• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STANDAR BELANJA (ASB) UNTUK MENCAPAI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA KABUPATEN JEMBRANA. I Nyoman Darmayasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS STANDAR BELANJA (ASB) UNTUK MENCAPAI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA KABUPATEN JEMBRANA. I Nyoman Darmayasa"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STANDAR BELANJA (ASB) UNTUK MENCAPAI

PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA KABUPATEN JEMBRANA

I Nyoman Darmayasa

Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Bali Jalan Kampus Bukit Jimbaran, Kuta Selatan,

Badung, Bali 80364 E-mail: mangdarma@yahoo.com

Abstract

The purpose of this research was to determine of ASB to achieve performance budgeting wich is the mandate of the lawat Jembrana Regency. The data was secondary data from Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) of Jembrana Regency. Data is a sampel of activities that is equivalent of trainings and capital expenditure (infrastructure development) of 38 SKPD for DPA year 2012. The data was analyzed by several analytical tools. First, scatter plot method, then high-low method, and last least square method. Activity Based Costing concepts underlying the ASB, to determine fixed cost and variable cost data were analyzed with regression. Descriptive statistics are used to determine average value, lower limit and upper limit of expenditure object. The results of analysis data are trainings activities formulation and capital expenditure formulation. Trainings activities formulation is Y = Rp.4.883.716 + (Rp.1.216.649 X number of participants X number of activities held). Capital expenditure formulation is Y = Rp.141.194.561 + (0,006 X capital expenditure) + capital expenditure.

Capital expenditure formulation is designed to control administration of capital expenditure and trainings activities formulation is designed to control cost per unit output. SKPD at Jembrana Regency could have possibly implemented ASB formulation model to achieve performance budgeting system (Economical, Efficient and Effective).

Key words: expenditure standard analysis, performance budgeting, expenditure formulation.

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyusunan Analisis Standar Belanja (ASB) untuk mencapai penganggaran Berbasis Kinerja yang merupakan mandat undang- undang pada Kabupaten Jembrana. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Jembrana. Data adalah sampel dari kegiatan-kegiatan yang setara yaitu kegiatan Bintek dan Belanja Modal (pembangunan prasarana) dari 38 SKPD dalam DPA Tahun 2012. Data diolahdengan beberapa alat analisis, yaitumetode scatter plot, metode tertinggi- terendah, dan metode kuadrat terkecil.Konsep Activity Based Costing melandasi ASB, untuk menentukan biaya tetap dan biaya variabel data dianalisis dengan regresi. Statistik Deskriptif digunakan untuk menentukan nilai rata-rata, batas bawah dan batas atas objek belanja. Hasil pengolahan data adalah Formulasi Kegiatan Diklat dan Formulasi Belanja Modal, formulasi kegiatan diklat adalah Y = Rp.4.883.716 + (Rp.1.216.649 X jumlah peserta X jumlah kegiatan). Formulasi belanja modal adalah Y = Rp.141.194.561 + (0,006X belanja modal) + belanja modal. Formulasi belanja modal didesain untuk mengawasi belanja administrasi dan formulasi kegiatan diklat untuk mengawasi belanja per unit keluaran. SKPD pada Kabupaten Jembrana memungkinkan untuk menerapkan model ASB untuk mencapai penganggaran berbasis kinerja yang ekonomis, efisien dan efektif.

Kata Kunci: analisis standar belanja, anggaran berbasis kinerja, formulasi belanja.

(2)

PENDAHULUAN

Pemberlakuan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal akan membawa konsekuensi pada perubahan pola pertanggungjawaban daerah atas pengalokasian dana yang dimiliki. Oleh karena itu, anggaran daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi menduduki posisi yang sangat penting. Namun selama ini dengan adanya reformasi keuangan daerah ditemui kenyataan bahwa anggaran masih hanya menambah atau mengurangi data dua tahun sebelumnya sebagai dasar dan tidak ada kajian yang mendalam terhadap data tersebut. Masih banyak ditemukan penganggaran pada sektor publik yang belum mampu memprediksi resiko yang akan terjadi di masa yang akan datang, sehingga masih ditemukan adanya indikasibudgetary slack (Abdullah, Warokka

& Kuncoro, 2011).

Mardiasmo (2004) mengemukakan salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan dan anggaran daerah.

