• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN NAHDLATUL ULAMA SIDOARJO DALAM PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI SIDOARJO TAHUN 2005-2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN NAHDLATUL ULAMA SIDOARJO DALAM PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI SIDOARJO TAHUN 2005-2015."

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN NAHDLATUL ULAMA SIDOARJO DALAM

PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI SIDOARJO

TAHUN 2005-2015

SKRIPSI

DiajukanUntuk MemenuhiSebagianSyaratMemperoleh GelarSarjanaDalam Program Strata Satu(S-1) PadaJurusanSejarahdanKebudayaan Islam (SKI)

Oleh : MiftakhulJann

MIFTAKHUL JANN

FarizaAinulWardah

A3.22.12.103

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Dalam skripsi yang berjudul “Peran Nahdlatul Ulama Sidoarjo Dalam

Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo Tahun 2005-2015”, penulis berusaha mengungkap beberapa persoalan sebagai berikut: 1) Bagaimana sejarah perkembangan Nahdlatul Ulama Cabang Sidoarjo? 2) Bagaimana peran Nahdlatul Ulama Cabang Sidoarjo dalam pemilihan bupati dan wakil bupati tahun 2005-2015?

Penulisan skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang menggunakan metode penelitian sejarah, yang berfungsi untuk mendeskripsikan sesuatu yang terjadi di masa lampau. Metode penelitian sejarah yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan beberapa langkah, yaitu pemilihan topik, heuristik (pengumpulan data) dengan cara mengumpulkan sumber-sumber atau arsip-arsip yang terkait mengenai Nahdlatul Ulama Cabang Sidoarjo, verifikasi (kritik terhadap data), interpretasi (penafsiran), serta historiografi (cara penulisan sejarah). Pada penelitian kali ini menggunakan pendekatan sejarah untuk mengungkap sejarah masuknya dan perkembangan Nahdlatul Ulama’ di Sidoarjo. Selain itu, pendekatan sejarah in digunakan untuk mengetahui perjalanan pemilukada di Sidoarjo tahun 2005-2015. Teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori intelektual yang dikemukakan oleh Gramsci yakni menjelaskan bahwa kaum intelektual yang mempunyai hubungan dengan kelompok sosial yang mempunyai fungsi tidak hanya dalam bidang sosial-ekonomi saja, akan tetapi juga pada bidang politik.

(7)

ABSTRACT

In this thesis entitle “The Role of Nahdlatul Ulama’ Sidoarjo in regent 2005-2015 period” the aim of this study are 1) to show how are the development of Nahdlatul Ulama’ histories in Sidoarjo, 2) How are the role of Nahdlatul Ulama Sidoarjo in regent elections 2005-2015 period.

The researcher uses historical method in this thesis. It is used to described everything that happen in the past. Moreover, there are some steps in this method such as, choose the relevant topic, collect the data by used some files about Nahdlatul Ulama’ in Sidoarjo, verivication data, interpretation, and historiography. In this thesis uses historical approach is used to reveal the history of the introduction and development of Nahdlatul Ulama’ in Sidoarjo. In addition, the historical approach is used to reveal the trip Sidoarjo in regent elections 2005-2015 period. Besides, the researcher also uses Gramsci theory. He found that the intellectual is not only talk about social and economic but also in a politic.

After analyzing the data, the researcher found out that: 1) Nahdlatul Ulama’ in Sidoarjo had formed before 1929 period and it gets legality by Japan

government on May 2nd 2604 (May 2nd 1944). 2.1) the role of Nahdlatul Ulama

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Nahdlatul Ulama merupakan salah satu dari dua organisasi masyarakat Islam

terbesar di Indonesia. Sebagai sebuah organisasi Islam masyarakat yang besar,

Nahdlatul Ulama memiliki peran yang sangat penting dan dominan dalam segala

bidang. Peran yang di mainkan oleh Nahdlatul Ulama tidak hanya sekedar peran

dalam bidang keagamaan menjaga akidah umat, tetapi juga peran lain diluar itu.

Seperti dalam bidang pendidikan, ekonomi, social, bahkan dalam dunia politik.

Secara historis, Nahdlatul ulama ialah sebuah organisasi yang didirikan oleh

perhimpunan para ulama dan kiai pesantren tradisional. Organisasi ini didirikan di

Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 atau tanggal 16 Rajab 1344 H.1 Pada

awalnya organisasi ini didirikan dengan maksud dan tujuan untuk dapat

mengirimkan wakil untuk menemui Raja Ibnu Sa’ud di Araba Saudi. Yang mana

saat itu di Arab Saudi sedang terjadi pergolakan arus pembaharuan Islam. Namun

rencana pengiriman wakil itu baru terlaksana pada dua tahun pasca berdirinya

Nahdlatul Ulama.2

Setelah perdiriannya Nahdlatul Ulama berkembang cukup pesat dengan mulai

mendirikan dan meresmikan kantor-kantor perwakilan mulai dari tingkat ranting,

anak cabang, cabang hingga perwakilan ditingkat provinsi. Dengan dirikannya

1 Kacung Maridjan, QUO VADIS NU (Jakarta: Erlangga, 1992), 1.

(9)

2

kantor-kantor tersebut Nahdlatul Ulama semakin dekat dengan masyarakat,

terlebih masyarakat jawa terutama Jawa Timur yang memang dikenal sebagai

basis Nahdlatul Ulama terbesar di Indonesia.

Di Jawa Timur Nahdlatul Ulama sudah memiliki kantor perwakilan cabang

ditingkat kabupaten dan kota di seluruh Jawa Timur, termasuk di Kabupaten

Sidoarjo. Nahdlatul Ulama masuk di Sidoarjo diperkirakan sudah terjadi jauh

sebelum Indonesia merdeka. Tetapi baru memiliki kantor cabang pada tanggal 29

maret 1995/27 syawal 14153. Pada awal berdirinya ini Nahdlatul Ulama di

Sidoarjo tidak banyak memiliki peran yang menonjol. Sebab pada awal

keberadaan Nahdlatul Ulama di Sidoarjo lebih banyak memfokuskan pada sisi

pembenaran dan penyebarluasan tentang pemahaman keagamaan yang diyakini

kebenarananya oleh Nahdlatul Ulama4. Oleh sebab itu tidak banyak peran yang

dilakukan oleh Nahdlatul Ulama di Sidoarjo.

Namun, perkembangan Nahdlatul Ulama selanjutnya menampakkan hal yang

berbeda. Apabila di awal berdirinya kantor cabang Nahdlatul Ulama mereka

hanya kosentrasi hanya dalam bidang dakwah dan menyebarluaskan faham

keagamaanya. Perkembangan Nahdlatul Ulama menampakkan hal yang berbeda

di awal abad ke-21. Dimana pada awal abad ini peran Nahdlatul ulama begitu

kentara dalam berbagai bidang. Melalui Badan Otonom dan lembaga-lembaga

yang dimiliki Nahdlatul Ulama mulai menampakkan peran yang dominan, mulai

dari menyemarakan kegiatan ekonomi, social, pendidikan, bahkan politik.

3Aksin Wijaya, Menusantarakan Islam: Menelususri Jejak pergumulan Islam Yang Tak Kunjung Usai di Nusantara (Yogykarta: Nadi Pustaka, 2011), 147.

(10)

3

Dalam bidang politik, peran Nahdlatul Ulama di Sidoarjo begitu kentara.

Dimana dalam proses pemilihan apapun, baik pemilu, pilpres, bahkan pilkada

Nahdlatul Ulama cukup punya peran didalamnya. Peran itu ditunjukkan mulai dari

pemberian rekomendasi pilihan calon dari tokoh NU, perestuan calon oleh salah

satu tokoh NU, pemberian dukungan, hingga dukungan suara dari masyarakat NU

yang menentukan kemenangan calon. Peran ini dapat terlihat dari menangnya para

calon bupati yang di dukung Nahdlatul Ulama dalam pilkada pada tahun 2005,

2010 dan 2015. Dimana saat tahun 2005, pasangan Win Hendarso dan Saifulillah

yang di usung PKB dan PAN berhasil memenangkan Pilkada di Sidoarjo dengan

kemenangan mutlak. Sedangkan pada tahun 2010 pasangan Saifulillah dan M.G.

Hadi Sutjipto yang di usung PKB dan PDI-P juga memenangkan Pilkada di

Sidoarjo. Pada pilkada tahun 2015 terulang kembali, dimana pasangan Saiful Illah

dan Nur Ahmad Syaifuddin sebagai calon incumbent diusung oleh PKB menuai

suara kemenangan mutlak. Kemenangan ketiga pasangan tersebut dalam Pilkada

di Sidoarjo tidak lepas dari peran dukungan dari Nahdlatul Ulama dan warga

Nahdlatul Ulama.

Meskipun terlihat kentara keterlibatan Nahdlatul Ulama di Sidoarjo dalam

bidang politik. Tetapi para pengurus teras Nahdlatul Ulama tidak mau mengakui

bahwasanya Nahdlatul Ulama Sidoarjo ikut berpartisipasi dalam politik.

