• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PENGENTASAN KEMISKINAN BAGI PEMUDA PEDESAAN MELALUI SISTEM ORANG TUA ANGKAT: Studi Kasus Pemberdayaan Ekonomi Yang Diselenggarakan Badan Pelaksana Dana Firdaus Mathla'ul Anwar Di Desa Sukajaya Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PENGENTASAN KEMISKINAN BAGI PEMUDA PEDESAAN MELALUI SISTEM ORANG TUA ANGKAT: Studi Kasus Pemberdayaan Ekonomi Yang Diselenggarakan Badan Pelaksana Dana Firdaus Mathla'ul Anwar Di Desa Sukajaya Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang."

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PENGENTASAN KEMISKINAN BAGI PEMUDA PEDESAAN MELALUISISTEM

ORANG TUA ANGKAT

(STUDI KASUS PEMBERDAYAAN EKONOMI

YANG DISELENGGARAKAN BADAN PELAKSANA DANA FIRDAUS MATHLA'UL ANWAR DIDESA SUKAJAYA

KECAMATAN CADASARIKABUPATEN PANDEGLANG)

T E S I S

Diajukan Kepada Panitia Ujian Tesis Universitas Pendidikan Indonesia

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Penyelesaian Studi Pada Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Luar Sekolah

Oleh

Doddv Shoiahudin 9332081

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

P E R N Y A T A A N

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dengan judul "MODEL

PENGENTASAN KEMISKINAN BAGI PEMUDA PEDESAAN MELALUI

SISTEM ORANG TUA ANGKAT", (STUDI KASUS PEMBERDAYAAN

EKONOMI YANG DISELENGGARAKAN BADAN PELAKSANA DANA

FIRDAUS MATHLA'UL ANWAR DI DESA SUKAJAYA KECAMATAN

CADASARI KABUPATEN PANDEGLANG) ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam

masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya

saya ini.

Bandung, Februari 2000

Yang membuat pernyataan,

(3)

Disetujui Dan Disahkan oleh Pembimbing

Prof. PR H.SUTARYATTRISNAMANSYAH, MA. Pembimbing I

Prof. DR RUSLI LUTAN

(4)

ABSTRAK

Tesis ini mengetengahkan judul Model Pengentasan Kemiskinan Bagi Pemuda Pedesaan Melalui Sistem Orang Tua Angkat (Studi Kasus Pemberdayaan

Ekonomi Yang Diselenggarakan oleh Badan Pelaksana Dana Firdaus Mathla'ul Anwar Di Desa Sukajaya Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang).

Teori dan konsep yang menjadi landasan dalam penelitian ini, adalah

pendidikan orang dewasa dan proses empowering yang menekankan bahwa pembelajaran itu berpusat pada peserta pelatihan dengan memberikan demokrasi

dalam belajar.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi partisipatif,

wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan. Pengelolaan dan analisa data

dilakukan selama maupun setelah semua data terkumpul, sedangkan subjek yang diteliti adalah anggota kelompok pemuda desa yang berjumlah lima orang dan seorang penyuluh pertanian atau pembina dengan dilengkapi informan lain yang relevan sebagai triangulasi. Data yang dikumpulkan berkenaan dengan: (1) Proses pelaksanaan program pengentasan kemiskinan bagi pemuda desa melalui sistem

orang tua angkat; (2) Hasil dan dampak dari program pengentasan kemiskinan

melalui sistem orang tua angkat ini.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut : Pelatihan yang

dilaksanakan oleh Badan Pelaksana Dana Firdaus Mathla'ul Anwar di Desa

Sukajaya memberikan dampak positif bagi kelompok pemuda peserta pelatihan.

Mereka memiliki pengetahuan tentang modal usaha tani, pemupukan, manajemen

usaha dibidang agribisnis, dan juga keterampilan dalam mempergunakan peralatan yang cukup modern. Selain itu juga perubahan sikap anggota kelompok pemuda yang ditandai adanya selfrespect dan percaya pada kemampuan sendiri,

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK.

K A T A P E N G A N T A R .

UCAPAN TERIMAKSIH DAFTAR ISI

D A F T A R T A B E L

D A F T A R G A M B A R D A N P E T A

D A F T A R F O T O

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Masalah Dan Perumusannya

C. Tujuan Penelitian D. Kegunaan Penelitian

E. Definisi Operasional

BAB H LANDASAN TEORI

A. Konsep Pendidikan Luar Sekolah

B. Pendidikan Luar Sekolah Sebagai Proses Pemberdayaan

C. Konsep Kemiskinan

1. Definisi Kemiskinan

XH Halaman VI IX XII XV XVI

x v n

(6)

2. Hakekat Dan Profil Kemiskinan 35

3. Ukuran Dan Ciri Kemiskinan 36

4. Dimensi Kemiskinan 39

D. Peranan Pendidikan Luar Sekolah Dalam Pengentasan

Kemiskinan 42

E. Konsep Orang Tua Angkat Dan Pemuda 49

BAB HI PROSEDUR PENELITIAN 56

A. Metode Penelitian 56

B. Subjek YangDiteliti 58

C. Tahapan Kegiatan Penelitian 60

D. Teknik Pengumpulan Dan Analisis Data 63

E. Validitas Hasil Penelitian 69

F. Penjadualan Waktu Penelitian 72

G. Data Yang Dikumpulkan 72

BAB IV HASBL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 76

A. Gambaran Umum 76

1. Daerah Penelitian 76

2. Organisasi Mathla'ul Anwar 84

3. Program Pengentasan Kemiskinan Melalui Sistem

Orang Tua Angkat 92

B. Deskripsi Hasil Penelitian 102

1. Deskripsi Umum 103

(7)

2. Deskripsi Khusus 115

C. Pembahasan 126

1. Kondisi Peserta Pelatihan Sebagai Sasaran

Pendidikan Luar Sekolah 126

2. Proses Pembelajaran Dalam Kegiatan Pelatihan 129

3. Dampak Pelatihan Terhadap Peserta Pelatihan 133

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN EMPLDXASI HASH,

PENELITIAN 138

A. Kesimpulan 138

B. Saran 140

C. Implikasi Hasil Penelitian 143

DAFTAR PUSTAKA 147

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pembagian Luas Tanah Berdasarkan Penggunaan 77

[image:8.595.131.473.249.564.2]

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian 81

Tabel 3. Rincian Modal Usaha Tani Per Hektar 100

Tabel 4. Tahapan Dasar Kegiatan Dan Sasaran Yang Dicapai 110

Tabel 5. Daftar Orang Tua Dan Anak Angkat 116

(9)

DAFTAR GAMBAR DAN PETA

Halaman

Gambar 1. Hubungan Fungsional Antara

[image:9.595.110.491.221.709.2]

Komponen-Komponen Pendidikan Luar Sekolah 47

Gambar 2. Peta Kecamatan Cadasari 82

Gambar 3. Peta Lokasi Desa Penelitian 83

Gambar 4. Bagan Kegiatan Model Penggentasan Kemiskinan

Melalui Sistem Oranggg Tua Angkat 95

Gambar 5. Pengolahan Lahan Di Atas Tanah Per Hektar 106

Gambar 6. Sistem Pengolahan Tanaman 109

(10)

DAFTAR FOTO

Halaman

Foto 1. Pelatihan Di Ruangan 96

Foto 2. Pelatihan Di Lapangan 98

Foto 3. Kantor Kepala Desa Sukajaya 104

Foto 4. Komoditi Hortikultura Pisang 108

Foto 5. Kondisi Lahan Sebelum Digarap 156

Foto 6. Kondisi Lahan Ketika Pembabadan 156 Foto 7. Para Pemuda Yang Mengikuti Pelatihan 157

Foto 8. Sumber Belajar YangMemberikan Bimbingan 157

Foto 9. Para Pemuda Mendapatkan Bimbingan di Lapangan.... 158

FotolO. Sumber Belajar Memberikan Bimbingan di Lapangan. 158

Foto 11. Para Orang Tua Angkat 159

Foto 12. AnakDan Orang Tua Angkat Sedang Berdialog 159

Foto 13. Jalan Menuju Lokasi Kebun Pisang 160

Foto 14. Kebun Pisang Yang Siap Panen 160

Foto 15. Pemasaran Melalui Koperasi 161

Foto 16. Pemasaran Melalui Pasar Bebas 161

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. DaftarCatatan Lapangan (C. L.) 152

Lampiran 2. Daftar Sumber Data 155

Lampiran 3. Kondisi Lahan Sebelum Dan Sesudah

Pembabadan 156

Lampiran 4. Kegiatan Pelatihan di Dalam Ruangan 157

Lampiran 5. Kegiatan Pelatihan di Lapangan 158

Lampiran 6. Kegiatan Perkenalan Antara Orang Tua Dan

Anak Angkat 159

Lampiran 7. Tanaman Pisang Yang Siap panen 160

Lampiran 8. Kegiatan Pemasaran Hasil Tanaman Pisang 161

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan ekonomi yang makin terbuka, ekonomi makin

berorientasi pada pasar (Salim, 1997 : 1). Peluang dari keterbukaan dan

persaingan pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang

kemampuan ekonominya lemah. Secara khusus perhatian harus diberikan

dengan pemihakan dan pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan

ekonomi rakyat. Pemihakan kepada perekonomian rakyat berarti memberikan

perhatian khusus kepada upaya peningkatan ekonomi rakyat. Berkaitan dengan

hal ini Sumodiningrat (1997: 5) menyatakan :

