• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 712012076 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1 712012076 Full text"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

i PASOLA

(Studi Sosio-Teologi Terhadap Ritus Pasola Menurut Gereja Kristen Sumba,

Sumba Barat)

Oleh

Chaterina Inya Mone Rambadeta

712012076

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

(S.Si-Teol)

Program Studi Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

PASOLA

(Studi Sosio-Teologi Terhadap Ritus Pasola Menurut Gereja Kristen Sumba,

Sumba Barat)

Oleh

Chaterina Inya Mone Rambadeta

712012076

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

(S.Si-Teol)

Disetujui oleh,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. David Samiyono Pdt. Izak Lattu, Ph.D

Diketahui oleh, Disahkan oleh,

Ketua Program Studi Dekan

Pdt. Izak Y. M. Lattu, Ph.D Pdt. Dr. Retnowati, M.Si

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

(3)

iii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Chaterina Inya Mone Rambadeta

NIM : 712012076 Email : inyachaterina22@gmail.com Fakultas : Teologi Program Studi : Teologi

Judul tugas akhir : PASOLA (Studi Sosio-Teologi Terhadap Ritus Pasola Menurut Gereja Kristen Sumba, Sumba Barat)

Pembimbing : 1. Dr. David Samiyono 2. Pdt. Izak Lattu, Ph.D

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Hasil karya yang saya serahkan ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan baik di Universitas Kristen Satya Wacana maupun di institusi pendidikan lainnya.

2. Hasil karya saya ini bukan saduran/terjemahan melainkan merupakan gagasan, rumusan, dan hasil pelaksanaan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing akademik dan narasumber penelitian.

3. Hasil karya saya ini merupakan hasil revisi terakhir setelah diujikan yang telah diketahui dan disetujui oleh pembimbing.

4. Dalam karya saya ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan dalam naskah dengan menyebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terbukti ada penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya saya ini, serta sanksi lain yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Kristen Satya Wacana.

Salatiga, 30 Mei 2017

(4)

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Chaterina Inya Mone Rambadeta

NIM : 712012076 Email: inyachaterina22@gmail.com Fakultas : Teologi Program Studi: Teologi

Judul tugas akhir : PASOLA(Studi Sosio-Teologi Terhadap Ritus Pasola Menurut Gereja Kristen Sumba, Sumba Barat)

Dengan ini saya menyerahkan hak non-eksklusif* kepada Perpustakaan Universitas – Universitas Kristen Satya Wacana untuk menyimpan, mengatur akses serta melakukan pengelolaan terhadap karya saya ini dengan mengacu pada ketentuan akses tugas akhir elektronik sebagai berikut (beri tanda pada kotak yang sesuai):

a. Saya mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori PerpustakaanUniversitas, dan/atau portal GARUDA

b. Saya tidak mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori Perpustakaan Universitas, dan/atau portal GARUDA**

Demikian pernyataa n ini saya

buat dengan sebenarnya.

Salatiga, 31 Januari 2017

Chaterina Inya M Rambadeta

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. David Samiyono PPdt. Izak Lattu, Ph.D

* Hak yang tidak terbatashanya bagi satu pihak saja. Pengajar, peneliti, dan mahasiswa yang

menyerahkan hak non-ekslusif kepada Repositori Perpustakaan Universitas saat mengumpulkan hasil karya mereka masih memiliki hak copyright atas karya tersebut.

(5)

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Chaterina Inya Mone Rambadeta

NIM : 712012071

Program Studi : Teologi Fakultas : Teologi Jenis Karya : Jurnal

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royalty free right) atas karya ilmiah saya berjudul:

PASOLA

(Studi Sosio-Teologi Terhadap Ritus Pasola Menurut Gereja Kristen Sumba,

Sumba Barat)

beserta perangkat yang ada (jika perlu).

Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga Pada tanggal : 30 Mei 2017 Yang menyatakan,

Chaterina Inya M Rambadeta

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat, yang karena

perkenaan dan anugerah-Nya. Penulis sangat bersyukur untuk penyertaan Tuhan selama

empat tahun lebih dalam masa pendidikan di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya

Wacana. Berkat Tuhan tidak pernah berkesudahan selama penulis melaksanakan studi di kota

Salatiga ini.

Penulis merasa bahwa tugas akhir ini merupakan bagian akhir dari sebagian tugas

dalam sebuah perjalanan studi di Program Teologi Universitas Kristen Satya Wacana

(UKSW) Salatiga. Penulis sangat bersyukur dan bersukacita atas pencapaian yang telah hadir

dalam kehidupan penulis, penulis sadar bahwa kemampuan penulis dalam menulis tugas

akhir ini sangat minim, tetapi atas penyertaan Tuhan melalui orang-orang terdekat, penulis

dapat menyelesaikan penulisan ini.

Segala perjuangan penulis dalam belajar di Fakultas Teologi dan khususnya dalam

proses penulisan Tugas Akhir ini mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih yang

sebesar-besarnya untuk mereka yang telah mendukung dan membantu penulis dalam proses

penulisan, baik yang secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyampaikan

ungkapan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus Sang Kepala Gereja yang selalu mengaruaniakan hikmat akal budi

serta kesehatan dan kekuatan yang membuat penulis tiba pada akhir sebuah perjuangan.

Kasih Tuhan Yesus inilah yang memperkuat daya juang penulis sehingga harapan telah

menjadi kenyataan. Oleh karena itu, yang pertama dan yang utama menerima syukur dan

pujian penulis adalah Tuhan Yesus Kristus sember pengharapan.

2. Universitas Kristen Satya Wacana, terkhususnya Fakultas Teologi yang telah menjadi

tempat untuk penulis belajar dan menuntut ilmu. Terimakasih karena telah menerima

(7)

vii

3. Dr David Samiyono dan Pdt. Izak Lattu Ph.D selaku dosen pembimbing Tugas Akhir

yang senantiasa memberikan nasihat, saran, dan kritikan yang membuat tulisan penulis

menjadi lebih baik. Terimakasih untuk setiap kesabaran atas kekurangan penulis dalam

menulis Tugas Akhir. Begitu pun dengan Pdt. Nelman Weni dan Pdt. Ebenhaizer Nuban

Timo sebagai dosen reviewer. Terima kasih untuk segala saran maupun kritikan yang

diberikan agar penulis mampu memperbaiki kesalahan yang ada. Terima kasih juga

penulis ucapkan kepada dosen wali penulis yaitu Ka Ira. Mangililo yang sudah menjadi

kakak sekaligus ibu bagi penulis dan teman-teman lainnya. Terimakasih kak untuk segala

motivasi, saran dan kasih sayang dan cinta yang diberikan kepada seluruh anak wali.

Serta kepada seluruh Dosen, Pegawai dan Staff Tata Usaha Fakultas Teologi UKSW yang

telah memberikan dorongan dan bantuan kepada penulis dalam menambah sebanyak

mungkin ilmu yang berguna bagi tugas dan pelayanan di tengah-tengah gereja dan

masyarakat kedepannya.

4. Bapak pdt Sonny Kristiantoro selaku supervisor lapangan penulis, selama PPL I-IV di

GKI Soka Salatiga dan Ibu Pdt. Jean Malelak S.Th selaku supervisor lapangan PPL X

penulis di Gereja Yakin Pariti dan seluruh keluarga besar Yakhin Pariti. Terima kasih

karena telah memberikan banyak pelajaran yang baik sebagai pemimpin di dalam jemaat

dan cara bersosialisasi yang baik dengan jemaat, yang nantinya akan sangat berguna bagi

penulis dalam kelanjutan penulis sebagai pelayan yang melayani dengan sungguh. Serta

untuk seluruh warga jemaat di GPIB Tamansari Salatiga, GP GPIB Tamansari.

Terimakasih telah memberi kesempatan bagi penulis untuk dapat bergabung ke dalamnya.

Adik-adik di Pusat Pengembangan Anak (PPA) Maranatha yang merupakan tempat PPL

V penulis. Terima kasih karena telah menerima, membantu, menopang, dan menyayangi

penulis.

5. Ibu Pdt Chaterine, bapak Camat Wanukaka, tokoh-tokoh adat, seluruh majelis GKS

Praibakul Pusat Lahihuruk dan juga seluruh masyarakat Desa Wanukaka, terimakasih

telah memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian guna

melengkapi penulisan Tugas Akhir.