Nahdlatul Ulama Sidoarjo menyebutkan bahwa Nahdlatul Ulama Sidoarjo netral

dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Sidoarjo5. Tetapi sekalipun

disangkal, namun fakta dilapangan memperlihatkan bahwa peran dukungan

(11)

4

Nahdlatul Ulama Sidoarjo terhadap salah satu pasangan menentukan dalam proses

Pilkada di Sidoarjo.

Terbaru pada tahun 2015 kemarin, pengurus Nahdlatul Ulama Sidoarjo dari

18 MWC sepakat memberikan dukungan kepada salah satu calon bupati dan wakil

bupati yang akan maju dalam pilkada serentak tanggal 9 Desember.6 Hal ini

menyiratkan bahwa Nahdlatul Ulama di Sidoarjo mempunyai peran dalam proses

pemilihan umum di Sidoarjo.

Atas paparan diatas, sangat menarik bagi saya untuk meneliti dan mengkaji

lebih dalam mengenai peran Nahdlatul Ulama di Sidoarjo dalam bidang Politik.

Hal ini ingin saya lakukan guna mengetahui seberapa besar pengaruh Nahdlatul

Ulama di Sidoarjo dalam transisi kepemimpinan. Ini menurut saya penting agar

masyarakat Sidoarjo mengetahui, khususnya warga Nahdliyin betapa besarnya

peran dan pengaruh mereka terhadap proses pemilihan di Sidoarjo.

Dalam membahas masalah diatas, saya akan membingkai penelitian ini

dengan judul “Peran Nahdlatul Ulama Sidoarjo dalam pemilihan Bupati dan

Wakil Bupati Sidoarjo Tahun 2005-2015”. Judul ini saya ambil sebab dalam

penelitian kali ini, saya akan memfokuskan pembahasan dan pengkajian terhadap

aktivitas-aktivtas Nahdlatul Ulama di Sidoarjo yang berkaitan dengan masalah

politik, khususnya dalam pemilihan bupati dan wakil bupati. Sedangan

pembatasan tahun saya ambil 2005-2015 dengan alasan bahwa pemilihan kepala

daerah secara lansung di Sidoarjo baru mulai dilaksanakan sejak tahun 2005.

Sedangkan tahun 2015 saya ambil karena ditahun tui telah diadakan proses

(12)

5

pemilihan bupati dan wakil bupati yang juga sangat seru melibatkan Nahdlatul

Ulama dalam pusaran politik di Sidoarjo.

B. Rumusan Masalah

Dalam melakukan penelitian pembatasan sebuah pokok bahasan sangat

diperlukan. Hal ini dilakukan agar penelitian tidak melenceng dari garis besar

masalah yang ingin dibahas. Maka dalam hal ini akan penulis batasi dengan

rumusan masalah berikut ini:

1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Nahdlatul Ulama di Sidoarjo pada tahun

2005-2015?

2. Bagaimana peran Nahdlatul Ulama dalam hal Pemilihan Bupati dan Wakil

Bupati Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya setiap penelitian mempunyai tujuan tertentu. Begitupula

dalam penelitian mengenai Nahdlatul Ulama di Sidoarjo ini juga mempunyai

tujuan untuk apa penelitian ini dilakukan. Tujuannya adalah:

1. Untuk mengetahui secara jelas sejarah dan perkembangan Nahdlatul Ulama

di Sidoarjo pada tahun 2005-2015

2. Untuk mengetahui peranan Nahdlatul Ulama dalam pemilihan Bupati dan

Wakil Bupati di Sidoarjo pada tahun 2005-2015.

(13)

6

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, guna penelitian ini yakni:

1. Secara akademis penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan akan

sejarah perpolitikan di daerah, khususnya di Sidoarjo.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat dibaca dan diambil manfaatnya

oleh banyak orang. Supaya tahu begaimana sejarah dan perkembangan NU di

Sidoarjo dan dinamika proses pemilihan bupati dan wakil bupati di Sidoarjo

pada tahun 2005-2015. Disamping itu, penelitian ini diharapkan bisa

digunakan sebagai refrensi baru untuk kedepannya di lingkungan mahasiswa

UIN Sunan Ampel Surabaya.

E. Penelitian Terdahulu

Nahdlatul Ulama merupakan salah satu organisasi masyarakat yang besar di

Indonesia. Sehingga sangat banyak diantara para ahli dan sarjana melakukan

penelitian terhadap organisasi ini. Penelitian itu dilakukan baik dalam segi

kesejarahan, strategi dakwah, hingga peranannya dalam masyarakat. Berikut ini

akan saya sajikan beberapa penelitian mengenai Nahdlatul Ulama yang telah

terlebih dahulu.

1. Ria Sovie Revianti dan Muryadi PARTISIPASI POLITIK GP ANSOR

CABANG SIDOARJO DALAM PEMILU 1953-1955, dalam Jurnal

VERLEDEN: Jurnal Kesejarahan, Vol. 4, No.2, Juni 2014. Dalam karya

kolaborasi dosen dan mahasiswa ini dipaparkan mengenai partisipasi salah

(14)

7

1955. Dimana dalam hal ini dipaparkan mengenai strategi-strategi

pemenangan partai NU saat itu di Sidoarjo.

2. Inggriht Fatamorgana, NAHDLATUL ULAMA DAN PILKADA GUBERNUR

JAWA TIMUR, Jurnal Politik Indonesia, Vol 1 No.1, Juli-7 September 2012,

35-44. Dalam karya ini diuraikan oleh penulisnya mengenai keterlibatan

Nahdlatul Ulama dalam Pilkada Jawa Timur Tahun 2009.

3. Rachma Ernawati, PERANAN NAHDLATUL ULAMA SIDOARJO DALAM

PEMBERDAYAAN CIVIL SOCIETY, 2010. Karya ini merupakan sebuah

Thesis, dalam karya ini dipaparkan mengenai peran Nahdlatul Ulama

Sidoarjo dalam mengelola masyarakat Sidoarjo agar menjadi masyarakat

yang terarah dan teratur.

Dari paparan beberapa karya diatas, maka kita dapatlah diantara ketiganya.

Dalam karya yang pertama penelitian difokuskan pada satu anggota Banom NU

saja yakni GP Ansor dalam proses Pemilu tahun 1953-1955. Yang mana dalam

karya itu diungkapkan mengenai strategi-strategi untuk memenangkan partai NU

di Jawa Timur, khususnya di Sidoarjo.

Dalam karya yang kedua, dipaparkan jelas oleh sang peneliti mengenai

bagaimana peran NU dalam proses pemilihan Gubernur Jawa Timur Tahun 2009.

Dalam karya itu pula diungkapkan mengenai strategi-strategi yang digunakan NU

untuk memenangkan salah satu calon yang didukungnya.

Dalam karya yang ketiga sedikit berbeda dengan karya yang pertama dan

(15)

8

perpolitikan. Sedangkan dalam karya yang ketiga ini membahas peran NU dalam

mengelola masyarakat di Sidoarjo agar dalam kehidupan social kemasyarakatan.

Dari ketiga yang sudah ada diatas, maka penelitian yang sudah ada diatas

berbeda dengan penelitian yang akan saya lakukan. Dimana titik fokus penelitian

saya nanti akan memfokuskan pada segi keterlibatan NU dalam bidang politik di

Sidoarjo. Berbeda dengan karya nomor dua yang mencakup peran NU dalam satu

wilayah provinsi. Dalam penelitian saya nanti saya fokuskan pada satu daerah

saja, dan lebih mengedepankan segi kesejarahannya bukan politiknya. Berbeda

pula dengan karya yang nomor satu, dimana karya nomor satu hanya mengkaji

peran salah satu Banom NU, dan pada penelitian saya nanti akan mengkaji

Nahdlatul Ulama secara keseluruhan bukan salah satu Banom atau lembaga NU.

F. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Dalam melakukan sebuah penelitian sejarah, dibutuhkan sebuah pendekatan

untuk menggambarkan suatu perisitwa tersebut. Dengan sebuah pendekatan,

peneliti dapat menentukan dimensi-dimensi mana yang akan diperhatikan dan

unsur-unsur apa saja yang akan diungkap.

Pada penelitian ini akan mengkaji sejauh mana peranan Nahdlatul Ulama

(16)

9

karena itu, dalam penelitian ini akan menggunakan pendekatan sejarah,

pendekatan sejarah ini digunakan untuk mengungkap sejarah masuknya dan

perkembangan NU di Sidoarjo. Selain itu, pendekatan sejarah ini juga digunakan

untuk mengungkap perjalanan pemilukada di Sidoarjo selama 2005 sampai 2015.

Selain menggunakan pendekatan sejarah, penelitian ini juga memerlukan

sebuah teori untuk menganalisa. Teori yang dipakai dalam pengkajian ini adalah

Teori Intelektual yang dikemukakan oleh Gramsci.

Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa intelektual adalah semua orang yang

mempunyai fungsi sebagai organisator dalam semua lapisan masyarakat, baik

wilayah produksi maupun dalam wilayah politik dan kebudayaan. Karena

intelektual bukan dicirikan dari berpikirnya saja, namun dicirikan oleh peran dan

fungsi intelektual mereka dalam kehidupan masyarakat.7

Gramsci mempunyai pandangan terhadap kaum intelektual dapat

digolongkan menjadi dua, yaitu Intelektual organik dan Intelektual tradisional.

