• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Entrepreneurship dan Pembangunan Daerah (Studi Pada Sektor Industri Pengolahan Ikan Kota Bitung, Sulawesi Utara) T2 092012011 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Entrepreneurship dan Pembangunan Daerah (Studi Pada Sektor Industri Pengolahan Ikan Kota Bitung, Sulawesi Utara) T2 092012011 BAB I"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1.

Pendahuluan

Latar Belakang

Sumber Daya M anusia (SDM ) atau sumber daya nara adalah potensi manusia (kuantitas dan kualitas) dalam konteks kerja terorganisir. Dengan kata lain, SDM merupakan himpunan individu yang membentuk satu kesatuan angkatan kerja (workforce) dari suatu organisasi, sektor bisnis, atau kegiatan ekonomi. Dalam konteks pembangunan, SDM mencakup angkatan kerja di daerah atau negara tersebut, yang bekerja pada berbagai sektor dan lapangan pekerjaan. M ereka memainkan peranan penting dalam pembangunan daerah itu, dan hal tersebut ditentukan oleh kuantitas maupun kualitas angkatan kerja. Pada akhirnya, peranan mereka dalam pembangunan ditentukan oleh jasa produktif mereka dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada bidang tertentu.

Usahawan (entrepreneur) merupakan salah satu bentuk SDM penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Aktivitas mereka dapat menggerakkan laju pertumbuhan ekonomi suatu negara,dan pertumbuhan ekonomi tersebut diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Pertumbuhan ekonomi sejumlah negara maju seperti Jepang, USA, Korea Selatan, China, Israel, dan Singapura tidak dapat dipisahkan dari peranan entrepreneurnya (Ernst & Young, 2011; Longbao, W .2009; Obisi & Anyim, 2012; W CDS, 2013). Hal ini terkait dengan apa yang disebut dengan TEA, (Total Entrepreneurial Activity)1, yakni suatu Indikator pertumbuhan entrepreneurship.

Beberapa negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi

(2)

seperti China, Denmark, Korea Selatan, USA, Israel, dan Singapura mampu mencapai TEA yang optimal.

Dua negara yang disebutkan terakhir, yakni Israel dan Singapura adalah dua contoh negara yang pembangunannya sangat ditentukan oleh peranan entrepreneur karena dalam keadaan ketiadaan atau rendahnya sumberdaya alam, keduanya menunjukkan keperkasaan ekonominya oleh karena peranan yang genting yang dimainkan oleh para entrepreneur mereka. Sebaliknya, Nigeria terancam menjadi salah satu negara yang miskin di dunia karena tidak memiliki kelas entrepreneur yang berkualitas dalam meningkatkan pembangunan ekonomi (Obisi dan Anyim, 2012).

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga dapat memicu munculnya entrepreneur-entrepreneur baru dari kelas menengah (middle class). Munculnya entrepreneur-entrepreneur baru di kelas menengah mampu membawa Korea Selatan menjadi salah satu negara berpendapatan tinggi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan aktivitas entrepreneur yang tinggi pula. Negara-negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan aktivitas entrepreneurial yang rendah, dalam banyak pengalamansulit mencapai pendapatan ekonomi kelas tinggi. Posisi ini merupakan salah satu faktor yang menjebak suatu negara masuk dalam M iddle Income Trap (M IT)2.

Negara-negara yang terperangkap dalam pendapatan kelas menengah sulit untuk keluar menuju ke pendapatan tinggi karena struktur ekonomi tidak lagi mampu menopang terjadinya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Struktur ekonomi yang dimaksudkan ditentukan oleh aktivitas ekonomi, pengelolaan sumber daya alam, dan potensi sumber daya manusia. Sumber daya yang ada di sektor primer hanya bisa menyumbangkan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan pada tingkat tertentu saja.

(3)

Untuk mencapai negara/daerah berpendapatan tinggi, ia harus melakukan transformasi struktural dari sistem ekonominya yang berbasis produksi primer ke industri sekunder (manufaktur) hingga industri tersier. Produksi primer berupa (hasil mentah pertanian, pertambangan, dsb) diolah menjadi barang jadi maupun setengah jadi (manufaktur/industri sekunder) hingga industri tersier yakni produknya dalam bentuk penyediaan dan pelayanan jasa termasuk perdagangan.Dalam transformasi struktural ini, entrepreneur merupakan elemen yang penting untuk mendongkrak produktivitas sistem ekonomi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.

