memberikan Bimbingan di Lapangan. 158
Foto 11. Para Orang Tua Angkat 159
Foto 12. AnakDan Orang Tua Angkat Sedang Berdialog 159
Foto 13. Jalan Menuju Lokasi Kebun Pisang 160
Foto 14. Kebun Pisang Yang Siap Panen 160
Foto 15. Pemasaran Melalui Koperasi 161
Foto 16. Pemasaran Melalui Pasar Bebas 161
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. DaftarCatatan Lapangan (C. L.) 152
Lampiran 2. Daftar Sumber Data 155
Lampiran 3. Kondisi Lahan Sebelum Dan Sesudah
Pembabadan 156
Lampiran 4. Kegiatan Pelatihan di Dalam Ruangan 157
Lampiran 5. Kegiatan Pelatihan di Lapangan 158
Lampiran 6. Kegiatan Perkenalan Antara Orang Tua Dan
Anak Angkat 159
Lampiran 7. Tanaman Pisang Yang Siap panen 160
Lampiran 8. Kegiatan Pemasaran Hasil Tanaman Pisang 161
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangan ekonomi yang makin terbuka, ekonomi makin
berorientasi pada pasar (Salim, 1997 : 1). Peluang dari keterbukaan dan
persaingan pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang
kemampuan ekonominya lemah. Secara khusus perhatian harus diberikan
dengan pemihakan dan pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan
ekonomi rakyat. Pemihakan kepada perekonomian rakyat berarti memberikan
perhatian khusus kepada upaya peningkatan ekonomi rakyat. Berkaitan dengan
hal ini Sumodiningrat (1997: 5) menyatakan :
"Perhatian khusus ini diwujudkan dalam langkah-langkah strategis yang diarahkan secara langsung pada perluasan akses rakyat kepada sumberdaya pembangunan disertai penciptaan peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat di lapisan bawah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan sehingga mampu mengatasi kondisi keterbelakangan dan memperkuat posisi daya saing ekonominya". Dasar untuk itu sesungguhnya telah kita bangun sekarang ini. Amanat
yang tertuang dalam GBHN 1998 sebagai pencerminan kehendak rakyat
mewujudkan kuatnya penekanan yang diberikan pada pembangunan yang
berkeadilan. Segenap upaya pembangunan yang dftuangk^Tv^^^erbagai
kebijaksanaan dan program bermuara pada manusia s#b&ga?insari
ditingkatkan kualitas dan kemampuannya. Upaya ini digariskan dalam GBHN
(1998 :32) sebagai sasarannya, yaitu terciptanya kualitas manusia dan masyarakat
Indonesia yang maju dan mandiri. Husken (1997 : 8) mengungkapkan bahwa
menurunnya jumlah penduduk miskin dari 70 juta atau 60 % pada tahun 1970
menjadi 27,2 atau 15,1% pada tahun 1990 merupakan hasil nyata dari
pelaksanaan berbagai program pembangunan sektoral dan regional yang secara
langsung dan tidak langsung ditujukan untuk kemiskinan. Meskipun telah jauh
berkurang, jumlah penduduk miskin tersebut masih cukup besar sehingga
diperlukan upaya khusus untuk membantu kaum miskin ini terlepas dari
kemiskinan. Dewasa ini, dengan adanya krisis moneter, pada kenyataannya
penduduk miskin menjadi tambah banyak. Berdasarkan data dari Biro Pusat
Statistik (BPS, 1998) sampai Juni 1998, jumlah penduduk miskin sekitar 79, 4 juta orang atau 39,1 % dari jumlah penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah
205 juta jiwa. Dilihat dari wilayahnya, penduduk miskin di perkotaan pada
pertengahan tahun 1998 mencapai 22,6 juta orang atau sekitar 28,8 % penduduk
perkotaan. Sedangkan penduduk miskin di pedesaan sekitar 58,8 juta orang atau
sekitar 45,6 % penduduk pedesaan.
Selanjutnya dari laporan BPS tersebut terungkap bahwa penentuan
penduduk miskin itu didasarkan pada garis kemiskinan dengan perhitungan
pendapatan per kapita per bulan yaitu Rp. 52.470 untuk penduduk perkotaan dan
Rp. 41.588 untuk warga pedesaan. Batas garis kemiskinan ini naik dibandingkan
danRp. 27.413 bagi penduduk desa. Untuk garis kemiskinan per keluarga dengan
asumsi satu keluarga terdiri dari dua orang tua dan dua orang anak untuk per
bulan pada pertengahan 1998 ditetapkan Rp. 227.720 untuk warga kota dan Rp.
177.977 bagi penduduk desa.
Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai oleh
pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi
ketimpangan. Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan dan
terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari
masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi. Soemardjan (1980 : 19)
mengatakan "keadaan kemiskinan umumnya diukur dengan tingkat pendapatan,
dan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan
relatif". Selain itu, berdasarkan pola waktunya Kartasasmita (1996 : 235)
membedakan kemiskinan menjadi beberapa katagori yaitu, persistent poverty,
cyclicalpoverty, seasonalpoverty, serta accidentalpoverty.
Bila dikaji dari pola waktu, kemiskinan di suatu daerah dapat
digolongkan sebagaipersistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau
turun-temurun. Daerah seperti itu pada umumnya merupakan daerah-daerah yang
kritis sumber daya alamnya, atau daerahnya yang terisolasi. Pola kedua adalah
cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara
keseluruhan. Pola ketiga adalah seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman
seperti sering dijumpai pada kasus nelayan dan pertanian tanaman pangan. Pola
alam atau dampak dari suatu kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan
menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.
Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat
pendapatannya lebih rendah daripada garis kemiskinan absolut atau dengan kata
lain jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimum yang dicerminkan oleh garis kemiskinan abolut tersebut. Kriteria yang
digunakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS, 1994) untuk mengukur garis
kemiskinan tersebut adalah pengeluaran minimum yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kebutuhan minimum untuk hidup ini
diukur dengan pengeluaran untuk makanan setara 2.100 kalori per kapita per hari
ditambah pengeluaran untuk non makanan yang meliputi perumahan, berbagai
barang dan jasa, pakaian dan barang tahan lama. Kemiskinan absolut umumnya
disandingkan dengan kemiskinan relatif. Kemiskinan relatif adalah keadaan perbandingan antara kelompok pendapatan dalam masyarakat, yaitu antara
kelompok yang mungkin tidak miskin karena mempunyai tingkat pendapatan
yang lebih tinggi daripada garis kemiskinan, dan kelompok masyarakat yang
relatif lebih kaya.
Ditinjau dari akar atau penyebab kemiskinan, dikenal adanya kemiskinan
kultural dan kemiskinan struktural (Kartasasmita, 1996 : 239). Kemiskinan
kultural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh
gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya. Mereka sudah merasa kecukupan
memperbaiki tingkat kehidupannya meskipun ada usaha dari pihak luar untuk
membantunya sehingga menyebabkan pendapatan mereka rendah menurut ukuran
yang umum dipakai. Menurut Tjokrowinoto (1993 : 20) budaya kemiskinan ini
dapat ditunjukkan dengan terlembaganya nilai-nilai seperti apatis, apolitis,
fatalistik, ketidakberdayaan, kurang menghargai diri sendiri, kurang percaya diri,
rendahnya etos kerja dan ketidakmampuan berwiraswasta
Lewis (1968 : 24) seorang antropolog yang meneliti tentang budaya
kemiskinan, menyatakan karakter individu yang miskin adalah sebagai berikut :
"... high incidence of maternal deprivation, of orality of weak ego
structure; lack of impulsive control; strong present - time orientation,
with relatively little ability to defer gratificatioan and to plan for the
future; sense of resignation and fatalism; widespread belief in male
superiority; and high tolerance ofpsychological pothology ofallsorts...
provincial and locally oriented, have very little sense ofhistory, ... very
sensitive to status distinction."
Friedmann (1979 : 131), menggambarkan, bahwa orang-orang miskin
berbuat sesuai dengan dunianya sendiri. Mereka asing bagi kebudayaan kita.
Nilai-nilai mereka berbeda. Dan bahkan, mereka berbicara dengan bahasa yang
lain, kita harus belajar dulu baru bisa memahaminya.
