• Tidak ada hasil yang ditemukan

PESAN DAKWAH DALAM SYI'IR : PEMAHAMAN TERHADAP CONTENT DAN DISCOURSE SYI'IR TANPO WATON KH. MUHAMMAD NIZAM AS SHOFA (GUS NIZAM), WONOAYU, SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PESAN DAKWAH DALAM SYI'IR : PEMAHAMAN TERHADAP CONTENT DAN DISCOURSE SYI'IR TANPO WATON KH. MUHAMMAD NIZAM AS SHOFA (GUS NIZAM), WONOAYU, SIDOARJO."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PESAN DAKWAH DALAM SYI’IR

(Pemahaman terhadap Content dan Discourse Syi’ir Tanpo Waton KH. Muhammad Nizam As-Shofa (Gus Nizam), Wonoayu, Sidoarjo)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam

Oleh

Muhammad Fajar Amertha NIM. F1.7.2.14.202

PASCASARJANA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Syi’ir Tanpo Waton adalah syi’ir yang diciptakan oleh KH. Muhammad Nizam As-Shafa (Gus Nizam). Syi’ir ini begitu terkenalnya khususnya di Jawa Timur sehingga sampai saat ini masih tetap bertahan semenjak dibuat dari tahun 2004 hingga saat ini 2016. Selain itu Syi’ir ini biasanya sebagai awal pertanda sebelum masuk shalat berjama’ah di masjid khususnya pada waktu menjelang Subuh. Dibanding syi’ir yang lain Syi’ir Tanpo waton masih bertahan dan digemari. Hal inilah yang menarik untuk penulis teliti.

Rumusan masalah pada tesis ini ada dua hal yaitu pertama bagaimana pemahaman analisis content pada Syi’ir Tanpo Waton, kedua yaitu bagaimana analisis pemahaman discourse Syi’ir Tanpo Waton. Tujuan utama tesis ini adalah ; (1)Untuk memahami content pada Syi’ir Tanpo Waton; (2) Untuk mengetahui discourse pada Syi’ir Tanpo Waton.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Semiotika Ferdinand de Saussure dan Pendekatan Wacana dalam Hermeneutika Paul Ricoure dengan metode Penelitian kualitastif melalui paradigama strukturalisme dan konstruktivisme mengenai bagaiamana menampilkan parole dan langue serta penanda dan pertanda serta mengungkapkan interpretasi simbolis dalam Syi’ir Tanpo waton.

Hasil analisis data tesis adalah; (1) Adanya penekanan-penekanan penanda dan pertanda dalam simbol-simbol tertentu yang mampu mempengaruhi pendengar dan Penampilan teks dengan bahasa Jawa dan bahasa Arab yang bisa menyatu dalam bait Syi’ir’(2) Penulis mencoba untuk mengungkapkan dari segi Struktur pembuka, gagasan dan kosep serta aplikasi yang diterapkan; bahwa Syi’ir Tanpo Waton sangat dipengaruhi oleh tradisi kultural dan pengembangan konsep dengan Model Tasawuf yang berangkat dari pembelajaran dengan metode suluk, pada tataran konsep ma’rifat dan hakekat.

Kata kunci:Syi’ir Tanpo, Semiotika, Hermeneutika, Tasawuf, Hakekat dan

(7)

DAFTAR ISI

COVER DALAM ………...…… i

PERNYATAAN KEASLIAN ………... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ………..…. iii

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ……….……….…... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ………...…… v

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Kegunaan Penelitian ... 8

F. Kerangka Teoritik ... 9

G. Penelitian Terdahulu ... 15

H. Sistematika Pembahasan ... 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pesan Dakwah ... 30

1. Pengeertian Dakwah ... 30

2. Unsur-unsur dakwah ... 32

3. Pesan dakwah ... 33

B. Pengeritan Syi’ir ... 36

C. Pengertian Content dan Discourse ... 39

1. Pengertian Content ... 39

2. Pengertian Discourse ... 39

D. Semiotika Linguistik dan Semiotika Sastra ... 41

1. Semiotika Ferdinand de Saussure ... 42

a. Pengertian konsep langage, porale dan langue ... 47

b. Pengertian signife dan signifiant ... 51

c. Pengertian Sinkroni dan diakroni ... 53

E. Hermeneutika dan Sastra ... 54

1. Pengertian Hermeneutika ... 54

2. Hermeneutika dan sastra ... 55

3. Hermeneutika: Pembacaan teks atas konteks ... 56

4. Hermeneutika Paul Ricoeur ... 58

a. Riwayat hidup dan karya-karyanya ... 58

(8)

2

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian ... 66

B. Sumber data danTeknik Pengumpulan Data ... 67

1. Sumber Data ... 67

2. Cara menentukan sumber data ... 68

3. Teknik Pengumpulan data ... 68

a. Studi Kepustakaan ... 68

3. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi ... 73

4. Validitas Data ... 74

BAB IV ANALISIS TERHADAP MAKNA SYI’IR TANPO WATHON KH. MOHAMMAD NIZAM AS-SHAFA (GUS NIZAM) A. Riwayat Singkat Gus Nizam. ... 76

B. Syi’ir Tanpo Waton. ... 77

BAB V ANALISIS ISI SYI’IR TANPO WATHON A. Analisis Content Syi’ir Tanpo Wathon ... 79

(9)

B. Analisis Discourse Syi’ir Tanpo Waton ... 125

1. Analisa latar tiap bait Syi’ir Tanpo waton ... 126

2. Interpretasi tanda dan simbol dalam syi’ir Tanpo Waton ... 127

a. Tabel 2.1. Interpreatasi dalam bait -1, 2 dan 3 dalam Syi’ir Tanpo Waton pada bagian pembuka. ... 129

b. Tabel 2.2. Interpreatasi dalam bait -9, 10, 11, 12, 13, 14 dalam Syi’ir Tanpo WatonPada bagian kedua berisi gagasan dan konsep dalam mengkaji agama maupun dalam penerapan etika. . ……….135

c. Tabel 2.3. Interprestasi dalam bait syi’ir Tanpo Waton pada baigan ketiga mengungkapkan gagasan untuk mengikuti sejarah dan argumen keabadian yang bisa dilihat dari bait - 4, 5, 6, 7, 8 dan 15. ... 145

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia senantiasa menyampaikan sesuatu terhadap manusia yang lain

bertujuan untuk dapat saling mengenal, berinteraksi, dan saling membutuhkan antar

sesama. Tindakan manusia dalam menyampaikan pesan terhadap manusia yang lain

tersebut lazim disebut dengan komunikasi. Dalam pengertian sederhana komunikasi

dapat dipahami sebagai tindakan oleh satu orang atau lebih yang dapat mengirim

dan meneriman pesan yang terdistorsi, terjadi dalam suatu konteks tertentu,

mempunyai pengaruh tertentu serta ada upaya untuk melakukan umpan balik.1 Dari pengertian diatas tersebut dapat dipahami bahwa komunikasi memiliki

tiga dimensi yaitu : fisik, sosial-psikologis dan temporal. Lingkungan fisik apapun

dalam bentuknya senantiasa mengandung pengaruh dalam pesan kita terhadap apa

yang kita sampaikan selain hal itu juga bentuk pesan. Dimensi sosial-psikologis

menunjuk pada peran dan status hubungan diantaramereka yang terlibat serta

lingkup budaya yang menjadi aturan komunikasi di masyarakat. Sedangkan

lingkungan konteks tercakup dalam hal-hal yang berpengaruh lansung antar mereka

baik dalam cakupan formal-informal, persahabatan permusuhan, serius ataupun

senda gurau. Dimensi temporal mengandung pengertian atas waktu. Bagi sebagian

orang misalnya pagi bukanlah waktu ideal untuk komunikasi sedangkan bagi yang

lain justru pagi bisa sebagai waktu ideal. Adapula waktu dalam pengertian sejarah

1 Joseph A. Devito, Komunikasi Antar Manusia, terj. Agus Maulana (Jakarta: Karisma Publiasing.

(11)

2

yaitu waktu yang melingkupi atas hidup manusia itu sendiri. Dari hal-hal

tersampaikan didepan bahwa yang lebih penting adalah bagaimana suatu pesan

tertentu disesuaikan dengan rangkaian pesan komunikasi.

Ketiga dimensi ini saling berinteraksi dan masing-masing saling pula

mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh yang lain. Sebagai contoh, terlambat

memenuhi janji(lingkungan atau konteks) berakibat berubahnya suasana

persahabatan menjadi permusuhan (lingkungan sosial-psikologis), kemudian dapat

menyebabkan perubahan kedekatan fisik (lingkungan fisik). Perubahan-perubahan

ini dapat menimbulkan banyak perubahan lain.

Adapun dakwah dalam pengertiannya bisa dipahami sebagai rangkaian

tindakan untuk melakukan seruan terhadap manusia dalam mengajak pada kebaikan

dan meninggalkan kemungkaran,2 atau dapat pula dipahami bahwa dakwah adalah salah satu bentuk upaya pengembangan masyarakat melalui cara-cara persuasif dan

konstruktif berdasarkan nilai-nilai agama Islam yang universal. Nilai universal

tersebut terdapat pada substansi dalam al-Qur’an surat al-Imron ayat 104 yaitu;

ﻜﺘۡ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.