Pada hakekatnya entrepreneur berperan sebagai inovator, manajer, pemilik perusahan (owner), spekulator, koordinator, pembuat keputusan dan pencipta kesempatan. Lebih khusus, dalam konteks pembangunan suatu daerah atau negara, aktivitas entrepreneur memampukan sistem dengan mengkoordinasi dan menghimpun sumberdaya dalam jejaring bisnis dan sosial yang ia miliki (pengetahuan informal, jejaring usaha, informasi, dll) serta melakukan aktivitas inovasi. Dalam konteks penciptaan inovasi, entrepreneur menghasilkan ide, produk maupun sistem yang kreatif, sehingga menghasilkan produk dan jasa dengan daya saing yang tinggi. Keduanya, yakni peranannya dalam penghimpunan sumberdaya melalui jejaringnya maupun peranannya dalam penciptaan inovasi, pada gilirannya akan meningkatkan daya saing (competitiveness) wilayah atau daerah tersebut, serta berujung kepada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan pekerjaan (Verheul, et al. 2001., Lal, A.K., dan Clement, R.W . 2005)

(4)

prosedur yang lebih sederhana (simple). Dimana pusat kawasan industri tidak lagi menanggung beban administrasi pendaftaran UKM yang baru, atau sistem one stop service, yang diterapkan oleh sejumlah pemda di Indonesia dapat menolong penjaminan status legal dari wirausaha para entrepreneur pemula dengan mudah. Demikian pula, kebijakan soal pembayaran pajak bagi suppliers dikenakan hukuman keterlambatan. Kebijakan demikian, sebagaimana kita lihat dalam kasus pemerintah India berdampak pada aktivitas entrepreneur, perdagangan, buruh/tenaga kerja, berhasil diimplementasikan dalam menumbuhkan dan mendukung sektor industri pengolahannya dengan pendapatan sekitar 45% dari GDP dan kegiatan ekspor mencapai 40% (Asghar et al., 2011).

(5)

Terkait dengan pembangunan daerah, kebijakan publik dari pemerintah tentang entrepreneur sebaiknya juga dapat menggerakkan pertumbuhan dan perkembangan entrepreneur lokal. Potensi entrepreneur lokal dalam pembangunan daerah dapat mengurangi ketimpangan sosial masyarakat.Seringkali peran entrepreneur lokal dalam berinvestasi dan mengelola sektor primer menjadi sekunder dan tersier lebih rendah dibandingkan dengan investor asing, sehingga membuat ketimpangan antara pertumbuhan ekonomi daerah dengan realita pendapatan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Oleh sebab itu, dalam konteks pembangunan daerah, maka kebijakan yang berhubungan dengan pengembangan entrepreneur perlu diberi perhatian. Untuk itu dalam perspektif pengambilan kebijakan, diperlukan analisis kebijakan yang terkait dengan entrepreneurship dalam rangka peningkatan daya saing daerah dan pembangunan ekonomi suatu daerah, apalagi dalam konteks otonomi daerah.

Provinsi Sulawesi Utara (SULUT) dengan luas daerah3 15.069

Km2, memiliki potensi SDA yang banyak4. Pendapatan ekonomi5

mencapai Rp 47,20 triliun secara harga berlaku dan secara riil (berdasarkan harga konstan tahun 2000) mencapai RP 21, 29 trilliun. Dari pendapatan tersebut, sektor ekonomi sebagai penyumbang terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi SULUT tahun 2012 dimana sektor konstruksi menyumbang sebesar 1,64 % dengan laju pertumbuhan 10,29%; dan yang paling rendah adalah Sektor Industri Pengolahan sebesar 0,40% dengan laju pertumbuhan 5,14% (Sulut Dalam Angka 2012).

M encermati kenyataan bahwa hasil-hasil pertanian dan pertambangan yang menjadi komoditi unggulan daerah di Sulut, seperti kelapa, kopi, kakao, ikan tuna, ikan tongkol dan ikan cakalang, langsung diekspor berupa bahan mentah, sama halnya juga dengan hasil pertambangan, menunjukkan rendahnya nilai tambah (value added) dari bahan-bahan ekspor primer tersebut. Hal ini

3Sumber : Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Utara. Catatan : Dihitung menggunakan Peta Rupa Bumi Skala 1 : 50 000

(6)

mengindikasikan kurangnya pelibatan inovasi dan mungkin aktivitas entrepreneur, apalagi entrepreneur dari masyarakat lokal. Di sektor primer (pertanian) sendiri bisa juga dilakukan inovasi seperti penggunaan teknologi dalam produksi, inovasi dalam strategi marketingnya, dsb. Namun, inovasi-inovasi tersebut tidak bersifat transfomasional, sehingga inovasi dalam sektor sekunder dan terlebih industri tersier sangat dibutuhkan dalam memberikan kontribusi daya saing dan persaingan global.

Rendahnya campur tangan inovasi dan mungkin keterlibatan entrepreneur menunjukkan adanya gap dan sekaligus peluang bagi peran penting yang dapat dimainkan oleh entrepreneur di sektor ini. Bagi Pemerintah, masalah ini dapat dimanfaatkan sebagai ruang kebijakan yang mungkin untuk mendorong tumbuh dan kembangnya entrepreneurship di sektor sekunder maupun tersier dengan melihat potensi produksi sektor primer yang belum dimanfaatkan secara optimal.

