REKLAMASI TELUK LAMONG DALAM PANDANGAN KNTI
(KESATUAN NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA) DAN
MASYARAKAT DI PESISIR KOTA SURABAYA
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S-1) Dalam Ilmu Politik Islam Ushuluddin dan Filsafat
Oleh :
NUR FATIMATUZ ZAHROH
NIM : E04213081
JURUSAN ILMU POLITIK ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
ABSTRAK
Nur Fatimatuz Zahroh, 2017. Reklamasi Teluk Lamong Dalam Pandangan KNTI (Kesatuan
Nelayan Tradisional Indonesia) dan Masyarakat di Pesisir Kota Surabaya. Skripsi Program
Studi Ilmu Politik Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Kata Kunci: Reklamasi, Teluk Lamong, KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia).
Ada dua rumusan masalah yang hendak dikaji dalam skrispsi ini, yaitu : 1) Bagaimana pandangan anggota KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) dan masyarakat sekitar Teluk Lamong mengenai reklamasi di pesisir Kota Surabaya. 2) Bagaimana upaya pengurus KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) dalam penyelamatan ruang hidup nelayan di pesisir Kota Surabaya.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode kualitatif. Metode ini dipilih agar memperoleh data penelitian yang bersifat mendalam dan menyeluruh mengenai reklamasi Teluk Lamong dalam pandangan KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) dan Masyarakat di Pesisir Kota Surabaya. Data penelitian yang sudah diperoleh kemudian disajikan secara deskriptif dan dianalisis dengan teori Kebijakan Reklamasi, Perencanaan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana, Renaisans Kota, Green Thought, Green Deen dan Konflik.
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Persetujuan Pembimbing ... ii
Pengesahan Tim Penguji ... iii
Motto ... iv
Persembahan ... v
Pernyataan Keaslian ... vi
Kata Pengantar ... vii
Abstrak ... ix
Daftar Isi ... x
Daftar Tabel ... xiii
Daftar Gambar ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Definisi Konseptual ... 6
F. Metode Penelitian ... 8
1. Pendektan Dan Jenis Penelitian ... 8
2. Lokasi Dan Waktu Peneitian ... 9
3. Pemilihan Subjek Penelitian ... 9
5. Tahap-tahap Penelitian... 13
6. Teknik Pengumpulan Data ... 15
7. Teknik Analisa Data ... 18
8. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 20
G. Sistematika Pembahasan ... 21
BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teori ... 23
1. Kebijakan Reklamasi ... 23
2. Perencanaan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana ... 25
3. Renaisans Kota ... 27
4. Green Thought ... 32
5. Green Deen ... 40
6. Konflik (Randall Collins) ... 49
B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 53
BAB III PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 54
1. Sejarah KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) ... 54
2. Program Kerja KNTI ... 57
3. Struktur Organisasi KNTI ... 59
4. Reklamasi Teluk Lamong ... 60
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 64
1. Sejarah Reklamasi Teluk Lamong di Pesisir Kota Surabaya ... 64
2. Pandangan Anggota KNTI dan Masyarakat Sekitar Mengenai Reklamasi Teluk Lamong di Pesisir Kota Surabaya ... 72
3. Upaya KNTI dalam Penyelamatan Ruang Hidup Nelayan di Pesisir Kota Surabaya ... 74
BAB IV ANALISA DATA
Lamong PT. Pelindo III ... 83
B. Upaya KNTI dalam Penyelamatan Ruang Hidup Nelayan di Pesisir
Kota Surabaya ... 97
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 107
B. Saran ... 108
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Jadwal Penelitian
2. Outline Wawancara
3. Lampiran Gambar
4. Surat Keterangan Melakukan Penelitian
5. Kartu Konsultasi Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara maritim yang mempunyai garis pantai terpangjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia dengan panjang garis pantai 95. 181 km. Wilayah laut dan pesisir Indonesia
mencapai ¾ wilayah Indonesia (5,8 juta km dari 7.827 km).1 Wilayahnya yang beragam sumber daya alam yang telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai sumber utama, khususnya protein hewani. Selain itu menyediakan
transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agro bisnis dan agro industri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan pemukiman dan tempat pembuangan
limbah.
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang potensial, namun pemanfaatan saat ini terdapat kecenderungan yang mengancam kapasitas berkelanjutan
(sustainable capacity) dari ekosistem tersebut. Perubahan pola hidup
masyarakat yang sebelumnya agraris menjadi industrialis saat ini mengalami
simpang siur dari berbagai isu politik lainnya. Dalam pembangunan berkelanjutan baik lahan, tata kota, bisnis, hingga masyarakat yang berprinsip dapat “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan
1
kebutuhan generasi masa depan”.2
Menurut asumsi sementara peneliti saat
berada dilapangan, ada faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana menyelaraskan isu-isu
lingkungan, baik terkait dengan bencana atau kemerosotan lingkungan dengan proses pembangunan di Indonesia pada umumnya dan hkususnya di kota Surabaya pasca pembangunan pelabuhan Teluk Lamong.
Teluk Lamong menjadi suatu percontohan konsep pembangunan pelabuhan pertama kali di Indonesia, salah satunya berupa konsep Green Port
yang berbeda dengan semua teluk pelabuhan di Indonesia. Green Port melayani kapal peti kemas domestik dan internasional. Menurut catatan laporan dermaga dikutip oleh peneliti. Investasi untuk pembangunan terminal
Teluk Lamong mencapai Rp 3,4 triliun bagian dari pembangunan berkelanjutan. Teluk ini menjadi konsep pembangunan pertama, teluk pertama kali ramah lingkungan dan tidak berpolusi. Sebab, teluk itu dibangun jauh dari
hunian masyarakat. Jarak antara pintu masuk jalan raya Tambak Osowilangun dengan dermaga sekitar 4 kilometer. Ukuran dermaganya lebar, yakni, 500x 80
meter. Luas lapangan peti kemasnya mencapai 15,86 hektare. Lapangan barang curah keringnya seluas 10 hektare. Panjang jalan lintasan mencapai 1.330 x 30 meter. Jembatan menggunakan tiga lajur, masing-masing 800 x 12,5 meter.
Terminal ini terlihat megah. Kapasitas untuk peti kemas domestik sebesar 342 ribu TEUs. Kapasitas dermaga Internasional sebesar 435 ribu TEUs. Kecepatan
2
bongkar mencapai 20 boks/jam/crane untuk peti kemas domestik dan 30
boks/jam/crane untuk iga crane.3
Terminal Teluk Lamong akan tampak makin megah dan modern, setelah
dibangun flyover dan monorel pada tahap II selanjutnya. Infrastruktur tersebut makin mempercepat jalur distribusi logistik nasional Terminal semi otomatis ini menggunakan lampu penerangan umum (PJU) dengan solar cell dan wind
turbine. Sistem pembayaran uang jasa menggunakan sistem elektrik. Terminal
baru dengan konsep baru dan modern itu dikerjakan anak-anak muda
Indonesia.4
Pantai merupakan daerah perbatasan daratan dan lautan. Daerah ini terdapat beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi perubahan morfologi
seperti angin, gelombang, arus, pasang surut. Permasalahan yang dapat terjadi adalah erosi pantai dan sedimentasi. Adapun sebab terjadinya erosi pantai dikelompokan menjadi dua yaitu pertama; sebab yang terjadi secara alamiah
dan, kedua karena aktifitas manusia. Wilayah pantai disekitar dermaga Teluk Lamong juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan. Salah
satunya adalah kegiatan pelabuhan.
Pelabuhan Tanjung Perak di Jawa Timur saat ini tidak mencukupi untuk kapasitas bongkar muat. Karena pelabuhan disaat itu tidak melakukan
pengembangan lahan, maka direncanakan untuk reklamasi di wilayah Teluk Lamong. Kebijakan reklamasi tersebut membawah sisi negatif dan positif.
Perubahan itu terindikasi pola arus pasang surut dan sedimentasi di Teluk
3
Radar Surabaya. (Rabu, 14 Mei 2014, 09:00).
