• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN MAKNA, NILAI BUDAYA, DAN KONTEKS SENI TRADISIONAL INDRAMAYU “SINTREN” SERTA UPAYA PEWARISANNYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN MAKNA, NILAI BUDAYA, DAN KONTEKS SENI TRADISIONAL INDRAMAYU “SINTREN” SERTA UPAYA PEWARISANNYA."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah ... 7

1.3 Perumusan Masalah ... .11

1.4 Tujuan Penelitian ...12

1.5 Manfaat Penelitian...12

1.6 Definisi Operasional ...14

BAB II KAJIAN STRUKTURAL-SEMIOTIK, NILAI BUDAYA DAN KONTEKS, TERJEMAHAN, SASTRA DAN FOLKLOR, DAN MODEL PEMBELAJARAN SASTRA PADA MUATAN LOKAL ... 16

2.1 Kajian Struktural-Semiotik ... 16

2.1.1 Kajian Struktural ... 16

2.1.2 Kajian semiotika ... 21

(2)

2.2.2

2.2.3 Konteks ... 50

2.3 Terjemahan ... 52

2.3.1 Model-model Terjemahan ... 53

2.4 Sastra dan Folklor ... 56

2.4.1 Pengertian Sastra ... 56

2.4.2 Jenis (Genre Sastra) ... 58

2.4.3 Manfaat Karya Sastra ... 61

2.4.4 Hakikat Folklor ... 62

2.4.5 Bentuk-bentuk Folklor ... 64

2.4.6 Lirik Lagu Seni Tradisional dalam Gamitan Sastra dan Folklor ... 66

2.5 Model Pembelajaran Sastra pada Muatan Lokal ... 68

2.5.1 Konsep Pembelajaran ... 68

2.5.2 Pendekatan Pengajaran Sastra ... 70

2.5.3 Metode Pengajaran Sastra ... 72

2.5.4 Sastra dalam Pembelajaran ... 74

2.5.5 Muatan Lokal ... 77

2.5.6 Model Pembelajaran ... 80

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 87

3.1 Metode Penelitian ... 87

3.2 Populasi dan Sampel ... 97

3.3 Informan ... 100

(3)

BAB IV ANALISIS MAKNA, NILAI BUDAYA, DAN KONTEKS KESENIAN TRADISIONAL INDRAMAYU “SINTREN”

DAN PEMBAHASANNYA ... 108

4.1 Latar Belakang Sosial Budaya Masyarakat Indramayu ... 108

4.1.1 Sejarah Singkat Indramayu... 108

4.1.2 Identitas dan lambang daerah ... 111

4.1.3 Bahasa Indramayu ... 114

4.1.4 Sistem Religi Masyarakat Indramayu ... 115

4.1.5 Sosial Ekonomi Masyarakat ... 116

4.2 Seni Tradisional Indramayu “Sintren” ... 117

4.3 Analisis Makna dan Nilai Budaya Lirik Lagu “Sintren Dibanda” ... 123

4.3.1 Analisis Struktural Lirik Lagu “Sintren Dibanda” ... 123

4.3.2 Pembacaan Heuristik Lirik Lagu “Sintren Dibanda” ... 127

4.3.3 Pembacaan Hermeneutik Lirik Lagu “Sintren Dibanda” ... ... 128

4.3.4 Analisis Nilai Budaya Lirik Lagu “Sintren Dibanda” ... 130

4.4 Analisis Makna dan Nilai Budaya Lirik Lagu “Metu sing Konjarah” ...131

4.4.1 Analisis Struktural Lirik Lagu “Metu sing Konjarah” ...131

4.4.2 Pembacaan Heuristik Lirik Lagu “Metu sing Konjarah” ...134

4.4.3 Pembacaan Hermeneutik Lirik Lagu “Metu sing Konjarah”...135

4.4.4 Analisis Nilai Budaya Lirik Lagu “Metu sing Konjarah” ... 136

4.5 Analisis Makna dan Nilai Budaya Lirik Lagu “Sintren Maju Perang”...137

4.5.1 Analisis Struktural Lirik Lagu “Sintren Maju Perang” ...138

4.5.2 Pembacaan Heuristik Lirik Lagu “Sintren Maju Perang” ...142

(4)

4.6

4.6.1 Analisis Struktural Lirik Lagu “Tuku Kembang” ... 146

4.6.2 Pembacaan Heuristik Lirik Lagu “Tuku Kembang” ... 148

4.6.3 Pembacaan Hermeneutik Lirik Lagu “Tuku Kembang” ... 148

4.6.4 Analisis Nilai Budaya Lirik Lgu “Tuku Kembang” ... 149

4.7 Analisis Makna dan Nilai Budaya Lirik Lagu “Ngelingaken” ... 150

4.7.1 Analisis Struktural Lirik Lagu “Ngelingaken” ... 151

4.7.2 Pembacaan Heuristik Lirik Lagu “Ngelingaken” ... 155

4.7.3 Pembacaan Hermeneutik Lirik Lagu “Ngelingaken” ... 156

4.7.4 Analisis Nilai Budaya Lirik Lagu “Ngelingaken” ... 158

4.8 Analisis Makna Pertunjukan Sintren dengan Konteks Tertentu ... 159

4.8.1 Makna Pertunjukan Sintren dengan Konteks Masyarakat sebagai penonton... 160

4.8.2 Makna Pertunjukan Sintren dengan Konteks Pelaku Pertunjukan... 161

4.8.3 Makna Pertunjukan Sintren dengan Konteks Sejarah Keberadaan Sintren... 162

4.9 Urutan Adegan dan Tata Cara Pagelaran Sintren ... 163

4.10 Pembahasan Makna dan Nilai Budaya Lirik Lagu Seni Tradisional Indramayu “Sintren” ... 163

4.10.1 Pembahasan Makna dan Nilai Budaya Lirik Lagu “Sintren Dibanda” ... 165

(5)

4.10.4 Pembahasan Makna dan Nilai Budaya Lirik Lagu

“Tuku Kembang” ... 180

4.10.5 Pembahasan Makna dan Nilai Budaya Lirik Lagu “Ngelingaken” ... 185

4.11 Pembahasan Makna Pertunjukan Sintren dengan Konteks Tertentu ... 192

4.11.1 Pembahasan Makna Pertunjukan Sintren dengan Konteks masyarakat sebagai Penonton Sintren ... 192

4.11.3 Pembahasan Makna Pertunjukan Sintren dengan Konteks Pelaku Pertunjukan ... 193

4.11.4 Pembahasan Makna Pertunjukan Sintren dengan Konteks Sejarah Asal-usul Sintren ... 195

BAB V MODEL PEMBELAJARAN SASTRA MUATAN LOKAL BAHASA INDRAMAYU ... 196

5.1 Dasar Pemikiran ... 196

5.2 Bahan Ajar yang Ditawarkan ... 197

5.3 Silabus Bahasa Indramayu dengan Bahan Ajar “Sintren” ... 211

5.4 Model Pembelajaran dengan Bahan Ajar “Sintren” ...213

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 227

6.1 Kesimpulan ... 227

(6)

RIWAYAT HIDUP PENELITI ... 259

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 : Daftar kata yang Bermakna Simbol pada Lirik

(7)

Tabel 5 : Daftar Kata yang Bermakna Simbol pada Lirik

Lagu “Sintren Maju Perang” ... 144 Tabel 6 : Nilai Budaya pada Lirik Lagu “Sintren Maju Perang” ... 145 Tabel 7 : Daftar Kata yang Bermakna Simbol pada Lirik

Lagu “Tuku Kembang” ... 149 Tabel 8 : Nilai Budaya pada Lirik Lagu “Tuku Kembang” ... 150 Tabel 9 : Daftar Kata yang Bermakna Simbol pada Lirik

Lagu “Ngelingaken” ... 157 Tabel 10: Nilai Budaya pada Lirik Lagu “Ngelingaken” ... 159 Tabel 11: Dominasi Bunyi pada Lirik Lagu “Sintren Dibanda” ... 166 Tabel 12: Anaphora, Sajak Tengah, dan Epiphora pada Lirik

Lagu “Sintren Dibanda” ... 166 Tabel 13: Dominasi Bunyi pada Lirik Lagu “Metu sing Konjarah” ... 170 Tabel 14: Anaphora, Sajak Tengah, dan Epiphora pada Lirik

Lagu “Metu sing Konjarah” ... 171 Tabel 15: Dominasi Bunyi pada Lirik Lagu “Sintren Maju Perang” ... 175 Tabel 16: Anaphora, Sajak Tengah, dan Epiphora pada Lirik

Lagu “Sintren Maju Perang” ... 176 Tabel 17: Dominasi Bunyi pada Lirik Lagu “Tuku Kembang” .... ... 181 Tabel 18: Anaphora, Sajak Tengah, dan Epiphora pada Lirik

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Lambang Daerah Kabupaten Indramayu ... 112

Gambar 2 : Adegan Sintren Diikat ... 238

Gambar 3 : Adegan Sintren Menari ... 238

Gambar 4 : Alat Musik Buyung Sedang Dimainkan ... 239

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran 1 : Pedoman Wawancara………. 241

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Fungsi sastra di dalam masyarakat diantaranya adalah sebagai sarana menyampaikan ajaran (moral dan agama), untuk kepentingan politik pemerintah, dan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan yang lain (Jabrohim, 2003:136). Itu berarti sastra merupakan medium yang elastis karena dapat digunakan sebagai wadah yang praktis untuk mengemas ajaran yang berisi moral dan agama. Selain itu, bila pemerintah menginginkan bergulirnya politik tertentu, hal itu bisa disalurkan lewat karya sastra. Sebagai sarana yang efektif untuk kepentingan banyak orang, sastra mampu melakukan hal tersebut.