Intelektual tradisional adalah intelektual yang tidak berkecimpung atau terjun

dalam problem-problem yang terjadi di masyarakat. Sedangkan intelektual

organik adalah intelektual yang bergulat didalam masyarakat. Jadi bisa dikatakan

bahwa intelektual organik ini mengakui hubungannya dengan kelompok sosial

tertentu dan memberikannya hegemonitas serta kesadaran tentang fungsinya,

bukan hanya dibidang ekonomi saja, akan tetapi juga pada bidang sosial-politik.

Jika dilihat dari definisi intelektual organik yang dikemukakan oleh

Gramsci, Nahdlatul Ulama ini termasuk kedalam intelektual organik. Karena

(17)

10

kelompok ini berkecimpung dalam persoalan-persoalan yang ada di masyarakat.

Dengan demikian Nahdlatul Ulama ini merupakan sebuah wadah atau organisasi

yang berada di tengah-tengah masyarakat dan mempunyai tanggung jawab

terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat Islam. Sehingga NU tidak

hanya menanggapi permasalahan dari masyarakat saja, tetapi juga ikut berperan

aktif dalam bidang sosial, pendidikan maupun politik.

G. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ilmiah dibutuhkan sebuah metode untuk

melakukan penelitian tersebut. Jenis penelitian ini adalah sejarah. Dalam

penelitian sejarah terdapat empat macam tahapan yang harus dilalui, yaitu sebagai

berikut:

1. Heuristik

Yaitu suatu proses yang harus dilakukan oleh peneliti untuk mencari dan

mengumpulkan sumber-sumber. Tahapan awal ini harus dilalui peneliti

sejarah untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah. Karena tanpa adanya

sumber seorang sejarawan tidak akan bisa berbicara tentang sejarah. Sumber

tersebut dijadikan sebagai bukti dan fakta dengan adanya kenyataan sejarah.

Pada tahapan ini, peneliti mendatangi ke instansi-instansi yang dapat

memberikan data maupun informasi yang mendukung kajian penelitian ini.

Data yang diberikan bisa dipertanggung jawabkan atas kredibilitas maupun

(18)

11

maupun tidak tertulis. Dokumen tertulis seperti surat-surat koleksi PCNU

Sidoarjo, surat-surat kesepakatan perorangan maupun kelompok,

catatan-catatan penting, arsip-arsip pemerintahan kabupaten Sidoarjo (hasil

rekapitulasi pemilu 2005, 2010, dan 2015), data statistik kependudukan

kabupaten Sidoarjo dan surat-surat kabar harian yang memuat berita yang

berkaitan dengan topik penelitian ini bisa dijadikan sebagai sumber tertulis

yang dapat dijadikan sumber sejarah.8 Instansi-instansi yang dapat

memberikan informasi mengenai topik penelitian ini adalah Kantor PCNU,

Kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah kabupaten Sidoarjo, Kantor Badan

Arsip Sidoarjo, serta Museum NU Jawa Timur.

Selain mencari dokumen-dokumen tertulis ke beberapa instansi, peneliti

juga melakukan observasi atau penelitian lapangan. Kegiatannya dapat berupa

dengan wawancara langsung para tokoh dan ulama’ Nahdlatul Ulama, baik

itu ketua PCNU Sidoarjo, maupun ketua MWCNU dari beberapa kecamatan.

Hasil dari tahapan ini akan dijadikan sebagai fieldnote guna melengkapi

sumber informasi untuk penelitian ini.

2. Kritik Sumber

Adalah suatu kegiatan untuk meneliti sumber-sumber yang diperoleh agar

memperoleh kejelasan apakah sumber tersebut kredibel atau tidak, dan

apakah sumber tersebut autentik atau tidak9. Dalam tahapan ini, peneliti

melakukan dua kritik sumber, yaitu:

a. Kritik intern

(19)

12

Adalah sebuah langkah penelitian dengan maksud untuk mengetahui

kekredibilitasanya sumber yang didapat.

b. Kritik ekstern

Adalah sebuah tahapan dalam penelitian untuk mengetahui keabsahan

atau keaslian sumber yang telah didapat.

Dengan melakukan kritik intern dan ekstern diharapkan penulis bisa

membuktikan keautentikan sumber-sumber-sumber tersebut dapat dipercaya.

3. Interpretasi atau penafsiran

Ialah suatu upaya sejarawan untuk melihat kembali tentang

sumber-sumber yang didapatkan apakah sumber-sumber-sumber-sumber yang didapatkan dan yang

telah diuji autentisitasnya terdapat saling berhubungan atau yang satu dengan

yang lain.10 Pada tahapan ini, penulis melakukan analisa terhadap sumber

yang telah didapat dan menghubungkan pada satu kesimpulan, sehingga

nantinya dapat menjelaskan bagaimana peranan NU dalam pemilihan Bupati

dan Wakil Bupati di Sidoarjo tahun 2005-2015.

4. Historiografi

Adalah merupakan tahapan terakhir dalam metode sejarah yakni usaha

untuk menyusun atau merekontruksi kejadian masa lampau dan

menyajikannya secara sistematis, terperinci, utuh dan menyeluruh. Penulis

diharapkan dapat memberikan gambaran jelas mengenai proses penelitian

tersebut sejak dari awal hingga akhir tentang “Peran Nahdlatul Ulama dalam

Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Sidoarjo tahun 2005-2015”.

(20)

13

H. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan penulisan, pemahaman, dan pembahasan dalam

penelitian ini, maka penulis membagi skripsi ini menjadi beberapa bab.

Bab pertama, pendahuluan membahas tentang latar belakang, rumusan

masalah, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, metode penelitian, sumber, dan

sistematika pembahasan.

Bab kedua, paparan umum pilkada Kabupaten Sidoarjo. Pada bab ini akan

dipaparkan mengenai pilkada, pilkada di Kabupaten Sidoarjo, tahapan-tahapan

dalam pilkada, dan sebagainya.

Bab ketiga, sejarah perkembangan Nahdlatul Ulama di Sidoarjo. Dalam bab

ini akan dipaparkan mengenai sejarah masuknya Nahdlatul Ulama, dan eksistensi

Nahdlatul Ulama’ di Sidoarjo dari tahun 2005-2015.

Bab keempat ialah peran Nahdlatul Ulama di Sidoarjo dalam pemilihan

Bupati dan Wakil Bupati dari 2005-2015. Pada bab ini akan penulis paparkan

mengenai Peran Nahdlatul Ulama dalam Pilkada tahun 2005, Pilkada tahun 2010,

dan Pilkada 2015.

Bab kelima, merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran

penutup. Dalam bab ini akan disimpulkan hasil penelitian yang merupakan

(21)

(22)

BAB II

PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN SIDOARJO

A. Pilkada Sidoarjo

Dengan diberlakukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menciptakan suasana baru dalam proses pemilihan

umum kepala daerah (pilkada, baik ditingkat provinsi, kabupaten maupun kota). Apabila sebelumnya gubernur, bupati dan walikota dipilih oleh orang-orang tertentu, yakni para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) sesuai dengan

tingkatan masing-masing, maka dengan berlakunya UU tersebut proses pemilihan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat sesuai dengan hak pilih masing-masing

individu. Karena cara pemilihan kepala daerah tidak lagi melalui lembaga perwakilan, melainkan langsung oleh rakyat, maka sebagian orang menyebutnya dengan PILKADAL (Pemilihan Kepala Daerah Langsung).1

Pemilihan kepala daerah dan wakilnya secara langsung oleh rakyat merupakan suatu proses politik bangsa Indonesia menuju kehidupan politik yang lebih demokratis, transparan, dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, untuk

menjamin pelaksanaan pilkada yang berkualitas dan memenuhi derajat kompetisi yang sehat, maka harus mampu mengakomodasi asas-asas pemilihan umum.2

Secara eksplisit asas pilkada tidak dirumuskan dalam UUD 1945 sebagaimana asas pemilihan umum, akan tetapi dalam Pasal 56 ayat (1) UU No.

(23)

16

32 tahun 2004 yang menyatakan, “Kepala daerah dan wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.” Dengan demikian jelaslah sudah bahwa asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan

adil dalam pemilihan umum dipergunakan juga dalam pilkada karena pilkada sendiri dilakukan secara demokratis yaitu melalui pemilihan langsung oleh rakyat.

Proses pemilihan kepala daerah diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yang secara langsung dipilih oleh rakyat ini secara eksplisit membangun suasana baru demokrasi di Indonesia. Dimana rakyat

dilibatkan secara langsung dan diberi hak keluasan untuk menentukan siapa yang akan memimpin daerahnya. Selain merupakan implikasi dari posisi pemerintahan

daerah yang lebih otonom, keinginan untuk memberikan pendidikan politik dalam proses berdemokrasi tampaknya juga melatarbelakangi lahirnya UU diatas.

