i
DISKURSUS KONSEP BERKAH PADA PRAKTIK LABUHAN
YOGYAKARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Discourse Concept of Berkah in Practice Labuhan Yogyakarta in the Islamic
Economics Perpective
Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Zein Muttaqin, S.E.I., M.A
DISUSUN OLEH :
Nama NIM
Gandys Marisha Utami 14423085
Maria Martiani 14423177
PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
يس ْنم ا سفْنأ ر ْ رش ْنم هاب وعن ْ رفْغتْسن ه ْيعتْسن ْحن َّ ْ حْل َ إ اف ه ْ ي ْنم ،ا لا ْعأ تا
ْشأ .هل داه اف ْل ْضي ْنم هل َلضم ْبع ً َ حم َ أ ْشأ هل كْيرش ا ْح ه َاإ هلإ ا ْ أ
نْي ل ْوي لإ اسْحإب ْم عبت ْنم هبْحص هلآ ع َ حم ع لص َم َ ل .هل ْوسر .
Segala Puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lalai terhadap segala tindakan hamba-hamba-Nya, yang ridho-Nya diharapkan oleh sekalian alam dan ampunan-ridho-Nya diminta oleh seluruh makhluk-Nya Shalawat serta salam senantiasa kami haturkan kepada junjungan kita Baginda Rasulullah Muhammad SAW.
Sebagai sebagian dari syarat untuk memenuhi tugas makalah Bahasa Indonesia maka pemakalah menyusun makalah dengan judul “DISKURSUS
KONSEP BERKAH PADA PRAKTIK LABUHAN YOGYAKARTA
PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM”.
Pemakalah menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini tidak bisa lepas dari bimbingan, dorongan, dan bantuan baik materiil maupun non-materiil dari berbagai pihak yaitu dosen pembimbing Bahasa Indonesia Zein Muttaqin S.E.I., M.A yang telah membimbing kami dalam pembuatan tugas makalah ini.
Dengan kerendahan hati, pemakalah memohon maaf kepada seluruh pihak atas segala kesalahan dan hal-hal yang kurang berkenan di hati, hal itu semata-mata karena kelalaian dan kekhilafan dari pemakalah. Semoga dengan penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat kepada banyak pihak, tidak hanya untuk pemakalah, tetapi dikerjakan semata-mata untuk meneguhkan nilai-nilai keislaman. Semoga cita-cita mulia kita selalu mendapat ridho Allah ta’ala dan selalu diberikan petunjuk dalam menghadapi setiap masalah yang akan kita hadapi kelak
Yogyakarta, 15 Desember 2016
Tertanda,
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER ... i
KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iii
BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah ... 1-2
Rumusan Masalah ... 2
Tujuan ... 2 BAB II : PEMBAHASAN
Konsep Praktik labuhan ... 3-4
Konsep Berkah dalam praktik Labuhan dan Ekonomi Islam ... 4-7 Diskurus Konsep Berkah pada Praktik Labuhan Perspektif Ekonomi Islam ... 7-8 BAB III: PENUTUP
Kesimpulan ... 9
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan zaman membuat masyarakat tidak ingin untuk ketinggalan akan informasi-informasi yang sedang hangat untuk di perbincangkan. Sebagian masyarakat telah ikut terseret dengan perkembangan zaman yang kini telah mengubah gaya hidup, kebiasaan dan pola pikir. Namun berbeda halnya dengan kebudayaan atau tradisi yang ada di keraton Yogyakarta. Keraton Yogyakarta merupakan suatu identitas dari kota yang penuh kebudayaan ini. Pengaruh globalisasi atau perkembangan zaman tidak ikut menyeret keraton Yogyakarta untuk lupa akan budaya atau tradisi yang ada. Begitu banyak tradisi atau praktik kebudayaan yang masih kental di lingkungan keraton Yogyakarta, seperti misalnya, praktik labuhan, tradisi sekatenan, pencucian pusaka keraton, gunungan, dan lain sebagainya.
Antusiasme masyarakat pada budaya yang diselenggarakan keraton cukup banyak meskipun sebagian masyarakat sudah terseret dengan arus globalisasi. Masyarakat dari berbagai daerah terpencil atau pedesaan dengan latar belakang usia sudah lanjut usia berbondong-bondong datang untuk menyaksikan praktik labuhan ini. Pengaruh globalisasi tidak sepenuhnya menenggelamkan tradisi atau budaya yang ada di keraton Yogyakarta.
