• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MULSA JERAMI TERHADAP LAJU PERUBAHAN KADAR AIR TANAH DAN PERTUMBUHAN TANAMAN PADI (ORYZA SATIVA L.) ERVAN FERDIANSYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH MULSA JERAMI TERHADAP LAJU PERUBAHAN KADAR AIR TANAH DAN PERTUMBUHAN TANAMAN PADI (ORYZA SATIVA L.) ERVAN FERDIANSYAH"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MULSA JERAMI TERHADAP LAJU PERUBAHAN KADAR AIR TANAH DAN PERTUMBUHAN

TANAMAN PADI (ORYZA SATIVA L.)

ERVAN FERDIANSYAH

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul PENGARUH MULSA JERAMI TERHADAP LAJU PERUBAHAN KADAR AIR TANAH DAN PERTUMBUHAN TANAMAN PADI (ORYZA SATIVA L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 2013 Ervan Ferdiansyah NIM G24090043

(4)

ABSTRAK

ERVAN FERDIANSYAH. Pengaruh Mulsa Jerami Terhadap Laju Perubahan Kadar Air Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza Sativa L.). Dibimbing oleh YON SUGIARTO.

.

Laju penurunan kadar air tanah yang tinggi dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh mulsa jerami terhadap laju perubahan kadar air tanah dan pertumbuhan tanaman padi.

Penelitian lapang ini menggunakan rancangan acak kelompok pada 18 petak percobaan, 9 petak tanpa mulsa dan 9 petak menggunakan mulsa. Kadar air tanah di semua lahan percobaan mengalami laju penurunan setelah lahan tidak lagi diberi air, dengan rata-rata laju penurunan terendah ditunjukan oleh lahan yang diberi perlakuan mulsa, yaitu sebesar -0.3 %/hari. Tanaman yang diberi perlakuan mulsa memiliki rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan yang lebih tinggi, yaitu 69.6 cm dan 25 batang anakan dengan varietas Inpari 10 sebagai varietas yang paling responsif.

Kata kunci: Padi, Kekeringan, Mulsa jerami, KAT

ABSTRACT

ERVAN FERDIANSYAH. The Influence of Mulching Straw Against the Rate of Change the Moisture Content of Soil and Plant Growth Rice (Oryza Sativa L. ).

Supervised by YON SUGIARTO.

Increased level of soil moistured can be problem to the growth of the plant.

The purpose of this research is to know the influence of straw mulch on the rate of change of moisture content of soil and plant growth rice. This fields research using random design group at 18 plots experiement, 9 comparterments without straw mulch and 9 compartements with mulch. Moisture content of soil in all area had been decrease once the land is no longer being given water, with an lowest average rate of declinewas indicated by the land that use a treatment of straw mulch, which amounted to -0.3%/days. The highest average height of plants and number of plantlets was indicated by the plant that use the treatment of mulch, which amounted to 43.2 cm 25 plantlets with Inpari 10 as the most responsive varieties.

Keywords: Rice, Drought,Straw mulch, Soil Moisture

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

PENGARUH MULSA JERAMI TERHADAP LAJU PERUBAHAN KADAR AIR TANAH DAN PERTUMBUHAN

TANAMAN PADI (ORYZA SATIVA L.)

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

ERVAN FERDIANSYAH

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Mulsa Jerami terhadap Laju Perubahan Kadar Air Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza Sativa L.)

Nama : Ervan Ferdiansyah NIM : G24090043

Disetujui oleh

Yon Sugiarto, S.Si., M.Sc.

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Rini Hidayati, MS Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Mulsa Jerami terhadap Laju Perubahan Kadar Air Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza Sativa L.)berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan di Desa Langgengsari, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Atas kelancaran dan kemudahan dalam pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Impron. M.Agr.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, kesempatan, diskusi, ilmu serta bimbingan selama penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik.

2. Bapak Ir. Bregas Budianto, Ass.Dpl atas bantuannya dalam pembuatan alat ukur Kadar Air Tanah, kalibrasi, ilmu selama di lapangan serta pengolahan data.

3. Ayah, ibu serta seluruh keluarga atas cinta, doa, dukungan, dan nasehatnya yang tak pernah henti sampai saat ini.

4. Bapak Rico, Bapak Taukhid dan Diyah Kristi GFM 45 selaku rekan kerja atas segala bantuan dan ilmu selama di lapangan.

5. Teman-teman 5 sekawan, Imam Mul’arifin, Deri Dermawan, Wildan Novebiyatno, Ahmad Anggara atas persahabatan, semangat, keceriaan kekeluargaan, dukungan dan kebersamaannya.

6. Syarifah Hidayah yang telah banyak memberikan semangat dan koreksinya.

You’re my best friend.

7. Teman-teman Geometafisika: Ahmad Solahudin, Khabib Dhunka, Dodik, Milan, Bang Aan, Bang Azam, Mas Galih, Dayat dan Ikhsan, terimakasih atas pengalaman yang luar biasa.

8. Teman-teman GFM 46 yang telah berperan dan hadir dalam kehidupan ini.

9. Shinta Indriyani, atas semangat dan dukungannya yang selalu jadi motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi, penulis mengucapkan terimakasih, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Ervan Ferdiansyah

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Morfologi Tanaman padi 2

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi 2

Pengaruh Iklim terhadap Tanaman Padi 3

Kadar Air Tanah (KAT) 5

Mulsa Jerami Untuk Mengatasi Kekeringan 5

METODE 6

Waktu dan Tempat Penelitian 6

Bahan 6

Alat 6

Rancangan Percobaan 6

Prinsip Kerja dan Pemasangan Alat 7

Pengambilan Data Penelitian 8

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Kondisi Cuaca Selama Penelitian 9

Pertumbuhan Tanaman Padi 11

Kadar Air Tanah (KAT) 16

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 22

RIWAYAT HIDUP

(10)

DAFTAR TABEL

1 Laju pertumbuhan tinggi tanaman padi 12

2 Respon perlakuan terhadap peubah pertumbuhan tanaman padi 14

3 Persamaan kalibrasi 16

4 Laju perubahan kadar air tanah 18

DAFTAR GAMBAR

1 Gambar denah penelitian 7

2 Kondisi curah hujan wilayah penelitian dan sekitarnya mulai 25 Mei

2012 hingga15 September 2012 9

3 Kondisi radiasi surya harian dan kecepatan angin rata-rata selama

penelitian 10

4 Kondisi Suhu udara harian dan Kelembaban udara selama penelitian 10

5 Pertumbuhan tinggi tanaman padi 12

6 Laju pertumbuhan tinggi tanaman padi perlakuan mulsa dan tanpa

perlakuan mulsa 13

7 Pertumbuhan jumlah anakan tanaman padi 14

8 Perbandingan respon tinggi tanaman, jumlah anakan maksimal dan jumlah anakan produktif terhadap perlakuan mulsa jerami pada setiap

varietas 15

9 Grafik kalibrasi dengan tiga range data, range 0-79, range 80-213 dan

range 209-1038 17

10 Grafik kalibrasi gabungan tiga persamaan, garis kalibrasi dan data

impedansi 18

11 Grafik rata-rata laju perubahan KAT perlakuan mulsa dan tanpa mulsa 19 12 Grafik mulsa pada setiap titik pengamatan, Perlakuan mulsa dan tanpa

mulsa 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel pertumbuhan tinggi tanaman 23