Kegiatan pilkada ini telah yang telah dilaksanakan di Indonesia ini juga

dilaksanakan di Kabupaten Sidoarjo. Adapun pemilihan kepala daerah secara langsung di kabupaten Sidoarjo sendiri sampai saat ini sudah melakukan 3 kali proses pilkada secara langsung, yakni pada tanggal 25 September 2005, 25 Juli

2010 dan 9 Desember 2015. Berikut ini akan penulis uraikan rekam jejak pemilukada di Kabupaten Sidoarjo:

1. Pilkada Kabupaten Sidoarjo 2005

Untuk pertamakalinya Kabupaten Sidoarjo menggelar pilkada secara

(24)

17

Wakilnya periode 2005-2010. Pada pilkada Sidoarjo diikuti oleh 3 pasangan

calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo, dengan berurutan yakni Win Hendarso – Saiful Ilah, Sjamsu Bahri - Fatmah Thoha Assegaf, dan Nadhim Amir – Salam.

Berdasarkan data rekapitulasi dari kpud Sidoarjo, terdapat 1.133.828 jumlah pemilih dengan total keseluruhan jumlah suara yang sah yakni

155.747 dengan rincian, jumlah surat suara yang sah untuk masing-masing paslon yakni, 459,206 suara (67.85%) untuk paslon no urut 1, Win Hendarso dengan Saiful Illah, kemudian untuk paslon no urut 2 yakni Sjamsu Bahari

dengan Fatmah Thoha Assegaf mendapat 61,778 suara (9.12%) sedangkan 155,747 suara (23.01%) diraih paslon no urut 3 yaitu Nadhim Amir dengan

Salam.

Pada pilkada Sidoarjo tahun 2005 ini dimenangkan oleh Drs. H. Win Hendarso, M.Si dan H. Saiful Illah, S.H yang mendapat 459, 206 ribu suara

(67.85%), dan lebih unggul dari pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sidoarjo lainnya.

2. Pilkada Sidoarjo Tahun 2010

Pilkada Sidoarjo tahun 2010 diselenggarakan pada tanggal 25 Juli 2010 diikuti oleh lima pasangan calon Kepala Daerah dan Wakilnya Kabupaten

(25)

18

Jumlah pemilih pada pikada Sidoarjo tahun 2010 meningkat, dari

1.133.828 menjadi 1.286.640 dengan perolehan suara sah sebanyak 132.977. Calon pasangan Yuniawati – Sarto mendapat 54.593 (7,32%), Emy Susanti – Khulaim Junaidi dengan perolehan suara 82.918 suara (11,12%), Agung

Subaly – Samsul Wahid mendapat 24.247 suara (3,25%), Saiful Ilah – Hadi Sutjipto memperoleh 450.586 suara (60,45%), dan Bambang Prasetyo

Widodo – Khoirul Huda mendapat suara 132.977 (17,84%).

Jika diurutkan berdasarkan jumlah perolehan suara maka pasangan Saiful Ilah – Hadi Sutjipto unggul dengan perolehan suara 450.586 suara (60,45%),

disusul kemudian pasangan Bambang Prasetyo Widodo-Khoirul Huda dengan perolehan suara 132.977 (17,84%), menyusul dibawahnya pasangan Emi

Susanti-Khulaim Junaedi dengan perolehan suara 82.918 (11,12%), diikuti oleh pasangan Yuni-Sarto dengan perolehan suara 54.593 (7,32%) menempati posisi keempat, dan yang terendah yakni pasangan Agung Subali- Samsul

Wahid dengan mendapat 24.247 suara (3,25%). Pada pilkada Sidoarjo tahun 2010 ini dimenangkan oleh pasangan Saiful Ilah- Hadi Sutjipto.

3. Pilkada Sidoarjo Tahun 2015

Pilkada Sidoarjo tahun 2015 diselenggarakan secara bersama-sama dengan pilkada daerah lainnya, yakni pada tanggal 9 Desember 2015. Hal ini

(26)

19

Gubernur, Bupati, dan Walikota dilaksanakan setiap 5 tahun sekali secara

serentak diseluruh wilayah Kesatuan Negara Republik Indonesia.3

Pilkada Sidoarjo tahun 2015 diikuti oleh 4 pasangan calon bupati dan wakil bupati, dan 1.367.945 pemilih dengan total jumlah suara yang sah yaitu

720.064 suara. Keempat pasangan calon bupati dan wakil bupati kabupaten Sidoarjo yakni 1) Hadi Sutjipto – Abdul Kholik, 2) Utsman Ikhsan – Ida

Astuti, 3) Saiful Ilah – Nur Ahmad, dan 4) Warih Andono – Imam Sugiri. Dengan urutan perolehan suara dalam pilkada Sidoarjo tahun 2015, maka pilkada kali ini dimenangkan oleh pasangan Saiful Ilah-Nur Ahmad

Syaifuddin dengan perolehan suara 424.611 suara (58,96%), sedangkan pasangan lainnya masing-masing mendapat 192.414 suara (26,71%) yang

diraih oleh Hadi Sutjipto- Abdul Kholik, kemudian Utsman Ikhsan- Ida Astuti yang mendapat 64.375 suara (8,94%), dan Warih Handono- Imam Sugiri yang memperoleh 38.664 suara (5,36%).

B. Tahapan-tahapan Pilkada Kabupaten Sidoarjo

Proses pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan

melalui beberapa tahap. Berdasarkan UU No. 23 tahun 2004 tahapannya dimulai dari masa persiapan dan tahap pelaksanaan meliputi: persiapan pemilihan,

penyelenggaraan pemilihan, penetapan pemilih, pendaftaran dan penetapan

3 UU No 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas Undang-Undang No 1 Tahun 2015 tentang

(27)

20

pasangan calon, kampanye, pemungutan suara dan pengihitungan suara, serta

penetapan pasangan calon terpilih, pengesahan dan pelantikan.4 1. Persiapan pemilihan kepala daerah

Sebelum dilaksanakan proses pemilihan Kepala Daerah dan wakil Kepala

Daerah baiknya melakukan proses persiapan pemilihan terlebih dahulu. Hal ini diatur secara rinci dalam PP No. 6 Tahun 2005 tentang pemilihan Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Dalam Pasal 2 PP No.6 Tahun 2005 dijelaskan bahwa masa persiapan pemilihan meliputi: pemberitahuan DPRD kepada Kepala Daerah menganai

berakhirnya masa jabatan, pemberitahuan ini berkenaan dengan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah. Selanjutya dilakukan perencanaan

penyelenggaraan yang berupa penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksaan, pembentukan Pantia Pengawas, PPK, PPS, dan KPPS serta pemberitahuan dan pendaftaran pemantauan pemilihan. Kegiatan ini

sepenuhnya ditetapkan oleh KPUD selaku penyelenggara pemilihan Kepala Daerah.

Pembentukan Panitia Pengawas telah diputuskan DPRD paling lambat 21

hari sejak pemberitahuan mengenai masa berakhirnya jabatan Kepala Daerah. Dan putusan tersebut selambat-lambatnya 3 hari sejak diputuskan sudah

sampai kepada KPUD dan Kepala Daerah.

Sedangkan penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah ditetapkan dengan keputusan KPUD yang disampaikan

(28)

21

kepada DPRD dan Kepala Daerah paling lambat 14 hari setelah

pemberitahuan.5

2. Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah

Tahapan penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah hakekatnya sama

seperti tahapan penyelenggaraan pemilihan umum presiden dan wakil presiden, menurut Pasal 65 ayat (3) UU No. 32 tahun 2004 tahapan

pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah meliputi: mekanisme pendaftaran dan penetapan pemilihan, penetapan daftar pemilih, kampanye, pemungutan suara, perhitungan suara, dan penetapan pasangan calon Kepala Daerah dan

wakil Kepala Daerah.

a. Mekanisme pendaftaran dan penetapan pemilihan

1) Peserta pemilihan

Dalam pasal 59 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah peserta pemilihan adalah pasangan calon yang

diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik secara berpasangan. Partai politik berkewajiban untuk membuka kesempatan seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi

persyaratan.6 Hal ini dikarenakan dalam ketentuan Pasal 59 UU No. 32 Tahun 2004 tersebut bermakna bahwa semua calon pasangan

peserta pemilihan harus melalui partai politik.

5 Ibid., 123.

(29)

22

Ketika melakukan proses penyaringan bakal calon harus

dilaksanakan secara transparan, dan demokratis sesuai mekanisme partai politik masing-masing maupun gabungan partai politik yang mencalonkan.

2) Pendaftaran pasangan calon

Melalui partai politik atau gabungan partai politik, pasangan calon

mendaftrakan diri paling lama 7 hari sejak pengumuman pendaftaran pasangan calon dengan menyerahkan surat pencalonan sekaligus mendaftarkan tim kampanye (tim sukses) layaknya pada pemilihan

presiden dan wakil presiden. Syarat partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi

perolehan sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah pada pemilihan umum anggota DPRD.7

Setelah proses pendaftaran selesai KPUD memberikan tanda terima kepada partai politik atau gabungan partai politk yang telah melakukan pendaftaran pasangan calon dan tim kampanye.