"Perhatian khusus ini diwujudkan dalam langkah-langkah strategis yang diarahkan secara langsung pada perluasan akses rakyat kepada sumberdaya pembangunan disertai penciptaan peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat di lapisan bawah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan sehingga mampu mengatasi kondisi keterbelakangan dan memperkuat posisi daya saing ekonominya". Dasar untuk itu sesungguhnya telah kita bangun sekarang ini. Amanat

yang tertuang dalam GBHN 1998 sebagai pencerminan kehendak rakyat

mewujudkan kuatnya penekanan yang diberikan pada pembangunan yang

berkeadilan. Segenap upaya pembangunan yang dftuangk^Tv^^^erbagai

kebijaksanaan dan program bermuara pada manusia s#b&ga?insari

(13)

ditingkatkan kualitas dan kemampuannya. Upaya ini digariskan dalam GBHN

(1998 :32) sebagai sasarannya, yaitu terciptanya kualitas manusia dan masyarakat

Indonesia yang maju dan mandiri. Husken (1997 : 8) mengungkapkan bahwa

menurunnya jumlah penduduk miskin dari 70 juta atau 60 % pada tahun 1970

menjadi 27,2 atau 15,1% pada tahun 1990 merupakan hasil nyata dari

pelaksanaan berbagai program pembangunan sektoral dan regional yang secara

langsung dan tidak langsung ditujukan untuk kemiskinan. Meskipun telah jauh

berkurang, jumlah penduduk miskin tersebut masih cukup besar sehingga

diperlukan upaya khusus untuk membantu kaum miskin ini terlepas dari

kemiskinan. Dewasa ini, dengan adanya krisis moneter, pada kenyataannya

penduduk miskin menjadi tambah banyak. Berdasarkan data dari Biro Pusat

Statistik (BPS, 1998) sampai Juni 1998, jumlah penduduk miskin sekitar 79, 4 juta orang atau 39,1 % dari jumlah penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah

205 juta jiwa. Dilihat dari wilayahnya, penduduk miskin di perkotaan pada

pertengahan tahun 1998 mencapai 22,6 juta orang atau sekitar 28,8 % penduduk

perkotaan. Sedangkan penduduk miskin di pedesaan sekitar 58,8 juta orang atau

sekitar 45,6 % penduduk pedesaan.

Selanjutnya dari laporan BPS tersebut terungkap bahwa penentuan

penduduk miskin itu didasarkan pada garis kemiskinan dengan perhitungan

pendapatan per kapita per bulan yaitu Rp. 52.470 untuk penduduk perkotaan dan

Rp. 41.588 untuk warga pedesaan. Batas garis kemiskinan ini naik dibandingkan

(14)

danRp. 27.413 bagi penduduk desa. Untuk garis kemiskinan per keluarga dengan

asumsi satu keluarga terdiri dari dua orang tua dan dua orang anak untuk per

bulan pada pertengahan 1998 ditetapkan Rp. 227.720 untuk warga kota dan Rp.

177.977 bagi penduduk desa.

Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai oleh

pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi

ketimpangan. Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan dan

terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari

masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi. Soemardjan (1980 : 19)

mengatakan "keadaan kemiskinan umumnya diukur dengan tingkat pendapatan,

dan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan

relatif". Selain itu, berdasarkan pola waktunya Kartasasmita (1996 : 235)

membedakan kemiskinan menjadi beberapa katagori yaitu, persistent poverty,

cyclicalpoverty, seasonalpoverty, serta accidentalpoverty.

Bila dikaji dari pola waktu, kemiskinan di suatu daerah dapat

digolongkan sebagaipersistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau

turun-temurun. Daerah seperti itu pada umumnya merupakan daerah-daerah yang

kritis sumber daya alamnya, atau daerahnya yang terisolasi. Pola kedua adalah

cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara

keseluruhan. Pola ketiga adalah seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman

seperti sering dijumpai pada kasus nelayan dan pertanian tanaman pangan. Pola

(15)

alam atau dampak dari suatu kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan

menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.

Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat

pendapatannya lebih rendah daripada garis kemiskinan absolut atau dengan kata

lain jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup

minimum yang dicerminkan oleh garis kemiskinan abolut tersebut. Kriteria yang

digunakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS, 1994) untuk mengukur garis

kemiskinan tersebut adalah pengeluaran minimum yang diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kebutuhan minimum untuk hidup ini

diukur dengan pengeluaran untuk makanan setara 2.100 kalori per kapita per hari

ditambah pengeluaran untuk non makanan yang meliputi perumahan, berbagai

barang dan jasa, pakaian dan barang tahan lama. Kemiskinan absolut umumnya

disandingkan dengan kemiskinan relatif. Kemiskinan relatif adalah keadaan perbandingan antara kelompok pendapatan dalam masyarakat, yaitu antara

kelompok yang mungkin tidak miskin karena mempunyai tingkat pendapatan

yang lebih tinggi daripada garis kemiskinan, dan kelompok masyarakat yang

relatif lebih kaya.

Ditinjau dari akar atau penyebab kemiskinan, dikenal adanya kemiskinan

kultural dan kemiskinan struktural (Kartasasmita, 1996 : 239). Kemiskinan

kultural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh

gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya. Mereka sudah merasa kecukupan

(16)

memperbaiki tingkat kehidupannya meskipun ada usaha dari pihak luar untuk

membantunya sehingga menyebabkan pendapatan mereka rendah menurut ukuran

yang umum dipakai. Menurut Tjokrowinoto (1993 : 20) budaya kemiskinan ini

dapat ditunjukkan dengan terlembaganya nilai-nilai seperti apatis, apolitis,

fatalistik, ketidakberdayaan, kurang menghargai diri sendiri, kurang percaya diri,

rendahnya etos kerja dan ketidakmampuan berwiraswasta

Lewis (1968 : 24) seorang antropolog yang meneliti tentang budaya

kemiskinan, menyatakan karakter individu yang miskin adalah sebagai berikut :

"... high incidence of maternal deprivation, of orality of weak ego

structure; lack of impulsive control; strong present - time orientation,

with relatively little ability to defer gratificatioan and to plan for the

future; sense of resignation and fatalism; widespread belief in male

superiority; and high tolerance ofpsychological pothology ofallsorts...

provincial and locally oriented, have very little sense ofhistory, ... very

sensitive to status distinction."

Friedmann (1979 : 131), menggambarkan, bahwa orang-orang miskin

berbuat sesuai dengan dunianya sendiri. Mereka asing bagi kebudayaan kita.

Nilai-nilai mereka berbeda. Dan bahkan, mereka berbicara dengan bahasa yang

lain, kita harus belajar dulu baru bisa memahaminya.

Friedmann (1979 : 127) juga mengatakan "orang miskin menjadi miskin

karena perbuatan orang lain. Itulah sistem. Ada hak-hak mereka yang

ditindas. Eksistensi kemanusiaan mereka ?, artinya orang-orang menjadi

miskin bukan karena nasib malang atau kelemahan pribadi melainkan

karena terjepit oleh struktur-struktur

ekonomi yang berkaitan erat

dengan kekuasaan politik dan kebudayaan yang tidak adil, inilah yang

dinamakan kemiskinan struktural".

Sejalan dengan uraian tersebut Tjokrowinoto (1993 : 30) mengatakan bahwa

(17)

dan sosial menghadapi elite desa dan para birokrat yang menentukan keputusan

yang menyangkut dirinya tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasikan

diri.

Dari sisi pemahaman kemiskinan, yang dikaitkan dengan pembagian

kekuasaan (distribution of power). Friedmann (1979 : 129 - 130)

mengungkapkan

"... jika anda punya kesempatan untuk mencapai kekuasaan, maka anda tidak miskin. Anda dapat menolong diri anda sendiri, anda dapat membentuk kehidupan anda sendiri. Anda berbahagia. Tetapi bila anda miskin, anda tidak bebas, anda tidak produktif, anda tidak beraksi / bertindak, anda tidak makan, anda kehilangan harapan. Dan kehilangan harapan berarti anda mati. ... kemiskinan struktural ini mengandung suatu penyelesaian yang implisit; memberi kuasa kepada orang miskin

(empowerment of the poor). Jika kemiskinan berarti kurangnya

kesempatan untuk mencapai kekuasaan, maka anda tidak menjadi miskin lagi bila anda memperoleh kesempatan. Tetapi bagaimanakah kesempatan itu andaperoleh kalau mereka yangmenduduki posisi-posisi istimewa akan menghalangi anda ?

Hanya melalui perjuangan. Perjuangan melawan kemiskinan demi kesejahteraan hidup manusia tidak pernah mengenal kata akhir. Kemiskinan adalah suatu fenomena politik."

Apabila kita menyimak uraian-uraian di atas, maka kita dapat

menangkap suatu permasalahan yaitu adanya ketidakseimbangan dalam

kemampuan dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang yang terbuka dalam

proses pembangunan. Dengan proses pembangunan yang terus berlanjut, justru

ketidakseimbangan itu dapat makin membesar yang mengakibatkan makin

melebarnya jurangkesenjangan. Dalam upaya mengatasi tantangan itu diletakkan

strategi pemberdayaan masyarakat. Dasar pandangannya adalah bahwa upaya

(18)

meningkatkan kemampuan rakyat dengan mengembangkan dan

mendinamisasikan potensi yang dimilikinya, dengan kata lain,

memberdayakannya.

