• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMIK DI INDONESIA SEBUAH STUDI PERBANDI (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KOMIK DI INDONESIA SEBUAH STUDI PERBANDI (1)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

KOMIK DI INDONESIA:

SEBUAH STUDI PERBANDINGAN ANTARA KOMIK LOKAL DENGAN KOMIK ASING

Oleh:

Genardi Atmadiredja Puslitbang Kebudayaan Email: gerlongger@yahoo.com

Abstract

Nowadays, Indonesian comics do not get an efficient place when it compared to foreign comics. Foreign comics has been excisting in Indonesia with its variety of drawing styles and themes. Therefore, Indonesian comics need to show its existence as good as themselves in 1960-1980 era. That is why a review of aesthetic comics comic predecessors by comparing today’s foreign comics should be conducted as a learning to the development for better Indonesian comic. These results indicate that the aesthetics of Indonesian comics predecessor is not inferior to the recent foreign comics. The good skills of drawing and story telling also the themes choosing which was fitted to the spirit of the era.

Key words: aesthetics, comics, Indonesian comics, Abstrak

Komik di Indonesia sekarang ini belum mendapatkan tempat yang layak bila dibandingkan dengan komik import.Banyaknya komik import yang beredar di Indonesia dengan berbagai macam gaya gambar dan tema menjadikan komik Indonesia perlu menunjukkan kembali eksistensinya seperti pada era 1960-1980, kualitas komik Indonesia pada era tersebut sangat baik, maka dirasa perlu melakukan peninjauan estetis terhadap komik-komik pendahulu dan membandingkannya dengan komik import masa kini sebagai pembelajaran untuk perkembangan komik Indonesia yang lebih baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Estetika komik Indonesia terdahulu tidak kalah dengan komik import masa kini, karena keterampilan menggambar,bertutur kata yang baik dan pengambilan tema yang sesuai dengan semangat zaman.

Kata Kunci: estetika, komik, komik Indonesia

A. PENDAHULUAN

(2)

2

mapan dengan segala elemen visualnya, dan sudah mengakar pada segmen-segmen masyarakat mulai dari usia dini hingga usia dewasa. Hal tersebut dikarenakan sifat dari gambar sebagai bahasa yang sangat universal, sehingga semua kalangan dan usia dapat mengerti dan memahami komik, sebut saja komik ‘Doraemon’ karya Fujiko F. Fujio yang diarahkan pada aspek komedi-fantasi, hingga komik ‘300’ karya Frank Miller atau ‘Persepolis’ karya Marjane Satrapi hingga ‘Maus’ karya Art Spiegelman yang kental dengan aspek politis-historisnya. Tema-tema yang diangkat melalui karya-karya komik semakin variatif dan luas. Luasnya tema-tema/ genre pada karya komik sekarang ini setara dengan luasnya tema-tema pada karya film/ sinema dan karya sastra, meskipun berbeda pada kemulusan perkembangannya.

Jika kita perhatikan film-film yang beredar sekarang inibanyak mengangkat cerita-cerita dari komik menjadi sebuah film layar lebar, dan mendapat respon yang sangat baik. SepertiSpiderman, Batman, Superman, X-Men, 300, dan masih banyak lagi. Begitu besarnya potensi komik seperti

mengingatkan kita pada masa kejayaan karya-karya sastra, khususnya karya sastra dari Shakespeare, seperti Romeo and Juliet, dan Hamlet, dan beberapa judul film yang terinspirasi dari karya-karya Shakespeare antara lainA Double Life (1947) Othello, A Thousand Acres (1997) King Lear, All Night Long (1962) Othello,

Catch My Soul (1974) Othello, Forbidden Planet, (1956) The Tempest, King of

Texas, (2002) King Lear, Kiss Me Kate, (1948) The Taming of the Shrew, Let the

Devil Wear Black, (1999) Men of Respect, (1991) Macbeth, My Own Private.