3) Penelitian pasangan calon

KPUD melakukan proses penelitian persyaratan administrasi

pasangan calon dengan mengklarifikasi kepada instansi yang berwenang dan masukan dari masyarakat. Klarifikasi kepada instansi

(30)

23

yang berwenang dilakukan untuk menguji keberadaan persyaratan

pasangan, sedangkan masukan dari masyarakat untuk melihat atensi pasangan calon, responsibilitas, dan persepsi masyarakat terhadap pasangan calon.

Kemudian hasil penelitian tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai politik.

4) Penetapan dan pengumuman pasangan calon

Setelah melakukan penelitian, selanjutnya KPUD menetapk pasangan calon paling sedikit 2 pasangan yang dituangkan dalam

berita acara penetapan pasangan calon dan diumumkan secara luas melalui media massa atau papan pengumuman paling lambat 7 hari

setelah berakhirnya jangka waktu penelitian.

Kemudian pihak KPUD melakukan pengundian nomor urut pasangan calon. Hal tersbut dilaksanakan secara terbuka dan harus

dihadiri pasangan calon dan partai politik atau gabungan partai politik. Hasilnya oleh KPUD dituangkan dalam berita acara penetapan pasangan calon.

b. Penetapan pemilih

Seorang warga Negara Republik Indonesia berhak menyalurkan

(31)

24

dibuktikan dengan KTP dan telah menetap di daerah tersebut minimal

enam bulan.8

Kemudian, daftar pemilih tersebut akan divalidasi. Setiap pemilih akan mendapatkan sebuah kartu pemilih. Kartu pemilih digunakan ketika

memberikan suara pada hari dan tanggal pemungutan suara, yang diserahkan kepada pemilih selambat-lambatnya 3 hari sebelum hari dan

tanggal pemungutan suara. c. Kampanye

Menjelang hari pemungutan suara untuk pemilihan Kepala Daerah,

sebelumnya dilakukan dahulu kampanye. Kampanye diartikan sebagai kegiatan dalam rangka menyakinkan para pemilih dengan menawarkan

visi, misi, dan pasangan calon.9

Kampanye diselenggarakan oleh tim kampanye yang dibentuk oleh pasangan calon bersama-sama partai politik atau gabungan partai politik

yang mengusulkan calon. Tim kampanye yang menyelenggarakan terlebih dahulu didaftarkan oleh partai politik atau gabungan partai politik secara ke KPUD bersamaan dengan pendaftaran pasangan calon.

1) Pelaksanaan Kampanye

Proses kampanye dilaksanakan sebagian dari penyelenggaraan

pemilihan, dan dalam pelaksanaannya dilakukan di seluruh wilayah kabupaten/kota untuk pemilihan Bupati dan wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota.

8 Hal tersebut tertuang dalam Pasal 68 UU No. 31 Tahun 2004, yang berbunyi:

(32)

25

Kampanye diselenggarakan oleh tim kampanye dari

masing-masing calon pasangan dengan alokasi waktu kampanye dilaksanakan selama 14 hari dengan 3 hari masa tenang. Jadwal pelaksanaan kampanye sendiri ditetapkan oleh KPUD dengan

memperhatikan usul dari pasangan calon.

Dalam pelaksanaan kampanye, tiap-tiap tim kampanye bebas

menggunakan bentuk-bentuk kampanye. Disamping itu harus memperhatikan batasan-batasan maupun larangan-larangan pada saat kampanye. Macam-macam bentuk kampanye tertuang dalam Pasal 76

ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terdiri atas pertemuan terbatas (diruang tertutup), tatap muka dan dialog,

iklan di media massa, pemasangan pamflet, brosur, dan rapat umum (di lapangan). Selain itu, kampanye pemilihan Kepala Daerah mengharuskan debat publik atau debat terbuka antar calon. Debat

antar calon dilaksanakan oleh KPUD dengan materi penyampaian visi, misi, dan program setiap calon. Dengan memperhatikan waktu, dimana debat tidak dilaksanakan pada hari yang bersamaan dengan

peserta kampanye pasangan calon lain.10 Debat Calon diadakan diruang terbuka. Tujuannya supaya masyarakat mengetahuinya.

Dalam pelaksanaan kampanye, media massa berperan sangat penting. Media cetak maupun elektronik diharuskan memberi

10 Pasal 76 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan Daerah dan Pasal 57 ayat (7)

(33)

26

kesempatan bagi peserta pilkada untuk menyampaikan tema dan

materi kampanye termasuk visi-misi, serta memasang iklan dalam rangka kampanye. Hal ini bertujuan supaya masyarakat mengetahui dan bisa menuntut janji pemimpinnya jika kelak terpilih dari berkuasa

melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti melanggar janji saat-saat masa kampanye atau melakukan penyelewengan kekuasaan.

2) Larangan Kampanye

Dalam pelaksanaan kampanye ada beberapa larangan. Sesuai yang tercantum dalam Pasal 78 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah yang mengatur larangan dalam kampanye antara lain:

a) Mempersoalkan dasar Negara Pancasila dan Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

b) Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon kepala

daerah/wakil kepala daerah dan/atau partai politik,

c) Menghasut atau mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat,

d) Menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, atau menganjurkan penggunaan kekerasaan kepada perseorangan,

kelompok masyarakat, dan/atau partai politik,

e) Mengganggu keamanan, ketentraman, dan keterlibatan umum, f) Mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk

(34)

27

g) Merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye

pasangan calon lain,

h) Menggunkan fasilitas dan anggaran pemerintah daerah, i) Menggunakan tempat ibadah dan pendidikan, dan

j) Melakukan pawai arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan raya.11

d. Pemungutan Suara

Hari pemungutan suara (pencoblosan) ditetapkan oleh KPUD dengan ketentuan paling lambat 30 hari sebelum masa jabatan Kepala

Daerah berakhir. Pemungutan suara dilakukan di hari libur atau diliburkan pada pukul 07.00-13.00 di TPS. Tiap-tiap TPS dihadiri oleh

para saksi dari tiap-tiap pasangan calon, kpps, dan pps.

Pengadaan surat suara dilakukan di daerah pemilihan dengan mengutamakan kapasitas cetak dan hasil cetak yang berkualitas. Jumlah

surat suara pemilihan pasangan calon dicetak sama dengan jumlah pemilih dan ditambah paling banyak 25% dari jumlah pemilih pada tiap-tiap tps.

e. Penghitungan Suara

Pemungutan suara berakhir, maka dengan segera KPPS

mengadakan perhitungan suara di TPS. Rekapitulasi suara dimulai dari jam 13.00 sampai selesai dan dihadiri oleh saksi tiap-tiap pasangan calon,

(35)

28

Panwas, dan masyarakat.Proses ini dilakukan di tiap-tiap tingkatan, mulai

dari TPS, PPS, PPK, sampai ke KPUD.

KPPS melakukan perhitungan jumlah pemilih yang memberikan hak suaranya berdasarkan salinan daftar pemilih tetap untuk TPS, jumlah

pemilih dari TPS lain, jumlah surat suara yang dikembalikan oleh pemilih karena rusak atau keliru dicoblos terlebih dahulu sebelum

melakukan penghitungan suara.

Setelah penghitungan suara berakhir, KPPS membuat berita acara hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua KPPS dan

sekurang-kurangnya 2 orang anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi dari tiap-tiap pasangan calon. Berita acara dan rekapitulasi

suara tersebut kemudian diserahkan ke PPS, PPK, dan saksi tiap-tiap pasangan calon. Berdasarkan berita acara dan rekapitulasi suara yang disampaikan oleh PPK, KPUD kemudian menetapkan hasil rekapitulasi

perhitungan suara dan mengumumkan hasil pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Daerah.

f. Penetapan Hasil Pemilihan Kepala Daerah 1) Penetapan pasangan calon terpilih

Konsep penetapan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih dengan ketentuan yaitu: a) pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih

(36)

29

terpilih, b) Apabila tidak terpenuhi, maka pasangan calon kepala

daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 25% dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan terpilih, c) apabila tidak ada

yang mencapai 25% dari jumlah suara yang sah atau lebih dari satu pasangan yang mencapai 25% dari jumlah suara sah, maka dilakukan

pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua.12

2) Pengesahan Pasangan Calon Terpilih

Dalam Pasal 109 UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa pengesahan pengangkatan pasangan calon

terpilih dilakukan:

a. Presiden bagi pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur

b. Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden bagi pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati

Pengesahan pengangkatan calon terpilih dilakukan

selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari setelah penetapan. Pasangan calon Bupati dan wakil Bupati terpilih diusulkan oleh DPRD Kabupaten,

selambat-lambatnya 3 hari, kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur berdasarkn berita acara penetapan pasangan calon terpilih

12 Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 107 ayat 1, 2, dan 3 UU No. 32 Tahun 2004 tentang

(37)

30

dari KPU kabupaten untuk mendapatkan pengesahan

pengangkatan.13 3) Pelantikan

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebelum memangku

jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah atau janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik. Teks ikrar sumpah atau janji

tersebut sudah ditetapkan oleh undang-undang.

Pelantikan atas calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri. Pelaksanaannya dilakukan di

gedung DPRD dalam rapat paripurna DPRD yang bersifat istimewa.