Masyarakat Jawa terkhusus Yogyakarta mayoritas pemeluk agama Islam. Meskipun demikian, masih terdapat pada sebagian mereka yang masih meyakini tentang tradisi-tradisi yang sering dilakukan oleh nenek moyang mereka seperti upacara selamatan serta pemberian kepada arwah-arwah leluhur atau mahluk halus. Salah satu kegiatan rutin yang dilakukan oleh internal keraton yang berkaitan dengan sesembahan ialah praktik
labuhan. Oleh masyarakat upacara ini akrab dengan suatu kegiatan yang memberikan sesajian ke laut lepas ( pantai parangkusomo), Gunung Merapi, dll. Pemberian sesajian dengan motif untuk membuang sial dalam internal keraton dan memohon keselamatan.
2
konsep berkah yang ada di dalam ekonomi Islam.Berkah secara umum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai bantuan (pertolongan), berkat, dan kebahagiaan. Namun didalam ekonomi Islam berkah merupakan salah satu instrumen untuk mencapai ke-maslahah-an atau mencapai manfaat yang berguna tidak hanya bagi duniawai namun juga akhirat.
Dalam makalah ini berkah memiliki dua makna yang mana masyarakat tradisional yang menjalankan praktik labuhan memandang berkah sebagai suatu kebaikan yang datang karena diselenggarakannya oleh keraton Yogyakarta, dan penyelenggarakannya sebagai bentuk ketaatan kepada Tuhan. Apabila tidak dilaksanakan akan mendatangkan musibah atau malapetaka bagi masyarakat sekitar (Jalil, 2015). Di satu sisi ekonomi Islam memandang berkah sebagai pemenuhan kebutuhan spiritual yang bersifat ukhrawi (pahala dan ridha Allah). Oleh karena itu makalah ini akan memfokuskan terkait diskusi tentang bagaimana konsep berkah di dalam praktik labuhan yang pada dasarnya menunjukan perilaku-perilaku mubadzir dalam berkonsumsi. Sehingga tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan konsep berkah pada praktik-praktik yang disinyalir bertolak belakang dengan ajaran Islam.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas bahwasanya terdapat dua makna berkah yaitu berkah di dalam praktik labuhan dan berkah menurut ekonomi Islam.Apakah berkah yang ada dalam praktik labuhan yang pada dasarnya menunjukan perilaku-perilaku mubadzir berkaitan dengan berkah menurut ekonomi Islam. Berdasrakan permasalahan tersebut ditemukan pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep berkah di dalam praktik Labuhan Yogyakarta ? 2. Bagaimana keterkaitan konsep berkah dalam praktik labuhan
Yogyakarta dengan konsep berkah dalam ekonomi Islam ?
C. Tujuan
Berangkat dari pertanyaan pada rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini ialah
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan konsep berkah yang ada di dalam praktik labuhan Yogyakarta
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Praktik Labuhan
Upacara labuhan merupakan salah satu upacara adat yang sejak jaman kerajaan Mataram Islam pada abad ke XIII hingga sekarang masih diselenggarakan secara teratur dan masih berpengaruh dalam kehidupan sosial penduduk di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat meyakini bahwa dengan upacara labuhan secara tradisional akan terbina keselamatan, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat dan negara. Meskipun yang menyelenggarakan upacara labuhan adalah keraton, namun dalam pelaksanaannya di lapangan, rakyat juga turut serta. Masyarakat merasa ikut memiliki upacara adat itu dan menganggap upacara labuhan adalah suatu kebutuhan tradisional yang perlu dilestarikan. Salah satu upacara kraton yang dilaksanakan oleh para Sultan sejak Sultan Hamengkubuwono I adalah upacara adat yang dalam istilah Jawa disebut labuhan. Upacara ini biasanya dilaksanakan di empat tempat yang letaknya berjauhan. Masing-masing tempat itu mempunyai latar belakang sejarah tersendiri sehingga pada. masing-masing tempat tersebut perlu dilakukan upacara labuhan. upacara yang diselenggarakan secara rutin oleh Kraton Yogyakarta dan diadakan sekali dalam setahun. Upacara ini di selenggarakan setiap sehari sesudah upacara tingalan Dalem (ulang tahun kelahiran raja). Upacara Labuhan ini tetap dilakukan sampai saat ini dengan maksud memohon keselamatan dari segala makhluk halus yang ada di Pulau Jawa untuk keselamatan pribadi Sri Sultan, Karaton Yogyakarta dan rakyat Yogyakarta (Astuti, 2010).