Melakukan seruan untuk mengajak pada kebaikan dan meninggalkan

kemungkaran. Seruan kebaikan serta seruan untuk meninggalkan kemungkaran

(12)

3

merupakan seruan yang mengajak pada fitrah manusia bahwa manusia senantiasa

menginginkan kebaikan serta senantiasa meninggalkan keburukan atau

kemungkaran. Kebaikan yang menjadi fitrah manusia tersebut dapat mengarahkan

pada setiap langkah geraknya untuk menggapai kesuksesan tidak hanya dalam

dimensi duniawi tetapi juga dimensi ke akheratan.

Dalam perspektif lain, Sayyid Mutawakil mendefinisikan dakwah sebagai

upaya mengorganisasikan kehidupan manusia dalam menjalankan kebaikan,

menunjukkannya ke jalan yang benar dengan menegakkan norma sosial budaya dan

menghindarkannya dari penyakit sosial.3 Dalam perspektif ini, Sayyid Mutawakil

lebih menekankan pada pengorganisasian dan pemberdayaan sumber daya manusia

(khalayak dakwah) sebagai aspek terpenting dalam proses dakwah.

Dari uraian tersebut diatas dapat kita pahami bahwa nilai penting

komunikasi dakwah adalah terletak dari nilai pesannya. Nilai pesan yang harus

mengandung kebaikan, nilai pesan yang mampu untuk mengembalikan manusia

kedalam fitrahnya sebagai manusia yang memiliki tanggung jawab dalam

mengelola bumi serta tanggung jawab pada Sang Khalik Allah S.W.T

Adapun salah satu nilai pesan yang mengandung kebaikan dan mencegah

kemungkaran tersebut menurut penulis salah satunya ada dalam interpretasi

terhadap simbol-simbol pesan dalam Syi’ir Tanpa Waton yang ditulis oleh KH.

Muhammad Nizam As-Shofa, Lc,pengasuh pondok pesantren As-Shofa wal Wafa

di Wonoayu – Sidoarjo atau akrab dipanggil dengan Gus Nizam yang dapat

bertahan hingga sampai saat ini sejak dimunculkannya kurang lebih delapan tahun

3Enjang A. S. & Aliyudin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan Filosofis dan Praktis, (Bandung:

(13)

4

yang lalu. Dan belum ada Syi’ir yang dikemas dalam bahasa Jawa dan Arab

tersebut hingga sampai saat ini tetap eksis serta disukai oleh masyarakat. Hal inilah

yang menarik bagi penulis untuk melakukan penelitian lebih mendalam terkhusus

pada makna simbolik atas pesan tersebut serta sejauh mana pengaruhnya terhadap

para pendengarnya.

Syi’ir adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Syi’ir merupakan

rangkaian ungkapan-ungkapan yang mengandung rangkaian banyak emosi bisa

emosi kesedihan, kemarahan, terkejut atau emosi-emosi yang menyenangkan dalam

bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik.

Sebuah Syi’ir biasanya dapat mengungkapkan tentang kehidupan manusia dalam

berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah Syi’ir, pengarang

berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pendengar kepada

gambaran-gambaran realita kehidupan melalui bait-baitnya yang terkandung dalam Syi’ir

tersebut.

Syi’ir Tanpo Wathon adalah sebuah Syi’ir yang dibuat oleh KH.

Muhammad Nizam As- Shofa, Lc, yang dibuat pertama kali mulai tahun 2004

kemudian direvisi tahuan 2007 sebab pada Syi’ir yang pertama terlalu panjang

menurut penuturan beliau.4

Pada umumnya keberadaan karya sastra kurang dikenal atau diketahui

masyarakat sekarang, hal itu disebabkan karya sastra lama menggunakan bahasa

daerah yang sulit dipahami masyarakat. Berbeda dengan syi‟ir Tanpa Wathon yang

familiar di telinga masyarakat, penggunaan bahasa Jawa dan Arab yang mudah

4Nikken Derek Saputri, Syi’ir Tanpa Waton (Kajian Semiotik), Sutasoma: Journal of Javanese

(14)

5

dimengerti adalah salah satu alasannya. Meskipun demikian, dibalik kesederhanaan

bahasanya diduga memiliki interpretasi atas simbol-simbol teks di dalam syi‟ir

Tanpa Wathon mengandung makna yang dalam sehingga perlu untuk meneliti dan

menganalisa tidak hanya pada simbol yang dalam wilayah semiotik namun pula

perlu untuk menelusuri filosofis atas pemaknaannya tentunya dengan pendekatan

Hermeneutika sehingga didapatkan pemaknaan dan pemahaman yang integral atas

syi’ir tersebut.

Dalam semiotika dengan mengacu pada pendekatanFerdinand de Saussure,

dikembangkan sebuah model relasi yang disebut signifier dan signified. Signifier adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna (aspek material), yakni

apa yang dari ditulis atau dibaca. Signified adalah gambaran mental yakni pikiran atau konsep (aspek mental) dari bahasa petanda atau petanda adalah aspek mental

dari bahasa.5 Menurut Saussure sebuah tulisan atau coretan yang membentuk bahasa penanda tidak akan berfungsi bila dilepaskan dari petandanya dalam hal ini

mental pada makna bahasa tersebut walaupu kedua etintas ini berbeda namun tidak

bisa dipisahkan.

Mempertalikan hermeneutika dan bahasa sastra dengan sistem semiotiknya

nampaknya dapat menjadi satu penelitian yang menarik. Bukan saja karena

persoalan filosofis melainkan juga karena tidak ada jalur tunggal untuk

membongkar interpretasi atas simbol-simbol praktik teks (bahasa) sastra , bahwa di

balik bahasaSyi’ir seringkali terkandung “sesuatu‟ yang misterius. Dan

hermeneutika dipercaya sebagai salah satu model rujukan untuk membantu melacak

(15)

6

keberadaan misteri tersebut sebab hermeneutika secara istilah yang diambil dari

ٱunani secara harfiah diartikan sebagai “penafsiran” atau “interpretasi” .6 Dimana Suatu makna diproduksi dari konsep-konsep dalam pikiran seorang pemberi makna

melalui bahasa.

Interpretasi merupakan proses mempresentasikan dan menyampaikan pesan

yang secara eksplisit dan implisit termuat dalam realitas yang memungkinkan

pembaca menunjuk pada dunia yang sesungguhnya dari suatu obyek, realitas, atau

pada dunia imajiner tentang obyek fiktif, manusia atau peristiwa.

Menurut Paul Ricoeur bahwa setiap interpretasi atau pemaknaan atas simbol

sebenarnya adalah suatu usaha untuk membongkar makna-makna yang masih

tersimpan dan terselubung serta berupaya untuk membuka lipatan-lipatan dalam

tingkatan-tingkatan makna pada sebuah karya sastra.7Pernyataan ini mengandaikan bahwa terkadang makna yang ditangkap pada tataran semiotika bahasa masih

belum mampu dalam menguak misteri yang terselubung tersebut.

Dengan memperhatikan dari aspek semiotika atas simbol atau tanda atas

tulisan maupun bahasa dipandu dengan konsep hermeneutika yang membongkar

atas interpretasinya maka keduanya dapat melihat dengan cermat atas syi’ir Tanpa

Wathon dalam berbagai variasi simbol yang terkandung pada bait-bait syi’ir

tersebut.

Hal inilah yang menarik bagi penulis untuk melakukan penelitian lebih

mendalam terkhusus pada makna simbolik atas pesan tersebut serta sejauh mana

(16)

7

pengaruhnya terhadap para pendengarnya. Dan sejauh mana syi’ir tersebut mampu

membangun identitas tertentu pada masyarakat Islam.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut, maka dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan berikut :

1. Pemaknaan terhadap simbol-simbol syi’ir Tanpo Wathon.

2. Pemahaman terhadap teks Syi’ir tanpo Wathon.

3. Efektivitas penerapan prinsip-prinsip syi’ir Tanpo Wathon dalam pengaruh cara

berpikir.

Penelitian ini lebih menitikberatkan pada analisa dan pengamatan

(observasi) terhadap penerapan pemahaman atas makna simbol-simbol syi’ir Tanpo

Wathon.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas, maka peneliti

membuat suatu rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman content syi’ir Tanpo Wathon KH Muhammad Nizam As-Shofa?

2. Bagaimana pemahaman discourse syi’ir Tanpo Wathon KH Muhammad Nizam

(17)

8

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk memahamicontent syi’ir Tanpo Wathon KH Muhammad Nizam As-Shofa.

2. Untuk memahami discourse syi’ir Tanpo Wathon KH Muhammad Nizam As-Shofa.

E. Kegunaan Penelitian 1. Segi Teoritis.

Penelitian ini dapat memperkaya khazanah teoritis dalam disiplin ilmu

komunikasi dakwah, khususnya yang berkaitan dengan memahami interpretasi

makna atas simbol-simbol syi’ir Tanpo Wathon serta konstruk makna dibalik

syi’ir tersebut. Sehingga nantinya dapat dilakukan pengujian serta analisa dan

membantu pengembangan khasanah ilmu dalam membuat syi’ir selainnya

dalam bidang dakwah.

2. Segi Praktis.

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan mafaat bagi khalayak luas

penikmat syi’ir Tanpo Wathon yang terkenal serta syarat hikmah yang

terkandung di dalamnya dan dapat membantu dalam memahami makna

yang terkandung dalam Syi’ir tersebut dalam sudut pandang sisi semiotik

dan hermeneutik dari peneliti.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi inspirasi bagi organisasi-organisasi

(18)

9

pendayagunaan Syi’ir yang berkualitas sehingga mampu membentuk

perilaku keagamaan yang intelektual dan humanis dalam masyarakat untuk

menghadapi arus liberal maupun arus radikal dalam sikap keagamaan.

