• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gangguan Perkembangan pada Anak dan Rema

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Gangguan Perkembangan pada Anak dan Rema"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU ABNORMAL

PADA ANAK DAN REMAJA

Disusun oleh:

SYURAWASTI MUHIDDIN NIM. Q111 12 901

PRODI PSIKOLOGI FAKUTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

(2)

PENDAHULUAN

Gangguan psikologis yang dialami pada masa anak-anak dan remaja seringkali menimbulkan suatu hal yang memilukan. Permasalahan yang terjadi pada mereka harus mereka atasi di tengah kapasitas yang masih terbatas. Apalagi jika mereka tidak di dukung oleh lingkungan sekitarnya. Sebagian permasalahan menghambat anak-anak untuk mengembangkan potensi-potensinya selama perkembangan. Hal ini mengundang pandangan bahwa anak-anak dan remaja dengan permasalahan-permasalahan psikologis yang menimpanya memiliki masa depan yang suram.

Gangguan pada masa kanak-kanak dan remaja sering dikategorikan kedalam dua domain, yaitu gangguan eksternalisasi (externalizing disorders) dan gangguan internalisasi (internalizing disorders). Gangguan eksternalisasi ditandai dengan beberapa tingkah laku seperti agresivitas, ketidakpatuhan, over-active, dan impulsif. Gangguan yang tergolong kategori ini adalah gangguan Attention-Deficit/Hyperactifiy Disorder, gangguan tingkah laku dan gangguan sikap menentang. Sedangkan gangguan internalisasi ditandai dengan tingkah laku seperti depresi, penarikan sosial dan kecemasan. Gangguan yang temasuk kategori ini adalah gangguan kecemasan dan gangguan mood (Kring, et.al, 2012).

Terdapat dua hal yang menjadi tambahan yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan bahwa perilaku anak dan remaja tergolong normal atau tergolong abnormal. Dua hal tersebut adalah usia anak dan latar belakang budaya. Perlu diingat bahwa hal yang secara sosial dapat diterima pada usia tertentu, misalnya ketakutan pada orang asing pada anak-anak usia satu tahun, menjadi tidak dapat diterima di usia yang lebih besar. Anak-anak juga jarang melabel sendiri perilaku mereka sebagai perilaku abnormal. Oleh karena itu, definisi normalitas dan abnormalitas sangat bergantung pada cara tingkah laku tersebut dipandang dari kacamata rang tua pada budaya tertentu. Budaya-budaya dapat bervariasi berkenaan dengan tipe-tipe perilaku yang diklasifikasikan sebagai perilaku abnormal.

(3)

akan dibahas kriteria diagnostiknya. Beberapa gangguan juga dijelaskan mengenai etiologi dan penangannya secara singkat.

MACAM-MACAM PERILAKU ABNORMAL PADA ANAK DAN REMAJA A. Gangguan Perkembangan Pervasif

Gangguan perkembangan pervasif adalah gangguan perkembangan yang dicirikan oleh hendaya yang signifikan pada perilaku dan fungsi di berbagai daerah perkembangan. Gangguan ini umumnya menjadi tampak nytaa pada tahun-tahun pertama kehidupan dan seringkali dihubungkan dengan retardasi mental.

1. Gangguan Asperger (Asperger’s Disorder)

Gangguan lainnya yang bentuknya lebih ringan dari gangguan perkembangan pervasif adalah gangguan Asperger. Gangguan Asperger ditunjukkan dengan defisit pada interaksi sosial dan perilaku stereotip tetapi tanpa disertai keterlambatan yang signifikan pada aspek bahasa dan kogntif seperti pada autsime. Karakteristik diagnostik gangguan Asperger dalam DSM IV-TR adalah sebagai berikut:

 Hendaya yang nyata pada interaksi sosial, misalnya kegagalan mempertahankan kontak mata atau mengembangkan hubungan pertemanan yang sesuai usia, atau kegagalan untuk mencari orang lain guna berbagi aktivitas atau minat yang menyenangkan.

 Perkembangan perilaku, minat dan aktivitas yang sempit, repetitive, dan stereotip (misalnya memainkan tangan atau jari-jari, secara kaku mengikuti rutinitas atau ritual yang tidak jelas tujuannya, amat terkesan pada jadwal kereta api.

 Tidak adanya keterlambatan pada perkembangan bahasa atau kognitif maupun perkembangan self-help atau perilaku adaptif yang tidak berkaitan dengan interaksi sosial.

2. Gangguan Rett (Rett’s Disorder)

(4)

 Pertumbuhan kepala melambat

 Kemunduran pada keterampilan motorik (kehilangan kemampuan keterampilan tangan).

 Perkembangan yang stereotip pada gerakan tangan biasanya seperti gerakan meremas atau mencuci tangan.

 Perkembangan yang buruk pada koordinasi gerakan seluruh badan  Hilangnya minat sosial

 Hambatan yang berat pada perkembangan bahasa  Sering dihubungkan dengan retardasi mental yang bera.

3. Gangguan Disintegratif Masa Kanak-Kanak (Childhood Disintegrative Disorder) Gangguan ini merupakan gangguan perkembangan pervasif yang melibatkan hilangnya keterampilan-keterampilan yang pernah dikuasai oleh fungsi yang abnormal setelah satu periode perkembangan normal pada dua tahun pertama kehidupan. Gangguan ini jarang ada dan bisanya muncul pada laki-laki. Kriteria diagnostik gangguan ini dalam DSM IV (Nevid, dkk., 2003) adalah setelah perkembangan yang tampak normal selama paling tidak 2 tahun pertama kehidupan, terjadi:

 Hilangnya secara signifikan keterampilan-keterampilan yang telah dikuasai sebelumnya seperti pada area pemahaman atau penggunaan bahasa, fungsi sosial atau adaptif, kontrol dalam buang air kecil dan air besa, bermain atau keterampilan motorik.

 Keabnormalan fungsi seperti yang tampak pada gangguan interaksi sosial dan komunikasi, dan perkembangan tingkah laku, minat atau aktivitas yang sempit, stereotip, dan repetitif.

4. Gangguan Spektrum Autisme (Autism Spectrum Disorder)

Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan kegagalan untuk berhubungan dengan orang lain, terbatasnya kemampuan bahasa, perilaku motorik yang terganggu, gangguan intelektual, dan tidak menyukai perubahan dalam lingkungan. Gangguan ini merupakan salah satu gangguan terparah di masa kanak-kanak, bersifat kronis dan berlangsung sepanjang hidup.

(5)

sebelum usia 3 tahun dan dengan ciri kelainan fungsi dalam tiga bidang, yaitu interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas, berulang dan stereotipik. Semua tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya dengan autisme, tetapi pada tiga perempat kasus secara signifikan terdapat retardasi mental.