Labuhan dilakukan di Pantai Parangkusuma dan di beberapa gunung yang dianggap keramat. Labuhan diberikan di beberapa tempat-tempat tertentu tujuannya adalah untuk menjaga hubungan baik dengan makhluk gaib yang berkuasa di wilayah Yogyakarta. Pada dasarnya di dunia ini manusia juga hidup berdampingan dengan makhluk gaib (Zuhriyah, 2013, p. 102)
Hakikatnya, Labuhan merupakan wujud rasa syukur kepada Sang Pencipta (Heryanto, 2009, p. 30) Adapun sesaji yang dilarungkan ke laut dan gunung-gunung hanya merupakan aktivitas me-nguri-uri
(melestarikan) budaya, tanpa adanya niat untuk manembah kepada sang penjaga laut ataupun gunung (Zuhriyah, 2011).
4
dan Tegal Sari juga masyarakatnya ada yang meyakini praktik labuhan.
Ritual penghormatan kepada laut yang dilakukan oleh komunitas nelayan pantai utara Jawa dikenal dengan istilah Nadran (Cirebon),Sedekah laut
(Jepara, Juwana, Rembang, Tuban)atau Labuhan (Tegal, Pekalongan). Adapun ritual laut yang diselenggarakan oleh nelayan pantai selatan Jawa dikenal dengan istilah Petik laut (Banyubiru-Malang), Larung Sembonyo
(PrigiTrenggalek), Labuhan laut (Gesing-Wonosari Yogyakarta), Sedekah laut (Cilacap) dan berbagai istilah lainnya. Intisari dari pelaksanaan upacara ritual tersebut adalah bentuk penghormatan atau persembahan dari
komunitas nelayan kepada “kekuatan di luar nalar”. Bentuk ritual ini
berkaitan dengan pandangan hidup masyarakat nelayan Jawa (Nadjib, 2013, p. 144). Upacara labuhan yang diadakan keraton Yogyakarta seperti telah dijelaskan sebelumnya adalah bertempat di Gunung Merapi.
Labuhan Merapi yang diselenggarakan setiap tanggal 30 Rajab, menurut penanggalan Jawa. Ritual ini biasanya diikuti oleh orang – orang yang sudah lanjut usia dan para pencinta alam. Barang-barang (ube rampe) yang dibawa adalah milik Sri Sultan HB X, terdiri dari semekan bangun tolak,
semekan gadung, semekan gadung Mlati, Sinjakawung, Komplang, Sinjang kawung alit, kampuh poleng, dester daramuluk, dan peningset udaraga. Upacara labuhan ini dimulai dengan membuka uba rampe yang dibawa dari keraton Yogyakarta, dan mendoakannya dengan memohon
izin pada semua yang “lenggah” di merapi ( penunggu Gunung Merapi) (Gunawan, 2006, p. 175)
B. Konsep Berkah
1) Berkah dalam praktik Labuhan
Pada saat upacara labuhan berlangsung, banyak masyarakat yang datang dan bertujuan untuk mendapatkan berbagai jenis benda sajian, karena benda yang diberi sajian tersebut telah diberi doa selamat, sehingga oleh masyarakat dapat mendatangkah berkah bagi diri mereka (Astuti, 2010, p. 18)
Upacara Labuhan yang diadakan oleh keraton Yogyakarta selain diadakan di pantai parangkusomo Yogyakarta juga diadakan salah satunya di Gunung Merapi. Masyarakat di sekitar lereng Merapi memang sangat kental meyakini hal-hal yang berbau animisme dan dinamisme. Masyarakat yang tinggal di lereng gunung merapi selalu aktif melakukan ritual-ritual seperti labuhan ini dengan simbol gunung merapi yang menurut mereka sangat di hormati dan ritual ini sebagai suatu ketaatan kepada Tuhan (Rahman, 2012) .