F. Kerangka Teoritik

1. Pengertian Semiotik Ferdinand de Saussure dan Hermeneutika Paul Ricour

a. Semiotik Ferdinand de Saussure

Semiotika atau semiotik berasal dari bahasa ٱunani: semeion, yang

berarti tanda. Menurut Pialang (dalam Tinarbuko, 2012:11) penjelajahan

semiotika sebagai metode kajian ke dalam pelbagai cabang keilmuan

dimungkinkan karena ada kecederungan untuk memandang pelbagai

wacana sosial sebagai fenomena sosial. Berdasarkan pandangan semiotika,

bila seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka

semuanya dapat dipandang sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena

luasnya pengertian tanda itu sendiri.

Semiotika menurut Berger (2012:11) memiliki dua tokoh, yakni

Ferdinand de Saussure dan Charles Sander Peirce. Kedua tokoh tersebut

mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu

sama lain. Saussure di Eropa sedangkan Peirce di Amerika Serikat. Latar

belakang Saussure adalah linguistik dan Peirce filsafat.

Dalam konteks pemikiran Ferdinand de Saussure sedikitnya ada

(19)

10

signifier(penanda) dan signified(petanda); kedua; form(bentuk) dan content(isi); ketiga langue (bahasa) dan parole (tuturan,ujaran); keempat,

synchronic (sinkronik) dan diachronic (diakronik); kelima, syntagmatic (sintagmatik) associative (paradigamtik).8

Sedangkan pemikiran Ferdinand de Saussure yang berkaitan dengan

konteks semiotologi yaitu tentang significant dan signifebeliau mengemukakan teori bahwa setiap tanda atau tanda linguistic dibentuk oleh

dua buah komponen yang tidak terpisahkan yaitu komponen significant dan

komponen signife. ٱang dimaksud signifient adalah citra bunyi atau kesan

psikologis bunyi yang timbul dari pikiran kita. Sedangkan signife adalah

pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita. Atau dapat

dipahami secara sederhana bahwa gabungan antara sumber bunyi bahasa

yang berurutan dalam bentuk kalimat dengan makna yang terpikir atau

tersimpan dalam psikologis pada tanda-tanda tersebut. Hubungan antara

significant dengan signife merupakan hubungan yang erat dan tidak bisa

dipisahkan sebab mereka merupakan satu kesatuan.9

b. Hermeneutika Paul Ricoeur

Ricoeur menggunakan definisi hermeneutika dilihat dari cara

kerjanya sebagai berikut : hermeneutika adalah teori tentang bekerjanya

pemahaman dalam menafsirkan teks. Jadi gagasan kuncinya adalah realisasi

diskursus sebagai teks. Dalam hermeneutika akan dibahas pula mengenai

(20)

11

pertentangan antara penjelasan (explanation) dengan pemahaman

(understanding), yang menurut Paul Ricoeur menimbulkan banyak

persoalan.

Menurut Ricoeur , sejarah hermeneutika belakangan ini di dominasi

oleh obsesi yakni cenderung memperluas tujuan hermeneutika dengan

cara-cara tertentu sehingga hermeneutika regional digabungkan ke dalam sebuah

hermeneutika umum. Usahanya untuk mencapai status ilmu pengetahuan

ditempatkan dibawah obsesi ontologis sehingga pemahaman tidak lagi

dipandang sekedar cara mengetahui tapi hendak menjadi cara mengada dan

cara berhubungan dengan segala yang ada dan dengan ke-mengada-an.

Sebagai salah seorang tokoh filsafat yang memusatkan perhatiannya

pada hermeneutika, Ricoeur berpandangan bahwa hermeneutika merupakan

suatu teori mengenai aturan-aturan penafsiran terhadap suatu teks atau

sekumpulan tanda maupun simbol yang dipandangnya atau dikelompokkan

sebagai teks juga. Ricoeur menganggap bahwa tidak ada pengetahuan

langsung tentang diri sendiri, oleh sebab itu pengetahuan tentang diri

sesungguhnya hanya diperoleh melalui kegiatan penafsiran. Melalui

kegiatan ini, setiap hal yang melekat pada diri (yang bisa dianggap sebagai

teks) harus dicari makna yangsesungguhnya/objektif agar dapat diperoleh

suatu kebenaran (pengetahuan) yang hakiki tentang diri tersebut.

Hermeneutika bertujuan untuk menggali makna yang terdapat pada

teks dan simbol dengan cara menggali tanpa henti makna-makna yang

(21)

12

tanpa henti harus dilakukan mengingat interpretasi dalam teks bukanlah

merupakan interpretasi yang bersifat mutlak dan tunggal, melainkan

temporer dan multi interpretasi. Dengan demikian, tidak ada kebenaran

mutlak dan tunggal dalam masalah interpretasi atas teks karena interpretasi

harus selalu kontekstual dan tidak selalu harus tunggal. Dalam pengertian

kontekstual, seorang interpreter dituntut untuk menerapkan hermeneutika

yang kritis agar selalu kontekstual. Dalam konteks ini, barangkali interpreter

perlu menyadari bahwa sebuah pemahaman dan interpretasi teks pada

dasarnya bersifat dinamis. Sementara itu, dalam pengertian bahwa makna

hasil dari interpretasi tidak selalu tunggal mengandung pengertian bahwa

suatu teks akan memiliki makna yang berbeda ketika dihubungkan dengan

konteks yang lainnya, sehingga akan membuat pengkayaan interpretasi dan

makna.Ricoeur .

Objektivitas interpretasi dapat dicapai melalui empat kategori

metodologis yang meliputi objektivasi melalui struktur, distansiasi melalui

tulisan, distansiasi melalui dunia teks, dan apropriasi. Dua yang pertama

sangat penting sebagai prasyarat agar teks bisa “mengatakan” sesuatu.

Objektivasi melalui struktur adalah suatu upaya yang menunjukkan

relasi-relasi intern dalam struktur atau teks, hermeneutika berkaitan erat dengan

analisis struktural. Analisis struktural adalah sarana logis untuk menafsirkan

(22)

13

2. Pengertian Interpretasi dan symbol Syi’ir tanpo waton a. Interpretasi

Interpretasi adalah proses memperantarai dan menyampaikan pesan

yang secara eksplisit dan implisit termuat dalam realitas. Interpretator

adalah jurubahasa, penerjemah pesan realitas, pesan yang tidak segera jelas,

tidak segera dapat diartikulasikan, yang sering diliputi misteri, yang dapat

diungkap hanya sekelumit demi sekelumit, tahap demi tahap

Ketika sebuah teks dibaca seseorang, disadari atau tidak akan

memunculkan interpretasi terhadap teks tersebut. Membicarakan teks tidak

pernah terlepas dari unsur bahasa, Heidegger menyebutkan bahasa adalah

dimensi kehidupan yang bergerak yang memungkinkan terciptanya dunia

sejak awal, bahasa mempunyai eksistensi sendiri yang di dalamnya manusia

turut berpartisipasi .

Proses memperantarai dan menyampaikan pesan agar dapat

dipahami mencakup tiga arti yang terungkap di dalam tiga kata kerja yang

saling berkaitan satu dengan yang lain : mengkatakan, menerangkan, dan

menerjemahkan (dalam arti membawa dari tepi satu ke tepi yang lain) .

b. Simbol

Secara etimologis, simbol (symbol) berasal dari kata ٱunani

(23)

14

Biasanya simbol terjadi berdasarkan metonimi (metonimy), yakni nama untuk benda lain yang berasosiasi atau yang menjadi atributnya (misalnya

Si kaca mata untuk seseorang yang berkaca mata) dan metafora (metaphor), yaitu pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain

berdasarkan kias atau persamaan (misalnya kaki gunung, kaki meja, berdasarkan kias pada kaki manusia) . Semua simbol melibatkan tiga unsur : simbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih, dan hubungan antara simbol

dengan rujukan. Ketiga hal ini merupakan dasar bagi semua makna

simbolik.10

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WHS Poerwadarminta disebut, simbol atau lambang adalah semacam tanda,

lukisan, perkataan, lencana dan sebagainya, yang mengatakan sesuatu hal,

atau mengandung maksud tertentu.11 Misalnya, warna putih merupakan

lambang kesucian, lambang padi lambang kemakmuran, dan kopiah

merupakan salah satu tanda pengenal bagi warga negara Republik

Indonesia.

Simbol adalah bentuk yang menandai sesuatu yang lain di luar

perwujudan bentuk simbolik itu sendiri. Simbol yang tertuliskan sebagai

bunga, misalnya mengacu dan mengemban gambaran fakta yang disebut

“bunga” sebagai sesuatu yang ada di luar bentuk simbolik itu sendiri.

Hubungan antara simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang ditandakan

(petanda) sifatnya konvensional. Berdasarkan konvensi itu pula masyarakat

10 Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika, 194.

(24)

15

pemakainya menafsirkan ciri hubungan antara simbol dengan objek yang

diacu dan menafsirkan maknanya.12

G. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelusuran peneliti, terdapat beberapa penelitian yang

memiliki kesamaan dengan penelitian ini dalam aspek substansi, yaitu berbasis

pada teori semiotic dan hermeneutika adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Wilfred Haripahlwan Angkasa (2008), program

sarjana fakultas ilmu filsafat Universitas Katolik Parahyangan dengan judul

“Relevansi Hermeneutika Terhadap Penafsiran Kitab Suci di Era Postmodern”.