Friedmann (1979 : 127) juga mengatakan "orang miskin menjadi miskin
karena perbuatan orang lain. Itulah sistem. Ada hak-hak mereka yang
ditindas. Eksistensi kemanusiaan mereka ?, artinya orang-orang menjadi
miskin bukan karena nasib malang atau kelemahan pribadi melainkan
karena terjepit oleh struktur-struktur
ekonomi yang berkaitan erat
dengan kekuasaan politik dan kebudayaan yang tidak adil, inilah yang
dinamakan kemiskinan struktural".
Sejalan dengan uraian tersebut Tjokrowinoto (1993 : 30) mengatakan bahwa
dan sosial menghadapi elite desa dan para birokrat yang menentukan keputusan
yang menyangkut dirinya tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasikan
diri.
Dari sisi pemahaman kemiskinan, yang dikaitkan dengan pembagian
kekuasaan (distribution of power). Friedmann (1979 : 129 - 130)
mengungkapkan
"... jika anda punya kesempatan untuk mencapai kekuasaan, maka anda tidak miskin. Anda dapat menolong diri anda sendiri, anda dapat membentuk kehidupan anda sendiri. Anda berbahagia. Tetapi bila anda miskin, anda tidak bebas, anda tidak produktif, anda tidak beraksi / bertindak, anda tidak makan, anda kehilangan harapan. Dan kehilangan harapan berarti anda mati. ... kemiskinan struktural ini mengandung suatu penyelesaian yang implisit; memberi kuasa kepada orang miskin
(empowerment of the poor). Jika kemiskinan berarti kurangnya
kesempatan untuk mencapai kekuasaan, maka anda tidak menjadi miskin lagi bila anda memperoleh kesempatan. Tetapi bagaimanakah kesempatan itu andaperoleh kalau mereka yangmenduduki posisi-posisi istimewa akan menghalangi anda ?
Hanya melalui perjuangan. Perjuangan melawan kemiskinan demi kesejahteraan hidup manusia tidak pernah mengenal kata akhir. Kemiskinan adalah suatu fenomena politik."
Apabila kita menyimak uraian-uraian di atas, maka kita dapat
menangkap suatu permasalahan yaitu adanya ketidakseimbangan dalam
kemampuan dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang yang terbuka dalam
proses pembangunan. Dengan proses pembangunan yang terus berlanjut, justru
ketidakseimbangan itu dapat makin membesar yang mengakibatkan makin
melebarnya jurangkesenjangan. Dalam upaya mengatasi tantangan itu diletakkan
strategi pemberdayaan masyarakat. Dasar pandangannya adalah bahwa upaya
meningkatkan kemampuan rakyat dengan mengembangkan dan
mendinamisasikan potensi yang dimilikinya, dengan kata lain,
memberdayakannya.
Upaya yang merupakan pengerahan sumber daya untuk mengembangkan
potensi ekonomi rakyat ini akan meningkatkan produktivitas rakyat sehinggabaik
sumber daya manusia maupun sumber daya alam di sekitar keberadaan rakyat
dapat ditingkatkan produktivitasnya. Dengan demikian, rakyat dan lingkungannya
mampu secara partisipatif menghasilkan dan menumbuhkan nilai tambah
ekonomis. Rakyat miskin atau yang berada pada posisi belum termanfaatkan
secara penuh potensinya akan meningkat bukan hanya ekonominya, tetapi juga
harkat, martabat, rasa percaya diri, dan harga dirinya. Dengan demikian, dapatlah
diartikan bahwa pemberdayaan tidak saja menumbuhkan dan mengembangkan
nilai tambah ekonomis, tetapi juga nilai tambah sosial dan nilai tambah budaya.
Jadi partisipasi rakyat meningkatkan emansipasi rakyat.
Pengentasankemiskinan telah menjadi fokus pembangunan sejak Pelita I
(1969). Seluruh aparat birokrasi dikerahkan untuk menyukseskan program ini.
Para sarjana diterjunkan ke desa-desa untuk menjadi pembimbing bagi
masyarakat tertinggal itu. Miliaran rupiah setiap tahun dialokasikan bagi
pengentasan masyarakat yang termasuk kategori prasejahtera tersebut (Gana dan
Wardani, 1998 : 85). Dari program Usaha Peningkatan Gizi Keluarga (UPGK)
pada Pelita I dan n, perwujudan Delapan Jalur Pemerataan yang dituangkan
lunak, sampai program Inpres Desa Tertinggal (1993), Tabungan Kesejahteraan
Keluarga (Takestra), dan Kredit Keluarga Sejahtera (Kukesra) yang disponsori
BKKBN. Sejalan dengan program-program pemerintah itu, salah satu organisasi
kemasyarakatan yaitu Mathla'ul Anwar membuat suatu "model" yang disebut
dengan program Pengentasan Kemiskinan Bagi Pemuda Pedesaan Melalui Sistem
Orang Tua Angkat.
Memperbincangkan bagaimana cara dan bentuk-bentuk apa saja yang
sekiranya dapat dilakukan untuk mengatasi kemiskinan yang dialami oleh
manusia, maka itu berarti, kita secara langsung telah melaksanakan dua macam
perintah agama sekaligus. Karena pertama, kita membina ukhuwwah, dan kedua,
menyantuni sesama yang kurang beruntung dalam kehidupannya. Konsep
kemiskinan yang dimaksud dalam model ini adalah seluruh keadaan yang dialami
dan serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup seseorang atau
sekelompok masyarakat yang oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an disebut du'afa.
Ini berarti bahwa siapa saja yang merasa kurang beruntung dan tertindas dalam
kehidupannya di dunia ini adalah masuk kategori Mustad'afin. Terhadap
kelompok ini Allah mengingatkan "Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan
Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita
maupun anak-anak "(QS, An-Nisa' / 4 : 75). Begitu luasnya cakupan makna
du'afa itu, maka diantaranyaadalah kemiskinan. Karena kemiskinan adalah suatu
bentuk konkret dari kedu'afaan. Kemiskinan tidak hanya dianggap sebagai
kemiskinan immaterial. Jika demikian, maka dalam upaya mengentaskan
kemiskinan masyarakat, terlebih dahulu membenahi keyakinan masyarakat yang
kemudian diikuti oleh pembenahan di bidangmateri.
Fakta yang berkembang dalam masyarakat kita ialah adanya keyakinan
akan keadaan yang dialami itu adalah taqdir yang diberikan Allah SWT
kepadanya, karena itu ini tak mampu dielakan lagi. Majid dalam tulisannya
(Pikiran Rakyat, 7 Oktober 1994 : 4) menyatakan bahwa bukti keyakinan itu akan
teriihat mulai dari kakek, nenek, bapak, ibu dan anak dalam sebuah keluarga
melalui suatu ungkapan "Bagaimanapun usaha yang kami lakukan untuk mencari
nafkah demi peningkatan tarafkesejahteraan keluarga kami, adalah suatu yang tak
mungkin, karena kami memang berasal dari keluarga orang-orang miskin".
Ungkapan yang menjelma menjadi keyakinan itu akan melahirkan suatu
pandangan yang serba pasrah yang diikuti oleh reaksi emosional dan tawakkal sepenuhnya kepada Allah SWT. Dampaknya ialah menciutnya semangat
berikhtiar. Sikap dan pandangan yang demikian ini sering dikategorikan ke dalam
fatalisme. Dalam hubungan kemiskinan dengan sikap dan pandangan yang
demikian itulah lahir konsep budaya kemiskinan dan kemiskinan struktural. Jika demikian, maka pertanyaan yang dapat kita ajukan ialah sudah betulkah
pemahaman umat selama ini terhadap apa itu taqdirdan apa pula itu tawakkal ?.
Taqdir dapat dipahami sebagai ketentuan yang bukan semata-mata
berada pada pihak kekuasaan Allah semata, tetapi ketentuan itu sendiri sedikit
10
membimbing diri untuk berpindah atau memilih terhadap satu taqdir Allah ke
taqdir-Nya yanglain. Sedangkan tawakkal ialah sikap dari seseorang hambaAllah
untuk menyerahkan segala jerih payahnya, terserah Allah menilai dan
meridoi-Nya. Tidak secepatnya tawakkal tanpa didahului oleh ikhtiar yang optimal.