4
Lamong. Terjadinya sedimentasi akan berdampak pada pedangkalan alur
pelayaran di Selat Madura. Karena Teluk Lamong merupakan muara dari beberapa sungai sehingga laju sedimentasi akan bertambah.5
Salah satu bentuk dari kemerosotan pembangunan itu teridentifikasi berupa dampak lingkungan pada ruang hidup nelayan, berakibat banjir musiman, air pasang laut naik kepemukiman warga dikarenakan pendangkalan
pantai bekas urukan pasir Teluk Lamong kelaut. Dampak secara biologi, hilangnya habitat laut berupa kerang, jenis udang, piting disekitar muara pantai
disebabkan kerusakan sistem. Dampak jangka panjang ketidak seimbangan itu menganggu ekologi sistem pantai, berupa terumbu karang laut akan menjadi mati dan secara ekonomi juga mengurangi pendapatan para nelayan di sekitar
laut pesisir kota Surabaya antara lain: laut Tambak Osowilangun, laut Romokalisari, laut Kalianak, laut Kenjeran disekitar wilayah beroprasinya demarga Teluk Lamong.
Berangkat dari permasalahan diatas, peneliti mencoba melakukan penelitian dilapangan yang terkait dengan mengkaji pandangan masyrakat
pesisir kota dan organisasi KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) mengenai reklamasi Teluk Lamong bertaraf kelas Internasional. Maka, dengan demikian kajian peneliti ini, peneliti mengajukan judul penelitian berjudul:
“Reklamasi Teluk Lamong dalam Pandangan KNTI (Kesatuan Nelayan
Tradisional Indonesia) dan Masyarakat di Pesisir Kota Surabaya”.
5
B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan pokok yang menjadi kajian peneliti adalah :
1. Bagaimana pandangan organisasi KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) dan masyarakat di pesisir mengenai reklamasi pesisir Kota Surabaya?
2. Bagaimana upaya organisasi KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) dalam penyelamatan ruang hidup nelayan di sekitar dermaga
Teluk Lamong mengenai reklamasi pesisir di Kota Surabaya?
C. Tujuan Penelitian :
Dengan mengacu pada rumusan masalah di muka, maka tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendeskripsikan pandangan organisasi KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) masyarakat di pesisir mengenai reklamasi pesisir
Kota Surabaya
2. Untuk memahami upaya organisasi KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional
Indonesia) dalam penyelamatan ruang hidup nelayan di sekitar dermaga Teluk Lamong mengenai reklamasi pesisir di Kota Surabaya?
D. Manfaat Penelitian :
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Memperkaya khazanah keilmuan tentang konsentrasi kebijakan
pembangunan dermaga Teluk Lamong dalam pandangan KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) di Pesisir Kota Surabaya.
b. Untuk mengetahui dampak pembangunan dermaga Teluk Lamong dalam pandangan KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) di Pesisir Kota Surabaya.
c. Untuk memahami fenomena reklamasi dan isu-isu konflik pembangunan dermaga Teluk Lamong di kota Surabaya.
2. Segi Praktis
a. Mengetahui teknis dan prosedur kebijakan pembangunan dermaga Teluk Lamong dalam pandangan KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional
Indonesia) di Pesisir Kota Surabaya.
b. Mengetahui dampak kebijakan pembangunan dermaga Teluk Lamong dalam pandangan KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) di
Pesisir Kota Surabaya.
c. Mengetahui masukan-masukan yang penting pada perencana
pembangunan, baik dari pemerintah dan untuk masyarakat dalam memprediksi putusan yang tepat dalam membuat kebijakan tata ruang yang tepat berbasis Green Deen.
E. Definisi Konseptual
Menurut peneliti, untuk memudahkan pemahaman alur berpikir
1. Reklamasi
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 52 Tahun 2011 menyebutkan bahwa, reklamasi adalah pekerjaan timbunan di perairan atau
pesisir yang mengubah garis pantai dan atau kontur kedalaman perairan. Buku Pedoman Reklamasi Pesisir (2005), reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau
dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Reklamasi merupakan usaha perbaikan atau
pengembalian kondisi lahan yang sudah rusak ke kondisinya semula, yaitu dalam hal kesuburan dan produktivitasnya.
Secara harfiah, reklamasi (Inggris: reclamation) adalah “the procces of
reclaiming something from loss or from a less useful condition.”6 (proses
memperoleh kembali sesuatu dari kehilangan atau dari suatu keadaanyang kurang bermanfaat). Jadi, reklamasi pantai adalah proses pembentukan lahan
baru di pesisir atau bantaran sungai, dengan tujuan menjadikan kawasan berair yang rusak atau tidak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat.
2. Teluk Lamong
Teluk Lamong adalah pelabuhan kapal bertaraf Internasioal yang beroprasi dibawah induk perusahan PT. Pelindo III serta berada dan beroprasi
di selat pantai dan lautan dua perbatasan Teluk kota Surabaya dan perbatasan Teluk kota Gresik.
6
Mengenal istilah Teluk Lamong dalam kajian ini, peneliti mencoba
mengkaji fenomena yang sedang terjadi disekitar kawasan reklamasi pantai berupa perluasan daerah pesisir pantai Teluk Lamong, melalui rekayasa teknis
untuk pengembangan kawasan baru dengan konsep reklamasi pantai untuk kebutuhan pelabuhan.7
3. KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia)
KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) sebuah organisasi independent bagi para nelayan di Indonesia pada umumnya. Organisasi KNTI
merupakan suatu organisasi berpusat di Jakarta dan disetiap wilayah daerah di Provensi seluruh Indonesia memiliki cabang-cabang organisasinya, struktur organisasinya disebut DPW (Dewan Pimpinan Wilayah), seperti DPW di Jawa
Timur sektariat bertempat di Kota Surabaya. Jadi, misi utama KNTI dalam masalah lingkungan pesisir Kota Surabaya, KNTI berupaya dalam
penyelamatan ruang hidup nelayan dan masyarakat pesisir kota Surabaya di sekitar areal terdampak reklamasi.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan pelitian yang digunakan peneliti adalah metode kualitatif,
karena menurut peneliti pendekatan ini sangat relevan untuk melihat
7
fenomena reklamasi, dan pembangunan pelabuhan Teluk Lamong apalagi
dampak lingkungan masyarakat nelayan hingga sosialnya. Artinya bagimana melihat realita persoalan yang ada dan telah berkembang hingga saat ini yang
terjadi di masyarakat.
Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti nantinya mencoba mendeskripsikan atau menjelaskan peraturan-peraturan yang ada dan saat ini berlaku sebagai hukum positif.
Analisis yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini nantinya termasuk menggunakan data kualitatif lebih bersifat menjelaskan atau menggambarkan
mengenai temuan-temuan data lapangan serta didukung dengan data sekundernya berupa peraturan-peraturan yang masih dianggap berlaku, kemudian dikaitkan dengan kenyataan masalah lingkungan dan sosial yang
sedang dihadapi oleh masyarakat pesisir kota.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Organisasi KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) pengurus tingkat Wilayah Jawa Timur berdomisili di Kota Surabaya. Adapun waktu dalam penelitian ini adalah membutuhkan
waktu ± 2 Bulan dengan perpanjangan keikutsertaan peneliti saat dilapangan.
Subjek penelitian ini adalah Pengurus dan anggota KNTI (Kesatuan
Nelayan Tradisional Indonesia), serta warga masyarakat pesisir Kota Surabaya meliputi warga atau nelayan berasal dari pesisir laut Kelurahan
Tambak Osowilangun; warga dan nelayan dari pesisir laut Branjangan, warga dan nelayan dari pesisir laut Romokalisari, warga dan nelayan dari pesisir laut
Kalianak dan warga dan nelayan dari pesisir laut Kenjeran.
