BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Ketua Aptisi Jateng (Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Jawa Tengah) Brojo Sudjono menyatakan bahwa 50% dari 232 PTS di Jawa Tengah berada dalam kondisi kritis karena kurangnya jumlah mahasiswa. Kondisi tersebut sudah dimulai sebelum tahun 2009. Gambaran selengkapnya dirangkum dalam tabel berikut ini:
Tabel I.1. Gambaran Kondisi PTS di Jawa Tengah
Prosentase Jumlah Kondisi
19,83 % 46 PTS Masih bisa
berkembang
30,17 % 70 PTS Dapat bertahan
namun stagnan
50 % 116 PTS Jumlah
mahasiswa di
bawah ketentuan ideal
Total: 100 % Total: 232 PTS
Selanjutnya, tabel berikut ini merangkum beberapa hal yang diduga kuat menjadi penyebab atau pencetus kondisi tersebut, yang disarikan dari berbagai berita dan artikel koran.
Tabel I.2 Penyebab & Pencetus Penurunan Jumlah Mahasiswa PTS di Jawa Tengah
FAKTOR PENYEBAB/ PENCETUS
KETERANGAN
Faktor Ekonomi Imbas dari kondisi makro
khususnya setelah krisis
moneter serta kenaikan
bahan bakar minyak, yang
berefek pada mahalnya
harga-harga kebutuhan
Status BHPT (Badan Hukum Pendidikan Tinggi) untuk PTN, membuat mekanisme pasar lebih berpihak pada PTN.
PTN diijinkan melaksanakan diferensiasi produk, yaitu membuka D3 & Program Ekstensi yang selama ini menjadi unggulan PTS. PTN menerima mahasiswa melebihi kuota.
PTN diijinkan membuka
berbagai jalur penerimaan
mahasiswa baru diluar
SPMB (Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru).
(Perguruan Tinggi Swasta)
yang berakibat pada
ketatnya persaingan antar PTS sendiri.
Mulai masuknya PTS
berlisensi dari luar negeri.
Sumber: Suara Merdeka 21 April 2008, 8 Agustus & 10 Oktober 2009, Kompas 1 Agustus & 11 Agustus 2008.
Fakta-fakta tersebut menunjukkan perlunya
perguruan tinggi swasta memperoleh gambaran yang
jelas dan nyata mengenai ekuitas merek lembaga
tersebut dari perspektif calon konsumen (siswa SMU
yang merupakan calon konsumen suatu perguruan
tinggi).
Ekuitas merek merupakan dukungan terhadap
nilai tambah (incremental utility) serta tingkat
keinginan (desirability) yang diberikan oleh suatu
nama merek (brand name) terhadap suatu produk
(Lassar, Mittal & Sharma, 1995).
Ekuitas merek merupakan aspek yang sangat
penting karena dapat menjadi pembeda, mengapa
konsumen memilih suatu merek (brand) tertentu dan
bukan brand lain, untuk suatu kategori produk
(Keller, 1993).
Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa
terdapat 2 (dua) perspektif dalam membicarakan
ekuitas merek: perspektif konsumen/customer-based
perspective (Keller, 1993; Shocker, Srivastava &
keuangan/financial perspective (Farquhar, Han &
Ijiri, 1991; Kapferer, 2008; Doyle, 2001).
Dari perspektif keuangan, ekuitas merek
menggambarkan kemampuan brand dalam fungsinya
sebagai penggerak aliran dana/cash flow (Doyle,
2001). Sedangkan dari perspektif konsumen, ekuitas
merek diartikan sebagai sekumpulan aset yang
terkait dengan suatu nama dan simbol merek, yang
mampu menambah (atau mengurangi) nilai/value
yang disediakan oleh suatu produk atau jasa kepada
konsumen (Aaker, 1996). Konsep yang serupa
dinyatakan oleh Keller bahwa ekuitas merek berbasis
konsumen merupakan efek pembeda dari
pengetahuan merek terhadap respon konsumen atas
upaya pemasaran suatu produk.
Konsep brand maupun brand equity yang
merupakan bagian dari konsep marketing, dapat
pula diaplikasikan pada bidang jasa, termasuk jasa
pendidikan. Bidang jasa memiliki karakter yang
khusus (tangibility, perishability, inseparability dan
heterogeneity atau variability) sehingga memerlukan
penekanan khusus pada proses, manifestasi fisik,
serta persepsi positif (Palmer 2000, Zeithaml 2000).