5
Tradisi upacara Labuhan memiliki hubungan yang erat dengan masyarakat Parangtritis karena menurut kepercayaan yang mereka anut, jika ritual Labuhan tidak dilakukan, maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya hilangnya pengunjung karena terseret ombak, hasil laut yang merosot drastis,dan tenggelamnya awak kapal di laut. Dari Pengalaman yang terjadi pada masyarakat tersebut, maka masyarakat mempercayai bahwa laut merupakan salah satu sumber kehidupan yang diberikan oleh sang penguasa alam untuk masyarakat Parangtritis yang harus dijaga, dihormati, dan disyukuri (Jalil, 2015)
Antusiasme masyarakat atau wisatawan yang datang menyaksikan upacara atau praktik labuhan ini cukup banyak. Barang-barang milik keraton Yogyakarta yang diiring hingga ke tepi pantai kemudian dihanyutkan ke laut lepas. Hal menarik dari praktik ini ialah barang-barang yang dilarung oleh masyarakat mempercayai bahwa terdapat berkah didalamnya yang telah di berikan doa selamat oleh pihak keraton Yogyakarta. Seperti contoh Uburampe Labuhan tersebut dipercaya akan mendatangkan keberuntungan maupun penglarisan bagi siapa saja yang mendapatkannya (Jalil, 2015, p. 40)
Selain keraton Yogyakarta, daerah sekitaran Jawa juga cukup banyak yang melaksanakan praktik labuhan. Dengan meyakini bahwa terdapat keberkahan bagi kehidupan mereka apabila praktik tersebut dilaksanakan, dan akan menimbulkan malapetaka apabila tidak dilaksanakan, seperti contoh upacara Labuhan Sarangan merupakan suatu tradisi yang digunakan oleh masyarakat setempat sebagai media untuk meminta keselamatan dan mengucap syukur kepada Allah SWT atas berkah yang diterima (Rini, 2012).
2) Berkah dalam Ekonomi Islam
Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi ( kegiatan konsumsi, produksi dan distribusi) rakyat yang di ilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi Islam dapat di definisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mngikuti Al-Qur’an, hadist nabi, ijma’ dan Qiyas (Sudarsono, 2007, p. 13). Salah satu kegiatan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari ialah konsumsi. Sebagai seorang konsumen muslim , seorang individu harus cekatan dalam memahami sumber-sumber barang yang dikonsumsi dan mampu mengidentifikasi apakah barang yang dikonsumsi halal dan mendatangkan keberkahan atau tidak.
6
dikatakan suatu berkah. Dalam sebuah keberkahan bisa saja ada unsur
keuntungan (profit), kebahagian, kepintaran (kecerdasan), keselamatan dll. Di dalam hidup apabila setiap individu fokus terhadap suatu berkah maka hal-hal yang lain akan mengikuti. Namun, apabila seorang individu hanya terpaku pada satu keinginan, seperti contoh , kepuasan dan keuntungan. Bisa saja keduanya didapatkan. Namun belum tentu ada keberkahan yang menyertainya. (Hamidi, 2016).
Kegiatan atau praktik labuhan yang diadakan oleh keraton Yogyakarta setiap tahunnya ini merupakan suatu contoh kegiatan konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat. Karena hal tersebut berkenaan dengan memenuhi kebutuhan hidup. Tujuan konsumsi dalam Islam adalah maslahah dan falah yang di dalamnya mengandung unsur manfaat dan berkah. Unsur manfaat adalah pemenuhan kebutuhan fisik, psikis dan material yang bersifat duniawi. Sedang berkah adalah pemenuhan kebutuhan spiritual yang bersifat ukhrawi (pahala dan ridha Allah) (Misanan, 2011).
Sesuai dengan rasional Islami bahwa setiap perilaku ekonomi selalu ingin meningkatkan maslāhah yang diperolehnya. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan pembalasan yang adil di akhirat serta informasi yang berasal dari Allah SWT. Maslāhah adalah suatu yang dapat memberikan keputusan karena kandungan maslāhah adalah terdiri dari manfaat dan berkah. Perilaku konsumen Muslim dalam hal ini yaitu, seorang konsumen akan mempertahankan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya. Konsumen merasakan adanya manfaat suatu kegiatan konsumsi ketika ia mendapatkan pemenuhan kebutuhan fisik, psikis dan material. Di sisi lain, berkah akan diperoleh ketika ia mengkonsumsi barang atau jasa yang dihalalkan oleh syari‟at Islam. Seorang konsumen Muslim akan merasakan kepuasan apabila kegiatan konsumsinya menimbulkan suatu maslāhah yang didalamnya mengandung manfaat dan berkah (P3EI, 2008, p. 129)
Syarat untuk memperoleh keberkahan adalah dengan selalu berbuat jujur dan mengutamakan prinsip bisnis yang halal menurut
syari’at Islam. Hal ini sesuai dengan dasar dalam mencari rizki yang halal yaitu pada surat Al-Baqarah ayat 167 yang menyuruh kepada setiap muslim untuk mencari rizki yang halal dari jalan manapun (Pranitasari, 2012, p. 7)
7
dalam ekonomi Islam, berkah merupakan suatu instrumen untuk mencapai suatu kebahagian atau mandaat (maslahah) (Khasanah, 2016).