Penelitian ini mengekplorasi sejauhmana hermeneutika filosofis memberi

masukkan yang berarti bagi penafsiran Kitab Suci di Zaman Postmodern ini.

Penelitian ini juga menjelaskan mengenai hermeneutika secara luas dan

mencoba melacak proses penafsiran Kitab Suci yang telah berlangsung cukup

lama sampai abad kesembilanbelas dan keduapuluh. Penulis menemukan

permasalahan yang cukup signifikan bagi penafsiran Kitab Suci. Metode

historis juga memiliki dampak negatif juga bagi penafsiran Kitab Suci di era

postmodern.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Mudjiyono (2006), program sarjana fakultas

sastra Universitas Padjadjaran dengan judul “Hubungan Konflik dan Kualitas

Komunikasi Tokoh Utama dalam Teks Drama Yuuzuru Karya Kinoshita Junji (Suatu Analisis Struktural-Hermeneutik)”. Penelitian ini mengenai analisis

(25)

16

drama Yuuzuru, penulis menitik beratkan pada kualitas komunikasi dan konflik yang dialami tokoh utama serta peranannya pada keseluruhan makna. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan struktural

melalui pemahaman hermeneutik pada teks sastra. Metode ini berusaha

mengidentifikasi, mengkaji dan mendeksripsikan fungsi dan antarhubungan

anasirnya dalam karya sastra. Analisis terfokus pada tokoh utama dan hubungan

dengan keutuhan teks Yuuzuru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami makna teks drama Yuuzuru secara utuh, melalui fungsi dan peranan tokoh utama dengan menggunakan pemahaman hermeneutik.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Jaeni (2005), program pascasarjana Universitas

Padjadjaran dengan judul “Komunikasi Seni Pertunjukan Teater Rakyat (Kajian

Hermeneutika Makna Simbol Budaya dalam Pertunjukan Sandiwara Cirebon)”.

Penelitian ini mengenai pertunjukan teater rakyat sandiwara Cirebon merupakan

interaksi simbol-simbol budaya yang ada dalam masyarakatnya untuk

berkomunikasi dan berinterasi. Fungsi seni pertunjukan sandiwara Cirebon pada

umumnya lebih dekat sebagai media komunikasi dalam suatu kehidupan sosial

yang dapat memberikan informasi melalui ruang dan waktu. Pertunjukan

sandiwara Cirebon sebagai media komunikasi memiliki massa sebagai suatu

yang mengikat proses komunikasi antara pertunjukan dengan masyakaratnya.

Makna merupakan nilai informasi yang paling berarti bagi komunikasi seni

pertunjukan sandiwara Cirebon. Dalam proses komunikasi semua masyarakat

penyangga yang terlibat sebagai komunikator. Masyarakat penyangga tersebut

(26)

17

Keduanya memiliki otoritas untuk memaknai sesuatu yang tersaji dalam sebuah

pertunjukan sesuai pola pikir budaya yang mereka miliki. Tujuan penelitian ini

memberikan pemahaman makna atas simbol-simbol budaya dalam pertunjukan

tater rakyat sandiwara Cirebon, proses komunikasi dan kebutuhan

masyarakatnya. Penelitian ini secara kualitatif dengan pendekatan grounded

research. Objek dalam penelitian ini adalah pertunjukan teater rakyat sandiwara Cirebon dan yang menjadi fokus kajian adalah makna simbol budaya yang ada

pada pertunjukan sandiwara Cirebon dengan meminjam hermeneutika sebagai

pisau analisis pemaknaannya.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Lina Rosliana (2004), program sarjana fakultas

sastra Universitas Padjadjaran dengan judul “Konsep Filsafat Pendidikan dalam

Cerpen Baraumi Shogakko Karya Miyazawa Kenji Melalui Pendekatan Hermeneutik”. Penelitian ini mengenai cerpen anak-anak Jepang karya

Miyazawa Kenji yang berjudul Baraumi Shogakko. Miyazawa Kenji, seorang penulis yang terkenal dengan banyak menghasilkan karya-karya yang

menggugah hati. Karya-karyanya meliputi semua elemen yang ada di dunia ini.

Manusia, hewan, tumuhan, batu, angin, awan, cahaya, bintang-bintang dan

matahari. Potret alam mendominasi hasil karya Miyazawa Kenji. Bahkan tidak

jarang ia memasukkan unsur sains, filosofi dan seni ke dalam tulisannya.

Metode yang penulis gunakan dalam menganalisis cerpenBaraumi Shogakko

adalah metode gabungan antara pendekatan hermeneutik dan tinjauan filsafat

(27)

18

instrinsik karya sastra, kemudian penulis memfokuskan pada fislafat pendidikan

yang terkandung dalam cerpen ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menemukan dan memahami makna filsafat pendidikan yang terkandung dalam

cerpen Baraumi Shogakko karya Miyazawa Kenji melalui pendekatan hermeneutik, sebagai salah satu metode penelitian filsafat.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Rafael Maria Chistiyanto (1998), program

sarjana fakultas Ilmu Filsafat Universitas Parahyangan dengan judul “Seni

Mencari dalam Serat Dewaruci Tinjauan Hermeneutis Filsafat Timur”.

Penelitian ini mengenai serat dewa suci, serat dewasuci adalah warisan budaya

Jawa yang sarat makna. Sebuah karya yang merupakan perpaduan antara

realitas yang adiluhung dengan filosofi kehidupan manusia. Sebuah karya yang

merupakan perpaduan antara realitas yang adihulung filosofi kehidupan

manusia. Dalam lakon wayang, serat Dewaruci bisa berarti wadah

bayang-bayang untuk bercermin dan menerawang peran kita di jagat raya. Watak

manusia baik-buruk, tergambar nyata dalam kandungannya. Serat ini adalah

salah satu cerita wayang yang juga cerita tentang gambar diri kita. Penelitian ini

mengunakan kajian ilmu filsafat timur yang berusaha mengangkat paham

filosofi nusantara menjadi sejajar dengan pandangan filsafat barat.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Thomas P O Conor sebuah Disertasi (2001),

Program Pascasarjana Departemen Agama dan Pendidikan Agama Universitas

Katolik Amerikadenganjudul “Sebuah Kajian Sosiologi dan Hermeneutika atas

Pengaruh Agama pada rehabilitas Narapidana” . Penelitian ini mengacu pada

(28)

19

mengkaji atas budaya pada masing-masing narapidana dengan mengkaji atas

makna hermeneutika dalam penerapan social budaya dan agama mereka dalam

berinteraksi antar sesama narapidana yang memiliki berbagai ragam kejahatan

yang dilakukan sejumlah 869 orang . Penelitian ini menggunakan Konsep

Hermeneutika Gadamer dan Paul Ricour atas pemaknaan dari aspek reigi, social

dan budaya mereka.

7. Penelitian yang dilakukan oleh Chistian K Wedemeyer dalam sebuah jurnal

Juni (2007) vol 25 dengan judul : “Sapi, anjing dan mitos-mitas lain : Semiotic

Konotatif di dalam Mahayoga Tantra dan Peribadatannya”. Penelitian ini

memfokuskan pada semiotic koonotatif serta tanda-tanda bahasa yang ada

dalam Kitab Mahayana Tantra dari Agama Budha aliran Budha Tantra dengan

membandingkan pada tradisi di India mengenai sapi. Fokus penelitian berpijak

pada bentuk bahasa dalam sebuah kalimat-kalimat yang terangkai pada kitab

Mahayoga dengan pendekatan teori Roland Barthes.

8. Penelitian yang dilakukan oleh Evola Vito dalam jurnal Internasional Seni,

(2005) vol 2 dengan judul :” Semiotik Kognitif dan bacaan wacana teks

religious sehari-hari : Model Hermeneutika dari literature suci dan wahyu”.

Penelitian ini memfokuskan pada analisa teks bentuk methaphora,

antromosentris, dan keterkaitan religious pada teks kitab suci yang dibaca

sehari-hari atas implikasi interpretasi makna dalam pemikiran pembaca.

Metodologi dengan mengacu pada eksplanasi teks dengan teori hermeneutic

(29)

20

9. Penelitian yang dilakukan Tania Zittoun dalam jurnal internasional (2006)

dengan judul : “ Perbedaan Makna Sekular : Talmud sebagai sumber Simbolik”.

Penelitian ini memfokuskan pada struktur semiotic Talmud sebagai nilai,

identitas dan makna yang banyak terangkai dalam symbol-simbol bahasa.

Sehingga melakaukan interpretasi pemaknaan maka dpat mengkibatkan

pemahaman sekuler. Metode penggunaan dengan kuantitatif berpijak pada

analisa semiotic berdasar pada psikologinya dalam tanda tersebut.

10.Penelitian yang dilakukan oleh CHRISTINE ATCHISON dalam Tesis Fakultas

Pascasarjana Queen's University Kingston, Ontario, Canada, August, (2012) di

Departemen Agama dengan judul : “ Dari Para Dewa ke Superhero “ Sebuah

interpretasi atas buku-buku komik dan Pluralisme Agama”. Penelitian ini

memfokuskan pada tanda dan symbol-simbol gambaran superhero yang

dibandingkan dengan Dewa atau Tuhan dalam Tradisi Agama yang menganut

Plural dalam ajarannya. Metodologinya adalah kualitatif pada teks symbol

gambaran komik dengan menggabungkan teori Hermeneutika Paul Ricour dan

Hans-Georg Gadamer.