2 Tabel pertumbuhan jumlah anakan 25

3 Tabel kalibrasi alat ukur KAT 27

4 Tabel kadar air tanah dengan perlakuan mulsa 28

5 Tabel kadar air tanah tanpa perlakuan mulsa 29

6 Tabel laju Perubahan KAT pada lahan yang diberi perlakuan mulsa 30 7 Tabel laju Perubahan KAT pada lahan tanpa perlakuan mulsa 31

8 Tabel data parameter cuaca 32

9 Foto bahan dan alat penelitian 34

10 Foto kegiatan penelitian 35

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kekeringan adalah suatu kondisi ketika ketersediaan air jauh dibawah kebutuhan air, baik itu untuk sektor pertanian, kegiatan ekonomi, kebutuhan hidup maupun kebutuhan-kebutuhan lainnya (BNPB 2012). Pada sektor pertanian kekeringan dapat menyebabkan dampak yang besar, salah satunya adalah gagal panen.

Berdasarkan data BPS, Indramayu merupakan salah satu lumbung padi terbesar di wilayah Jawa Barat. Dengan produksi sekitar 1,03 juta ton atau sekitar 11 persen total produksi padi di Jawa Barat pada tahun 2006. Tingginya produksi padi di Indramayu ini disebabkan oleh luasnya lahan sawah yang ada.

Berdasarkan luas wilayahnya yang mencapai 204 ribu ha, sekitar 114 ribu ha (55%) diantaranya adalah lahan sawah.

Kekeringan yang terjadi di wilayah Indramayu dapat dikategorikan sebagai kekeringan alamiah (kekeringan meteorologis, hidrologis dan pertanian). Menurut Pratiwi (2011) kekeringan meteorologis adalah kekeringan yang disebabkan tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim, kekeringan hidrologis yaitu kekeringan karena pasokan air permukaan maupun air dalam tanah berkurang drastis, sedangkan kekeringan pertanian adalah kekeringan yang berhubungan dengan ketersediaan air untuk mencukupi kebutuhan tanaman. Pada kondisi kekeringan kandungan air di dalam tanah hanya mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu dan pada wilayah yang luas.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayati et al. (2010) dan Impron et al. (2011) pada kondisi normal, musim tanam 1 di Kabupaten Indramayu dimulai pada bulan November sampai dengan Januari, dan musim tanam 2 umumnya dimulai pada bulan April dan bisa berlangsung sampai bulan Juli. Penanaman di luar masa tanam tersebut akan menimbulkan resiko gagal panen akibat kekeringan.

Salah satu upaya untuk meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan akibat kekeringan yaitu dengan mempertahankan kondisi tanah agar tetap basah.

Dengan kata lain laju penurunan KAT harus diusahakan serendah mungkin.

Penurunan nilai KAT erat kaitannya dengan evapotranspirasi karena evapotranspirasi dapat mengurangi kadar air dalam tanah, beberapa faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah radiasi netto, suhu, kelembaban dan angin (Linsley dan Franzini 1979).

Salah satu upaya menekan laju penurunan KAT adalah dengan memberikan perlakuan mulsa jerami, karena mulsa dapat melindungi tanah dari menguapnya air akibat evapotranspirasi. Menurut penelitian Adisarwanto dan Wudianto (1999), mulsa jerami dapat mengurangi penguapan air, mempertahankan agregat tanah dari hantaman air hujan, memperkecil erosi permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan melindungi tanah dari terpaan sinar matahari.

Untuk membuktikan efektivitas mulsa jerami dalam mempertahankan nilai Kadar Air Tanah, dapat dilakukan analisis korelasi antara pemberian mulsa dengan pertumbuhan tanaman dan laju penurunan kadar air tanah.

(12)

Perumusan Masalah

Kekeringan kerap kali melanda wilayah Indramayu khususnya Desa Langgengsari Kecamatan Lelea. Hal ini menyebabkan penurunan nilai kadar air tanah yang signifikan di wilayah tersebut, bahkan dapat menyebabkan padi terancam gagal panen. Hal inilah yang menjadi sorotan utama dalam mengembangkan penelitian ini.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh perlakuan mulsa jerami terhadap laju pertumbuhan tiga varietas tanaman padi.

2. Mengetahui pengaruh mulsa jerami terhadap nilai kadar air tanah.

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Tanaman Padi

Padi (Oryza sativa L.) merupakan jenis tanaman pangan berupa rumput berumpun. Padi berasal dari genus Oryza, family Graminae, terdiri dari 25 spesies salah satunya adalah Oryza Sativa L (Haryadi, 2006). Menurut Balai Pelatihan Pertanian (2000), tanaman padi berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afika Barat tropis dan subtropis. Sejarah mengatakan bahwa tanaman ini berkembang di Cina dan India. Fosil bulir padi ditemukan di Hastinapus Ultar Paradesh India, diduga fosil ini berasal dari tahun 100-800 SM. Ada juga yang menyatakan bahwa perkembangan padi sudah dimulai di Zheijang (Cina) sejak tahun 3.000 SM.

Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari dua kelompok, yakni organ vegetatif dan organ generatif (reproduktif). Bagian-bagian vegetatif meliputi akar, batang dan daun, sedangkan bagian generatif terdiri dari malai, gabah, dan bunga.

Berdasarkan tipenya padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) dan padi sawah. Padi gogo biasanya ditanam di dataran tinggi sedangkan padi sawah memerlukan penggenangan dan biasanya ditanam di dataran rendah. Ada bermacam varietas dalam tanaman padi, untuk padi yang ditanam di dataran tinggi terdapat varietas Adil dan varitas Makmur sedangkan untuk yang ditanam didataran rendah terdapat varietas Gemar, Gati, GH 19, GH 34 dan GH 120.

Selain varietas tersebut ada pula varietas-varietas baru seperti Inpari 10, Inpari 13, Inpara 1, Inpara 2 dan Inpara 3.

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi.

Meskipun terdapat berbagai macam varietas padi, namun secara keseluruhan pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase yaitu, vegetatif, reproduktif dan pematangan.

(13)

Fase vegetatif pada tanaman padi ditandai oleh dimulainya pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah, bobot dan luas daun. Fase inilah yang menjadi penentu umur tanaman padi, sehingga menyebabkan perbedaan umur tanaman padi (Makarim dan Suhartatik 2009).

Fase vegetatif pada tanaman padi dibagi menjadi dua yaitu fase vegetatif aktif dan fase vegetatif lambat. Fase vegetatif aktif dimulai dari masa pembibitan sampai jumlah tunas maksimum. Umumnya berkisar antara 25 sampai 65 hari, bersifat eksponensial kemudian akan berubah linier pada saat tertentu. Fase vegetatif lambat dimulai setelah fase vegetatif aktif sampai keluarnya bakal malai (primordial). Pada fase inilah ketersediaan air sangat berpengaruh dan dapat menjadi faktor pembatas apabila jumlah air yang tersedia tidak mencukupi.