Syari’at Islam menginginkan manusia mencapai dan
memelihara kesejahteraannya. Imam Shatibi menggunakan istilah
‚mas}lahah‛, yang maknanya lebih luas dari sekedar utility atau
kepuasan dalam terminologi ekonomi konvensional. Mas}lahah merupakan sifat atau kemampuan barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan-tujuan dasar dari kehidupan manusia di muka bumi ini (Karim, 2011, p. 62)
C. Diskursus konsep Berkah pada praktik Labuhan perspektif ekonomi Islam
Kebudayaan merupakan hal yang melekat dalam suatu daerah atau di kalangan masyarakat yang dapat di klaim menjadi suatu kekayaan atau warisan budaya. Akulturasi yang terjadi di dalam suatu daerah yakni antara budaya khususnya budaya Jawa dan ajaran Islam menjadi suatu tema yang menarik untuk didiskusikan. Keraton Yogyakarta yang memiliki warisan budaya dimana sampai saat ini masih sering dilaksanakan. Seperti contoh praktik labuhan. Internal keraton setiap tahun mengadakan praktik labuhan ini dengan tujuan untuk “membuang sial”. Begitulah kepercayaan yang melekat di hati masyarakat, terutama masyarakat yang aktif melaksanakan praktik ini. Bagi masyarakat praktik
labuhan ini akan mendatangkan suatu keberkahan bagi siapa saja yang turut serta dalam pelaksanannya. Dan apabila tidak dilaksanakan akan mendatangkan musibah bagi masyarakat.
Salah satu tempat yang dijadikan lokasi praktik labuhan ialah gunung Merapi. Masyarakat sekitar lereng merapi mempercayai bahwa gunung Merapi harus dihormati keberadaannya, dan ritual tersebut harus dilaksanakan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah. Namun, sebagaiman yang dipahami bersama suatu ciri khas ajaran Islam seperti yang dipopulerkan oleh Yusuf Qardhawy adalah keyakinan bahwa agama islam itu merupakan suatu cara hidup dan tatanan sosial yang menyeluruh. Islam telah mengajarkan seseorang Muslim jika bermunajat atau berdoa kepda
Rabb-Nya dalam sholat supaya mengucapkan Iyyakana’budu wa iyyakka nasta’in (kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan (Qardhawy, 1999). Praktik labuhan ini ialah suatu kegiatan konsumsi dimana terdapat suatu ritual yakni menyajikan
turun-8
temurun yang dilakukan oleh nenek moyang yang merupakan suatu budaya dan perlu dilestarikan.
Selain berlokasi di gunung Merapi, praktk labuhan juga diselenggarakan di pantai parangkusomo Yogyakarta. Masyarakat yang turut serta dalam kegiatan tersebut mempercayai bahwa ada terdapat berkah dari barang-barang yang dilautkan ke laut lepas karena telah mendapat doa selamat dari pihak keraton Yogyakarta. Mitos-mitos yang terdapat dalam praktik labuhan ini ialah siapapun yang mendapatkan barang-barang yang dilabuh maka akan memiliki rezeki yang baik, memperpanjang usia, dll. Namun, di dalam Islam sendiri, Allah telah memerintahkan ummat-Nya untuk memohon hanya kepada-Nya tidak kepada suatu barang apalagi manusia. Rezeki itu datangnya hanya dari Allah atas kehendak-Nya. Begitupula dengan usia, tidak ada satupun manusia yang mengetahui kapan mereka harus mengahadap kepada sang
khaliq.Makna berkah yang di pahami oleh masyarakat yang mengikuti praktik labuhan ini adalah berkah yang datang dari doa selamat yang dilakukan oleh pihak keraton Yogyakarta. Pada kenyataannya berkah itu dapat dirasakan manfaatnya apabila hanya datang dari Allah SWT. Berkah akan diperoleh ketika mengkonsumsi barang atau jasa yang dihalalkan oleh syariat Islam. Sementara barang-barang yang dianggap berkah oleh masyarakat dalam praktik labuhan belum tentu dzatnya benar-benar halal.