Masih berkisar mengenai fungsi sastra, Horatius, penyair besar Romawi berpandangan bahwa karya sastra harus berfungsi utile “bermanfaat” dan dulce “nikmat”. Bermanfaat karena pembaca dapat menarik pelajaran yang berharga dalam membaca karya sastra yang mungkin bisa menjadi pegangan hidupnya karena mengungkapkan nilai-nilai luhur. Sedangkan, nikmat berarti sastra bisa memberi nikmat melalui keindahan isi dan gaya bahasanya (Pradotokusumo, 2005:6).

(11)

Sangat disayangkan bila sebuah karya sastra tidak sampai tergali fungsinya. Akhirnya hal yang berguna yang telah disebutkan di atas terbuang sia-sia. Tentunya banyak faktor yang menyebabkan karya sastra kurang keberfungsiannya. Salah satu penyebabnya yaitu karya sastra itu sendiri seakan menyembunyikan makna, baik makna kebahasaan maupun makna kesastraannya. Dengan kata lain, karya sastra tersebut tidak diketahui dan dipahami arti dan maknanya oleh masyarakat.

Hal itulah yang terjadi pada pemahaman makna lagu seni tradisional Indramayu “sintren”. Lagu-lagu sintren seakan menyembunyikan makna yang mengandung pesan begitu luhur. Hanya orang-orang tertentu saja yang memahami makna lagu-lagu sintren. Akibatnya, rasa membutuhkan dan rasa tanggung jawab untuk melestarikan seni sastra yang penuh napas patriotik dan amanat kebersatuan serta menolak bentuk penjajahan ini, tak pernah tertanam pada generasi-generasi pewaris masa depan.

Karya sastra sebagai media penyampai nilai-nilai budaya masyarakat juga kerap dijadikan tujuan menulis oleh para penghasil karya sastra. Melalui tulisannya, para sastrawan dengan leluasa mencurahkan gagasan yang berisi hakikat hidup bermasyarakat dan berbudaya. Karya sastra yang dihasilkan sudah barang tentu akan menjadi sesuatu yang berguna bagi tata kehidupan masyarakat pembacanya. Dengan demikian, penggalian nilai budaya dari sebuah karya sastra yang dilanjutkan dengan pewarisan karya sastra kepada generasi penerus merupakan suatu keharusan.

Tak kenal maka tak sayang, tak paham maka tak sayang pula. Pernyataan

(12)

masyarakat yang mengetahui bahwa makna lirik lagu sintren menyimpan pesan-pesan patriotik demi kesatuan dan persatuan masyarakat Indramayu.

Apakah lirik lagu-lagu sintren termasuk karya sastra? Apakah sastra itu dan bagaimana wujudnya? Kata sastra dipergunakan dalam berbagai pengertian, seperti kultur, buku, tulisan, dan seni sastra. “Sastra sebagai seni sastra, adalah kegiatan kreatif manusia yang dijelmakan dalam medium bahasa. Sastra berada dalam dunia fiksi, yaitu hasil kegiatan kreatif manusia, hasil proses pengamatan, tanggapan, fantasi, perasaan, pikiran, dan kehendak yang bersatu padu, yang diwujudkan dengan menggunakan bahasa” (Rusyana, 1991:3).

Selain batasan sastra, Jakob Sumardjo dan Saini K.M., menggolongkan sastra menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama yaitu sastra imajinatif, kelompok kedua yaitu sastra nonimajinatif (1991:17). Selanjutnya dijelaskan ciri-ciri yang membedakan kedua kelompok tersebut. Sastra imajinatif lebih banyak bersifat khayali, banyak menggunakan bahasa yang konotatif, dan memenuhi syarat-syarat estetika seni. Ditambahkan pula genre sastra yang tercakup dalam kelompok-kelompok tersebut. Sastra Imajinatif membawahi genre puisi (epik, lirik, dramatik) dan prosa (fiksi dan drama).

Dalam puisi epik, penyair bersifat objektif dan impersonal terhadap objeknya, maka dalam puisi lirik penyair menyuarakan pikiran dan perasaan pribadinya secara lebih berperan (Sumardjo, 1991:26). Boleh dikatakan bahwa pikiran dan perasaan serta sikap “aku” dalam puisi lirik adalah mewakili pikiran, perasaan, dan sikap penyairnya. Ungkapan yang berbunyi “Sajak-sajak adalah otobiografi batin penyairnya” adalah tepat untuk jenis puisi lirik ini.

(13)

yaitu “Sintren”. Jadi, lirik lagu-lagu sintren bila ditinjau dari segi isi yang berupa otobiografi batin penyairnya, maka dapat dikategorikan termasuk ke dalam puisi lirik. Dengan demikian lirik lagu-lagu Sintren tergolong ke dalam karya sastra.

Pertunjukan sintren ternyata mengandung makna yang berbeda bila ditinjau dari konteks yang berbeda pula. Bila ditinjau dari konteks sintren sebagai hiburan masyarakat, maka sintren adalah kesenian yang berfungsi memuaskan hati atau menyegarkan suasana. Konteks yang lain adalah sintren digunakan sebagai media penyampai pesan baik pesan politik atau pesan sosial. Dalam keadaan demikian maka, wujud pertunjukan akan dipenuhi muatan-muatan pesan sesuai permintaan pihak penyelenggara. Konteks-konteks tersebut telah banyak diketahui dan dilakukan oleh masyarakat.

Konteks sintren sebagai media penggalangan generasi muda demi kesatuan dan persatuan, masih jarang diketahui masyarakat. Hal itu dikarenakan, sangat sedikit masyarakat yang mengerti makna yang terkandung pada lagu-lagu sintren. Bila ketidakmengertian ini terus berlanjut, tak bisa dipungkiri lagi, masyarakat Indramayu mengenal sintren hanya sebatas hiburan pelepas lelah, sama seperti hiburan-hiburan lainnya.

Sintren salah sawijine kesenian sing ana ning wewengkon pesisir lor, utamine

ning Indramayu lan Cirebon (dari LKS Bahasa Indramayu, 1994:17): (Sintren salah satu

(14)

Kebudayaan dibedakan sesuai dengan empat wujudnya. Pertama, artifacts, atau benda-benda fisik. Kedua, sistem tingkah laku dan tindakan yang berpola. Ketiga, sistem gagasan. Keempat, sistem gagasan yang ideologis (Koentjaraningrat, 1999:74).

Wujud tingkah laku dan tindakan yang berpola misalnya menari, berbicara (menyanyi), tingkah laku dalam melakukan suatu pekerjaan, dan lain-lain. Kebudayaan dalam wujud ini masih bersifat kongkret, dapat difoto, dan dapat difilmkan. Semua gerak-gerik yang dilakukan dari saat ke saat dan dari hari ke hari, dari masa ke masa, merupakan pola-pola tingkah laku yang berdasarkan sistem (Koentjaraningrat, 1999:75). Sedangkan istilah untuk menyebut unsur-unsur kebudayaan yang merupakan pusat dari unsur yang lain itu adalah “nilai-nilai budaya”. Inilah yang menentukan sifat dan corak dari pikiran, cara berpikir, serta tingkah laku manusia suatu kebudayaan. Sistem nilai budaya adalah tingkat tertinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Sebabnya ialah nilai budaya terdiri dari konsep-konsep mengenai segala sesuatu yang dinilai berharga dan penting oleh warga suatu masyarakat, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman orientasi pada kehidupan masyarakat.

Sintren yang merupakan wujud hasil budaya sudah barang tentu mengandung nilai-nilai budaya di dalamnya. Bila nilai budaya dianggap penting untuk pedoman hidup masyarakat, maka hendaknya sintren jangan pernah musnah dari wewengkon Indramayu. Upaya pewarisan kepada tiap generasi harus direncanakan dan dipersiapkan dengan saksama.

(15)

pewarisan itu sendiri dikemas berupa model pembelajaran sastra, sepertinya manfaat yang tidak kecil akan dirasakan.

Pengajaran bahasa dan sastra dipandang berbagai kalangan masih belum berhasil dengan memuaskan. Aris Kurniawan dalam Koran Sastra Republika (online) melontarkan beberapa pertanyaan dan praduganya. “Apakah yang kini terjadi dengan pengajaran sastra di sekolah, sehingga pelajar dan lulusan SMU kita masih rendah apresiasi sastranya dan buruk minat bacanya? Apakah masih seperti yang disinyalir Taufiq Ismail, minim apresiasi dan nol buku? Atau, bahkan masih seperti tahun 1970-an, seperti yang disinyalir HB Jassin, hanya mengandalkan hapalan nama-nama angkatan, pengarang, dan judul buku?” (2005:1). Dengan demikian, perlu kiranya permasalahan ini ditemukan solusinya.