Fase reproduktif berlangsung sekitar 23 sampai 35 hari, ditandai oleh dimulainya perkembangan tanaman padi seperti memanjangnya beberapa ruas batang tanaman, berkurangnya jumlah anakan, bunting dan pembungaan. Fase ini merupakan fase yang paling sensitif terhadap stress lingkungan. Fase Pematangan umumnya berlangsung sekitar 30 hari, pada fase ini padi mengalami proses pematangan pada bulir-bulir padi atau sering juga disebut proses pengisian bulir.

Pengaruh Iklim Pada Tanaman Padi

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi tentunya sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim setempat. Sama halnya dengan tanaman pangan lainnya, faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi antara lain adalah radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, curah hujan dan angin.

Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik di daerah yang memiliki cuaca panas dan musim hujan selama 4 bulan. Daerah yang memilik karakteristik iklim seperti itu tentunya adalah daerah subtropis dengan letak geografis antara 45o LU sampai 45o LS.

.

 Radiasi Matahari

Kebutuhan radiasi matahari untuk setiap fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi tidak sama. Berdasarkan fasenya, tanaman padi pada fase reproduktif dan fase pematangan sangat bergantung pada intensitas radiasi matahari.

Yoshida dan Parao (1978), mengatakan bahwa pada fase vegetatif intensitas radiasi matahari tidak berpengaruh nyata terhadap gabah dan akan berpengaruh nyata pada fase reproduktif dan pematangan. Intensitas matahari yang rendah pada fase tersebut akan menurunkan hasil gabah. Selain itu Fagi dan De Data (1981) juga mengatakan bahwa yang mempengaruhi proses pengisian malai dan hasil padi adalah intensitas radiasi pada 20 sampai 45 hari sebelum panen.

 Suhu Udara

Suhu optimal untuk varietas tanaman padi Indica adalah 25-33 oC, sedangkan untuk Japonica berkisar antara 18-33 oC (Chang dan Oka 1976).

Fluktuasi suhu yang relatif stabil dari waktu ke waktu menyebabkan suhu di daerah tropis tidak menjadi faktor pembatas bagi tumbuh kembang tanaman.

Daerah tropis hanya mengalami fluktuasi suhu secara vertikal, semakin tinggi

(14)

suatu daerah di wilayah tropis maka suhunya akan semakin rendah, dan begitu juga sebaliknya. Meskipun demikian, apabila rata-rata suhu harian terlalu rendah atau terlalu tinggi, pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi tetap saja akan terganggu.

Seperti yang dikatakan oleh Yoshida (1981), apabila suhu rata-rata harian kurang dari 20o C, dapat menyebabkan hal-hal seperti perkembangan tanaman terhambat, pembentukan malai tertahan dan yang paling buruk adalah dapat menyebabkan kehampaan gabah yang tinggi. Begitu pula sebaliknya, kondisi rata- rata suhu harian yang tinggi dapat menyebabkan tanaman mengalami laju respirasi yang tinggi, sehingga energi yang dihasilkan dari proses fotosintesis lebih banyak digunakan untuk kebutuhan respirasi dibandingkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang pada akhirnya menurunkun jumlah gabah.

 Kelembaban Udara

Kelembaban udara nisbi memiliki kaitan yang erat dengan laju evapotransiprasi. Kelembaban yang rendah dan intensitas matahari yang tinggi pada saat musim kemarau dapat mempercepat laju evapotranspirasi. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan translokasi air ke akar tanaman, maka kemungkinan terjadinya cekaman air pada tanaman padi akan semakin tinggi.

 Curah Hujan

Produktivitas padi dapat menurun apabila ketersediaan air juga menurun, ketersediaan air tentunya sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Menurut Bey dan Las (1991) curah hujan merupakan unsur iklim yang besar pengaruhnya terhadap suatu sistem usaha tani, terutama pada lahan kering.

Air merupakan penghubung antara nutrisi dalam tanah dengan daun dan batang. Curah hujan berperan dalam menyediakan air bagi tanaman padi, sehingga dengan kata lain air merupakan penghubung antara lingkungan tanah, tanaman dan cuaca atau iklim.

 Angin

Angin dapat mempengaruhi pertukaran bahang, uap air dan CO2 antara tanaman dan lingkungannya, selain itu menurut Bey dan Las (1991), angin juga berpengaruh terhadap laju evapotranspirasi dan persarian pada tanaman.

Kecepatan angin yang tinggi dapat mengganggu pertumbuhan tanaman bahkan sampai merusak tanaman. Secara mekanis angin dapat membuat kerusakan pada daun seperti gugurnya daun. Hal ini menyebabkan penurunan kemampuan fotosintesis dan translokasi fotosintesis pada tanaman (Chang 1986).

Angin memang berguna bagi proses penyerbukan dan pembuahan. Namun, apabila kecepatan angin terlalu tinggi maka akan mengganggu proses penyerbukan itu sendiri karena proses endosperm terganggu akibat adanya pergeseran (De Datta 1981).

(15)

Kadar Air Tanah (KAT)

Keseimbangan antara evapotranspirasi dan curah hujan atau irigasi menentukan pola kadar air tanah dalam satu musim tanam. Evapotranspirasi terbagi kedalam tiga bagian, yaitu evapotranspirasi tanaman, evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual.

Menurut Doorenbos dan Pruitt (1977), evapotranspirasi tanaman adalah banyaknya air yang hilang selama pertumbuhan tanaman oleh evaporasi dari permukaan tanah dan transpirasi dari tanaman dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti faktor iklim, suhu udara dan kecepatan angin. Pada prinsipnya evapotranspirasi merupakan kebutuhan air tanaman. Air yang berlebih akibat curah hujan yang melebihi evapotranspirasi akan disimpan dalam tanah sampai batas maksimum tanah menyimpan air.

Untuk menduga nilai kadar air tanah dalam tanah, berbagai metode dan teknik telah banyak dikembangkan. Pengukuran kadar air tanah secara langsung dapat dilakukan dengan alat ukur seperti neutron-probe meter, gypsum block meter dan tensiometer. Selain pengukuran langsung, nilai kadar air tanah dapat juga diduga dengan metode gravimetri. Prinsip kerja dari alat ukur gypsum block meter adalah dengan menghitung nilai hambatan perpindahan listrik dalam tanah.

Jumlah air yang ada didalam tanah akan menentukan nilai hambatan listrik dalam tanah. Semakin banyak kandungan air dalam tanah maka nilai impedansinya akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya kandungan air tanah yang rendah akan menyebabkan nilai impedansi yang tinggi. Selanjutnya dari data tersebut dapat dilakukan kalibrasi sehingga didapatkan informasi nilai kadar air tanah.

.

Mulsa Jerami Untuk Mengatasi Kekeringan

Kekeringan terjadi akibat adanya faktor-faktor seperti curah hujan, karakteristik tanah sebagai media penyimpan air dan jenis tanaman sebagai subjek yang menggunakan air. Terdapat dua kategori kekeringan, yaitu terkena kekeringan dan terancam kekeringan (Effendi 1995). Kondisi saat sawah kering, retak-retak dan tanaman padi rusak atau mati disebut kondisi terkena kekeringan.