Sementara itu karya sastra di Indonesia yang difilmkan juga sudah banyak, seperti Laskar Pelangi, Negeri 5 Menara, 5 cm, Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih dan sebagainya. Tidak jauh berbeda dengan komik, yang diangkat

(3)

3

Bila kita membandingkan komik Indonesia dengan komik asing, sekarang ini, komik asing masih menjadi mendominasi dan memenuhi elemen utama rak di toko-toko buku di Indonesia. Angka penjualannya pun jauh melampaui komik lokal, dengan demikian posisi komik Indonesia sedang mengalami kemunduran yang cukup signifikan bila kita membandingkan dengan era tahun 60-70-80yakni masa keemasan komik Indonesia. Masa keemasan komik di Indonesia ditandai dengan banyaknya komikus yang berproduksi dan didukung dengan percetakan yang kala itu banyak menerbitkan komik. Salah satu puncak keemasan komik adalahmunculnya tema-tema kebudayaan nasional dan menampilkan nilai-nilai kedaerahan. Di sisi lain ada juga komikus yang komikus mengangkat perwayangan sebagai medium penyampaian nilai, komik-komik wayang tersebut banyak dikerjakan oleh RA Kosasih (Bogor, Jawa Barat, 1919 – 24 Juli 2012), yang hingga sekarang disebut-sebut sebagai bapak komik Indonesia. Selain RA Kosasih masih banyak nama-nama komikus yang menjadi pelopor kebangkitan komik Indonesia yang hingga kini masih menjadi panutan bagi beberapa generasi, seperti: Jan Mintaraga, Ganesh Th, Hans Djaladara, Teguh Santosa dan lain sebagainya.

Melihat begitu luasnya perkembangan komik sebagai sebuah media penyimpan dan penyampai nilai, dapat dikatakan kurang lebih sama dengan hasil budaya rupa seperti lukisan, patung, dan grafis.Adanya kecenderungan masyarakat yang masih menganggap enteng sebuah komik sebagai bacaan anak-anak yang dapat merusak moral dan sebagainya, maka dirasa perlu melakukan pendekatan dan pengkajian komik pada perbendaharaan yang terdapat pada komik baik lokal maupun impor.

(4)

4

ini. Meskipun ada beberapa genre yang relatif sama dengan komik-komik luar, namun para konsumen/ pembaca lebih cenderung memilih komik luar. Melihat kecenderungan tersebut, maka perhatian penulis tertuju pada sebuah gaya ungkap/ cara tutur dan aspek keindahan visual yang ada pada komik Indonesia dan yang terdapat pada komik import. Namun tidak melupakan beberapa permasalahan yang penulis rasa perlu untuk diperhatikan.

Maka perumusan pertanyaan penelitian adalah bagaimana perkembangan komik Indonesia masa lalu dilihat dari aspek estetika dan gaya penuturan, kemudian dibandingkan dengan komik Jepang dan Amerika. Tulisan ini bermaksud mendeskripsikan komik Indonesia masa lalu dan komik import dari segi tema, gaya visual dan keberhasilannya mendapatkan apresiasi baik dari masyarakat.

Metode Penelitian

Komik sebagai bagian dari budaya rupa dapat dikaji melalui kajian estetis. Menurut Sachari (2005) dalam buku Pengantar Metodologi Penelitian Budaya Rupa, pengamatan kajian estetis dapat dilakukan melalui pendekatan dari dua sisi,

yaitu:

1. Pendekatan melalui filsafat seni, dalam kajian filsafat seni, objek desain dapat diamati sebagai sesuatu yang mengandung makna simbolik, makna sosial, makna budaya, dan makna keindahan.

2. Pendekatan melalui kritik seni, dalam kajian kritik seni, sebuah objek dianggap memilliki dimensi kritis, seperti dinamika gaya, teknik pengungkapan, tema berkarya, ideologi estetik, pengaruh terhadap gaya hidup, hubungan dengan perilaku, dan berbagai hal yang sementara ini memiliki dampak terhadap lingkungannya.

(5)

5 a. Sisi Manusia Membangun dunia yang Indah

Semua yang diciptakan manusia, selalu mempertimbangkan aspek-aspek keindahan. Segala sesuatu yang dirasakan kurang indah kemudian dikemas dalam kulit yang lebih indah, sehingga memiliki kepatutan untuk berdampingan dalam kehidupan sehari-hari.

b. Sisi Karya Budaya yang Memancarkan Keindahan

Karya dibuat sedemikian rupa sehingga memancarkan nilai-nilai keindahan yang memperkaya kehidupan. Nilai-nilai keindahan tersebut tidaklah sekedar pelengkap, melainkan memiliki nilai simbolis yang luas. Banyak diantaranya berkaitan dengan nilai-nilai yang lebih universal seperti nilai spiritual, nilai moral, dan juga nilai-nilai budaya.

Estetika berasal dari bahasa Yunani, Aesthetikos, berarti segala sesuatu yang dapat dicerap oleh indra, atau berkaitan dengan penginderaan, pemahaman dan perasaan, namun dalam pemahaman dan pencerapan oleh indera itu, manusia memiliki pengalaman dan nilai yang berbeda-beda, maka pemaknaan manusia pada objek cenderung berbeda (Sachari, 2005).