Upaya yang merupakan pengerahan sumber daya untuk mengembangkan

potensi ekonomi rakyat ini akan meningkatkan produktivitas rakyat sehinggabaik

sumber daya manusia maupun sumber daya alam di sekitar keberadaan rakyat

dapat ditingkatkan produktivitasnya. Dengan demikian, rakyat dan lingkungannya

mampu secara partisipatif menghasilkan dan menumbuhkan nilai tambah

ekonomis. Rakyat miskin atau yang berada pada posisi belum termanfaatkan

secara penuh potensinya akan meningkat bukan hanya ekonominya, tetapi juga

harkat, martabat, rasa percaya diri, dan harga dirinya. Dengan demikian, dapatlah

diartikan bahwa pemberdayaan tidak saja menumbuhkan dan mengembangkan

nilai tambah ekonomis, tetapi juga nilai tambah sosial dan nilai tambah budaya.

Jadi partisipasi rakyat meningkatkan emansipasi rakyat.

Pengentasankemiskinan telah menjadi fokus pembangunan sejak Pelita I

(1969). Seluruh aparat birokrasi dikerahkan untuk menyukseskan program ini.

Para sarjana diterjunkan ke desa-desa untuk menjadi pembimbing bagi

masyarakat tertinggal itu. Miliaran rupiah setiap tahun dialokasikan bagi

pengentasan masyarakat yang termasuk kategori prasejahtera tersebut (Gana dan

Wardani, 1998 : 85). Dari program Usaha Peningkatan Gizi Keluarga (UPGK)

pada Pelita I dan n, perwujudan Delapan Jalur Pemerataan yang dituangkan

(19)

lunak, sampai program Inpres Desa Tertinggal (1993), Tabungan Kesejahteraan

Keluarga (Takestra), dan Kredit Keluarga Sejahtera (Kukesra) yang disponsori

BKKBN. Sejalan dengan program-program pemerintah itu, salah satu organisasi

kemasyarakatan yaitu Mathla'ul Anwar membuat suatu "model" yang disebut

dengan program Pengentasan Kemiskinan Bagi Pemuda Pedesaan Melalui Sistem

Orang Tua Angkat.

Memperbincangkan bagaimana cara dan bentuk-bentuk apa saja yang

sekiranya dapat dilakukan untuk mengatasi kemiskinan yang dialami oleh

manusia, maka itu berarti, kita secara langsung telah melaksanakan dua macam

perintah agama sekaligus. Karena pertama, kita membina ukhuwwah, dan kedua,

menyantuni sesama yang kurang beruntung dalam kehidupannya. Konsep

kemiskinan yang dimaksud dalam model ini adalah seluruh keadaan yang dialami

dan serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup seseorang atau

sekelompok masyarakat yang oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an disebut du'afa.

Ini berarti bahwa siapa saja yang merasa kurang beruntung dan tertindas dalam

kehidupannya di dunia ini adalah masuk kategori Mustad'afin. Terhadap

kelompok ini Allah mengingatkan "Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan

Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita

maupun anak-anak "(QS, An-Nisa' / 4 : 75). Begitu luasnya cakupan makna

du'afa itu, maka diantaranyaadalah kemiskinan. Karena kemiskinan adalah suatu

bentuk konkret dari kedu'afaan. Kemiskinan tidak hanya dianggap sebagai

(20)

kemiskinan immaterial. Jika demikian, maka dalam upaya mengentaskan

kemiskinan masyarakat, terlebih dahulu membenahi keyakinan masyarakat yang

kemudian diikuti oleh pembenahan di bidangmateri.

Fakta yang berkembang dalam masyarakat kita ialah adanya keyakinan

akan keadaan yang dialami itu adalah taqdir yang diberikan Allah SWT

kepadanya, karena itu ini tak mampu dielakan lagi. Majid dalam tulisannya

(Pikiran Rakyat, 7 Oktober 1994 : 4) menyatakan bahwa bukti keyakinan itu akan

teriihat mulai dari kakek, nenek, bapak, ibu dan anak dalam sebuah keluarga

melalui suatu ungkapan "Bagaimanapun usaha yang kami lakukan untuk mencari

nafkah demi peningkatan tarafkesejahteraan keluarga kami, adalah suatu yang tak

mungkin, karena kami memang berasal dari keluarga orang-orang miskin".

Ungkapan yang menjelma menjadi keyakinan itu akan melahirkan suatu

pandangan yang serba pasrah yang diikuti oleh reaksi emosional dan tawakkal sepenuhnya kepada Allah SWT. Dampaknya ialah menciutnya semangat

berikhtiar. Sikap dan pandangan yang demikian ini sering dikategorikan ke dalam

fatalisme. Dalam hubungan kemiskinan dengan sikap dan pandangan yang

demikian itulah lahir konsep budaya kemiskinan dan kemiskinan struktural. Jika demikian, maka pertanyaan yang dapat kita ajukan ialah sudah betulkah

pemahaman umat selama ini terhadap apa itu taqdirdan apa pula itu tawakkal ?.

Taqdir dapat dipahami sebagai ketentuan yang bukan semata-mata

berada pada pihak kekuasaan Allah semata, tetapi ketentuan itu sendiri sedikit

(21)

10

membimbing diri untuk berpindah atau memilih terhadap satu taqdir Allah ke

taqdir-Nya yanglain. Sedangkan tawakkal ialah sikap dari seseorang hambaAllah

untuk menyerahkan segala jerih payahnya, terserah Allah menilai dan

meridoi-Nya. Tidak secepatnya tawakkal tanpa didahului oleh ikhtiar yang optimal.

Ungkapan "kalau memang sudah rezeki saya, akan datang dengan sendirinya",

atau "yang penting adalah pasrah saja kepada Tuhan, toh Dia-lah yang

mengaturnya". Tuntunan Allah dalam Al-Qur'an mengenai hal itu, antara lain

"Mengapa kami tidak akan bertawakkal kepada Allah padahal Dia telah

menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar

terhadap gangguan-gangguan yangkamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada

Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu berserah diri." (QS, Ibrahim /14 :

12).

Dari uraian di atas, model pengentasan kemiskinan yang diselenggarakan

oleh Mathla'ul Anwar ini, ialah melalui program pendidikan keterampilan

dibidang pertanian. Mathla'ul Anwar menghimpun para pemuda yang ada di

pedesaan, dan kegiatan yang dilakukan yaitu membina dan mengarahkan para

pemuda pada usaha produktif dalam sektor pertanian dengan modal usaha

diupayakan diperoleh dari pada donatur (baik perorangan maupun lembaga) yang

bersedia untuk menjadi orang tua angkat bagi para pemuda tersebut.

Program pendidikan keterampilan ini bertujuan membina para pemuda

desa agar mereka dapat mandiri serta berdaya secara ekonomi. Dan sasaran yang

(22)

11

1. Dapat mengoptimalkan dan mengembangkan potensi desa, terutama pertanian

sehingga lahan yangselamaini terlantar dapat diolah dan dimanfaatkan secara

optimal. Dengan berkembangnya sektor tersebut di atas, diharapkan dapat

berdampak pada sektor kehidupan lainnya.

2. Dengan dibinanya kelompok pemuda secara intensif, diharapkan dapat

berimplikasi danberpengaruh pada lingkungan sosial sekitar, sehingga mereka

termotivasi untuk melakukan kegiatan positiflainnya secara suadaya.

3. Minimal mengurangi, maksimal dapat menyetop arus pemuda berurbanisasi

ke kota-kota besar, bahkan secara ideal dapat menarik kembali para pemuda

yang sudah terlanjur ke kota, dapat kembali ke desanya (nuralisasi), karena

tertarik oleh kegiatan tersebut.

4. Mereka diharapkan dapat menguasai dan terampil dalam teknik bertani, yang

nantinya diharapkan mereka dapat mentransfer keahliannya pada anggota

pemuda lainnya. Akhirnya para pemuda diharapkan dapat menghidupi dirinya

secara layaktanpa harus selalubergantung pada pihak lain.

Esensi dari sasaran program di atas pada dasarnya adalah meningkatkan

etos kerja umat yang oleh Allah disebutkan sebagai amal saleh, diikuti oleh

profesionalisme atau keahlian masing-masing di mana mereka bekerja. Karena

dengan amal saleh yang dikerjakan oleh seseorang niscaya akan memperoleh

hasilnya di dunia secara maksimal dan pahala yang berlipat ganda di akhirat

kelak. Standar amal saleh ditentukan oleh ajaran Islam itu sendiri dengan kriteria;

(23)

12

harus baik pula. Jadi di sini teriihat jelas hubungan antara kebaikan orang dengan

pekerjaan yang diperbuatnya.

Secara keseluruhan, dapatlah diartikan bahwa program pendidikan

keterampilan yang dilaksanakan oleh Mathla'ul Anwar ini diharapkan tidak saja

menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai budaya seperti etos kerja, rasa

percaya diri dan harga diri, tetapi juga nilai tambah secara ekonomis. Sedangkan

peranan orangtua angkat itu sendiri merupakan penyantun bagi para pemuda desa

untuk dibina dalam bidang usaha produktif, sehingga mereka dapat mandiri.