(38)

BAB III

NAHDLATUL ULAMA’ DI KABUPATEN SIDOARJO

A.Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama’ di Kabupaten Sidoarjo

Nahdlatul Ulama’ (NU) dirikan pada tahun 1926 di Jawa Timur. Sejak awal

berdirinya, NU terus melakukan perluasan hingga ke daerah-daerah, tak terkecuali

Sidoarjo. Untuk mengetahui sejarah awal masuknya NU ada sesuatu hal yang

kiranya bisa dijadikan rujukan yakni berdirinya Madrasah NU yang berlokasi di

Kutuk pada tahun 1929 yang memberikan indikasi bahwa NU sudah ada di

Sidoarjo sebelum tahun 1929. Hal ini dikarenakan tak mungkin jika sebuah

madrasah terlebih dahulu berdiri dan NU kemudian, hal ini kecil sekali

kemungkinannya. Pemberian nama madrasah NU, sudah dapat dipastikan kalau di

daerah tersebut telah berdiri NU.1

Awalnya, NU cabang Sidoarjo berkedudukan di Sepanjang (Taman).

Dikarenakan para pengurus mayoritas berasal dari Sepanjang, maka Cabang NU

bukan lagi bernama Cabang Sidoarjo melainkan Cabang NU Sepanjang. Dua

tahun kemudian NU Cabang Sepanjang dipindahkan ke Sidoarjo sebagai hasil

musyawarah di rumah Ibu Hj. Rohmah di Jetis Sidoarjo. Dari sejak itu NU

Cabang beralih menjadi NU Cabang Sidoarjo.

Pada saat era kolonial Jepang, pemerintah Jepang mengeluarkan perintah

melarang semua organisasi melakukan kegiatannya. Tidak terkecuali NU. Akan

(39)

32

sembunyi tetap mengadakan kegiatan, meski sifatnya hanya konsolidasi. Yang

kemudian menyusun kepengurusan secara lengkap NU Cabang. Pertemuan itu

diadakan pada September 1943 dan berhasil menyusun pengurus:

Rois I : Kiai Sahal

Rois II : KA. Thohir

Rois III : Ahyad Utsmany

Penulis I : Saleh Hasyim

Penulis II : K.H Hamzah

Pembantu Umum I : Bahri Yasin

Pembantu Umum II : Sumardjo

Ketua IV : M. Sodiq (merangkap bendahara)

Pembantu-pembantu : A. Fakih, KH. Asy’ari, Anwari, Imam

Anggota Kehormatan : KA. Bakri, H. Mansyur, H. Syafi’i

H. Abd. Wahab, H. Ismail, H. Nur.

Rupanya kegiatan dengan cara sembunyi-sembunyi tidak mengenakkan hati

bagi para pengurus Cabang. Karenannya dikirimlah surat permohonan legalisasi

kepada pemerintah Jepang di daerah Sidoarjo agar NU Cabang diijinkan

melakukan kegiatan. Surat tertanggal 9 Febryari 2604 itu dengan mencatumkan

nama susunan pengurus:

Ketua : KH. Ahmad Sahal Mansyur

Ketua Muda : KA. Thohir Rowi dan Ahyad Utsmani

(40)

33

A. Faqih Islamil, M. Imam, Anwari Ismail,

A. Rifai Taslim, dan KH. Hamzah2.

Surat tersebut ditanda tangani oleh ketua PBNU yang kala itu dijabat oleh

KH. Abdul Wahab Hasbullah.3 Baru tiga bulan kemudian, surat permohonan

tersebut mendapat jawaban dari pemerintah Jepang dengan surat tertanggal 2 Mei

2604.4

Dengan legalnya pengurus NU Cabang Sidoarjo pada tanggal 2 Mei 2604,

maka tahun tersebut bisa digunakan sebagai patokan berdirinya NU Cabang di

Sidoarjo.

Pada awal berdirinya, NU Cabang Sidoarjo menempati sebuah gedung di Jl.

KH. Mukmin Sidoarjo. Gedungnya hanya seperti bagunan rumah biasa, terdiri

dari satu tingkat saja. Karena dirasa kurang representative, maka pada era

kepemimpinan KH. Abdy Manaf gedung tersebut direnovasi menjadi 3 tingkat.

Tingkat pertama untuk parkir, kedua untuk kantor, dan yang ketiga untuk meeting

room. 5

NU Cabang Sidoarjo menjalin kedekatan dengan para pemimpin kabupaten

Sidoarjo. Hal ini terjadi karena para pemimpin NU Cabang Sidoarjo sangat

fleksibel bisa bergaul dengan siapa saja. Hasil kedekatannya NU mendapat wakaf

maupun ghibah berupa tanah dan gedung. Untuk pertama kalinya mendapat wakaf

tanah dari Bpk. Win Hendarso yang digunakan menjadi gedung perkantoran NU.

2 Ibid., 3 3 Ibid.

(41)

34

Kemudian pada masa bupati Saiful Ilah, NU Cabang Sidoarjo mendapat ghibah

berupa tanah dan gedung yang berada di Perum Puri Airlangga Blok Q No.5-6

Sidoarjo. Gedung tersebut digunakan sebagai Gedung PCNU Sidoarjo. Gedung

perkantoran yang lama digunakan sebagai basecamp Ansor, Fatayat, serta

Sarbumursi.

B.Struktur Organisasi NU Cabang Sidoarjo

NU merupakan organisasi keagamaan yang cepat berkembang, terutama

dalam jumlah anggota yang bergabung. Karena semakin banyaknya orang yang

bergabung dengan NU, ternyata tidak mampu diurus secara

organisatori-administratif. Oleh karena itu NU sebagai organisasi menggunakan system

kepengurusan organisasi secara teritorial, maksudnya yaitu NU mempunyai

susunan pengurus organisasi dari tingkat pusat hingga tingkat desa. Untuk tingkat

pusat dikendalikan oleh pengurus besar biasanya dikenal dengan Pengurus Besar

Nahdlatul Ulama (PBNU). Kemudian tingkat provinsi akan dikelola oleh

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU). Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama

(PCNU) menangani kepengurusan pada tingkat kotamadya atau kabupaten. Di

tingkat kecamatan ditangani oleh Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama

(MWCNU) dan ditingkat desa dikendalikan oleh Pengurus Ranting.

Sejak awal, kepungurusan NU terdiri dari tiga bagian, yakni Mustasyar,

Syuriah dan Tanfidziyah.6 Syuriah (semacam legislatif yang mengurusi soal

(42)

35

keagamaan) adalah pimpinan tertinggi didalam struktur organisasi. Kedudukan

tertinggi ini biasanya ditempati oleh para ulama, hal ini merupakan sebuah

penghormatan NU terhadap para kiai.7 Adapun Tanfidziyah sebagai pelaksan

harian.

Dibawah kepengurusan umum (Syuriyah dan Tanfidziyah) ada tiga macam

unit kegiatan:

a. Badan Otonom (Banom) yaitu unit kegiatan yang bertugas mengurus

kelompok tertentu yang beranggotakan perorangan, seperti:

1) Muslimat Nahdlatul Ulama, bertugas mengurus kelompok

perempuan,

2) Fatayat Nahdlatul Ulama, bertugas mengurus kelompok perempuan

remaja,

3) IPPNU (Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama), yang bertugas

mengurus kelompok pelajar puteri,

4) IPNU (Ikatan Putera Nahdlatul Ulama), bertugas mengurus

kelompok pelajar putera,

5) Geraka Pemuda Ansor, bertugas mengurus kelompok pemuda,

6) Sarburmusi (Saerakat Buruh Muslim Indonesia), bertugas mengurus

kelompok buruh,

7) Dan lain-lain.8

merupakan pelaksana sehari-hari. Syuriyah dan Tanfidziyah masing-masing melalukan kegiatannya masing-masing melalui musyawarah dan mufakat.

(43)

36

Sebagaimana namanya, badan otonom merupakan unit kegiatan di dalam

lingkungan NU yang mempunyai otonomi, hak mengatur rumah

tangganya sendiri, mempunyai anggota, pengurus, peraturan dasar, dan

lain sebagainya.

b. Lembaga, yaitu unit kegiatan yang bertugas mengurus sebagian program

NU dan merupakan ujung tombak bagi NU di tingkatnya masing-masing.

Lembaga NU antara lain meliputi:

1) Lembaga Dakwah, bertugas sebagai pelaksana kebijakan NU di

bidang pengembangan agama Islam,

2) Lembaga Perekonomian, bertugas melaksanakan kebijakan di bidang

pengembangan perekonomian warga NU,

3) Lembaga Pengembangan Pertanian, bertugas melaksanakan

kebijakan NU di bidang pengembangan pertanian, serta lingkungan

hidup dan kelautan,

4) Rabithah Maahid Islamiyah (Asosiasi Pesantren), merupakan sebuah

lembaga yang bertugas melaksanakan kebijakan NU di bidang

pengembangan pengembangan pondok pesantren,

5) Lembaga Ma’arif, sebuah lembaga pendidikan dbawah naungan NU

yang bertugas melaksanakan kebijakan NU di bidang pendidikan dan

(44)

37

6) Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

(LAKPESDAM), bertugas melaksanakan kebijakan NU di bidang

pengkajian dan pengembangan sumber daya manusia,

7) Lembaga Seni Budaya, bertugas melaksanakan program dan

kebijakan NU di bidang pengembangan seni dan budaya,

8) Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja, bertugas melaksanakan

program dan kebijakan NU di bidang pengembangan tenaga kerja,

9) Lembaga Pencak Silat Pagar Nusa, bertugas melaksanakan program

dan kebijakan NU di bidang pengembangan olah raga bela diri

pencak silat,

10) Jam’iyatul Qurra wal Huffadz, bertugas melaksanakan kebijakan

dan program NU di bidang pengembangan seni baca, metode,

pengajaran, dan hafalan al-Qur’an,

11) Dan lain-lain.