Ungkapan "kalau memang sudah rezeki saya, akan datang dengan sendirinya",
atau "yang penting adalah pasrah saja kepada Tuhan, toh Dia-lah yang
mengaturnya". Tuntunan Allah dalam Al-Qur'an mengenai hal itu, antara lain
"Mengapa kami tidak akan bertawakkal kepada Allah padahal Dia telah
menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar
terhadap gangguan-gangguan yangkamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada
Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu berserah diri." (QS, Ibrahim /14 :
12).
Dari uraian di atas, model pengentasan kemiskinan yang diselenggarakan
oleh Mathla'ul Anwar ini, ialah melalui program pendidikan keterampilan
dibidang pertanian. Mathla'ul Anwar menghimpun para pemuda yang ada di
pedesaan, dan kegiatan yang dilakukan yaitu membina dan mengarahkan para
pemuda pada usaha produktif dalam sektor pertanian dengan modal usaha
diupayakan diperoleh dari pada donatur (baik perorangan maupun lembaga) yang
bersedia untuk menjadi orang tua angkat bagi para pemuda tersebut.
Program pendidikan keterampilan ini bertujuan membina para pemuda
desa agar mereka dapat mandiri serta berdaya secara ekonomi. Dan sasaran yang
11
1. Dapat mengoptimalkan dan mengembangkan potensi desa, terutama pertanian
sehingga lahan yangselamaini terlantar dapat diolah dan dimanfaatkan secara
optimal. Dengan berkembangnya sektor tersebut di atas, diharapkan dapat
berdampak pada sektor kehidupan lainnya.
2. Dengan dibinanya kelompok pemuda secara intensif, diharapkan dapat
berimplikasi danberpengaruh pada lingkungan sosial sekitar, sehingga mereka
termotivasi untuk melakukan kegiatan positiflainnya secara suadaya.
3. Minimal mengurangi, maksimal dapat menyetop arus pemuda berurbanisasi
ke kota-kota besar, bahkan secara ideal dapat menarik kembali para pemuda
yang sudah terlanjur ke kota, dapat kembali ke desanya (nuralisasi), karena
tertarik oleh kegiatan tersebut.
4. Mereka diharapkan dapat menguasai dan terampil dalam teknik bertani, yang
nantinya diharapkan mereka dapat mentransfer keahliannya pada anggota
pemuda lainnya. Akhirnya para pemuda diharapkan dapat menghidupi dirinya
secara layaktanpa harus selalubergantung pada pihak lain.
Esensi dari sasaran program di atas pada dasarnya adalah meningkatkan
etos kerja umat yang oleh Allah disebutkan sebagai amal saleh, diikuti oleh
profesionalisme atau keahlian masing-masing di mana mereka bekerja. Karena
dengan amal saleh yang dikerjakan oleh seseorang niscaya akan memperoleh
hasilnya di dunia secara maksimal dan pahala yang berlipat ganda di akhirat
kelak. Standar amal saleh ditentukan oleh ajaran Islam itu sendiri dengan kriteria;
12
harus baik pula. Jadi di sini teriihat jelas hubungan antara kebaikan orang dengan
pekerjaan yang diperbuatnya.
Secara keseluruhan, dapatlah diartikan bahwa program pendidikan
keterampilan yang dilaksanakan oleh Mathla'ul Anwar ini diharapkan tidak saja
menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai budaya seperti etos kerja, rasa
percaya diri dan harga diri, tetapi juga nilai tambah secara ekonomis. Sedangkan
peranan orangtua angkat itu sendiri merupakan penyantun bagi para pemuda desa
untuk dibina dalam bidang usaha produktif, sehingga mereka dapat mandiri.
B. Masalah Dan Perumusannya
Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena
dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan
kekuatan yang ada padanya. Akar dari permasalahan kemiskinan itu sendiri
adalah kultural dan struktural, antara lain ditandai oleh sikap dan tingkah laku
yang menerima keadaan yang seakan-akan tidak dapat dirubah (konsep taqdir dan
tawakkal yang salah), yang tercermin didalam lemahnya kemauan untuk maju,
etos kerja yang rendah, mudah putus asa, kurang percaya diri dan kurang
menghargai diri sendiri. Secara struktural, terbatasnya modal yang dimiliki karena
tidak memiliki akses pada pemilik modal, rendahnya kualitas sumber daya
manusia, rendahnya produktivitas dan terbatasnya kesempatan berpartisipasi
dalam pembangunan. Untuk mengentaskan penduduk dari lingkaran kemiskinan
diperlukan juga sikap yang tidak memperlakukan orang hanya sebagai objek,
13
melainkan orang yang mempunyai sesuatu, walaupun hanya sedikit. Maka
pengentasan kemiskinan yang bertujuan mengurangi jumlah orang miskin dan
kesenjangan pendapatan antar kelas di masyarakat menjadi prioritas agenda
pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh karenanya apa yang
diprogramkan oleh Mathla'ul Anwar dalam membantu pemerintah untuk
pengentasan penduduk miskin menarik penulisuntuk menelitinya.
Masalah penelitian ini terarah kepada suatu gambaran yang jelastentang
"model" Pengentasan Kemiskinan Bagi Pemuda Pedesaan melalui Sistem Orang
Tua Angkat yang diselenggarakan oleh Badan Pelaksana Dana Firdaus Mathla'ul Anwar di Desa Sukajaya Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang, yang
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pelaksanaan program pengentasan kemiskinan bagi pemuda
pedesaanmelalui Sistem OrangTua Angkat ?
2. Bagaimana hasil dan dampak dari program Sistem Orang TuaAngkat ini ?
Permasalahan di atas akan didekati lagi secara lebih rinci melalui
pertanyaan (fokus) penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana berlangsungnya proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam
program pengentasan kemiskinan melalui sistem orang tua angkat ?. Hal ini
mencakup aspek-aspek :
a. Bagaimana tujuan, program, fasilitas, tenaga pengelola program, sumber
belajar dan fasilitas lainnya?
14
c. Bagaimana keadaan lingkungan yang dapat menunjang dan mendorong
berjalannya program pelatihan ini ?
d. Bagaimana interaksi belajar dalam program pelatihan ini ?
2. Bagaimana hasil dan dampak dari program ini ?. Hal ini mencakup aspek:
a. Ekonomi (peningkatan pendapatan peserta pelatihan).
b. Perubahan perilaku peserta pelatihan.
c. Mengikutsertakan orang lain dalam memanfaatkan hasil belajar yang telah
dimiliki.
C. Tujuan Penelitian
Ada dua tujuan penelitian dalam penulisan ini :
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Model
Pengentasan Kemiskinan Bagi Pemuda Pedesaan Melalui Sistem Orang Tua
Angkat.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengungkapkan data tentang realisasi pelaksanaan program
pemberdayaan dalam aspek ekonomi bagi pemuda pedesaan melalui
Sistem Orang Tua Angkat.
b. Untuk mendapatkan data tentang hasil dan dampak dari pelaksanaan
15
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian berupa studi kasus pemberdayaan dalam aspek ekonomi
terhadap kelompok pemuda pedesaan di Desa Sukajaya Kecamatan Cadasari
Kabupaten Pandeglang.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
konseptual teoritis, maupun secarapraktis di lapangan.
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan
teori-teori yang ada, khususnya berkaitan dengan peranan pendidikan luar
sekolah, dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.
Selain itu hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi pengkaji
dan pengembangan ilmu pendidikan, khususnya pendidikan luar sekolah dalam
melengkapi dan mengembangkan berbagai macam program.
Secara praktis di lapangan, hasil penelitian ini dapat dipergunakan
sebagai pedoman pengelolaan program-program kegiatan pendidikan luar
sekolah, baik bagi perencana maupun pelaksana di lapangan dalam rangka
pengentasan kemiskinan. Selanjutnya program ini bisa dijadikan altematif
"model" pengentasan kemiskinan di tempat lain sebagai patner dari program
pemerintah.