6. Keluarga tercinta sayayang menjadi pemberi semangat terbaik melalui doa, cinta dan

kasih (Bapa, Mama, Kak Tonny dan adi Reymon) dan saudara-saudara saya yang lain

(8)

viii

saya (Mitha, Atha, Agnes, Giovanna, Hendra, Marsha, Majesty, Kirana) yang selalu

menghabiskan waktu bersama dan memberikan semangat satu dengan yang lain. Serta

teman-teman Teologi angkatan 2012 dengan semua kebersamaannya selama ini. Dan juga

Semua yang pernah hadir dan menjadi penyemangat semasa perkuliahan. Terimakasih

banyak untuk setiap cinta, kasih sayang dan nasehat yang diberikan, semuanya akan

selalu diingat. Juga seluruh keluarga Perwasus, terimakasih untuk persaudaraan yang

terjalin selama di Salatiga.

7. Dan juga pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas

semua bantuan, topangan dan kerja samanya. TUHAN memberkati karya dan pelayanan

kita. Amin

Penulis

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ... iv

PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

MOTTO ... xi

ABSTRAK ... xii

1. Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... .1

1.2 Rumusan Masalah dan Tujuan ... 3

1.3 Metode Penelitian ... 4

2. Ritual dan Budaya ... 4

2.1 Kesimpulan ... .8

3.Pasola Dalam Pandangan Jemaat GKS Praibakul Pusat Lahihuruk. .. .9

3.1 Gambaran Tempat Penelitian ... .9

3.2 Asal Muasal Pasola Wanukaka ... 10

3.3 Pandangan Tokoh Adat Wanukaka Terhadap Pasola ... 11

3.4 Pandangan Gereja Terhadap Pasola ... 12

(10)

x

4. Pasola dan Kekristenan Sumba...16

5. Kesimpulan ... 22

(11)

xi MOTTO

“ Iman membuat segala yang kita lakukan menjadi mungkin, bukanlah menjadi

mudah”

“ Orang malas tidak akan menangkap buruannya, tetapi orang rajin akan

(12)

xii Abstrak

Tujuan ini adalah sebuah upaya untuk mendeskripsikan alasan orang-orang

Kristen Sumba hingga sekarang masih terus melakukan ritus Pasola. Pasola

merupakan permainan adu ketangkasan yang dilakukan oleh dua kelompok

berkuda yang saling berhadap-hadapan, kejar-mengejar seraya melempar lembing

kayu kearah tubuh lawan.

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode Kualitatif dengan jenis

penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian

kualitatif adalah wawancara. Teknik ini untuk mengetahui alasan mengapa orang

Kristen masih melakukan ritus Pasola.

Kesimpuan dari hasil penelitian ini adalah ritual Pasola ini masih

dilestarikan oleh masyarakat Sumba Barat hingga saat ini guna sebagai bentuk doa

dan permohonan untuk hasil panen yang melimpah hingga sampai saat ini dan

pasola telah menjadi sebuah budaya yang harus terus dilestarikan, makna yang ada

yaitu sebagai pengucapan syukur maka orang-orang Kristen di Sumba masih terus

melakukan ritus Pasola ini.

(13)

1

Pendahuluan

Setiap daerah pasti memiliki budaya yang secara turun temurun masih

dipertahankan oleh orang Sumba termasuk didalamnya adalah warga Jemaat

Gereja Kristen Sumba hingga sampai saat ini. Begitu pula dengan Pulau Sumba.

Secara geografis, Pulau Sumba berbatasan dengan Sumbawa di sebelah Barat Laut,

Flores disebelah Timur Laut, Timor disebelah Timur, dan Australia disebelah

Selatan dan Tenggara. Selat Sumba terletak disebelah Selatan dan Barat. Pulau

Sumba ini merupakan salah satu pulau yang memiliki 4 kabupaten dan termasuk ke

dalam wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Keempat kabupaten tersebut adalah

Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya.

Pasola adalah perang adat yang dilakukan di atas kuda dengan melempar

lembing kayu ke arah lawan. Pasola diadakan pada bulan Februari sampai Maret.

Pasola berasal dari kata “sola” atau “hola”, yang berarti sejenis lembing kayu yang

dipakai untuk saling melempar dari atas kuda yang sedang dipacu kencang oleh

dua kelompok yang berlawanan. Setelah mendapat imbuhan “pa” (sola,

pa-hola), kata ini berarti permainan.1 Jadi pasola atau yang juga biasa disebut pahola

berarti adalah sebuah permainan ketangkasan saling melempar lembing kayu dari

atas punggung kuda yang sedang dipacu kencang antara dua kelompok yang

berlawanan arah.2

Pasola biasanya diselenggarakan di Sumba Barat setahun sekali pada bulan

Februari di Kodi dan Lamboya, penyelenggaraan Pasola menjadi kegiatan yang

dinanti-nantikan oleh masyarakat Sumba. Pasola ada juga diselenggarakan pada

bulan Maret di Wanukaka. Pasola atau pahola ini sering dan selalu dilaksanakan di

bentangan padang yang luas, dan disaksikan oleh seluruh warga Kabisu (Suku)

dan Paraingu (kampung besar) dari kedua kelompok yang bertanding dan oleh

kebanyakan masyarakat umum.

Dalam pertandingan pasola atau pahola ini peserta permainan adalah pria

pilih tanding dari kedua Kabisu yang harus menguasai dua keterampilan sekaligus

(14)

2

yakni harus memacu kuda dalam kecepatan yang super tinggi dan kemudian saling

melempar lembing atau yang biasa disebut hola bagi masyarakat Sumba. Pasola

ini biasanya menjadi klimaks dari seluruh rangkaian kegiatan dalam rangka pesta

nyale. Biasanya sebulan sebelum pelaksanaan Pasola, selalu dimaklumkan bulan

pentahiran bagi setiap warga Paraingu dan pada saat pelaksanaan Pasola.

Dipercaya bahwa darah yang tercucur dari pria yang terpilih dari warga kabisu dan

paraingu sangat berkhasiat untuk kesuburan tanah dan kesuksesan panenan. Bila

terjadi kematian yang disebabkan oleh permainan Pasola tersebut, ini dipandang

sebagai bukti pelanggaran atas norma adat yang berlaku, termasuk bulan

pentahiran menjelang upacara Pasola tersebut.3

Pasola diawali dengan pelaksanaan adat nyale. Adat nyale adalah salah

satu upacara rasa syukur atas anugerah yang didapatkan, yang ditandai dengan

datangnya musim panen dan cacing laut yang melimpah di pinggir pantai. Adat

tersebut dilaksanakan pada waktu bulan purnama dan cacing-cacing laut (dalam

bahasa setempat disebut nyale) keluar di tepi pantai. Para Rato (pemuka suku) akan

memprediksi saat nyale keluar pada pagi hari, setelah hari mulai terang. Setelah

nyale pertama didapat oleh Rato, nyale dibawa ke majelis para Rato untuk

dibuktikan kebenarannya dan diteliti bentuk serta warnanya. Bila nyale tersebut

gemuk, sehat, dan berwarna-warni, pertanda tahun tersebut akan mendapatkan

kebaikan dan panen yang berhasil. Sebaliknya, bila nyale kurus dan rapuh, akan

didapatkan malapetaka.4 Setelah itu penangkapan nyale baru boleh dilakukan oleh

masyarakat. Tanpa mendapatkan nyale, Pasola tidak dapat dilaksanakan. Pasola

dilaksanakan di bentangan padang luas, disaksikan oleh segenap warga dari kedua

kelompok yang bertanding, masyarakat umum, dan wisatawan asing maupun lokal.

Setiap kelompok terdiri atas lebih dari 100 pemuda bersenjatakan tombak yang

dibuat dari kayu berujung tumpul dan berdiameter kira-kira 1,5 cm. Walaupun

berujung tumpul, permainan ini dapat memakan korban jiwa. Kalau ada korban

3

Lete. P. Boro, Pasola, Permainan Ketangkasan Berkuda Lelaki Sumba, Nusa Tenggara Timur, Indonesia (Jakarta: Obor tahun 1995), 1-2

4

(15)

3

dalam Pasola, menurut kepercayaan Marapu, korban tersebut mendapat hukuman

dari para dewa karena telah melakukan suatu pelanggaran atau kesalahan.5

Pada saat pelaksanaan Pasola, darah yang tercucur dari salah satu orang

yang masuk dan ikut dalam ritual tersebut dianggap sangat berkhasiat untuk

kesuburan tanah dan kesuksesan panen mereka.6 Mereka percaya bahwa kesuburan

tanah dan kesuksesan panen yang mereka dapati adalah dikarenakan darah yang

tercucur dari budaya Pasola yang sering mereka laksanakan. Berbeda dari

pengertian Marapu tersebut, orang Kristen memahami bahwa kesuburan tanah dan

kesuksesan panen semuanya berasal dari Tuhan, apa yang di tanam maka itu yang

dituai. Jika menurut kepercayaan Marapu darah yang tercucur dapat menyuburkan

tanah maka berbeda dengan pemahaman atau ajaran orang Kristen bahwa air hujan

yang Tuhan turunkanlah yang dapat menyuburkan tanah dan kesuksesan panen dan

dengan percaya penuh kepadaNya. Segala hal yang ada di bumi ini adalah

pemberian dari Tuhan, maka Tuhan pula yang akan memberkati seluruhnya.