Kosadi Hidayat dkk. mengemukakan bahwa jika kita ingin memperoleh hasil pengajaran yang maksimum dalam mengajarkan setiap mata pelajaran, kita harus memperhitungkan dua faktor penting. Kedua faktor itu yaitu hakikat bahan pelajaran yang akan diajarkan dan hakikat proses belajar (1994:11). Jadi, jangan mengharapkan hasil belajar yang memuaskan bila hakikat bahan ajar itu sendiri tidak terpahami. Juga, jangan menanti hasil belajar yang gemilang bila proses belajar tidak direncanakan dengan matang.

(16)

Berdasarkan uraian di atas, perlu kiranya penulis melakukan penelitian untuk menjawab permasalahan yang ada. Penelitian yang berjudul “Kajian Makna, Nilai Budaya, dan Konteks Seni Tradisional Indramayu ”Sintren” serta Upaya Pewarisannya (Studi Deskriptif-Analitis terhadap Kesenian Sintren sebagai Upaya Menawarkan Bahan Pembelajaran Sastra Muatan Lokal Bahasa Indramayu di SMP Kabupaten Indramayu), akan membantu menemukan jalan keluarnya.

Dengan Penelitian ini diharapkan, makna yang tersirat maupun tersurat pada kesenian sintren dapat dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat. Nilai-nilai budaya yang terkandung pada lirik lagu sintren juga dapat tergali dan termanfaatkan dalam tatanan hidup bermasyarakat. Dengan demikian produk budaya masyarakat Indramayu “Sintren” dapat terwariskan kepada generasi muda. Harapan yang lain yaitu agar pembelajaran sastra lewat muatan lokal bahasa Indramayu tidak lagi kekeringan. Dikatakan oleh Rahmanto bahwa jika pengajaran sastra dilakukan dengan tepat, maka pengajaran sastra dapat juga memberi sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan di dalam masyarakat (1996:15).

1.2 Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah

(17)

1.2.1 Permasalahan yang Berkaiatan dengan Makna

Pengertian pemaknaan puisi atau pemberian makna puisi, berhubungan dengan teori sastra masa kini yang lebih memberikan perhatian kepada pembaca.

Puisi itu suatu artefak yang baru mempunyai makna bila diberi makna oleh pembaca (Teeuw: 1984: 191). Teeuw memberikan keterangan bahwa pemberian makna itu tidak boleh dengan semena-mena atau semaunya, melainkan harus berdasarkan atau dalam kerangka semiotik (ilmu sistem tanda), karena karya sastra merupakan sistem tanda atau semiotik.

Pemahaman karya sastra menurut semiotik sebagai sistem tanda harus berdasarkan konvensi. Menurut Preminger dalam Pradopo (1995:107), konvensi tersebut yaitu semiotik tingkat pertama (the first order semiotics) dan semiotik tingkat kedua (second order semiotics). Semiotik tingkat pertama disebut juga dengan makna bahasa atau arti (meaning) yang ditentukan oleh konvensi masyarakat bahasa. Semiotik tingkat kedua disebut dengan arti dari arti (meaning of meaning) atau makna (significance)

Untuk pemaknaan atau kongkretisasi puisi berdasarkan semiotik dapat dicari dengan berbagai macam unsur. Menurut Riffaterre dalam Pradopo (2005:281) terdapat empat macam unsur permasalahan yakni: (1) bagaimanakah ketaklangsungan ekspresinya; (2) bagaimanakah pembacaan heuristik dan hermeneutiknya; (3) bagaimanakah matrix atau kata kuncinya (key word); dan (4) bagaimanakah

hyporamnya.

(18)

Penggalian makna dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik atau retroaktif yang akan dimunculkan sebagai permasalahan dalam penelitian ini.

1.2.2 Permasalahan yang Berkaitan dengan Nilai Budaya

Nilai budaya menurut Koentjaraningrat merupakan inti dari keseluruhan kebudayaan (1990:154). Nilai artinya sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (KBBI, 1996:690). Sedangkan, “budaya” diartikan sebagai pikiran akal budi, adat-istiadat atau sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju) (KBBI, 1996:149). Masih mengambil definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, nilai budaya adalah konsep abstrak mengenai masalah yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia (1996:679).

Merujuk pada pengertian nilai budaya di atas, yaitu konsep abstrak yang bernilai dalam kehidupan manusia, Kluckhohn dalam Koentjaraningrat (1990:28), mengelompokkannya ke dalam lima masalah pokok. Kelima masalah tersebut yaitu: (1) hakikat hidup manusia; (2) hakikat karya manusia; (3) hakikat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu; (4) hakikat hubungan manusia dengan alam sekitar; dan hakikat hubungan manusia dengan sesamanya.

1.2.3 Permasalahan yang Berkaitan dengan Konteks Pertunjukan

(19)

muda, tentunya akan memberikan makna yang berbeda dengan konteks tersebut di atas. Dengan demikian, konteks merupakan permasalahan yang juga harus dimunculkan dalam penelitian ini.

1.2.4 Permasalahan yang Berkaiatan dengan Pembelajaran Bahasa Indramayu sebagai Muatan Lokal

Pembelajaran bahasa merupakan sebuah proses. Itu berarti dalam pembelajaran bahasa terdapat suatu rangkaian perilaku yang menyebabkan terjadinya perubahan. Dalam pembelajaran, perubahan yang diharapkan adalah menuju kepada hal yang lebih baik.

Kegiatan belajar melibatkan beberapa komponen atau unsur yaitu: peserta didik, pendidik atau guru, tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar yang digunakan, media pembelajaran yang sesuai, dan evaluasi kemajuan belajar (Sagala, 2005:70). Seluruh komponen tersebut saling berinteraksi dalam proses pembelajaran yang berakhir pada tujuan pembelajaran.

Dari sejumlah aspek dalam pembelajaran tersebut, tentunya guru sebagai perencana kegiatan belajar mengajar yang merupakan hal terpenting. Apakah gunanya isi pelajaran yang lengkap dan bermutu, bila disampaikan tidak dengan semestinya. Jadi, perencanaan pembelajaran merupakan kegiatan awal dari pembelajaran yang akan berpengaruh besar terhadap hasil belajar tersebut. Suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pengajaran dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran diartikan sebagai suatu model

mengajar (Dahlan, 1984: 21).

(20)

mengajar pun yang paling cocok untuk semua situasi; dan sebaliknya tidak ada satu situasi mengajar pun yang paling cocok dihampiri oleh semua model mengajar (1984: 19). Dijelaskan oleh Dahlan lebih lanjut bahwa pertimbangan utama pemilihan model ialah tujuan pengajaran yang hendak dicapai.

Mencermati uraian pembelajaran dan model pembelajaran di atas, maka permasalahan tentang pembelajaran ini akan dibatasi pada bagaimanakah menyusun model pembelajaran dengan bahan ajar “sintren”.

1.3 Perumusan Masalah

Titik tolak penelitian jenis apa pun akan bersumber dari permasalahan. Tanpa permasalahan, maka penelitian tidak akan pernah ada. Masalah harus dirumuskan secara jelas, sederhana, dan tuntas (Moleong, 2004:61). Dijelaskan oleh Moleong lebih lanjut

bahwa seluruh unsur penelitian lainnya berpangkal pada perumusan masalah. Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka masalah penelitian ini

dirumuskan berikut di bawah ini.

1. Bagaimanakah struktur pembangun lirik lagu-lagu sintren?

2. Bagaimanakah makna lirik lagu-lagu sintren bila didekati dengan pembacaan

heuristik?

3. Bagaimanakah makna lirik lagu-lagu sintren bila didekati dengan pembacaan

hermeneutik?

4. Nilai budaya apa saja yang terkandung pada lirik lagu-lagu sintren?

5. Makna apakah yang terkandung pada pertunjukan sintren bila ditinjau dari konteks tertentu?

(21)

7. Bagaimanakah penerapan sintren hasil penelitian sebagai bahan ajar ke dalam rencana pembelajaran sastra muatan lokal bahasa Indramayu?

1.4 Tujuan Penelitian

Berpijak pada perumusan masalah di atas, berikut ini merupakan tujuan penelitian yang akan menjawab keseluruhan permasalahan melalui proses kerja penelitian.

1. Menemukan struktur pembangun lirik lagu-lagu sintren.

2. Menemukan makna lirik lagu-lagu sintren bila didekati dengan pembacaan heuristik. 3. Menemukan makna lirik lagu-lagu sintren bila didekati dengan pembacaan

hermeneutik.

4. Mendeskripsikan nilai budaya yang terkandung pada lirik lagu-lagu sintren.

5. Mendeskripsikan makna yang terkandung pada pertunjukan sintren bila ditinjau dari konteks tertentu.

6. Mendeskripsikan urutan adegan dan tata cara pagelaran sintren.

7. Merekomendasikan model rencana pembelajaran sastra muatan lokal bahasa Indramayu dengan bahan ajar sintren hasil penelitian.

1.5 Manfaat Penelitian

Merupakan suatu keharusan bila sebuah penelitian akan memperoleh manfaat. Begitu pula dengan penelitian ini. Hasil penelitian ini diharapkan akan termanfaatkan oleh dunia keilmuan, dunia pendidikan, dan pemerintah.