B. Masalah Dan Perumusannya

Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena

dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan

kekuatan yang ada padanya. Akar dari permasalahan kemiskinan itu sendiri

adalah kultural dan struktural, antara lain ditandai oleh sikap dan tingkah laku

yang menerima keadaan yang seakan-akan tidak dapat dirubah (konsep taqdir dan

tawakkal yang salah), yang tercermin didalam lemahnya kemauan untuk maju,

etos kerja yang rendah, mudah putus asa, kurang percaya diri dan kurang

menghargai diri sendiri. Secara struktural, terbatasnya modal yang dimiliki karena

tidak memiliki akses pada pemilik modal, rendahnya kualitas sumber daya

manusia, rendahnya produktivitas dan terbatasnya kesempatan berpartisipasi

dalam pembangunan. Untuk mengentaskan penduduk dari lingkaran kemiskinan

diperlukan juga sikap yang tidak memperlakukan orang hanya sebagai objek,

(24)

13

melainkan orang yang mempunyai sesuatu, walaupun hanya sedikit. Maka

pengentasan kemiskinan yang bertujuan mengurangi jumlah orang miskin dan

kesenjangan pendapatan antar kelas di masyarakat menjadi prioritas agenda

pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh karenanya apa yang

diprogramkan oleh Mathla'ul Anwar dalam membantu pemerintah untuk

pengentasan penduduk miskin menarik penulisuntuk menelitinya.

Masalah penelitian ini terarah kepada suatu gambaran yang jelastentang

"model" Pengentasan Kemiskinan Bagi Pemuda Pedesaan melalui Sistem Orang

Tua Angkat yang diselenggarakan oleh Badan Pelaksana Dana Firdaus Mathla'ul Anwar di Desa Sukajaya Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang, yang

dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana proses pelaksanaan program pengentasan kemiskinan bagi pemuda

pedesaanmelalui Sistem OrangTua Angkat ?

2. Bagaimana hasil dan dampak dari program Sistem Orang TuaAngkat ini ?

Permasalahan di atas akan didekati lagi secara lebih rinci melalui

pertanyaan (fokus) penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana berlangsungnya proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam

program pengentasan kemiskinan melalui sistem orang tua angkat ?. Hal ini

mencakup aspek-aspek :

a. Bagaimana tujuan, program, fasilitas, tenaga pengelola program, sumber

belajar dan fasilitas lainnya?

(25)

14

c. Bagaimana keadaan lingkungan yang dapat menunjang dan mendorong

berjalannya program pelatihan ini ?

d. Bagaimana interaksi belajar dalam program pelatihan ini ?

2. Bagaimana hasil dan dampak dari program ini ?. Hal ini mencakup aspek:

a. Ekonomi (peningkatan pendapatan peserta pelatihan).

b. Perubahan perilaku peserta pelatihan.

c. Mengikutsertakan orang lain dalam memanfaatkan hasil belajar yang telah

dimiliki.

C. Tujuan Penelitian

Ada dua tujuan penelitian dalam penulisan ini :

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Model

Pengentasan Kemiskinan Bagi Pemuda Pedesaan Melalui Sistem Orang Tua

Angkat.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengungkapkan data tentang realisasi pelaksanaan program

pemberdayaan dalam aspek ekonomi bagi pemuda pedesaan melalui

Sistem Orang Tua Angkat.

b. Untuk mendapatkan data tentang hasil dan dampak dari pelaksanaan

(26)

15

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian berupa studi kasus pemberdayaan dalam aspek ekonomi

terhadap kelompok pemuda pedesaan di Desa Sukajaya Kecamatan Cadasari

Kabupaten Pandeglang.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

konseptual teoritis, maupun secarapraktis di lapangan.

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan

teori-teori yang ada, khususnya berkaitan dengan peranan pendidikan luar

sekolah, dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.

Selain itu hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi pengkaji

dan pengembangan ilmu pendidikan, khususnya pendidikan luar sekolah dalam

melengkapi dan mengembangkan berbagai macam program.

Secara praktis di lapangan, hasil penelitian ini dapat dipergunakan

sebagai pedoman pengelolaan program-program kegiatan pendidikan luar

sekolah, baik bagi perencana maupun pelaksana di lapangan dalam rangka

pengentasan kemiskinan. Selanjutnya program ini bisa dijadikan altematif

"model" pengentasan kemiskinan di tempat lain sebagai patner dari program

pemerintah.

E. Definisi Operasional

Untuk lebih jelasnya arah penelitian dan agar terhindar dari

kemungkinan adanya salah tafsir, maka diperlukan definisi operasional dari

(27)

16

1. Model

Dalam Ensiklopedi Indonesia (jilid 4), dijelaskan bahwa "model"

merupakan kata pengecil dari modo = sifat, cara dan representasi diperkecil dari

suatu benda atau keadaan yang dimaksudkan untuk menggambarkan, menjelaskan

atau menemukan sifat-sifat bentuk aslinya.

Berdasarkan pengertian model di atas dapat dikemukakan bahwa yang

dimaksudkan dengan model dalam penelitian ini ialah langkah-langkah yang

dipergunakan dalam proses pemberdayaan pada aspek ekonomi bagi peserta

pelatihan yang secara umum tergambar dari, (a) aspek manajemen pelatihan,

seperti identifikasi permasalahan, seleksi peserta pelatihan, pelaksanaan dan

evaluasi pelatihan; (b) fungsi kelembagaan (NGO) yang dilihat dari program,

faktor pendukung dan metode; juga (c) penerapan perolehan (pengetahuan dan

keterampilan) setelahmelalui proses pembelajaran.

2. Pengentasan Kemiskinan

Istilah "pengentasan kemiskinan" menurut Gana dan Wardani (1998 :

90) masih kontraversial. Jadi pengentasan kemiskinan berarti kemiskinannya yang

dientaskannya ( Budihardjo, 1994 : 21) istilah yang tepat adalah "mengentaskan

manusia dari kemiskinannya", karena manusianya yang dientaskan dan bukan

kemiskinannya. Pendapat ini pun didukung oleh Fatimah Djajasudarma (Pikiran

Rakyat, 5 Oktober 1999 : 1) yang menyatakan bahwa mengentaskan sama dengan

mengangkat. Jadi pengertian yang seharusnya muncul ialah mengentaskan dari

(28)

17

kesempatan lain, ada pengamat yang lebih senang menyebut "pemerataan

pendapatan atau ekonomi", sebab program yang dilancarkan bermaksud

mempersempit jurang antara yang berpendapatan tinggi dengan yang rendah. Dan

program yang dilaksanakan dalam penelitian ini bertujuan membina perilaku

peserta pelatihan ke arah yanglebih baik yang ditandai dengan adanya selfrespect

dan percaya pada kemampuan sendiri, mandiri, juga mempunyai tanggung jawab

yang luas. Selain itu agar mereka mampu mengelola sumber daya alam yang

tersedia bagi pemenuhan kebutuhan hidupnya, khususnya pada bidang agribisnis

yang pada akhirnya pendapatan perekonomiannya meningkat dan mengangkat

dirinya dari kondisi kemiskinan yang selama ini mereka alami.

3. Sistem Orang Tua Angkat

Menurut Awad (1979 : 4) istilah sistem mempunyai pengertian "a« organized

functioning relationship among units or components". Jadi kalau kita telaah,

istilahsystem itu mengandung arti sehimpunan bagian atau komponen yang saling

berhubungan secara teratur dan merupakan satu kesatuan (a whole). Kaitannya

dengan program pelatihan ini adalah merupakan suatu totalitas yang terdiri dari

bagian-bagian antara lain lembaga-lembaga yang terkait bekerjasama untuk

mencapai suatu tujuan, yaitu adanya perubahan perilaku dan peningkatan

pendapatan peserta pelatihan.

Sedangkan yang dimaksud daripada orang tua angkat dalam program ini

adalah perorangan atau lembaga yang menyantuni atau menghibahkan sebagian

(29)

18

angkat yang mensponsori pembiayaan kegiatan masing-masing. DFMA

mendorong terjadinya hubungan komunikasi antara anak dan bapak angkat,

misalnya melalui surat-menyurat atau bertatap muka langsung dalam berbagai

kesempatan. Pengembangan dan pergantian anak angkat, dilaporkan dan atas

sepengetahuan bapak angkatyang bersangkutan.

Jadi hubungan antara bapak dan anak angkat ini, bukan dalam pengertian

adopsi yaitu pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang

jelas nasabnya, lalu anak itu dia nasabkan kepada dirinya. Dalam syariat Islam

tidak mengenal pengertian adopsi, sebab adopsi pada hakikatnya tidak mengubah

fakta, bahwa nasab anak itu bukan kepada dirinya, tetapi kepada orang lain.

Nasab tidak pernah bisadihapuskan dantidak puladiputuskan. Ini didasarkan atas

ayat yang artinya, berikut ini:

"... dan Dia (Allah) tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenar-benarnya dan Dia dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka. Itulah yang lebih adil pada sisi Allah..."(Qs, Al-Ahzab / 33 :4-55)

Dari keterangan di atas, maka pengertian operasional dari sistem orang

tua angkat ini adalah hubungan kerjasama antara komponen-komponen yang

teriihat pada kegiatan pelatihan ini, seperti orang tua angkat sebagai penyandang

dana yang berarti hanya sampai taraf memberikan kesempatan, serta lembaga

Mathla'ulAnwar sebagai penyelenggara yang memberikan suasana kondusif demi

tercapainya tujuan pendidikan yaitu perubahan perilaku dan pemuda pedesaan

(30)

19

pelatihan tersebut atau seperti yang dikemukakan oleh Paul (1987 : 24) sebagai

berikut : "...participation refers to an active process where by beneficiaries

influence the direction and execution ofdevelopment projects rather than merely

receive a share of project benefits." Pernyataan tersebut mendukung adanya

gambaran keterlibatan peserta pelatihan mulai dari tahap pembuatan keputusan,

penerapankeputusan, penikmatan hasil dan sampai pada evaluasi.