Sasaran penentuan lokasi informan tersebut menjadi pilihan peneliti melalui snowball sampling, karena sebagian besar dari informan warga
masyarakat disekitar telah merasakan dampaknya secara langsung dari pembangunan reklamasi pantai oleh Terminal Teluk Lamong PT. Pelindo III. Sehingga peneliti memilih informan secara acak, bertujuan untuk mengetahui
keunikan-keunikan temuan tertentu dari perbedaan geografisnya. Peneliti dalam menetukan sampel atau informan menggunakan teknik snowball
sampling, yaitu teknik penetuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil,
kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar, sehingga memudahkan peneliti untuk memilih dan menyeliksi
penentuan informan penelitian. Berikut nama-nama informan dapat dilihat pada Tabel 1.1 dibahwah ini:
Tabel 1.1 Nama Informan
Informan Penelitian
No Nama Alamat Keterangan
1 Misbachul Munir Kenjeran Pengurus pusat KNTI
2 Urip Tambak Osowilangun Masyarakat
3 Wahyudi Tambak Osowilangun Petani Tambak
5 Warsini Branjangan Masyarakat
6 Tar Branjangan Nelayan
7 Faridah Rumokalisari Nelayan Perempuan
8 Jailani Rumokalisari Nelayan Rumokalisari
9 Selamet Kenjeran PKL di Laut Kenjeran
10 Zen Kenjeran Mahasiswa UNESA
11 Syukron Kenjeran Pengurus KNTI Kenjeran
12 Rosyidah Kenjeran Guru PG dan Nelayan Perempuan
13 Jayanto Tambak Osowilangun Masyarakat
14 Nadzir Tambak Osowilangun Pengurus KNTI Osowilangun
15 GunawanYusuf Rumokalisari Petani Tambak
16 Suwardi Rumokalisari Pengurus KNTI Rumokalisari
17 Syamsul Arief Tambak Osowilangun Ulama‟ NU
(Sumber: Observasi Lapangan, 2017).
4. Jenis dan Sumber Data
Data yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian menggunakan lebih dari dua jenis data.8 Sebagai berikut :
a. Data Primer
Pertama: adalah data yang diperoleh langsung dari sumber wawancara, yaitu teknik yang digunakan oleh peneliti mengakmodir
data-data wawancara dari informan pengurus harian KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) di Surabaya, serta perwakilan para nelayan pesisir secara (proporsive) di setiap wilayah, pandangan tokoh
masyarakat, dan warga masyarakat yang berada di sekitar beroprasinya terminal Teluk Lamong PT. Pelindo III.
Teknik wawancara ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu sebagai
8
pedoman, tetapi dimungkinkan adanya variasi-variasi pertanyaan baru
yang disesuaikan dengan situasi ketika wawancara dilakukan. b. Data Sekunder
Kedua: adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakaan atau dokumentasi. Metode yang digunakan yaitu dengan membaca dan memahami buku-buku ilmiah yang relevan dan peraturan-peraturan
reklamasi pantai yang relevan dan yang berhubungan dengan kebijakan pembangunan terminal Teluk Lamong secara umum, kemudian diambil
kesimpulan dalam suatu catatan tertentu.
Pengunaan jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yang diuraikan dalam bentuk hasil wawancara atau berupa kalimat tutur
tulis untuk mengungkap dan memahami fenomena atau gejala-gejala dampak pada lingkungan dan sosialyang sedang terjadi di sekitar areal terdampak di dermaga Teluk Lamong. Karena itu informan penelitian
ini bersifat sebagai subjek.
Untuk mendapatkan data penelitian yang akurat, maka digunakan
pemilihan sumber data. Dimana data tersebut dapat di identifikasikan menjadi tiga :
Sumber Data yang Berupa Orang atau Informan
Yaitu sumber data yang diperoleh dari informan atau subjek
lain yang telah mengetahui saat proses reklamsi Teluk Lamong
berlangsung.
Sumber Data Kepustakaan
Yaitu sumber data yang pengambilnya dari karya para ahli yang sesuai dengan pembahasan penelitian atau buku-buku relevan dan
dianggap mampu melengkapi dan mendukung dari apa yang diperlukan saat peneliti melakukan penelitian dilapangan.
Sumber Data Lapangan
Yaitu sumber data yang pengambilnya diperoleh dari lapangan
atau langsung dari organisasi KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) serta subjek masyarakat, para nelayan di sekitar pesisir Kota Surabaya.
5. Tahapan Penelitian
Adapun tahap-tahap penelitian yang akan digunakan oleh peneliti dalam
penelitian adalah sebagai berikut :
a) Tahap Pra Lapangan
1. Menyusun merancang penelitian, berangkat dari permasalahan yang
diangkat mengenai fenomena reklamasi pembangunan Dermaga Teluk Lamong PT. Pelindo III yang sedang terus berlangsung, sehingga isu-isu dapat diamati, serta di sekitar areal terdampak dapat diobservasi
secara nyata.
2. Menjajaki dan menilai lapangan. Maksudnya adalah berusaha mengenal
lingkungan dan sosial yang telah dialami oleh para nelayan pesisir Kota
Surabaya, baik masalah isu-isu pada dampak lingkungan, serta keadaan alam pesisir Kota Surabaya baik sebelum maupun sesudah
pembangunan terminal Teluk Lamong.
3. Memilih dan memanfaatkan Informan secara snowball sampling, dalam tahap ini peneliti harus selektif dalam memilih informannya. Dalam hal
ini, peneliti mencoba memilih anggota organisasi KNTI, serta nelyan tradisional dan masyarakat pesisir Kota Surabaya.
4. Memilih pengurus harian DPW (Dewan Pemimpin Wilayah) secara selaktif yang berkantor di Surabaya, serta para nelayan tradisional dan toko masyarakat terlibat yang berada disekitar pesisir Kota Surabaya.
5. Menyiapkan perlengkapan penelitian. Tidak hanya perlengkapan fisik, akan tetapi semacam perlengkapan penelitian lain yang diperlukan seperti buku agenda, kertas kerja, voice recorder dan alat pendukung
yang lain.
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
1. Memahami Latar Penelitian dan Persiapan Diri
a) Pembatasan latar peneliti; peneliti hendaknya tahu menempatkan diri, apakah sebagai peneliti yang kenal atau tidak dikenal.
c) Pengenalan hubungan peneliti di lapangan; dengan demikian peneliti
dengan subjek penelitian dapat bekerja sama dengan saling bertukar informasi.
d) Jumlah dan waktu studi lapangan; faktor waktu penelitian cukup menentukan jika tidak diperhatikan oleh peneliti maka waktu yang direncanakan itu menjadi berantakan.
2. Memasuki Lapangan
a) Kekerabatan hubungan; peneliti mengedepankan azas kekerabatan
hubungan dengan subjek atau pengurus harian KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) serta para nelayan tradisional dan toko masyarakat, juga perlu mengedepankan etika sosial peneliti dan
memelihara interaksi berupa hubungan sosial yang baikkepada mereka sampai tahap pengumpulan data selesai.
b) Mempelajari bahasa; peneliti tidak hanya mempelajari bahasa,
simbol-simbol yang digunakan oleh informan penelitian yang menjadi subjek.
c) Peranan peneliti; peneliti berperan serta sebagai pengumpul data, jadwal peneliti hendaknya telah disusun secara hati-hati, dan mencatat data di lapangan tidak lain adalah catatan yang dibuat oleh
peneliti sewaktu mengadakan pengamatan, wawancara, atau menyaksikan suatu kejadian tertentu.
Adalah proes dengan pengamatan langsung serta cara
pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Dalam penelitian observasi
ini yang mengandalkan pengamatan dan ingatan peneliti dengan tujuan agar memahami langsung bagaimana pandangan KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) dan masyarakat sekitar Teluk Lamong
mengenai reklamasi di pesisir Kota Surabaya. b. Wawancara
Adalah Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden, alat yang digunakan adalah pedoman wawancara.9 Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara langsung dengan narasumber yang terkait berbagai pertanyaan yang diajukan oleh peneliti kepada informan pengurus organisasi dan anggota KNTI
(Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) dan masyarakat sekitar Teluk Lamong mengenai reklamasi di pesisir kota Surabaya serta semua pihak
yang berkaitan dengan penelitian ini.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara tersruktur dan tidak struktur :
1) Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan
pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu
9
dalam melakukan wawancara, pengumpulan data telah
menyiapkan instrumen peneliti berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Dengan
wawancara terstruktur ini pula, pengumpulan data mengguankan beberapa pewawancara, sebagai pengumpulan data.