1.5.1 Manfaat untuk Segi Keilmuan

(22)

berpikir dan bertindak ilmiah. Hasil berpikir dan bertindak ilmiah tentunya akan berupa karya yang bersifat ilmiah. Hal itu sudah barang tentu akan memperkaya substansi keilmuan yang telah ada.

Sebuah hasil penelitian akan layak dipergunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. Para peneliti akan terbantu dalam hal mengorganisasikan gagasan, mencari sumber teori, dan mencari hal-hal yang sekait dengaan pembahasan penelitiannya. Bila itu terjadi, maka hasil penelitian itu merupakan motivator dan inspirator dalam melahirkan ilmu baru.

1.5.2 Manfaat untuk Segi Pendidikan

Hasil analisis makna lirik lagu “Sintren”, akan diimplementasikan ke dalam pembelajaran sastra muatan lokal bahasa Indramayu. Model pembelajaran yang akan ditawarkan yaitu model yang menuntun siswa untuk terlibat dalam tindak apresiasi

sastra. Dengan demikian diharapkan, agar dunia pendidikan, khususnya pembelajaran

sastra tidak lagi dinilai “kering”.

Manfaat lain dari segi pendidikan yaitu membantu para guru sastra bahasa Indramayu dalam mempersiapkan pembelajaran. Guru sastra bisa menyerap analisis sebagai bekal pengetahuan yang sekait dengan hakikat bahan ajar.

1.5.3 Manfaat untuk Pemerintah

(23)

Manfaat lain untuk Pemerintah Daerah Indramayu yaitu memperkenalkan seni yang hampir surut peredarannya itu kepada tunas-tunas muda. Dengan demikian kekayaan berharga itu tidak begitu saja lenyap dari bumi Indramayu.

1.6 Definisi Operasional

Untuk memudahkan pemahaman penelitian ini, perlu dijelaskan terlebih dahulu hal-hal yang berkaitan dengan istilah teknis yang terdapat pada judul penelitian.

Kajian Makna

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kaji berarti penyelidikan (tentang sesuatu); sedangkan mengkaji berarti: 1) belajar; mempelajari; 2) memeriksa; menyelidiki; memikirkan (mempertimbangkan dsb.); menguji; menelaah; dan kata kajian berarti hasil mengkaji (1996: 431). Mengacu pada arti kamus tersebut, maka yang dimaksud Kajian Makna pada judul Tesis ini yaitu hasil penyelidikan atau penelaahan terhadap kesenian sintren yang berupa makna. Kegiatan analisis untuk menemukan makna ini berlangsung tiga tahap. Tahap pertama, yaitu lebih dikenal dengan kajian struktural adalah kegiatan mendeskripsikan struktur yang membangun lirik lagu-lagu sintren. Tahap kedua, yaitu kegiatan menentukan makna lirik lagu sintren dengan pembacaan heuristik. Tahap ketiga, yaitu kegiatan menentukan makna dengan pembacaan hermeneutik.

Kajian Konteks

(24)

Kajian Nilai Budaya

Maksudnya yaitu hasil dari kegiatan menganalisis/menguraian lirik lagu-lagu “Sintren” yang berupa rumusan nilai budaya yang terkandung pada lirik lagu tersebut.

Seni Tradisional Indramayu “Sintren”

Maksudnya yaitu kesenian tradisional atau kesenian daerah yang bernama “Sintren”, yang hidup dan berkembang di Kabupaten Indramayu.

Studi Deskriptif-Analitis

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata studi berarti penelitian ilmiah; kajian; telaahan (1996: 965). Deskriptif berarti bersifat deskripsi; bersifat menggambarkan apa adanya (hal. 228). Analitis berarti bersifat analitis (penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan) (hal. 37). Berpijak pada makna kamus tersebut, maka yang dimaksud Studi

Deskriptif-Analitis di sini adalah suatu telaahan terhadap pertunjukan lirik lagu sintren yang

bertujuan untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan dengan menggambarkan apa adanya.

Bahan Pembelajaran Sastra Muatan Lokal Bahasa Indramayu

(25)
(26)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode berasal dari kata methodos (bahasa Latin). Methodos berasal dari akar kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah, sedangkan

hodos berarti jalan, cara, arah. Dalam pengertian yang lebih luas metode dianggap

sebagai cara-cara, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna, 2004: 34). Sebagai alat, sama dengan teori, metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami. Klasifikasi, deskripsi, komparasi, sampling, induksi dan deduksi, eksplanasi dan interpretasi, kuantitatif dan kualitatif, dan sebagainya, adalah sejumlah metode yang sudah sangat umum penggunaannya, baik dalam penelitian ilmu alam maupun ilmu sosial, termasuk ilmu humaniora.

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya (Arikunto, 1999: 151). Dengan demikian, pemilihan atau penetapan metode dalam sebuah penelitian merupakan langkah yang harus dicermati dengan saksama. Dengan pemilihan metode yang tidak tepat, maka data yang diperoleh tidak akan pernah akurat.

Selain uraian di atas, Nyoman Kutha Ratna juga memberikan penjelasan yang masih sekait dengan metode, yaitu di bawah ini.

(27)

interpretasi disejajarkan dengan metode kualitatif, analisis isi, dan etnografi. Metode lain yang sering digunakan adalah deskriptif analitis, metode dengan cara menguraikan sekaligus menganalisis (2004: 39).

Masih dari buku dan halaman yang sama dengan di atas, Ratna memberikan penjelasan bahwa secara etimologi deskripsi dan analisis berarti menguraikan. Meskipun demikian, analisis yang berasal dari bahasa Yunani analyein (‘ana’ = atas, ‘lyein = lepas, urai), telah diberikan arti tambahan, tidak semata-mata menguraikan, melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya. Metode deskriptif analitis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis.

Telah disebutkan di atas, metode dengan ciri khas interpretasi dan pemahaman adalah metode hermeneutik. Hermeneutika, baik sebagai ilmu maupun metode, memegang peranan yang sangat penting dalam filsafat. Menurut Ratna, dalam sastra pembicaraannya terbatas sebagai metode. Di antara metode-metode yang lain, hemeneutika merupakan metode yang paling sering digunakan dalam penelitian sastra (2004:44).

Hermeneutika dianggap sebagai metode ilmiah yang paling tua, sudah ada sejak zaman Plato dan Aristoteles. Mula-mula berfungsi untuk menafsirkan kitab suci. Hemeneutika modern baru berkembang abad ke-19.

(28)

atas bahasa, di pihak lain, di dalam bahasa sangat banyak makna yang tersembunyi, atau dengan sengaja disembunyikan.

Dikaitkan dengan fungsi utama hermeneutika sebagai metode untuk memahami agama, maka metode ini dianggap tepat untuk memahami karya sastra dengan pertimbangan bahwa di antara karya tulis, yang paling dekat dengan agama adalah karya sastra (Ratna, 2004: 45). Pada tahap tertentu teks agama sama dengan karya sastra. Perbedaannya, agama merupakan kebenaran keyakinan, sastra merupakan kebenaran imajinasi. Agama dan sastra adalah bahasa. Asal mula agama adalah firman Tuhan, asal mula sastra adalah kata-kata pengarang. Baik sebagai hasil ciptaan subjek Illahi maupun subjek kreator, agama dan sastra perlu ditafsirkan.

Masih menurut Ratna (hal. 46) bahwa metode hermeneutika tidak mencari makna yang benar, melainkan makna yang paling optimal. Dalam menginterpretasi, untuk menghindari ketakterbatasan proses interpretasi, peneliti mesti memiliki titik pijak yang jelas, yang pada umumnya dilakukan dengan gerak spiral. Penafsiran terjadi karena setiap subjek memandang objek melalui horison dan paradigma yang berbeda-beda. Keragaman pandangan pada akhirnya akan menimbulkan kekayaan makna dalam kehidupan manusia.

(29)

Endraswara memberikan enam pokok rambu-rambu petunjuk dalam penafsiran teks sastra yang setidaknya salah satu diantaranya harus diikuti.

1. Penafsiran yang bertitik tolak dari pendapat bahwa teks sendiri sudah jelas. Menurut pandangan ini, isyarat-isyarat dan susunan teks membuka kesempatan bagi seorang pembaca yang kompeten untuk menemukan arti yang tepat. Dalam hal ini memang diperlukan pula aspek penghayatan teks dalam penafsiran. Tanpa penghayatan, penafsiran hanya akan dangkal hasilnya.

2. Penafsiran yang berusaha menyusun kembali arti historik. Dalam pendekatan ini, si juru tafsir dapat berpedoman pada maksud si pengarang seperti nampak pada teks sendiri atau di luar teks. Selain itu, penafsiran dapat dilakukan dengan menyusun ‘cakrawala harapan’ para pembaca pada waktu itu. Seorang penafsir dapat menyusun kembali pandangan sosiobudaya masyarakat terhadap sastra yang hidup pada batin mereka. Penafsir juga dapat mengaitkan dengan aspek-aspek kesejarahan suatu teks, misalnya yang berhubungan dengan ihwal politik.