Berikut adalah kriteria diagnostik dari autisme berdasarkan DSM V APA. Terdapat total dari enam atau lebih item-item dari A, B, dan C di bawah ini, dengan setidaknya dua dari A dan masing-masing satu dari B dan C.

a. Hendaya dalam komunikasi sosial dan interaksi sosial yang dapat ditandai oleh semua hal-hal sebagai berikut:

 Kekurangan/hendaya dalam tingkah laku nonverbal seperti kontak mata, ekspresi wajah dan bahasa tubuh.

 Kekurangan/hendaya dalam perkembangan hubungan sebaya yang sesuai dengan tingkatan usianya

 Kekurangan/hendaya dalam reaksi sosial atau emosional seperti tidak mendekati orang lain, tidak memberikan umpan balik dalam percakapan, tidak bisa berbagi dan menunjukkan minat dan emosi.

b. Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas dan berulang, yang ditandai oleh setidaknya dua dari hal-hal berikut:

 Menunjukkan ucapan, perpindahan gerakan atau penggunaan objek yang stereotip dan berulang (misalnya menjentikkan jari-jari, membenturkan kepala, echolalia)

 Kelekatan berlebihan pada rutinitas, ritual-ritual dalam tingkah laku verbal ataupun nonverbal, sangat resisten dan susah berubah.

 Menunjukkan ketertarikan yang sangat berlebihan dan abnormal dalam fokus, misalnya obsesi dengan bagian-bagian objek tertentu. Contohnya memutar roda mobil-mobilan secara berulang

 Hiper atau hiporeaktif terhadap masukan sensoris atau ketertarikan yang tidak biasa terhadap lingkungan sensori, misalnya terpikat dengan objek yang berputar dan bercahaya.

c. Kemunculannya pada awal periode masa kanak-kanak.

(6)

e. Gangguan tidak dijelaskan dengan gangguan intelektual ataupun keterlambatan perkembangan.

Secara lebih rinci, autisme dapat dispesifikkan menjadi beberapa tipe. Tipe pertama adalah autisme dengan atau tanpa diserta kelemahan/hendaya intelektual; autisme dengan atau tanpa disertai hendaya bahasa; autisme yang diasosiasikan dengan kondisi medis atau genetik yang dikenali atau faktor-faktor lingkungan; autisme dengan gangguan-gangguan neurodevelopmental (neurologis-perkembangan), gangguan mental dan gangguan tingkah laku; serta autisme dengan katatonia.

Penyebab autisme tidak diketahui secara pasti. Namun diduga melibatkan abnormalitas pada otak. Terdapat gangguan neurologis yang melibatkan suatu bentuk kerusakan otak atau ketidakseimbangan kimiawi saraf dalam otak (Perry dkk, Stokstad, dalam Nevid dkk, 2003). Selain itu, terdapat pandangan dari Psikolog O.Ivar Lovaas bahwa anak-anak autistik memiliki defisit perseptual sehingga mereka hanya dapat memproses satu stimulus saja pada waktu tertentu. Akibatnya mereka lambat belajar secara classical conditioning (asosiasi terhadap stimuli). Belum dapat diketahui secara pasti penyebab defisit perseptual dan kognitif tersebut. Mungkin autisme berasal dari penyebab majemuk yang melibatkan lebih dari satu tipe abnormalitas otak (Ritvo & Ritvo dalam Nevid dkk, 2003). Para ahli menduga bahwa penyebab yang mendasari autsime dapat berasal dari kerusakan gen atau pengaruh racun terhadap bayi dalam kandungan.

(7)

B. Gangguan Intelektual / Retardasi Mental

Retardasi mental adalah hendaya atau keterlambatan secara umum pada perkembangan intelektual dan kemampuan-kemampuan adaptif. Dalam DSM V, istilah yang digunakan untuk merujuk pada retardasi mental adalah gangguan intelektual. American Association on Intelectual and Development Disabilties/AAIDD (Kring, et.al. 2012) menjelaskan bahwa gangguan intelektual ditandai oleh keterbatasan yang signifikan dari fungsi-fungsi dan tingkah laku yang tidak adaptif yang diekspresikan dalan keterampilan konseptual, sosial dan keterampilan praktis adaptif.

Kriteria diagnostik gangguan intelektual dalam DSM V adalah sebagai berikut: - Hendayan dalam fungsi-fungsi intelektual, seperti penalaran, pemecahan masalah,

perencanaan, pemikiran abstrak, pertimbangan, pembelajaran akademik, pembelajaran dari pengalaman, yang dibuktikan oleh asesmen klinis dan individual, skor rendah pada tes intelegensi formal, yaitu kira-kira 70 atau di bawahnya.

- Hendaya dalam fungsi-fungsi adaptif yang menghasilkan kegagalan perkembangan dan kegagalan memenuhi standar sosio-kultural untuk kemandirian personal dan tanggung jawab sosial. Tanpa adanya dukungan yang berkelanjutan, hendaya kemampuan adaptif membatasi fungsi-fungsi dalam satu atau lebih aktivitas sehari-hari, seperti komunikasi, partisipasi sosial, dan kemandirian hidup, serta membutuhkan dukungan menjalani kehidupan dalam lingkungan, seperti rumah, sekolah, pekerjaan dan komunitas.

- Kemunculan (onset) dari defisit kemampuan intelektual dan adaptif adalah selama periode perkembangan sebelum usia 18 tahun.

(8)
(9)

keterampilan dengan menggunakan kaki, tangan, dan rahang;

memerlukan pengawasan yang

ketat.

melakukan self-maintanance

Sumber : Essentials of Psychology (Edisi 6) oleh S.A Rathus (1996) dalam Nevid, dkk, 2003. Copyright 2001.

Gangguan intelektual dapat disebabkan oleh aspek biologis, psikososial, atau kombinasi dari keduanya (APA dalam Nevid dkk, 2003). Penyebab biologis mencakup gangguan kromosom dan genetis, penyakit infeksi, dan penggunaan alkohol pada saat ibu mengandung. Kasus-kasus lain disebabkan oleh faktor dari budaya atau keluarga, seperti pengasuhan dalam lingkungan rumah yang miskin. Berikut adalah gambaran mengenai penyebab gangguan intelektual dari berbagai aspek.

1) Sindrom Down dan Abnormalitas Kromosom Lainnya.

Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 sehingga menyebabkan jumlah kromosom menjadi 47, bukan 46 seperti pada individu normal (Wade dalam Nevid dkk, 2003). Sindorm down merupakan kelainan yang paling umum menyebabkan retardasi mental dan anomali fisik yang beragam, seperti gangguan pada pembentukan jantung dan kesulitan pernapasan. Penyebab retardasi mental lainnya adalah sindrom Klinefelter yang hanya muncul pada laki-laki, ditandai oleh adanya ekstra kromosom X sehingga menghasilkan kromosom XXY, bukan XY yang biasanya dimiliki laki-laki normal. Selain itu, ada juga kelainan kromosom yang disebut sindrom Turner yang hanya ditemukan pada wanita. Sindorm Turner ditandai oleh adanya kromosom seks X tunggal, bukannya ganda seperti pada wanita normal.