E. Definisi Operasional
Untuk lebih jelasnya arah penelitian dan agar terhindar dari
kemungkinan adanya salah tafsir, maka diperlukan definisi operasional dari
16
1. Model
Dalam Ensiklopedi Indonesia (jilid 4), dijelaskan bahwa "model"
merupakan kata pengecil dari modo = sifat, cara dan representasi diperkecil dari
suatu benda atau keadaan yang dimaksudkan untuk menggambarkan, menjelaskan
atau menemukan sifat-sifat bentuk aslinya.
Berdasarkan pengertian model di atas dapat dikemukakan bahwa yang
dimaksudkan dengan model dalam penelitian ini ialah langkah-langkah yang
dipergunakan dalam proses pemberdayaan pada aspek ekonomi bagi peserta
pelatihan yang secara umum tergambar dari, (a) aspek manajemen pelatihan,
seperti identifikasi permasalahan, seleksi peserta pelatihan, pelaksanaan dan
evaluasi pelatihan; (b) fungsi kelembagaan (NGO) yang dilihat dari program,
faktor pendukung dan metode; juga (c) penerapan perolehan (pengetahuan dan
keterampilan) setelahmelalui proses pembelajaran.
2. Pengentasan Kemiskinan
Istilah "pengentasan kemiskinan" menurut Gana dan Wardani (1998 :
90) masih kontraversial. Jadi pengentasan kemiskinan berarti kemiskinannya yang
dientaskannya ( Budihardjo, 1994 : 21) istilah yang tepat adalah "mengentaskan
manusia dari kemiskinannya", karena manusianya yang dientaskan dan bukan
kemiskinannya. Pendapat ini pun didukung oleh Fatimah Djajasudarma (Pikiran
Rakyat, 5 Oktober 1999 : 1) yang menyatakan bahwa mengentaskan sama dengan
mengangkat. Jadi pengertian yang seharusnya muncul ialah mengentaskan dari
17
kesempatan lain, ada pengamat yang lebih senang menyebut "pemerataan
pendapatan atau ekonomi", sebab program yang dilancarkan bermaksud
mempersempit jurang antara yang berpendapatan tinggi dengan yang rendah. Dan
program yang dilaksanakan dalam penelitian ini bertujuan membina perilaku
peserta pelatihan ke arah yanglebih baik yang ditandai dengan adanya selfrespect
dan percaya pada kemampuan sendiri, mandiri, juga mempunyai tanggung jawab
yang luas. Selain itu agar mereka mampu mengelola sumber daya alam yang
tersedia bagi pemenuhan kebutuhan hidupnya, khususnya pada bidang agribisnis
yang pada akhirnya pendapatan perekonomiannya meningkat dan mengangkat
dirinya dari kondisi kemiskinan yang selama ini mereka alami.
3. Sistem Orang Tua Angkat
Menurut Awad (1979 : 4) istilah sistem mempunyai pengertian "a« organized
functioning relationship among units or components". Jadi kalau kita telaah,
istilahsystem itu mengandung arti sehimpunan bagian atau komponen yang saling
berhubungan secara teratur dan merupakan satu kesatuan (a whole). Kaitannya
dengan program pelatihan ini adalah merupakan suatu totalitas yang terdiri dari
bagian-bagian antara lain lembaga-lembaga yang terkait bekerjasama untuk
mencapai suatu tujuan, yaitu adanya perubahan perilaku dan peningkatan
pendapatan peserta pelatihan.
Sedangkan yang dimaksud daripada orang tua angkat dalam program ini
adalah perorangan atau lembaga yang menyantuni atau menghibahkan sebagian
18
angkat yang mensponsori pembiayaan kegiatan masing-masing. DFMA
mendorong terjadinya hubungan komunikasi antara anak dan bapak angkat,
misalnya melalui surat-menyurat atau bertatap muka langsung dalam berbagai
kesempatan. Pengembangan dan pergantian anak angkat, dilaporkan dan atas
sepengetahuan bapak angkatyang bersangkutan.
Jadi hubungan antara bapak dan anak angkat ini, bukan dalam pengertian
adopsi yaitu pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang
jelas nasabnya, lalu anak itu dia nasabkan kepada dirinya. Dalam syariat Islam
tidak mengenal pengertian adopsi, sebab adopsi pada hakikatnya tidak mengubah
fakta, bahwa nasab anak itu bukan kepada dirinya, tetapi kepada orang lain.
Nasab tidak pernah bisadihapuskan dantidak puladiputuskan. Ini didasarkan atas
ayat yang artinya, berikut ini:
"... dan Dia (Allah) tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenar-benarnya dan Dia dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka. Itulah yang lebih adil pada sisi Allah..."(Qs, Al-Ahzab / 33 :4-55)
Dari keterangan di atas, maka pengertian operasional dari sistem orang
tua angkat ini adalah hubungan kerjasama antara komponen-komponen yang
teriihat pada kegiatan pelatihan ini, seperti orang tua angkat sebagai penyandang
dana yang berarti hanya sampai taraf memberikan kesempatan, serta lembaga
Mathla'ulAnwar sebagai penyelenggara yang memberikan suasana kondusif demi
tercapainya tujuan pendidikan yaitu perubahan perilaku dan pemuda pedesaan
19
pelatihan tersebut atau seperti yang dikemukakan oleh Paul (1987 : 24) sebagai
berikut : "...participation refers to an active process where by beneficiaries
influence the direction and execution ofdevelopment projects rather than merely
receive a share of project benefits." Pernyataan tersebut mendukung adanya
gambaran keterlibatan peserta pelatihan mulai dari tahap pembuatan keputusan,
penerapankeputusan, penikmatan hasil dan sampai pada evaluasi.
4. Pemberdayaan.
Kata pemberdayaan harus diucapkan secara hati-hati, agar tidak
terpeleset menjadi "memperdayakan". Penggunaan kata "empowerment" dan
"empower" diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi pemberdayaan dan
memberdayakan. Menurut Merriam Webster dan Oxford English Dictionery kata
"empower" mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give power or
authority to, dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Dalam
pengertian pertama, diartikan sebagai memberikan kekuasaan, mengalihkan
kekuatan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan, dalam
pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberi kemampuan atau
keberdayaan. Dan pengertian istilah yang kedua inilah yang digunakan pada tesis
ini.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka proses pemberian kemampuan
atau keberdayaan pada intinya adalah upaya pendidikan yangbertqjuan untuk
membangkitkan kesadaran dari pada peserta pelatman^alrf^^^^jang
20
sumber daya alam yang dalam hal ini berkaitan dengan agribisnis dan pada
akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup dari para peserta pelatihan. Dan
langkah-langkah yang dilakukan dalam proses menumbuhkan keberdayaan
tersebut adalah (a) belajar dilakukan pada kelompok kecil yaitu 5 orang; (b)
pemberian tanggung jawab yang lebih besar diberikan kepada peserta pelatihan
selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran; (c) kepemimpinan kelompok
dilakukan oleh dan dari peserta pelatihan sendiri; (d) sumber belajar hanya
bertindak sebagai fasilitator; (e) dalam proses kegiatan belajar berlangsung secara
demokratis; (f) metode dan teknik pembelajaran digunakan yang dapat
menumbuhkan rasa percaya diri peserta pelatihan; (g) dan tujuan akhir adalah
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
Dalam suatu penelitian, peneliti harus menentukan metode yang akan
dipergunakan, hal ini menurut Nazir (1983 : 51) dengan ditentukannya metode
penelitian, maka akan memandu seorang peneliti mengenai umtan-umtan
bagaimana penelitian itu dilakukan. Selanjutnya, Surachmad (1982 : 131)
mengatakan bahwa, "Metode mempakan cara utama yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan". Oleh karenanya, pada bab BJ ini peneliti mencoba untuk
memaparkan prosedur dari penelitian yang dilakukan.
A. Metode Penelitian
Penelitian ini bermaksud memperoleh gambaran secara mendalam
tentang "Model Pengentasan Kemiskinan Bagi Pemuda Pedesaan Melalui Sistem
Orang Tua Angkat". Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti mempergunakan
pendekatan kualitatif. Dan pendekatan kualitatif itu didasarkan atas
fenomenologis, yang menurut Marleau-ponty (dalam Brower, 1983 : 3), "Fenomenologi dianggap sebagai cara pendekatan dan gaya berfikir. Jika saya mengetahui tentang dunia, saya mengetahuinya dari sudut pandangan saya yang
khas atau berdasarkan pengalaman saya tentang dunia" Dengan kata lain
fenomenologi pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh pemahaman dan
pengertian tentang perilaku manusia ditinjau dari aktor peiaku manusia itu
sendiri.