Sedangkan apabila sawah masih basah, suplai air masih ada namun masih dibawah kebutuhan tanaman, maka kondisi ini disebut kategori terancam kekeringan.

Untuk mengatasi masalah yang timbul akibat kekeringan, dapat dilakukan upaya-upaya seperti pembudidayaan varietas padi yang tahan terhadap kondisi tersebut, penggunaan sistem culik, perencanaan musim tanam hingga penggunaan mulsa untuk menjaga nilai kadar air tanah. Menurut Khurshid (2006) mulsa dapat mempengaruhi kondisi fisik tanah secara signifikan.

Penggunaan mulsa dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air (WUE).

Dengan adanya mulsa infiltrasi air akan meningkat. Mulsa dalam bentuk material apa saja asalkan disebar merata di permukaan tanah dapat melindungi tanah dari radiasi matahari dan penguapan. Adapun bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai mulsa adalah film plastik, rumput, kayu, jerami, dll. Oleh karena itu penggunaan mulsa jerami dapat dikategorikan sebagai salah satu upaya mengatasi kekeringan.

(16)

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-September 2012, hari pertama setelah tanam (HST) terhitung pada tanggal 23 Juni 2012. Lokasi penelitian berada pada koordinat 107°52´ – 108°36´ BT dan 6°15´ – 6°40´ LS, bertempat di Desa Langgengsari, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dengan luas lahan penelitian sekitar 7000 m2. Analisa contoh tanah dilakukan di Laboratorium terpadu, GFM-FMIPA-IPB, sedangkan untuk pengolahan data dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi, GFM-FMIPA-IPB.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

 Bibit padi varietas Inpari 10, Inpari 13, Ciherang.

 Mulsa Jerami.

 Data pertumbuhan tanaman padi bulan Agustus-September 2012 pada lokasi penelitian.

 Data suhu udara (T) dan kelembaban nisbi (RH) bulan Juni-September 2012.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

 Meteran.

 Multimeter (DVM).

 Timbangan elektrik.

 Penguat arus.

 Sensor Kadar Air Tanah.

 Seperangkat komputer dengan aplikasi Microsoft Office.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan penelitian meliputi: (i) tiga varietas V (varietas lokal yang umum dipakai petani sebagai kontrol (V1) yaitu Ciherang, varietas alternatif (V2) yaitu Inpari 10 yang lebih tahan kekeringan, varietas alternatif (V3) yaitu Inpari 13 yang berumur genjah); (ii) Penggunaan mulsa jerami dengan waktu tanam yang dimundurkan (M1) dan tanpa menggunakan mulsa jerami dengan waktu tanam yang juga dimundurkan (M2) sehingga tanaman kemungkinan akan terpapar pada kondisi kekeringan.

(17)

Gambar 3.1 Gambar Petak Penelitian, kotak berwarna kuning menunjukan lokasi alat kadar air tanah ditanam

Prinsip Kerja dan Pemasangan Alat

Sensor dan bahan yang dipergunakan adalah Multimeter (DVM), sakelar elektronik (IC 4066), Multivibrator Astable (IC 4047), dan sepasang elektroda.

Untuk prinsip dasar kerja dari alat ukur kadar air tanah itu sendiri adalah dengan mengukur daya hantar listrik tanah dengan menggunakan multimeter (DVM).

Pengukuran nilai kadar air tanah dapat dilakukan dengan pendekatan teknik elektronik sederhana, yaitu mengukur konduktivitas listriknya dengan cara membenamkan sepasang elektroda kedalam tanah, sehingga medan listrik dapat mempengaruhi posisi ion-ion dalam tanah. Perubahan posisi ion ini akan menyebabkan timbulnya kecepatan gerak ion yang merupakan fungsi kandungan air tanahnya. Namun, alat ukur daya hantar listrik pada umumnya memberikan medan listrik DC sehingga akan sulit untuk mengukur konduktivitasnya karena sifat larutan elektrolit medan listrik yang akan menghasilkan polarisas. Oleh karena itu alat ini ditambahkan penguat sekaligus perubah arus, sehingga medan listrik yang mengalir pada sepasang elektroda akan berupa listrik AC dengan frekuensi ± 1 KHz. Nilai kandungan air tanah diperoleh dari fungsi nilai resistansi yang tertera pada alat ukur.

Penanaman alat ukur KAT dilakukan sebelum lahan dipasangi mulsa. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses penanaman alat-alat tersebut, dengan kedalaman ± 20 cm. Alat ukur KAT ditanam di beberapa titik pengamatan dengan pola seperti pada denah rancangan percobaan.

Setelah lahan sawah diolah dan ditanami padi, kemudian sawah dipasangi mulsa jerami sesuai denah percobaan yang telah direncanakan. Mulsa dipasang ketika padi berumur 42 HST, mulsa tersebut dipasang menutup seluruh permukaan lahan sawah baik yang ditanami padi maupun yang tidak (legowo) dengan ketebalan ± 3-5 cm.

(18)

Pengambilan Data Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pendekatan penelitian lapang. Penelitian lapang dilakukan untuk mengetahui nilai kadar air tanah aktual di lapangan serta laju pertumbuhan tanaman padi. Untuk mengetahui pengaruh mulsa terhadap pertumbuhan tanaman padi maka dilakukan analisa data dengan membandingkan grafik. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh mulsa jerami terhadap perubahan kadar air dilakukan analisa dengan pendekatan grafik hubungan antara waktu dan laju perubahan air tanah.

Pengambilan dan pengolahan data penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapangan.

a. Lapangan

Pengambilan data dilapangan meliputi data-data seperti tinggi tanaman (cm) dan jumlah anakan (batang) dan KAT. Pengukuran dilapangan dilakukan setiap seminggu sekali selama masa penanaman padi terhitung mulai tanggal 14 Juli sampai 7 september 2012.

b. Laboratorium

Pengukuran laboratorium dilakukan melalui kalibrasi contoh tanah yang diambil di lokasi penelitian. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada kedalaman tanah 20 cm, kemudian ditumbuk hingga halus, lalu dibiarkan hingga benar-benar kering. Setelah kering, kemudian diberi air hingga kondisi kapasitas lapang terpenuhi. Selanjutnya, ditimbang bobot basahnya lalu diukur nilai impedansinya.

Setelah itu, tanah dibiarkan mengering. Selama proses pengeringan tersebut dilakukan pengukuran KAT (%) dan KAT (Ω), sehingga didapatkan data untuk kalibrasi alat. Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai KAT (% berat) adalah:

𝐾𝐴𝑇 (%𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡) = (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ − 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 × 100%

Analisa Data Penelitian

a. Pertumbuhan Tanaman Padi

Untuk mengukur dan menganalisa pertumbuhan tanaman padi digunakan data tinggi tanaman (cm) dan jumlah anakan (batang). Tinggi tanaman dan jumlah daun diukur dengan menggunakan metode non-destruktif, yang berarti untuk mendapatkan data, contoh tanaman yang digunakan merupakan contoh tanaman yang sama selama masa tanam.