3. Penafsiran hermeneutik baru yang terutama diwakili oleh Gadamer berusaha memadukan masa silam dan masa kini. Juru tafsir sadar bahwa ia berdiri di tengah-tengah suatu arus sejarah yang menyangkut baik penerimaan maupun penafsiran, cara ia mengerti sebuah teks turut dihasilkan sebuah tradisi. Selain itu penafsir ditentukan oleh individualitas dan masyarakatnya. Penafsiran terjadi sambil ‘melebur cakrawala masa silam dan masa kini’. Yang menjadi sasaran terakhir ialah agar penafsir memahami teks lepas dari keterkaitan waktu pada situasinya sendiri. 4. Penafsiran yang bertolak dari pandangannya sendiri mengenai sastra. Ini sering kali

(30)

ihwal yang oleh peneliti telah diketahui secara dalam. Jika peneliti hendak menafsirkan gerakan wanita dalam kerangka emansipasi, peneliti dapat pula memahami karya-karya pengarang wanita yang bernafas emansipasi.

5. Penafsiran yang berpangkal pada suatu problematik tertentu, misalnya dari aspek politik, psikologis, sosiologis, moral, dan sebagainya. Dari model hermeneutik ini, berarti penafsiran karya sastra bersifat parsial, hanya bagian tertentu saja yang sejalan dengan isu strategis. Hal ini sering dilakukan ketika seseorang harus menjadi pembicara pada suatu temu ilmiah yang tematik.

6. Tafsiran yang tak langsung berusaha agar memadahi sebuah teks diartikan, melainkan hanya ingin menunjukkan kemungkinan-kemungkinan yang tercantum dalam teks, sehingga pembaca sendiri dapat menafsirkannya. Pendekatan yang berkiblat pada pembaca ini dinamakan estetik-reseptif. Pengarang mempergunakan aspek retorik, stilistika, struktural, tetapi ada juga bidang-bidang yang dibiarkan ‘kosong’: peristiwa-peristiwa tak diceritakan secara lengkap, tokoh tak diajukan secara bulat, dan diajukan teka-teki tetapi tak dijawab. Hal-hal ‘kosong’ itu akan mengaktifkan pembaca.

Endraswara melengkapi uraian di atas yang dikutip dari pendapar Ricoeur yaitu berikut di bawah ini.

(31)

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini menggunakan metode

deskriptif-analitis dalam pengumpulan datanya. Metode deskriptif-analitis digunakan

untuk mendeskripsikan struktur lirik lagu Sintren. Selain itu, mendeskripsikan makna sintaksis lirik lagu sintren dengan pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik, serta mendeskripsikan nilai budaya yang terkandung pada lirik lagu sintren juga masih dengan metode tersebut. Mendeskripsikan makna pertunjukan sintren dilihat dari konteks tertentu, masih merupakan pengumpulan data dengan metode deskriptif-analitis. Kegiatan ini dipayungi dengan pendekatan struktural.

Dalam pengumpulan data yang menggunakan metode deskriptif-analitis ini terdapat kegiatan menafsirkan makna lirik lagu sintren. Sesuai dengan rambu-rambu penafsiran makna yang terurai di atas, maka penafsiran makna yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penafsiran yang tercantum pada nomor 2 (dua). Penafsiran akan dihubungkan dengan historis/kesejarahan mengapa dan untuk fungsi apa seni tradisional “Sintren” itu diciptakan.

Pengumpulan data akan lebih terarah pada sasaran bila berpandu pada perumusan masalah. Hal itu dikarenakan perumusan masalah merupakan pangkal dari seluruh unsur penelitian. Dari perumusan masalah itulah, data dan cara-cara memperolehnya dapat tergambarkan.

(32)

3.1.1 Struktur Pembangun Lagu-Lagu Sintren

Data tersebut diperoleh dengan menentukan persajakan (rima) pada lirik lagu sintren. Telaah bunyi dilakukan dimulai dari tataran huruf, kata, baris, sampai bait pada lirik lagu tersebut. Urutan atau tahapan analisis dilakukan berikut di bawah ini.

a. Analisis asonansi, dilakukan dengan memeriksa tiap kata pembangun lirik lagu sintren, apakah terdapat ulangan bunyi vokal pada kata yang berurutan yang tanpa disertai ulangan bunyi konsonan.

b. Analisis aliterasi, dilakukan dengan memeriksa tiap kata pembangun lirik lagu sintren, apakah terdapat ulangan bunyi konsonan pada kata yang berurutan.

c. Analisis anaphora, dilakukan dengan memeriksa pengulangan kata yang sama di awal baris pada tiap baris lirik lagu sintren.

d. Analisis sajak tengah, dilakukan dengan memeriksa pengulangan kata yang sama di tengah baris pada tiap baris lagu sintren.

e. Analisis epiphora, dilakukan dengan memeriksa pengulangan kata yang sama atau persajakan akhir di akhir baris pada tiap baris lagu sintren.

3.1.2 Makna Lirik Lagu-Lagu Sintren dengan Pembacaan Heuristik

Data tersebut diperoleh denganlangkah-langkah berikut di bawah ini.

a. Lirik lagu dibaca berdasarkan struktur kebahasaannya. Untuk memperjelas arti, bilamana perlu diberi sisipan kata atau sinonim kata-katanya yang diletakkan pada tanda kurung. Struktur kalimatnya disesuaikan dengan kalimat baku, bila diperlukan susunannya dibalik untuk memperjelas arti. Pembacaan dilakukan perbait.

(33)

3.1.3 Makna Lirik Lagu Sintren dengan Pembacaan Hermeneutik.

Data mengenai makna lirik lagu sintren dengan pembacaan hermeneutik diperoleh dengan langkah-langkah berikut di bawah ini.

a. Dimulai dari data hasil pembacaan secara heuristik setiap lirik lagu sintren

b. Menentukan makna setiap kata yang mengisi baris pada bait lagu sintren. Penggalian makna ini dikerjakan oleh penulis bersama-sama nara sumber yaitu seorang budayawan Indramayu yang terpercaya. Makna termaksud adalah makna yang dipayungi dengan kode sastra (bukan dengan kode bahasa). Makna dengan kode sastra berarti pencarian makna melalui penafsiran lambang dan simbol. Hal itu sesuai dengan pengkajian semiotika pemikiran Morris.

c. Bila penafsiran pemikiran Morris belum menuntaskan pemahaman, maka akan dilanjutkan dengan menghubungkan suatu tanda dengan yang ada di luar konteks kalimat, yaitu berlandaskan pada latar sejarah

d. Makna yang dihasilkan dari penafsiran, langsung dalam bentuk bahasa Indonesia.

3.1.4 Nilai Budaya yang Terkandung pada Lirik Lagu Sintren.

Data mengenai nilai budaya yang terkandung pada lirik lagu sintren diperoleh dengan langkah-langkah di bawah ini.

a. Menganalisis lirik lagu sintren, untuk menemukan nilai budaya yang berkaitan dengan hakikat hidup manusia.

b. Menemukan nilai budaya pada lirik lagu sintren yang berkaitan dengan hakikat karya manusia.

(34)

d. Menemukan nilai budaya yang terkandung pada lirik lagu sintren yang berkaitan dengan hakikat hubungan manusia dengan alam sekitar.

e. Menemukan nilai budaya yang terkandung pada lirik lagu sintren yang berkaitan dengan hakikat hubungan manusia dengan sesamanya.

3.1.5 Makna Pertunjukan Sintren Dilihat dari Konteks Tertentu

Pertunjukan sintren akan memberikan makna yang berbeda bila ditinjau dari konteks yang berbeda. Di bawah ini merupakan penjelasan pemerolehan data yang didasarkan dengan perbedaan konteks.

a. Konteks Sintren sebagai Seni Pertunjukan

Pemerolehan data yaitu dengan cara wawancara dengan masyarakat sebagai penonton sintren dan para pelaku pertunjukan sintren (pawang sintren, penari sintren, sinden, dan nayaga). Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan mengenai:

1) fungsi sintren bagai masyarakat dan pelaku pertunjukan; 2) makna lagu-lagu sintren;

3) arti asesori/perlengkapan yang dikenakan sintren;

4) arti pembakaran kemenyan yang dilakukan pawang sintren; 5) sintren yang tak sadarkan diri/kesurupan; dan

6) persyaratan penari sintren.

b. Konteks Sejarah Asal-usul Keberadaan Sintren

Pemerolehan data dilakukan dengan mengnalisis referensi sejarah asal-usul keberadaan sintren. Analisis dilakukan dengan cara penelusuran:

1) alasan mengapa sintren itu diciptakan; 2) makna lagu-lagu sintren;

(35)

4) arti pembakaran kemenyan; dan

5) arti sintren tak sadarkan diri/kesurupan.

3.1.6 Urutan Adegan dan Tata Cara Pagelaran Sintren

Data mengenai urutan adegan dan tata cara pagelaran sintren diperoleh dengan cara berikut ini.

a. Merekam pementasan sintren.

b. Mencari informasi dari para informan yaitu pawang sintren dan penari sintren.

Informasi yang dibutuhkan yaitu yang berkaitan dengan: 1) grup pengiring (penyanyi dan pemusik) pagelaran sintren; 2) faktor pendukung dalam pagelaran sintren;

3) syarat untuk menjadi pawang sintren; 4) perlengkapan penari sintren;

5) syarat untuk menjadi penari sintren; dan

6) sesuatu yang dilakukan oleh pawang sintren untuk kelancaran pagelaran.