Tuhanlah yang mengindahkan tanah, mengaruniainya kelimpahan dan membuat

bumi sangat kaya.

Meskipun memiliki ajaran tentang darah, kesuburan tanah dan kesuksesan

panen yang berbeda, namun hingga saat ini orang Sumba yang di dalamnya adalah

jemaat GKS, masih melakukan budaya7Pasola tersebut, dikarenakan Pasola

adalah sebuah budaya. Sejauh ini tidak ada larangan dari GKS sendiri untuk

melarang adanya Pasola tersebut.

Berdasarkan apa yang telah di uraikan di dalam latar belakang masalah,

rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah, Mengapa orang-orang Kristen

Sumba masih melakukan ritus Pasola? Dengan munculnya rumusan masalah

tersebut maka tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah Mendeskripsikan

alasan orang-orang Kristen Sumba masih melakukan ritus Pasola.

Budaya menurut E.B. Taylor ialah suatu keseluruhan yang kompleks meliputi kepercayaan,

(16)

4

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah Metode

Kualitatif yaitu penulis menggunakan metode penelitian pendekatn kualitatif

dengan jenis penelitian deskriptif.

Pendekatan kualitatif merupakan suatu pendekatan atau suatu penulusuran

untuk mengeksplorasi dan untuk memahami suatu gejala yang sentral dan untuk

mengerti gejala-gejala tersebut peneliti harus mewawancarai partisipan yang akan

diteliti dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang umum dan juga agak

luas.8 Pendekatan ini beda dari pendekatan kuantitatif yang menggunakan dan

memerlukan pertanyaan-pertanyaan yang rinci. Dalam pendekatan kualitatif

biasanya akan dimulai dengan yang umum namun kemudian akan meruncing dan

mendetail. Bersifat umum karena dalam pendekatan ini peneliti ingin agar

partisipan dapat mengungkapkan pikiran dan pendapatnya tanpa dibatasi oleh

peneliti, sehingga peneliti memberikan peluang yang seluas-luasnya, sehingga

terpusat.

Pertama adalah teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian

kualitatif adalah wawancara. Wawancara, adalah upaya yang dilakukan seseorang

atau suatu pihak untuk mendapatkan keterangan, atau pendapat mengenai sesuatu

hal yang diperlukannya untuk tujuan tertentu, dari seseorang atau pihak lain

dengan cara tanya jawab. Dalam penelitian ini, informan yang akan penulis

wawancarai adalah Jemaat Gereja Kristen Sumba.

Fokus dari penelitian ini adalah desa Wanukaka yang berjarak sekitar 76 km

dari Waikabubak, Sumba Barat. Mengapa penulis memilih Wanukaka sebagai

tempat penilitan? Karena desa Wanukaka merupakan tempat pelaksanaan ritus

Pasola tersebut dan juga masyarakat Wanukaka merupakan tempat berkumpulnya

pemeluk Marapu yang kini telah berpindah dan memeluk agama Kristen Protestan.

Dalam penelitian ini, dibutuhkan informan-informan yang mampu

memahami tujuan penelitian penulisan ini, supaya dapat menjawab setiap

pertanyaan para informan tersebut adalah Camat Wanukaka, pendeta dan majelis

(17)

5

GKS Praibakul Pusat Lahihuruk, masyarakat, dan mantan Rato yang sudah beralih

dan memeluk agama Kristen.

Ritual dan Budaya

Menurut E.B Taylor yang dikutip oleh Sulasman dan Setiagumilar,

Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan,

kesenian, moral, hokum, adat-istiadat, kemampuan serta kebiasaan yang

didapatkan oleh manusia sebagai anggota sekelompok masyarakat.9Kebudayaan

adalah segala hal yang tercermin dalam realitas apa adanya di masyarakat. Dengan

demikian, dalam pengertian, kebudayaan adalah makna, nilai, adat, ide, dan simpol

yang relatif. Budaya adalah merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan

dimiliki bersama oleh sekelommpok orang dan diwariskan dari generasi ke

generasi.10

Kebudayaan dapat dikatakan sebagai persoalan yang sangat luas, tetapi

esensinya adalah bahwa kebudayaan itu melekat dengan diri manusia. Artinya,

manusia adalah pencipta kebudayaan dan kebudayaan itu lahir bersama dengan

kelahiran manusia.11 Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.

Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang

dimiliki oleh kebudayaan itu. Kebudayaan dapat diartikan sebagai fenomena sosial

yang tidak dapat dilepaskan dari perilaku atau tindakan warga mmasyarakat yang

mendukung atau menghayatinya.12

Dalam sebuah kebudayaan selalu ada hal yang wajib dilakukan, seperti

upacara, perayaan dan lain sebagainya yang dilakukan oleh sekelompok

masyarakat di sebuah tempat tertentu. Kegiatan keagamaan wajib yang dilakukan

itu biasa dikenal sebagai ritus yang sering bahkan sudah menjadi sebuah kewajiban

yang dilakukan sesuai dengan waktu, tempat, tata cara yang sudah disepakati dari

nenek moyang. Ada perbedaan tersendiri mengenai apa arti dari ritus dan ritual

yang perlu untuk diketahui bersama. Ritus adalah merupakan sesuatu yang sakral,

9

(18)

6

artinya hal itu merupakan hal yang suci dan keramat. Kemudian ritual, ritual

berhubungan dengan sesuatu yang berupa tindakan sosial.

Namun, Ritual dan ritus merupakan sebuah tata cara dalam sebuah upacara

yang dilakukan oleh sekelompok umat yang menganut suatu agama tertentu, yang

kemudian ditandai dengan adanya berbagai macam unsur-unsur dan

komponen-komponen, yaitu adanya waktu, tempat-tempat dimana upacara tersebut dilakukan,

alat-alat yang digunaan dalam upacara tersebut, serta orang-orang yang

menjalankan upacara tersebut. 13Ritual dan ritus dilakukan dengan sebuah tujuan

yaitu untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak dari sebuah pekerjaan

yang dilakukan. Seperti upacara menolak bala dan upacara karena perubahan atau

siklus dalam kehidupan manusia seperti kelahiran, pernikahan, kematian dan

tujuan-tujuan lainnya yang menjadi keinginan dari yang melakukan ritual atau ritus

tersebut.14

Sistem ritus berwujud aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan

kebaktianya terhadap Tuhan, Dewa-dewa, roh nenek moyang, dan dalam usahanya

untu berkomunikasi dengan Tuhan Sang pencipta. Ritus dan ritual biasanya

berlangsung berulang-ulang atau sudah terjadwalkan. Suatu ritus atau ritual terdiri

dari suatu kombinasi yang merangkaikan satu-dua atau beberapa tindakan, seperti:

berdoa, berpuasa, bertapa dan melakukan kegiatan-kegiatan lainnya.15Upacara

ritual atau ceremony adalah sistem atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat

atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai

macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan

tersebut.16

Ritual juga dapat ditinjau dari dua segi: tujuan (makna) dan cara. Dari segi

tujuan, ada ritual yang tujuannya bersyukur kepada Tuhan, ada ritual yang

tujuannya mendekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan

rahmat; dan ada yang tujuannya meminta ampun atas kesalahan yang dilakukan.

Adapun dari segi cara, ritual dapat dibedakan menjadi dua: individual dan kolektif.

13Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, ( Jakarta: Dian Rakyat, 1985), 56 14Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 95

(19)

7

Sebagian ritual dilakukan secara perorangan,bahkan ada yang dilakukan dengan

mengisolasi diri dari keramaian, seperti meditasi, bertapa, dan yoga. Ada pula

ritual yang dilakukan secara kolektif (umum), seperti khotbah, salat berjamaah,

haji, dan lain sebagainya.