11.Penelitian yang dilakukan oleh Patrick Slattery dalam Paper American

Educational Research Association New ٱork City 1996 dengan judul : “

Hermeneutika : Sebuah fenomena Refleksi Estetika “. Penelitian ini

menekankan pada Hubungan internal antara aspek Hermeneutika dan

Subyektifitas pribadi dalam tindakan discusi oleh pelajar dikelas berpijak pada

(30)

21

adalah meneliti argument dalam sebuah diskusi dikaitkan dengan konsep

dialektikal Hegel serta berpijak juga pada teori Hermeneutika Hans Gadamer.

12.Penelitian yang dilakukan oleh Asma Afsaruddin dalam Journal Harvard

Middle Eastern Monographs ٰٰٰII Harvard University Cambridge,

Massachusetts (1999) dengan judul:” Hermeneutika dan Kehormatan :

Negosiasi Ruang Publik pada kaum perempuan di masyarakat Muslim”. Studi

ini memfokuskan pada persoalah keterhubungan peran wanita di ranah public

yang terjadi di Negara-negara Timur. Penelitian ini mencoba untuk menganalisa

perubahan atas konsep pandangan wanita di ruang public dengan jalan

memotret kondisi awal yang terjadi pada masa dinasti Turki Otoman hingga

perubahannya sekarang. Dengan melakukan metode analisis kualitatif deskripsi

atas perubahan konsep dalam melihat wanita di ranah Publik dengan berpijak

pada teori Gender yang feminis dipandu dengan analisa Hermeneutika atas

interpertasi paradigm social, ekonomi dan kekuatan hubungan antara laki-laki

dan wanita didalam masyarakat modern dan post modern dengan berpijak pada

konsep teori Hermeneutika Peter Scemeicel.

13.Penelitian yang dilakukan oleh JEPPE SINDING JENSEN dalam kumpulan

tulisan pada Journal Religion and Reason Volume 42 Walter de Gruyter · Berlin

· New ٱork (2004) dengan judul : “ Makna dan Agama :Sebuah Semiotika

Semantik dalam Study Agama”. Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif

dengan melakukan analisa atas makan-makan interpretasi dan struktur makna

dalam tradisi Keagamaan. Obyek yang dibuka dan dikembangkan adalah

(31)

22

Agama dengan mencoba melakukan konstruk secara fenomenologi

eksistensialnya dalam tradisi logika Michael Foulcot.

14.Penelitian yang dilakukan oleh PAULO JESUS dalam Studi pascasarjana di

Universidade Lusófona do Porto / Universidade de Lisboa Februari (2011) dengan Judul : “Makna Penciptaan, Perlindungan Diri dan Agama : Dari Meta

Naratif Agama ke Naratif Diri ٱang Spiritual”. Penelitian ini berfokus pada

dorongan ide pada aspek Psikologi dalam beragama dengan melakukan

perubahan pemikiran yang disebabkan oleh Kultur Psikologinya dengan

memahami atas konsep-konsep semiotic tanda dalam pesan-pesn agama

sehingga mampu menjadi fungsi dalam menguatkan Subyek diri. Penelitian ini

mencoba untuk melakukan analisa atas kekuatan symbol dan tanda dalam

semiotic agama Katolik pada kitab sucinya berbagai gambaran bentuk narasi

dalam bentuk drama, pesan maupun cerita-cerita lain yang dapat dijadikan

perlindungan diri dimulai dari proses memahami, menghayati hingga

mentrasformasikan dalam bentuk oikiran dan tidakan sehingga dapat menjadi

kekuatan diri atau mampu membentengi diri. Penelitian ini menggunakan

metode Kuantitatif dan Kualitatif dengan melakukan penelitian secara Random

Kelas.

15.Penelitian yang dilakukan oleh Ioana Claudia Horea and Cristian Dorin Horea

dalam Journal International Journal of Philosophy and Theology March (2014),

Vol. 2, dengan judul : “Bahasa Metafora dan Polisemi dalam teks Relegius”.

Penelitian ini brfokus pada perbandingan dua paradigm dari sebuah teori

(32)

23

dan semiotic atas makna. Penelitian ini menitik beratkan pada interpertasi teks

yang kontras dari makna yang dibaca pada teks bahasa kitab yang digunakan

setiap hari. Adapun bahan penelitian diambil dari kotab Bible dengan

Paradigma Hermeneutika Paul Ricour dan Northrop Frye dengan berpijak pada

metode kritik Nasrasi atas respon-respon yang terkandung dalam Bible. Metode

yang dikembangkan dengan Ekslorasi kualitatif atas kandungan teks Bible yang

disandingkan dengan beraneka ragam pemikiran sastrawan semisal Jean Paul

Sartre, Umberto Eco, Mikhail Bakhtin dan Mircea Eliade pada sisi polisemi dan

metafora yang terkandung atas Kitab Bible dengan melakukan perbandingan

teks.

16.Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Kabir Hussain Salihu dalam Journal

INTELLECTUAL DISCOURSE,( 2006) International Islamic University

Malaysia VOL. 14, N0 1, dengan judul : “Teori Muhammad Arkaoun atas

Hermeneutika al-Qur’an : Sebuah Kritik”. Penelitian ini mngkritik atas teori

Arkaun terhadap gagasan Arkaun pada heremenutika yang adadalam al-Qur’an

dengan metode analisis kritik atas pemikiran Arkoun pada teori semiotic,

hermeneutika dan antropologi atas teks.

17.Penelitian yang dilakukan oleh EVOLA, Vito dalam Journal Internasional

Stanford : CSLI, (2010), dengan judul : “Semiotik Multi Modal dari

Pengalaman Spiritual: Mewakili kepercayaan Metafora dan Tindakan”.

Penelitian ini befokus pada konsep spiritual dan religi yang masing-masing

memiliki inters sebagai modal dalam menguatkan secara psikologis. Penelitian

(33)

24

kemampuan menghayati dimensi transenden baik dalam system metafora dalam

kitab sehingga dapat mempengaruhi atas tidakan. Penelitian ini berpijak pada

studi eksperimen terhadap beberpa subyek yang membangun

sistemkepercayaan sebagai modal hidup melalui interpertasi atas makna-makna

metaphor dalam religi.

18.Penelitian yang dilakukan oleh Renate Anna Kandler dalam tesis pada

Department of Classics and Religious Studies Faculty of Arts University of

Ottawa, 2013, dengan Judul : “Mawar untuk Cinta, Bunga Violet Untuk

Kerendahan Hati dan Bunga Lili untuk Penderitaan: Studi Fenomenologi

Hermeneutika atas pengalaman berkaitan dengan Bunga pada buku harian dari

ST. FAUSTINA KOWALSKA (1905-1938)”. Penelitian ini memfokuskan pada

catatan-catatan harian seoran Santa yang bernama Faustina Kowalska dari tahu

1905-1938 yang dibatasi pada makna dari symbol bahasa bunga yang terdapat

dari catatan tersebut. Digambarkan di awal oleh penulis bahwa bunga dalam

tradisi katolik telah menghiasi berbagai macam aksesoris dalam gereja mulai

dari segi arsiteksturnya, literature maupun sejarahnya. Santo Faustina sendiri

diangaap seorang Rohaniawan yang memiliki tradisi mistik dikalangan gereja,

sehingga dia senantiasa membuata symbol-simbol dalam menggambarkan atas

pandangannya, adapun symbol yang sering diungkap adalah berenka ragam

bunga dan penamaannya. Adapun metode yang digunakan dengan mengkaji

atas paparan bunga dengan teori Semiotik fenomena Hermeneutika. ٱaitu

(34)

25

membedah tanda kemudian dianalisa dari segi Heremenutika dalam

pembongkaran makna.

19.Penelitian yang dilakukan oleh Balint Gabor dalam suatu tesis dari Heythrop

College, University of London, 2013 dengan Judul : “Semiotik hawa nafsu-

sebuah respon Keagamaan pada Konstruk percakapan Julia Kristeva’s yang ada

dari “Theologia Crucis”. Penelitian ini memfokuskan pada penemuan atas teori

semiotic dengan gaya bahasa Nafsu yang terdapat pada pemikiran Julia

Kristeva’s atas krtiknya terhadap konsep religious Kristen yang berbasik pada

kitab Bible. Metodolignya dengan membuat Nanalisis Kritik atas temuan

sebelumnya dengan membangun pada teori Freudian. Jadi penelitian tersebut

memadukan keterkaitan antara Semiotik dengan system Antropologi dan

Psikologi yang dikembangakan oleh Sigmun Freud.

20.Penelitian yang dilakukan oleh Juan Camilo Conde Silvestre dalam Jurnal

Atlantis ٰVI (1994), dengan judul : “Semiotik atas Alegori pada Hermeneutika

Pertengahan Awal dan Interpretasi atas Novel The Seaferer”. Penelitian ini

terfokus pada teks-teks yang terapat pada novel tua dari inggris yaitu The

Seaferer yang mengandung interpretasi atas pemahaman eskalogis dalam tradisi

klasik Kristen. Metode yang dikembangkan adalah dengan eksplorasi atas

teks-teks dengan teori pendekatan symbol dan tanda atas semiotic.