4. Pemberdayaan.

Kata pemberdayaan harus diucapkan secara hati-hati, agar tidak

terpeleset menjadi "memperdayakan". Penggunaan kata "empowerment" dan

"empower" diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi pemberdayaan dan

memberdayakan. Menurut Merriam Webster dan Oxford English Dictionery kata

"empower" mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give power or

authority to, dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Dalam

pengertian pertama, diartikan sebagai memberikan kekuasaan, mengalihkan

kekuatan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan, dalam

pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberi kemampuan atau

keberdayaan. Dan pengertian istilah yang kedua inilah yang digunakan pada tesis

ini.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka proses pemberian kemampuan

atau keberdayaan pada intinya adalah upaya pendidikan yangbertqjuan untuk

membangkitkan kesadaran dari pada peserta pelatman^alrf^^^^jang

(31)

20

sumber daya alam yang dalam hal ini berkaitan dengan agribisnis dan pada

akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup dari para peserta pelatihan. Dan

langkah-langkah yang dilakukan dalam proses menumbuhkan keberdayaan

tersebut adalah (a) belajar dilakukan pada kelompok kecil yaitu 5 orang; (b)

pemberian tanggung jawab yang lebih besar diberikan kepada peserta pelatihan

selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran; (c) kepemimpinan kelompok

dilakukan oleh dan dari peserta pelatihan sendiri; (d) sumber belajar hanya

bertindak sebagai fasilitator; (e) dalam proses kegiatan belajar berlangsung secara

demokratis; (f) metode dan teknik pembelajaran digunakan yang dapat

menumbuhkan rasa percaya diri peserta pelatihan; (g) dan tujuan akhir adalah

(32)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

Dalam suatu penelitian, peneliti harus menentukan metode yang akan

dipergunakan, hal ini menurut Nazir (1983 : 51) dengan ditentukannya metode

penelitian, maka akan memandu seorang peneliti mengenai umtan-umtan

bagaimana penelitian itu dilakukan. Selanjutnya, Surachmad (1982 : 131)

mengatakan bahwa, "Metode mempakan cara utama yang dipergunakan untuk

mencapai tujuan". Oleh karenanya, pada bab BJ ini peneliti mencoba untuk

memaparkan prosedur dari penelitian yang dilakukan.

A. Metode Penelitian

Penelitian ini bermaksud memperoleh gambaran secara mendalam

tentang "Model Pengentasan Kemiskinan Bagi Pemuda Pedesaan Melalui Sistem

Orang Tua Angkat". Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti mempergunakan

pendekatan kualitatif. Dan pendekatan kualitatif itu didasarkan atas

fenomenologis, yang menurut Marleau-ponty (dalam Brower, 1983 : 3), "Fenomenologi dianggap sebagai cara pendekatan dan gaya berfikir. Jika saya mengetahui tentang dunia, saya mengetahuinya dari sudut pandangan saya yang

khas atau berdasarkan pengalaman saya tentang dunia" Dengan kata lain

fenomenologi pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh pemahaman dan

pengertian tentang perilaku manusia ditinjau dari aktor peiaku manusia itu

sendiri.

(33)

57

Menurut Bogdan dan Taylor (1975 : 5) dalam Moleong (1993 : 3),

mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

diamati. Dan oleh Nasution (1992 : 5) dikatakan bahwa, "Penelitian kualitatif

pada hakikatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya,

berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya ". Oleh karena itu dalam mengumpulkan datanya

dilakukan melalui kontak langsung dengan subjek yang diteliti pada tempat

dimana mereka melaksanakan kegiatannya dan dalam waktu yang relatif cukup

lama.

Selanjutnya Bogdan dan Biklen (1990 : 33-36), mengemukakan ciri-ciri

penelitian kualitatif, yaitu : (1) Sumber data dalam penelitian kualitatif ialah

situasi yang wajar atau natural setting dan peneliti mempakan instrumen kunci;

(2) Riset kualitatif itu bersifat deskriptif; (3) Riset kualitatiflebih memperhatikan

proses ketimbang hasil atau produk semata; (4) Periset kualitatif cenderung

menganalisa data secara induktif; dan (5) Makna mempakan soal esensial bagi

pendekatan kualitatif.

Disamping ciri-ciri yang telah diungkapkan tadi, dapat pula ditambahkan

sesuai dengan pendapat Nasution (1992 : 9-12) sebagai berikut : (6)

Mengutamakan data langsung atau first hand; (7) Triangulasi; (8) Menonjolkan

rincian kontekstual; (9) Subjek yang diteliti dipandang berkedudukan sama

(34)

58

kasus negatif; (12) Sampling yang purposif; (13) Menggunakan Audit trail; (14)

Pertisipasi tanpa mengganggu; (15) Mengadakan analisis sejak awal penelitian;

dan (16) Desainpenelitian tampil dalam proses penelitian.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas, peneliti berkomunikasi secara langsung dengan subjek yang diteliti serta mengamati mereka dari sejak awal

sampai akhir proses penelitian. Fakta atau data itulah yang diberi makna sesuai

dengan teori-teori yang terkait dengan fokus masalah yang diteliti. Hal ini sesuai

dengan pandangan Bogdan dan Biklen (1990 : 38), dalam pendekatan kualitatif,

"Peneliti berusaha memahami dan menafsirkan makna dari suatu peristiwa dan

interaksi perilaku manusia dalam situasi tertentu". Dalam upaya menemukan

fakta dan data secara alamiah itulah, yang melandasi peneliti menetapkan untuk

menggunakan pendekatan metodekualitatifterhadap permasalahan yang diteliti.

B. Subjek Yang Diteliti

Arikunto (1993 :102) mendefinisikan subjek penelitian adalah "benda,

hal atau orang dan tempat dimana data yang dipermasalahkan melekat".

Selanjutnya dijelaskan perbedaan antara responden penelitian dan sumber data. Responden penelitian adalah orang yang dapat merespon, memberi informasi

tentang data penelitian. Sedangkan sumber data adalah benda, hal atau orang dan

tempat dimana peneliti mengamati, membaca, atau bertanya tentang data.

Sesuai dengan penelitian kualitatif yang mengangkat datanya dari kasus,

dan sebagai suatu studi yang mendalam tentang subjek penelitian serta jangka

(35)

59

diutamakan, agar informasi-informasi yang beranekaragam dan lebar dapat

diperoleh, yang pada akhirnya akan mencapai kedalaman penggalian masalah.

Oleh karena itu subjek penelitian ditentukan secara purposive sampling, dimana

dilakukan dengan mengambil anggota kelompok sasaran yang terpilih oleh

peneliti, menumt ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. Menumt

Nasution (1992 : 11), "Metode kualitatiftidak menggunakan populasi dan sampel

yang banyak. Sampelnya biasanya sedikit dan dipilih menumt tujuan (purposive)

penelitian". Dengan kata lain, sampling yang purposive adalah sampel yang

dipilih dengan cermat hingga relevan dengan disain penelitian.

Berkaitan dengan pemilihan sampel secara purposive (bertujuan), Moleong (1993 : 165-166), mengemukakan bahwa ciri-ciri sampel yang

bertujuan, adalah sebagai berikut : (1) Rancangan sampel yang muncul: sampel

tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu; (2) Tujuan memperoleh

variasi sebanyak-banyaknya hanyadapat dicapai apabila pemilihan satuan sampel

dilakukan, jika satuan sebelumnya sudah dijaring dan dianalisis; (3) Pada

mulanya setiap sampel dapat sama kedudukannya, namun sesudahmakin banyak

informasi yang masuk dan makin mengembangkan pertanyaan penelitian, maka

ternyata bahwa sampel makin dipilih atas dasar fokus penelitian; dan (4) Pada sampel bertujuan, jumlah sampel ditentukan oleh pertimbangan informasi yang

diperlukan. Jika sudah terjadi pegulangan informasi, maka penarikan sampel pun

(36)

60

Berdasarkan perambangan-pertimbangan yang diungkapkan tadi, maka

dalam penelitian ini sebagai satuan kajian (unit of analysis) adalah sekelompok

pemuda yang berjumlah lima orangdan berdomisili di Desa Sukajaya Kecamatan

Cadasari Kabupaten Pandeglang yang mengikuti kegiatan pelatihan yaitu

keterampilan dibidang pertanian. Secara keseluruhan peserta pelatihan ini

berjumlah 25 orang yang tersebar dibeberapa desa dan kecamatan yang terbagi

dalam lima kelompok. Selain itu, untuk keperluan triangulasi sebagai pelengkap

informasi, peneliti memanfaatkan pula para informan yakni mereka yang

dipandang dapat memberikan informasi penting atau tambahan terhadap fokus

permasalahan yang diteliti.

C. Tahapan Kegiatan Penelitian

Yang dimaksud tahapan kegiatan penelitian adalah langkah-langkah

kegiatan yang dilakukan oleh peneliti selama proses penelitian berlangsung.