Sebuah ritual dan ritus juga identik dengan suatu kepercayaan terhadap

kekuatan yang tak kasat mata, dalam hal ini disebut sebagai ilmu gaib. Terkait dengan hal mengungkapkan bahwa “ilmu gaib” magic adalah teknik-teknik atau kompleks cara-cara yang digunakan manusia untuk mempengaruhi alam sekitarnya menurut kehendak manusia”.17

Salah satu tokoh antropologi yang membahas

mengenai ritual adalah Victor Turner. Ia meneliti tentang proses ritual pada

masyarakat Ndembu di Afrika Tengah. Menurut Turner, ritus-ritus yang diadakan

oleh suatu masyarakat merupakan penampakan dari keyakinan religius.18

Ritus-ritus yang dilakukan itu mendorong orang-orang untuk mau

melakukan dan juga mentaati tatanan sosial tersebut yang sudah ada. Ritus-ritus

tersebut juga memberikan motivasi dan nilai-nilai pada tingkat yang paling

dalam.19 Dari penelitiannya ia dapat menggolongkan ritus ke dalam dua Bagian,

yaitu ritus krisis hidup dan ritus gangguan.20Pertama adalah ritus krisis hidup, yaitu

ritus-ritus yang diadakan untuk mengiringi krisis-krisis hidup yang dialami

manusia. Krisis, karena ia beralih dari satu tahap ke tahap berikutnya. Ritus ini

meliputi kelahiran, pubertas, perkawinan dan kematian. Ritus-ritus ini tidak hanya

berpusat pada individu, melainkan juga tandaadanya perubahan dalam relasi sosial

diantara orang yang berhubungan dengan mereka, dengan ikatan darah,

perkawinan, kontrol sosial dan sebagainya.21 Kedua adalah ritus gangguan. Dalam

ritus gangguan ini masyarakat Ndembu menghubungkan nasib sial dalam berburu,

ketidak teraturan reproduksi pada para wanita dan lain sebagainya dengan tindakan

(20)

8

roh orang yang mati. Roh leluhur menganggu orang sehingga membawa nasib

sial.22

Ritual dalam sebuah agama mempunyai maksud dan tujuan tertentu sesuai

dengan apa yang diajarkan dalam agama tersebut. Bentuk ritual juga berbeda-beda.

Sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Menurut Turner, ritus atau

ritual mempunyai beberapa peranan antara lain, Pertama ritus dapat

menghilangkan konflik. Kedua, ritus dapat mengatasi perpecahan dan membangun

solidaritas masyarakat. Ketiga, ritus dapat mempersatukan dua prinip yang

bertentangan. Dan dengan ritus orang mendapat kekuatan dan motivasi baru untuk

hidup dalam bermasyarakat sehari-hari.Dengan demikian, suatu ritus atau ritual,

mengikuti pendapat Turner, bisa mengungkapkan seperangkat nilai pada tingkat

yang paling dalam.23

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa ritual dan ritus merupakan

serangkaian perbuatan keramat atau kebudayaan yang dilakukan oleh sekelompok

orang dengan menggunakan alat-alat tertentu, tempat, dan cara-cara tertentu pula

untuk mendukung keberlangsungan ritual yang dilakukan. Namun ritual dan ritus

mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk berdoa yang dilakukan untuk

mendapatkan suatu berkah.

Ritual-ritual yang sering kita temui dan alami dalam kehidupan sehari hari

adalah ritual siklus kehidupan, yakni ritual kelahiran, ritual pernikahan dan ritual

kematian. Ritual-ritual tersebut tidak bisa dilepas dari suatu masyarakat beragama

yang meyakininya. Selain tiga ritual yang paling sering terlihat di tempat-tempat

atau daerah-daerah yang masih melakukan ritual, ada pula sebuah ritual yang di

lakukan guna meminta berkat dan juga berterimakasih atas berkat yang sudah

didapat seperti panen yang berhasil dan memohon panen yang baik untuk waktu

kedepan yaitu Pasola.

22

Y. W Wartajaya Winangun, 22

23

(21)

9

Pasola dalam Pandangan Jemaat GKS Praibakul Pusat Lahihuruk Gambaran Tempat Penelitian

Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu dari 21 Kabupaten yang ada

di dalam wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan ibukota kabupaten

yaitu Waikabubak. Kabupaten Sumba Barat memiliki luas daerah 737,42 Km², dan letak geografis pada 9°22’24,47” LS – 9°47’50,14” LS dan 119°6’43,61” BT –

119°32’5,87” BT. Masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten Sumba Barat

adalah sebagai berikut, Pertama, kecamatan Lamboya dengan ibukota Kabukarudi

(luas wilayah 286,88 km2). Kedua, kecamatan Wanukaka dengan ibukota Labi

Huruk (luas wilayah 133,68 km2). Ketiga, kecamatan Loli dengan ibukota

Dedekadu (luas wilayah 132,36 km2). Keempat kecamatan Kota Waikabubak

dengan ibukota Waikabubak (luas wilayah 44,71 km2), dan yang kelima adalah

kecamatan Tana Righu dengan ibukota Malata (luas wilayah 139,79 km2).

Jumlah desa dan kelurahan di tiap kecamatan di Kabupaten Sumba Barat

adalah 45 desa dan 8 kelurahan, yang terdiri dari Kabupaten Lamboya 13 desa,

Kabupaten Wanokaka 10 desa, Kabupaten Loli 6 desa dan 2 kelurahan,

Kabupaten Waikabubak 5 desa dan 6 kelurahan, dan Kabupaten Tana Righu 11

Desa.24 Dan yang menjadi tempat peneilitian adalah Kecamatan Wanukaka dengan

ibukota Lahi Huruk yang memiliki luas wilayah 133,68 km2, yang menjadi tempat

pelaksaan ritus Pasola. Ada dua tempat yang menjadi terlaksananya ritus Pasola

ini yaitu di Sumba Barat Daya (Kodi) dan juga di Sumba Barat yaitu desa

Wanukaka. Penulis melakukan penelitiannya di Sumba Barat yaitu desa

Wanukaka.

24

(22)

10

Asal Muasal Pasola Wanukaka

Pasola Wanukaka berawal dari seorang laki-laki yang bernama Umbu

Dulladan seorang wanita bernama Rabu Kaba. Umbu Dulla merupakan suami dari

Rabu Kaba. Pada suatu hari Umbu Dulla pergi memancing di Weitenadi

Hagaroriselama 2 sampai 3 malam. Kemudian ada perahu dari Kodi berlabuh di

Waibukudan melakukan pancing juga. Rabu Kaba saat itu sedang berada di

Waiwuangdan orang Kodi tersebut sedang mandi di mata air di Waiwuangdan pada

saat yang sama juga Rabu Kaba pergi menimbah air di mata air tersebut dan

bertemulah Rabu Kaba dengan orang Kodi tersebut. Pertama kali bertemu saat itu

mereka hanya saling berpandangan, dan pada pertemuan di hari selanjutnya yaitu

hari kedua orang kodi tersebut bertanya “ ini mama dari mana ?” kemudian Rabu Kaba menjawab “saya dari Waiwuanglalu bapa dari mana ?”, orang Kodi itu menjawab “saya dari Kodi” dan percakapan-percakapan lainnya. Dan ketiga kalinya mereka berdua sudah saling berbicara dan saat itulah timbul rasa-rasa

tertarik antara keduanya. Karena sudah tertarik dengan orang Kodi ini, Rabu Kaba

lupa dengan suaminya Umbu Dulla yang sedang memancing di Weitena. Keempat

kalinya mereka melakukan perjanjian untuk pergi ke Kodi dan akhirnya orang

Kodi ini membawa pergi Rabu Kaba ke Kodi.

Setelah beberapa jam warga Waiwuangmenyadari kalau Rabu Kaba tidak

ada dan ada yang melihat kalau Rabu Kaba tadi naik ke perahu. Akhirnya Umbu

Dulla memerintahkan seluruh rakyat Waiwuang untuk mencari Rabu Kaba.

Kemudiam, Rabu kaba meminta pertanggungjawaban Orang Kodi untuk menganti

semua Belis yang sudah diberikan oleh Umbu Dulla, dan Orang Kodit tersebut

menyanggupinya hingga akhirnya mereka menggelar pesta pernikahan. Sementara

itu Umbu Dulla berpesan kepada rakyatnya di Waiwuang untuk mengadakan pesta

Nyale dalam bentuk Pasola.25

Sebelum pelaksanaan Pasola, harus dilaksanakan upacara adat yang

bernama 'Nyale' terlebih dahulu. Upacara Nyale adalah upacara menyambut

kedatangan musim panen yang ditandai kemunculan cacing laut di pesisir pantai.

Para pemuka suku yaitu Rato, memprediksi kemunculan Nyale (cacing laut) di

(23)

11

pantai saat pagi hari. Waktu penyelenggaraan Pasola sangat bergantung pada

hitungan para tetua adat Rato yang menafsirkan berbagai tanda-tanda alam,

termasuk peredaran bulan. Perhitungan para Rato ini tidak pernah meleset.

Buktinya, setiap hari pelaksanaan Pasola, di tepi pantai biasanya terdapat banyak

nyale (cacing laut) sebagai tanda dimulainya permainan Pasola.Setelah

pengambilan Nyale dilaksanakan, baru lah Pasola dapat diselenggarakan.