2) Sindrom Fragile X dan Abnormalitas Genetis Lainnya.

(10)

makanan. Konsekuensinya, phenylalanine dan turunannya, asam phenylpyruvic, menumpuk dalam tubuh dan menyebabkan kerusakan pada sistem saraf pusat yang mengakibatkan retardasi mental dan gangguan emosional. Kemunculan retardasi mental dapat diminimalkan dengan mengontrol pola makan secara ketat.

3) Faktor-Faktor Prenatal

Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi atau penyalahgunaan obat selama ibu mengandung. Penyakit ibu selama mengandung dapat ditularkan kepada fetus dan berefek sangat tragis pada fetus tersebut. Meskipun ibu hanya mengalami gejala-gejala ringan atau tidka merasakannya sama sekali. Penyakit ibu yang dapat menyebabkan retardasi mental adalah sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital. Selain itu, obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan dapat memengaruhi bayi melalui plasenta, misalnya saja ibu yang meminum alkohol. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera kepala, menempatkan anak pada risiko yang lebih besar terhadap gangguan neurologis, termasuk retardasi mental. Kelahiran prematur misalnya, dapat menimbulkan risiko retardasi mental dan gangguan perkembangan lainnya.

4) Faktor Budaya dan Keluarga

Faktor-faktor psikososial, seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang tidak memberikan stimulasi intelektual, penelantaran dan kekerasan dari orang tua, dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan retardasi mental, terutama pada tingkatan ringan. Bentuk retardasi mental ringan yang dipengaruhi oleh lingkungan rumah yang miskin disebut sebagai retardasi budaya-keluarga (cultural-familial retardation).

(11)

C. Gangguan Belajar (Learning Disabilities)

Gangguan belajar adalah defisiensi pada kemampuan belajar spesifik dalam konteks intelegensi normal dan adanya kesempatan untuk belajar. Dalam DSM V, gangguan belajar dikategorikan dalam neurodevelopmental disorder, khususnya specific learning disorder. Berikut adalah kriteria diagnostik dari gangguan belajar spesifik dalam DSM V:

1. Kesulitan dalam belajar dan menggunakan keterampilan akademik, yang diindikasikan dengan adanya paling sedikit satu dari simtom berikut ini yang persisten selama sekurang-kurangya enam bulan dan tidak konsisten dengan umur individu, pendidikan dan intelegensi.

a) Tidak tepat atau lambat dalam upaya membaca kata. b) Kesulitan memahami arti dari apa yang dibaca c) Kesulitan dalam mengeja

d) Kesulitan dengan ekspresi tertulis

e) Kesulitan mengusasi angka atau perhitungan f) Kesuliatn dengan penalaran matematika.

2. Gangguan yang signifikan dengan pencapaian akademik atau aktivitas dalam kehidupan sehari-hari.

3. Kesulitan belajar dimulai selama usia sekolah tetapi dapat menjadi tidak nyata sepenuhnya sampai tuntutan untuk keterampilan akademik yang dipengaruhi melampaui kemampuan terbatas individu.

4. Kesulitan belajar tidak disebabkan oleh gangguan intelektual, kesalahan visual atau ketajaman auditori, gangguan mental atau neurologis lainnya, tidak terpenuhinya aspek psikososial, kekurangan keahlian dalam bahasa instruksi akademik dan tidak adanya pendidikan.

(12)

Dalam DSM-V, terdapat tiga tipe gangguan belajar, yaitu gangguan yang dikaitkan dengan kekurangan dalam kemampuan membaca (meliputi keakuratan membaca kata, kelancaran membaca, dan pemahaman bacaan), kekurangan dalam kemampuan menulis (meliputi keakuratan ejaan, keakuratan dalam tata bahasa dan pembubuhan tanda baca, kejelasan atau organisasi dalam ekspresi tulisan), serta kekurangan dalam kemampuan matematika (meliputi arti angka, menghafal angka, kelancaran berhitung dan keakuratan penalaran matematika).

1. Gangguan Matematika (Dyscalculia)

Gangguan matematika menggambarkan anak-anak dengan kekurangan kemampuan aritmetika. Mereka memiliki masalah dalam memahami istilah-istilah matematika dasar atau operasi matemtika serta mengalami masalah memahami simbol-simbol matematika. Mereka akan kesulitan belajar mengenai tabel perkalian. Masalah ini mungkin tampak sejal anak duduk di kelas 1 SD tetapi umumnya tidak dikenali sampai anak duduk di kelas 2 dan 3 SD.

2. Gangguan Menulis

Gangguan menulis mengacu pada seseorang (umumnya anak-anak) dengan keterbatasan kemampuan menulis yang dapat muncul dalam bentuk kesalahan mengeja, tata bahasa, tanda baca ataupun kesulitan dalam membentuk kalimat dan paragraf. Kesulitan menulis yang parah umumnya tampak pada anak kelas 2 SD, walaupun kasus-kasus lebih ringan mungkin tidak dikenali sampai kelas 5 SD atau setelahnya.

3. Gangguan Membaca (Disleksia)

Gangguan membaca mengacu pada seseorang yang memiliki perkembangan keterampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata dan memahami bacaan. Anak-anak yang menderita disleksia membaca dengan lambat dan sulit. Mereka mengubah, menghilangkan, atau mengganti, kata-kata ketika membaca dengan keras. Mereka memiliki kesulitan menguraikan huruf-huruf dan kombinasinya serta mengalami kesulitan menerjemahkannya menjadi suara yang tepat (Miller-Medzon dalam Nevid, dkk., 2003). Selain itu, mereka mungkin juga salah mempersepsikan huruf-huruf seperti jungkir balik atau melihatnya secara terbalik. Disleksia biasanya tampak pada anak usia 7 tahun, walaupun kadang-kadang sudah dikenali pada usia 6 tahun.

(13)

beberapa kesulitan belajar dalam satu atau dua domain akademik. Individu dapat berfungsi dengan baik ketika diberikan akomodasi yang cukup atau layanan dukungan, khususna selama masa-masa sekolah. Tingkatan sedang ditandai dengan kesulitan belajar dalam satu atau lebih domain akademik, sehingga individu tidak munkin menjadi cakap tanpa pengajaran yang intensif dan khusus dalam interval waktu tertentu selama masa-masa sekolah. Tingkatan berat ditandai dengan kesulitan belajar yang ekstrem, memengaruhi berbagai domain akademik sehinga individu tidak mungkin mempelajari keterampilan tanpa pengajaran individual yang khusus dan intensif serta berkelanjutan selama hampir seluruh waktu selama masa-masa sekolah.