Rumus yang digunakan dalam menghitung laju pertumbuhan tanaman:

r = (Pt-Pt-1)/7 Keterangan:

Pt : Tinggi tanaman minggu ke-t (cm) Pt-1 : Tingi tanaman minggu ke-t (cm) r : Laju pertumbuhan tanaman (cm/hari)

(19)

b. Laju Perubahan Kadar Air Tanah

Data yang digunakan untuk mengukur dan menganalisa laju perubahan nilai KAT adalah data KAT yang terukur dilapangan (Ω) yang kemudian dikalibrasi, sehingga mendapatkan data KAT dalam %. Setelah itu dilakukan perbandingan antara nilai yang terukur pada tanaman yang diberi mulsa dengan tanaman yang tidak diberi mulsa. Adapun cara membandingkannya adalah dengan membuat grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Cuaca Selama Penelitian

Penanaman untuk P1 dan P2 dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 2012 menggunakan hasil persemaian musim tanam II. Penanaman ini merupakan penanaman yang lebih lambat 4 (empat) minggu dari musim yang seharusnya.

Penanaman ini sengaja dikondisikan pada musim tanam yang terlambat, sehingga periode tanam tersebut memiliki peluang terpapar kekeringan yang besar.

Perlakuan mulsa jerami diharapkan dapat mengurangi peluang kejadian tersebut.

Respon pertumbuhan serta laju perubahan kadar air tanah dipakai sebagai tolak ukur ketahanan varietas yang diberi perlakuan mulsa terhadap kekeringan.

Gambar 4.1 Kondisi curah hujan wilayah penelitian dan sekitarnya mulai 25 Mei 2012 hingga15 September 2012

Tanda-tanda musim kemarau mulai dapat terlihat bahkan sebelum penelitian dimulai, hal ini dicirikan dengan tidak terjadinya hujan sejak tanggal 9 Juni 2012.

sampai akhir penelitian.

Kondisi radiasi dan kecepatan angin terukur selama berlangsungnya percobaan dapat dilihat pada Gambar 4.2,

0 0,5 1 1,5 2

09/05 26/05 12/06 29/06 16/07 02/08 19/08 05/09 22/09

Curah Hujan (mm)

Tanggal

(20)

Gambar 4.2 Kondisi radiasi surya harian (garis biru) dan kecepatan angin rata-rata (garis merah) selama penelitian mulai 23 Juni 2012 sampai 15 September 2012

dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa radiasi global terkecil yang terukur selama percobaan berlangsung adalah 15 MJ/m2/hari yaitu pada tanggal 19 Juli 2012 dan terbesar adalah pada tanggal 12 September 2012 yaitu sebesar 23 MJ/m2/hari.

Adapun rata-rata radiasi global yang terukur adalah 19 MJ/m2/hari, nilai yang fluktuatif ini merupakan dampak dari pengaruh tutupan awan.

Kecepatan angin rata-rata adalah 0,5 m/s dengan kecepatan terendah adalah 0,1 m/s pada tanggal 23 Juni 2012, dan kecepatan angin tertinggi terjadi pada tanggal 27 Agustus 2012 yaitu sebesar 1,1 m/s. Terlihat bahwa kecepatan angin rata-rata cenderung naik dari awal hingga akhir penelitian.

Gambar 4.3 Kondisi Suhu udara harian (garis merah) dan Kelembaban udara (garis biru) selama penelitian mulai 23 Juni 2013 sampai 15 Septembr 2012.

Rata-rata suhu udara (T) harian selama percobaan adalah 25,7 oC, dengan nilai terendah yang terukur adalah 24,5o C dan terbesar adalah 27,7oC, sedangkan rata-rata kelembaban udara (RH) harian selama percobaan berlangsung adalah 64%, dengan nilai terkecil dan terbesar berturut turut adalah 48% dan 80%. Secara

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0 5 10 15 20 25

0 20 40 60 80 Kecepatan Angin Rata-Rata (m/s) Radiasi Matahari Harian (MJ/m2)

HST

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

22 23 24 25 26 27 28

0 20 40 60 80

Kelembaban Udara (%)

Suhu Udara Harian (oC)

HST

(21)

keseluruhan dari gambar 4.3, dapat dilihat bahwa kelembaban mengalami kecenderungan turun dari awal penelitian hingga akhir penelitian.

Pertumbuhan Tanaman Padi

Pertumbuhan tanaman merupakan pertambahan ukuran volume, panjang, luas dan bobot organ, sedangkan perkembangan adalah diferensiasi fungsi organ vegetatif menjadi produktif pada suatu tanaman dan bersifat irreversible (Nasir 2008). Jumlah anakan dan tinggi tanaman merupakan peubah yang diamati untuk mengetahui pertumbuhan tanaman padi pada penelitian ini.

23 30 33 39 46 54 57 62 65 67 69 70

24 30 34 40 46 50 55 59 63 65 66 66

28 35 41 52 60

76

90 98 106 109 110 110

0 20 40 60 80 100 120 140

1 7 14 21 27 34 41 47 54 61 68 75

TINGGI TANAMAN PADI (CM)

HARI SETELAH TANAM (HST)

V1 Mulsa V1 Tanpa Mulsa V1 Tahun Lalu

29 29 31 38 45 52 53 57 58 60 62 63

24 30 35 43 46 50 53 56 58 60 61 62

30 38 44 53 61

76 89 98

111 115 115 114

0 20 40 60 80 100 120 140

1 7 14 21 27 34 41 47 54 61 68 75

TINGGI TANAMAN PADI (CM)

HARI SETELAH TANAM (HST)

V2 Mulsa V2 Tanpa Mulsa V2 Tahun Lalu Saat Pemasangan

Mulsa

Saat Pemasangan Mulsa

(22)

Gambar 4.4 Tinggi tanaman varietas Ciherang V1 (Gambar Atas), Inpari 10 V2 (Gambar Tengah), Inpari 13 V3 (Gambar Bawah) untuk perlakuan Mulsa (Garis Biru) dan tanpa Mulsa (Garis Merah) dan Tanam tanpa mulsa pada tahun lalu (Garis Kuning)

Pengukuran terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan dilakukan dari mulai 1 Hari Setelah Tanam (HST) sampai dengan 75 HST. Pemberian mulsa tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman padi varietas inpari 10 dan inpari 13, hal ini dapat dilihat dari tinggi tanaman antara tanaman yang diberi perlakuan mulsa dan yang tidak diberi perlakuan mulsa memiliki nilai yang tidak berbeda (Gambar 4.4). Namun, pada tanaman padi varietas Ciherang, tinggi tanaman yang diberi perlakuan mulsa setelah lewat masa vegetatif (umur tanaman mencapai 47 HST) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak diberi perlakuan mulsa (Gambar 4.4 atas). Apabila dibandingkan dengan pertumbuhan tinggi tanaman padi pada tahun sebelumnya dengan perlakuan yang sama seperti tanaman yang tidak diberi mulsa, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman padi pada tahun 2012 jauh lebih rendah. Hal ini menandakan bahwa pada saat tanam tahun 2012 lahan mengalami kesulitan dalam irigasi, berbeda dengan tahun sebelumnya yang cenderung lebih mudah untuk mendapatkan air irigasi.