Penelitian tentang Estetika Komik dan Perkembangannya dilakukan dengan kajian terhadap aspek visual dan gaya bertutur yang ada pada komik baik komik lokal maupun import dengan mengambil sample komik Indonesia Mahabharata karya R.A. Kosasih, kemudian Si Buta dari Goa Hantu, karya

Ganesh TH.Untuk komik import, Vagabond, karya Takehiko Inoue, dan 300 karya Frank Miller, kemudian mendeskripsikan masing-masing komik tersebut dan membandingkannya.

(6)

6

penting dalam menyampaikan pesan melalui komik. Seperti dikatakan Scott Mccloud, alur cerita tersebut meliputi pemilihan waktu/ momen, pemilihan frame, pemilihan image/ gambar, pemilihan kata, pemilihan alur baca.

Alasan pemilihan komik-komik tersebut adalah, Komik Mahabharata, dan Si Buta dari Gua Hantu, selain masih menjadi salah satu acuan kejayaan komik Indonesia, komikus tersebut menjadi besar berkat judul komik yang diciptakannya. Sedangkan pemilihan komik Vagabond, dan 300, kedua komik tersebut memiliki cerita yang hampir sama/ tema serupa dengan 2 (dua) komik lokal diatas, memiliki kualitas gambar yang baikmenggunakan gaya gambar dan tema yang relatif sama.

B. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sekelumit Komik Indonesia

a. Definisi Komik

Menurut Scott Mccloud (1993), Komik adalah sebuah gambar-gambar dan simbol-simbol (lambang) yang terjukstaposisi (berdampingan) dengan turutan tertentu. Komik merupakan sebuah seni bercerita yang terdiri dari panel-panel gambar yang berturutan dan terkadang dikuatkan dengan teks untuk menyampaikan suatu pesan nilai dan makna. Dalam penyampaian suatu cerita/nilai, seorang komikus perlu memperhatikan lima aspek yang penting sebagaimana disampaikan oleh Scott Mccloud (2006), antara lain 1) waktu/momen, 2) pemilihan frame, 3) pemilihan image/gambar, 4) pemilihan kata, dan 5) pemilihan alur baca.

Menurut The Visual Dictionary of Illustration (2009), ‘Comic’ berasal dari kata Yunani kuno komikos dan diasosiasikan dengan komedi. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, komik adalah cerita bergambar (di majalah, surat kabar,

(7)

kira-7

kira pada tahun 1934 sebelumnya komik terbit pada majalah dan koran, dan pada masa itu banyak komik strip yang terbit dalam koran harian dan majalah-majalah (Will Eisner, 1985). Kemudian seiring perkembangannya, komik semakin menemukan bentuknya hingga seperti sekarang ini. Jenis komik yang berkembang sekarang ini antara lain: 1) buku dan majalah komik, 2) komik koran, dan 3) komik online/digital.

Rand (2001) membagi Seni ke dalam empat kelompok yaitu Seni Pertunjukan (Performing Arts), Seni Media (Media Arts), Seni Gambar (Visual Arts) dan Seni Sastra (Literary Arts). Bila menggunakan pandangan di atas, maka

komik sebagai sebuah karya seni termasuk dalam dua kelompok, yaitu seni gambar dan seni sastra. Dengan demikian komik dikategorikan sebagai medium seni dan mengandung unsur estetika sastra dan estetika visual.

Pemahamam Estetika biasa dipahamai sebagai pemaknaan tentang keindahan yang dapat terlihat apabila terdapat (a) kesatuan (unity), (b) keseimbangan (balance), (c) keserasian/harmoni, (d) irama (rhytm), (e) proporsi/kesebandingan, (f) fokus perhatian (centre of interest). Keindahan dalam komik dapat tercapai dengan kesempurnaan struktur dan pemilihan waktu, pemilihan frame, pemilihan gambar, pemilihan kata, dan pemilihan alur baca secara tepat sehingga mampu menyampaikan pesan sejelas-jelasnya kepada pembaca. Dalam menyampaikan pesan, sebuah komik dapat menonjolkan aspek bentuk dan keindahan visual, atau dapat juga dari kekuatan sisi penuturan atau tema.