Rendahnya peranan entrepreneur di sektor industri pengolahan atau manufaktur di SULUT dapat terlihat dari nilai PDRB yang dihasilkan oleh sektor industri pengolahan pada tahun 2012 sebesar 3,5 milyar rupiah lebih kecil daripada nilai PDRB yang dihasilkan oleh sektor pertanian yang mencapai 7,8 milyar rupiah. Dari perbandingan nilai PDRB antara sektor pertanian dan sektor indutri pengolahan ini dapat diketahui bahwa aktivitas pengolahan sumber daya alam primer lebih sedikit dalam menghasilkan suatu nilai tambah terhadap sebuah produk.

(7)

aktivitas entrepreneurship, yang dapat berupa penghambat atau sebaliknya pendorong pertumbuhan dan perkembangan entre-preneurship itu sendiri. Untuk itu dibutuhkan pendekatan kebijakan publik yang berfokus kepada masalah, penentuan agenda solusi, proses pengambilan keputusan, serta implementasinya, atau yang lebih dikenal dengan analisis meso atau level analisis menengah dalam kebijakan publik (Parsons, 2006).

Pembahasan mengenai kebijakan publik & kerangka hukum di atas turut menjadi fokus dari penelitian tesis ini karena dari perpektif industrial, kerangka legal (legal framework) atau hukum menjadi sangat penting bagi kemajauan dan perkembangan industri berbasis inovasi. M engapa demikian, karena hukum membenarkan sejumlah hal, yakni: kepastian legal (legal certainty), memperpendek waktu yang diperlukan untuk memperoleh ijin (shortening the time required to obtain permit) dalam sistem yang transparan dan demokratik, mengurangi intervensi pemerintah (driving down government intervention), meningkatkan keberterimaan inovasi tersebut di dalam masyarakat (increasing acceptance in society) (Engel and Heneric, 2008).

Dari berbagai pemaparan di atas maka dapat dirumuskan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian dalam bagian berikut dari Bab 1 ini.

Rumusan M asalah, Tujuan dan M anfaat Penelitian

(8)

pemerintah. Oleh sebab itu kebijakan dan peran pemerintah perlu ditinjau kembali dalam melihat kontribusinya terhadap peranan entrepreneurship.Sebagai salah satu bagian dari pembangunan daerah, peranan entrepreneurship tercermin dalam sektor industri pengolahan. Yang menjadi pertanyaan utama ialah: Bagaimana peranan entrepreneurship dalam pembangunan daerah Sulawesi Utara khususnya di sektor industri pengolahan ikan?

Dari rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan dan menganalisis kebijakan pemerintah dan peranan entrepreneurship dalam pembangunan daerah Sulawesi Utara yang digambarkan melalui sektor industri pengolahan ikan di Kota Bitung.

M anfaat dari penelitian ini adalah memberikan kontribusi bagi pemerintah dan masyarakat sebagai bahan pertimbangan pembuatan kebijakan publik dan kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan entrepreneurship.

Tinjauan Pustaka

(9)

mendorong tumbuh dan kembangnya entrepreneurship suatu negara atau daerah.

Pentingnya Entrepreneurship dalam Pembangunan Ekonomi

Entrepreneurship memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara (John Chien Doh, 2011; Agbonifoh, et al., 1999; Dabson, et al., 2005; Blundel, 2009; Szabo, 2012). M ereka berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja, inovasi, produksi dan pertumbuhan.Pembangunan ekonomi beberapa negara di Asia seperti Singapore, Korea Selatan, USA, Jepang, dan China sangat ditopang oleh entrepreneurship. Kegiatan entrepreneurial harus mampu mencakup inovasi, baik pada produk maupun sistem, sehingga produktivitasnya tertap bertahan serta menjadi mesin penggerak pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.Kemampuan entrepreneur yang inovatif dapat melakukannya dengan optimal.Entrepreneur ini memiliki skill dan pengetahuan untuk mampu menciptakan inovasi-inovasi yang baru. Peluang entrepreneur yang inovatif dapat diadopsi oleh para engineer yang memiliki keahlian di bidangnya dan mampu mentransformasikan produk yang inovatif tersebut menjadi produk yang bisa dikomersialkan. Dampak perkembangan teknologi sangat menunjang inovasi yang dilakukan oleh para entrepreneur, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Pentingnya entrepreneurship dalam sebuah negara, menjadi tantangan penting bagi pembangunan di negara-negara yang kurang berkembang maupun sedang berkembang.Salah satu contoh negara yang terancam miskin di dunia adalah Nigeria.Nigeria tidak memiliki entrepreneurship yang berkualitas dalam meningkatkan pembangunan ekonomi (Obisi dan Anyim, 2012). Tentunya, hal ini menjadi tantangan yang besar bagi pemerintah dan masyarakatnya.