57
Menurut Bogdan dan Taylor (1975 : 5) dalam Moleong (1993 : 3),
mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati. Dan oleh Nasution (1992 : 5) dikatakan bahwa, "Penelitian kualitatif
pada hakikatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya,
berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya ". Oleh karena itu dalam mengumpulkan datanya
dilakukan melalui kontak langsung dengan subjek yang diteliti pada tempat
dimana mereka melaksanakan kegiatannya dan dalam waktu yang relatif cukup
lama.
Selanjutnya Bogdan dan Biklen (1990 : 33-36), mengemukakan ciri-ciri
penelitian kualitatif, yaitu : (1) Sumber data dalam penelitian kualitatif ialah
situasi yang wajar atau natural setting dan peneliti mempakan instrumen kunci;
(2) Riset kualitatif itu bersifat deskriptif; (3) Riset kualitatiflebih memperhatikan
proses ketimbang hasil atau produk semata; (4) Periset kualitatif cenderung
menganalisa data secara induktif; dan (5) Makna mempakan soal esensial bagi
pendekatan kualitatif.
Disamping ciri-ciri yang telah diungkapkan tadi, dapat pula ditambahkan
sesuai dengan pendapat Nasution (1992 : 9-12) sebagai berikut : (6)
Mengutamakan data langsung atau first hand; (7) Triangulasi; (8) Menonjolkan
rincian kontekstual; (9) Subjek yang diteliti dipandang berkedudukan sama
58
kasus negatif; (12) Sampling yang purposif; (13) Menggunakan Audit trail; (14)
Pertisipasi tanpa mengganggu; (15) Mengadakan analisis sejak awal penelitian;
dan (16) Desainpenelitian tampil dalam proses penelitian.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas, peneliti berkomunikasi secara langsung dengan subjek yang diteliti serta mengamati mereka dari sejak awal
sampai akhir proses penelitian. Fakta atau data itulah yang diberi makna sesuai
dengan teori-teori yang terkait dengan fokus masalah yang diteliti. Hal ini sesuai
dengan pandangan Bogdan dan Biklen (1990 : 38), dalam pendekatan kualitatif,
"Peneliti berusaha memahami dan menafsirkan makna dari suatu peristiwa dan
interaksi perilaku manusia dalam situasi tertentu". Dalam upaya menemukan
fakta dan data secara alamiah itulah, yang melandasi peneliti menetapkan untuk
menggunakan pendekatan metodekualitatifterhadap permasalahan yang diteliti.
B. Subjek Yang Diteliti
Arikunto (1993 :102) mendefinisikan subjek penelitian adalah "benda,
hal atau orang dan tempat dimana data yang dipermasalahkan melekat".
Selanjutnya dijelaskan perbedaan antara responden penelitian dan sumber data. Responden penelitian adalah orang yang dapat merespon, memberi informasi
tentang data penelitian. Sedangkan sumber data adalah benda, hal atau orang dan
tempat dimana peneliti mengamati, membaca, atau bertanya tentang data.
Sesuai dengan penelitian kualitatif yang mengangkat datanya dari kasus,
dan sebagai suatu studi yang mendalam tentang subjek penelitian serta jangka
59
diutamakan, agar informasi-informasi yang beranekaragam dan lebar dapat
diperoleh, yang pada akhirnya akan mencapai kedalaman penggalian masalah.
Oleh karena itu subjek penelitian ditentukan secara purposive sampling, dimana
dilakukan dengan mengambil anggota kelompok sasaran yang terpilih oleh
peneliti, menumt ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. Menumt
Nasution (1992 : 11), "Metode kualitatiftidak menggunakan populasi dan sampel
yang banyak. Sampelnya biasanya sedikit dan dipilih menumt tujuan (purposive)
penelitian". Dengan kata lain, sampling yang purposive adalah sampel yang
dipilih dengan cermat hingga relevan dengan disain penelitian.
Berkaitan dengan pemilihan sampel secara purposive (bertujuan), Moleong (1993 : 165-166), mengemukakan bahwa ciri-ciri sampel yang
bertujuan, adalah sebagai berikut : (1) Rancangan sampel yang muncul: sampel
tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu; (2) Tujuan memperoleh
variasi sebanyak-banyaknya hanyadapat dicapai apabila pemilihan satuan sampel
dilakukan, jika satuan sebelumnya sudah dijaring dan dianalisis; (3) Pada
mulanya setiap sampel dapat sama kedudukannya, namun sesudahmakin banyak
informasi yang masuk dan makin mengembangkan pertanyaan penelitian, maka
ternyata bahwa sampel makin dipilih atas dasar fokus penelitian; dan (4) Pada sampel bertujuan, jumlah sampel ditentukan oleh pertimbangan informasi yang
diperlukan. Jika sudah terjadi pegulangan informasi, maka penarikan sampel pun
60
Berdasarkan perambangan-pertimbangan yang diungkapkan tadi, maka
dalam penelitian ini sebagai satuan kajian (unit of analysis) adalah sekelompok
pemuda yang berjumlah lima orangdan berdomisili di Desa Sukajaya Kecamatan
Cadasari Kabupaten Pandeglang yang mengikuti kegiatan pelatihan yaitu
keterampilan dibidang pertanian. Secara keseluruhan peserta pelatihan ini
berjumlah 25 orang yang tersebar dibeberapa desa dan kecamatan yang terbagi
dalam lima kelompok. Selain itu, untuk keperluan triangulasi sebagai pelengkap
informasi, peneliti memanfaatkan pula para informan yakni mereka yang
dipandang dapat memberikan informasi penting atau tambahan terhadap fokus
permasalahan yang diteliti.
C. Tahapan Kegiatan Penelitian
Yang dimaksud tahapan kegiatan penelitian adalah langkah-langkah
kegiatan yang dilakukan oleh peneliti selama proses penelitian berlangsung.
Menurut Nasution (1992 : 33 - 34), "Tahap-tahap dalam penelitian kualitatif
tidak mempunyai batas-batas yang tegas oleh sebab disain serta fokus penelitian
dapat mengalami perubahan, jadi bersifat emergent". Walaupun demikian dapat
dibedakan dalam garis besarnya, ada tiga tahap yaitu : Tahap orientasi, tahap
eksploitasi, dan tahap membercheck.
1. Tahap Orientasi
Pada tahap awal penelitian ini, peneliti mengadakan kunjungan ke
lapangan untuk melihat gambaran umum yang ada dilapangan sehingga dapat
61
lapangan, peneliti mengajukan pertanyaan yang sangat umum dan terbuka agar
memperoleh informasi yang sangat luas mengenai hal-hal yang umum di lapangan
itu. Informasi yang luas mengenai hal-hal yang menonjol, menarik, penting dan
berguna untuk diteliti selanjutnya secara mendalam dan itulah yang nantinya
dipilih sebagai fokus penelitian.
Dalam orientasi ini peneliti berhasil mendapatkan informasi tentang
program pengentasan kemiskinan melalui sistem orang tua angkat untuk pemuda
desa dengan kegiatan pendidikan keterampilan dibidang pertanian dan lokasinya
di Desa Sukajaya Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang. Dan kegiatan ini
dilaksanakan oleh Non Governance Organization (NGO) Mathla'ul Anwar.
Kemudian peneliti membaca kepustakaan yang relevan terutama masalah
kemiskinan dan pendidikan luar sekolah.
Hasil orientasi dan kegiatan membaca buku-buku tersebut tersusunlah disain
penelitian sementara untuk diseminarkan. Setelah disemittarkan dan memperbaiki
disain penelitian berdasarkan hasil pengarahan dalam seminar pra disain dan
mengadakan konsultasi dengan pembimbing penelitian dan penulisan tesis.
Barulah peneliti turun ke lapangan secara penuh. Dikatakan penuh, karena
peneliti masuk menjadi anggota pengurus wilayah Mathla'ul Anwar Jawa Barat.