Menurut Nasution (1992 : 33 - 34), "Tahap-tahap dalam penelitian kualitatif

tidak mempunyai batas-batas yang tegas oleh sebab disain serta fokus penelitian

dapat mengalami perubahan, jadi bersifat emergent". Walaupun demikian dapat

dibedakan dalam garis besarnya, ada tiga tahap yaitu : Tahap orientasi, tahap

eksploitasi, dan tahap membercheck.

1. Tahap Orientasi

Pada tahap awal penelitian ini, peneliti mengadakan kunjungan ke

lapangan untuk melihat gambaran umum yang ada dilapangan sehingga dapat

(37)

61

lapangan, peneliti mengajukan pertanyaan yang sangat umum dan terbuka agar

memperoleh informasi yang sangat luas mengenai hal-hal yang umum di lapangan

itu. Informasi yang luas mengenai hal-hal yang menonjol, menarik, penting dan

berguna untuk diteliti selanjutnya secara mendalam dan itulah yang nantinya

dipilih sebagai fokus penelitian.

Dalam orientasi ini peneliti berhasil mendapatkan informasi tentang

program pengentasan kemiskinan melalui sistem orang tua angkat untuk pemuda

desa dengan kegiatan pendidikan keterampilan dibidang pertanian dan lokasinya

di Desa Sukajaya Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang. Dan kegiatan ini

dilaksanakan oleh Non Governance Organization (NGO) Mathla'ul Anwar.

Kemudian peneliti membaca kepustakaan yang relevan terutama masalah

kemiskinan dan pendidikan luar sekolah.

Hasil orientasi dan kegiatan membaca buku-buku tersebut tersusunlah disain

penelitian sementara untuk diseminarkan. Setelah disemittarkan dan memperbaiki

disain penelitian berdasarkan hasil pengarahan dalam seminar pra disain dan

mengadakan konsultasi dengan pembimbing penelitian dan penulisan tesis.

Barulah peneliti turun ke lapangan secara penuh. Dikatakan penuh, karena

peneliti masuk menjadi anggota pengurus wilayah Mathla'ul Anwar Jawa Barat.

2. Tahap Eksplorasi

Pada tahap ini, peneliti mengadakan penelitian langsung kelapangan

dengan persiapan yang dianggap telah cukup matang, untuk menggali data dan

(38)

62

yang lebih jelas, sehingga dapat dikumpulkan data yang lebih terarah dan lebih

spesifik. Observasi ditujukan kepada hal-hal yang adahubungannya dengan fokus.

Wawancara juga tidak lagi umum dan terbuka, akan tetapi sudah berstruktur,

untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai aspek-aspek yang

menonjol dan penting yang diperoleh berdasarkan wawancara dan observasi pada

tahap orientasi.

Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam, diperlukan

informasi dari yang kompeten dan mempunyai pengetahuan yang cukup banyak

tentang masalah yang diteliti. Oleh karena itu selain pencarian data dilokasi

penelitian, peneliti mencari informasi dilembaga pemerintah yang khusus

menangani masalah pengentasan kemiskinan.

3. Tahap Member - Check

Tahap eksplorasi dengan tahap member-check tidak mempakan dua fase

yang berurutan secara mutlak melainkan sebagai siklus yang dapat memantapkan

data dan informasi, sehingga memiliki tingkat kebenaran yang tinggi. Tahap

member-check adalah untuk mengadakan verifikasi data yang telah terkumpul

dari responden dan dicek kembali oleh mereka hinggadata tersebut sesuai dengan

maksud responden. Jika terdapat kekeliruan peneliti memberikan kesempatan

kepada responden untuk memperbaikinya.

Selain dari tahap-tahap penelitian yang diuraikan di atas, peneliti juga

melaksanakan kegiatan triangulasi, hal ini untuk membuktikan kebenaran dari

(39)

63

kebenarannya kepada responden lainnya sampai diperoleh persamaan. Sesuai

dengan pendapat Nasution (1992 -112) yang menjelaskan bahwa " Pola itu harus

diakui dan diterima kebenarannya oleh sumber informasi, dan selain itu data tersebut harus dibenarkan oleh sumber atau informasi lainnya". Selain itu guna

menjaga kerahasian informasi tersebut, maka semua informasi yang diberikan

responden hanya diketahui peneliti. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, maka

digunakanlah kode initial huruf S (subjek), untuk responden satu diberi kode S. 1.

dan untuk responden dua menjadi S. 2. dan setemsnya. Demikian juga kepada

para informan sebagai triangulasi, penyajian datanya diberi kode initial huruf I (informan), untuk informan satu diberi kodeI. 1. dan untuk informan dua menjadi

I. 2. dan begitu untuk setemsnya.

D. Teknik Pengumpulan Dan Analisis Data.

Uraian ini terdiri atas tiga bagian yaitu instrumen dan teknik

pengumpulan, serta analisa data.

1. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam upaya menemukan fakta dan informasi (data) pada penelitian ini, kedudukan peneliti menjadi instrumen utama (human instrument) untuk menjaring fakta dan informasi yang diperlukan dari responden. Hal ini diartikan

oleh Nasution (1992 : 55) bahwa peneliti itu sendiri sebagai alat untuk merekam

informasi selama berlangsungnya penelitian.

Peneliti sebagai instrumen penelitian itu sangat serasi untuk penelitian

(40)

64

sebagai berikut : adaptabilitas, responsif, imajinatif, kreatif dan mempunyai

kemampuan untuk mengklasifikasi sesuatu yang kurang dipahami responden,

serta berkemampuan idiosinkretik, yakni mampu menggali sesuatu yang tidak

direncanakan, tidak diduga atau tidak lazim terjadi yang sangat memperdalam

makna penelitian.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah observasi

partisipasi, wawancaradan studi kepustakaan.

a. Observasi partisipasi

Observasi partisipasi dilakukan dengan maksud mendapatkan data yang

lebihbanyak, mendalam dan lebih rinci. Menumt Patton (dalam Nasution, 1992 :

60) "Participant observation is the most comprehensive of all types ofreseach

strategies". Untuk menjadi partisipan dan sekaligus pengamat, maka peneliti tumt

serta dalam berbagai peristiwadan kegiatandari subjekyang diteliti.

Peneliti memandang yang diobservasi sebagai subjek. Bila peneliti tidak

dapat dengan segera memahami makna sesuatu kejadian di lokasi, para subjek

(sumber informasi) dapat membantu menjelaskannya, sehingga pemaknaannya

pada hal-hal tertentu disusun secara bersama-sama antara peneliti dengan subjek.

Namun peneliti berusaha untuk tidak mengganggu aktivitas para subjek

(responden) selama dalam penelitian.

Tingkat partisipasi dalam observasi ini adalah partisipasi penuh. Oleh

(41)

65

anggota kelompok dan menjadi orang dalam seperti anggota biasa lainnya".

Artinya peneliti ikut serta dalam kegiatan pelatihan tersebut seperti menjadi

anggota kelompok dan menjadi orang dalam, yaitu sebagai anggota biasa lainnya.

Peneliti ikut serta dalam aktivitas pembelajaran dan penerapan hasil pembelajaran

dalam rangka pengumpulan data yang selengkapnya.

b. Wawancara

Wawancara dilakukan langsung pada peserta pelatihan dan para

informan yaitu orang-orang yang mengetahui gambaran berkenaan dengan

kegiatan pembelajaran baik pada waktu di ruangan maupun setelah melakukan

kegiatan peraktek di lapangan. Peserta pelatihan diminta untuk memberikan

informasi

yang sesuai dengan apa yang dialami, diperbuat, dipikirkan atau

dirasakan, yang diketahui ataupun dipelajari baik sebelum ataupun sesudah

mengikuti kegiatan pelatihan

Data yang dikumpulkan adalah bersifat verbal dan nonverbal. Menumt

Bogdan dan Biklen (1990 : 179) "Wawancara dikatakan baik kalau subjek

merasa senang dan bebas berbicara mengenai pandangan-pandangannya.

Wawancara yang baik menghasilkan data yang kaya dan penuh dengan kata-kata

yang mengungkapkan perspektif responden". Hasil percakapan tersebut dicatat

dalam buku tulisataucatatan lainyang telah disiapkan.

Untuk mencari objektivitas data yang diperoleh (tidak bias dan bebas

dari pemikiran dan penafsiran pribadi peneliti), peneliti mengadakan penggalian

(42)

66

c. Studi Kepustakaan dan Dokumentasi.

Studi kepustakaan dilakukan untuk mempelajari sumber-sumber bacaan

yang relevan bagi informasi teoritis dan bahan mjukan dalam menganalisis

permasalahan yang muncul. Sedangkan studi dokumentasi dilakukan untuk

mendapatkan data primer yang diperlukan dari Kantor Kepala Desa, Kantor

Camat dan Kantor Bupati, berkenaan dengan data dan informasi tentang

gambaran umum daerah penelitian seperti permasalahan kependudukan juga

Kantor Dinas Pertanian, yaitu data mengenai perkembangan agribisnis di

Kabupaten Pandeglang.

Pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi, wawancara, studi

kepustakaan dan dokumentasi (sesuai dengan fokus penelitian), kemudian setelah

diadakan seleksi dibuatkan catatan. Pembuatan catatan ini segera dilakukan ketika

peneliti memasuki lapangan hingga selesainyapenelitian.