(8)

8

mengedepankan unsur visual (simbolik), karya-karya tersebut dimungkinkan dapat dibaca meskipun oleh orang yang berasal dari luar wilayahnya.

b. Perkembangan Komik di Indonesia

Merujuk kepada Marcel Bonnef (1998), peneliti sejarah dan perkembangan komik Indonesia, bahwa pertumbuhan Komik Indonesia berada pada awal perang dunia pertama, yaitu pada saat dipublikasikannya cerita bergambar dengan gaya gambar realis di Harian Ratoe Timoer, Solo, pada tahun 1939, karya Nasroen A. S. yang berjudul Mentjari Poetri Hijaoe. Kemudian pada periode pendudukan Jepang (1942), kelahiran komik-komik Indonesia dilanjutkan oleh komikus-komikus lain seperti: B. Margono (Roro Mendut), dan dipublikasikan di harian Sinar Matahari Jogjakarta, kemudian fase berikutnya dilanjutkan pada era setelah

kemerdekaan. Tanggal 19 Desember 1948, Harian Kedaulatan Rakyat, Jogjakarta memuat komik Kisah Kependudukan Jogja, karya Abdulsalam, kemudian karya Abdulsalam ini diterbitkan kembali menjadi sebuah buku pada tahun 1952, ini berarti menjadi sebuah temuan baru pembukuan sebuah komik, sekaligus mengoreksi tulisan Marcel Bonnef yang mengatakan bahwa komik Indonesia yang pertama dibukukan adalah Sri Asih, karya R.A. Kosasih yang beredar pada sekitar tahun 1953 atau 1954 (http://tnol.co.id/rekomendasi/8950-perjalanan-komik-indonesia.html).

(9)

9

lokal. Komik strip dan kumpulan komik strip lokal banyak beredar sekarang ini, seperti kumpulan komik Sepakbolaria, Benny and Mice, dan Om Pasikom. Komik strip ini biasa tampil pada kolom-kolom koran dan cenderung karikatural. Anggapan komik dapat membuat malas anak-anak untuk belajar pun belum bisa dilepaskan dari sebuah karya komik.

Tabel 1. Perbedaan Kartun, Komik dan Karkatur

Aspek Kartun Komik Karikatur

Definisi Ilustrasi yang

menekankan pada satu momen yang didominasi oleh humor dan berfungsi sebagai hiburan Ilustrasi yang berbentuk cerita bergambar dengan narasi yang cenderung panjang bahkan sampai bersambung dan berfungsi sebagai hiburan Ilustrasi yang digunakan sebagai media untuk mengungkapkan ketidaksenangan pada sesuatu dan berfungsi sebagai media sindiran

Format Illustrasi dalam satu

momen atau lebih, dapat berupa gambar tanpa kata maupu dengan balon kata atau keterangan dibawah panel

Ilustrasi dengan panel yang berurutan yang dilengkapi dengan balon kata-kata dan keterangan diatas gambar

Ilustrasi dalam bentuk gambar tanpa teks maupun dengan teks yang dalam penggambarannya mengalami eksagerasi dan deformasi bentuk asli dari sebuah objek

Penerbitan Bersama dengan

media massa atau mandiri

Umumnya diterbitkan secara mandiri

Bersama dengan media massa

Klasifikasi Kartun humor dan

editorial

Komik kartunal dan ilustratif

Karikatur satir-satir dan penyadaran

Tingkat aktualisasi terhadap ruang dan waktu

Kurang diperhatikan Kurang diperhatikan Sangat diperhatikan

Stereotip yang berkembang dalam masyarakat

Dianggap sebagai humor murahan

Buku yang membuat anak-anak menjadi malas belajar

Humor yang penuh hujatan

(10)

10

c. Penerbitan dan Publikasi Komik di Indonesia

Komik sebagai sebuah produk tulisan/ bacaan, memerlukan sebuah media pemasaran dan publikasi yang mampu mengiklankan karya-karya tersebut. Mengikuti era perkembangan informasi sekarang ini, di Indonesia karya komik juga dipublikasikan melalui beberapa media baik cetak maupun digital. Sekitar tahun 2006 terbit Majalah komik Indonesia yang berjudul Sequen, majalah ini sempat terbit hingga 4 edisi, namun sayang majalah sequen tidak dapat melanjutkan menerbitkan majalah komik dikarenakan beberapa faktor, antara lain:

1. Biaya produksi majalah 2. Bahan dan konten majalah 3. Apresian dan konsumen majalah

Majalah komik Sequen berisikan kumpulan komik dan artikel-artikel yang berhubungan dengan dunia perkomikan, format yang ditampilkan tidak jauh berbeda dengan majalah komik Amerika, Wizard yang khusus membahas perkomikan Amerika. Pada majalah Sequen juga diterbitkan serial komik Indonesia, baik oleh komikus senior, maupun komikus muda dan berita seputar perkomikan.

