Primary Prevention to Stop Violence of Children
Nur Cita Qomariyah
Suatu hal yang sedang marak dan hampir terjadi di seluruh bagian wilayah Indonesia. Tidak diketahui secara pasti kapan kekerasan seksual mulai terjadi, kemungkinan hal ini sudah terjadi sejak lama namun baru mulai terkuak dan tercium ketika kasus JIS (Jakarta International School) , kasus Emon Sukabumi dan banyak yang lainnya muncul ke permukaan. Sejumlah data survey membuktikan bahwa tiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah anak yang mengalami kekerasan seksual. Pada tahun 2007 jumlah kasus kejahatan anak di Indonesia sekitar 600 dan hingga saat ini kurang lebih ada 3.339 kasus sehingga bisa disimpulkan bahwa kekerasan seksual ini mengalami peningkatan secara drastis.
Kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan dimana orang dewasa atau anak lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap lebih pengetahuannya dari pada anak memanfaatkannya untuk kesenangan seksual atau aktivitas seksual (Child Developmental Institute: Boyscouts of America : Komnas PA). Di Indonesia sendiri yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun (UU PA no 23 tahun 2002).
Kekerasan seksual ini pun terjadi tak luput dari banyak sekali faktor yang menyebabkan fenomena ini semakin menjadi-jadi. Kurangnya kontrol dari orang tua, berada di lingkungan yang tidak tepat, pengaruh teman sebaya, mudahnya akses ke situs-situs pornografi di internet, pengaruh media baik media massa, elektronik, media cetak (komik, buku bacaan yang tidak sesuai) media sosial yang kontennya tidak bisa dipertanggung jawabkan dan masih banyak yang lainnya.
trauma ini pada akhirnya akan membuat anak depresi dan cenderung lari dari masalah.
Peran keluarga sangat penting disini sebagai upaya pertama untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual. Keberadaan keluarga ini difungsikan sebagai pengawas dan pengontrol kegiatan sehingga anak merasa diperhatikan dan tidak diabaikan. Keluarga, khususnya orang tua ini harus terjun dalam proses pengasuhan anak sehingga kita bisa secara langsung mengontrol dari tumbuh kembang anak. Setidaknya dalam satu hari, orang tua bisa meluangkan waktunya untuk melakukan quality time dengan anak, walaupun hanya sekedar bercerita, bermain dan makan bersama.
Orang tua pun dapat dijadikan sebagai role model dimana mereka dijadikan sebuah figur dan sosok yang memberikan contoh yang baik. Seperti Rasulullah SAW, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 31
“Sesungguhnya telah ada dalam diri rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Aallah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah” (QS Al-Ahzab: 31)
“ Madrasah pertama adalah orang tua “
Ungkapan ini acap kali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai madrasah pertama, orang tua harus mengenalkan anak dengan pengetahuan dan pengamalan tentang agama islam sehingga anak nantinya diharapkan tetap berada dalam koridor jalan yang benar sesuai dengan syariat islam.
Walau terasa berat untuk sebagian orang tua, pendidikan seks harus tetap diberikan pada anak sejak dini, karena secara alamiah anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap tubuhnya dan akan membandingkan apa yang ada pada tubuhnya dengan orang lain. Secara naluri, ia ingin mengetahui mengapa terdapat perbedaan-perbedaan pada tubuh laki-laki dan perempuan. Pentingnya pendidikan seks diberikan kepada anak-anak sejak dini juga terkait dengan teori psikoseksual yang dikemukakan oleh Freud. Aktivitas seperti menghisap, mengigit, mengunyah, manipulasi genetalia/kecenderungan untuk bermain dengan alat kelaminnya merupakan suatu sumber kenikmatan dan kesenangan tersendiri untuk anak-anak. Dengan demikian, kesadaran seksualitas sudah tumbuh sejak masa kanak-kanak.
Pentingnya pendidikan seks diberikan lebih dini juga disebabkan karena watak dan karakter dasar manusia terbentuk pada masa kanak-kanak dan teori psikoanalisa telah membuktikan tentang pengaruh hal yang baik atau buruk pada usia awal tahun terhadap pertumbuhan karakter dasar anak. Pendidikan yang salah dapat mempengaruhi perkembangan sehingga terbentuk penyimpangan seksual pada tahun berikutnya. Pendidikan seks pada anak usia dini ini dimungkinkan dapat memberikan pemahaman tentang organ reproduksi dan bagaimana perilaku seks yang baik dan benar sehingga angka penyimpangan seksual bisa diminimalisir.
Pendidikan seks dini ini dapat diberikan dan dikemas dalam bahasa yang sederhana dan sesuai dengan tingkat perkembangan dari masing-masing anak. Disini, orang tua pun berkewajiban mengajarkan pula kepada anak, bahwa tubuhnya adalah miliknya, sehingga tidak boleh seorang pun boleh menyentuh bagian-bagian tubuh vital yang dilarang dan jika ada orang yang tiba-tiba menyentuh, mencium ataupun meraba bagian tersebut perintahkan kepada anak untuk segera berteriak dan melapor ke orang dewasa di sekitarnya.