Selama ini penentuan penganggaran yang dilakukan oleh setiap pemerintah daerah dengan menggunakan pendekatan incremental dan line item. Sistem ini digunakan dalam menentukan besarnya dana yang dianggarkan untuk tahun yang akan datang berdasarkan penganggaran yang sudah ada di tahun sebelumnya. Masalah yang muncul pada pendekatan ini adalah karena tidak adanya perhatian terhadap value for money, sehingga pada akhir tahun anggaran sering terjadinya overfinancing atau underfinancing yang berarti kelebihan atau kurangnya anggaran yang dapat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.

Konsep New Public Management (NPM) penganggaran yang secara tradisional perlahan-lahan harus ditinggalkan dan sudah saatnya penyusunan penganggaran pemerintah berbasis kinerja. Munir (2003) mengemukakan bahwa sistem anggaran kinerja merupakan salah satu sistem anggaran yang dapat memenuhi tuntutan era new public management yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Penganggaran berbasis kinerja mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisien dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kerja setiap unit kerja, dan pencapaian tujuan yang akan dicapai, dituangkan dalam program diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan (Halim, 2007).

(3)

Pengeluaran daerah terus meningkat secara dinamis, tetapi tidak diikuti dengan skala prioritas dan besarnya plafon anggaran. Adanya kerancuan penyusunan suatu kegiatan yang sifatnya sejenis namun terjadi ketimpangan nominal anggaran di beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah. Disamping itu pentingnya dilakukan penyusunan ASB ini karena adanya ketidakadilan dan ketidakwajaran anggaran belanja antar kegiatan sejenis antar program dan antar SKPD, yang disebabkan oleh: tidak jelasnya definisi suatu kegiatan, perbedaan output kegiatan, perbedaan lama waktu pelaksananaan, perbedaan kebutuhan sumberdaya, beragamnya perlakuan objek atau rincian objek belanja.

Terkait dengan hal di atas, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan pengganti dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, menyatakan perlunya Analisis Standar Belanja (ASB) dalam pengelolaan keuangan daerah. ASB yang mempunyai maksud dan istilah yang sama dengan Standar Analisa Belanja (SAB) yaitu penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan. Kegiatan yang dimaksud adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya yang berupa personil, barang modal, dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua objek sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang atau jasa.

ASB merupakan salah satu elemen utama untuk penganggaran yang berbasis kinerja dalam rangka pencapaian pengelolaan keuangan yang ekonomis, efisien dan efektif. ASB dipertegas dengan terbitnya PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. PP No. 58 Tahun 2005 ini kemudian dijabarkan lagi dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada tahun 2007 terbitlah Permendagri No. 59 Tahun 2007 sebagai penyempurnaan atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Seiring perkembangan jenis objek belanja dalam anggaran daerah dan untuk menciptakan pola pengganggaran berbasis kinerja maka Permendagri No. 59 Tahun 2007 disempurnakan lagi dengan Permendagri No. 21 Tahun 2011, dalam regulasi-regulasi tersebut selalu disebutkan bahwa ASB merupakan salah satu instrumen pokok dalam penganggaran berbasis kinerja.

(4)

Kabupaten Jembrana merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang dalam melakukan penyusunan anggarannya masih menggunakan pendekatan incremental dan line item. Sehingga sering mengakibatkan pengalokasian dana yang tidak efisien dan efektif mengakibatkan terjadinya overfinancing dan underfinancing dalam pelaksanaan suatu kegiatan yang dapat mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektifitas daerah.

Pemerintah Kabupaten Jembrana yang terdiri dari 38 SKPD yang terbagi dalam 26 urusan wajib dan 8 urusan pilihan dalam penyusunan anggaran belum berdasarkan ASB sehingga proses penyusunan anggarannya belum berbasis kinerja. Berdasarkan uraian tersebut diatas, peneliti memandang Pemkab Jembrana wajib untuk menyusun ASB untuk mencapai penganggaran berbasis kinerja serta pengelolaan keuangan daerah yang ekonomis, efisien dan efektif.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah:Bagaimanakah penyusunan Analisis Standar Belanja (ASB) untuk mencapai penganggaran Berbasis Kinerja pada Kabupaten Jembrana?

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyusunan Analisis Standar Belanja (ASB) untuk mencapai penganggaran berbasis kinerja pada Kabupaten Jembrana. Penyusunan ASB bertujuan membuat model belanja untuk objek-objek kegiatan yang menghasilkan output yang sama.