Hipotesis-hipotesis tentang penyebab gangguan belajar cenderung terfokus pada masalah-masalah kognitif-perseptual dan kemungkinan faktor-faktor neurologis yang mendasarinya. Banyak anak dengan gangguan belajar memiliki masalah dengan persepsi visual dan auditori. Hal ini dapat mengindikasikan adanya abnormalitas pada jalur otak yang memproses informasi visual dan auditori pada otak. Selain itu, faktor genetis juga berperan dalam disleksia. Intervensi-intervensi untuk gangguan belajar umumnya menggunakan beberapa perspektif, yaitu model psikoedukasi, model behavioral, model medis, model neuropsikologi, model linguistik, dan model kognitif (Lyon & Moats dalam Nevid dkk, 2003).

D. Gangguan Komunikasi (Communication Disorder)

(14)

childhood-onset fluency disorder (stuttering), social (pragmatic) communication disorder, and gangguan komunikasi spesifik dan tidak spesifik lainnya.

Language Disorder

Kriteria diagnostik utama dari gangguan bahasa adalah kesulitan dalam akuisisi/perolehan dan penggunaan bahasa oleh karena kekurangan dalam pemahaman atau produksi kosa kata, struktur kalimat dan wacana. Defisit bahasa tampak pada komunikasi lisan, komunikasi tulisan dan bahasa isyarat. Pembelajaran bahasa dan penggunaannya bergantung pada keterampilan respetif dan ekspresif. Kemampuan ekspresif merujuk pada produksi vokal, gesture, dan tanda-tanda verbal, sedangkan kemampuan reseptif merujuk pada proses penerimaan dan pemahaman pesan bahasa. Gangguan bahasa biasanya memengaruhi kosa kata dan tata bahasa, dan efek-efek ini kemudian membatasi kemampuan untuk membentuk wacana/pembahasan. Kata-kata dan frasa pertama anak-anak cenderung terlambat dalam kemunculan, ukuran kosa kata lebih kecil dan kurang bervariasi dari pada yang diharapkan, kalimat-kalimat lebih pendek dan kurang kompleks dengan tata bahasa yang eror, khususnya dalam bentuk lampau.

Speech Sound Disorder / Gangguan Fonologik

(15)

prasekolah. Terapi bicara seringkal membantu dan pada kasus-kasus yang lebih ringan dapat teratasi dengan sendirinya pada usia 8 tahun.

Childhood-Onset Fluency Disorder / Gagap

Gagap melibatkan gangguan pada kemampuan untuk berbicara secara lancar dengan waktu yang tepat. Untuk dapat didiagnosis sebagai gagap, kurangnya kelancaran berbicara harus tidak sesuai dengan usia anak. Gagap biasanya dimulai pada usia antara 2 sampai 7 tahun dan terdapat sekitar 1 di antara 100 anak sebelum pubertas (APA dalam Nevid, dkk, 2003). Gangguan ini ditandai oleh satu dari beberapa karateristik berikut: 1) repetisi dari suara-suara dan suku kata; 2) perpanjangan pada suara-suara tertentu; 3) penyisipan suara-suara yang tidak tepat; 4) kata-kata yang terputus, seperti adanya jeda di antara kata-kata yang diucapkan; 5) hambatan dalam berbicara; 6) circumlocution (subtitusi kata-kata alternatif untuk menghindari kata-kata yang bermasalah); 7) tampak adanya tekanan fisik ketika mengucapkan kata-kata; serta 8) repetisi dari kata yang terdiri dari suku kata tunggal (misalnya, “S-s-saya senang).

Gagap dapat teratasi tanpa penanganan. Gagap umumnya akan menghilang pada 80 % anak sebelum usia 16 tahun. Gagap dipercaya melibatkan interaksi faktor genetis dan lingkungan. Pada beberapa kasus, mungkin ada penyebab kecemasan sosial dan fobia sosial, paling tidak pada orang dewasa yang gagap. Penanganan pada gagap dan gangguan komunikasi lainnya dilakukan melalui terapi bicara dan konseling psikologis untuk kecemasan sosial dan masalah-masalah emosional lainnya.

Social (Pragmatic) Communication Disorder

(16)

E. Gangguan Attention- Deficit/Hyperactivity (ADHD)

Ganguan attention-defiict hyperactivity merupakan gangguan perkembangan yang ditandai oleh aktivitas motorik berlebih dan ketidakmampuan untuk menfokuskan perhatian. Kriteria diagnostik ADHD dalam DSM V adalah sebagai berikut:

1. Suatu pola persisten dari ketidakacuhan dan/atau hiperaktif-impusif yang menggangu fungsi atau perkembangan, yang ditandai dengan poin a dan/atau poin b:

Enam (atau lebih) dari gejala di bawah ini yang telah menetap selama sekurang-kurangnya 6 bulan pada suatu tingkat yang tidak konsisten dengan tingkat perkembangan dan berpengaruh negatif secara langsung pada aktivitas sosial dan akademik/pekerjaan:

Catatan: gejala tidak hanya merupakan manifestasi dari tingkah laku melawan, menentang, permusuhan atau kegagalan dalam memahami tugas atau isntruksi. Untuk remaja yang lebih tua dan dewasa (usia 17 tahun atau lebih), sekurang-kurangnya lima simtom diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

a. Tidak adanya perhatian (inattention):

1) Selalu gagal dalam memberikan perhatian pada detail atau membuat kesalahan yang ceroboh dalam tugas sekolah, pada pekerjaan, atau selama aktivitas lainnya.

2) Selalu mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian dalam tugas atau saat melakukan aktivitas, misalnya selama kuliah, bercakap-cakap, atau membaca bacaan yang panjang.

3) Selalu tampak tidak mendengarkan ketika berbicara secara langsung (pikiran terlihat berada di tempat lain, meskipun tidak ada pengalih perhatian/distraksi).

4) Selalu tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah, pekerjaan atau kewajiban di tempat kerja.

5) Selalu mengalami kesulitan dalam mengorganisasikan tugas-tugas dan aktivitas.

6) Selalu menghindar, tidak menyukai atau enggan untuk terlibat dalam tugas yang memerlukan upaya untuk mempertahakan mental.

(17)

8) Selalu dengan mudah dialihkan oleh stimulus eksternal (untuk remaja dan orang dewasa, distraksi dapat menyangkut pikiran yang tidak berhubungan) 9) Selalu lupa dengan aktivitas sehari-harinya.

b. Hiperaktif dan impulsif:

1) Selalu gelisah atau mengetukkan tangan atau kaki atau menggeliat di tempat duduk.

2) Sellau meninggalkan tempat duduk dalam situasi ketika diharapkan untuk tetap duduk, misalnya meninggalkan tempat di ruang kelas.

3) Selalu berlari atau melompat pada situasi di mana tidak sesuai untuk melakukannya (pada remaja dan orang dewasa, dapat terbatas pada perasaan gelisah).

4) Selalu tidak mampu untuk melakukan atau terikat pada aktivitas yang santai dengan tenang.