Lembaga-lembaga tersebut tidak punya anggota, hanya punya

pengurus yang diangkat oleh pengurus NU di tingkatnya masing-masing.

Lembaga bertanggung jawab kepada NU di tingkatnya masing-masing.

Pembentukan lembaga ini berada di setiap tingkat kepengurusan NU

(Ranting, MWC, Cabang, Wilayah, dan Pengurus Besar).

c. Lajnah, yaitu unit kegiatan yang bertugas mengurus program NU.

Berbeda dengan lembaga yang ada di setiap tingkat kepengurusan,

(45)

38

1) Lajnah Falakiyah,

2) Lajnah Ta’lif wa Nasyr,

3) Dan lain-lain.

Lajnah tidak punya anggota, hanya pengurus yang diangkat oleh

pengurus NU di tingkat yang membutuhkan untuk pembentukannya.

Lajnah bertanggung jawab kepada pengurus NU yang membentuknya.

Meski ada perbedaan dari segi fungsi dan posisi antara Banom,

Lembaga, dan Lajnah di dalam NU, namum mereka semua harus

menempatkan diri dibawah pimpinan NU. Karena NU-lah yang

melahirkan Banom, Lembaga, dan Lajnah, bukan gabungan dari Banom,

Lembaga, dan Lajnah lantas menjadi NU.

C. Peran NU Cabang Sidoarjo dalam Masyarakat Sidoarjo

NU cabang Sidoarjo ini turut andil dalam mensejahterakan masyarakat

Sidoarjo di berbagai bidang kehidupan masyarakat Sidoarjo.

1. Bidang Keagamaan

NU sebagai organisasi sosial keagamaan ikut membantu menyebarkan

dan mengembangkan agama Islam di Sidoarjo dengan ajaran-ajaran yang

berfaham ahlu-sunnah wal jama’ah, turut serta dalam membina akhlaq dan

karakter masyarakat Sidoarjo dengan menjadikan nilai-nilai ahlu-sunnah wal

(46)

39

sehingga pembinaan akhlaq dan karakter masyarakat dapat dilakukan secara

persuasif dan damai, tanpa kekerasan.10

Melalui Lembaga Dakwah NU (LDNU), NU melaksanakan

program-programnya di bidang keagamaan, seperti merevitalisasi pengajian atau

majelis ta’lim dan sistem dakwah, pemanfaatan IT sebagai media dakwah,

penataran Da’i dan Khatib, peningkatan kualitas dan kuantitas pengajian ahad

legi di masjid Agung, serta melaksanakan seminar tentang bahaya narkotika,

obat terlarang dan free sex dari prespektif Islam.11

Lembaga Lajnah Falakiyah NU dalam kegiatannya turut

melaksanakan program-progam NU dalam bidang keagamaan Islam untuk

masyarakat Sidoarjo, diantaranya yakni 1) melakukan Rukyatul Hilal bil fi’li

yang tujuannya untuk menentukan awal puasa Ramadhan, menentukan hari

raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha, dan 2) pengukuran arah kiblat yang

tujuannya menghindari adanya masjid atau mushalla yang tidak mengarah

tepat pada kiblat.12

2. Bidang Sosial

Pada bidang sosial NU mengupayakan dan mendorong pemberdayaan

masyarakat Sidoarjo di bidang kesehatan, kemaslahatan, dan ketahanan

keluarga, serta pendampingan masyarakat yang terpinggirkan.

Ada beberapa program NU cabang Sidoarjo di bidang sosial yang

dijalankan oleh lembaga-lembaganya, misalnya:

10 Pengurus Cabang NU Sidoarjo, Hasil Musyawarah Kerja 1, Masa Khidmat 2011-2016 (Gedung

(47)

40

1. Lembaga Kajian Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM)

kegiatannya yaitu mengadakan pelatihan kewirausahaan dengan

memberikan keterampilan kepada masyarakat dalam hal kewirausahaan,

2. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH NU) salah satu

programnya yakni mempersiapkan tenaga relawan dan pendampingan

kasus hukum masyarakat.

3. Lembaga Amil Zakat dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU),

lembaga ini dipunyai disetiap masing-masing cabang, kegiatannya salah

satunya yakni meningkatkan kesadaran para wajib zakat, menyalurkan

kepada yang lebih tepat sasaran dan akuntabel.13

3. Bidang Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, NU cabang Sidoarjo mempunyai tujuan yakni

mengupayakan peningkatan pendapatan masyarakat dengan cara melakukan

peningkatan pembinaan terhadap pengusaha kecil dan menengah (UKM)

dengan pembentuk an dan pemberdayaan koperasi. Selain itu, NU Cabang

Sidoarjo juga melakukan sosialisasi pembentukan Koperasi Simpan Pinjam

(KSP), kemudian mendirikan badan usaha KSP.14

Usaha-usaha yang dilakukan NU Cabang Sidoarjo ini bertujuan untuk

memperbaiki tumbuh-kembang perekonomian masyarakat Kabupaten

Sidoarjo dan kemaslahatannya.

13 Pengurus Cabang NU Sidoarjo, Hasil Musyawarah Kerja 1, Masa Khidmat 2011-2016,

(48)

41

4. Bidang Pendidikan

NU dalam bidang pendidikan mempunyai tujuan membina umat agar

menjadi seorang muslim yang taqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan

terampil serta berguna bagi agama, bangsa dan Negara.15

Peran NU cabang Sidoarjo dalam dunia pendidikan diantaranya

membangun sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan kualitas

pendidikan, serta mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Penyelenggaraan pendidikan di kabupaten Sidoarjo oleh NU dalam

pendidikan formal antara lain TK Muslimat, MI NU, Mts NU, SMA NU,

SMK NU, dan Universitas NU Sidoarjo.

5. Bidang Politik

Nahdlatul Ulama merupakan salah satu organisasi terbesar di Kabupaten

Sidoarjo yang mempunyai jumlah anggota dan warga yang cukup besar. Oleh

karena itu, ia melibatkan diri dalam setiap kegiatan pemerintahan Kabupaten

Sidoarjo, seperti dalam pilkada, pembangunan daerah, mulai dari

perencanaan, pendampingan dampai pengawasannya.16

15 Visi-Misi Nahdlatul Ulama dalam keputusan Muktamar NU ke 32 di Makassar, Makassar 22-27

(49)

BAB IV

PERAN NAHDLATUL ULAMA DALAM PEMILIHAN KEPALA

DAERAH KABUPATEN SIDOARJO TAHUN 2005-2015

Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang

sukses dalam menyelenggarakan Pilkada di tiap penyelenggaraannya. Baik itu

penyelengaraan Pemilu, Pilpres, Pilgub, maupun Pilbub Kabupaten Sidoarjo

selalu sukses menyelenggarakannya. Kesuksesan penyelenggaraan ini tak lepas

dari peran beberapa pihak seperti jajaran keamanan serta masyarakat.

Peran masyarakat Sidoarjo dalam Pilkada Sidoarjo cukup besar, selain

mendukung dengan tidak bertindak anarkis dalam proses Pilkada. Peran besar

masyakarat Sidoarjo dalam menyukseskan pilkada juga terlihat dengan

antusiasme masyarakat yang datang ke TPS untuk menyalurkan hak pilihnya. Dari

data KPU, dalam setiap penyelenggaraan proses Pemilu/ Pilkada prosentase

kehadiran masyarakat ke TPS hampir mencapai 93%. Ini menunjukkan bahwa

masyarakat Sidoarjo sangat antusias dalam menyukseskan gelaran Pemilu/pilkada

yang dilaksanakan.

Selain peran dalam keikutsertaan diatas, peran besar masyakarat Sidoarjo

dalam setiap gelaran pilkada ialah menyukseskan terpilihnya calon yang mereka

usung. Berbicara hal ini, terdapat beberapa fakta unik dalam setiap gelaran pilkada

di Sidoarjo. Yang mana dalam setiap gelaran pilkada, hampir dipastikan yang

(50)

45

gelaran pilkada pemenangnya ialah calon-calon yang seperti tersebut diatas.

Sekalipun sebenarnya ada calon lain yang tingkat kekuatan financial ataupun

pendukungnya lebih kuat.

Kemenangan calon yang berasal ataupun yang di dukung oleh Nahdlatul

Ulama tidaklah aneh. Sebab apabila dilakukan sebuah survey, hampir sebagian

besar masyarakat Sidoarjo ialah jama’ah NU. Dimana secara umum kita ketahui

jama’ah NU mempunyai tingkat persatuan dan ketawadu’an yang sangat tinggi.