(10)

inovasi produk, tidak bisa menangkap peluang, dan kurangnya keberanian mengambil resiko dalam mendirikan perusahaan. Apalagi bagi negara-negara yang memiliki stabilitas politik yang rendah dan rawan terjadi perang. Hal ini susah untuk menumbuhkan entrepreneurship, sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

Jika entrepreneurship masih menjadi tantangan bagi negara-negara yang belum berkembang maupun yang sedang berkembang, entrepreneur di China memanfaatkan setiap peluang dari penggerak kebutuhan menjadi penggerak peluang produksi (Longbao, 2009). Dalam menciptakan peluang-peluang tersebut, para entrepreneur membutuhkan berbagai inovasi sebagai penggerak aktivitas ekonomi. Inovasi dapat menggerakkan produktivitas dalam sebuah industri untuk meningkatkan daya saing daerah dan pembangunan ekonomi (Dabson, et.al., 2005; Szabo, 2012).Produktivitas berbasis inovasi secara terus menerus dapat memberikan nilai tambah terhadap produk, produksi tetap berjalan (sustained productivity) dan income juga cenderung mengalami peningkatan.

Inovasi dan entrepeneurship adalah kunci untuk mewujudkan asset regional menjadi asset global yang memiliki daya saing dan dapat mempengaruhi produktivitas. Inovasi dilakukan lebih dari sekedar penemuan ilmiah, tetapi juga bagaimana mentransformasi pengetahuan menjadi produk komersil, proses-proses dan layanan dari semua jenis. Peranan entrepreneur yang inovatif tidak hanya sekedar penciptaan lapangan pekerjaan tetapi lebih cenderung mengarah pada pekerjaan yang memiliki nilai tambah yang tinggi, tingkat pertumbuhan yang tinggi, dan mendorong kesempatan usaha yang memiliki inovasi yang tinggi pula. “Innovation and entrepreneurship are the new engine for job creation, productivity, growth, economic prosperity, and healthy communities” (Porter, 2001).

(11)

entrepereneurial. Engineer memiliki keahlian di bidangnya masing-masing sehingga hal ini menjadi penting untuk mendorong terjadinya inovasi (Rabiei, 2011). Inovasi akan hadir melalui pengetahuan baru, penciptaan baru baik dalam produk maupun proses dan sistemnya. Disinilah peranan dari entrepreneurship yang merupakan engineer. Esbach (2009) menunjukkan bahwa engineer, dengan inovasi-menyalurkan keterampilan, menciptakan produkdan prosesyang menambahnilai luar biasa bagi produk dalam lingkungan pasar.

Entrepreneurship memilikiperan yang sangat penting dalam pengembangan struktur teknologi. Teknologi tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong terjadinya inovasi (Husain, et al., 2011). Inovasi banyak dilakukan dengan menggunakan pemanfaatan teknologi. Sebaliknya juga, kemajuan dan perkembangan teknologi didukung oleh inovasi-inovasi dari para engineer, peneliti, akademik dsb. Situasi ini, memunculkan peluang bagi para entrepreneurship untuk menciptakan kesempatan-kesempatan baru bagi kegiatan entrepreneurialnya. Dalam hal ini, teknologi berbasis kewirausahaan terlibat dalam suatu proses inovatif yang memunculkan kesempatan melalui kerjasama.

Sebuah perubahan teknologi berasal dari ide-ide baru yang inovatif, mendorong perusahaan menerapkan ide-ide menjadi kenyataan pada tingkat global. Ide-ide baru dan kreatif tentang produk dan proses dapat dihasilkan melalui berbagai penelitian empiris. Beberapa universitas di Jepang dan Colombia sudah memainkan peranannya dengan entrepreneurship, sehingga penelitian-penelitian empiris berbagai inovasi, pengembangan produk dan ide kreatif lainnya yang dihasilkan, benar-benar memberikan nilai tambah dan daya saing terhadap produktivitas (Dabson, et al., 2005).

Entrepreneurship Sebagai Salah Satu Strategi Dalam Pembangunan: Pengalaman Negara-Negara di Asia

(12)

China, Korea Selatan, Jepang dan negara maju lainnya, menjadikan entrepreneurship sebagai salah satu strategi pembangunan yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi negara-negara tersebut (John Chie Doh, 2012; Obisi dan Anyim, 2012; Ernest&Young, 2011; Altaf&Beng; W CDS, 2013; Lal&Clement, 2005; Longbao, 2009; Ashgar, et al., 2012).