Labuhan artinya sama dengan larung atau membuang sesuatu di dalam air (sungai atau laut) atau memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di suatu tempat .Upacara Labuhan ini tetap dilakukan sampai saat ini dengan maksud memohon keselamatan dari segala makhluk halus yang ada di Pulau Jawa untuk keselamatan pribadi Sri Sultan, Karaton Yogyakarta dan rakyat Yogyakarta (Astuti, 2010). Sebagai seorang muslim memohon pertolongan hanyalah kepada Allah SWT. Sesajen bukan suatu cara untuk memohon kepada-Nya. Sesajen dalam kasus
labuhan ini ialah memberi sesajen kepada roh halus yang berkuasa di suatu tempat untuk membuang sial. Hal tersebut bertentangan dengan Islam, karena Allah adalah satu-satunya dzat yang maha menolong atas apapun.
9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep berkah dalam praktik labuhan Yogyakarta adalah berkah yang datang karena perayaan atau pelaksaan praktik labuhan. Berkah yang terdapat pada barang-barang yang dilabuh yang sebelumnya diberikan doa selamat oleh pihak keraton Yogyakarta. Berkah yang terkandung di dalam praktik labuhan yang dipercaya oleh masyarakat ialah memperpanjang usia, meningkatkan rezeki, menolak bala, keselalamat dan lain sebagainya. Dari beberapa sumber yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang mengikuti praktik labuhan terkhusus masyarakat muslim salah paham dalam memahami konsep berkah, karena tidak ada keterkaitan berkah dalam praktik labuhan dan berkah dalam ekonomi Islam. Karena berkah yang diyakini dalam praktik labuhan didapatkan melalui ritual-ritual dengan memberikan sesajen pada roh halus (penunggu suatu daerah) untuk meminta keselamatan, selain itu berkah yang diyakini oleh masyarakat adalah karena barang labuhan tersebut telah mendapatkan
doa selamat dari pihak keraton Yogaykarta. Hal tersebut tidak ada di dalam ajaran islam, dalam Islam sendiri telah ditegaskan untuk memohon hanya kepada Allah tanpa ada perantara seperti sesajen , roh halus dll. Berkah dalam ekonomi Islam ialah barang atau jasa yang di konsumsi dihalalkan oleh syariat Islam dan berkah dari barang atau jasa yang didapatkan bersifat ukhrawi (pahala dan ridha Allah).
B. Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Y. (2010). TRADISI UPACARA LABUHAN DI GUNUNG MERAPI PADA MASA SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO IX. UIN Sunan Kalijaga.
Gunawan, R. (2006). Mbah Maridjan: Sang Presiden Gunung Merapi. Jakarta: Gagas Media.
Hamidi, L. (2016). Efisiensi VS Berkah.
Heryanto, F. H. (2009). Mengenal Kraton Yogyakarta. Yogyakarta: Warna Grafika.
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1129/upacara-labuhan-kesultanan-yogyakarta. (26 Agustus 2013).
Jalil, A. (2015). Memaknai Tradisi Upacara Labuhan dan Pengaruhnya terhadap Masyarakat Parangtritis. el Harakah Vol.17 No.1, 40.
Karim, A. A. (2011). Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: Rajawali Press.
Khasanah, U. (2016). RELASI RAHMAH DAN BERKAH DALAM AL-QURAN. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Misanan, M. e. (2011). Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Press.
Nadjib, M. (2013). AGAMA, ETIKA DAN ETOS KERJA DALAM AKTIVITAS EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN JAWA. Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 144.
P3EI. (2008). Ekonomi Islam . Jakarta: PT Raja Grafindo .
Pranitasari, D. (2012). Konsep Berkah Menurut Pandangan Para Pedagang Pasar Klewer. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 7.
Qardhawy, Y. (1999). Anatomi Masyarakat Islam. Jakarta: Oustaka Al-Kautsar.
Rahman, A. A. (2012). Akulturasi Islam dan Budaya MAsyarakat Lereng Merapi : Sebuah Kajian Literatur. Indo-Islamika No 1 Volume 2.
11
Sudarsono, H. (2007). Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar. Yogyakarta: Ekonisia.
Zuhriyah, L. (2013). KOSMOLOGI ISLAM KASULTANAN
NGAYOGYAKARTA HADININGRAT. Fakultas Tarbiyah IAIN Tulung Agung , 102.