5) Selalu bertindak “on the go” berakting seperti sedang dibawa oleh motor. 6) Selalu berbicara secara berlebihan.

7) Selalu menceplos dalam menjawab sebelum suatu pertanyaan selesai. 8) Selalu mengalami kesulitan menunggu gilirannya.

9) Selalu menginterupsi atau mencampuri urusan orang lain.

2. Beberapa gejala ketidakacuhan atau gejala hiperaktif-impulsif muncul sebelum usia 12 tahun

3. Bebrapa gejala ketidakacuhan atau gejala hiperaktif-impulsif muncul dalam dua atau lebih setting (misalnya, di rumah, sekolah, atau tempat kerja; dengan teman atau relasi; atau dalam aktivitas lainnya).

4. Ada bukti yang jelas bahwa simtom tesebut mengganggu atau menurunkan kualitas dari fungsi-fungsi sosial, akademik atau pekerjaan.

5. Simtom tidak semata-mata terjadi selama periode skizofrenia atau gangguan psikotik lainnya dan tidak dijelaskan oleh gangguan mental lainnya (seperti gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif, gangguan kepribadian dan gangguan karena penggunaan zat).

(18)

kombinasi yang ditandai oleh tidak adanya perhatian dan hiperaktivitas-impusivitas tingkat tinggi (APA dalam Nevid dkk, 2003).

Penyebab ADHD belum diketahui secara pasti. Namun terdapat pengaruh dari faktor biologis dan lingkunga. Kring dkk (2012) menjelaskan etiologi ADHD bahwa beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab ADHD adalah faktor genetik. Selain itu, faktor neurobiologis yang berkaitan dengan struktur otak yang abnormal akibat faktor prenatal dan keracunan dari lingkungan. ADHD lebih banyak terjadi pada anak-anak yang ibunya merokok selama kehamilan daripada anak-anak lain (Milberger dkk. dalam Nevid dkk., 2003). Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan kerusakan otak selama perkembangan prenatal. Faktor penyebab lainnya adalah faktor psikososial seperti tingginya konflik dalam keluarga, stress emosional selama kehamilan, dan buruknya pengasuhan orang tua dalam menangani gangguan perilaku anak.

Penanganan ADHD umumnya ditempuh dengan dua cara, yaitu terapi obat dan terapi psikologis. Terapi obat dilakukan dengan memberikan obat-obatan stimulan seperti Ritalin untuk membuat anak lebih tenang dan perhatian, misalnya pada tugas sekolah. Terapi psikologis diberikan dalam bentuk terapi kognitif-behavioral (CBT) untuk membantu mengembangkan perilaku yang lebih tepat dan keterampilan memperhatikan.

F. Gangguan Distruptif, Implus-Kontrol dan Tingkah Laku. Gangguan Tingkah Laku (CD)

Gangguan tingkah laku (Conduct Disorder/CD) merupakan gangguan psikologis pada anak-anak dan remaja yang ditandai oleh perilaku bermasalah dan antisosial. Bila anak-anak ADHD tampaknya tidak mampu mengontrol perilaku mereka, anak-anak dengan gangguan tingkah laku secara sengaja melakukan perilaku antisosial yang melanggar norma-norma sosial dan hak orang lain. Dalam DSM-V, gangguan tingkah laku memiliki penggolongan tersendiri, berbeda dari gangguan neurologis-perkembangan. Gangguan tingkah laku dikategorikan dalam “distruptive, implus-control, and conduct disorder / gangguan distruptif, implus-kontrol dan tingkah laku”.

(19)

dari gejala berikut sebelum 12 bulan dan setidaknya satu di antaranya muncul sebelum 6 bulan:

a. Agresi terhadap orang dan binatang, misalnya melakukan bullying, menginisiasi perlawanan fisik, kejam secara fisik terhadap orang atau binatang, memaksa seseorang melakukan aktivitas seksual.

b. Penghancuran properti, misalnya melakukan pembakaran (fire-setting) dan vandalisme.

c. Melakukan penipuan dan pencurian, misalnya merusak dan masuk ke rumah orang lain atau ke dalam mobil, melakukan tipu daya dan pencurian barang di toko.

2. Pelanggaran yang serius terhadap aturan-aturan, misalnya keluar rumah di malam hari sebelum usia 13 tahun dan menentang aturan orang tua, sering membolos sebelum usia 13 tahun .

3. Kekacauan dalam tingkah laku menyebabkan hendaya secara signifikan dalam fungsi sosial, akademik atau pekerjaan.

4. Jika individu berusia 18 tahun atau lebih tua, kriteria tidak ditemukan pada gangguan kepribadian antisosial.

Gangguan tingkah laku lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dan bentuknya berbeda di antara laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki bentuknya lebih kepada mencuri, berkelahi, merusak, atau masalah disiplin di sekolah. Sementara pada perempuan lebih cenderung pada berbohong, membolos, lari dari rumah, penggunaan obat-obatan, dan pelacuran. Studi longitudinal memperlihatkan bahwa anak-anak sekolah dasar dengan gangguan tingkah laku cenderung lebih sering terlibat dalam aksi kenakalan ketika mulai memasuki masa remaja dibandingkan anak-anak lain (Tremblay dkk dalam Nevid dkk, 2003).

Gangguan Sikap Menentang (ODD)

(20)

2003). ODD mungkin juga adalah awal atau bentuk yang lebih ringan dari gangguan tingkah laku (Abikoff & Klein; Biederman dkk. dalam Nevid dkk., 2003). ODD lebih terkait dengan gangguan tingkah laku yang bukan kenakalan dan CD melibatkan perilaku kenakalan (Rey dalam Nevid dkk, 2003).

Berikut ini adalah kriteria diagnostik untuk ODD dalam DSM V:

1. Pola kemarahan atau mood yang mudah kesal, perilaku argumentatif/menentang, atau kebencian yang menetap setidaknya 6 bulan yang dibuktikan dengan setidaknya 4 simtom dari beberapa kategori berikut dan ditunjukkan selama interaksi dengan sedikitnya satu individu yang bukan saudara.

- Kemarahan / Mood yang mudah marah: 1) selalu kehilangan temper (mudah marah); 2) selalu mudah tersinggung atau merasa diganggu; 3) selalu marah dan cemburu.

- Perilaku argumentatif dan menantang: 4) selalu beragumentasi dengan figure otoritas atau untuk anak-anak dan remaja dengan orang dewasa; 5) selalu menantang secara aktif atau menolak untuk memenuhi permintaan dari figure otoritas atau menolak menaanti aturan; 6) selalu mengganggu orang lain dengan sengaja; 7) selalu menyalahkan orang lain atas kesalahan atau kelakuan buruknya. - Kebencian: 8) merasa sebal dan benci sekurang-kurangnya dua kali dalam enam

bulan berlalu.