Bukan hanya China saja yang memiliki pereekonomian yang kuat karena kelas entrepreneurnya dan memanfaatkan entrepreneurship sebagai salah satu strategi pembangunan ekonominya, tetapi juga Korea Selatan. Negara ini menerapkan entrepreneurship sebagai budaya dalam sistem pereekonomian.Keberhasilan sistem perekonomian Korea Selatan membawa Korea Selatan menjadi barometer untuk G20 Govenrments (Ernest & Young, 2011). Sama halnya dengan Jepang yang memiliki strategi sendiri untuk mengembangkan pembangunan melalui masyarakat berbasis entrepreneurship. Entrepreneurship dikenalkan sejak dini pada generasi muda melalui pendidikan dan keluarga. Hal ini membawa berbagai industri Jepang sebagai salah satu industri berteknologi tinggi karena banyak ditopang dengan inovasi dan partisipasi dari peranan universitas-universitas di Jepang. Begitu pula dengan Israel dan India. Entrepreneurship dan inovasi adalah usaha penggerak dibalik perusahan dimana aktivitas mereka sangat signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi (W CDS, 2013; Ashgar, et al., 2012). Oleh sebab itu, di negara-negara berkembang dan negara-negara yang memiliki perekonomian lemah, entrepreneur masih menjadi sebuah tantangan besar.

(13)

alokasi sumber daya yang optimal dan faktor-faktor produksi, dimana semua hal itu akan memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi (Rabiei, 2011).

Konsep dan Teori Entrepreneurship

Pentingnya entrepreneurship dalam elemen pembangunan ekonomi, menimbulkan banyak pengertian dan konsep tentang peranan entrepreneurship, baik pada level individu maupun komunitas. Aktivitas (peran) tingkat tinggi dari entrepreneurship adalah menunjukkan kontribusi untuk aktivitas inovasi, kompetisi (persaingan), pertumbuhan ekonomi, daya saing dan penciptaan pekerjaan (Acs, 2006 dan W ennekers and Thurik, 1999).

Verheul, et al., (2011), membagi entrepreneurship menjadi 2 sisi yakni Supply Side (penyediaan) dan Demand Side (permintaan). Supply side terdiri dari komposisi demografi populasi, potensi sumber daya alam, kemampuan individu, dan sikap untuk menjadi entrepreneur. Demand side lebih mengarah pada kesempatan untuk entrepreneurship. Lebih jelas lagi, kesempatan entrepreneurship dipengaruhi datangnya dan matangnya teknologi baru oleh diferensiasi dari permintaan konsumen serta struktur industri ekonomi. Baik Supply Side dan Demand Side, sama-sama memiliki level individu yang berperan penting dalam pembuatan keputusan dan menerima pilihan-pilihan yang beresiko (karena berhubungan dengan karakter personal). Baik level individu (mikro) dan lingkungan (makro) dalam personal pekerja, tergantung pada kondisi keahlian dan spirit dari entrepreneur. M emahami konsep entrepreneurship, Verheul, et al., menginden-tifikasi sumber daya eksternal dan internal yang merupakan suatu kapasitas baik secara individu maupun lingkungan.Eksternal mencakup financial dan sumber daya teknologi, dan jejaring. Sumber daya internal mencakup kemampuan dan sifat pribadi, serta pilihan-pilihan (nilai, sikap yang mempengaruhi terhadap keputusan yang beresiko).

(14)

entrepreneurial. Grebel (2001) juga mengungkapkan bahwa perilaku entrepreneurial adalah kemampuan inidividu, jaringan sosial mereka dan evaluasi terhadap situasi ekonomi.Dalam hal ini dimaksudkan bagaimana entrepreneur cepat tanggap terhadap dinamika perubahan ekonomi yang terjadi. Oleh sebab itu, baginya, entrepreneurship berkembang dari kompetisi, inovasi maupun adaptasi perusahaan. Dalam memunculkan inovasi, pasti ada penemuan. Konsep ini mengacu pada teori Darwinian mengenai spesialisasi.

Dalam studi yang lain, Aidis (2001) mengklasifikasikan peranan entrepreneur menjadi beberapa group yaitu: entrepreneur sebagai innovator (A.M arshall, J.Schumpeter, M .Dobb, dan W .Baumoll); entrepreneur sebagai speculator (R.Cantillon); entrpereneur sebagai koordinator (J.B Say, A.M arshall, F.Edgeworth, dan M.Casson); dan entrepreneur sebagai decision maker (F.Knight). Namun, dalam pandangan sosio-ekonomi, fakta bahwa teori-teori entrepreneurship termasuk teori Schumpeter “entrepreneur as innovator“ cenderung melacak sumber-sumber dari perubahan ekonomi dalam aktivitas individu maupun kelompok (Ebner, 2005).