Salah satu permasalahan komikus lokal sekarang ini adalah masalah konsistensi dan kontinuitas, sangat jarang komikus yang rutin menggarap satu cerita panjang seperti komikus-komikus pendahulu.Pada tahun 2007, komik Indonesia yang cukup menyita perhatian adalah Knight of Apocalypse karya komikus muda Is Yuniarto, sebuah karya komik yang terbagi menjadi tiga volume dengan kualitas gambar yang baik. Komik ini cukup sering menjadi pembicaraan pada forum-forum komik, dikarenakan jarangnya komik yang memiliki cerita cukup panjang, di sisi lain cerita dan penuturannya juga baik dan mampu membuat pembaca membaca dari awal hingga akhir. Selain karya Knight of Apocalypse, Is yuniarto juga menciptakan beberapa karya yang berjudul

(11)

11

yang masih aktif berkomik sekarang ini seperti Nunk dengan karya Sepakbolaria yang rutin terbit pada tabloid BOLA dan pernah beberapa kali terbit (hingga sepakbolaria 5) dalam bentuk buku kumpulan komik stripnya. Lalu Benny Rachmadi dan Muhammad "Mice" Misraddengan Benny & Mice, Lagak Jakarta, dan sebagainya. Kemudian masih ada beberapa nama besar lain seperti Teguh Santosa, Beng Rahardian, Tony Masdiono, Seno Gumira, dan masih banyak komikus lokal yang terus berkarya hingga sekarang ini yang tidak terlepas dari permasalahan dunia komik pada umumnya.

d. Komik Digital (online) Indonesia

Pemasaran dan publikasi komik di Indonesia sekarang ini dilakukan melalui media online, website khusus komik Indonesia antara lain: Makko.co dan Ngomik.com. Melalui media ini, banyak komikus muda mempromosikan komiknya, mereka dijadwalkan terbit berseri dan pembaca cukup hanya mendaftarkan diri sebagai anggota forum tersebut untuk melihat komik-komik Indonesia yang ada di web tersebut secara utuh. Keuntungan berpromosi melalui web adalah keluasan cakupan akses, kemudahanan, dan efisiensi biaya yang dikeluarkan. Banyak komikus muda yang aktif menulis komik secara kesinambungan.

2. Perbandingan Komik Indonesia dan Asing a. Mahabharata, Karya R.A. Kosasih

(12)

12

Gambar 1 Adegan pada komik Mahabharata/Bharathayuda

Komik karya R.A. Kosasih memiliki kualitas gambar figur yang baik, proporsi tubuh figur yang tergambarkan pada tiap-tiap frame merupakan proporsi masyarakat Indonesia, dengan mengangkat gaya gambar realis, komikus menyampaikan semua nilai-nilai dan pesan moral yang terkandung dalam Mahabharata.

Meskipun penggunaan frame yang cenderung monoton, namun tidak mengurangi kemampuan komikus dalam memilih adegan yang mampu membangun suasana dan menyampaikan secara jelas alur cerita yang dibangun. Penyusunan panel pada komik ini masih menggunakan gaya konvensional, dengan panel sejajar dan objek gambar seolah tabu untuk keluar dari bidang panel tersebut. Penggunaan teks pada komik ini cenderung berlimpah, hal ini dikarenakan komikus perlu menampilkan pesan-pesan moral seakurat mungkin dari epos tersebut.

(13)

13

mengarahkan imajinasi dari apresiatornya. Bila melihat penerbitaannya, komik Mahabharata karya RA Kosasih ini diterbitkan ulang oleh beberapa penerbit yang

berbeda, pada awalnya penerbit Melodi di Bandung, kemudian penerbit Maranatha, dan pada dasawarsa terakhir ini diterbitkan ulang beberapa kali oleh penerbit Elex Media Komputindo. Dari riwayat penerbitannya, dapat terlihat kualitas dan animo masyarakat terhadap komik ini. Komik Mahabharata karya RA Kosasih ini menjadi komik yang mampu melintasi zaman, dan masih ditunggu hasil cetakan-cetakan ulang berikutnya.

Popularitas komik Mahabharata ini dikarenakan kedekatan tema dan setting yang ditampilkan dengan kehidupan masyarakat Indonesia (Jawa khususnya), dimana nilai-nilai yang terdapat dalam kesusastraan Hindu ini masih tetap melekat sebagai pembentuk kebudayaan Nusantara. Hal ini sesuai dengan pernyataan : dalam bergaul dengan orang sebangsa, semakin mematuhi aturan masyarakat maka akan semakin populer (Lewis, 2004 : 22).

b. Si Buta dari Goa Hantu, Karya Ganesh TH

(14)

14

Komik Si Buta dari Goa Hantu, merupakan komik karya Ganesh TH, sebuah komik yang populer pada era 80an, komik ini menggunakan gaya gambar realis, dengan detail yang baik, proporsi tubuh manusia pada komik ini digambarkan dengan proporsi manusia lokal (Indonesia), meskipun masih terasa gaya gambar ala komiksuperhero Amerika, terutama pada figur tokoh utama.