KAJIAN LITERATUR

Penyusunan ASB merupakan salah satu implementasi atas peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu:

1. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 167 Ayat (3) Belanja daerah mempertimbangkan beberapa instrumen pendukung berupa analisis standar belanja, standar harga satuan, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Pasal 39 Ayat (2) Penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kinerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar harga satuan, dan standar pelayanan minimal.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Pasal 41 Ayat (3) Pembahasan oleh tim anggaran pemerintah daerah sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan untuk

(5)

menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPAS perkiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga dan standar pelayanan minimal.

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Pasal 89 Huruf (e) Dokumen meliputi lampiran seperti KUA, PPAS, Kode Rekening APBD, Format RKA-SKPD, Analisis Standar Belanja, dan Standar Satuan Harga.

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Pasal 93 Ayat (1) Penyusunan RKA SKPD berdasarkan prestasi kinerja, indikator kinerja, capaian atau target kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal.

6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 89 Ayat (2) dan Ayat (100).

ASB merupakan salah satu komponen yang harus dikembangkan sebagai dasar pengukuran kinerja keuangan dalam penyusunan APBD dengan pendekatan kinerja.

ASB adalah standar yang digunakan untuk menganalisis kewajaran beban kerja atau biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu Satuan Kerja dalam satu tahun anggaran (BPK, 2005).

Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penetapan belanja daerah sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 167 (3) adalah ASB.

Alokasi belanja ke dalam aktivitas untuk menghasilkan output seringkali tanpa alasan dan justifikasi yang kuat.

Rahayu, Ludigdo, & Affand. (2007) penerapan performance budgeting dalam proses penyusunan anggaran belum berjalan sebagaimana yang diinginkan. Perubahan kebijakan hanya diikuti oleh daerah pada tingkat perubahan teknis dan format, namun perubahan paradigma belum banyak terjadi. Dominasi pembangunan fisik dan alokasi anggaran yang lebih banyak dinikmati oleh kalangan birokrasi, menunjukkan bahwa fokus dan alokasi dana pembangunan masih harus terus diperbaiki. Partisipasi masyarakat harus terus ditingkatkan bukan hanya pada pengajuan usulan program/kegiatan saja. Pemerintah daerah harus membuka akses informasi bagi masyarakat untuk mengetahui tentang anggaran daerah yang disusun.

(6)

Perkembangan atau keefektifan implementasi anggaran berbasis kinerja pemerintah pusat saat ini lebih dipengaruhi oleh faktor rasional/teknokratis daripada faktor politis/kultural. Temuan ini tidak dapat diartikan bahwa pendekatan anggaran ini telah merubah proses penganggaran menjadi lebih rasional, karena variabel-variabel yang terbukti menjelaskan implementasi saat ini (sumber daya dan informasi) lebih merupakan aspek formal proses penganggaran. Variabel lainnya yang lebih bersifat teknis (pengembangan sistem pengukuran kinerja dan kesulitan penentuan indikator kinerja) tidak berhasil menjelaskan perkembangan implementasi yang terjadi (Asmadewa, 2007).

Dara (2010) variabel sumber daya, ketentuan eksternal, dan kesulitan penentuan indikator kinerja berpengaruh terhadap pengadopsian ukuran kinerja dan variabel dukungan internal berpengaruh terhadap pengadopsian ukuran kinerja. Pada tahap pengimplementasian anggaran berbasis kinerja, variabel sumber daya, informasi dan kesulitan penentuan indikator kinerja berpengaruh terhadap pengimplementasian anggaran berbasis kinerja dan variable dukungan eksternal dan dukungan internal berpengaruh terhadap pengimplementasian anggaran berbasis kinerja.Secara statistik penerapan anggaran berbasis kinerja belum memberikan dampak yang positif terhadap efisiensi kinerja keuangan pemerintah daerah (Wutsqa, 2011).

Oktaria (2011) ASB yang telah disusun ternyata sudah tidak relevan lagi untuk dipergunakan dalam praktek penganggaran di Kabupaten Katingan. Tidak terdapat perbedaan antara anggaran yang dihitung tanpa dan dengan menggunakan ASB. Faktor yang menyebabkan hal itu antara lain adalah karena perubahan kebijakan belanja yang terjadi di tahun anggaran berikutnya yang tidak dapat diakomodir oleh ASB yang telah ada. Selain itu juga perilaku anggaran di Kabupaten Katingan dinilai masih belum mampu menerapkan anggaran berbasis kinerja. Oleh sebab itu, selain diperlukan revisi terhadap rumusan ASB yang ada, juga diperlukan perubahan perilaku anggaran yang mendukung terciptanya anggaran berbasis kinerja.