3.1.7 Penerapan Sintren Hasil Penelitian sebagai Bahan Ajar ke dalam Pembelajaran Sastra Muatan Lokal Bahasa Indramayu

Hasil penelitian akan digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra muatan lokal bahasa Indramayu. Penerapan hasil penelitian ke dalam pembelajaran sastra muatan lokal bahasa Indramayu yaitu berikut di bawah ini.

a. Menyederhanakan atau menyarikan lirik lagu sintren hasil penelitian, agar menjadi bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum.

(36)

c. Hal yang dijadikan pertimbangan sehingga hasil penelitian dijadikan bahan ajar yaitu faktor kemudahan pemahaman siswa akan bahan tersebut.

d. Mensistematiskan bahan ajar yang telah terpilih tadi sehingga memudahkan penyusunan dalam model pembelajaran.

d. Mencari informasi dari guru pengajar bahasa Indramayu sebagai informan, tentang hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran sastra muatan lokal bahasa Indramayu. d. Menetapkan model pembelajaran untuk bahan ajar sintren.

1) Model Pembelajaran Kontekstual 2) Model Pembelajaran Partisipatif

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 1999: 115). Dengan demikian, populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh lirik lagu yang dikumandangkan dalam pagelaran sintren dan pertunjukan sintren itu sendiri.

3.2.2 Sampel

(37)

Sedangkan lagu tambahan adalah lagu yang diperkirakan sudah mengalami tambahan dan perubahan. Lagu tambahan ini dijadikan identitas tiap grup sintren. Artinya, lagu tambahan ini diciptakan oleh masing-masing grup sintren tadi. Lagu tambahan diperuntukkan agar pagelaran sintren lebih meriah.

Dengan tujuan ingin mengenal lirik lagu sintren yang belum tercemar dengan penambahan dan perubahan serta memilih lagu-lagu yang mengandung amanat hidup bermasyarakat dan persatuan bangsa (patriotisme), maka penulis memutuskan untuk mengambil sampel purposif. Sampel bertujuan (purposif) dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah, tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto, 1999: 127). Dengan demikian, sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lagu-lagu wajib yang dikumandangkan dalam pagelaran sintren.

Lagu-lagu yang digunakan sebagai sampel penelitian yaitu berikut di bawah ini.

Lagu pertama

Sintren Dibanda

Ayu sintren terapena bandanira Ayu sintren tangan ditaleni Badan ditaleni

Arep manjing ning konjarah

Pangeranira lara tangis Tangise wong keyungyun

Turun-turun suntren, sintrene widadari

Nemu kembang yun-ayunan, nemu kembang yun-ayunan Kembange cahaya indra, widadari temuruna

Ngrajinga ning badanira

(38)
(39)

Lagu kelima

Ngelingaken

Ana tangis layung-layung Tangise wong wedi mati Sapa sira sing ngelingaken Yen ora pangeranira Gendung eling-eling

Solasi-solasi solandana Ana menyan ngundang dewa Dewae dening sukma Sukmane widadari Widadari temuruna

Reruntun sesanga, sesunti aja laki Erang-erang sing ngedani

Ayu sintren pada balik Diundang bapanira Diundang embokira

Aja suwe-suwe ning dalan Akeh boca dolan

3.3 Informan

Informan adalah seseorang atau kelompok orang yang bertugas memberikan data yang dibutuhkan oleh peneliti darinya. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Lofland dan Lofland dalam Moleong, bahwa data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya seperti dokumen dan lain-lain adalah data tambahan (2004:112). Hal itu berarti, bila data tersebut berupa kata-kata dan tindakan, maka sumber data tersebut yaitu manusia yang dikenal dengan sebutan informan.

(40)

a. Budayawan Indramayu

Budayawan Indramayu yang cukup berkompeten di bidangnya dan diakui oleh masyarakat Indramayu akan kiprahnya terutama dalam bidang budaya yaitu Bapak Warnali. Hanya sayang, Bapak Warnali belum lama ini telah meninggal dunia. Tinggal karya-karyanya, terutama dalam bentuk tertulis yang mewarnai perkembangan budaya Kota Indramayu.

Menurut sejarah silsilah keluarga, orang tua Bapak Warnali adalah seorang budayawan juga. Jadi, silsilah keluarga Bapak Warnali adalah keluarga budayawan.

Tak putus sampai Bapak Warnali, identitas budayawan itu disandang oleh keluarga beliau. Keturunan atau putra Bapak Warnali yaitu Bapak Tatang ternyata menyambungkan garis keturunan yang telah dikenal masyarakat Indramayu sebagai garis keturunan budayawan. Akhirnya penulis memutuskan untuk menggunakan Bapak Tatang sebagai nara sumber atau informan dalam penelitian ini.

b. Pawang Sintren

Pawang sintren yang dipilih sebagai informan dalam penelitian ini bernama Supatro Agustinus. Beliau, selain berprofesi sebagai pawang sintren, juga seorang aktivis teater yang tergabung dalam Dewan Kesenian Indramayu. Pengalaman sebagai seniman (pawang sintren dan pemain teater) telah banyak dirasakannya.

c. Penari Sintren

(41)

d. Penonton Sintren

Dua orang yang digunakan sebagai informan yang mewakili penonton sontren yaitu Ibu Dunsari dan Bapak Sapta. Ibu Dunsari seorang ibu rumah tangga yang beralamat di Perumahan Bumi Mekar Indah Indramayu. Bapak Sapta adalah seorang penulis yang tinggal di Perumahan Paoman Indramayu.

e. Guru Pengajar Bahasa Indramayu

Dua orang guru yang dipilih sebagai informan dalam penelitian ini. Pertama, guru pengajar bahasa Indramayu yang bertugas di SMPN 2 Indramayu, yaitu Ibu Uminah. Kedua, guru pengajar bahasa Indramayu yang bertugas di SMPN 1 Karangampel Indramayu, yaitu Bapak Cayid.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen Penelitian adalah alat untuk memperoleh data (Sudjana, 2001: 58). Dijelaskan lebih lanjut oleh Nana Sudjana bahwa alat ini harus dipilih sesuai dengan jenis data yang diinginkan. Sebagai alat pengumpul data, instrumen harus dipersiapkan sebaik mungkin, sebab tanpa instrumen yang baik, tidak akan diperoleh data yang betul-betul dapat dipercaya, sehingga mengakibatkan kesimpulan penelitian yang salah.

Ditegaskan lebih lanjut oleh Suharsimi Arikunto bahwa “Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti cermat, lengkap dan sistematis, sehingga lebih mudah diolah” (1999: 151).

(42)

dibuat oleh peneliti sendiri. Dalam penelitian ini instrumen yang berupa bahasa tertulis, disusun oleh peneliti sendiri.

Pengumpulan data penelitian ini, yaitu dengan cara mendeskripsikan struktur pembangun lirik lagu, menganalisis makna, dan menganalisis nilai budaya yang terkandung pada lirik lagu. Instrumen yang digunakan untuk menganalisis makna dan menganalisis nilai budaya, yaitu peneliti sendiri. Tetapi, tentunya dengan bantuan pihak lain (informan) yang diperoleh melalui wawancara. Hal itu sesuai dengan yang dikatakan oleh Moleong bahwa : “Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama” (2004: 4). Pada waktu mengumpulkan data di lapangan, peneliti berperan serta dalam kegiatan kemasyarakatan. Moleong menamakan cara pengumpulan data demikian dengan sebutan “pengamatan berperan serta”.

Di bawah ini merupakan instrumen pengumpul data yang diturunkan dari perumusan masalah penelitian.

3.4.1 Instrumen untuk Memperoleh Data Berupa Struktur Pembangun Lirik Lagu Sintren

Di bawah ini merupakan instrumen yang digunakan untuk memperoleh data yang berupa struktur pembangun lagu sintren.

a. Cermati setiap huruf pada kata pembangun lirik lagu sintren pada tiap barisnya. b. Bila didominasi oleh bunyi huruf vokal pada kata yang berurutan, tanpa disertai

ulangan bunyi konsonan, berilah keterangan bahwa baris tersebut didominasi oleh bunyi asonansi.

(43)

d. Berilah suatu simpulan dari analisis-analisis itu, sebuah cerminan suasana yang terkandung dalam lagu tersebut.

3.4.2 Instrumen untuk Memperoleh Data Berupa Makna pada Lirik Lagu Sintren dengan Pembacaan Heuristik.

Langkah-langkah yang berfungsi sebagai instrumen untuk memperoleh data yang berupa makna pada lirik lagu sintren dengan pembacaan heuristik yaitu di bawah ini. a. Bacalah keseluruhan lirik lagu.

b. Bubuhkan kata-kata sebagai jembatan penghubung antara kata yang satu dengan kata lainnya bila diperlukan.

c. Kata-kata yang dibubuhkan, boleh dengan jenis kata penghubung (konjungsi) atau dengan jenis kata lainnya atau dengan frase.

d. Bacalah tiap baris pada tiap bait lirik lagu tersebut. Apakah telah diperoleh makna kalimat yang lugas? Bila belum lanjutkan ke bagian berikutnya (e).

e. Periksa kembali, adakah susunan kata-kata tersebut yang perlu dibalik untuk memperoleh makna kalimat yang lugas? Bila ada lakukan!

f. Susunlah penulisan tersebut dalam tiap bait.

g. Bila telah tersusun rapi, terjemahkan tiap bait tersebut ke dalam bahasa Indonesia.