Dalam pemilihan frame, komikus menggiring pembaca atas apa yang ingin sang komikus sampaikan, komikus menunjukan kedinamisan sudut pandang dalam setiap panelnya sehingga dalam adegan aksiselalu menempatkan fokus perhatian yang menarik pembaca.Komposisi bayangan dalam komik ini menciptakan suasana yang mencekam dan menampilkan efek yang dramatis. Pada gambar 2 terlihat objek melampaui bidang panel, disini kedinamisan Ganes TH terlihat dalam memanfaatkan bidang gambar, seolah-olah objek terlempar keluar dari gambar.

Gambar 3Pemilihan frame pada Komik Si Buta dari Gua Hantu, karya Ganesh TH

(15)

15

membalaskan dendam sang Ayah/gurunya, dalam cerita ini, tokoh utama harus rela kehilangan penglihatannya untuk dapat menyempurnakan ilmu ‘membedakan suara’, kemudian dalam keadaan butadi sebuah goa, tokoh utama dapat menyempurnakan ilmu tersebut. Dengan kesempurnaan ilmu yang dia miliki dia berkelana mencari pembunuh ayahnya, dalam perjalanannya rasa keadilan tokoh utama muncul, ia tidak suka dengan kejahatan, dan tidak dapat membiarkan ada penindasan, maka selama masa pencarian itu ia dikenal dengan sebutan Si Buta dari Goa Hantu, dengan ditemani lutung peliharaannya, Kliwon.

Petualangan Si Buta dari Goa Hantu ini mengambil latar kehidupan masyarakat pedesaan yang pada masanya terdapat kesenjangan antara ‘si kuat’ dengan ‘si lemah’.Dalam penuturan pada komik ini, komikus cukup banyak menggunakan teks sebagai pemandu narasi dibandingkan dengan balon kata, penggunaan teks pada komik ini mampu membangun dan mendukung suasana yang sejalan dengan gambar. Keseimbangan teks dengan gambar dipadukan dengan baik pada komik ini. Pengangkatan tema petualangan kepahlawanan jago silat ini, merupakan sebuah penanda zaman kala itu (1968),yaitu semangat menampilkan kebudayaan nasional dan semangat pemersatu setelah kemerdekaan dengan mengangkat tema anti penindasan, dan perjuangan kepahlawanan membela yang tertindas. Dari posisi yang tersiksa, teraniaya, menjadi pembela yang tersiksa dan teraniaya.

Kedinamisan gaya gambar yang dianut oleh Ganesh TH, menjadikan komik Si Buta dari Goa Hantu ini diangkat menjadi sebuah film seri, film seri ini sempat populer pada era tahun 90an, pada tahap ini, sebuah komik dapat menjadi sebuah landasan pembuatan film, karena komik adalah perpaduan antara gambar dengan teks dan komik dapat berfungsi sebagai storyboard yang tentu saja dapat lebih memudahkan proses pengambilan gambar dalam tahap pembuatan film. Kecenderungan sebuah komik menjadi sebuah film baik seri maupun layar lebar sudah dimulai sejak era 70an.

(16)

16

Vagabond merupakan komik karya Komikus Jepang, Takehiko Inoue.

Komik ini menceritakan tentang perjalanan hidup Musashi, seorang pengembara yang bertekad untuk hidup di jalan pedang (Bushido). Pertama kali melihat komik ini pembaca akan disuguhi dengan visual yang memukau, gaya gambar yang realis dan terkadang ekspresif ini membawa pembaca seolah sedang melihat kumpulan gambar yang mendekati realita. Komikus menggunakan teknik arsir untuk menciptakan ruang dan kedalaman sehingga menghasilkan rupa yang realistis (kebanyakan komikus menggunakan toner ataupun digital). Pembaca digiring dalam frame-demi frame, sehingga alur cerita tervisualkan dengan baik dan pesan yang ingin disampaikan komikus secara jelas dapat tersampaikan.