Oleh sebab itu, maka dapat dengan mudah warga Nahdliyin disatukan untuk dapat

mendukung calon dari kalangan mereka sendiri. Meskipun itu masih ada sebab

lain yang menyebabkan calon-calon dari unsur Nahdlatul Ulama mudah

memenangkan Pilkada Sidoarjo.

Untuk itu dalam bab berikut ini akan saya sajikan sebuah analisa mengenai

gelaran Pilkada di Kabupaten Sidoarjo sejak tahun 2005 hingga 2015. Yang mana

dalam setiap gelaran itu proses Pilkada selalu dimenangkan oleh calon yang di

dukung dan berasal dari kalangan Nahdaltul Ulama. Secara garis besar saya ingin

menyoroti peran besar Nahdlatul Ulama dalam setiap gelaran Pilkada di

Kabupaten Sidoarjo.

A.Peran Nahdlatul Ulama Cabang Sidoarjo Dalam Pilkada Kabupaten

(51)

46

Sudah diketahui bahwa Nahdlatul Ulama’ bukanlah sebuah partai politik, akan

tetapi sebagai organisasi sosial keagamaan, NU juga mempunyai hak-hak politik

kerakyatan. Di Sidoarjo NU menjadikan dirinya sebagai salah satu kekuatan yang

sangat besar dengan memiliki banyak pengikut didalamnya. Oleh karena itu, tak

sedikit yang berusaha ingin mempengaruhi pimpinan NU supaya mendapat

kekuatan politik. Dalam keadaan seperti inilah NU dapat memainkan politiknya

Pada pilkada Sidoarjo tahun 2005 yang dilaksanakan pada tanggal 25

September 2005, NU tidak melibatkan diri secara praktis. Akan tetapi ia merasa

mempunyai tanggung jawab moral untuk mengawal dan membimbing perjalanan

politik kabupaten Sidoarjo untuk tidak menjerumuskan masyarakatknya ke jalan

yang menyesatkan.1

Melihat banyaknya pengikut NU di cabang Sidoarjo ini, mereka khawatir para

pengikutnya akan dijadikan lahan dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak politik yang

tak bertanggung jawab. Oleh karena itu para pimpinan NU Cabang Sidoarjo ini

mengambil langkah-langkah yang pasti sesuai dengan hak dan tanggung jawab

NU sebagai organisasi sosial keagamaan. Langkah-langkah yang mereka tempuh

yakni:

a. NU harus segera merumuskan posisi politiknya dalam pilkada mendatang.

Harus segera dilakukan ‘bahtsul masail siyasi’ yang menjawab

masalah-masalah seperti:

1) Hukum memilih dalam pilkada

2) Kriteria-kriteria pemimpin yang harus dipilih

(52)

47

3) Kedudukan tausiyah ulama dalam memilih pemimpin

4) Kedudukan keputusan organisasi menurut fikih

5) Tanggung jawab pemilih jika pilihannya ternyata salah

6) Hukumnya money politic menurut fikih

7) Berpihak dan bersekutu dengan golongan yang nyata-nyata

bersebrangan dengan nilai-nilai agama

8) Menjadi team sukses golongan- kandidat yang nyata-nyata

bertentangan dengan pendapat jumhurul ulama’

9) Masalah-masalah mabda’ siyasi lainnya.2

b. NU harus merumuskan visi dan misinya dalam menghadapi pilkada.

Merumuskan Visi-Misi dalam menghadapi Pilkada Sidoarjo. Visi-Misi

NU dalam pilkada Sidoarjo harus mencerminkan nilai-nilai secara syar’i

yang mana merupakan pedoman bagi NU. Visi-misi dirumuskan secara

terbuka dalam forum musyawarah NU yang dihadiri oleh kepengurusan

NU dari tingkat pimpinan cabang hingga mwc beserta banom-banomnya.

Visi Misi tersebut yakni:

Visi : Pilkada yang jujur, adil, demokratis dan aman

Misi : Misi politik NU bersifat kemasyarakatan dan

keagamaan yakni amar ma’ruf nahi ‘anil munkar.

(53)

48

ukhkuwah Islamiyah, ukhkuwah wathoniyah, dan

ukhkuwah bashariyah.3

Dengan dirumuskan visi-misi ini bertujuan untuk memperjelas sikap NU

Cabang Sidoarjo bahwa ia tidak melibatkan diri secara praktis dalam perebutan

kekuasaan, tetapi ia bertanggung jawab memandu dan mengawal pilkada agar

tetap berada pada jalurnya yang demokratis, jujur, aman dan damai. Selain itu hal

ini sebagai bentuk tanggung jawab terhadap warganya supaya dapat menyalurkan

hak politiknya dengan baik. Dengan begitu akan terpilih pemimpin yang baik,

yang mampu dan mau bekerja keras demi kemaslahatan ummat.

Pada pilkada 2005 ini NU Cabang Sidoarjo menempatkan posisinya terhadap

pasangan Win Hendarso-Saiful Ilah. Hal ini terjadi lantaran kedua pasangan

tersebut memiliki kedekatan terhadap para kiyai NU Sidoarjo. Selain Saiful Ilah

merupakan kader NU dan PKB, NU juga melihat bahwa pada periode sebelumnya

kebijakan-kebijakannya selalu memberi ruang dan keleluasaan terhadap NU untuk

melakukan dakwah dan menyebarkan faham ahlusunnah wal jama’ah.4

Untuk mendulang perolehan suara pada pilkada tahun 2005 ini, NU Cabang

Sidoarjo mempunyai strategi tersendiri. Dengan keyakinan bahwa NU merupakan

adalah organisasi sosial keagamaan yang mempunyai jama’ah paling banyak di

Sidoarjo, NU percaya diri bahwa untuk pilkada tahun 2005 akan dimenangkan

oleh pasangan Win-Saiful. Mereka melakukan trik “TurBa” Turun ke Bawah,

maksudnya yaitu mereka melakukan komunikasi politik secara langsung dengan

para kyai dan ulama’ hingga tingkat pedesaan. Ada suatu paradigma yang

(54)

49

berkembang di masyarakat bahwa seorang kiai sebagai alat penarik massa.

Apapun yang dikatakan seorang Kyai pasti akan dipatuhi, tak ayal hal ini

dijadikan sebagi strategi untuk menarik massa. Karena barang siapa yang bisa

mendekati Kyai atau tokoh yang berpengaruh bisa dipastikan ia mendapatkan

suara banyak dan memperoleh kemenangan.

Bisa disimpulkan bahwa pada pilkada tahun 2005 ini NU Cabang Sidoarjo

tidak melakukan politik secara praktis untuk merebut kekuasaan atau pimpinan

kabupaten Sidoarjo, akan tetapi pada pilkada tahun 2005 NU Cabang Sidoarjo

melakukan pemanduan dan pengawalan terhadap jalannya pilkada Sidoarjo

supaya berjalan dengan demokratis, jujur, aman, dan damai. Selain itu, ia

menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan porsinya sebagai organisasi

sosial keagamaan. Hal ini bertujuan agar jama’ah NU tidak dimanfaatkan oleh

beberapa pihak demi kepentingannya sendiri. Secara perseorangan arah posisi

warga NU Cabang Sidoarjo dalam Pilkada tahun 2005 berada di pihak Win

Hendarso – Saiful Ilah, hal ini terjadi selain karena adanya hubungan kedekatan

antar keduanya dengan para ulama sesepuh, dan kyai NU, keduanya dianggap

layak untuk melanjutkan memimpin Kabupaten Sidoarjo.

B.Peran Nahdlatul Ulama Cabang Sidoarjo dalam Pemilihan Kepala Daerah

Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010

Pada pilkada Sidoarjo tahun 2010, bisa dikatakan NU Cabang Sidoarjo

bersikap “Vulgar” dalam hal memberi dukungan terhadap pasangan calon

Referensi

Dokumen terkait

yang sesuai untuk anak Taman Kanak-kanak karena menggunakan suara seorang anak laki- laki; 2) sudah banyak anak Taman Kanak-kanak yang menguasai alat-alat

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Sistem Pendukung Keputusan dengan metode SAW dan Profile Matching untuk pemilihan calon

Berdasarkan jenis penelitiannya ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yang mana studi ini memusatkan perhatian pada masalah/ fenomena yang ada pada saat penelitian

Enron Coorporation yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang energi Coorporation yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang energi tersebut

Setelah membaca dan mengoreksi skripsi saudara Ayu Anggraini NIM: 12220125 jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,

Ada beberapa analisis tentang penyebab kurang dapat berbahasa santun di kalangan remaja. Pada umumnya para pakar berpendapat, bahwa ketidak santunan dalam berbahasa disebabkan

telah ditinggalkan karena pendekatannya sinkronis, meskipun masalah perubahan makna masih juga dibicarakan; (ii) perhatian diarahkan pada strukutr kosa kata; (iii) semantik

Dari rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh hasil temuan mengenai (1) Menganalisis strategi penetapan harga