Helwani (2012) model formulasi Analisis Standar Belanja kegiatan sosialisasi dan penyuluhan adalah Y = Rp 58.655.463,- + Rp 100.160,- X. Dalam hal ini Y merupakan total belanja dari kegiatan sosialisasi dan penyuluhan sedangkan X merupakan pengendali belanja yaitu jumlah peserta per hari pada kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD pada satu tahun anggaran. Hal tersebut dapat dilihat pada perhitungan

(7)

overfinancing yaitu terdapat pada 5 dinas di Kabupaten Aceh Timur dan 3 dinas yang mengalami overfinancing di Kabupaten Aceh Timur.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini akan dilakukan melalui pengolahan data sekunder, data Rencana Kerja Anggaran (RKA), Data Pelaksanaan Anggaran (DPA) seluruh SKPD pada Kabupaten Jembrana. Penelitian ini dirancang dalam rangka penyusunan ASB untuk mencapai pengganggaran berbasis kinerja.Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sampel dari populasi seluruh kegiatanSKPD Kabupaten Jembrana. Teknik sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan mempertimbangkan kriteria- kriteria tertentu yaitu kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam RKA masing-masing SKPD adalah setara, dan satuan keluaran dari kegiatan-kegiatan tersebut adalah sama.

Data diolah dengan berbagai alat analisis yang diawali dengan metode scatterplotyaitu dengan memplot titik-titik data sehingga hubungan antara belanja dan tingkat aktivitas kinerja dapat terlihat, metode tertinggi terrendah digunakan jika hasil dari metode kuadrat terkecil adalah tidak signifikan.

Pendekatan Regresi Sederhana,untuk membangun suatu persamaan yang menghubungkan antara variabel tidak bebas (Y) dengan variabel bebas (X) sekaligus untuk menentukan nilai ramalan atau dugaannya. Dalam regresi sederhana ini, variabel tidak bebas merupakan total biaya dari suatu kegiatan, sedangkan variabel bebas merupakan cost driver dari kegiatan tersebut. Statistik deskriptif digunakan untuk mengalokasikan kepada masing-masing objek belanja.

Pendekatan Penyusunan ASB,pendekatan ABC merupakan suatu teknik untuk mengukur secara kuantitatif biaya dan kinerja dari satu kegiatan (the cost and performance of activities) serta teknik mengalokasikan penggunaan sumber daya dan biaya kepada masing-masing objek biaya (operasional maupun administrasi) dalam satu kegiatan.Pendekatan ABC bertujuan untuk meningkatkan akurasi biaya penyediaan barang dan jasa yang dihasilkan dengan menghitung biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost), sehingga total biaya dengan pendekatan ABC adalah:Total Biaya = Biaya Tetap + Biaya Variabel

Instrumen penelitian adalah data sekunder berupa data RKA, DPA seluruh SKPD pada Kabupaten Jembrana Tahun Anggaran 2012.

(8)

Variabel-variabel yang telah diidentifikasi dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Jumlah Peserta (X1), Formulasi Diklatadalah jumlah peserta kegiatan diklat sedangkan Formulasi Belanja Modaladalah Nilai Belanja Pembangunan Jembatan, Konstruksi Jalan dan Pengairan.

2. Jumlah Pelaksanaan Kegiatan (X2), Diklatadalah jumlah (hari) kegiatan diklat.

3. Total Anggaran Kegiatan (Y), Diklatadalah total anggaran kegiatan diklat sedangkan Belanja Modal adalah total anggaran Pembangunan Jembatan, Konstruksi Jalan dan Pengairan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Diklat adalah penyelenggaraan pelatihan teknis untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat di lingkungan suatu daerah tertentu atau aparatur pemerintahan pada SKPD terkait untuk memperoleh keahlian tertentu.Berdasarkan kegiatan-kegiatan dalam DPA selanjutnya kegiatan-kegiatan yang setara dengan kegiatan Diklat dikumpulkan, merupakan sampel data yang akan dianalisis. Dari 387 kegiatan dalam DPA terdapat 12 kegiatan yang setara dengan kegiatan diklat.