2) Wawancara tidak tersruktur adalah wawancara yang bebas
dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan
data. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan dtentukan. Wawancara tidak terstruktur atau terbuka, sering digunakan dalam penelitian
pendahuluan atau malah untuk penelitian yang lebih mendalam tentang responden.10
c. Dokumentasi
Adalah laporan dari kejadian-kejadian yang berisi pandangan serta pemikian-pemikiran manusia masa lalu. Dokumen tersebut, secara
langsung ditulis untuk tujuan komunikasi dan transisi keterangan. Sedangkan data-data yang dikumpulkan dengan teknik observasi dan wawancara cenderung merupakan data primer atau data yang dapat dari
pihak pertama. Semua teknik pengumpulan data ini yang digunakan pendekatan kualitatif deskrptif hanya untuk menggambarkan dan
menjawab apa yang dicantumkan dalam rumusan penelitian.
10
7. Teknik Analisa Data
Teknik analisis data kualitatif yang digunakan oleh peneliti ada dua tahapan yakni: ketika peneliti masih di lapangan dan yang kedua setelah
meninggalkan lapangan. Menurut Moleong, analisis data dilakukan kualitatif melalui tiga tahap, yaitu :
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan padahal – hal yang penting, dicari pola dan temanya.
Maksudnya adalah, proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyempurnaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Atau singkatnya, data yang nantinya
didapatkan dari lapangan begitu banyak, maka perlu adanya proses analisis dan pengurangan data yang tidak ada hubungannya dengan maksud
penelitian, hal ini dilakukan agar lebih terfokuskan dengan apa yang ingin diteliti.
2. Data Display (penyajian data)
Data display berarti mendisplay data yaitu menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar katagori, dan sebagainya.
Menyajikan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah bersifatnaratif. Ini dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami. Jadi,
mempermudah untuk memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang sudah dipahami.
3. Conclusion Drawing / Verification
Langkah terakhir dari model iniadalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal namun juga tidak, karena masalah dan rumusan
masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan berkembang setelah penelitian ada di lapangan.11 Jadi, penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan proses akhir dari analisis data dan termasuk pengambilan kesimpulan atau verifikasi. Prosedur analisis data ini diperoleh dari Milles dan Huberman ialah: reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi.12
Teknik analisis data pada penelitian ini dilakukan saat penelitian dan sesudah penelitian. Analisis data saat penelitian dilakukan dengan cara proses
pemilihan, pemusatan perhatian serta pengelompokan data yang lebih terfokuskan. Sedangkan analisis data setelah penelitian dilakukan dengan
mengumpulkan seluruh data primer maupun data sekunder kemudian data tersebut dideskripsikan dan di relevansikan dengan teori yang ada.
Dengan demikian, data yang diperoleh di lapangan, langkah selanjutnya
yaitu analisa data. Dalam analisa ini, peneliti menggunakan teori kebijakan reklamasi dan politik lingkungan. Teori ini dipaparkan dalam rangka untuk
11
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosda Karya, 2001), 62.
12
memahami dinamika yang sedang terjadi di dalam masyarakat nelayan di
sekitar pesisir Kota Surabaya.
8. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam sebuah penelitian kualitatif temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Validitas data dalam
sebuah penelitian sangatlah penting maka dalam hal ini peneliti menguji kredibilitas hasil temuan yang diperoleh di lapangan dengan menggunakan
triangulasi. Triangulasi ialah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu yang digunakan sebagai pengecekan atau pembanding. Adapun pengecekan data dengan triangulasi
dapat dilakukan dengan cara:
1. Triangulasi dengan sumber, membandingkan data hasil pengamatan
dengan data hasil wawancara dan data dokumen. Kemudian dideskripsikan serta dikategorikan pandangan yang sama dan pandangan yang berbeda, sehingga menghasilkan kesimpulan.
2. Triangulasi dengan metode atau teknik, mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya, diperoleh dengan
3. Membandingkan hasil wawancara dengan suatu dokumen yang
berkaitan.13
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan atau penulisan terdiri dari lima bab, sebagai
berikut:
Bab I Pendahuluan :
Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah dalam perumusannya terdapat dua maslah yang diangkat. Tujuan penelitian dan manfaat penelitian menjelaskan tentang manfaat teoritis dan manfaat
praktis. Definisi konseptual. Metode penelitian berisikan tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, jenis dan sumber data,
tahap-tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik pemeriksaan keabsaan data. Dan membahas tentang sistematika pembahasan menjelaskan gambaran dari masing-masing bab yang terdiri dari
sub bab kajian supaya dapat mengetahui isi bab sebelum melangkah ke bab berikutnya lebih mendalam.
Bab II Kajian Teori :
Pada bab ini menjelaskan tentang teori apa yang akan digunakan untuk
menganalisis dalam sebuah penelitian. Dan penelitian terdahulu yang relevan dengan judul proposal yang peneliti ambil.
Bab III Penyajian Data :
13
Pada bab ini menjelaskan tentang deskripsi lokal dari hasil penelitian
mengenai data-data yang diperoleh baik data primer maupun sekunder. Penyajian data ini dapat dibuat secara tertulis dan dapat juga disertakan tabel
yang mendukung data. Bab IV Analisis Data :
Pada bab ini dilakukan untuk menganalisis temuan data dengan
menggunakan teori yang relevan. Bab V Penutup :
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kerangka Teoritik
1. Kebijakan Reklamasi
Istilah kebijakan yang dimaksud dalam kajian ini disepadankan dengan kata Policy yang dibedakan dengan kebijaksanaan (wisdom) maupun
kebajikan (virtues). Budi Winarno14
dan Sholichin Abdul Wahab15
sepakat bahwa istilah „kebijakan‟ ini penggunaannya sering dipertukarkan dengan
istilah-istilah lain seperti tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, standar, proposal dan grand design. Menurut para ahli
dibidang kebijakan publik mengatakan, bahwa kebijakan adalah prinsip atau
cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan.16 Senada dengan Ealau dan Kenneth Prewitt yang dikutip Charles O. Jones,
kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik oleh yang membuatnya maupun oleh
14
Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Media Press, 2005) 6.
15
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004). 1-2.
16
mereka yang mentaatinya.17Kebijakan adalah suatu kegiatan pemerintah yang
mempunyai tujuan untuk mensejahterahkan masyarakat.18
Sedangkan pengertian reklamasi berasal dari kosa kata dalam Bahasa
Inggris, to reclaimyang artinya memperbaiki sesuatu yang rusak.19 Secara spesifik dalam Kamus Bahasa Inggris Indonesia Departemen Pendidikan Nasional, disebutkan arti reclaim sebagai menjadikan tanah (from the sea).20 Masih dalam kamus yang sama, arti kata reclamation diterjemahkan sebagai pekerjaan memperoleh tanah.21 Jadi, Reklamasi pantai adalah proses pembentukan lahan baru di pesisir atau banataran sungai, dengan tujuan menjadikan kawasan berair yang rusak atau tidak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat.
Dengan demikian, menurut peneliti maksud dari kebijakan reklamasi dalam penelitian ini nantinya bagaimana peneliti melihat kebijakan reklamasi
pembangunan dermaga Teluk Lamong sebagai proses pembangunan hingga beroperasinya, bisa lebih bermanfaat dan mengedepankan nilai-nilai kesadaran ekosentris lingkungan, bagaimana pada mereka para nelayan,
petani tambak dan warga masyarakat pesisir kota di sekitar areal Teluk Lamong yang merasakan dampak langsung.
17
Charles O Jones, An Introduction to the Study of Public Policy, (Belmont, CA: Wadswort, 1970), 41 a standing decision characterized by behavioral consistency and repetitiveness on the part of both those who make it and those who abide it.