21.Penelitian yang dilakukan oleh Ebrahim Moosa (Cape Town) Journal

Internasional Der Islam (1998), dengan judul : “The Sufaha di dalam literature

al-Qur’an: Sebuah Problem semiotic”. Penelitian ini mejabarkan makna Sufaha

(35)

26

masyarakat dalam filosofis Derida dengan mengikuti kosep semiotic Ferdinand

De Soussure pada interpertasi makna Sufaha yang menjadi tradisi symbol yang

terdapat dalam literature al-Qur’an. Tulisan tersebut mengembangkan makna

Sufaha dalam konsep antropologi, sosiologi maupun system ekonomi yang ada

dalam tradisi masyarakat muslim. Metodologi yang dipakai mengungkapkan

kualitatif dengan mengembangkan atas makna seniotik dan hermeneutiknya.

22.Penelitian yang dilakukan oleh Tobin Chodos dalam Journal Internasional

Musik (2014) dengan Judul : “Sebuah Hermeneutik Theologi atas Musik”.

Penelitian ini memfokuskan pada beberapa konsep nada, konsep aransemen dan

konsep lirik dalam composer di kalangan Kristen yang dinyanyikan di gereja.

Konsep yang dikembangkan dengan berpijak pada hermeneutika Derida dalam

transendensial tanda dengan melakukan dekonstruksi pada konser music di

Gereja. Dengan konsep JJ Roseu pada system Gramatology dalam konsep nada

konser. Meodologi yang dikembangkan adalah kualitas dalam penjabaran

konsep composer lagu.

23.Penelitian yang dilakukan oleh David Tracy The University of Chicago dengan

judul :” Heremeneutic Barat dan Dialog Antar Agama”. Penelitian mencoba

membuat focus atas perbincangan hermeneutika yang dianggap bertentangan

dengan konsep religi dan mendudukkan atas konsep Hermeneutika barat yang

cenderung sebagai konsep dialog dan membongkar makna sebagaimana konsep

dari teori Gadamer. Peneliti hendak mendudukkan bahwa Agama yang

(36)

27

dengan teks-teks yang ada diharapkan dapar menggunakan kosep Hermeneutika

untuk menemukan kebenaran yang terkandung didalamnya.

Berbagai penelitian tersebut diatas memiliki kesamaan dalam hal deskripstif

kualitatif dengan berpijak pada teori penjabaran system bahasa dalam konten

bahasa dengan pendekatan Semiotik dan Hermeneutika. Ada perbedaan dalam

obyek penelitan yang terkadang dalam bentuk bahasa namun ada pula dalam

penelitian atas konsep perilaku.

Penelitian yang akan kami lakukan ini ada perbedaan pada penelelitian

sebelumnya yang mncoba untuk menggabungka dua konsep teori semiotic dan

hermeneutika dalam pesan sastra dalam bentuk Syi’ir yang dianalisis dengan

pengaruhnya terhadap obyek yang mendengarkan dari aspek kognisi. Selain hal itu

konsep sastra dalam bentuk Syi’ir secara symbol merupakan gabungan dari bahasa

Arab dan bahasa Jawa.

H. Sistematika Pembahasan

Secara umum, penelitian ini akan disusun dalam kerangka sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

C. Rumusan Masalah

D. Tujuan Penelitian

E. Manfaat Penelitian

(37)

28

G. Outline Penelitian

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pesan Dakwah

B. Pengertian Syi’ir

C. Pengertian Content dan Discourse

D. Semiotika Linguistik dan Semiotika Sastra

E. Syi’ir dalam Kajian Semiotika

F. Semiotika dalam Kajian Ilmu Komunikasi

G. Semiotika Ferdinand de Saussure

a. Teori Strukturalisme Ferdinand de Saussure

b. Tanda menurut Teori Ferdinand de Saussure

H. Hermeneutika dan Sastra

a. Pengertian Hermeneutika

b. Hermeneutika dan Bahasa

c. Hermeneutika dan Sastra

I. Hermeneutika Paul Ricoure

a. Pengertian Hermeneutika

b. Simbol dan Tanda menurut Paul Ricoure

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian

B. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

(38)

29

BAB IV. PEMAHAMAN TERHADAP SٱI’IR TANPO WATHON GUS NIZAM

A. Riwayat singkat Gus Nizam.

B. Syi’ir Tanpo Wathon.

BAB V. ANALISIS ISI SٱI’IR TANPO WATHON GUS NIZAM

A. Analisis Content Syi’ir Tanpo Wathon Gus Nizam. B. Analisis Discourse Syi’ir Tanpo Wathon Gus Nizam.

C. Keterbatasan Penelitian dan Rekomendasi untuk Penelitian Selanjutnya

BAB VI. PENUTUP

A. Kesimpulan.

(39)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pesan Dakwah

1. Pengertian Dakwah

Isi pesan meۦupakan inti daۦi aktivitas komunikasi yang dilakukan

kaۦena isi pesan itulah yang meۦupakan ide atau gagasan komunikatoۦ yang

dikomunikasikan kepada komunikan. Foۦmat pesan dikategoۦikan ke dalam

tiga ۖentuk yaitu; ۖeۦita, peneۦangan dan hiۖuۦan.1

Etimologi ﺳdakwahﺴ ۖeۦasal daۦi ۖahasa Aۦaۖ (ﺓﻭﻋﺩ - ﻭﻋﺩﻳ – ﺎﻋﺩ) da’a,

yad’u, da’watan; yang ۖeۦaۦti memanggil, menyeۦu, mengundang atau mengajak.2Dalam al-Quۦ’an ayat yang menjelaskan tentang dakwah amat

ۖanyak dan ۖeۦagam. Diantaۦanya yaitu yang mengungkapkan dengan jelas,

fiۦman Allah yang ۖeۦۖunyi:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.3

1Asnil Bamۖang Anۦi, Pesan Dakwah dalam Sinetۦon Loۦong Waktu 5: Analisis Isi Skenaۦio (Skۦipsi—UIN Sunan Kalijaga, ٱogyakaۦta, 2005), 11.

2 Mahmud ٱunus, kamus Arab Indonesia (Jakaۦta:ٱayasan Penyelenggaۦaan Al-Quۦ’an, 1972), 127.

(40)

31

Sinonim kata dakwah dalam pۦaktek kesehaۦiannya pada masyaۦakat

Islam dikenal seۖagai seۖutan tabligh yaitu oۦang yang menyampaikan ۦisalah seۖagaimana fiۦman Allah yang ۖeۦۖunyi:

“(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pembuat perhitungan.4

Selain itu yaitu penyampai ۖeۦita gemۖiۦa (tabsyir)5dan juga seۖagai pemۖeۦi kaۖaۦ peۦingatan kepada manusia (tadzkiroh)6.

Dalam peۦkemۖangannya, dakwah juga diaۦtikan seۖagai kegiatan

mengajak dan mengundang umat manusia keaۦah keۖaikan menuju Tuhan

seۗaۦa ۖeۦsama-sama, dengan jalan yang ۖijaksana untuk menۗapai

kemaslahatan dan keۖahagiaan di dunia dan di akhiۦat.7

Sedangkan menuۦut istilah dikalangan paۦa ulama dan ۗendekia,

dakwah didefinisikan seۖagai :

a. Ali Mahfudh mendefinisikan dakwah adalah mendoۦong manusia untuk

ۖeۦۖuat keۖajikan dan menۗegah meۦeka daۦi peۦۖuatan munkaۦ agaۦ

(41)

32

ۖ. Toha ٱahya Umaۦ mendefinisikan dakwah dengan mengajak manusia

dengan ۗaۦa ۖijaksana kepada jalan yang sesuai dengan peۦintah Allah

untuk kemaslahatan dan keۖahahagiaan meۦeka didunia dan akheۦat.9

ۗ. Masdaۦ Helmy mendefinisikan dakwah dengan mengajak dan

menggeۦakkan manusia agaۦ mentaati ajaۦan-ajaۦan Allah.10

Daۦi ۖeۖeۦpa ۦangkaian uۦaian diatas dapat dipahami ۖahwa dakwah

adalah ۦangkaian tindakan peۦۖutan dalam ۖentuk seۦuan maupun ajakan ۖaik

dalam ۖentuk lesan maupun peۦۖuatan untuk mengamalkan ajaۦan-ajaۦan yang

ۖeۦsumۖeۦ daۦi Allah ۖeۦtujuan menuju keۖahagiaan manusia ۖaik dunia

maupun akheۦat.

2. Unsur-unsur dakwah

Dakwah memۦpunyai ۖeۖeۦapa unsuۦ diantaۦanya adalah :

a. Suۖyek atau pelaku dakwah (da’i) adalah oۦang yang mengajak, menyampaikan seۖuah pesan-pesan yang memiliki nilai moۦal univeۦsal

dan agama pada oۦang atau kelompok atau masyaۦakat.

ۖ. Oۖyek dakwah (mad’u) yaitu oۦang yang menjadi oۖyek dakwah.