Gambar 4. Adegan dalam komik Vagabond, karya Takehiko Inoue

(17)

17

berkelana untuk menjadi samurai terhebat di kolong langit. Tema petualangan samurai yang dibawa oleh komik ini mampu menyebarluaskan tekad pantang menyerah di jalan pedang (Bushido) yang mengakar dalam tradisi Jepang. Disini komik berfungsi sebagai media penyebaran nilai budaya, sekaligus sebagai media yang mampu membawa dan menyampaikan semangat Bushido melintasi ruang dan waktu.

Gambar 5 Penggunaan Teks dalam Komik Vagabond, merupakan penguatan gambar

Bila kita perhatikan gambar 5, terlihat seorang anak remaja mengayunkan pedang, dalam sebuah panel yang miring, memiringkan panel ini dilakukan komikus secara sadar untuk memberikan efek dramatis, dan melibatkan pembaca untuk mengikuti arah diagonal ayunan pedang.

(18)

18

komik ini sudah banyak memberikan informasi yang dibutuhkan pembaca. Teks digunakan sebagai sebuah penekanan pada adegan yang tergambar pada frame.

Komik Vagabond ini memang mengambil segmentasi pembaca dewasa, bila melihat riwayat komikusnya, sang komikus telah membuat debut komik dari tahun 1988, dan telah menciptakan beberapa karya yang bertema olah raga basket (Slam Dunk dan Real adalah komik karya Takehiko Inoue), banyak dari anak-anak Jepang meminati basket sebagai efek dari membaca karya sang komikus. Besarnya efek dari komik sebagai stimulus dan mampu mempopulerkan serta menanamkan nilai pada pembacanya melalui komik, kemudian sejak tahun 1998 komikus beralih mengangkat tema Samurai dalam serial komik Vagabond, dalam jalan hidup samurai terdapat nilai yang biasa disebut Bushido, dalam Bushido, dilambangkan dengan 7 (tujuh) kebajikan yaitu: kejujuran, keberanian, kebajikan, menghormati, kejujuran, kehormatan, dan loyalitas. Kedekatan tema dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Jepang inilah yang menjadikan komik Vagabond memenangi beberapa penghargaan diantaranya Kodansha Manga Award pada tahun 2000 dan Osamu Tezuka Culture Award pada 2002.

d. 300, Karya Frank Miller

(19)

19

Gambar 6300, kedinamisan panel komik 300 pada karya Frank Miller

Penggunaan teks pada komik berfungsi sebagai narasi yang ditempatkan pada bagian awal cerita atau pada pembukaan adegan. Secara konvensional, komik biasanya terdiri dari panel-panel berturutan yang monoton, namun bila kita perhatikan gambar 6, komposisi panel komik diletakkan dengan tidak biasa, namun kita tetap tergiring dalam alur penuturan yang diciptakan oleh komikus. Dapat terlihat lagi pada gambar 6, penggunaan panel pada bidang gambar sudah tidak digunakan, dan bidang kertas komik terpenuhi oleh gambar, visual seperti ini seolah mengajak pembaca terlibat didalamnya.

(20)

20 C. KESIMPULAN

Dari keempat sampel komik di atas, terdapat beberapa perbedaan dalam penggunaan dan penempatan frame, dalam komik 300 frame sudah diterobos hingga sudut bidang buku menjadi frame komik, sehingga penempatan frame tambahan menjadi sesuatu yang harus diperhatikan, dan menjadi fokus perhatian pembaca pada objek dan adegan yang terdapat pada frame tambahan tersebut. Estetika pada tiap-tiap komik ini berbeda, namun dalam pemahamam penulis, komik R.A. Kosasih, Si Buta dari Goa hantu, 300, dan Vagabond memiliki nilai keindahan pada tiap-tiap pemilihan momen, pemilihan frame, pemilihan objek, pemilihan kata, dan alur baca. Pada tiap pemilihan tersebut, komikus sangat menyadari apa yang ingin disampaikan, dan dengan cara apa menyampaikannya.

Secara visual, komik Mahabharata, Si Buta dari Gua Hantu, 300, dan Vagabond memiliki keindahan pada aspek visualnya, apabila kita merujuk pada

pemahaman estetika keindahan pada hakikat alam, atau dalam arti lain menyerupai keagungan dan keindahan alam, maka empat komik di atas mampu menampilkan gambar/visual yang dekat dengan keindahan alam (realis). Objek manusia digambarkan sebagaimana terlihat, begitu juga latar tempat tokoh komik tersebut berada.