Cost driver (pengendali belanja) untuk ASB ini adalah jumlah peserta dan hari kegiatan. Dalam perhitungan ASB ini tidak memperhitungkan besaran biaya perjalanan keluar daerah dan Study Banding. Seluruh kegiatan diklat yang ada dalam SKPD dalam bentuk total anggaran dan keluaran masing-masing kegiatan diklat diolah menggunakan SPSS, adapun hasil olah datanya disajikan pada Tabel 1, 2, 3,dan Tabel 4.

Tabel 1 Ringkasan Model Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of The Estimate

Durbin Watson

1 0,983a 0,966 0,962 6.642.449,02132 1,267

Sumber: Output Olah Data SPSS

Tabel 2 Koefisien Unstandardized Coefficients Model

B Beta

Standardized

Coefficients t Sig.

Konstanta 4.883.716,13 3.971.893,65 1,230 0,247

Total Orang 1.216.649,18 72.592,18 0,983 16,760 0,000 Sumber: Output Olah Data SPSS

(9)

Dari hasil output nilai R Square = 96,2%, Sig = 0,00%; secarastatistik angka ini menunjukkan hasil yang baik serta signifikan.Sehingga jika dipindahkan dalam formuladiperoleh Y =Rp.4.883.716+Rp.1.216.649X.

Tabel 3 Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Honorarium Non PNS 12 4.200.000 32.000.000 12.066.666,67 8.689.108,47 Belanja Habis Pakai 12 289.250 39.473.500 4.982.270,83 11.184.116,55 Belanja Bahan

Material 12 0 30.000.000 12.375.000,00 9.315.492,96

Belanja Jasa Kantor 12 700.000 16.250.000 3.211.481,25 4.234.890,15 Belanja Sewa &

Perawatan Kendaraan 12 0 12.424.500 7.063.125,00 5.361.318,77 Belanja Cetak dan

Penggandaan 12 352.500 20.550.000 2.963.612,50 5.714.029,56 Belanja Makan dan

Minum 12 8.000.000 56.000.000 19.862.500,00 12.241.585,70

Tabel 4

Alokasi Objek Belanja

Objek Belanja Rata–Rata Batas Bawah Batas Atas

Honorarium Non PNS 19.30% 5.40% 33.20%

Belanja Habis Pakai 7.97% 0.00% 25.86%

Belanja Bahan Material 19.79% 4.89% 34.69%

Belanja Jasa Kantor 5.14% 0.00% 11.91%

Belanja Sewa & Perawatan Kendaraan 11.30% 2.72% 19.87%

Belanja Cetak dan Penggandaan 4.74% 0.00% 13.88%

Belanja Makan dan Minum 31.77% 12.19% 51.35%

Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa alokasi belanja kegiatan diklat dengan penerapan formula Y =Rp.4.883.716+Rp.1.216.649X, harus mengacu kepada batas bawah, rata-rata dan batas atas masing-masing objek belanja. Dengan diterapkannya formula ini diketahui ada 8 kegiatan diklat yang overfinancingpada SKPD Kabupaten Jembrana (Helwani, 2012).

Belanja Modal adalah belanja kegiatan pembangunan jembatan, konstruksi jalan dan pengairanyang merupakan kegiatan untuk mengadakan prasarana yang dibutuhkan oleh SKPD ataupun masyarakat umum.Anggaran kegiatan pembangunan termasuk pemasangan instalasi sampai dengan prasarana tersebut bisa difungsikan langsung.Berdasarkan semua kegiatan-kegiatan dalam DPA selanjutnya kegiatan- kegiatan yang setara dengan kegiatan pembangunan prasarana dikumpulkan, merupakan sampel data yang akan dianalisis. Dari 387 kegiatan dalam DPA terdapat 10 kegiatan yang setara dengan kegiatan Belanja Modal.

(10)

Cost Driver (pengendali belanja) untuk ASB ini adalah nilai fisik atau konstruksi yang diadakan. Modal konstruksi merupakan hasil perkalian antara standar satuan harga dengan volume. ASB ini lebih ditujukan untuk mengendalikan besaran belanja administrasi panitia pelaksanana kegiatan pendirian prasarana. Hasil olah data dari 10 kegiatan Belanja Modal disajikan pada Tabel 5, 6, 7, dan Tabel 8.