Beberapa penelitian mengenai ekuitas merek
jasa antara lain dilakukan oleh Cobb Walgren et al
(1995), Pappu (2005), Yoo & Donthu (2001),
Washburn & Plank (2002), Atilgan (2005), dan Kim &
Kim (2004). Penelitian tersebut membahas industri
hospitality (hotel berbintang dan restoran).
Sedangkan penelitian yang lebih spesifik mengenai
school branding berfokus pada peringkat program S1
Jurusan Marketing dan Komunikasi di Jakarta (Mix
Marketing Xtra, 2009 & Mix Marketing Interaction
Xperience 2011) serta peringkat Business
School/Magister Management di Indonesia (Swa
Sembada, 2009).
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)
sebagai salahsatu perguruan tinggi swasta di Jawa
Tengah nampaknya tidak mengalami fenomena
penurunan jumlah mahasiswa secara signifikan dan
kontinyu yang mampu mengancam kelangsungan
lembaga, seperti yang dialami oleh mayoritas PTS di
Jawa Tengah seperti dijabarkan dalam tabel 1.1.
Gambaran mengenai jumlah input mahasiswa
Universitas UKSW adalah sebagai berikut:
Tabel I.3. Jumlah Input Mahasiswa UKSW (2007-2012)
Tahun Jumlah Mahasiswa
2007 3161
2008 3003
2009 3391
2010 3471
2012 3570
Sumber: Data Admisi UKSW
Data tersebut menunjukkan bahwa dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun berturut-turut
(2007-2012) jumlah input mahasiswa relatif stabil.
Meskipun demikian, fenomena penurunan jumlah
mahasiswa yang terjadi dalam lingkungan eksternal
organisasi UKSW tidak dapat diabaikan begitu saja,
dan justru harus disikapi secara proaktif agar dapat
mengatasi atau bahkan mengubah fenomena yang
nampaknya tak terhindarkan, yang terjadi dalam
lingkungan eksternalnya (Kotler & Armstrong, 2011).
Selain itu, sejauh ini di UKSW belum
dilaksanakan brand management yang bersifat
menyeluruh, yaitu pengukuran tingkat ‘kesehatan’
brand atau brand audit, yang meliputi brand
inventory dan brand exploratory (Heding et al, 2009).
Brand inventory merupakan deskripsi internal
mengenai bagaimana tepatnya brand dipasarkan
selama ini, dan brand exploratory menunjuk pada
investigasi eksternal tentang bagaimana calon
konsumen (dalam hal ini calon mahasiswa)
memaknai brand tersebut.
Hal-hal tersebut diatas, khususnya yang
berkaitan dengan investigasi eksternal, mendorong
masing-masing dimensi ekuitas merek berbasis
konsumen/customer-based brand equity (brand
awareness, brand association, perceived quality,
perceived price, dan brand loyalty) pada Universitas
Kristen Satya Wacana (UKSW) dari perspektif calon
konsumen konsumen (calon mahasiswa).
1.2
PERUMUSAN MASALAH
Masalah yang hendak diteliti adalah masalah
ekuitas merek (brand equity) Universitas Kristen
Satya Wacana (UKSW) – Salatiga, Jawa Tengah.
Ekuitas merek dalam konteks ini adalah ekuitas dari
perspektif konsumen yang dilihat dari sudut
pandang calon konsumen, yaitu siswa SMU kelas
tiga/kelas XII di Salatiga dan sekitarnya.
1.3
PERSOALAN PENELITIAN
Bagaimanakah ekuitas merek Universitas
Kristen Satya Wacana (UKSW) dari perspektif calon
konsumen (calon mahasiswa) yang diwakili oleh
siswa-siswa SMU di seputar Salatiga?
Untuk memperoleh gambaran mengenai
masing-masing dimensi customer-based brand equity
(brand awareness, brand association, perceived
quality, perceived price dan brand loyalty) terhadap
Universitas Kristen Satya Wacana dari perspektif
siswa-siswa SMU di seputar Salatiga.
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Dari aspek keilmuan, penelitian ini diharapkan
dapat memperkuat teori mengenai ekuitas merek dari
perspektif konsumen di bidang jasa, khususnya jasa
pendidikan tinggi
Dari aspek praktis, penelitian ini dapat
memberikan kontribusi dalam memperoleh informasi
ataupun gambaran mengenai status suatu
merek/brand status dari perspektif konsumen.
Selanjutnya, informasi tersebut dapat dikelola
sebagai masukan dalam keputusan-keputusan
stratejik, baik di bidang pemasaran maupun bidang