(15)

Dalam ekonomi kapitalis, entrepreneur sebagai pembawa perubahan yang memunculkan kompetisi inovasi. Inilah pentingnya teori Schumpeter yang menjelaskan bahwa pentingnya entre-preneurship pada pembangunan ekonomi adalah membawa perubahan ekonomi yang disebabkan oleh intervensi heroik pada individu yang muncul sebagai pemimpin pembangunan ekonomi baru. Artinya, bahwa situasi ini menuntut kepekaan para entrepreneur dalam melihat peluang untuk tetap terus melakukan inovasi atas setiap perubahan-perubahan ekonomi yang terjadi. Kombinasi dari entrepreneurs yang inovatif inilah akan melahirkan sistem yang baru dengan ide-ide yang lebih kreatif yang menunjang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Kebijakan Publik

Pengembangan entrepreneurship di dalam suatu wilayah, turut dipengaruhi oleh kebijakan publik yang hadir untuk menciptakan iklim usaha maupun pemerintahan yang mendukungnya. Dalam kaitan itu kebijakan publik menjadi penting.Kebijakan publik memiliki berbagai pengertian. Parsons menggambarkan bahwa “Kebijakan public mengandung anggapan akan adanya suatu ruang atau domain dalam kehidupan yang bukan privat tetapi milik umum / publik. Publik itu sendiri berisi aktivitas manusia, yang dipandang perlu untuk diatur … oleh pemerintah….” (Parsons, 2006: 3)

(16)

(Stewart, et al., 2008 hal 6). M enurut Nugroho, kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh negara khususnya pemerintah sebagai strategi untuk mencapai sasaran-sasaran nasional (Nugroho, 2009: 5). Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, penulis dapat merumuskan suatu definisi kebijakan publik adalah regulasi yang dilakukan pemerintah untuk mengatur aktivitas masyarakat sebagai suatu formalisasi strategi untuk mencapai sasaran dan perubahan yang diinginkan.

M enurut Parsons, dari studi kebijakan yang ada dapat dipahami bahwa kebijakan publik adalah suatu sistem yang dinamis (Parson, 2006: 25). Proses bekerjanya kebijakan publik sebagai suatu sistem, merupakan suatu proses yang simultan yang terdiri dari tiga bagian, yaitu input, kebijakan, dan output (Parson, 2006: 26). Input bisa berbentuk persepsi, organisasi, permintaan, dukungan, maupun sikap apatis. Kemudian, kebijakan dapat mengambil bentuk, regulasi, distribusi, redistribusi, kapitalisasi, dan kekuasaan. Output, dapat mengambil bentuk aplikasi, penguatan, intepretasi, evaluasi, legitimasi, dan modifikasi atau penyesuaian.

Pengembangan kebijakan publik turut dipengaruhi oleh analisis kebijakan publik yang dibutuhkan. Salah satu kerangka analisis yang sering dipakai adalah model organisasi: Pasar, Hirarki, dan Jaringan (Parson, 2006: 65). M odel ini, menggambarkan adanya interaksi atau kordinasi sosial antara tiga domain yaitu, Birokrasi atau Hirarki, Komunitas, dan Pasar. Prinsip utama dari masing-masing domain adalah (1) aturan, otoritas dan hirarki akan mempengaruhi birokrasi. (2) norma, nilai dan jaringan mempengaruhi komunitas. (3) insentif dan harga mempengaruhi pasar.

Peran Pemerintah dan Kebijakan terkait Entrepreneurship

(17)

peran pemerintah yang mendorong tumbuh kembangnya entrepreneur adalah melalui pemberian subsidi terhadap UKM. Selain itu, pemerintah juga membangun strategi pembangunan melalui masyarakat berbasis entrepreneurship dalam meningkatkan daya saing regional. Sebagai salah satu peran pemerintah, kebijakan publik mengenai entrepreneurship mengatur juga peminjaman kredit bersama, pinjaman bank, jaminan kredit reksa, manipulasi pajak (sistem perpajakan yang menguntungkan usaha kecil yang dapat mendorong lebih banyak orang untuk mulai usaha), dan kebijakan untuk mengatur dan membatasi pergerakan bisnis internasional.

M alaysia, Korea Selatan dan Israel, tidak terlepas dari campur tangan pemerintah dalam mengembangkan entrepreneurshipnya (W CDS, 2013). Pemerintah M alaysia memberikan dana yang membantu masyarakatnya dalam membangun usaha. Begitu juga yang terjadi di Korea Selatan, pemerintahnya membantu dalam kegiatan promosi dalam kegiatan entrepreneurial.Sedikit berbeda dengan Israel, pemerintah Israel memainkan peranannya melalui dukungan terhadap penelitian (hubungan akademisi dan industri), sistem pendukung komersialisasi, dan memberikan modal usaha juga.

Dalam meningkatkan pembangunan, masyarakat berbasis entrepreneurship adalah salah satu strateginya. M asyarakat Jepang sebagian besar berbasis entrepreneurship. Kebanyakan perusahan dan industri di Jepang adalah milik keluarga, sehingga secara turun temurun bisnisnya selalu diregenerasi.Kurikulum pendidikan di jepang juga menunjang pertumbuhan entrepreneurship, dimulai dari pembentukan mental dan spirit entrepreneurship melalui generasi muda.Cara ini banyak membuahkan hasil,sehingga perkembangan lahirnya entrepreneurship muda di Jepang sangat signifikan.Sama halnya dengan Israel, mereka juga membangun jiwa entrepreneurship di kalangan generasi muda melalui kurikulum pendidikannya, sehingga strategi ini dapat membentuk masyarakat dengan jiwa entrepreneurship.