3.4.3 Instrumen untuk Memperoleh Data yang Berupa Makna Lagu dengan Pembacaan Hermeneutik.

(44)

3.4.4 Instrumen untuk Memperoleh Data yang Berupa Nilai Budaya yang Terkandung pada Lirik Lagu Sintren.

Data yang berupa nilai budaya yang terkandung pada lirik lagu sintren diperoleh dengan langkah-langkah di bawah ini.

a. Menganalisis lirik lagu sintren untuk menemukan kata, kalimat, atau bait yang mengimplikasikan hakikat hidup manusia.

b. Menganalisis lirik lagu sintren untuk menemukan kata, kalimat, atau bait yang mengimplikasikan hakikat karya manusia.

c. Menganalisis lirik lagu sintren untuk menemukan kata, kalimat, atau bait yang mengimplikasikan hakikat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu.

d. Menganalisis lirik lagu sintren untuk menemukan kata, kalimat, atau bait yang mengimplikasikan hakikat manusia dengan dengan alam sekitar.

e. Menganalisis lirik lagu sintren untuk menemukan kata, kalimat, atau bait yang mengimplikasikan hakikat manusia dengan sesamanya.

3.4.5 Instrumen untuk Memperoleh Data yang Berupa Makna Pertunjukan Sintren dengan Konteks Tertentu

Data yang berupa makna pertunjukan sintren dengan konteks tertentu diperoleh dengan langkah-langkah berikut di bawah ini.

a. Pedoman dan perekam wawancara untuk mewawancarai nara sumber: penonton sintren, pelaku pertunjukan sintren, dan budayawan.

b. Sejarah keberadan sintren

3.4.6 Instrumen untuk Memperoleh Data yang Berupa Adegan dan Tata Cara Pagelaran Sintren

(45)

a. Alat perekam pementasan (handycam).

b. Pedoman dan perekam wawancara untuk mewawancarai nara sumber: budayawan, pawang sintren, dan penari sintren.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Patton dalam Moleong (2004: 103), adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uaraian.

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen, gambar, foto, dan sebagainya. Moleong menyarankan bahwa setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka langkah-langkah berikutnya yaitu mengadakan

reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan

usaha membuat rangkuman yang inti, proses, pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam

satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya.

Karegori-kategori itu dilakukan sambil membuat koding. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Setelah selesai tahap ini, mulaialah kini tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan metode tertentu.

(46)

tersebut dapat diimplementasikan kedalam model pembelajaran muatan lokal bahasa Indramayu.

Langkah-langkah pengumpulan data telah tersusun dalam metode penelitian di atas. Selanjutnya data tersebut diberi perlakuan berikut di bawah ini.

1. Data direduksi yaitu dengan jalan membuat abstraksi atau rangkuman yang merupakan inti pembahasan. Hasil analisis yang berupa makna lirik lagu (struktural, heuristik, dan hermeneutik), nilai budaya, dan makna pertunjukan sesuai dengan konteks tertentu disusun menjadi sebuah intisari bahasan.

2. Data disusun berdasarkan satuan-satuan yaang diperlukan dalam materi pembelajaran sastra muatan lokal bahasa Indramayu. Dalam hal ini pengelompokkan data akan dilakukan sesuai dengan urutan bahan ajar sintren yang tercantum dalam Kurikulum Muatan Lokal Bahasa Indramayu.

3. Dilakukan peninjauan ulang berupa penyesuaian data yang telah ada dengan kebutuhan akan penyusunan model pembelajaran yang berkiblat pada kurikulum. 4. Meninjau kembali kerangka model pembelajaran (Model Pembelajaran Kontekstual

dan Model Pembelajaran Partisipatif) untuk disesuaikan dengan silabus pembelajaran muatan lokal bahasa Indramayu.

(47)

BAB V

MODEL PEMBELAJARAN SASRA MUATAN LOKAL BAHASA INDRAMAYU

5.1 Dasar Pemikiran

Hasil penelitian makna, nilai budaya, dan konteks kesenian sintren perlu ditindaklanjuti yaitu dengan mengajukan hasil penelitian tersebut sebagai bahan pelajaran. Penawaran bahan pelajaran ditujukan sebagai bahan pelajaran apresiasi sastra mata pelajaran Muatan Lokal Bahasa Indramayu untuk kelas 7 pada semester 1. Bahan pelajaran yang dikemas dalam bentuk model pembelajaran yang dijabarkan ke dalam rencana pembelajaran tersebut kiranya dapat dipertimbangkan untuk dijadikan pedoman bagi guru yang mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indramayu di Kabupaten Indramayu.

Mata pelajaran Bahasa Indramayu berkategori sebagai mata pelajaran dalam lingkup muatan lokal. Dengan demikian, kurikulum yang dijadikan acuan bukan merupakan produk nasional, melainkan produk daerah setempat. Artinya, penyediaan bahan pelajaran, sepenuhnya merupakan wewenang daerah. Bahan pelajaran yang berkaitan dengan pengembangan budaya setempat, akan sangat bermanfaat guna pelestarian dan pengenalan budaya kepada generasi muda.

(48)

Mengacu pada uraian di atas, di bawah ini disuguhkan model pembelajaran sastra muatan lokal bahasa Indramayu dengan bahan ajar “Sintren” (salah satu seni tradisional di Indramayu). Penyajian model diawali dahulu dengan bahan ajar yang diajukan untuk pembelajaran sastra muatan lokal tersebut. Bahan ajar yang diajukan merupakan hasil dari penelitian ini. Setelah penyajian bahan ajar, dilanjutkan dengan susunan silabus, yang juga merupakan acuan yang dibutuhkan oleh para guru pengajar. Hal itu dilakukan guna mengikuti aturan persiapan dalam pembelajaran. Terakhir, disuguhkan bentuk Rencana Pembelajaran Sastra Muatan lokal Bahasa Indramayu.

5.2 Bahan Ajar yang Diajukan

Bahan ajar yang diajukan merupakan hasil analisis penelitian ini. Perlu dijelaskan di sini bahwa tidak seluruh hasil penelitian digunakan atau diajukan sebagai bahan ajar. Hasil penelitian yang diajukan sebagai bahan ajar yaitu berupa bahan atau materi yang mudah diserap oleh siswa. Mengingat bahwa siswa pembelajar masih berada di kelas tujuh, yang tentunya masih berada pada fase anak-anak.

Hasil penelitian unsur struktural aliterasi dan asonansi tidak diajukan sebagai bahan ajar. Pertimbangan yang mendasari hal itu, karena analisis asonansi dan aliterasi menuntut kejelian dan pemahaman yang tinggi. Hal ini kurang sesuai dengan kesiapan psikologis siswa yang masih berada pada fase anak-anak.

Keseluruhan bahan yang diajukan yaitu unsur struktural, pembacaan heuristik (dalam pengenalan materi sastra di sekolah dikenal dengan sebutan parafrase), dan pembacaan hermeneutik. Unsur struktural mencakup anaphora, sajak tengah, dan epiphora.

(49)

kebijakan demikian, karena mengingat jumlah atau alokasi waktu untuk materi sintren hanya 8 jam pelajaran dalam satu semester. Jadi, tidak mungkin untuk mengajukan seluruh hasil analisis untuk bahan pembelajaran.

Di bawah ini merupakan hasil penelitian yang diajukan sebagai bahan ajar untuk pembelajaran sastra muatan lokal bahasa Indramayu.

5.2.1 Lirik Lagu “Sintren Dibanda”

Bahan pembelajaran yang diajukan diawali dengan unsur anaphora, Sajak Tengah, dan epiphora. Berikutnya dilanjutkan dengan pembacaan heuristik dan pembacan hermeneutik.

Sintren Dibanda

Ayu sintren terapena bandanira Ayu sintren tangan ditaleni Badan ditaleni

Arep manjing ning konjarah

Pangeranira lara tangis Tangise wong keyungyun

Turun-turun sintren, sintrene widadari

Nemu kembang yun-ayunan, nemu kembang yun-ayunan Kembange cahaya indra widadari temuruna

(50)

a. Anaphora, Sajak Tengah, dan Epiphora pada lirik lagu “Sintren Dibanda”

baris ke- penanda baris ke- penanda baris ke- penanda

1 ayu … 1 … sintren … 1 … bandanira

2 ayu … 2 … sintren … 4 … konjarah

3 … temuruna 4 … bandanira

Bait Anaphora Sajak Tengah Epiphora

I

II

III

- -

- - -

-b. Pembacaan Heuristik Lirik Lagu “Sintren Dibanda”

Bait I

Ayu sintren (gage) terapna (kabeh) bandanira (ning badan). (Sawise bandanira

nerap ning badan), ayu sintren tangan (ira) ditaleni. Badan (ira uga kudu) ditaleni.

(Sebab sira) arep manjing ning (jero) konjarah.

Bait II

(Sintren, saiki) pangeranira (lagi) lara (ati lan) tangis (batin). Tangise

(pangeranira yaiku tangise) wong keyungyun.

Bait III

(Sebab pangeranira lagi lara tangis, sira gage ) turun, turuna sintren, sintren

(sing atine kaya) widadari. (Sira kudu weruh sintren, yen kula) nemu kembang,

(kembange lagi) yun-ayunan. Nemu kembang (maning kembange) yun-ayunan.