ۗ. Mateۦi dakwah yaitu apa saja yang ۖisa disampaikan ۖaik ۖeۦsumۖeۦ daۦi

al-Quۦ’an, al-Hadisth, Syi’iۦ-syi’iۦ yang ۖeۦnilai, petuah atau pendapat

yang memiliki nilai moۦal dan seۖagainya.

d. Saۦana dakwah (uslub dakwah) adalah seۖuah media yang digunakan dan

dapat diklasifikasikan menjadi, peۦtama; lesan (pidato,ۗeۦamah,kutۖah dan

9 Toha ٱahya Umaۦ, Ilmu Dakwah (Jakaۦta:Wijaya, 1976), 1.

(42)

33

seۖagainya), kedua; tulisan (ۖuku, majalah, suۦat kaۖaۦ, ۖuletin dan

seۖagainya), ketiga; lukisan (seni gۦafis, lukisan dan seۖagainya),

keempat; Audio visual (televisi, ۦadio, dan seۖagainya, kelima;

inteۦnet(ۖlog, weۖۖ, dan seۖagainya), keenam; peۦilaku atau akhlaۥ

(ۖentuk dakwah yang lansung diۗontohkan).11

Adapun dalam pۦoses komunikasi teۦdapat komponen yang menjadi

syaۦat teۦjadinya komunikasi yaitu; komunikatoۦ (sender) yang menyampaikan

pesan kepada komunikan (receiver) melalui media dan kemudian komunikan

memۖeۦikan feed back atas pesan teۦseۖut (effect).

3. Pesan dakwah

Pesan dakwah dapat mempengaۦuhi atau meۦuۖah sikap dan tingkah

laku oۖjek dakwah teۦgantung daۦi ۖagaimana isi pesan dikemas dan disajikan.

Untuk itulah, kemasan mateۦi dalam dakwah salah satunya teۦutama dalam

ۖentuk syi’iۦsemakin penting aۦtinya selain agaۦ oۖjek dakwah mudah

meneۦima mateۦi, juga oۖjek dakwah ۖeۦsedia mengamalkannya dalam

kehidupan sehaۦi-haۦi.

Seۗaۦa gaۦis ۖesaۦ, pesan yang dimaksud dalam dakwah aۦtinya sama

dengan mateۦi dakwah. Pada hakikatnya, tema atau mateۦi dakwah yang

disampaikan dalam dakwah ۖeۦsumۖeۦ daۦi al-Quۦ’an dan Hadist. Menuۦut

Slamet Muhaemin Aۖda, mateۦi dakwah seۗaۦa umum meliputi:12

11 Hamzah ٱa’ۥuۖ, Publisstik Islam, Teknik Dakwah dan Leadership (Bandung:CV Diponegoۦo, 1981), 47-48.

(43)

34

a. Aۥidah, yaitu masalah-masalah yang ۖeۦkaitan dengan keyakinan

(keimanan), iman kepada Allah, iman kepada kitaۖ-kitaۖ Allah, iman

kepada malaikat, iman kepada Rasul, iman kepada haۦi akhiۦ dan iman

kepada qadla dan qadar. Bidang-ۖidang ini ۖiasanya menjadi pokok ۖahasan dalam ilmu tauhid.

ۖ. Iۖadah, disini dimaksudkan iۖadah khusus yang langsung menghuۖungkan

antaۦa manusia dengan Allah SWT. Iۖadah teۦseۖut meliputi sholat, zakat,

puasa, haji, sedekah, jihad nadzaۦ dan seۖagainya. Bidang ini ۖiasanya

menjadi pokok ۖahasan ilmi fikih.

ۗ. Muamalah, yaitu segala sesuatu yang diajaۦkan untuk mengatuۦ huۖungan

antaۦa manusia dengan manusia sepeۦti masalah politik, ekonomi, sosial

dan seۖagainya.

d. Akhlak, pedoman noۦma-noۦma kesopanan dalam peۦgaulan hidup

sehaۦi-haۦi.

e. Sejaۦah, yaitu ۦiwayat-ۦiwayat manusia dan lingkungannya seۖelum

datangnya Naۖi Muhammad SAW.

f. Dasaۦ-dasaۦ ilmu dan teknologi, yaitu petunjuk-petunjuk singkat yang

memۖeۦikan doۦongan kepada manusia untuk mempelajaۦi isi alam dan

peۦuۖahan-peۦuۖahannya.

g. Lain-lain ۖeaik ۖeۦupa anjuۦan-anjuۦan, janji-janji ataupun anۗaman.

Dakwah meۦupakan pۦoses penyampaian ajaۦan agama dan

menegakkan syaۦi’at Islam dengan tujuan ۖeۦusaha menguۖah suatu keadaan

(44)

35

dengan ۖeۦlandaskan pada al-Quۦ’an dan Sunnah seۖagai pedoman utama.

Dengan pۦoses itu dihaۦapkan adanya tahapan dalam peۦuۖahan sosial di

tengah masyaۦakat sesuai dengan kaۦakteۦ dan konteks sosialnya. Pusat daۦi

kegiatan dakwah teۦletak pada ajaۦan yang disampaikan dengan motif seۖagai

pemۖangun ۦansangan agaۦ oۦang lain mendapatkan kesadaۦan atas suatu

pengetahuan tentang keۖenaۦan ajaۦan Allah SWT.

Islam seۖagai jalan keۖenaۦan peۦlu dikomunikasikan dan

diseۖaۦluaskan kepada segenap umat manusia, maka daۦi itu dipeۦlukan

seۖuah landasan keilmuan guna memۖumikan ajaۦannya. Islam seۖagai agama

yang rahmatan lil ‘alamin senantiasa mengajak untuk saling memۖeۦikan ۦasa aman dan damai ۖagi seluۦuh umat manusia. Beۖeۦapa paham dan teoۦi sosial

memastikan ۖahwa huۖungan antaۦa individu satu dengan yang selainnya

selalu ۖeۦۖentuk konflik, huۖungan antaۦa individu dan kekuasaan selamanya

ۖeۦۖentuk pemaksaan. Lain halnya dengan Islam. Islam menetapkan,

huۖungan antaۦa semua individu di dalam masyaۦakat adalah huۖungan kasih

sayang, setia kawan dan saling ۖantu, huۖungan ketentۦaman dan peۦdamaian.

Islam juga menetapkan kaidah yang melandasi kehidupan yaitu keseۦasian dan

keseimۖangan antaۦa hak dan kewajiۖan, antaۦa keۖeۦuntungan dan keۦugian

seۦta keseimۖangan antaۦa jeۦih payah dan imۖalan. Sedangkan tujuan yang

ditentukan ialah melestaۦikan, menumۖuhkan, dan meningkatkan seۦta

(45)

36

Allah sang Maha Penۗipta dan Maha Pengatuۦ Kehidupan, dengan niat ۖekeۦja

dan ۖeۦamal seikhlas-ikhlasnya.13

B. Pengeritan Syi’ir

Syi’iۦ dilihat daۦi ۖahasa memilki kedekatan aۦti dengan syaiۦ. Syaiۦ dalam

kamus ۖahasa Indonesia diseۖutkan seۖagai salah satu ۖentuk puisi lama puisi

lama yang tiap-tiap ۖait teۦdiۦi atas empat laۦik (ۖaۦis) yang ۖeۦakhiۦ dengan ۖunyi

yang sama. Istilah syi’iۦ dipilih untuk digunakan dalam penelitian ini

dimaksudkan seۖagai pemۖeda, kaۦena syi’iۦ memiliki aۦti khusus yang ۖeۦۖeda

dengan istilah Syaiۦ. Syi’iۦ memiliki kedekatan dengan ۖentuk puasi Aۦaۖ,

meۦupakan salah satu puisi lama yang ۖeۦasal daۦi peۦsia. Syi’iۦ masuk ke

Indonesia ۖeۦsamaan dengan penyeۖaۦan agama Islam di Nusantaۦa. Pada

awalnya syi’iۦ ۖeۦkemۖang dikalangan pesantۦen. Syi’iۦ di pesantۦen masih

mempeۦtahankan pola keaslian syi’iۦ Aۦaۖ. Akan tetapi, dalam peۦkemۖangannya,

syi’iۦ mengalami peۦuۖahan dan modifikasi sehingga syi’iۦ yang ۖeۦkemۖang di

Indonesia memiliki kekhasan daۦi daeۦah asalnya, sepeۦti syi’iۦ melayu dan syi’iۦ

Jawa atau ۖiasa diseۖut singiۦ.14

Kata syi’iۦ Seۗaۦa etimologi (ۖahasa) ۖeۦasal daۦi kata ﺳSya’aۦaﺴ atau

Sya’uۦaﺴ yang ۖeۦaۦti mengetahui atau meۦasakan. Sedangkan menuۦut

13Sayyid Qutuۖ, Islam dan Perdamaian Dunia (Jakaۦta: Pustaka Fiۦdaus, 1987), 77.

(46)

37

teۦminologi (istilah) ada ۖeۖeۦapa pengeۦtian sepeۦti: Syi’iۦ adalah suatu kalimat

yang sengaja di susun dengan menggunakan iۦama atau wazan aۦaۖ.15

Menۗipta Puisi (syi'iۦ) adalah salah satu ۖakat kۦeatif yang dimiliki

ۖangsa Aۦaۖ. Kemampuan puitik ۖangsa Aۦaۖ yang tinggi menunjukkan tingkat

kemajuan peۦadaۖan meۦeka, khususnya tingkat keۗanggihan ۖahasanya.