18
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintah dan Otonomi (Jakarta: PT. Grasindo,2005), 265.
19
Peter Salim, Advanced English-Indonesia Dictionary (Jakarta: Modern English Press, 1989), 789
20
Peter Salim & Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press, 2001), 1552
21
2. Perencanaan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana
Pembangunan sarana dan prasarana Ekowisata memerlukan koordinasi
yang baik antar instansi terkait diberbagai tingkat. Koordinasi yang baik mulai dari tahap perencanaan hingga tingkat pelaksanaan merupakan modal untama suksesnya pembangunan Ekowisata. Dalam pembangunan prasarana
dasar Ekowisata, pemerintah harus lebih dominan, karena pemerintalah yang akan mengambil manfaat ganda dari pembangunan tersebut, seperti
meningkatnya arus informasi, arus lalu lintasekonomi, arus mobilitasi manusia antar daerah, dan sebagainya, yang tentu saja dapat meningkatkan
kesempatan berusaha dan bekerja masyarakat.
Pembangunan prasarana dasar, seperti: jalan, jembatan, listrik, telekomunikasi dan air bersih merupakan keharusan bagi perkembangna
Ekowisata. Jalan dan jembatan yang baik memungkinkan wisatawan dengan mudah mencapai lokasi Ekowisata. Hal ini penting diperhatikan karena umumnya lokasi Ekowisata berbeda pada posisi yang agak sulit dijangkau
oleh kendaraan roda empat seperti bus dan minibus.
Selain itu, membutuhkan peran aktif sebagai instansi melalui sistem kemitraan, dimana peran masyarakat setempat menjadi bagian penting dan
penentu untuk menjamin tersedianya prasaranan dasar diwilayah dan daerah pengembangan Ekowisata. Banyak permasalahan yang bisa muncul manakala
ketersediaan lahan yang melibatkan tanah dan lahan masyarakatatau
pemerintah yang harus memperoleh legalitas untuk pemanfaatannya.22
Sarana dan prasarana yang baik akan menunjang kelancaran dan
kemudahan bagi wisatawan serta melibatkan masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan pembinaan terhadap masyarakat melalui berbagai kegiatan, seperti :23
a. Pelibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pembangunan dan prasarana dasar yang sedang dibangun dengan cara memberikan informasi secara utuh dan diberi pengetahuan tentang pentingnya dan
keuntungan pengembangan Ekowisata, serta menjelaskan kerugian yang mungkin dialami jika tidak terlibat aktif.
b. Mengajak organisasi lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan dibangunnya kawasan Ekowisata melalui aktivitas
ekonomi seperti: koperasi, pengembangan UKM (Usaha Kecil Menengah) dalam berbagai kegiatan usaha kerajinan, makanan, minuman, perdagangan, pertanian dan lain-lain. Sehingga mereka akan
banyak memperoleh manfaat dari pengembangan prasaranan Ekowisata. c. Membangun masyarakat secara kesinambungan agar dapat memperoleh
manfaat dari pengembangan Ekowisata, baik secara perorangan maupun kelompok. Pelibatan modal masyarakat untuk mencegah hilangnya masyarakat. Yang diperoleh dari penjualan lahan atau tanah terkena
22
Ambo Tuwo, Pengelolahan Ekowisata Pesisir dan Laut,Pendekatan Ekologi, Sosial-Ekonomi, Kelembagaan dan Sarana Wilayah (Surabaya : Brilian Internasional, 2011), 161.
23
pengembangan prasarana dasar merupakan satu upaya yang dapat
ditawarkan kepada masyarakat yang diperoleh dari penjualan lahan atau tanah yang dibeli pengembang, dengan belanja yang bersifat konsumtif.
Untuk mengikutsertakan modal masyarakat atas penjualan tanah atau lahan mereka perlu dibuat satu aturan main yang jelas, transparan, tepercaya dan mamiliki jangkauan keuntungan bagi penanaman modal
dapat menjadi pendorong bagi kepemilikkan harta dan benda yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
d. Membentuk kelompok pemangku kepentingan lokal yang secara intensif terlibat dalam kegiatan pembangunan prasarana dasar, baik individual maupun kelompok guna berperan aktif dalam menyuarakan berbagai
kepentingan masyarakat pada tatanan pengelola kegiatan dan pengambilan keputusan.
e. Memberikan wawasan seluas-luasnya terhadap manfaat atau keuntungan
pengembangan kawasan Ekowisata, baik dari segi peningkatan pendapatan, maupun luasan kesempatan kerja bagi masyarakat.
f. Memberikan informasi secara terbuka tentang dampak negatif yang dapat terjadi dengan perkembangannya kawasan Ekowisata, baik dari sikap wisatawan, kehadiran wisatawan yang akan mengganggu
ketenangan, pola transportasi, efek perubahan pola hidup masyarakat, efek sosial lainnya yang mungkin timbul sejalan dengan berkembangnya
Menurut Rudin dan Falk (Sustainable Urban Neighborhood, 2009), ada
empat strategi menuju renaisans perkotaan, yaitu pengunaan lahan campursari
(mixed use), pembangunan pendapatan sedang (medium density development),
penggunaan sumber daya alam sesedikit mungkin (minimze resourse use), dan mengoptimalkan peran serta masyarakat (mazizme community). Untuk mewujudkan renaisans di pesisir kota Surabaya, warga dapat memperlakukan
7 langkah berikut :24
a. Gerakan inisiatif hijau (green intiatives) yang berkembang pesat di
Surabaya, ditandai dengan pertumbuhan kampung hijau, bangunan hijau, properti hijau, dan komunitas hijau. Kota Surabaya adalah kategori dalam konsep pembangunan tata kelola kota masuk kategori ruang Metropolis
yang harus didorong untuk lebih bersungguh-sungguh (berkomitmen dan konsisten) membangun kota yang ramah lingkungan (eviromentally
progressive cities), dibuktikan dalam prioritas anggaran dan kegiatan
pembangunan kota yang ramah lingkungan (green development).
b. Kehadiran komunitas hijau (catalytic people) yang banyak dipelopori
generasi muda yang peduli terhadap keberlanjutan lingkungan kota merupakan aset, potensi, dan investasi warga dalam mewujudkan Jakarta yang ramah lingkungan. Sukup sudah kita berwacana, kini saatnya
bersinergi membangun kota hijau Surabaya (make things happen).
c. Pengembangan infrastruktur intelektual (intetectual infrastructure)
dengan mendorong peran proaktif lembaga pendidikan (proactive
24
educational institusions) memberikan solusi-solusi nyata dalam mnegatasi
permasalahan kota, terutama banjir dan kemacetan secara tuntas dan menyeluruh.
d. Ketersediaan lapangan kerja dan jaminan keselamatan memberikan kepastian penghasilan (affordability) untuk memenuhi seluruh biaya kehidupan secara mewadai (appropriate cost of living for all walks of life)
dalam kerangka menuju masyarakat kota yang sejahterah. Perkembangan perekonomian kota juga harus diarahkan menuju pertumbuhan ekonomi
hijau (green economy growth, green industry).
e. Optimalisasi lahan-lahan kota melalui pembangunan kepadatan bangunan
(building density) dalam beberapa kawasan terpadu ramah lingkungan
sebagai titik-titik baru kota yang kompak (compact urban core). Pembangunan hunian vertikal yang didukung fasilitas pendidikan, perkantoran, perbelanjaan, peribadatan dan rekreasi dalam suatu kawasan
terpadu akan menghadirkan pemandangan lanskap kota teratur tertata rapi.
f. Sistem sirkulasi kota yang ramah lingkungan (green circulatory system) membuat kota nyaman dicapai dengan berjalan kaki atau bersepeda
(walkable, bikeable), dan memudahkan pergerakan warga dan dari
sekolah, kantor, atau pasar dengan transportasi massal hijau (green public transportation).
dilakukan oleh pemerintah daerah yang demokratis (ordely living by
democratic local goverment).