2. Tahap Eksplorasi
Pada tahap ini, peneliti mengadakan penelitian langsung kelapangan
dengan persiapan yang dianggap telah cukup matang, untuk menggali data dan
62
yang lebih jelas, sehingga dapat dikumpulkan data yang lebih terarah dan lebih
spesifik. Observasi ditujukan kepada hal-hal yang adahubungannya dengan fokus.
Wawancara juga tidak lagi umum dan terbuka, akan tetapi sudah berstruktur,
untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai aspek-aspek yang
menonjol dan penting yang diperoleh berdasarkan wawancara dan observasi pada
tahap orientasi.
Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam, diperlukan
informasi dari yang kompeten dan mempunyai pengetahuan yang cukup banyak
tentang masalah yang diteliti. Oleh karena itu selain pencarian data dilokasi
penelitian, peneliti mencari informasi dilembaga pemerintah yang khusus
menangani masalah pengentasan kemiskinan.
3. Tahap Member - Check
Tahap eksplorasi dengan tahap member-check tidak mempakan dua fase
yang berurutan secara mutlak melainkan sebagai siklus yang dapat memantapkan
data dan informasi, sehingga memiliki tingkat kebenaran yang tinggi. Tahap
member-check adalah untuk mengadakan verifikasi data yang telah terkumpul
dari responden dan dicek kembali oleh mereka hinggadata tersebut sesuai dengan
maksud responden. Jika terdapat kekeliruan peneliti memberikan kesempatan
kepada responden untuk memperbaikinya.
Selain dari tahap-tahap penelitian yang diuraikan di atas, peneliti juga
melaksanakan kegiatan triangulasi, hal ini untuk membuktikan kebenaran dari
63
kebenarannya kepada responden lainnya sampai diperoleh persamaan. Sesuai
dengan pendapat Nasution (1992 -112) yang menjelaskan bahwa " Pola itu harus
diakui dan diterima kebenarannya oleh sumber informasi, dan selain itu data tersebut harus dibenarkan oleh sumber atau informasi lainnya". Selain itu guna
menjaga kerahasian informasi tersebut, maka semua informasi yang diberikan
responden hanya diketahui peneliti. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, maka
digunakanlah kode initial huruf S (subjek), untuk responden satu diberi kode S. 1.
dan untuk responden dua menjadi S. 2. dan setemsnya. Demikian juga kepada
para informan sebagai triangulasi, penyajian datanya diberi kode initial huruf I (informan), untuk informan satu diberi kodeI. 1. dan untuk informan dua menjadi
I. 2. dan begitu untuk setemsnya.
D. Teknik Pengumpulan Dan Analisis Data.
Uraian ini terdiri atas tiga bagian yaitu instrumen dan teknik
pengumpulan, serta analisa data.
1. Instrumen Pengumpulan Data
Dalam upaya menemukan fakta dan informasi (data) pada penelitian ini, kedudukan peneliti menjadi instrumen utama (human instrument) untuk menjaring fakta dan informasi yang diperlukan dari responden. Hal ini diartikan
oleh Nasution (1992 : 55) bahwa peneliti itu sendiri sebagai alat untuk merekam
informasi selama berlangsungnya penelitian.
Peneliti sebagai instrumen penelitian itu sangat serasi untuk penelitian
64
sebagai berikut : adaptabilitas, responsif, imajinatif, kreatif dan mempunyai
kemampuan untuk mengklasifikasi sesuatu yang kurang dipahami responden,
serta berkemampuan idiosinkretik, yakni mampu menggali sesuatu yang tidak
direncanakan, tidak diduga atau tidak lazim terjadi yang sangat memperdalam
makna penelitian.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah observasi
partisipasi, wawancaradan studi kepustakaan.
a. Observasi partisipasi
Observasi partisipasi dilakukan dengan maksud mendapatkan data yang
lebihbanyak, mendalam dan lebih rinci. Menumt Patton (dalam Nasution, 1992 :
60) "Participant observation is the most comprehensive of all types ofreseach
strategies". Untuk menjadi partisipan dan sekaligus pengamat, maka peneliti tumt
serta dalam berbagai peristiwadan kegiatandari subjekyang diteliti.
Peneliti memandang yang diobservasi sebagai subjek. Bila peneliti tidak
dapat dengan segera memahami makna sesuatu kejadian di lokasi, para subjek
(sumber informasi) dapat membantu menjelaskannya, sehingga pemaknaannya
pada hal-hal tertentu disusun secara bersama-sama antara peneliti dengan subjek.
Namun peneliti berusaha untuk tidak mengganggu aktivitas para subjek
(responden) selama dalam penelitian.
Tingkat partisipasi dalam observasi ini adalah partisipasi penuh. Oleh
65
anggota kelompok dan menjadi orang dalam seperti anggota biasa lainnya".
Artinya peneliti ikut serta dalam kegiatan pelatihan tersebut seperti menjadi
anggota kelompok dan menjadi orang dalam, yaitu sebagai anggota biasa lainnya.
Peneliti ikut serta dalam aktivitas pembelajaran dan penerapan hasil pembelajaran
dalam rangka pengumpulan data yang selengkapnya.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan langsung pada peserta pelatihan dan para
informan yaitu orang-orang yang mengetahui gambaran berkenaan dengan
kegiatan pembelajaran baik pada waktu di ruangan maupun setelah melakukan
kegiatan peraktek di lapangan. Peserta pelatihan diminta untuk memberikan
informasi
yang sesuai dengan apa yang dialami, diperbuat, dipikirkan atau
dirasakan, yang diketahui ataupun dipelajari baik sebelum ataupun sesudah
mengikuti kegiatan pelatihan
Data yang dikumpulkan adalah bersifat verbal dan nonverbal. Menumt
Bogdan dan Biklen (1990 : 179) "Wawancara dikatakan baik kalau subjek
merasa senang dan bebas berbicara mengenai pandangan-pandangannya.
Wawancara yang baik menghasilkan data yang kaya dan penuh dengan kata-kata
yang mengungkapkan perspektif responden". Hasil percakapan tersebut dicatat
dalam buku tulisataucatatan lainyang telah disiapkan.
Untuk mencari objektivitas data yang diperoleh (tidak bias dan bebas
dari pemikiran dan penafsiran pribadi peneliti), peneliti mengadakan penggalian
66
c. Studi Kepustakaan dan Dokumentasi.
Studi kepustakaan dilakukan untuk mempelajari sumber-sumber bacaan
yang relevan bagi informasi teoritis dan bahan mjukan dalam menganalisis
permasalahan yang muncul. Sedangkan studi dokumentasi dilakukan untuk
mendapatkan data primer yang diperlukan dari Kantor Kepala Desa, Kantor
Camat dan Kantor Bupati, berkenaan dengan data dan informasi tentang
gambaran umum daerah penelitian seperti permasalahan kependudukan juga
Kantor Dinas Pertanian, yaitu data mengenai perkembangan agribisnis di
Kabupaten Pandeglang.
Pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi, wawancara, studi
kepustakaan dan dokumentasi (sesuai dengan fokus penelitian), kemudian setelah
diadakan seleksi dibuatkan catatan. Pembuatan catatan ini segera dilakukan ketika
peneliti memasuki lapangan hingga selesainyapenelitian.
Catatan lapangan dibuat dalam bentuk : (1) Deskripsi tentang apa yang
sesungguhnya diamati peneliti (menurut apa yang dilihat dan didengar); dan (2)
Mendeskripsikan komentar, refleksi, pemikiran ataupun pandangan peneliti
sendiri tentang apa yang diamati dan didengar. Untuk catatan lapangan dalam
laporannya diberi kode C. L.. Menumt nasution (1992 :93) deskripsi tentang
catatan lapangan (CL)ini mempakan uraian obyektif tentang apa yang sebenamya
kita lihat dan kita dengar, namun dalam memberikan deskripsi sengaja dibatasi
67
3. Analisis Data
Umtan kegiatan analisis data yaitu penafsiran data yang mana antara
analisis data dan penafsiran data mempakan satu kesatuan dari suatu kegiatan.