(Kudune yen dadi kembang, dadiya sing kaya ) kembange cahaya indra. (Kula pengen)

widadari (gage) temuruna. (Lamon widadari mau wis turun, gage) ngranjinga ning

(51)

c. Pembacaan Hermeneutik (dengan makna simbol) Lirik Lagu “Sintren Dibanda” kini gerak langkahmu selalu dibatasi. Kesejahteraan dan kebahagiaan hidupmu juga diambil. Itulah hal-hal yang diterima oleh rakyat yang terjajah.

Bait II

Saat ini pemimpinmu (Pangeran Diponegoro) sedang menderita jiwa dan tersiksa batin. Siksaan batin itu dikarenakan dia (Pangeran Diponegoro) merasa kehilangan negara yang dicintainya.

(52)

Karena pemimpinmu sedang menderita batin, maka sadar, sadarlah wahai pemuda. Pemuda yang berhati suci. Ketahuilah pemuda bahwa saya telah menemukan pemuda harapan bangsa yang sedang bimbang. Saya temukan lagi pemuda harapan bangsa, masih juga sedang bimbang. Padahal, pemuda harapan bangsa seharusnya dapat menyinari dunia sekeliling yang sedang menderita. Saya berharap ada orang yang berhati suci datang (kepada kita). (Orang yang berhati suci itu) cepatlah mengisi jiwa dan ragamu, pemuda.

5.2.2 Lirik Lagu “Metu sing Konjarah”

Bahan pembelajaran yang diajukan berupa unsur Anaphora, Sajak Tengah, dan Epiphora. Berikutnya dilanjutkan dengan pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik.

Metu sing Konjarah

Clikung lawung klontongena bandanira Clikung lawung klontongena bandanira

Ari sukma ngelontong, ngelontong salin busana

Simbar-simbar pati lamun dadi ja kesuwen Simbar-simbar pati lamun dadi ja kesuwen Tokena sing konjarah, tokena sing konjarah Nya bebet nya iket nya sabuk sekerise

a. Anaphora, Sajak Tengah, dan Epiphora pada Lirik Lagu “Metu sing Konjarah”

baris ke- penanda baris ke- penanda baris ke- penanda 1 clikung lawung … 1 … klontongena … 1 … bandanira 2 clikung lawung … 2 … klontongena … 2 … bandanira

1 simbar-simbar … 1 … lamun … 1 … kesuwen

2 simbar-simbar … 2 … lamun … 2 … kesuwen

Epiphora

I

II

(53)

b. Pembacaan Heuristik Lirik Lgu “Metu sing Konjarah” Bait I

Clikung lawung (gage) klontongena bandanira (sing ana ning badanira). Clikung

lawung (gage) klontongena bandanira (sing ana ning badanira). Ari sukma (bisa)

ngelontong. (Yen wis ) ngelontong (bakal) salin busana.

Bait II

Simbar-simbar (sing arep nemu) pati, lamun (sira) dadi ja kesuwen (uripe).

Simbar-simbar (sing arep nemu) pati, lamun (sira) dadi ja kesuwen (uripe).

(Simbar-simbar gage) tokena (sintren) sing konjarah. (gage) tokena sintren sing konjarah.

(Sintren) nya bebet, nya iket, nya sabuk sekerise (gage metu sing konjarah).

(54)

Pejuang pembela bangsa, tunjukkan kekuatan fisikmu. Pejuang pembela bangsa tunjukkan kekuatan fisikmu. Bila keinginan mulia dapat diwujudkan menjadi sebuah tekad, maka wujud tekad itu akan bisa mengubah keadaan (negara sedang terjajah) menjadi keadaan yang baru (negara bebas dari penjajah).

Bait II

Para penjajah yang telah mati (perasaannya), kalau datang dan bercokol (menjajah suatu negara) jangan terlalu lama. Para penjajah yang telah mati (perasaannya), kalau datang dan bercokol (menjajah suatu negara) jangan terlalu lama. Bebaskan (kami) dari penjajahan ini. Bebaskan (kami) dari penjajahan ini. (Para pemuda), terimalah peralatan dan senjata perang ini (untuk melawan penjajah).

5.2.3 Lirik Lagu “Sintren Maju Perang”

Hasil penelitian yang diajukan sebagai bahan ajar diawali dengan unsur Anaphora, Sajak Tengah, dan Epiphora. Berikutnya dilanjutkan dengan pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik.

Sintren Maju Perang

Gembring lading mbok slarak

Gembring lading mbok slorok Gubug duwur ning alun-alun arjuna Sebrebete arjuna, seurute arjuna Jung jempling kesiniman arjuna

Nyabut keris pusaka, ngayun keris cilaka Keris sakti mandraguna arjuna

(55)

Mati perang, bakal sempurna

Ayu maju srikandi, aja mundur srikandi Mbabi buta, wong sing konjarah srikandi Ayu gempur musuhe, sampe ancur musuhe Urip susah bagen matie

a. Anaphora, Sajak Tengah, dan EpiphoraLirik Lagu “Sintren Maju Perang”

baris ke- penanda baris ke- penanda baris ke- penanda

1 gembring … - - 1 … slarak

b. Pembacaan Heuristik Lirik Lagu “Sintren Maju Perang

Bait I

(Swara) gembring lading mbok slarak (ning ati). (Swara) gembring lading mbok

slorok (ning ati). (Katon ana) gubug duwur ning alun-alun, arjuna. Sabrebete

(manjing ning ati) arjuna. (Kebayang) seurute (apa-apa sing arep dilakoni lamun

nglawan kompeni), arjuna. Jung jempling sekeliling kaya (kesinoman) arjuna.

(56)

(Gage) nyabut keris pusaka, (lamun) ngayun keris (awas) cilaka. (Sebab) keris

(iku) sakti mandraguna, arjuna. Ayu (bebarengan) maju, arjuna, ayu serang

(musuhe), arjuna. (Lamun) mati (lagi) perang, (matie) bakal sempurna.

Bait III

Ayu (sira uga) maju srikandi. Aja (sampe) mundur srikandi. (Terusaken) mbabi

buta, (sebab sira) wong sing (ana ning jero) konjarah, srikandi. Ayu gempur musuhe.

Sampe ancur musuhe. (Daripada) urip susah bagen matie srikandi.

c. Pembacaan Hermeneutik (dengan makna simbol) Lirik Lagu “Sintren Maju Perang” Daftar Kata yang Mempunyai Makna Simbol

(57)

Bait II

Ambilah peralatan perang yang terbaik. Gunakan dengan benar (alat perang itu) jangan sampai mencelakai dirimu sendiri. Peralatan perang itu akan memberikan manfaat yang begitu dahsyat. Mari (kita bersama-sama) turun ke medan laga. Kita serang penjajah. Jangan takut mati wahai pemuda. Bila kita mati dalam perang, maka mati kita merupakan mati yang sempurna.

Bait III

(Selain pemuda) kau juga pemudi, ayo kita maju perang. Jangan (pernah) mundur pemudi. (Teruslah) membabi buta (dalam melawan penjajah). Hal itu harus dilakukan oleh manusia yang terjajah. Ayolah gempur musuh kita (sampai titik darah penghabisan). Daripada hidup (selalu) susah (karena dijajah), lebih baik mati saja (dalam perang membela tanah air).

5.2.4 Lirik Lagu “Tuku Kembang”

Hasil penelitian lirik lagu “Tuku Kembang” yang diajukan sebagai bahan ajar yaitu berikut di bawah ini.

Tuku Kembang

Tuku kembang aja wangi-wangi

Paling wangi kembang melati

Nonton sintren aja bengi-bengi

(58)

a. Anaphora, Sajak Tengah, dan Epiphora pada Lirik Lagu “Tuku Kembang”

baris ke- penanda baris ke- penanda baris ke- penanda

2 paling … 1 … aja … 1 … wangi -wang i

b. Pembacaan Heuristik Lirik Lagu “Tuku Kembang)

(Baka) tuku kembang aja (sampe) wangi-wangi. (Sebab wis ana kembang sing)

paling wangi (yaiku) kembang melati. (Ari) nonton sintren aja (sampe) bengi-bengi.

Paling bengi (sampe ning) waya jam siji.

c. Pembacaan Hermeneutik (dengan makna symbol) lirik lagu “Tuku Kembang”

Kata-kata yang Bermakna Simbol

Gambar

Tabel 1 : Daftar kata yang Bermakna Simbol pada Lirik
Gambar 1 : Lambang Daerah Kabupaten Indramayu .........................................
Gambar 6 : Pawang Sintren Sedang Membakar Kemenyan .....................................

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Lofland yang dikutip oleh Azwar sumber data utama dalam penelitian.. kualitatif adalah kata-kata dan Tindakan selebihnya adalah data

Sumber data utama penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan tindakan orang yang.. dapat diamati atau

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan

Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen, dan lain-lain. Berkaitan

Moleong (2007:157), sumber data utama penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, sehingga selebihnya adalah data tambahan berupa dokumen dan lain-lain. kata-kata

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain- lain.Kata-kata dan

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif dalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain- lain. Kata-kata dan tindakan

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif dalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan orang yang