Usaha untuk menyampaikan informasi sejelas-jelasnya sangat terlihat pada komik Mahabharata, dengan berlimpahnya teks, komikus berupaya memaksimalkan kekuatan teks dalam menyampaikan pesan, berbeda dengan komik Vagabond dan 300 komik impor ini mengutamakan kekuatan visual dalam menyampaikan pesan. Penggunaan teks baik dalam balon kata, kotak narasi, ataupun efek suara cenderung sebagai penguatan dari gambar. Pada komik Si Buta dari Gua Hantu, penggunaan teks dan gambar keduanya menyampaikan pesan yang sama-sama penting.

(21)

21

semangat zamannya. RA Kosasih, dan Ganesh TH mengangkat kebudayaan nasional melalui komik, dan komik pada masa itu menjadi salah satu penyebaran bahasa nasional dan penguatan karakter bangsa.

Estetika komik terletak pada kejelasan menyampaikan pesan/informasi dengan media gambar dan teks, kejelasan dan informatifnya suatu pesan dapat dicapai dengan memilih momen, frame, objek, kata, dan alur baca. Hal tersebut dapat dicapai dengan penguasaan gambar bentuk yang baik, pengambilan sudut pandang yang lebih menarik dan mampu mendramatisir, dan teknik menggambar figur dengan gestur yang tidak canggung sehingga mampu menyampaikan pesan dengan baik. Juga mampu membawa pembaca pada suasana yang dibangun dan mampu melibatkan pembaca.

Dengan melihat pada komikus pendahulu diharapkan komikus muda dapat meningkatkan keterampilan komikus dalam menggambar dan menuturkan cerita serta pemilihan tema yang diangkat menjadi faktor terpenting dalam keberhasilan komik untuk diapresiasi masyarakat luas.

Daftar Pustaka

Abdinagaro, Sri Bramantoro, “Pengaruh Flow terhadap Kepuasan: Anteseden dan Outcomes”, dalam http://indonesiaartnews.or.id/artikeldetil.php?id=187 Bonnef, Marcel. 1998. Komik Indonesia. Jakarta: KPG

Eisner, Will. 1985. Comics and Sequential Art. Florida: Poorhouse Press

Lewis, Richard D. 2004. Komunikasi Bisnis Lintas Budaya. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Mccloud, Scott. 1993. Understanding Comics: The Invisible Art. New York: HarperCollins Publisher

---. 2006. Making Comics. New York: HarperCollins Publisher Roikan, “Studi Etnografi Semiotika: Angkutan Umum Sebagai Gaya Hidup

(22)

22

Sachari, Agus, 2005, Pengantar Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta: Erlangga.

The Visual Dictionary of Illustration. 2009.United Kingdom: AVA Publishing

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ed. III –cet.3.– Jakarta: Balai Pustaka,

2005.

“Perjalanan Komik Indonesia”, http://tnol.co.id/rekomendasi/8950-perjalanan-komik-indonesia.html

Komik

1. Ganesh TH, Si Buta dari Gua Hantu 2. RA Kosasih, Mahabharata

Gambar

Tabel 1. Perbedaan Kartun, Komik dan Karkatur
Gambar 1 Adegan pada komik Mahabharata/Bharathayuda
Gambar 2Adegan dalam komik Si Buta dari Goa Hantu karya Ganesh TH
Gambar 3Pemilihan frame pada Komik Si Buta dari Gua Hantu, karya Ganesh TH
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan korektif dimaksudkan sebagai langkah awal yang diambil untuk mengatasi kondisi abnormal. Gejala abnormal pada periferal dapat diketahui dari pesan kesalahan

Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu program yang dibuat bagi pekerja/buruh maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) bagi timbulnya kecelakaan

15 Bahwa asal kita ini Jahudi, dan bukannja orang-orang berdosa dari antara orang kafir, 16 tetapi kami mengetahui, bahwa tiada seorang dibenarkan oleh sebab melakukan hukum

Dalam melaksanakan transaksi keuangan nasabah, kasir (teller) tidak dapat luput dari kelalaian yang menyebabkan adanya kerugian yang harus dialami oleh nasabah dan adanya

Pada hasil pengujian keamanan dari media yang dihasilkan diukur dengan KL divergence dan Chi-Square Attact terlihat bahwa pada pengujian dengan citra test standar metode

Untuk data karyawan yang sudah tidak aktif bekerja lagi atau karyawan yang sudah pensiun maka perhitungan pesangon yang diterima oleh karyawan bisa dilakukan otomatis

Kontak Kwalifikasi pemburu Tartihy Inf terpusat Tar Bintal TNI AD Suspa Jarah 02. Bati Urpam Tuud

Suatu alat ukur sebelum digunakan dalam suatu penelitian harus memiliki syarat validitas dan reliabilitas sehingga alat tersebut tidak memberikan hasil pengukuran yang