Renaisans Kota merupakan salah satu kegiatan penting yang harus
dilaksanakan dalam menangani krisis lingkungan dengan cara memulihkan, memelihara dan meningkatkan kondisi lahan agar dapat berproduksi dan berfungsi secara optimal, baik sebagai pengatur tata air laut maupun
pelindung lingkungan. Kota surabaya merupakan salah satu kota di Indonesia yang gencar melakukan gerakan-gerakan penghijauan untuk menciptakan
lingkungan yang sejuk, segar nyaman dan sehat. Dari hasil temuan, KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) dan masyarakat sekitar pesisir kota Surabaya melakukan renaisans kota untuk menambah nilai ekologi, nilai
ekonomi maupun estetika pada hunian mereka, untuk menjalankan kewajiban penghijauan di pesisir Kota Surabaya karena merupakan program Pemerintah diantaranya :
a. Penghijauan untuk menambah ekologi kawasan. Menurut pandangan KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) dan masyarakat
disekitar pesisir kota Surabaya, penghijauan dapat dijadikan sebagai sarana untuk menurunkan suhu udara di lingkungan mereka yang cukup panas akibat kepadatan bangunan yang cukup tinggi.
Penghujauan kota dapat digunakan sebagai paru-paru kota yang dapat memberikan perlindungan terhadap angin, debu, sinar
lingkungan mereka tinggal. Untuk kawasan bantaran laut atau sungai
masyarakat mengembangkan penghijauan kota sebagai sarana mitigasi bencana seperti mencegah terjadinya pembuangan limbah,
erosi dan banjir, tertama pada kawasan bantaran laut atau sungai di pesisir Kota Surabaya.
b. Penghijauan untuk menambah estetika kawasan. Menurut pandangan
KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) dan masyarakat disekitar pesisir kota Surabaya, penghijauan dapat menambah
kualitas desain lingkungan untuk penciptaan ruang yang lebih menyenangkan, dan menjaga keseimbangan lingkungan. Masyarakat juga berpendapat bahwa lingkungan yang hijau akan berdampak
pada kesehatan jiwa.
c. Penghijauan untuk menambah nilai ekonomi. Menurut Menurut pandangan KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) dan
masyarakat disekitar pesisir kota Surabaya, penghijauan sebagai sumber penghasil produk yang bisa dijual seperti taman bungah,
buah, sayur mayur, daun khususunya produk laut yaitu kulit kerang dibuat kerajian hiasan di rumah. Dan di tepi pesisir kota Surabaya tepatnya di Bulak Kenjeran terdapat taman penghijauan.
d. Penghijauan adalah tangungjawab bersama antara pemerintah, KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) dan masyarakat disekitar
menyelenggarakan program-program bagi masyarakat yang terkena
dampak jadi, masyarakat sendiri bisa berperan sebagai subjek maupun objek dari kebijakan pemerintah khususnya terkait dengan
pengijuan lingkungan.
4. Green Thought
Kecenderungan terhadap lingkungan merupakan sebuah isu dalam
hubungan internasional.Empat tokoh pemikir seperti Plato, Arestoteles,
Haeckl, dan Descartes, menjelaskan pentingnya melestarikan lingkungan,
karena manusia bisa memanfaatkan alam untuk kebutuhannya.25 Peneliti mengenalkan istilah Green thought sebagai sebuah pendekatan yang diterapkan di berbagai bidang. Pendekatan ini lahir untuk memecahkan
masalah-masalah lingkungan yang masih sangat perlu diperhatikan seperti hujan asam, erosi tanah, global warming dan hal-hal lainnya yang menjadi ancaman bagi pelanet bumi ini. Teori ini muncul sejak 1960-an yang mana
para akedemisi Barat inggin mengkaji lebih serius dalam kepeduliannya terhadap lingkungan hidup. Green thought berpendapat bahwa hubungan
antara manusia dengan alam secara luas menjelaskan krisis lingkungan hidup yang sedang terjadi saat ini, dan dari berbagai fase hubungan ini perlu disusun ulang secara mendasar, jika planet dan semua penghuninya memang ingin
menikmati sebuah masa depan yang aman.26
Jadi, inti dari munculnya teori ini menginginkan adanya suatu perubahan bagi planet bumi, dimana green thought merupakan gebrakan
25
Andrew Dobson, Green Political Thought Fourth Edition. (Routledge : London, 2007), 45.
26
untuk mengajak kepada manusia meningkatkan kepeduliannya terhdap
lingkungannya. Sehingga nantinya manusianya sendiri yang akan menikmati hidup dengan aman di masa depan dengan kondisi bumi yang tetap terjaga,
oleh karena itu unsur manusia sendiri sangat dibutuhkan mengingat sangat terdapat erat kaitannya hubungan antara manusia dengan lingkungan. Disini peran etika lingkungan sangat perlu agar manusia dalam menjalankan
hubungan timbal balik dengan alam lebih berhati-hati dalam bertindak untuk tidak semena-mena terhadap lingkungan.
Logika Green thought menerut peneliti, sama halnya berbicara politik lingkungan, secara geografi berarti kita mempelajari hubungan yang dinamis antara manusia sebagai pelaku dan alam sebagai sumberdaya; termasuk
unsur-unsur didalamnya terdapat Sumber Daya Alam nya berupa:27
a. Lahan termasuk SDA berupa Tanah dan Limbah Padat
1. Kemerosotan kesuburan tanah (penipisan hara) serta pengelolaan tanah. 2. Erosi tanah, pengaruh-pengaruh setempat (on site) dan dari luar (off
site), serta pengelolaan penanggulangan erosi).
3. Perubahan tata guna lahan dan peraturan-peraturannya (antara lain,
debat tentang apa yang disebut sebagai milik bersama „the commons‟). 4. Pengelolaan limbah padat (limbah industri, limbah konsumsi rumah
tangga, limbah pertanian misalnya pengelolaan kelebihan limbah
ternak, limbah rumah sakit), pencegahan limbah.
b. Bahan Galian
27
1. Pelaksanaan penggalian, eksploitasi yang berbeda-beda.
2. Perusakan bentang alam, kerusakan habitat sebagai akibat dari penggalian bahan tambang, rehabilitasi.
3. Terjadinya akibat-akibat tanah longsor dan surutnya air sebagai dampak
penggalian.
c. Tetumbuhan dan Satwa (termasuk taman budidaya dan ternak)
1. Erosi tanaman budidaya dan keberagaman genetis ternak.
2. Akibat-akibat penyalahgunaan pestisida terhadap kesehatan manusia.
3. Ancaman-ancaman keanekaragaman hayati, perlindungan habitat,
pelarangan dan pengendalian kegiatan berburu dan meramu, penggundulan hutan.
d. Air (air hujan, air tanah, sungai, terusan dan laut)
1. Kenaikan permukaan air laut sebagai akibat perubahan iklim, risiko
banjir pantai, pertahanan pantai.
2. Penipisan air tanah dan pencemaran air tanah.
3. Pencemaran samudra, pantai, terumbu karang dan kawasan bakau atau
rawa.
e. Udara (termasuk lapisan ozon dan pelepasan gas-gas rumah kaca)
2. Dampak sosio-ekonomi dari suhu udara, dan unsur angin dari peruahan
iklim (debat pemanasan global).
3. Bahaya-bahaya yang terkait dengan kebakaran, gempa bumi, badai, ledakan gunung berapi, tanggapan manusia dan cara-cara
pencegahannya.
Menurut peneliti, karakteristik problem reklamasi pantai di Teluk
Lamong ini juga menjadi cakupan analisa problem lingkungan internasional, biasanya berkaitan dengan kelangkaan sumberdaya alam, akan tetapi peneliti
membatasi itu, termasuk pencemaran yang melintas batas wilayah dan problem kualitas lingkungan secara umum disekitar areal proyek Teluk Lamong saat beroprasi. Peneliti meminjam istilah pendapat dari para ahli
terkait dengan problem ini dideskripsikan oleh pendapat Garret Hardin (1968) dalam esainya, “The Tragedy of the Commons”.28 Hardin menggunakan metafora setting pastoral untuk menunjukkan bahwa individu yang mementingkan diri sendiri yang berusaha memaksimalkan kepentingan dirinya akan mengeksploitasi segala hal sampai ke titik dimana ekologi
hancur. Kesadaran kepentingan kolektif tentang penggunaan yang berkelanjutan, menurut Hardin itu tidak banyak membantu, sebab meski
upaya mengurangi konsumsi akan menguntungkan kebaikan bersama, namun tindakan itu juga akan menciptakan peluang bagi pesaing untuk mengambil
keuntungan.29 Jadi tindakan yang semena-mena atas nama kepentingan
28
Garret Hardin. The Tragedy of the Commons, (New York : Basic Books, 1968), 112.