Tabel 4.1 Laju pertumbuhan tinggi tanaman padi

Perbedaan respon pertumbuhan tinggi tanaman padi dapat dilihat lebih jelas pada data laju pertumbuhannya (Tabel 4.1). Laju pertumbuhan tinggi tanaman adalah suatu peningkatan tinggi tanaman tiap satuan waktu, berdasarkan data pada

23 31 32 38 49 57 63 67 70 71 73 76

24 31 35 45 51 55 60 64 68 71 72 72

32 37 44 55 65

85 97

111 120 120 121 121

0 20 40 60 80 100 120 140

1 7 14 21 27 34 41 47 54 61 68 75

TINGGI TANAMAN PADI (CM)

HARI SETELAH TANAM (HST)

V3 Mulsa V3 Tanpa Mulsa V3 Tahun Lalu

41 HST 47 HST 54 HST 61 HST 68 HST 75 HST

V1M1 0.4 0.8 0.4 0.3 0.2 0.2

V2M1 0.2 0.5 0.2 0.3 0.2 0.1

V3M1 0.8 0.7 0.3 0.2 0.3 0.4

V1M2 0.8 0.6 0.6 0.2 0.1 0.0

V2M2 0.4 0.5 0.3 0.2 0.2 0.1

V3M2 0.6 0.6 0.5 0.5 0.1 0.0

Rata-Rata M1 0.49 0.65 0.31 0.27 0.24 0.24

Rata-Rata M2 0.59 0.59 0.46 0.32 0.16 0.06

LAJU PERTUMBUHAN TANAMAN (cm/hari) Hari Setelah Tanam (HST) PERLAKUAN

Saat Pemasangan Mulsa

(23)

tabel tersebut, rata-rata laju pertumbuhan tanaman M1 (menggunakan mulsa) lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan M2 (tanpa mulsa) pada umur 47, 68 dan 75 HST.

Secara umum laju pertumbuhan tanaman padi terus menurun seiring bertambahnya umur tanaman (Gambar 4.5). Rata-rata laju pertumbuhan tinggi tanaman padi dengan perlakuan mulsa mengalami penurunan secara drastis pada umur 54 HST dan berangsur angsur stabil hingga akhir masa tanam. Pada tanaman tanpa perlakuan mulsa rata-rata laju pertumbuhan tingginya relatif konstan namun terus menurun dan bertambah curam khususnya mulai 61 HST.

Gambar 4.5 Laju pertumbuhan tinggi tanaman padi perlakuan mulsa (Garis biru) dan tanpa perlakuan mulsa (Garis merah).

Bila dilihat dari sebaran datanya laju pertumbuhan tinggi tanaman padi hampir semuanya memiliki pola yang sama, akan tetapi pada perlakuan non mulsa terdapat dua data yang sebarannya berbeda (Gambar 4.5) yaitu pada data varietas Ciherang dan varietas Inpari 13 sebaran yang berbeda ini disebabkan oleh keretakan tanah yang berbeda sehingga cekaman yang terjadi pun berbeda. Hal inilah yang menyebabkan grafik laju pertumbuhan tinggi tanaman padi yang tanpa perlakuan mulsa tidak mengalami penurunan drastis di 54 HST.

Selain variabel tinggi tanaman ada pula variabel jumlah anakan, yang diamati untuk mengetahui respon pertumbuhan tanaman terhadap perlakuan mulsa dan non mulsa, jumlah anakan padi mencapai nilai tertingginya pada 41 HST, kemudian jumlah anakan terus berkurang sehingga hanya menyisakan jumlah anakan produktif (Gambar 4.6). Hal ini sesuai dengan pernyataan Yoshida (1981) bahwa jumlah anakan akan berkurang apabila tanaman telah memasuki fase reproduktif.

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

41 48 55 62 69 76

Laju Pertumbuhan Tanaman (cm/hari)

Hari Setelah Tanam (HST)

Rata-rata Mulsa

Rata-rata non Mulsa

(24)

Gambar 4.6 Jumlah anakan tanaman varietas Ciherang (diamond), Inpari 10 (Segitiga) dan Inpari 13 (Kotak) dengan perlakuan mulsa (garis biru) dan tanpa perlakuan mulsa (garis merah)

Tanaman yang diberi perlakuan mulsa memiliki rata-rata jumlah anakan maksimum dan jumlah anakan produktif yang lebih tinggi dibandingkan tanaman tanpa perlakuan mulsa (Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Respon perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman padi

Perlakuan

Tinggi tanaman

75 HST (cm)

Jumlah anakan maksimum

41 HST (Batang)

Jumlah anakan produktif

75HST (Batang)

M1V1 70.0 23 14

M1V2 63.0 25 14

M1V3 76.0 26 15

M2V1 66.3 22 12

M2V2 62.0 22 11

M2V3 72.3 24 14

Rata-Rata M1

69.6 25 14.3

Rata-Rata M2

66.9 23 12.3

Akumulasi tinggi tanaman dan jumlah anakan tertinggi berturut-turut adalah 76 cm dan 23 batang dengan jumlah anakan produktif sebanyak 15 batang pada varietas Inpari 13 dengan perlakuan mulsa. Sedangkan terendah ada pada varietas inpari 10 tanpa perlakuan mulsa dengan tinggi tanaman dan jumlah anakan berturut-turut sebesar 62 cm dan 20 batang.

0 5 10 15 20 25 30

1 7 14 21 27 34 41 47 54 61 68 75

Jumlah Anakan (batang)

Hari Setelah Tanam (HST)

Var 1 Mulsa Var 2 Mulsa Var 3 Mulsa Var 1 non Mulsa Var 2 non Mulsa Var 3 non Mulsa

(25)

Gambar 4.7 Perbandingan respon tinggi tanaman (Gambar atas), jumlah anakan maksimal (Gambar tengah), jumlah anakan produktif (Gambar bawah) terhadap perlakuan mulsa jerami pada setiap varietas (V1, V2, V3).

Secara keseluruhan terdapat perbedaan respon pada setiap perlakuan terhadap tanaman. Tanaman yang diberi perlakuan mulsa jerami memiliki rata- rata pertumbuhan tinggi tanaman yang tinggi dibandingkan dengan tanaman tanpa

0 10 20 30 40 50 60 70 80

V1 V2 V3

Tinggi Tanaman 75 HST (cm)

Varietas

0 5 10 15 20 25 30

V1 V2 V3

Jumlah Anakan 41 HST (batang)

Varietas

0 5 10 15 20 25 30

V1 V2 V3

Jumlah Anakan 75 HST (batang)

Varietas

(26)

perlakuan mulsa. Varietas yang paling responsif terhadap perlakuan mulsa adalah varietas inpari 10 (Gambar 4.7), yang menandakan bahwa kondisi inpari 10 pada saat terpapar kekeringan dan diberi mulsa berbeda nyata dengan kondisi inpari 10 yang terpapar kekeringan dan tidak diberi mulsa.