Tabel 5 Ringkasan Model Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of The Estimate

Durbin Watson

1 0,999a 0,997 0,997 246.087.122,80473 2,771

Sumber: Output Olah Data SPSS

Tabel 6 Koefisien Unstandardized Coefficients Model

B Beta

Standardized

Coefficients t Sig.

Konstanta 141.194.561,036 98.009.284,861 1,441 0,188

Nilai Konstruksi 1,006 0,019 0,999 53,427 0,000

Sumber: Output Olah Data SPSS

Dari hasil output nilai R Square = 99,7%, Sig = 0,00%; secarastatistik angka ini menunjukkan hasil yang baik serta signifikan.Sehingga jika dipindahkan dalam formula didapatkan Y = Rp.141.194.561+1,006X. Dari output yang dihasilkan diperoleh rumusan ASB Pendirian Prasarana sebagai berikut: Rp.141.194.561 + (0,006 x Nilai Belanja Modal) + Nilai Belanja Modal

Tabel 7 Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Honorarium PNS 10 0 32.500.000 10.050.000 10.339.917,25

Honorarium Non PNS 10 0 150.000.000 37.741.800 63.827.287,83

Belanja Habis Pakai 10 0 13.621.140 4.242.173 4.102.632,97

Cetak Penggandaan 10 0 6.000.000 957.371 2.004.537,93

Belanja Modal 10 5.000.00.000 14.863.571.500 3.165.087.887 4.355.154.550,77

Pemeliharaan Perl. & Kend. 10 0 4.200.000 420.000 1.328.156,61

Belanja Pemeliharaan 10 0 211.602.000 35.922.700 69.388.514,32

Belanja Bahan/Material 10 0 500.000.000 70.000.000 163.639.169,44 Sumber: Output Olah Data SPSS

Berdasarkan Tabel 8, diketahui bahwa alokasi belanja modal dengan penerapan formula Rp.141.194.561 + (0,006 x Nilai Belanja Modal) + Nilai Belanja Modal, harus mengacu kepada batas bawah, rata-rata dan batas atas masing-masing objek belanja.

(11)

Dengan diterapkannya formula ini diketahui ada 4 Belanja Modal (pembangunan prasarana) yang overfinancing pada SKPD Kabupaten Jembrana (Helwani, 2012).

Tabel 8

Alokasi Objek Belanja

Objek Belanja Rata–Rata Batas Bawah Batas Atas

Honorarium PNS 0.30% 0.00% 0.61%

Honorarium Non PNS 1.14% 0.00% 3.06%

Belanja Habis Pakai 0.13% 0.00% 0.25%

Belanja Cetak dan Penggandaan 0.03% 0.00% 0.09%

Belanja Modal 95.21% 0.00% 100.00%

Pemeliharaan Peralatan & Kendaraan 0.01% 0.00% 0.05%

Belanja Pemeliharaan 1.08% 0.00% 3.17%

Belanja Bahan/Material 2.11% 0.00% 7.03%

SIMPULAN DAN SARAN

Sesuai dengan hasil dan pembahasan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Formulasi Kegiatan Diklat adalah Y = Rp.4.883.716+Rp.1.216.649X sedangkan Formulasi Belanja Modal adalah Rp.141.194.561 + (0,006 x Nilai Belanja Modal) + Nilai Belanja Modal. Terdapat 8 Kegiatan Diklat dan 4 Belanja Modal (pembangunan prasarana) yang overfinancing pada SKPD Kabupaten Jembrana.

Berdasarkan simpulan mengenai Formulasi Kegiatan Diklat dan Formulasi Belanja Modal disarankan kepada Pemkab Jembrana untuk menerapkan formulasi tersebut dalam penyusunan anggaran sehingga bisa menghindari terjadi over atau underfinancing untuk tercapainya anggaran berbasis kinerja yang efisien, ekonomis dan efektif. Penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya dalam penyusunan ASB untuk kegiatan-kegiatan yang ASB-nya belum tersusun.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah H.H., Warokka A., & Kuncoro H. (2011).Budgetary Slack and Entrepreneurial Spirit: A Test of Government Policy Consistency towards Its Campaigned Programs,World Journal of Social Sciences Vol. 1. No. 5.