2. Kekacauan tingkah laku yang diasosiasikan dengan distres dalam individu atau orang lain dalam konteks sosial yang terdekat (seperti keluarga, kelompok sebaya, dan kolega kerja), atau berpengaruh secara negative pada fungsi sosial, pendidikan, dan pekerjaan atau fungsi-fungsi dalam area lainnya.

3. Tingkah laku tidak semata-mata terjadi selama masa psikotik, penggunaan zat, depresi atau gangguan bipolar. Selain itu, kriteria tidak ditemukan pada gangguan disregulasi mood distruptif.

(21)

psikodinamika melihat ODD sebagai tanda dari adanya konflik orang tua dan anak yang tidak terselesaikan atau kontrol orang tua yang terlalu ketat. ODD merupakan tanda fiksasi pada masa anal perkembangan psikoseksual, ketika konflik anak dan orang tua muncul pada toilet training. Teoritikus belajar melihat perilaku menentang muncul akibat penggunaan strategi reinforcement yang tidak tepat dari orang tua. Orang tua dengan mudah “menyerah” pada tuntutan anak setiap kali anak menolak untuk patuh pada harapan orang tua sehingga kemudian menjadi suatu pola. Beberapa penelitian lain memfokuskan pada cara-cara anak dengan gangguan perilaku memproses informasi. Gangguan perilaku juga dapat muncul karena pengaruh teman sebaya.

Penanganan yang dapat dilakukan untuk ganggguan perilaku (CD dan ODD) adalah family treatment. Pelatihan dapat diberikan kepada orang tua untuk membantu menggunakan reinforcement secara lebih tepat. Selain itu terdapat program penanganan residential, pengelolaan amarah dan terapi multisistem yang lebih luas dan cukup menjanjikan untuk mengatasi kenakalan remaja. Terapi-terapi yang diberikan bertujuan membantu mengembangkan perilaku sosial yang lebih tepat.

G. Motor Disorder

Motor Disorder merupakan gangguan yang berkaitan dengan koordinasi gerakan pada anak-anak. Ada tiga jenis gangguan motorik dalam DSM V yang juga digolongkan sebagai gangguan neurologis-perkembangan, yaitu Developmental Coordination Disorder, Stereotypic Movement Disorder, dan Tic Disorder.

Developmental Coordination Disorder

Kriteria diagnostik untuk gangguan koordinasi perkembangan ini dalam DSM-V adalah sebagai berikut:

1. Akuisisi dan pelaksanaan keterampilan gerak yang terkoordinasi sebagian besar di bawah harapan atau tidak sesuai dengan usia kronologis individu dan kesempatan yang telah diberikan untuk memperlajari keterampilan tersebut. Kesulitan ditunjukkan dengan adanya kecanggungan dalam gerak.

(22)

3. Onset (kemunculan) gelaja pada periode perkembangan awal.

4. Defisit keterampilan gerak tidak dijelaskan oleh adanya gangguan intelektual atau kekurangan daya visual dan tidak disebabkan oleh kondisi neurologis yang memengaruhi pergerakan.

Faktor yang menyebabkan gangguan ini diduga berasal dari faktor lingkungan serta faktor genetik dan fisiologis. Gangguan koordinasi perkembangan biasanya disebabkan oleh konsumsi alkohol selama masa kehamilan dan dikaitkan dengan kelahiran anak dengan berat badan yang ringan. Kekurangan yang muncul juga disebabkan oleh hendaya dalam persepsi visual-motor dan pembentukan mental spasial. Keduanya ditemukan dan berpengaruh pada kemampuan untuk menciptakan penyesuaian motorik. Disfungsi cerebellar juga telah ditemukan menyebabkan gangguan koordinasi perkembangan ini, tetapi dasar neurologis gangguan ini masih tetap belum jelas.

Stereotypic Movement Disorder

Kriteria diagnostik untuk gangguan pergerakan stereotipe ini dalam DSM-V adalah sebagai berikut:

1. tingkah laku repetitif, tampaknya dibawa atau digiring, dan tampaknya tidak memiliki tujuan (Mislanya mengoyangkan atau melambaikan tangan, mengayunkan badan, membenturkan kepala, menggigit diri sendir dan memukul badan sendiri). 2. Tingkah laku motorik yang repetitif menganggu aktivitas sosial, akademik, atau

aktivitas lainnya dan dapat mengakibatkan cedera. 3. Kemunculan pada periode perkembangan awal

4. Tingkah laku motorik repetitive tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi neurologis dan tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis perkembangan dan gangguan mental lainnya.

Gangguan ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu gangguan dengan perilaku melukai diri sendiri dan gangguan tanpa perilaku meluka diri sendiri. Gangguan pergerakan steroetipe dimulai pada 3 tahun pertama kehidupan. Gangguan yang sederhana biasanya terjadi pada masa infancy dan dapat melibatkan akusisi penguasaan gerak.

(23)

diri yang dapat mengembangkan aksi streotipe dengan perilaku repetitive melukai diri sendiri. Tekanan/stres lingkungan juga dapat memicu tingkah laku stereotipe. Rasa takut dapat mengubah keadaan fisiologis, meningkatkan frekuensi tingkah laku stereotipe. Fungsi kognitif yang rendah juga dihubungkan dengan risiko yang besar untuk terjadinya tingkah laku stereotipe, misalnya karean adanya gangguan intelektual dan ganggua perkembangan pervasif.

Tic Disorder.

Tic adalah pergerakan motorik atau pengucapan tanpa ritmik, berulang, cepat dan tiba-tiba. Dalam DSM V ada tiga tipe utama gangguan Tic, yaitu sebagai berikut: 1. Tourette’s Disorder (Gangguan Tourette)

a) Terdapat kedua gejala yaitu gerak ganda dan satu atau lebih tic vokal yang muncul pada beberapa waktu selama kesakitan, meskipun tidak semestinya secara simultan.

b) Tic dapat bertambah dan menurun frekuensinya tetapi tetap menetap lebih dari 1 tahun sejak kemunculan tic yang pertama.

c) Kemunculannya adalah sebelum usia 18 tahun

d) Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat/obat atau kondisi medis lainnya (seperti penyakit Huntington).

2. Persisten (Chronic) Motor or Vocal Tic Disorder

a) Gerak ganda atau tunggal atau tic vokal yang telah menetap selama kesakitan tetapi bukan keduanya (gerak dan vokal; hanya salah satunya)

b) Tic dapat bertambah dan berkurang frekuensinya tetapi tetap menetap lebih dari satu tahun sejak onset tic pertama

c) Onsetnya adalah sebelum usia 18 tahun

d) Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat/obat atau kondisi medis lainnya (seperti penyakit Huntington).

e) Kriteria tidak ada yang ditemukan sebagai penyakit Tourette. 3. Provisional Tic Disorder

a) Gerak ganda atau tunggal dan/atau tic vokal

(24)

d) Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat/obat atau kondisi medis lainnya (seperti penyakit Huntington).

e) Kriteria tidak ditemukan sebagai Touretee’s disorder atau persistent (chronic) motor or vocal tics disorder

Faktor yang menyebabkan tic disorder dalam DSM-V adalah sebagai berikut: - Temparamen. Tic akan diperburuk oleh kecemasan, kegembiraan, dan kelelahan

dan akan lebih baik selama tenang, aktivitas terfokus.