29
lingkungan kolektif akan merugikan individu nelayan pesisir di Kota
Surabayadan menguntungkan bagi pemegang kebijakan reklamasi.
Kajian politik lingkungan ini, peneliti mencoba mengembangkan
wilayah kajian penelitian terutama untuk mengetahui pandangan politik lingkungan KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) dan upaya penyelamatan ruang hidup nelayan pesisir di Kota Surabaya sebagai
perjuangan utama, salah satu contoh adalah green party tidak hanya berbicara masalah alam dan lingkungan seperti banjir rob, pendangkalan pantai dan
sungai, melainkan juga berbicara soal peradaban yang di dalamnya termasuk kebudayaan masyarakat nelayan pesisir kota.
Asumsi sementara peneliti, meminjam istilah Brian Rothery mereka
berpikir bahwa lingkungan hidup dan manusia saling memengaruhi. Mutu lingkungan hidup bergantung pada manusianya. Sebaliknya, mutu manusia
juga bergantung pada lingkungan hidupnya.30 Pemanfaatan dalam sumber daya alam seperti dalam kasus reklamasi palabuhan Internasional Teluk Lamong oleh Pelindo III ini, pendapat peneliti konsep hidup bermasyarakat
dan politik membutuhkan suatau perjanjian sosial (social act) yang di dalamnya orang-orang saling berkomunikasi dan bekerja sama, tetapi dengan
kedudukan-kedudukan perintah yang berbeda. Yang mana juga sering melibatkan lembaga-lembaga pada tingkat skala yang berbeda di antara yang
30
memiliki hubungan-hubungan kekuasaan nyata.31 Jadi, keseluruhan sumber daya alam yang dimanfaatkan oleh manusia adalah bukan semata karena ketersediaannya, akan tetapi karena penggunaan dan dampak aktualnya
terhadap manusia dan lingkungan yang di sekitarnya.
Ada dua kritik atas perkembangan dimensi kelembagaan untuk pembanguanan wilayah yang berdampak kepada kualitas lingkungan hidup :
1. Kritik atas sistem kelembagaan perencanaan pembangunan yang sentralistik. Ada dua aspek yang menyebabkan gagalnya perencanaan secara sentralistik yaitu kelembagaan yang melembaga dan kelembagaan
yang tidak melembaga. Kelembagaan yang melembaga yatu proses yang berlangsung semua keputusan dari atas tuun ke bawah (top-down) tanpa
melibatkan proses partisipasi dari bawah, sehingga sasaran program dan proyek pembangunan tidak sesuai dengan kondisi wilayah dan kebutuhan
masyarakat setempat. Sedangkan aspek kelembagaan yang tidak melembaga adalah adanya ketidakpastian dari situasi ekonomi dunia yang sangat menentukan terhadap kebijaksanaan pembangunan dan
pendanaannya. Karena kurang siapnya kelembagaan perencanaan pembangunan nasional untuk membuat perencanaan yang realistis dengan
memperhitungkan potensi sumber daya dan kendala yang dihadapinya, maka dalam memeperoleh dan menggunkaan data pinjaman dari luar negeri menjadi tidak efisien dan efektif, malah meningkatnya terus beban
31
hutang luar negeri.32 Jadi, kunci kesuksessan dalam sebuah perencanaan program baik langsung maupun tidak angsung itu harus didasarkan pada
mekaisme organisasi pemerintahan dan non pemerinthan yang rencananya harus di rumuskan dan dilaksankan secara bersama-sama.
2. Kritik atas dimensi kelembagaan menurut Cheema ada empat faktor yang berkaitan bagi pengembagan untuk berhasilnya pembangunan wilayah : a. Kemampuan teknis,
b. Tata nilai,
c. Sikap dan kepercayaan dari individu di dalam masyarakat,
d. Struktur sosial politik yang peka dan melayani terhadap kepentingan linkungan hidup, dimana peran mereka sebagai agen-agen perubahan
sangat menentukan sekali.
Dengan demikian menurut Cheema sebenarnya, dalam kemampuan kelembagan untuk membangun wilayah itu sangat tergantung pada
pengembangan kapasitas kelembagaan baik secara nasional maupun lokal. Baik dalam struktur administrasi pemerintahan maupun non pemerintahan, yang tujuannya sama-sama untuk mengoptimalkan pengembangan sumber
daya alam dan sumber daya manusia di dalam masyarakat. Artinya perlu memperimbangakan dimensi ruang wilayahnya.33
32
Emil Salim dan Thoby Mutis. Instrumentasi dan Standardi Kebijakan pengelolahan Lingkungan Hidup (Jakarta : Universitas Trisakti, 2008), 61.
33
Prinsip-prinsip keadilan lingkungan yang diterapkan oleh Pertemuan
Puncak Kepemimpinan Lingkungan bagi warganegara Berwarna Nasional Pertama “People Of Color Environmental Leadership Summit” :
a. Keadilan lingkungan melimpahkan pemanfaatan lahan dan sumber adaya alam dapat diperbarui yang beretika, berimbang, dan bertangung jawab demi kepetingan berkelanjutan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya.
b. Keadilan lingkungan mengukuhkan hak dasar akan penentuan nasib sendiri secara politik, ekonomi, budaya, dan lingkungan bagi semua warga
negara.
c. Keadilan lingkungan mengharuskan dihentikannya produksi aneka zat racun, limbah berbahaya, bahan-bahan radioaktif parik baik yang lalu
maupun sekarang, diwajibkan untuk bertanggungjawab kepada warga negara penduduk dalam upaya pembersihan racun dan perlindungan
keamanan pada saat produksi.
d. Keadilan lingkungan mengukuhkan hak semua pekerja lingkungan yang aman sehat tapa dipaksa memilih antara pencarian sumber nafkah yang
tidak aman dengan pengangguran. Keadilan lingkungan juga mengukuhkan para pekerja yang bekerja di rumah untuk terbebas dari
bahaya lingkungan.
e. Perlindungan lingkungan mengakui kebutuhan akan kebijakan ekologis perkotaan dan pedesaan untuk membersihkan dan membangun ulang
integritas budaya masyarakat kita, menyediakan aksesyang adil bagi
semua warga terhadap pemanfaatan sumber-sumber daya secara optimal.
f.Keadilan lingkungan memandang tindakan-tindakan pemerintah yang tidak adil secara lingkungan sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional,
Deklarasi Universal hak-hak Asasi Manusia.
g. Keadilan lingkungan melindungi hak-hak para anggota korban
ketidakadilan lingkungan untuk menerima ganti rugi penuh dan ogkos perbaikan atas kerusakan sekaligus perawatan kesehtan bermutu.34
Alasan untuk merawat lingkungan dengan baik, peduli lingkungan merupakan salah satu konsep membangun pemahaman ekologis yang dapat memberikan pencerahan kepada kita, agar selalu lebih berhati-hati dan
menjaga lingkungannya.35
5. Green Deen
Peneliti mencoba meminjam konsep pemikiran Ibrahim Abdul Matin 2010, berjudul Green Deen What Islam Teaches About Protecting the Planet, konsep yang dikenalkan dari ide pemikirannya menurut peneliti sangat
relevan dengan tema peneliti, apalagi yang dibahas oleh Matin berbicara tentang lingkungan yang berbasis Islam yang bisa dimasukkan kedalam
kajian ekologi korelatif yang lengkap agama hijau (green deen). Sebab, Matin mencoba memberikan pegangan kepada masyarakat untuk menyelamatkan
34
Nicholas Low Brendan Gleesion, Politik Hijau (Bandung : Nusa Media, 2009),157.