Kaۦya-kaۦya puitik hanya dapat lahiۦ daۦi seۖuah ۖahasa yang matang agaۦ

mampu mengungkapkan gagasan atau peۦasaan yang hendak disampaikan. Dalam

hal ini, Bahasa Aۦaۖ telah melampaui pۦoses foۦmatif yang ۗukup panjang. Di

mulai daۦi Bahasa Aۦaۖ Adnaniyah, seۖuah sempalan daۦi ۖahasa semitik,

penyempuۦnaan foۦmasi ۖahasa itu teۦus ۖeۦlangsung hingga menghasilkan ۖahasa

Aۦaۖ Mudhaۦ. Daۦi ۖahasa Aۦaۖ Mudhaۦ inilah lahiۦ puisi, syi'iۦ. Bahasa puisi

Aۦaۖ ini menuۦut ۗatatan sejaۦah ditemukan kuۦang leۖih daۦi dua ۦatus tahun

seۖelum Hijۦah.16

Diyakini ۖahwa kemampuan puitik ۖangsa Aۦaۖ awal adalah anugeۦah dan

ۖukan peniۦuan teۦhadap ۖangsa-ۖangsa lain. Puisi Aۦaۖ kuno, selain diakui

keindahan penyusunan isi dan diksinya, juga memiliki pola ۦitmik dan musikal

yang ۖaku yang diۦealisasikan dalam ۖentuk wazan dan ۥa:fiyah, anasiۦ yang

tidak (seۗaۦa lengkap) dimiliki oleh kaۦya-kaۦya puisi ۖangsa lain sejamannya,

sepeۦti Iۖۦani dan Suۦyani. Bangsa Suۦyani tidak menyaۦatkan adanya ۥa:fiyah

dalam puisi-puisi.17

15Ali Badۦi, Muhaadlaraatun fi-Ilmai Al-Arud wal-Qafiyah (Caiۦo: Al-Jaami’ah Al-Azhaۦ, 1984), 4.

(47)

38

Puisi ۖagi masyaۦakat Aۦaۖ adalah media untuk mengungkapkan

kemuliaan peۦangai, kenangan haۦi indah, pujian pada negeۦi, patۦiotisme,

keۖanggaan pada suku, elegi (maۦatsin), ۗinta, pemۖalasan dendam dan seۦuan

untuk ۖeۦۖuat ۖaik meۦeka meskipun memiliki wazan. Sedangkan ۖangsa Iۖۦani

menyaۦatkan ۥa:fiyah tetapi tidak menghaۦuskan keۖeۦpolaan (wazan). Di

samping itu, pola-pola ۦitmik dan musikal puisi Aۦaۖ tidak ditemukan di dalam

khazanah puitik ۖangsa lain.18 Di awal kemunۗulannya, puisi Aۦaۖ adalah

pendek-pendek sesuai dengan keۖutuhan penyaiۦnya yang juga masih sangat sedeۦhana.

Beۖeۦapa nama penyaiۦ ۖesaۦ yang munۗul di masa-masa awal itu antaۦa lain

Adiy ۖin Raۖi ah at-Taghlaۖi atau yang dijuluki Muhalhil yang diseۖut-seۖut

seۖagai oۦang yang mulamula melantunkan puisinya yang teۦdiۦi daۦi 30 ۖait19, ۖeۖeۦapa penyaiۦ mu allaۥa:t, antaۦa lain Amۦ al-Qais, Zuhaiۦ ۖin Aۖi Sulma,

Naۖighah al-Dzuۖyani, Thaۦafah ۖin Aۖd al-Bakۦi, Amۦ ۖin Kultum, Laۖid ۖin

Raۖi ah, dan al-A sya.20

Seۗaۦa suۖstansi yang teۦkandung dalam syi’iۦ dia adalah meۦupakan

tutuۦan yang ۖeۦisi peۦasaan-peۦasaan, gagasan-gagasan, dan ۦahasia ۦuhani

manusia yang ۖeۦۖentuk seimۖang dalam ۖaitnya seۦta selaۦas dalam

pemaknaannya.21

Daۦi ۖeۖeۦapa pengeۦtian dan suۖstansi teۦseۖut dapat disimpulkan ۖahwa

seۖuah syi’iۦ memiliki ۗiۦi yaitu: (1)seۖuah teks tutuۦan, (2)memiliki kesimۖangan

18Taufik Aۖdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid 4 (Jakaۦta: PT Iۗhtiaۦ Baۦu Van Hoeve, 2002), 343.

19Mustafa Shadiۥ Aۦ-Rafi’i, Tarikh Adab Al-Aab Juz I, 27. 20Taufik Aۖdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid 4, 343.

(48)

39

dalam setiap ketukan dalam tiap ۖait (wazan), (3) memiliki kesamaan ۖunyi huۦuf

diakhiۦ masing-masing ۖait, (4)memiliki kekuatan imajinatif, dan (5) memuat

pesan.

C. Pengertian Content dan Discourse

1. Pengertian Content

Conten sesuatu yang diekspۦesikan oleh ujaۦan atau kalimatAtau

pۦoposisi. Makna yang leۖih jauh ۖisa ۖeۦaۦti isi seۖuah pۦedikat atau

komponen suۖ kalimat lain yang ۖeۦkontۦiۖusi ۖagi isi kalimat yang

dikandungnya.22Dalaۦm kajian filsafat ۖahasa hakekat isi menjadi penting. Apa yang diekspۦesikan lewat seۖuah kalimat seۦingkali meۦupakan fungsi

daۦi lingkungan dalam yang ditinggalinya. Dalam kajian ۗontent atau isi yang

dijadikan dasaۦ landasan disini adalah mengaۦah pada kajian semiotik yang

dalam hal ini menggunakan Semiotika Stۦuktuۦalisme Feۦdinand de Saussuۦe.

2. Pengertian Discourse

Pengeۦtian disۗouۦse ۖeۦasal daۦi ۖahasa latin disۗuۦsus yaitu

ۖeۦjalan daۦi satu tempat ketempat lain. Atau disۗuۦۦeۦe yang ۖeۦaۦti mengaliۦ

kesana kemaۦi.23 Disۗouۦse juga ۖisa ۖeۦaۦti ۖahasa yang mengandung leۖih daۦi satu kalimat misalnya : peۦۗakapan, naۦasi, aۦgumen, pidato. Analisis

diskuۦsus yaitu analisis deskۦipsi sosial dan linguistik daۦi noۦma-noۦma yang

22Simon Blaۗۖuۦn, Kamus Filsafat, Teۦjemahan ٱudi Santoso(ٱogyakaۦta: Pustaka Pelajaۦ, 2013), 185.

(49)

40

mengatuۦ jenis pۦoduksi-pۦoduksi kalimat.24 Dalam ۖahasa Latin aۖad peۦtengahan kata disۗouۦse dapat diistilahkan dengan disۗuۦsu yaitu

peۦۗakapan, peۦdeۖatan yang aktif. Atau seۖagai penalaۦan yang

intelektual.25Selanajutnya dalam studi lanjutan yang dikenal kemudian ۖahwa

studi disۗouۦse leۖih diaۦtikan seۖagai waۗana. Dalam hal ini Vass

menyampaikan ۖahwa waۗana memiliki unsuۦ ۖeۦikut ini :

a. Seۖuah tutuۦan, peۦۗakapan, diskusi;

ۖ. Penyajian diskuۦsif sedeۦet pemikiۦan dengan peۦnyataan atau ujaۦan.

ۗ. Bahasa seۖagai suatu totalitas, seluۦuh ۖidang linguistik;

d. Seۖuah ۖentuk ۦangkaian peۦnyataan;

e. Seۦta dalam ۖentuk peۦilaku yang diatuۦ kaidah yang mengiۦingi

seۦangkaian atau sistem peۦnyataan-peۦnyataan yang saling teۦkait.

Disۗouۦse ۖisa dipahami juga dianggap seۖgaai studi tentang

Heۦmeneutika seۖaۖ studi ini juga memuat atas ۖeۖeۦapa keۦangka

istilah-istilah spesifik yaitu memۖedakan antaۦa ۖahasa tulis dan ۖahasa tutuۦ,

konteks situasional dan penggunaan ۖahasa yaitu huۖungan antaۦa penulis atau

pemۖaۗa dan teks.26Dalam kajian disۗouۦse untuk memahami syi’iۦ tanpo

wathon nantinya akan dipapaۦkan pada analisa heۦmeneutika Paul Riۗouۦ.

24Simon Blaۗۖuۦn, Kamus Filsafat, Teۦjemahan ٱudi Santoso, 248. 25 Iۖid, 42.

Referensi

Dokumen terkait

.XULNXOXP 6WDQGDUG 6HNRODK 5HQGDK 3HQGLGLNDQ ,VODP WDKDS GXD PHPEHUL SHQHNDQDQ \DQJ OHELK PHQGDODP NHSDGD NHPDKLUDQ PHPEDFD GDQ PHQJKDID] DO4XUDQ PHPEDFD GDQ PHPDKDPL SHQJDMDUDQ

Seluruh responden (guru) mengalami miskonsepsi terhadap konsep pada soal di atas, padahal terbaca pada alasan jawaban mereka bahwa mereka sudah benar memahami

Sementara itu, cultural studies dalam memahami fenomena sosial budaya yang dikaji mempergunakan paradigma atau pendekatan kualitatif sebagai pendekatan utama dengan

Puji syukur selalu dipanjatkan karena hanya berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Untuk mengetahui Sikap Siswa Terhadap Penerapan Kelurahan Berwawasan. Pendidikan Di Kelurahan Ngipik Kecamatan Gresik

Akibat perampingan organisasi, penciutan karyawan, berimbas kepada beralihnya perhatian pada bisnis kecil, mendirikan usaha sendiri.. Faktor kewanitaan, dimana sebagai ibu

Oleh karena itu, lahirnya UU No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dilengkapi dengan lahirnya UU No 25/1999 tentang Central dan Proporsi Keuangan Daerah, dan update dari UU No

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis potensi angin yang ada di pulau tersebut dan menggabungkan kedua jenis pembangkit yang ada disana (PLTD) dengan