November 2011. Pp. 175-187

APKASI, GTZ ASSD dan PSEKP UGM. (2009). Penyusunan Analisis Standar Belanja, Pengalaman Praktis di Pemerintah Daerah

Asmadewa, Indra. (2007).Faktor-Faktor yang Mempengaruhi KeefektifanImplementasi Anggaran Berbasis Kinerja:Studi pada Pemerintah Pusat. Tesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

(12)

Badan Pemeriksa Keuangan Pembangan, Jakarta. (2005). Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja (Revisi)

Dara, Amin. (2010). Pengaruh Faktor-Faktor Rasional, Politik dan Kultur Organisasi terhadap Pengadopsian Ukuran Kinerja dan Pengimplementasian Anggaran Berbasis Kinerja Instansi Pemerintah Daerah Lingkup Provinsi Maluku Utara.

Tesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Ferdinand, A.T. (2011). Metode Penelitian Manajemen Pedoman Penelitian untuk Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Ilmu Manajemen, Edisi 3, BP.UNDIP.ISBN: 979-704-254-5, Semarang.

Halim, Abdul. (2001). Anggaran Daerah dan “Fiscal Stress” (Sebuah Studi Kasus pada Anggaran Daerah Provinsi di Indonesia). Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia 16 (4): 346-357.

Halim, Abdul. (2007). Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta.

Helwani, Cut Danila. (2012). Kemungkinan Penerapan Analisis Standar Belanja (ASB) Pada Penganggaran Kabupaten Aceh Timur Tahun 2012. Tesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Mardiasmo. (2004). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Munir Badrul. (2003). Perencanaan Anggaran Kinerja, Memangkas Inefisiensi Anggaran Daerah. Semawa Center, Yogyakarta.

Oktaria, Benny. (2011).Analisis Kendala-Kendala Penerapan Analisis Standar Belanja (ASB) (Studi Kasus pada Kabupaten Katingan - Kalimantan Tengah). Tesis.

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentangPembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Jembrana

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2007 Sebagai Penyempurnaan atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

(13)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Rahayu S., Ludigdo U., & Affandy D. (2007). Studi Fenomenologis terhadap Proses

Penyusunan Anggaran Daerah Bukti Empiris dari Satu Satuan Kerja Perangkat Daerah di Provinsi Jambi. Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar, Unhas 26- 28 Juli 2007.

Ritonga, Irwan Taufiq. (2010). Analisis Standar Belanja Konsep, Metode Pengembagan dan Implementasi di Pemerintah Daerah. Sekolah Pascasarjana UGM

Sarwono, Jonathan.(2011). Mengenal SPSS Statistics 20, Aplikasi Untuk RisetEksperimental. PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2011

Tanjung, Abdul Hafiz. (2010).Peranan Dan Teknik Penyusunan Analisis Standar Belanja dalam Penyusunan APBD. Disampaikan Pada Bimbingan Teknis Penyusunan Standar Biaya Kabupaten Pelalawan, Riau, 24 Maret 2010

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Sebagai Penyempurnaan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Wutsqa, Urwatul. (2011).Dampak Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Perbandingan Sumatera dan Jawa). Tesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah terdapat dua bagian penting dalam masalah penjadwalan pada JRS, yaitu bagaimana menentukan urutan request dalam mengelokasikan

 Kalimat diatas belum efektif, karena penggunaan kata yang berulang dalam satu kalimat (mubazir), dan apabila kata tersebut dihilangkan tidak merubah makna kalimat

- Variabel investasi swasta mempunyai nilai elastistas sebesar 0,478 terhadap tingkat kemiskinan, sedangkan pengeluaran pemerintah sebesar -0,110 terhadap tingkat kemiskinan, hal

Jual beli ayam broiler terjadi di pasar tradisional dan di super market. Pada penelitian ini penulis akan meneliti jual beli ayam broiler yang ada di pasar

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang bertujuan untuk meningkatkan Kemampuan Menyimak Bahasa Indonesia Murid Kelas V SD

Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data tentang pengaruh rencana kerja terhadap motivasi kerja pengelola perpustakaan poltekkes kemenkes aceh dalam penelitian ini

Pada pukul 12.45 WIB, pesaing yang dihadapi Insert Siang adalah FTV Mencoba mengambil jadwal yang berbeda dari program infotainment pesaing lain, program Insert

Apabila terjadi kecocokan (misal template yang digunakan , dan bagian barisan bilangan yang dievaluasi adalah 11), maka untuk selanjutnya kejadian tersebut disebut ‘hit’