Catatan lapangan dibuat dalam bentuk : (1) Deskripsi tentang apa yang

sesungguhnya diamati peneliti (menurut apa yang dilihat dan didengar); dan (2)

Mendeskripsikan komentar, refleksi, pemikiran ataupun pandangan peneliti

sendiri tentang apa yang diamati dan didengar. Untuk catatan lapangan dalam

laporannya diberi kode C. L.. Menumt nasution (1992 :93) deskripsi tentang

catatan lapangan (CL)ini mempakan uraian obyektif tentang apa yang sebenamya

kita lihat dan kita dengar, namun dalam memberikan deskripsi sengaja dibatasi

(43)

67

3. Analisis Data

Umtan kegiatan analisis data yaitu penafsiran data yang mana antara

analisis data dan penafsiran data mempakan satu kesatuan dari suatu kegiatan.

Data yang diperoleh pada setiap pertemuan langsung dengan responden dianalisis

dan ditafsirkan. Analisis dan penafsiran data dilakukan terus selama proses

penelitian sampai data yang diperlukan semua terkumpul. Bogdan dan Biklen

(1990 : 189), mengemukakan bahwa analisis data adalah suatu proses untuk

mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi untuk meningkatkan penelitian tentang kasus yang diteliti dan

menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.

Selanjutnya Bogdan dan Biklen (1990 : 190-226) juga membedakan

analisis data itu melalui dua langkah, yaitu analisis selama dilapangan dan analisis

sesudah meninggalkan lapangan. Langkah-langkah selama dilapangan adalah : (a)

Mempersempit fokus studi; (b) Menetapkan tipe studi; (c) Mengembangkan

secara terus-menerus pertanyaan analitik; (d) Menuliskan komentar peneliti

sendiri; (e) Upaya penjajagan tentang ide dan tema penelitian pada subjek sebagai

analisis penjajagan; (f) Membaca kembali pustaka yang relevan selama di lapangan; dan (g) Menggunakan metaphora, analogi dan konsep.

Langkah-langkah analisis sesudah meninggalkan lapangan adalah : (a)

Membuat kategori masalah dan menyusun kodenya; dan (b) Menata umtan

(44)

68

Dan Nasution (1992 : 129-130) memberikan pegangan yang sifatnya

umum mengenai langkah-langkah yang dapat diikuti dalam analisis data, yakni:

Reduksi data, display data, pengambilan kesimpulandan verifikasi.

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan atau menyingkat data dalam bentuk uraian (laporan) yang terinci

dan sistematis, menonjolkan pokok-pokok yang penting agar lebih mudah

dikendalikan. Reduksi data mempakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, membuang yang tidak perlu, yang akan memberikan gambaran

yang lebih terarah tentang hasil pengamatan dan juga mempermudah peneliti

untuk mencari kembali data itu apabila diperlukan.

Display data, mempakan upaya untuk menyajikan data untuk melihat

gambaran keseluruhan data atau bagian-bagian tertentu dari penelitian. Semua

dirancangguna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk padu

dan mudah dimanfaatkan, sehingga peneliti dapat menguasai data itu dan tidak

tenggelam dalam tumpukan data.

Kesimpulan dan verifikasi adalah upaya untuk mencari makna terhadap

data yang dikumpulkan dengan mencari pola, tema, hubungan, persamaan dan

hal-hal yang sering timbul. Kesimpulan yang ditarik dari hasil penelitian di

lapangan yaitu suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah

diverifikasikan sejak pengumpulan data dilapangan. Peneliti menangani

kesimpulan itu denganlonggar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah

(45)

69

diragukan, kemudian dengan bertambahnya data maka kesimpulan akan lebih

mantap dan kokoh. Agar diperoleh kesimpulan yang lebih mantap dan kokoh,

kesimpulan-kesimpulan yang ada itu senantiasa diverifikasi selama penelitian

berlangsung.

E. Validitas Hasil Penelitian

Untuk memperoleh dan mempertahankan kualitas penelitian kualitatif,

Nasution (1992 : 114), mengemukakan empat kriteria yang harus dipenuhi, yaitu:

Kredibilitas (validitas Internal), transferabilitas (validitas ekstemal),

dependabilitas (reliabilitas), dan konfirmabilitas (obyektivitas).

1. Kredibilitas (validitas Internal)

Cara untuk mengusahan agar kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya

atau mempunyai kredibilitas, peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Memperpanjang masa observasi

Peneliti berusaha untuk mengenai lingkungan, mengadakan hubungan

baik dengan peserta pelatihan dan orang-orang di sekitar lokasi penelitian,

mengenai kebudayaan sekitar lingkungan penelitian, dan mengecek kebenaran

informasi selama berlangsungnya penelitian. Jika belum dapat menemukan

kredibilitas penelitian maka waktu untuk observasi ditambah. b. Pengamatan yang terus menerus

Peneliti melakukan pengamatan yang terus menerus terhadap responden

penelitian. Untuk keberhasilan ini peneliti ikut tinggal, dan bergaul dengan

(46)

70

baik siang ataupun pada malam hari sekaligus mengadakan wawancara dan

diskusi seperlunya.

c. Triangulasi

Triangulasi dilakukan untuk mengecek kebenaran informasi yang

disampaikan oleh responden dengan cara membandingkannya dengan informasi

dari responden lainnya pada waktu yang berbeda. Artinya peneliti melakukan

pengecekan kebenaran data tertentu dengan membandingkan data asli dengan

data dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian lapangan, dan pada waktu

yang berlainan.

d. Membicarakannya denganorang lain

Yaitu mengadakan dialog dan tukar pendapat dengan rekan-rekan yang

sama-sama mengadakan penelitian kualitatif. Tujuan dari kegiatan ini adalah

untuk lebih memahami dan memperdalam perolehan informasi dari lapangan.

Selain itu orang lain yang dimaksud adalah orang yang dianggap sebaya dengan

peneliti, yaitu tidak pada senior dan tidak pula yunior karena ia enggan

memberikan kritik. Untuk itu peneliti membicarakannya dengan agen penjual

pisang, dengan orang-orang yang lama berkebun pisang yangada di sekitar lokasi

penelitian. Dalam konteks ini dibicarakan juga tentang langkah-langkah

pengembangan selanjutnya.

e. Mengadakan member-check

Agar informasi yang diperoleh sesuai dengan apa yang dikemukakan

(47)

71

wawancara, kemudian peneliti mengungkapkan kembali garis besamya apa yang

telah disampaikan oleh responden, sehingga mereka dapat mengecek kembali

informasi yang diberikannya dengan meminta pendapat responden tentang

kebenaran dari apa yang telah dikatakannya dengan maksud supaya ia

memperbaiki bila ada kekeliman atau menambahkan apabila masih ada yang

kurang. Dengan demikian laporan yang dibuat sesuai dengan maksud atau

kenyataan yang dialami oleh responden.

2. Transferabilitas (Validitas Ekstemal)

Nilai transfer penelitian bermaksud untuk menjawab pertanyaan, hingga

manakah hasil penelitian itu dapat diaplikasikan atau digunakan dalam

situasi-situasi lain. Situasi lain dalam hal iniapakah dengan polapembelajaran seperti ini

benar-benar dapat dipergunakan dalam upaya pengembangan masyarakat dalam

bidangyang lain. Kemungkinan dari program ini teraplikasikan dalam situasi dan

bidang yang lain, hal ini bisa terlaksana jika atau dengan syarat dan sifat yang

mendukung pola pembelajaran yang sama akuratnya dengan kondisi dari apa yang

tergambarkan dalam hasil penelitian ini.

3. Dependabilitas (Reliabilitas) dan Konfirmabilitas (Objektivitas)

Upaya yang dilakukan peneliti ialah dengan menyatukan keduanya

(dependabilitas dan konfirmabilitas) yang dikerjakan melalui audit trail

(Nasution, 1992:119).

Dengan audit trail dimaksudkan untuk menjamin kebenaran hasil

(48)

72

kembali secara cermat seluruh proses penelitian, mulai dari teknik pengumpulan

data sampai dengan analisis hasil penelitian. Untuk tercapainya kebenaran ini

maka peneliti dibimbing oleh Dosen Pembimbing sampai penulisan laporan

selesai.

F. Penjadualan Waktu Penelitian

Pengalokasian waktu yang diperuntukan dalam penelitian ini adalah

selama 18 bulan, mulai Oktober 1997 sampai dengan Maret 1999 dengan

perincian sebagai berikut :

1. Pra survei ke lapangan dan studi kepustakaan untuk penulisan disain

penelitian selama dua bulan.

2. Penulisan disain penelitian dan konsultasi dengan pembimbing selama dua

bulan.

3. Penulisan Bab I sampai Bab U selama tiga bulan.

4. Pelaksanaan pengumpulan data di lapangan enam bulan.

5. Penulisan laporan hasil penelitian tiga bulan.

6. Penggandaan laporan hasil penelitian dan mengikuti progres report, ujian

tahap I dan ujian tahap n, dijadualkan dalam jangka waktu dua bulan.

G. Data Yang Dikumpulkan.

Data yang dikumpulkan sebelum, selama dan sesudah berada di lokasi

pelatihan adalah sebagai berikut:

Fokus penelitian I Data Gambaran Umum

(49)

73

a. Data mengenai kondisi geografis.

b. Data mengenai pembagian luas tanah berdasarkan penggunaannya.

c. Data mengenai kondisi demografis.

d. Data mengenai kondisi sosial budaya dan agama.

e. Data mengenai kondisi sosial ekonomi.

f. Data jumlah penduduk menumt mata pencaharian.