Penyelenggaraan Pasola biasa dilakukan secara bergiliran yakni antara bulan

Februari hingga bulan Maret di setiap tahun.26

Pandangan Tokoh adat Wanukaka Terhadap Pasola

Menurut orang Wanukaka, dengan melakukan ritual Pasola mereka merasa

bahagia, kebahagiaan yang tidak dapat diukur dengan apapun. Orang Wanukaka

tidak pernah merasa rugi sedikitpun, walaupun begitu banyak rancangan acara

yang dilakukan seperti memotong kerbau, babi dan yang lainnya untuk menyambut

orang-orang yang datang untuk menyaksikan ritual ini. Mereka tidak pernah

merasa rugi sedikitpun karena mereka merasa berkat yang melimpah akan turun

atas mereka. “kami sama sekali tidak merasa rugi ketika melakukan ritual ini,

walaupun cukup banyak dana yang kami keluarkan untuk ritual ini, tetapi kami

sangatmerasa bahagia dengan melakukan ritual ini, saat-saat beginilah yang kami

warga Sumba tunggu-tunggu”27Dengan adanya Nyale itu berarti kepuasan itu

sangat dirasakan karena mereka yakin bahwa usaha apapun yang mereka lakukan

seperti bertani dan lain sebagainya akan diberkati oleh sang pencipta.28“Ketika

mendapat Nyale para Rato mulai menghitung dan semuanya baik, hati juga lega

karena itu berarti semuanya baik-baik saja”29Ritual dan atraksi Pasola yang

diselanggarakan oleh komunitas Marapu yang merupakan agama lokal dari Sumba

(24)

12

Makna sosiologis dari Pasola disampaikam oleh Camat Wanukaka. Pasola

adalah Pertama, dengan adanya ritual Pasola ini maka semakin memperkuat

hubungan manusia dengan alam semesta, bagaimana dijaga keseimbangan antara

perbuata manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan kondisi alam

yang ada dan tersedia. Kemudian yang kedua adalah mempererat hubungan

manusia dengan penciptanya, dalam arti bahwa manusia menyadari bahwa dia

memiliki keterbatasan karena itu ungkapan syukur sesungguhnya adalah bentuk

dari ketakutan, bentuk dari pengharapan terhadap penciptabahwa dia selalu

berharap berkat dan tidak mendapat rintangan dan hambatan dalam kehidupan

kesehariannya, dan kemudian yang terakhir ini sangat jelas yaitu membangun

hubungan baik antara sesama manusia yag ikut melaksanakan ritual tersebut.

Pandangan Gereja Terhadap Pasola

Apa itu Pasola? Pasola merupakan ritual yang selalu dilakukan pada saat

menjelang panen, ini dilakukan sebagi pengucapan syukur atas berkat-berkat yang

didapati juga untuk permohonan meminta berkat yaitu hasil panen yang melimpah. Ini sering dilakukan bahkan hingga saat ini. “Dan kami pun selalu mengikutinya” ucap seorang Jemaat GKS Praibakul Pusat Lahihuruk Pasola.

Menurut GKS Praibakul Pusat Lahihuruk,Pasola merupakan sebuah

pengucapan syukur atas berkat-berkat yang didapati juga untuk permohonan

meminta berkat yaitu hasil panen yang melimpah. Memang sudah seharusnya

manusia haruslah selalu mengucap syukur atas segala berkat yang sudah diterima

dalam kehidupan. Mengucap syukur seharusnya menjadi gaya hidup setiap orang

Kristen, karena hal itu merupakan kehendak Allah. Tuhan ingin kita mengucap

syukur dalam segala hal, bukan hanya saat kita menerima berkat saja, tetapi juga

saat kita menghadapi kesulitan dan masalah hidup."Mengucap syukurlah dalam

segala hal,sebab itulah yang dikehendaki Allahdi dalam Kristus Yesus bagi kamu."

(1 Tesalonika 5:18). Orang Kristen sejati adalah orang yang menyadari

keberadaannya di hadapan Penciptanya. Karena ia sadar akan ketidaklayakannya,

menyadari bahwa hidupnya harus senantiasa diisi dengan ungkapan syukur.

(25)

13

tanpa manusia sadari persoalan itu membuat manusia menjadi lemah, kecewa,

kehilangan pengharapan, bahkan sampai-sampai manusia seolah-olah merasa putus

asa. Persoalan hidup yang paling berat adalah ketika manusia merasakan tidak ada

berkat dalam kehidupannya. Inilah yang patut untuk manusia perhatikan, baha

dlam keadaan apapun manusia haruslah selalu mengucap syukur, karena Tuhan

selalu menyiapkan berkat bagi setiap umatnya.31

Pasola adalah cara untuk melestarikan budaya Sumba. Makna dari Pasola

tersebut merupakan sebuah pengungkapan ucapan syukur kepada sang

Pencipta.32Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh pendeta GKS Praibakul Pusat

Lahihuruk yaitu

Memang benar bahwa ucapan syukur kepada sang pencipta bisa saja dengan cara yang lain, akan tetapi dari turun-temurun warga Sumba terkhususnya warga Wanokaka sudah melakukan ritual ini dengan maksud dan tujuan sebagai ungkapan syukur, ini hanya sebagai sebuah ritual yang selalu dilakukan guna untuk menjaga kelestarian budaya yang ada.33

Hubungan antara pengucapan syukur dengan pasola semata-mata hanyalah

sebuah ritual yang sudah terjadwalkan. Namun jika dilihat lebih jauh kedalam

maka seperti dikatakan oleh seorang pendeta GKS Praibakul Pusat Lahihuruk,

Pasola menjadi sarana besar bagi warga Sumba untuk mengungkapkan ucapan

syukur kepada Tuhan, karena ritual Pasola dilaksanakan guna sebagai pengucapan

syukur atas berkat yang diterima (panen yang melimpah) dan juga permohonan

akan berkat yang akan diterima. Bagi orang-orang yang masih memeluk

kepercayaan Marapu, mereka biasanya dalam ritual ini mereka memohon dan

mengucapkan syukur kepada Tuhan yang mereka sembah yaitu menurut

kepercayaan Marapu, akan tetapi bagi yang sudah memeluk agama Kristen,

mereka akan memohon dan mengucapkan syukur pada Tuhan Yesus Kristus sesuai

dengan ajaran kekristenan yang diajarkan.34

31Wawancara dengan Pendeta GKS Praibakul Pusat Lahihuruk (1) 32 Wawancara dengan Pendeta GKS Praibakul Pusat Lahihuruk (2)

33 Wawancara denga Pendeta GKS Praibakul Lahihuruk (3)

(26)

14

Pandangan Majelis, Jemaat dan Masyarakat Terhadap Pasola

Ritual Pasola merupakan budaya yang akan selalu melekat pada setiap jiwa

orang Sumba. Karena sudah secara turun-temurun dari nenek moyang. Sejak dari

kecil masyarakat sudah sering mengikuti ritual ini, sudah menjadi kewajiban bagi

masyarakat setempat. “Saya pun sering sekali mengikuti ritual Pasola ini, karena

jujur keluarga saya masih memeluk kepercayaan Marapu” Begitulah ungkapan dari

seorang pendeta yang sedang melayani di Jemaat GKS Praibakul Pusat Lahihuruk.

Beliau mengatakan bahwa, kita harus tetap menjaga dan melestarikan apa yang

telah menjadi khas dari budaya Sumba. Begitu banyak pendatang yang datang dari

tempat-tempat yang jauh untuk dapat merasakan dan menikmati ritual ini, jadi

sebagai warga Sumba maka perlu untuk melihat ini sebagai sebuah budaya yang

patut untuk di banggakan, tetapi perlu bagi masyarakat Sumba yang sudah

memeluk agama Kristen untuk memutar balikan pandangan tentang ritual ini.

Bukan lagi menyembah kepada Marapu tetapi kepada Tuhan yang menciptakan

dunia ini. “Karena nenek moyang dulu melakukan ini untuk menaikan doa syukur

dan meminta berkat kepada Marapu, maka kita yang sekarang yang sudah punya agama ini membalikan hal itu”35

ucap pendeta GKS Praibakul Pusat Lahihuruk

Selain pendeta yang sedang melayani di GKS Praibakul Pusat Lahihuruk,

ada juga ungkapan-ungkapan dari para Majelis dan Jemaat yang mengatakan

bahwa hampir seluruh majelis dan jemaat GKS Praibakul Pusat Lahihuruk

mengikuti ritual Pasola ini setiap bulan Februari dan bulan Maret. “Tetapi saya

dan beberapa orang majelis biasanya hanya mengikuti acara puncaknya saja,

karena itu yang paling ramai”36ungkap seorang Majelis. “Kalau saya lebih senang

ikut dari awal dari nyale, karena suasananya lebih terasa”37 ucap seorang Jemaat.