(18)

entrperneurship dan pengembangan entrepreneurship. Selain pendidikan, budaya masyarakat, sumber daya alam dan modal sosial ikut juga berkontribusi dalam mengembangkan masyarakat berbasis entrepreneurship dalam usaha meningkatkan pembangunan ekonominya.Dalam konteks pendidikan, seseorang atau sekelompok orang dapat mengakses dan mengadopsi pengetahuan yang bisa digunakan untuk pengembangan kegiatan entrepreneurial yang meningkatkan daya saing. Namun, menurut Lal & Clement (2005), dua hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengembangan entrepreneurship yang dapat mepengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah keuangan dan networking (jaringan).

Kegiatan entrepreneurial dipengaruhi oleh kebijakan publik. Kebijakan merupakan salah satu lingkungan kelembagaan untuk membatasi maupun mengatur perilaku entrepreneur yang akan berdampak terhadap kegiatannya. Berbagai literatur diatas menjelaskan tentang pentingnya entrepreneur terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu, pemerintah membuat kebijakan yang bisa mengatur entrepreneurship agar lebih produktif dan memberikan output yang besar bagi peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

(19)

entrepreneurship, pengambil kebijakan juga mempertimbangkan beberapa dasar pemikiran seperti pengontrolan biaya tenaga kerja (efektivitas biaya), mendorong efisiensi dan perangkat untuk mendorong entrepreneurship (Parker, 2010).

Beberapa kebijakan di Indonesia yang menyangkut dengan pengembangan sektor industri yaitu UU No.28 tahun 2008 tentang UM KM , Kebijakan M oderninasasi Usaha, Kebijakan Stabilisasi Usaha dan Kebijakan Eliminasi Kelemahan UM KM . Dalam pengembangan industri daerah berbasis sumber daya lokal, peranan pemerintah sangat besar, khususnya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kegiatan industrial yang memunculkan entrepreneur-entrepreneur baru. Beberapa lingkungan yang kondusif yang menunjang akitivitas entrepreneur dan kegiatan industri yakni pengembangan tata ruang yang pro bisnis, kebijakan industri berbasis geostrategic, pengembangan telekomunikasi, pengembangan ketenagakerjaan, kebijakan pajak daerah dan insentif, kebijakan pengembangan energy, kebijakan upgrading industri lokal, kebijakan branding daerah, kebijakan pembangunan berkelanjutan, dan reformasi birokrasi (Sarundajang, 2011).

(20)

entrepreneurship dan perilaku entrepreneur. Namun, peran pemerintah dan implementasi kebijakannya, bisa saja menjadi lingkungan yang tidak kondusif sehingga menghambat pertumbuhan entrepreneurship. Dengan demikian studi ini dipandang perlu dilakukan untuk melihat dan mengamati kebijakan dan peran pemerintah terhadap tumbuh dan kembangnya entrepreneurship.

Daftar Pustaka

Acs, Z.J., 2006. How is Entrepreneurship Good for Economic Growth?, Innovations: Technology, Governance, Globalization 1(1), p. 97-107.

Agbonifoh B.A, Ehiametalor E.T, Inegbenebor A.U, Iyayi F.I .1999.The Business Enterprise in Nigeria. Nigeria: Longman Nigeria Plc.

Aidis, R. 2003. Entrepreneurship and Economic Transition.Tinbergen Institute Discussion Paper. (http://www.tinbergen.nl)

Asghar, A.J., Nawaser,K., Paghaleh, M .J., Khaksar, S.M .S., 2011. The Role of Governmenet Policy and the Groth of Entrepreneurship in M SM Es in India: an Overiew. Australian Journal of Basic and Applied Science, 5(6): 1563-1571. 6210. (www.worldbank.org/economicpremise). Diakses tanggal 16 Maret 2014

Blundel, R. 2009. Book review: Entrepreneurship, growth and public policy: prelude to a knowledge spillover theory of entrepreneurship.

International Journal of Entrepreneurial Behaviour & Research

15(3):309–312.

Dabson, B., Rural Policy Research Institute & Truman School of Public Affairs. 2005. Regional Competitiveness, Innovation, and Entrepreneurship: Economic Development and the University of M issouri-Columbia. W orking Paper No.1: Framing the Debate.

Doh, J.C. 2011. The Strategy Of SME Development In Singapore. (http://www.sbaer.uca.edu/research/icsb/.../07.pdf)

Dokumen Sulut Dalam Angka Tahun 2012. BPS dan Bappeda Provinsi Sulut.