Data yang diperoleh pada setiap pertemuan langsung dengan responden dianalisis
dan ditafsirkan. Analisis dan penafsiran data dilakukan terus selama proses
penelitian sampai data yang diperlukan semua terkumpul. Bogdan dan Biklen
(1990 : 189), mengemukakan bahwa analisis data adalah suatu proses untuk
mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi untuk meningkatkan penelitian tentang kasus yang diteliti dan
menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.
Selanjutnya Bogdan dan Biklen (1990 : 190-226) juga membedakan
analisis data itu melalui dua langkah, yaitu analisis selama dilapangan dan analisis
sesudah meninggalkan lapangan. Langkah-langkah selama dilapangan adalah : (a)
Mempersempit fokus studi; (b) Menetapkan tipe studi; (c) Mengembangkan
secara terus-menerus pertanyaan analitik; (d) Menuliskan komentar peneliti
sendiri; (e) Upaya penjajagan tentang ide dan tema penelitian pada subjek sebagai
analisis penjajagan; (f) Membaca kembali pustaka yang relevan selama di lapangan; dan (g) Menggunakan metaphora, analogi dan konsep.
Langkah-langkah analisis sesudah meninggalkan lapangan adalah : (a)
Membuat kategori masalah dan menyusun kodenya; dan (b) Menata umtan
68
Dan Nasution (1992 : 129-130) memberikan pegangan yang sifatnya
umum mengenai langkah-langkah yang dapat diikuti dalam analisis data, yakni:
Reduksi data, display data, pengambilan kesimpulandan verifikasi.
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan atau menyingkat data dalam bentuk uraian (laporan) yang terinci
dan sistematis, menonjolkan pokok-pokok yang penting agar lebih mudah
dikendalikan. Reduksi data mempakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, membuang yang tidak perlu, yang akan memberikan gambaran
yang lebih terarah tentang hasil pengamatan dan juga mempermudah peneliti
untuk mencari kembali data itu apabila diperlukan.
Display data, mempakan upaya untuk menyajikan data untuk melihat
gambaran keseluruhan data atau bagian-bagian tertentu dari penelitian. Semua
dirancangguna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk padu
dan mudah dimanfaatkan, sehingga peneliti dapat menguasai data itu dan tidak
tenggelam dalam tumpukan data.
Kesimpulan dan verifikasi adalah upaya untuk mencari makna terhadap
data yang dikumpulkan dengan mencari pola, tema, hubungan, persamaan dan
hal-hal yang sering timbul. Kesimpulan yang ditarik dari hasil penelitian di
lapangan yaitu suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah
diverifikasikan sejak pengumpulan data dilapangan. Peneliti menangani
kesimpulan itu denganlonggar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah
69
diragukan, kemudian dengan bertambahnya data maka kesimpulan akan lebih
mantap dan kokoh. Agar diperoleh kesimpulan yang lebih mantap dan kokoh,
kesimpulan-kesimpulan yang ada itu senantiasa diverifikasi selama penelitian
berlangsung.
E. Validitas Hasil Penelitian
Untuk memperoleh dan mempertahankan kualitas penelitian kualitatif,
Nasution (1992 : 114), mengemukakan empat kriteria yang harus dipenuhi, yaitu:
Kredibilitas (validitas Internal), transferabilitas (validitas ekstemal),
dependabilitas (reliabilitas), dan konfirmabilitas (obyektivitas).
1. Kredibilitas (validitas Internal)
Cara untuk mengusahan agar kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya
atau mempunyai kredibilitas, peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Memperpanjang masa observasi
Peneliti berusaha untuk mengenai lingkungan, mengadakan hubungan
baik dengan peserta pelatihan dan orang-orang di sekitar lokasi penelitian,
mengenai kebudayaan sekitar lingkungan penelitian, dan mengecek kebenaran
informasi selama berlangsungnya penelitian. Jika belum dapat menemukan
kredibilitas penelitian maka waktu untuk observasi ditambah. b. Pengamatan yang terus menerus
Peneliti melakukan pengamatan yang terus menerus terhadap responden
penelitian. Untuk keberhasilan ini peneliti ikut tinggal, dan bergaul dengan
70
baik siang ataupun pada malam hari sekaligus mengadakan wawancara dan
diskusi seperlunya.
c. Triangulasi
Triangulasi dilakukan untuk mengecek kebenaran informasi yang
disampaikan oleh responden dengan cara membandingkannya dengan informasi
dari responden lainnya pada waktu yang berbeda. Artinya peneliti melakukan
pengecekan kebenaran data tertentu dengan membandingkan data asli dengan
data dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian lapangan, dan pada waktu
yang berlainan.
d. Membicarakannya denganorang lain
Yaitu mengadakan dialog dan tukar pendapat dengan rekan-rekan yang
sama-sama mengadakan penelitian kualitatif. Tujuan dari kegiatan ini adalah
untuk lebih memahami dan memperdalam perolehan informasi dari lapangan.
Selain itu orang lain yang dimaksud adalah orang yang dianggap sebaya dengan
peneliti, yaitu tidak pada senior dan tidak pula yunior karena ia enggan
memberikan kritik. Untuk itu peneliti membicarakannya dengan agen penjual
pisang, dengan orang-orang yang lama berkebun pisang yangada di sekitar lokasi
penelitian. Dalam konteks ini dibicarakan juga tentang langkah-langkah
pengembangan selanjutnya.
e. Mengadakan member-check
Agar informasi yang diperoleh sesuai dengan apa yang dikemukakan
71
wawancara, kemudian peneliti mengungkapkan kembali garis besamya apa yang
telah disampaikan oleh responden, sehingga mereka dapat mengecek kembali
informasi yang diberikannya dengan meminta pendapat responden tentang
kebenaran dari apa yang telah dikatakannya dengan maksud supaya ia
memperbaiki bila ada kekeliman atau menambahkan apabila masih ada yang
kurang. Dengan demikian laporan yang dibuat sesuai dengan maksud atau
kenyataan yang dialami oleh responden.
2. Transferabilitas (Validitas Ekstemal)
Nilai transfer penelitian bermaksud untuk menjawab pertanyaan, hingga
manakah hasil penelitian itu dapat diaplikasikan atau digunakan dalam
situasi-situasi lain. Situasi lain dalam hal iniapakah dengan polapembelajaran seperti ini
benar-benar dapat dipergunakan dalam upaya pengembangan masyarakat dalam
bidangyang lain. Kemungkinan dari program ini teraplikasikan dalam situasi dan
bidang yang lain, hal ini bisa terlaksana jika atau dengan syarat dan sifat yang
mendukung pola pembelajaran yang sama akuratnya dengan kondisi dari apa yang
tergambarkan dalam hasil penelitian ini.
3. Dependabilitas (Reliabilitas) dan Konfirmabilitas (Objektivitas)
Upaya yang dilakukan peneliti ialah dengan menyatukan keduanya
(dependabilitas dan konfirmabilitas) yang dikerjakan melalui audit trail
(Nasution, 1992:119).
Dengan audit trail dimaksudkan untuk menjamin kebenaran hasil
72
kembali secara cermat seluruh proses penelitian, mulai dari teknik pengumpulan
data sampai dengan analisis hasil penelitian. Untuk tercapainya kebenaran ini
maka peneliti dibimbing oleh Dosen Pembimbing sampai penulisan laporan
selesai.
F. Penjadualan Waktu Penelitian
Pengalokasian waktu yang diperuntukan dalam penelitian ini adalah
selama 18 bulan, mulai Oktober 1997 sampai dengan Maret 1999 dengan
perincian sebagai berikut :
1. Pra survei ke lapangan dan studi kepustakaan untuk penulisan disain
penelitian selama dua bulan.
2. Penulisan disain penelitian dan konsultasi dengan pembimbing selama dua
bulan.
3. Penulisan Bab I sampai Bab U selama tiga bulan.
4. Pelaksanaan pengumpulan data di lapangan enam bulan.
5. Penulisan laporan hasil penelitian tiga bulan.
6. Penggandaan laporan hasil penelitian dan mengikuti progres report, ujian
tahap I dan ujian tahap n, dijadualkan dalam jangka waktu dua bulan.