Dengan dilakukannya ritual ini juga, karena adanya rasa keterpanggilan

untuk bersama-sama mengekspresikan budaya di tengah-tengah kehidupan

masyarakat. Pada sisi yang lain juga masyarakat mengambil hikmah bahwa

peristiwa budaya dalam ritual dan aktraksi Pasola itu adalah ungkapan daripada

35

Wawancara dengan pendeta GKS Praibakul Pusat Lahihuruk (4)

36

Wawancara dengan Majelis GKS Praibakul Pusat Lahihuruk

37

(27)

15

hasil kreasi manusia, dengan kata lain tentunya dengan hubungannya dengan ritual

itu menjadi tanggungjawab masyarakat yang memeluk agama Marapu. Dari sisi

atraksinya itu menjadi hal yang dapat dinikmati oleh semua orang dan semua

agama. 38 Meskipun bagi yang sudah beragama Kristen, mereka tetap melakukan

ritual ini, tetapi tidak begitu mendalami makna dari ritual ini ketika pada saat

mereka belum masuk agama Kristen, karena mereka menganggap bahwa ritual

Pasola ini adalah merupakan budaya yang diciptakan oleh nenek moyang mereka

dan harus terus dilaksanakan, karena budaya tersebut sudah mmendarah daging

dalam diri mereka sehingga sangat sulit untuk dilepaskan begitu saja.

Menurut masyarakat Wanukaka ritualPasola ini akantetap ada dan akan

tetap bertahan, karena dalam sebuah keluarga pasti selalu ada salah satu anggota

keluarga yang diwariskan untuk menjadi Rato guna untuk memimpin ritual Pasola

tersebut. Dan yang sudah masuk ke dalam agama Kristen tetap mendukung dengan

cara ikut melaksanakan dan mengikuti ritual tersebut. 39

Sehubungan dengan ritualnya, ritual ini memang tidak akan habis, namun

jika dilihat dari aktaraksi-aktrasi yang ada didalamnya kemungkinan besar akan

dikurangi atau bahkan akan dihilangkan karena jika mau dilihat ini merupakan

sebuah tindak kekerasan antara satu dan yang lainnya. Walaupun ini hal yang biasa

bagi warga Sumba karena makna yang ada dalam perang ini adalah darah yang

tercucur akan memberkati tanah, dan juga orang-orang yang melakukan perang

saling melempar lembu ini adalah orang-orang yang sudah sangat siap dan sudah

terlatih. Tetapi semakin hari semain banyak orang-orang dari luar pulau Sumba

yang datang dan ikut menyaksikan perang ini dan apalagi semakin hari,

masyarakat disini semakin pintar dan berwawasan luas karena sekolah yang tinggi

dan juga hukum-hukum yang dibuat maka ini akan dilihat sebagi tindak kekerasan

dan dapat menyebabkan kematian. Akan tetapi bagi warga Sumba, makna dari

ritual ini tidak akan pernah hilang. 40

(28)

16

Tetapi untuk memastikan bahwa apakah ritual ini akan hilang ataupun tidak

masyarakat Wanukaka yakin bahwa ritual ini tidak akan pernah hilang, karena jika

hilang maka hilang pula kekhasan yang ada pada masyarakat Sumba, dan hal yang

menjadi kegembiraan tersendiri bagi masyarakat Sumba pun akan hilang dan

lenyap. Sumba akan menjadi sepi karena ritual ini sangat meramaikan dan juga

antara desa satu dan desa-desa lainnya tidak bisa bertemu lagi karena ritual ini juga

dapat membangun tali persaudaraa antara seluruh masyarakat Sumba.

Pasola dan Kekristenan Sumba

Berdasarkan teori yang diambil dan dikaitkan dengan hasil penelitian, dapat

dilihat bahwa dalam sebuah kebudayaan selalu ada hal yang wajib dilakukan,

seperti upacara, perayaan dan lain sebagainya yang dilakukan oleh sekelompok

masyarakat di sebuah tempat tertentu. Hal wajib yang dilakukan itu dikenal

sebagai sebuah ritual dan ritus yang menjadi sebuah kewajiban yang dilakukan

sesuai dengan waktu, tempat, tata cara dan lain sebagainya yang sudah disepakati

dari nenek moyang dan diteruskan oleh generasi-generasi mendatang. Di Sumba

hal wajib atau ritus atau ritual yang wajib di lakukan adalah Pasola. Pasola

dilakuan oleh sekelompok orang yaitu warga Wanukaka di sebuah tempat yang

sudah menjadi tempat khusus dilakukannya ritus atau ritual ini.

Berbicara mengenai ritus dan ritual yang merupakan sesuatu yang sakral,

artinya bahwa hal itu merupakan hal yang suci dan keramat dan yang kemudian

berhubungan dengan sesuatu yang berupa tindakan sosial. Hal yang suci dan

keramat berarti bahwa hal itu adalah sesuatu yang dihormati, dihargai, dijaga dan

bahkan dilestarikan secara turun-temurun dan merupakan sesuatu yang tidak akan

pernah musnah. Begitu juga dengan ritual Pasola yang selalu dilakukan oleh

masyarakat Sumba adalah merupakan sesuatu yang harus dijaga dan dilestarikan.

Seperti sebuah teori kebudayaan yang diungkapkan oleh Taylor,

Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup mengenai sebuah pengetahuan,

(29)

17

yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota sekelompok masyarakat.41 Artinya

sebuah ritus atau ritual yang dilakukan merupakan sebuah kesenian, moral dan lain

sebagainya yang merupakan sebuah kebudayaan yang akan terus-menerus

dilaksanakan.

Ritus Pasola merupakan sebuah kesenian dari budaya Sumba. Selain

menjadi sebuah kesenian khusus masyarakat Sumba, ritus Pasola ini juga

merupakan sebuah adat-istiadat dari masyarakat Sumba sendiri, terkhususnya

warga Wanukaka. Jika kita melihat arti dari adat-istiadat itu sendiri merupakan

sebuah aturan yang harus ditaati dan dilakukan sejak dahulu kala, berarti pada

waktu yang sudah ditentukan adat-istiadat yang adalah Pasola ini haruslah

dilaksanakan dan tidak boleh terlupakan atau terabaikan sedikit pun. Kemudian,

ritus Pasola ini juga sudah merupakan sebuah kebiasaan. Kebiasaan yang saat

waktunya tiba maka ritus ini akan dan bahkan harus dilaksanakan. Ritus Pasola

telah menjadi kebiasaan-kebiasaan masyarakat Sumba yang tidak lagi bisa

dihilangkan.

Dari hasil penelitian yang ada, teori yang di gunakan adalah teori ritual.

Sebuah teori ritual dari salah satu tokoh antropologi Turner. Ia mengatakan bahwa

Ritus-ritus yang dilakukan itu mendorong orang-orang untuk mau melakukan dan

juga mentaati tatanan sosial yang sudah ada. Disini berarti bahwa orang-orang

dalam sebuah kelompok harus saling berinteraksi atas dasar status dan peranan

sosial yang sudah diatur. Sama halnya ketika dalam pelaksanaan ritus Pasola ada

terjadi sebuah pembentukan tatanan sosial yaitu sang Rato yang bertugas sebagai

pemimpin ritual ini dan lain sebagainya.

Pasola merupakan sebuah ritus atau ritual yang dilakukan guna mendorong

orang-orang untuk melakukan dan mentaati tatanan sosial yang ada, seperti yang

sudah dijelaskan diatas yaitu orang-orang yang mengikuti ritus Pasola ini mereka

mengikuti perintah dari sang Rato ketika ia memprediksi kemuncuan Nyale

(cacing laut) karena itu merupakan tanda-tanda yang akan dihitung oleh para

Ratodalam menafsirkan tanda-tanda alam. karena Pasola merupakan ritus secara

turun-temurun yang pada dasarnya semua warga mengikuti ritus tersebut saat

41

(30)

18

diselenggarakan, dan guna dari masih diadakannya ritus ini adalah agar sesama

warga di Sumba, dari desa lainnya dapat berkumpul untuk bersama-sama

melaksanakan ritus ini dan mereka dapat berinteraksi antara yang satu dan yang

lainnya.