Berdasarkan keterangan Suprihatno et al. (2010) yang mengatakan jumlah anakan produktif untuk varietas Ciherang 14–17 batang, Inpari 10 berkisar 17–25 batang, dan Inpari 13 sebanyak 17 batang, terdapat bahwa hampir semua anakan produktif dalam penelitian ini berada dibawah range tersebut. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah tanaman mengalami kekeringan serta serangan hama wereng dan keong pada tanaman-tanaman tersebut. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan mulsa dapat menekan faktor gangguan tersebut, terlihat dari jumlah anakan produktif tanaman yang diberi perlakuan mulsa masih berada pada range tersebut.

Kadar Air Tanah

Pengukuran kadar air tanah dilakukan dari 22 HST sampai dengan 68 HST data diambil dari 6 titik pengamatan di lahan bermulsa dan 6 titik di lahan yang tidak menggunakan mulsa. Setelah dilakukan kalibrasi maka didapatkan persamaan-persamaan kalibrasi dengan range sebagai berikut,

Tabel 4.3 Persamaan kalibrasi

Range hambatan (ohm) Persamaan kalibrasi 0-79

80-213 209-1038

y = 0.0253x2-3.9846x+179.2905 y = 0.0009x2-0.380774x+46.8048

y = 0.000004x2-0.0087+9.63076

Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan data pengukuran yang dilakukan di laboratorium, kemudian dibuat grafik dengan cara membagi tiga range data lalu diberi trendline polynomial orde 2, untuk interpolasi data dengan sebaran yang ada maka polynomial lah yang paling tepat, karena setiap titik sebaran dapat terwakili (Gambar 4.8).

(27)

Gambar 4.8 Grafik kalibrasi dengan tiga range data, range 0-79 (Gambar atas), range 80-213 (Gambar tengah) dan range 209-1038 (Gambar bawah).

y = 0,025328x2- 3,984574x + 179,290543

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 20 40 60 80 100

KAT (%)

Hambatan (ohm)

y = 0,000937x2- 0,380774x + 46,804816 0

5 10 15 20 25

0 50 100 150 200 250

KAT (%)

Hambatan (ohm)

y = 0,000004x2- 0,008777x + 9,630761

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100

KAT (%)

Hambatan (ohm)

(28)

Apabila dari ketiga grafik pada gambar 4.8 disatukan maka akan mendapatkan grafik kalibrasi gabungan seperti pada gambar 4.9 yang menunjukan bahwa nilai hambatan yang terukur dapat merepresentasikan nilai KAT (%) dengan baik.

Gambar 4.9 Grafik kalibrasi gabungan tiga persamaan, garis kalibrasi (Garis biru) dan data impedansi (Kotak merah).

\

Dengan menggunakan persamaan hasil kalibrasi tersebut maka didapat data % KAT yang terukur selama penelitian, kemudian dari data tersebut didapatkan nilai laju perubahan KAT (Tabel 4.4).

Tabel 4.4 Laju perubahan KAT (%/hari)

Perlakuan ulangan HST

22 27 34 39 47 54 61 68

Mulsa

1 * -1,17 5,03 -7,37 2,04 -0,73 -0,74 -0,88 2 * -0,66 -2,38 2,75 1,29 -0,19 -0,21 -0,53 3 * -0,65 0,43 -4,02 1,14 -0,07 -0,12 -0,24 4 * -0,51 5,20 -7,29 1,96 -0,38 -0,70 -0,77 5 * -0,57 2,51 -4,29 1,44 -0,51 -0,01 -0,14 6 * -0,33 5,34 -9,97 2,34 -0,15 -0,07 -0,27

Tanpa Mulsa

1 * -0,05 6,53 -8,66 1,92 -0,32 -0,92 -0,75 2 * -0,73 5,75 -8,44 0,97 -0,34 -0,37 -0,61 3 * -0,78 2,76 -4,23 2,20 -1,03 -1,03 -0,74 4 * -0,36 6,46 -9,36 1,17 -0,15 -0,62 -0,33 5 * -0,97 3,40 -4,85 2,09 -1,81 -0,30 -0,59 6 * -0,39 4,70 -8,33 1,48 -0,19 -0,10 -0,22 Tanda negatif pada tabel 4.4 menandakan bahwa nilai KAT pada lahan yang diamati mengalami penurunan sebesar nilai tersebut tiap harinya. Semakin bernilai negatif maka KAT pada lahan penelitian semakin cepat berkurang dan untuk mengetahui pengaruh perlakuan mulsa dapat dilihat pada gambar 4.10.

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 200 400 600 800 1000 1200

KAT (%)

Hambatan (ohm)

(29)

Gambar 4.10 Grafik rata-rata laju perubahan KAT (%/hari), perlakuan mulsa (Garis biru), tanpa mulsa (Garis merah).

Dari grafik rata-rata laju perubahan KAT, terdapat nilai yang naik pada kisaran 30-40 HST dan 40-50 HST, hal ini disebabkan pengisian air ke lahan yang dilakukan dengan menggunakan pompa air tanah. Mulsa jerami baru dipasang pada 42 HST dan ketika pengisian air pada lahan dihentikan (47 HST) terlihat bahwa laju penurunan KAT semakin bernilai negatif hal ini menandakan semakin besar KAT yang hilang.

Laju perubahan nilai KAT pada lahan yang tidak diberi mulsa, memiliki nilai yang lebih negatif dibanding lahan yang diberi perlakuan mulsa. Hal ini menunjukkan bahwa pada lahan yang tidak diberi perlakuan mulsa terjadi penurunan nilai KAT yang lebih besar, dengan kata lain tanah pada lahan non mulsa lebih cepat kering (Gambar 4.10)

Gambar 4.11 Perubahan kadar air tanah setelah penambahan air dihentikan, perlakuan mulsa (Biru) dan tanpa mulsa (Merah)

-8 -6 -4 -2 0 2 4 6

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Laju Perubahan KAT (%/hari)

HST

0 5 10 15 20 25 30 35 40

40 47 54 61 68

KAT (%)

HST

Perlakuan Mulsa

Tanpa Mulsa Saat Pemasangan

Mulsa (42 HST)

(30)

dapat dilihat dari kemiringan grafik, bahwa secara rata-rata lahan yang diberi mulsa jerami memiliki laju penurunan KAT yang lebih kecil dari pada lahan tanpa perlakuan mulsa jerami (Gambar 4.11), hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Khursid (2006), Adisarwanto dan Wudianto (1999) bahwa mulsa dapat mempengaruhi kondisi fisik tanah dan dapat mengurangi penguapan air serta melindungi tanah dari terpaan sinar matahari yang dapat mengakibatkan terjadinya evapotranspirasi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menyatakan bahwa mulsa jerami dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara nyata pada variabel jumlah anakan. Pada variabel tinggi tanaman, perbedaan antar dua perlakuan tidak terlihat jelas. Jumlah anakan tanaman padi yang diberi perlakuan lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak diberi perlakuan mulsa. Varietas Inpari 10 dinilai lebih responsif terhadap perlakuan mulsa dibandingkan varietas lainnya.