(21)

Ebner, A. 2005. Entrepreneurship and Economic Development: From classical political economy to economy sociology. Journal of Economic Studies

32(3):256-274. (http://www.emeraldinsight.com)

Engel D & Heneric Oliver, 2008.Legal framework and public support in Biotechnology. In: "Holger Patzelt & Thomas Brenner (Editors): Handbook of Bioentrepreneurship. Publisher: Springer Science 294p.

Ernst dan Young. 2011. “Entrepreneurs speak out” A call to action for G20 Government. Produces for the G20 Young Governement Entrepreneur Summit, October 2011.

Falk, I., W allace, R., & Ndoen, M. 2011. Managing Biosecurity Across Borders. Dordrecht, Heidelberg, London, New York: Springer

Grebel, T., A.Pyka, H.Hanusch. 2001. An Evolutionary Approach to the Theory of Entrepreneurship. Department of Economics, University of Ausburg. Germany.

Husain, M.F. 2011. “Impact of Innovation, Technology and Economic Growth on Entrepreneurship”.American International Journal of Contemporary Research Vol. 1 No.1

Keputusan M enteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 32 Tahun 2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan

Lal, A.K., dan Clement, R.W . 2005. Economic development in india: the role of individual enterprise (And entrepreneurial spirit). Asia-Pacific Development Journal Vol. 12, No. 2.

M inniti, M. 2008. The Role Of Government on Entrepreneurial Activity: Productive, Unproductive, or Destructive?. “Entrepreneurship Theory and Practice”, 32(5):79-90.

Nugroho, R. 2009. Public policy.Jakarta : Elex media komputindo.

Obisi, C. dan Anyim, F.C. 2012. “Developing The Human Capital For Entrepreneurship Challenges and Successes”. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences. Vol. 2, No. 3 ISSN: 2222-6990

(22)

Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional

Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan

Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang KEK Bitung

Peraturan M enteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 136/M -IND/PER/12/2010 tentang peta panduan (road map) pengembangan industri unggulan provinsi Sulawesi Utara

Peraturan M enteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah

Peraturan M enteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 12 Tahun 2010 tentang M inapolitan

Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perkuatan Dana Bergulir Pemerintah Kota Bitung

Peraturan daerah Kota Bitung nomor 8 tahun 2010 tentang pajak daerah

Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah

Peraturan W aliKota Bitung Nomor 16 Tahun 2008 tentang petunjuk pelaksanaan peraturan daerah tentang perkuatan dana bergulir pemerintah Kota Bitung.

Peraturan W aliKota Bitung Nomor 22 tahun 2009 tentang Sistem dan Prosedur penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu di Kota Bitung

Peraturan W aliKota Bitung Nomor 31 Tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame

Peraturan W aliKota Bitung Nomor 18 tahun 2011 tentang Perhitungan Nilai Perolehan Air Tanah

(23)

Rabiei, M. 2011. “An Empirical Research On The Relationship Between Entrepreneurship And Economic Growth”. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 5(8): 10601065-, 2011. ISSN 1991-8178

Sarundajang S.H., 2011. Geostrategi, Sulawesi Utara M enuju Pintu Gerbang Indonesia di Asia Pasifik. Penerbit Kata Hasta Pustaka, 349 Hal.

Szabo K. Zsuzsanna, Emilia Herman. 2012. Innovative Entrepreneurship for Economic Development in EU. Procedia Economics and Finance (3). 268 – 275. www.sciencedirect.com

Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2009 tentang KEK

Verheul, I., S.W ennekers, D.Audretsch & R.Thurik. 2001. An Ecletic Theory Of Entrepreneurship. Tinbergen Institute Discussion Paper.

(http://www.tinbergen.nl)

W ennekers, S. and Thurik, R., 1999. Linking entrepreneurship and economic growth.Small Business Economics 13:27-55.

Referensi

Dokumen terkait

• Bahwa elektron dapat dipandang sebagai gelombang tidaklah berarti bahwa elektron adalah gelombang; akan tetapi kita dapat mempelajari gerakan elektron dengan

Yang Mulia, saya ingin menguatkan apa yang disampaikan atau disaksikan oleh Saudara Bithsael Maraou tentang keabsahan dari Ketua KPU Sarmi, yaitu Saudara Helimansi, S.E …

Bahan Galian Golongan C adalah Bahan Galian yang bukan strategis dan bukan vital sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 11 Tahun

pengujian yang dilakukan diketahui sampel DNA pada Tacapa GB, Tacapa Silver dan Action memiliki nilai rasio diatas 1,8 sedangkan sampel Aramis memiliki nilai rasio

Demikian buku Standar Operasional Prosedur (SOP) ini dibuat untuk dapat digunakan sebagai pedoman anggota Reskrim dalam rangka proses gelar perkara guna

For example, if you are testing a graphic design product designed for seasoned end users with knowledge of color theory, you would not want to ask 20 very general questions only to

Memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, anggota BAN-PT sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 174/P/2012