Menurut Turner, ritus dan ritual mempunyai beberapa peranan yang jika

dikaitkan dengan hasil penelitian, ritus Pasola dapat menghilangkan konflik. Jelas

saja dapat menghilangkan konflik, karena ritus Pasola ini diselanggarakan dan

diikuti oleh beberapa kelompok dari berbagai desa-desa yang ada dalam pulau

Sumba. Didalamnya timbul rasa kekeluargaan yang tinggi karena tujuan mereka

mengikuti ritus ini sama yaitu untuk mengungkapkan rasa syukur dan memohon

berkat. Sehingga dengan tujuan yang sama maka timbullah rasa kekeluargaan dan

juga dapat mengatasi perpecahan. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa disaat

inilah yaitu pada saat ritus Pasola dilaksanakan maka orang-orang yang datang

dari berbagai-bagai tempat dan berbagai desa melakukan interaksi antara satu dan

yang lainnya sehingga tidak terjadi perpecahan antara satu kelmpok atau satu

individu dengan kelompok atau individu lainnya. Kemudian juga dapat

mempersatukan dua prinsip yang bertentangan. Mengapa dikatakan dapat

mempersatukan dua prinsip yang bertentangan? karena tujuan dari dilakukannya

ritus ini adalah untuk membangun hubungan baik antara sesama manusia yang ikut

melaksanakan ritus ini dan yang terakhir orang mendapat kekuatan baru untuk

hidup. Masyarakat Sumba mendapat kekuatan baru dari rasa syukur yang mereka

naikan kepada Sang pencipta dan juga mereka percaya bahwa Sang pencipta akan

memberikan atau memberkati mereka dalam hal ini adalah hasil panen yang

berlimpah.

Ritus Pasola merupakan sebuah ritus yang sering ditemui dan dialami

dalam kehidupan sehari-hari yang adalah ritus siklus kehidupan. Siklus kehidupan

merupakan sebuah putaran watu yang didalamnya terdapat rangkaian-rangkaian

kejadian yang berulang-ulang atau terus-menerus terjadi secara tetap dan teratur.

Dalam hal ini berkat dan kelahiran juga kematian merupakan siklus kehidupan

yaitu sebuah kejadian yang akan selalu manusia hadapi dan itu merupakan hal

(31)

19

meminta berkat dan mengucap syukur kelahiran yang dimana ritus ini tidak bisa

dilepas dari suatu masyarakat beragama yang meyakininya.

Ritus Pasola ini merupakan sebuah budaya yang tidak akan terlepas dari

kehidupan warga Sumba terkhususnya warga Wanukaka yang menjadi tempat

penelitian dilakukan. Karena melihat dari budaya itu sendiri yang adalah

merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral,

hukum, adat-istiadat, kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia

sebagai anggota sekelompok masyarakat, Pasola adalah sebuah pengetahuan,

sebuah kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan serta kebiasaan yang

dimiliki oleh masyarakat Sumba.

Turner, dalam penelitian yang ia lakukan, ia dapat menggolongkan ritus ke

dalam dua bagian yaitu ritus krisis kehidupan dan ritus gangguan. Jika kita melihat

dari hasil penelitian yang sudah dilakukan maka kedua golongan yang

dikemukakan oleh Turner ini sedikit sesuai dengan hasil penelitian yang sudah

didapati. Pasola jika dilihat dari golongan pertama yang dikemukakan oleh Turner

yaitu ritus krisis kehidupan. Jika melihat devinisi dari arti kata krisis yaitu Suatu

kejadian atau peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dalam kehidupan seseorang

dan mengganggu keseimbangan seseorang. Disini menurut Turner seseorang

mengalami krisis karena ia beralih dari satu tahap ke tahap berikutnya. Pada

golongan yang pertama ini saya rasa tidak begitu sesuai dengan hasil penilitian

yang didapati.

Kemudian pada golongan yang kedua, ritus gangguan. Pada golongan ini,

Turner menjelaskan bahwa mereka mmenghubungkan nasib sial yang dialami dan

sebagainya kemudian mereka kaitkan dengan roh orang yang sudah mati. Mereka

percaya bahwa roh leluhur mengganggu orang sehinga mereka mmendapati nasib

sial. Jika kita melihat pada hasil penelitian yang ada, maka dapat dikatakan bahwa

Pasola juga hamper sama dengan golongan kedua dari Turner ini, yaitu ketika ritus

Pasola ini dilaksanakan dan ada yang terluka bahkan mati dalam pertandingan

maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut pernah melakukan kesalahan pada

nenek moyang sehingga ia mendapat kesialan atau dipandang sebagai bukti

(32)

20

Pasola merupakan sebuah kebuadayaan yang begitu sangat melekat dengan

diri masyarakat Sumba. Sehingga walaupun Pasola ini merupakan ritual yang

dilakukan sejak masyarakat Sumba masih memeluk kepercayaan Marapu yang

dengan tujuan masyarakat Sumba melaksanakan ritus ini adalah agar mengucapkan

rasa syukur pada Marapu dan juga meminta berkat pada Marapu, dan hingga

sekarang banyak, bahkan hampir seluruh masyarakat Sumba sudah memeluk

agama Kristen, namun mereka tetap terus mengikuti ritus tersebut, karena menurut

masyarakat Sumba, ritus Pasola ini sudah menjadi darah daging mereka dan tidak

akan pernah ada yang berubah, hanya saja yang sedikit berubah adalah cara

pendang mereka dalam melihat kemana mereka mengungkapkan rasa syukur

mereka sudah berbeda saat mereka masih memeluk kepercayaan Marapu dan

ketika mereka sudah memeluk agama Kristen.

Jika melihat dari konteks kekristenan,Pasola merupakan sesuatu hal yang

sebenarnya merupakan tindakan penyembahan kepada berhala, apalagi jika kita

melihat pada konteks 10 hukum taurat. Pada hukum yang pertama dikatakan

bahwa “Jangan ada allah lain di hadapanKu.” Pasola sendiri merupakan

penyembahan kepada Marapu, itu berarti bahwa masyarakat Sumba telah

melanggar apa yang ditetapkan dalam 10 hukum taurat tersebut. Ketika ini dilihat

sebagai sebuah permasalahan, maka tentulah Pasola merupakan hal yang salah,

ketika orang-orang Kristen di Sumba masih mengikuti ritual ini. Tetapi ini sudah

tidak lagi menjadi sebuah masalah dalam konteks kekristenan ketika kita melihat

lebih dalam makna dari ritual Pasola ini yang adalah menaikan ungkapan syukur

atas berkat yang diterima, karena dalam ajaran Kristen yang kita pelajari,

mengucap syukur adalah hal wajib yang harus dilakukan oleh seluruh umat

Kristani. Mengucap syukur artinya kita mensyukuri apapun yang ada dalam

kehidupan kita, apalagi berkat-berkat yang kita terima.Tuhan berkehendak agar

umat manusia mengucap syukurlah dalam segala hal, maka seharusnya kita

praktekkan itu dalam seluruh gerak hidup kita sehari-hari. Ini sudah tidak menjadi

sebuah masalah lagi ketika orang-orang Kristen mengikuti ritual Pasola ini

(33)

21

Itulah sebabnya, mengapa orang Kristen Sumba masih melakukan ritual ini,

karena mereka melihat pada makna ungkapan syukur yang ada dalam ritual

tersebut. Mereka tidak lagi menyembah Marapu dan menaikan ungkapan syukur

pada Marapu, tetapi pada Tuhan sang pencipta langit dan bumi. Ketika melihat

pada makna yang ada dalam ritual ini maka sama sekali tidak menyimpang dari

ajaran Kristen yang ada, karena begitu penting mengucap syukur atas apa yang ada

dan didapat dalam kehidupan umat manusia, dan juga masyarakat Sumba merasa

bahwa Pasola telah menjadi budaya mereka sehingga walaupun masyarakat Sumba

sudah memiliki agama mereka masih terus mengikuti ritual tersebut. Seperti yang

diungkapkan oleh pendeta GKS Praibakul Pusat Lahiuruk, beliau mengatakan

bahwa Pasola sudah menjadi sarana besar bagi warga Sumba untuk menaikan atau

mengungkapkan ucapan syukur mereka kepada Tuhan atas berkat-berkat yan

mereka dapati yang berupa hasil panen yang melimpah juga sebagai permohonan

meminta berkat kepada Tuhan.42

Ritus Pasola merupakan serangkaian perbuatan keramat dan kebudayaan

yang dilakukan oleh sekelompok dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti

lembung yang dipakai pada saat perang kuda dilakukan, kemudian tempat tertentu

seperti Pasola yang selalu dilaksanakan di desa Wanukaka, dan cara-cara tertentu

pula untuk mendukung keberlangsungan ritual. Seperti halnya ritus Pasola ini

memiliki cara-cara yang dilakukan untuk menunjang ritus ini yang dimulai dengan

nyale dan kemudia dilanjutkan dengan cara-cara lainnya hingga sampai pada acara

puncak dari Pasola ini yaitu perang kuda yang dilakukan oleh kedua kelompok

yang sudah disiapkan.