2. Gambaran Umum Organisasi Mathla'ul Anwar.

a. Sejarah Mathla'ul Anwar.

b. Latar belakang berdirinya Mathla'ul Anwar.

c. Program kerja Mathla'ul Anwar.

d. Data program pendidikan.

e. Data program da'wah.

f. Data program pengembangan ekonomi umat.

g. Data mengenai Dana Firdaus Mathla'ul Anwar.

3. Gambaran Umum Program Pengentasan Kemiskinan Melalui Orang Tua

Angkat.

a. Program kegiatan pelatihan.

b. Tujuan program kegiatan pelatihan.

c. Materi program pelatihan.

d. Biaya pelatihan.

(50)

74

Fokus penelitian JJ Data KegiatanPelatihan.

1. Latar Belakang Peserta Pelatihan. a. Latar belakang pendidikan. b. Latar belakang pekerjaan. c. Latar belakang ekonomi.

d. Alasan dan tujuan mengikuti pelatihan.

e. Profil kemiskinan peserta pelatihan.

f. Cara pemilihan peserta pelatihan.

2. Data Proses Pembelajaran.

a. Sarana kegiatan pembelajaran.

b. Interaksi belajar membelajarkan peserta pelatihan.

c. Cara mengatasi masalah yang dihadapi dalam pelatihan.

d. Upaya peningkatan kemampuan peserta pelatihan.

e. Data daftar orang tua dan anak angkat.

Fokus penelitian m Gambaran Hasil dan Dampak Setelah Mengikuti Pelatihan.

1. Pembahan Perilaku Dari Peserta Pelatihan.

a. Menggantungkan diri kepada orang lain, bembah menjadi hidup mandiri.

b. Bersikap pasif, bembah menjadi bersikap aktif.

c. Bertindak subjektif, bembah menjadi bertindak objektif.

d. Menerima informasi, bembah menjadi memberi informasi.

e. Memiliki kecakapan yang terbatas, bembah menjadi memiliki kecakapan

(51)

75

f. Mempunyai tanggung jawab yang terbatas, bembah menjadi mempunyai

tanggung jawab yang luas.

g. Memiliki minat terbatas, bembah menjadi memiliki minat beragam.

h. Mementingkan diri sendiri, bembah menjadi memperhatikan oranglain,

i. Terikat oleh perilaku seragam, bembah menjadi tenggang rasa terhadap

perbedaan.

j. Emosional dan mengandalkan fisik, bembah menjadi berfikir dan

bertindak rasional.

2. Pengetahuan dan Keterampilan Yang Diperoleh.

3. Kegiatan Membelajarkan Orang Lain.

4. Adanya Peningkatan Dalam Pendapatan.

(52)
(53)

BAB V

KESIMPULAN, SARAN DAN EVIPLIKASI HASIL

PENELITIAN

Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian sebagaimana

dipaparkan pada bab terdahulu, maka pada bab V ini yang merupakan bagian

akhir dari keseluruhan tulisan, maka dapatlah diambil beberapa kesimpulan, saran dan implikasi hasil penelitian adalah sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Mengentaskan kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya

memberdayakan orang miskin untuk dapat mengaktualisasikan

potensi-potensi yang dimilikinya, baik dalam pengertian ekonomi, budaya maupun

politik. Kemiskinan merupakan problem multidimensional yang

penanggulangannya tidak dapat hanya dengan pemberdayaan ekonomi.

Walaupun demikian sesuai dengan fokus penelitian ini adalah pemberdayaan

dalam aspek ekonomi, maka secara keseluruhan model pengentasan kemiskinan bagi pemuda pedesaan melalui sistem orang tua angkat ini cukup

berhasil.

2. Dalam melihat proses pembelajaran yang dilaksanakan pada program

pengentasan kemiskinan dengan memanfaatkan model orang tua angkat ini,

pada dasarnya perencana dan pelaksana sudah cukup memperhatikan situasi

dan kondisi dari peserta pelatihan, terutama potensi yang dimilikinya.

(54)

139

Pelaksana berupaya untuk mendayagunakan dan memberdayakan potensi

tersebut untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dari peserta

pelatihan. Dalam perencanaan dan pelaksanaan program pelatihan ini

perencana dan pelaksana dalam hal ini organisasi Mathla'ul Anwar terlibat

secara penuh. Artinya para perencana dan pelaksana melibatkan diri mulai

dari tahap perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pembinaan,

penilaian, permodalan hingga pengembangan. Hal ini diperkuat oleh hasil

penelitian Arislan (1996 : 156) yang menyatakan bahwa dalam merencanakan

dan melaksanakan program pendidikan luar sekolah bagi masyarakat desa,

terutama di desa-desa yang relatif masih berbudaya tradisional miskin,

diperlukan keterlibatan penuh.

3. Pengaruh (impact) pelaksanaan pelatihan yang diselenggarakan oleh

Mathla'ul Anwar di Desa Sukajaya memberikan dampak positif bagi para

anggota kelompok pemuda peserta pelatihan. Artinya kegiatan pendidikan

luar sekolah ini secara umum telah berhasil, baik dari segi material maupun non material. Mereka memiliki pengetahuan tentang modal usaha tani, pemupukan, management usaha dibidang agribisnis, dan juga keterampilan

dalam mempergunakan peralatan-peralatan yang cukup modern. Selain

bertambahnya pengetahuan dan keterampilan teriihat juga adanya perubahan

sikap, hal ini teramati manakala mereka mengalami kegagalan dalam bibit

tanaman rambutan. Dalam menghadapi "musibah" tersebut, semangat mereka

(55)

140

penuh tanggung jawab untuk terus melanjutkan usahanya dibidang pertanian,

karena mereka masih ada harapan pada tanaman kacang tanah dan pohon

pisang.

4. Ada beberapa faktor yang mendukung pelaksanaan proses pembelajaran

dalam pembinaan pendidikan keterampilan pada program pengentasan

kemiskinan dengan memanfaatkan model Orang Tua Angkat, yaitu dukungan

semangat dari keluarga atau orang tua peserta pelatihan yang sangat

mengharapkan anaknya untuk dapat memanfaatkan lahan yang selama ini

terlantar atau istilahnya lahan tidur. Selain itu, adanya kepercayaan dari

perorangan atau lembaga kepada Mathla'ul Anwar untuk menghibahkan

sebagian kelebihan dari penghasilannya dalam membantu permodalan peserta

pelatihan dan menjadi orang tua angkat. Dipihak lain, adanya ketulus ikhlasan

dari perencana dan pelaksana dalam merealisasikan yang diamanatkan, baik

dari peserta pelatihan maupun dari orang tua angkat.

B. Saran

Memperhatikan proses dan hasil yang dicapai dalam program pengentasan kemiskinan bagi para pemuda pedesaan melalui sistem orang tua

angkat, maka ada beberapa saran yang dapat diberikan, baik bagi perencana dan pelaksana program pendidikan luar sekolah di lapangan, maupun bagi sahabat

peneliti dalam bidang pendidikan luar sekolah lainnya.

1. Kemiskinan sebagai fenomena sosial tidak saja berdimensi ekonomi, akan

(56)

141

pengentasan kemiskinan juga harus bersifat multidimensional. Strategi pengentasan kemiskinan yang hanya mengandalkan pada welfare strategy dan

charity strategy pada dasarnya tidak akan memadai. Maka perencanaan

program haruslah menghayati benar apa yang menjadi hakekat kemiskinan melalui pemahaman profil kemiskinan tanpa mengabaikan ciri dan dimensi kemiskinan. Upaya pengentasan kemiskinan tidak seharusnya terbatas pada pelayanan sosial, pengadaan dan alokasi aset, serta peningkatkan pendapatan, akan tetapi juga peningkatan self-respect, dan peluang untuk melakukan mobilitas sosial dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk

pengambilan keputusan. Walaupun demikian, sesuai dengan apa yang

d

Gambar

Tabel 3. Rincian Modal Usaha Tani Per Hektar
Gambar 2. Peta Kecamatan Cadasari

Referensi

Dokumen terkait

untuk pengujian tiap spesies dalam satuan milidetik. Rata-rata jumlah fitur berupa titik acuan untuk menghitung Arch Height pada metode MARCH sebanyak 256 titik sedangkan pada

Oleh karena itu untuk mengetahui seberapa besar penggunaan dari jerami jagung dalam ransum ruminansia, maka akan dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan tingkat stress yang signifikan pada mahasiswa tingkat I, II dan III Fakultas Kedokteran Universitas

Untuk membuat matrix diagram maka dibutuhkan data mengenai masalah apa saja yang akan diselesaikan yang diambil dari tree digaram dan tangung jawab tiap bagian.. Untuk membuat

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 18 Tahun 2010 tentang Pajak Sarang Burung Walet pada pasal 5 dijelaskan bahwa Masa Pajak yaitu 1 (satu) bulan kalender,

Apabila konsumsi telur tersebut dibandingkan dengan standar nasional konsumsi telur adalah 3,5 kg/kapita/tahun maka masih akan ada peluang pasar pengembangan usaha peternakan ayam

Hasil pengamatan rata-rata jumlah larva lalat buah yang diperlakukan dengan ekstrak daun tembakau dan kontrol pada hari keempat, hasil analisis statistik dengan uji F

SAMPANG SP BULA Jln  Jln Telp.  Telp.. AMPANA SP BENGKALIS Jln