Mulsa jerami dapat menekan laju penurunan KAT. Laju penurunan nilai KAT pada lahan yang diberi perlakuan mulsa jerami lebih kecil dibandingkan dengan lahan yang tidak diberikan mulsa, hal ini disebabkan oleh perlakuan mulsa jerami yang dapat mengurangi laju evapotranspirasi sehingga nilai kadar air tanah menurun secara perlahan saat lahan tidak diberi pengairan lagi (47 HST).

Saran

Pencegahan kekeringan di lahan sawah perlu menjadi sorotan utama dalam kegiatan pertanian di wilayah Indramayu yang kerap terancam kekeringan pencegahan tersebut tentunya dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari penanaman pada musim tanam yang tepat, hingga pemberian mulsa jerami untuk menekan laju penurunan kadar air tanah.

Untuk pemberian mulsa jerami sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat, yaitu pada saat gejala kekeringan di lahan mulai terlihat. Pemberian mulsa jerami ini dapat dilakukan dengan menggunakan jerami sisa panen sebelumnya sehingga jerami yang selama ini dibakar atau dijadikan kompos memiliki fungsi lain yaitu sebagai mulsa. Pemberian mulsa jerami pada saaat yang tepat akan memberikan dampak yang lebih baik dalam menekan laju penurunan kadar air tanah sehingga dapat mencegah terjadinya kekeringan.

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto T, Wudianto R. 1999. Meningkatkan hasil panen kedelai di lahan Sawah, kering, dan pasang surut. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Bey A, Las I. 1991. Strategi pendekatan iklim dalam usaha tani. Dalam A. Bey (ed). Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Dir. Jend. Pendidikan Tinggi . Dep. Dik Bud. 83-90p.

(31)

Chang TT, Oka HI. 1976. Genetic Variousness in The Climatic Adaptation of Rice Cultivars. Climate and Rice : 87-104.

Doorenbos J, Pruitt WO. 1977. Crop Water Requirement. FAO Irrigation and Drainage Paper No. 24. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Fagi AM, De Datta SK. 1981. Environmental Factors Affecting Nitrogen Efficiency in Flooded Tropical Rice. Fertilizer Research 2: 53-67.

Haryadi F. 2006. Uji Daya Hasil Pendahuluan Galur F5 Padi Sawah Tipe Baru (OryzaSativa L.). [Skripsi]. Bogor. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Hidayati R, Impron, Dasanto BB. 2010. Pengembangan Kalender Tanaman Semi- Dinamik untuk Penyusunan Alternatif Pola Tanam dengan Risiko Iklim Minimum Berdasarkan Karakteristik ENSO. LPPM. Institut Pertanian Bogor.

Impron, Sugiarto Y, Budianto B, Taufik M. 2011. Evaluasi Teknologi Budidaya Padi Tahan Kekeringan Secara Partisipatif. LPPM. Institut Pertanian Bogor.

Linsley RK, Franzini JB. 1985. Teknik Sumber Daya Air. Jakarta: Erlangga.

Makarim AK, Suhartatik. 2009. Morfologi dan fisiologi tanaman padi. Iptek Tanaman Pangan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. 295- 330.

NasirAA. 2008. Meteorologi Pertanian. Departemen Geofisika dan Meteorologi.

FMIPA. Institut Pertanian Bogor.

Pratiwi AH. 2011. Kondisi dan Konsep Penanggulangan Bencana Kekeringan di Jawa Tengah. UNISSULA Semarang.

Suprihatno B, Daradjat AA, Satoto, Baehaki, Suprihanto, Styono A, Indrasari SD, Wardana IP, Sembiring H. 2010. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Tanaman Padi. Subang. 105.

Effendi S. 1995. Ilmu Tanah. Edisi ketiga. Jakarta (ID): PT. Mediyatama Sarana Perkasa.

Yoshida S, Parao FT. 1978. Climate Influence on Yield and Components of Lowland Rice in Tropics. Proc. Of Simposium on Climate and Rice. The Int.Res. Inst. Los Banos, Philipines. pp:471-494.

Yoshida S. 1981. Fundamental of rice Crop Science. International Rice Research Institute.

(32)

Lampiran 1 Tabel pertumbuhan tinggi tanaman padi tiga varietas (Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13) di Lahan Penelitian Indramayu.

PERLAKUAN

TINGGI TANAMAN PADI (CM) UMUR TANAMAN

ULANGAN 1 HST 7 HST 14 HST 21 HST 27 HST 34 HST V1M1

1 23 33 35 42 47 55

2 25 31 33 40 47 56

3 22 27 31 36 45 51

Rata-Rata 23.3 30.3 33.1 39.3 46.2 53.9

Laju Pertumbuhan * 1.0 0.4 0.9 1.0 1.1

V2M1

1 32 29 27 33 43 50

2 29 29 33 41 47 55

3 26 28 34 39 45 50

Rata-Rata 29 29 31 38 45 52

Laju Pertumbuhan * 0.0 0.4 0.9 1.0 1.0

V3M1

1 24 32 33 38 50 62

2 23 32 34 38 47 54

3 23 28 29 39 49 55

Rata-Rata 23.3 30.7 32.1 38.4 48.8 56.9

Laju Pertumbuhan * 1.0 0.2 0.9 1.5 1.2

V1M2

1 24 31 36 41 47 50

2 24 31 34 38 47 50

3 24 29 32 40 45 49

Rata-Rata 24.0 30.3 33.9 39.8 46.3 49.7

Laju Pertumbuhan * 0.9 0.5 0.8 0.9 0.5

V2M2

1 26 32 37 45 47 50

2 23 31 34 43 46 51

3 23 28 33 40 44 49

Rata-Rata 24.0 30.3 34.7 42.7 45.7 50.0

Laju Pertumbuhan * 0.9 0.6 1.1 0.4 0.6

V3M2

1 21 30 34 44 51 55

2 25 30 35 46 52 56

3 27 32 37 46 49 55

Rata-Rata 24.3 30.7 35.3 45.3 50.7 55.3

Laju Pertumbuhan * 0.9 0.7 1.4 0.8 0.7

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahma dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

Diawali dengan pelatihan bagi masyarakat untuk mengolah pepaya menjadi produk olahan seperti dodol, saus, dan stik pepaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kecamatan

Tujuan lain dari perancangan Rental Office dan Pusat Perbelanjaan engan Konsep Zero Energy Building di Surakarta ini adalah sebagai suatu langkah awal yang

Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol ( dinyatakan ditolak sedangkan hipotesis alternatif dinyatakan diterima dengan keterangan bahwa pengembangan media

Araştırmadan çıkan üçüncü sonuç ise, okul öncesi eğitim kurumuna devam eden çocukların yaratıcılık düzeyleri ile sınıf ortamlarının yaratıcılık düzeyi arasındaki

Tabel 2. Karakter kualitatif sifat morfologi planlet calon mutan jeruk keprok SoE hasil iradiasi sinar gamma.. Dendrogram analisis keragaman genetik berdasar morfologi mutan

Atribut pertama pada kuadran C yang mempengaruhi tingkat kepuasan pengolah ikan mengenai kinerja atau pelayanan jasa adalah keberadaan petugas pelabuhan

Fatah (2008) menyatakan, pendekatan open-ended merupakan pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang memiliki lebih dari satu metode penyelesaian