G. Data Yang Dikumpulkan.
Data yang dikumpulkan sebelum, selama dan sesudah berada di lokasi
pelatihan adalah sebagai berikut:
Fokus penelitian I Data Gambaran Umum
73
a. Data mengenai kondisi geografis.
b. Data mengenai pembagian luas tanah berdasarkan penggunaannya.
c. Data mengenai kondisi demografis.
d. Data mengenai kondisi sosial budaya dan agama.
e. Data mengenai kondisi sosial ekonomi.
f. Data jumlah penduduk menumt mata pencaharian.
2. Gambaran Umum Organisasi Mathla'ul Anwar.
a. Sejarah Mathla'ul Anwar.
b. Latar belakang berdirinya Mathla'ul Anwar.
c. Program kerja Mathla'ul Anwar.
d. Data program pendidikan.
e. Data program da'wah.
f. Data program pengembangan ekonomi umat.
g. Data mengenai Dana Firdaus Mathla'ul Anwar.
3. Gambaran Umum Program Pengentasan Kemiskinan Melalui Orang Tua
Angkat.
a. Program kegiatan pelatihan.
b. Tujuan program kegiatan pelatihan.
c. Materi program pelatihan.
d. Biaya pelatihan.
74
Fokus penelitian JJ Data KegiatanPelatihan.
1. Latar Belakang Peserta Pelatihan. a. Latar belakang pendidikan. b. Latar belakang pekerjaan. c. Latar belakang ekonomi.
d. Alasan dan tujuan mengikuti pelatihan.
e. Profil kemiskinan peserta pelatihan.
f. Cara pemilihan peserta pelatihan.
2. Data Proses Pembelajaran.
a. Sarana kegiatan pembelajaran.
b. Interaksi belajar membelajarkan peserta pelatihan.
c. Cara mengatasi masalah yang dihadapi dalam pelatihan.
d. Upaya peningkatan kemampuan peserta pelatihan.
e. Data daftar orang tua dan anak angkat.
Fokus penelitian m Gambaran Hasil dan Dampak Setelah Mengikuti Pelatihan.
1. Pembahan Perilaku Dari Peserta Pelatihan.
a. Menggantungkan diri kepada orang lain, bembah menjadi hidup mandiri.
b. Bersikap pasif, bembah menjadi bersikap aktif.
c. Bertindak subjektif, bembah menjadi bertindak objektif.
d. Menerima informasi, bembah menjadi memberi informasi.
e. Memiliki kecakapan yang terbatas, bembah menjadi memiliki kecakapan
75
f. Mempunyai tanggung jawab yang terbatas, bembah menjadi mempunyai
tanggung jawab yang luas.
g. Memiliki minat terbatas, bembah menjadi memiliki minat beragam.
h. Mementingkan diri sendiri, bembah menjadi memperhatikan oranglain,
i. Terikat oleh perilaku seragam, bembah menjadi tenggang rasa terhadap
perbedaan.
j. Emosional dan mengandalkan fisik, bembah menjadi berfikir dan
bertindak rasional.
2. Pengetahuan dan Keterampilan Yang Diperoleh.
3. Kegiatan Membelajarkan Orang Lain.
4. Adanya Peningkatan Dalam Pendapatan.
BAB V
KESIMPULAN, SARAN DAN EVIPLIKASI HASIL
PENELITIAN
Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian sebagaimana
dipaparkan pada bab terdahulu, maka pada bab V ini yang merupakan bagian
akhir dari keseluruhan tulisan, maka dapatlah diambil beberapa kesimpulan, saran dan implikasi hasil penelitian adalah sebagai berikut :
A. Kesimpulan
1. Mengentaskan kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya
memberdayakan orang miskin untuk dapat mengaktualisasikan
potensi-potensi yang dimilikinya, baik dalam pengertian ekonomi, budaya maupun
politik. Kemiskinan merupakan problem multidimensional yang
penanggulangannya tidak dapat hanya dengan pemberdayaan ekonomi.
Walaupun demikian sesuai dengan fokus penelitian ini adalah pemberdayaan
dalam aspek ekonomi, maka secara keseluruhan model pengentasan kemiskinan bagi pemuda pedesaan melalui sistem orang tua angkat ini cukup
berhasil.
2. Dalam melihat proses pembelajaran yang dilaksanakan pada program
pengentasan kemiskinan dengan memanfaatkan model orang tua angkat ini,
pada dasarnya perencana dan pelaksana sudah cukup memperhatikan situasi
dan kondisi dari peserta pelatihan, terutama potensi yang dimilikinya.
139
Pelaksana berupaya untuk mendayagunakan dan memberdayakan potensi
tersebut untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dari peserta
pelatihan. Dalam perencanaan dan pelaksanaan program pelatihan ini
perencana dan pelaksana dalam hal ini organisasi Mathla'ul Anwar terlibat
secara penuh. Artinya para perencana dan pelaksana melibatkan diri mulai
dari tahap perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pembinaan,
penilaian, permodalan hingga pengembangan. Hal ini diperkuat oleh hasil
penelitian Arislan (1996 : 156) yang menyatakan bahwa dalam merencanakan
dan melaksanakan program pendidikan luar sekolah bagi masyarakat desa,
terutama di desa-desa yang relatif masih berbudaya tradisional miskin,
diperlukan keterlibatan penuh.
3. Pengaruh (impact) pelaksanaan pelatihan yang diselenggarakan oleh
Mathla'ul Anwar di Desa Sukajaya memberikan dampak positif bagi para
anggota kelompok pemuda peserta pelatihan. Artinya kegiatan pendidikan
luar sekolah ini secara umum telah berhasil, baik dari segi material maupun non material. Mereka memiliki pengetahuan tentang modal usaha tani, pemupukan, management usaha dibidang agribisnis, dan juga keterampilan
dalam mempergunakan peralatan-peralatan yang cukup modern. Selain
bertambahnya pengetahuan dan keterampilan teriihat juga adanya perubahan
sikap, hal ini teramati manakala mereka mengalami kegagalan dalam bibit
tanaman rambutan. Dalam menghadapi "musibah" tersebut, semangat mereka
140
penuh tanggung jawab untuk terus melanjutkan usahanya dibidang pertanian,
karena mereka masih ada harapan pada tanaman kacang tanah dan pohon
pisang.
4. Ada beberapa faktor yang mendukung pelaksanaan proses pembelajaran
dalam pembinaan pendidikan keterampilan pada program pengentasan
kemiskinan dengan memanfaatkan model Orang Tua Angkat, yaitu dukungan
semangat dari keluarga atau orang tua peserta pelatihan yang sangat
mengharapkan anaknya untuk dapat memanfaatkan lahan yang selama ini
terlantar atau istilahnya lahan tidur. Selain itu, adanya kepercayaan dari
perorangan atau lembaga kepada Mathla'ul Anwar untuk menghibahkan
sebagian kelebihan dari penghasilannya dalam membantu permodalan peserta
pelatihan dan menjadi orang tua angkat. Dipihak lain, adanya ketulus ikhlasan
dari perencana dan pelaksana dalam merealisasikan yang diamanatkan, baik
dari peserta pelatihan maupun dari orang tua angkat.
B. Saran
Memperhatikan proses dan hasil yang dicapai dalam program pengentasan kemiskinan bagi para pemuda pedesaan melalui sistem orang tua
angkat, maka ada beberapa saran yang dapat diberikan, baik bagi perencana dan pelaksana program pendidikan luar sekolah di lapangan, maupun bagi sahabat
peneliti dalam bidang pendidikan luar sekolah lainnya.
1. Kemiskinan sebagai fenomena sosial tidak saja berdimensi ekonomi, akan
141
pengentasan kemiskinan juga harus bersifat multidimensional. Strategi pengentasan kemiskinan yang hanya mengandalkan pada welfare strategy dan
charity strategy pada dasarnya tidak akan memadai. Maka perencanaan
program haruslah menghayati benar apa yang menjadi hakekat kemiskinan melalui pemahaman profil kemiskinan tanpa mengabaikan ciri dan dimensi kemiskinan. Upaya pengentasan kemiskinan tidak seharusnya terbatas pada pelayanan sosial, pengadaan dan alokasi aset, serta peningkatkan pendapatan, akan tetapi juga peningkatan self-respect, dan peluang untuk melakukan mobilitas sosial dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk
pengambilan keputusan. Walaupun demikian, sesuai dengan apa yang
d