- Lingkungan. Mengamati gesture atau suara dari orang lain dapat menyebabkan individu dengan Tic disorder membuat gesture atau suara yang sama, yang mana dapat dipersepsikan secara tidak benar oleh orang lain sebagai suatu yang disengaja. Hal ini dapat menjadi masalah tertentu ketika individu berinteraksi dengan figure otoritas.

- Genetik dan fisiologis. Faktor genetik dan lingkungan memengaruhi ekspresi gejala tic dan keparahannya. Alel yang penting berisiko untuk menyebabkan gangguan Tourette dan gen yang memiliki variase yang jarang ditemukan dalam keluarga yang menderita tic disorder. Komplikasi persalinan, usia orang tua yang lebih tua, kelahiran bayi dengan berat badan rendah, dan ibu yang merokok selama kehamilan diasosiasikan dengan tingkat keparahan tic yang buruk.

H. Kecemasan dan Depresi Kecemasan (Anxiety)

Kecemasan dan ketakutan merupakan ciri normal pada masa kanak-kanak dan remaja, seperti halnya pada orang dewasa. Ketakutan anak-anak misalnya pada gelap dan binatang tertentu adalah hal yang biasa dan akan hilang dengan sendirinya. Kecemasan dianggap tidak normal apabila berlebihan dan menghambat fungsi akademik dan sosial atau menjadi menyusahkan atau persisten. Anak-anak dan remaja juga dapat mengalami gangguan kecemasan yang dapat didiagnosis termasuk fobia spesifik, fobia sosial, gangguan kecemasan menyeluruh, dan PTSD. Tipe gangguan yang umumnya berkembang pada awal masa kanak-kanak adalah gangguan kecemasan akan perpisahan.

(25)

pengasuh lainnya. Kecemasan akan perpisahan tersebut persisten dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Anak-anak dengan gangguan ini cenderung terikat pada orang tua dan mengikuti ke mana pun mereka berada di lingkungan rumahnya. Anak-anak itu dapat mengemukakan kecemasan tentang kematian dan memaksa seseorang untuk menemani saat mereka tidur. Ciri lain dari gangguan ini adalah mimpi buruk, sakit perut, mual dan muntah ketika mengantisipasi perpisahan (seperti pada hari-hari sekolah), memohon agar orang tua tidak pergi, atau temper tantrum bila orang tua akan pergi. Anak-anak ini dapat menolak pergi ke sekolah karena takut bahwa sesuatu akan terjadi pada orang tua ketika mereka pergi.

Pada tahun-tahun sebelumnya, gangguan kecemasan akan perpisahan ini disebut sebagai fobia sekolah. Namun gangguan ini juga dapat terjadi pada anak usia prasekolah. Pada masa remaja, penolakan untuk hadir di sekolah sering kali dihubungkan dengan masalah akademik dan sosial, sehingga label gangguan kecemasan akan perpisahan tidak dapat digunakan.

Depresi

Anak-anak dan remaja dapat menderita gangguan mood, termasuk gangguan bipolar dan depresi mayor. Anak-anak ini memiliki perasaan tidak berdaya, pola pikir yang lebih terdistorsi, kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri sehubungan dengan kejadian-kejadian negative, serta self-esteem, self-confidence, dan persepsi akan kompetensi yang lebih rendah dibandingkan teman-teman sebayanya yang tidak depresi (Lewinsohn dkk.; Kovacs dalam Nevid dkk., 2003). Mereka sering melaporkan adanya episode kesedihan dan menangis, merasa apatis, sulit tidur, lelah dan kurang nafsu makan. Mereka juga terkadang memiliki pikiran-pikiran untuk bunuh diri dan bahkan mencoba untuk bunuh diri.

(26)

Lama episode depresi mayor pada anak-anak dan remaja kira-kira 11 bulan, tetapi episode individual bisanya sampai dengan 18 bulan pada beberapa kasus (Goleman dalam Nevid dkk., 2003). Depresi dengan tingkat sedang dapat bertahan sampai beberapa tahun dan amat memengaruhi prestasi sekolah dan fungsi sosial (Nolen-Hoeksema & Girgus dalam Nevid dkk., 2003). Depresi pada remaja diasosiasikan dengan meningkatnya risiko terjadinya episode depresi mayor di masa mendatang dan percobaan bunuh diri pada masa dewasa (Weissman dalam Nevid dkk., 2003).

Depresi pada anak-anak jarang terjadi dengan sendirinya. Mereka umumnya mengalami gangguan psikologis lainnya, terutama gangguan kecemasan dan CD atau ODD (Hammen & Compas dalam Nevid dkk., 2003). Gangguan makan juga sering terjadi pada remaja yang depresi, paling tidak pada remaja perempuan (Rohde, Lewinsohn & Seeley dalam Nevid dkk., 2003). Secara keseluruhan depresi pada masa kanak-kanak meningkatkan kesempatan anak untuk mengembangkan gangguan psikologis lain, paling tidak dalam 20 bagian (Angold & Costello dalam Nevid dkk., 2003).

Berbagai faktor diduga menjadi penyebab dari gangguan kecemasan dan depresi. Faktor kognitif seperi pola pikir yang disfungsional. Selain itu faktor psikososial seperti kejadian yang menimbulkan stres, masalah dan konflik keluarga dan kurangnya dukungan sosial. Faktor genetis juga dapat berperan terutama pada depresi di kalangan remaja. Penanganan untuk anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan kecemasan seperti terapi kognitif-behavioral untuk membantu mereka mengembangkan pola pikir dan keterampilan coping yang sehat. Antidepresan juga dapat membantu namun efektivitasnya masih perlu diteliti lebih lanjut.

I. Gangguan Eliminasi

(27)

juga menimpa anak-anak dan remaja. Gangguan ini lebih umum terjadi pada anak laki-laki. Ada dua tipe utama dari gangguan eliminasi, yaitu enuresis dan enkopresis.

Enuresis

Enuresis merupakan kegagalan untuk mengontrol buang air kecil setelah seseorang mencapai usia “normal” untuk mampu melakukan kontrol. Dalam DSM-V dijelaskan kriteria diagnostic enuresis, yaitu anak berulang kali mengompol di temat tidur atau pakaian, baik disengaja maupun tidak disengaja; tingkah laku tersebut signifikan secara klinis muncul pada frekuensi setidaknya 2 kali seminggu selama sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut atau menyebabkan kemunculan distress yang signifikasn secara klinis atau hendaya dalam fungsi sosial, akademik (pekerjaan) dan area-area fungsi penting lainnya; usia kronologis anak minimal 5 tahun (atau anak berada pada tingkat perkembangan yang setara); tingkah laku tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari penggunaan zat atau kondisi medis lainnya (tidka memiliki dasar organik).