Ritus Pasola sangat erat hubungannya dengan masyarakat Sumba. Segala

sesuatu yang terdapat dalam masyarakat Sumba ditentukan oleh kebudayaan yang

mereka miliki yaitu Pasola tersebut. Kebudayaan dapat diartikan sebagai

fenomena sosial yang tidak dapat dilepaskan dari perilaku atau tindakan warga

masyarakat yang mendukung atau menghayatinya yaitu Pasola yang sudah

menjadi sebuah fenomena sosial dan sampai kapanpun tidak akan bisa terlepas dari

masyarakat Sumba terkususnya desa Wanukaka.

42

(34)

22

Dari teori yang diambil dan hasil penelitian yang telah didapati, penulis

melihat bahwa ada kecocokan antara keduanya. Apa yang di ungkapkan oleh

Turner dan apa yang didapati dari hasil wawancara selama penelitian hamper

mencapai persamaan jika lebih dilihat secara mendalam apa itu Pasola dan

makna-makna yang terkandung. Dapat dipastikan bahwa ritus Pasola merupakan hal wajib

yang selalu rutin dilaksanakan pada waktu penyelenggaraan yang sudah disepakati

bersama sejak zaman dahulu, pada saat masyarakat Sumba masih memeluk

kepercayaan Marapu. Pada setiap bulan Februari dan Maret, masyarakat Sumba

selalu berkumpul di suatu tempat yang sudah ditentukan untuk mengikuti ritus

Pasola ini. Ritus ini sudah menjadi makanan pokok yang tidak bisa dihindari oleh

masyarakat Sumba.

Pasola telah menjadi budaya masyarakat Sumba yang tidak akan pernah

bisa hilang dan sudah melekat pada diri setiap masyarakat Sumba. Walaupun

hampir seluruh masyarakat Sumba telah beralih dan memiliki agama, tetapi Pasola

ini akan terus dilakukan seperti biasanya.Apalagi melihat dari apa yang

disampaikan oleh bapak camat Wanukaka bahwa Pasola tidak akan pernah hilag

dari masyarakat Sumba, ini telah menjadi kekhasan dari masyarakat Sumba

sendiri. Begitu banyak perbuhahan-perubahan zaman yang terjadi tetapi Pasola

tidak akan pernah berubah. Dan walaupun masyarakat telah memiliki dan memeluk

agama Kristen, tidak akan menutup kemungkinan untuk mereka akan terus

mengikuti ritus Pasola karena Pasola telah menjadi budaya yang harus dijaga dan

dilestarikan.

Kesimpulan

Ritual Pasola ini hingga sampai saat ini masih terus dilakukan

olehmasyarakat Sumba Barat sebagai bentuk doa dan permohonan untuk hasil

panenyang melimpah dan juga sebagai permohonan mendapat berkat, karena

sebagian besar masyarakat Sumba Barat bermatapencaharian sebagai seorang

petani. selain itu jugaPasola ini diperuntukan sebagai pererattali kekerabatan

diantara masyarakat Sumba karena melihat setiap kali ritus ini diselanggarakan

(35)

23

yang datang untuk menyaksikan ritus ini juga sekaligus untuk

mendapatkankeadaan yang makmur, selamat, dan tentram.Walaupun banyak

diantara mereka atau bahkan hampir keseluruhan orang Wanukaka telah memeluk

agama Kristen, tetapi mereka masih tetap melaksanakan ritus Pasola ini sesuai

waktu, tatacara dan tempat yang sudah ditetapkan oleh nenek moyang mereka. Ini

sudah menjadi sebuah ritual secara turun-temurun oleh warga Wanukaka. Warga

Wanukaka memang masih melakukan ritus ini walaupun mereka telah memeluk

agama Kristen, tetapi makna yang mereka ambil pun sudah tidak lagi seperti waktu

mereka masih memeluk agama Marapu. Masih tetap sama bahwa ritus Pasola ini

dilakukan guna untuk mengucap syukur dan meminta berkat yang melimpah

berupa hasil panen yang melimpah, yang berubah ialah kepada siapa syukur ini

dinaikan.

Tetapi meskipun begitu, ritus ini telah menjadi sebuah kebudayaan yang

harus dilindungi, dijaga dan dilestrikan oleh seluruh warga Sumba terkhususnya

warga Wanukaka. Ini menjadi sebuah alasan mengapa orang Kristen di Sumba

masih terus melakukan ritus Pasola hingga sampai saat ini, karena ritus ini sudah

menjadi sebuah kebudayaan bagi masyarakat Sumba yang tidak akan pernah

(36)

24

Daftar Pustaka

Alfian. Persepsi Masyarakat Tentang Kebudayaan. Jakarta: PT Gramedia, 1985.

Agus Bustanuddin. Agama Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

Boro Lete Paulus. Pasola, permainan ketangkasan berkuda lelaki Sumba, Nusa

Tenggara Timur, Indonesia, Jakarta: Obor, 1995. Hal 1-2

Creswell, W. J. Research Design Pendekatan Kualitatif Kuantitatif dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

Daeng J. Hans. Manusia Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

Jenks Chris. Culture Studi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

Kaplan David dan Robert A. Manners. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1999.

Koentjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat, 1985

Kuntojowijoyo. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006.

Kusdi. Budaya Organisasi. Jakarta: Salemba Empat, 2011.

Luzbetak Louis. The Church and Cultures. American: Orbis Books, 1988.

Mohammad Najib. Demokrasi dalam perspektif budaya Nusantara, Jilid 2

Demokrasi dalam perspektif budaya Nusantar. Yogyakarta: LPKSM

1996.Hal 45

Nasir, M. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ghalia Indonesia, 1999.

Nasution, Metodologi Research Penelitian Ilmiah . Jakarta: Bumi Aksara, 2003

(37)

25

Pals L. Daniel. Seven Theories of Religion. Yogyakarta: IRCiSoD, 2011.

Sedyawati. Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012.

Setiagumilar. Teori-Teori Kebudayaan Dari Teori Hingga Aplikasi. Bandung: CV Pustaka Setia, 2013.

Winangun. Masyarakat Bebas Struktur, Liminitas dan Komunitas Menurut Victor

Turner. Yogyakarta: Kanisius, 1990.

Sitompul A. A.Manusia dan Budaya. Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia, 1993.

Storey Jhon. An Introductory Guide to Cultural Theory and Popular Cultural. Great Britain: British Library, 1993.

Sutrisno Mudji dan Hendar Putranto. Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2015.

Timo Eben Nuban. Sidik Jari Allah Dalam Budaya. Yogyakarta: Ledalero, 2005.

Weber Max. Teori Dasar Analisis Kebudayaan. Yogyakarta: IRCiSoD, 2012.

Wellem. D. F. Injil dan Marapu. Jakarta PT BPK Gunung Mulya. 41

WEB

http://www.kidnesia.com/Kidnesia2014/Indonesiaku/Teropong-Daerah/Nusa-

Tenggara-Timur/Seni-Budaya/Marapu-Kepercayaan-Asli-Orang-Sumba.diakses26oktober2015

http://www.seputarpengetahuan.com/2015/03/pengertian-budaya-menurut-para-ahli-lengkap.html. 03022016

https://verykaka.wordpress.com/2008/04/14/tradisi-pasola-di-sumba-barat-ntt/.14102015

(38)

26 Wawancara

Hasil wawancara dengan mantan Rato

Hasil wawanara dengan Camat Wanukaka

Hasil wawancara dengan Pendeta GKS Praibakul Pusat Lahihuruk

Hasil wawancara dengan Jemaat GKS Praibakul Pusat Lahihuruk

Hasil wawancara dengan Majelis GKS Praibakul Pusat Lahihuruk

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan Rencana Kerja ( RENJA ) ini memerlukan partisipasi, semangat dan komitmen dari seluruh aparatur Kelurahan Kalinyamat Kulon karena akan menentukan

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan

sinyal serta data yang diberikan oleh remote keyless. 3) Saat remote sudah berada pada jangkauan modul elektronik kunci kontak keyless sepeda motor, maka. reciver akan membaca

Gambar ini menjelaskan bahwa Frekuensi yang diloloskan adalah frekuensi dari (10-100Hz) Rencanakan filter digital low-pass non recursive yang mempunyai karakteristik

Berdasarkan analisa korelasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa besarnya keinginan masyarakat untuk membayar air bersih (willingness to pay) di pengaruhi oleh tiga variabel,

a) Disusun secara alfabetis, jika huruf awal sama maka huruf kedua dari nama penulis itu menjadi dasar urutan demikian seterusnya. b) Nama penulis, dengan cara menuliskan

Program ini meliputi kegiatan pengawasan terhadap tempat- tempat umum dan tempat pengolahan makanan yang diperkirakan berpotensi menimbulkan gangguan terhadap kesehatan

Metode yang paling biasa dilakukan untuk menentukan kondisi tanah bawah permukaan dan pengambilan data tanah adalah dengan melakukan penyondiran pada titik-titik yang