Enuresis dapat terjadi secara nocturnal, diurnal dan kedua-duanya. Nocturnal berarti perjalanan urin hanya selama tidur di malam hari. Diurnal berarti perjalanan urin terjadi selama jam-jam bangun di siang hari. Enuresis Nocturnal adalah tipe yang paling umum terjadi yang sering kite sebut sebagai mengompol. Melakukan kontrol kemih pada malam hari lebih sulit dari pada melakukannya pada siang hari.

(28)

Enuresis biasanya hilang dengan sendirinya setelah anak-anak mencapai usia dewasa. Untuk penangannya, seringkali digunakan metode behavioral. Metode ini mengkondisikan anak-anak untuk bangun bila kandung kemih mereka penuh. Salah santu contoh yang rasional dapat dipertanggungjawabkan adalah variasi metode bel dan bantalan (bell- and pad method) dari Mowrer. Selain itu, terapi obat juga dapat dilakukan. Namun, terbukti bahwa penanganan psikologis lebih baik digunakan.

Enkopresis

Enkopresis adalah kurangnya kontrol terhadap keinginan buang air besar yang bukan disebabkan oleh masalah organik. Soiling (mengotori) dapat dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja. Dalam DSM V dijelaskan kriteria dari enkopresis, yaitu: pengeluaran feses yang berulang pada tempat yang tidak sesuai (misalnya pada pakaian, lantai), baik secara tidak sengaja maupun disengaja; setidaknya terdapat satu kali kejadian yang serupa terjadi dalam setiap bulan selama sekurang-kurangnya tiga bulan; usia kronologis anak minimal 4 tahun (atau atau anak berada pada tingkat perkembangan yang setara); tingkah laku tidak disebabkan oleh efek fisiologis zat atau kondisi medis lainnya kecuali melalui mekanisme yang melibatkan konstipasi. Ada dua spesifikasi dari enkopresis, yaitu enkopresis dengan konstipasi dan overflow incontinence (ketidakmampuan membatasi diri untuk BAK) serta tanpa konstipasi dan overflow incontinence. Pada spesifikasi pertama, terdapat bukti konstipasi pada pemeriksaan fisik atau memiliki riwayat konstipasi, sedangkan pada sepsifikasi tidak ada bukti konstipasi. Enkopresis jarang terjadi pada remaja usia pertengahan kecuali mereka mengalami retardasi mental yang intens.

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya enkopresis. Faktor tersebut seperti toilet training yang tidak konsisten atau tidak lengkap, kombinasi dari faktor konstipasi, stres psikososial dan kecemasan. Bila BAB tidak disengaja, biasanya terkait dengan konstipasi, impaction (jepitan) atau retensi (penahanan) yang mengakibatkan pengeluaran beruntun. Konstipasi dapat berhubungan dengan faktor-faktor psikologis, seperti ketakutan yang diasosiasikan dengan BAB di tempat tertentu. Konstipasi juga dapat terkait dengan faktor fisiologis seperti komplikasi penyakit atau pengobatan. Enkopresis yang disengaja jarang terjadi.

(29)

dapat menfokuskan perhatian anak pada soiling. Mereka mungkin merenung tentang soiling, yang menaikkan tingkat kecemasan sehingga self-control terganggu. Apalagi enkopresis lebih sering terjadi pada siang hari, berbeda dengan enuresis yang sering terjadi malam hari. Jadi akan sangat memalukan bagi anak.

Metode operant conditioning dapat membantu mengatasi soiling. Dalam hal ini, diberikan reward untuk keberhasilan usaha self-control dan hukuman untuk ketidaksengajaan. Bila enkopresis bertahan, direkomendasikan evaluasi medis dan psikologis untuk menentukan kemungkinan penyebab dan penanganan yang tepat.

PENUTUP

Berbagai gangguan atau perilaku abnormal dapat terjadi pada anak-anak yang berkembang hingga remaja, bahkan hingga dewasa. Gangguan tersebut umumnya berupa gangguan neurologis-perkembangan. Gangguan lainnya berupa gangguan tingkah laku, gangguan eliminasi, gangguan kecemasan dan gangguan mood. Gangguan lainnya yang tidak dijelaskan dalam makalah ini adalah gangguan makan dan gangguan tidur. Gangguan ini umumnya tidak memiliki dasar neurologis-fisiologis atau dasar medis yang jelas. Gangguan-gangguan tersebut dapat mengakibatkan hendaya dalam berbagai fungsi kehidupan seperti fungsi sosial, akademik/pendidikan dan pekerjaan. Gangguan tersebut menganggu individu untuk bisa berfungsi sebagaimana mestinya dalam kehidupan sehari-hari. Penyebab berbagai gangguan umumnya merupakan variasi dari faktor genetika dan faktor lingkungan (nature dan nurture). Penanganan yang dilakukan dapat berupa terapi dengen pendekatan medis dan pendekatan psikologis. Terapi yang lebih efektif melibatkan berbagai pendekatan psikologis untuk gangguan-gangguan tertentu.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorders (DSM). Fifth Edition. Arlington, Washington DC: American Psychiatric Publishing

Kring, et.al. (2012). Abnormal Psychology. Twelfth Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Maslim, Rusdi. (2001). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. Nevid J.S., Rathus S.A. & Green B. (2003). Psikologi Abnormal. Jilid 2. Jakarta:

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah deskripsi fenomenologi akan sangat dekat dengan kealamiahan (tekstur, kualitas, dan sifat-sifat penunjang) dari sesuatu. Sehingga deskripsi akan mempertahankan

Alhamdulillah, puji syukur kepada-Nya atas segala limpahan kasih dan sayang-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar

Sedangkan menurut Berg Cross,Jenning &Baruch dalam derme (2010) sinema konseling adalah sebuah konseling spesifik untuk melihat konseli secara individual atau

Dalam proses transesterifikasi akan dihasilkan metil ester dan hasil samping gliserol (Ketaren, 1986). Distribusi asam lemak yang beragam sebagai penyusun minyak sawit dan

matematis siswa, terlihat bahwa rata- rata pencapaian indikator kemam- puan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti model pem- belajaran kooperatif tipe TAPPS

“Mediasi ini juga dapat memberikan manfaat, seperti menjembatani perbedaan-perbedaan yaitu perbedaan- perbedaan persepsi rumah tangga dalam hal ini suami dan istri,

Dengan degradasi kapasitas sebesar 30% untuk lubang 4% mungkin menjadi alasan faktor reduksi desain kolom sebesar 0,65 berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 8.3

Acara Kejuaraan Pencak Silat NU Pagar Nusa Open 2016 Pimpinan Wilayah PSNU Pagar Nusa Jawa Timur ini terdiri dari beberapa kegiatan yakni pelantikan pengurus