35
lingkungan yang didasarkan pada nilai-nilai agama. Pengetahuan yang
dikenalkan oleh Matin mencoba ingin mempelajari, atau mempraktekkan Islam dengan menghormati prinsip-prinsip yang menghubungkan manusia
untuk melindungi planet serta memelihara lingkungan berdasarkan nilai-nilai agama Islam.
Green Deen, yang dikenalkan oleh Matin menawarkan enam prinsip
etika Islam hubungannya dengan penyelamatan lingkungan. Kendati demikian, sesungguhnya enam prinsip itu sudah banyak dibahas oleh para
ulama Islam, salah satunya adalah Faraz Khan, seorang sarjana muda brilian dalam masalah Islam dan Lingkungan. Enam prinsip tersebut adalah :36
a. Memahami keesaan Allah dan ciptaan-Nya (Tawhid)
Hidup dengan cara Agama Hijau berarti memahami segala sesuatu berasal dari Allah. Kita menyadari bahwa Allah adalah sang Pencipta dan
pemelihara segala sesuatu. Allah SWT., berfirman :
”
”Dialah yang awal dan yang akhir, yang lahir dan yang Batin; dan Dia
Maha mengetahui segala sesuatu”. (Q.S. Al- Hadid / 57 : 3).
Kita berasal dari Allah, dan demikian pula alam semesta ini dan segala sesuatu didalamnya. Segala sesuatu berasal dari sumber yang sama. Jika kita melihat partikel yang terkecil yang bisa dilihat manusia dengan menggunakan
36
kaca pembesar super canggih, jika kita akan melihat cetakan bangunan atom;
proton, neutron, dan elektron. Mereka tampak seperti kilasan kecil cahaya. Sekarang, jika kita mengalihkan pandangan ke jangkauan terjauh alam
semesta, kita akan melihat apa yang semula kelihatannya qausar-qausar. Mereka adalah benda terjauh yang bisa kita lihat, dan mereka pun kelihatan seperti kilatan kecil yang bercahaya. Cahaya itu adalah ekspresi Keesaan
Allah dan ciptaan-Nya (tawhid). Karena pada tataran dasar, spiritual, dan ilmiah segala sesuatu terdiri atas elemen-elemen dasar yang sama,
kilasan-kilasan kecil cahaya. Alam semesta ini bersinar dengan kelestarian. Agama Hijau memahami dan menganggap perlu untuk mengikuti tanda-tanda yang mengindikasikan berhubungan ini.
b. Melihat tanda-tanda kebesaran Allah (ayat) di mana saja
Hidup mengikuti prinsip agama hijau berarti melihat sesuatu di alam ini
sebagai tanda (ayat) keagungan Sang Pencipta. Jika kita cermati, kita akan melihat banyak frasa dalam Al-Qur‟an yang berbunyi “tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. Frasa serupa itu banyak di ulang-ulang dalam Al-Qur‟an
karena manusia cenderung melupakan fakta tersebut. Sesungguhnya tnda-tanda keberadaan Sang Pencipta ada diseluruh semesta, dan juga di keliling
kita. Memperlakukan alam dengan buruk berarti mengingkari tanda-tanda Sang Pencipta. Dalam bahasa arab, kata ayat bisa merujuk pada salah satu dari 6.236 ayat Al-Qur‟an, atau berarti tanda-tanda disekeliling kita yaitu
memperluas sudut pandang agar dapat melihat dan menyadari bukti-bukti
yang tak terbantahkan itu. Saat berjalan menyusuri alam semesta, kita bisa tanda-tanda ini bentuk pohon, angin, burung, dan juga riak gelombang.
Dengan merenungkan tanda-tanda ini kita dapat mempelajari diri kita sendiri dan ketersambungan segala sesuatu yang merupakan inti pesan Islam.
Dengan merenungkan tanda-tanda kekuasaan Allah yang terhampar di
seluruh alam semesta, berati kita tengah merenungkan hakikat sejati diri kita. Saat kita berdiri di puncak gunung, atau tepi di lautan yang maha luas, atau
menyaksikan proses terbit matahari yang gemilang, kita terbenam dalam ketakjuban akan tanda-tanda Allah yang terbentang di hadapan kita. Pengalaman-pengalaman seperti ini bisa membuat kita takjub. Semakin kita
menerungkannya, semkain kita takjub dan terenyak menyadari bahwa sesungguhnya kita merupakan bagian dari keindahan.
c. Menjadi penjaga di bumi(Khalifah)
Hidup mengikuti agama hijau berarti memahami bahwa Tuhan menciptakan kita dari tanah dan kita harus melakukan apa pun untuk
menjaganya, melindunginya dan mengelola semua karunia yang emngandung didalamnya dengan cara yang tidak merusak keseimbangan alam. Khalifah Allah di muka bumi dan menjadikannya tempat yang lebih baik. Manusia
diciptakan dari tanah dan ia merupakan wakil Allah (khalifah) di muka bumi. Manusia dalam pandangan islam, merupakan makhluk Allah yang paling baik
Kita dikaruniai akal dan kecerdasan. Islam mengajarkan, ada beraneka
ragam ciptaan Allah, dan manusia termasuk salah satunya. Makhluk Allah yang lainnya adalah malaikat, jin, manusia diciptakan dari tanah liat yang
dikumpulkan dari seluruh bumi, kemudian ruh ilahi atau disebut fitrah, “saripati Allah”. Dari bahan dasar inilah, tanah, air, dan ruh ilahi, Allah
menciptakan manusia. Karena tanah merupakan saripati diri kita, kita
bertanggung jawab untuk menjaga dan melindunginya. Saat mati, jasad dan ruh kita akan dibangkitkan kembali, kemudian kita harus ,mempertangung
jawabkan segala yang telah kita lakukan untuk diri kita, orang lain, dan planet ini. Itulah peran utama seorang khalifah yang berarti penjaga atau wakil. Kita
semua adalah para pelindung bumi untuk menetap dan berjuang di sini.
d. Menjaga KepercayaanAllah (Amanah)
Kita diciptakan dan hidup di dunia ini membawa kepercayaan (amanah)
dari Sang Pencipta bahwa kita kan menjadi khalifah-Nya di muka bumi. Mengikuti prinsip Agama Hijau berarti mengetahui bahwa kita di percaya oleh Allah untuk bertindak sebagai pelindung bumi. Kepercayaan ini
merupakan janji kita untuk melindungi bumi. Allah memberi kita kepercayaan untuk bertangung jawab atas semua anugerah itu.
Sebagian orang menerima kepercayaan dari Allah dan menjalankan peran sebagai penjaga bumi tapi kemudian menyalahgunakan perannya tersebut. Mereka berfikir bisa melakukan apa pun atas diri mereka dan bumi
melampaui batas dan mengejar keuntungan pribadi. Sebaliknya, Islam
mengajarkan bahwa bumi adalah tempat suci. Ketika memaksakan kehendak atas bumi, berarti kita telah merugikan dan mengotori bumi. Kepercayaan
yang diberikan Allah bukanlah izin untuk menjarah dan mengancurkan atau mengambil makhluk lain seperti binantang, tumbuhan, tanah, langit tanpa memberinya timbal balik yang adil. Mandat yang diberikan Allah
menyatakan bahwa kita harus memuji Sang Pencipta, mengabdi kepada-Nya, menjaga planet dan saling menjaga satu sama lain.
e. Memperjuangkan keadilan(„Adl)
Memperlakukan bumi selayaknya masjid berarti memperlakukan alam dengan cara yang seimbang dan adil („Adl). Kita harus menerima peran kita
sebagai pelindung planet ini dari berbagai tindakan dan perilaku yang merusak dan merugikan. Sekian lama bumi menjadi sasaran eksploitasi sebagian besar manusia yang mengejar kepentingan pribadi atau keuntungan
material. Gerakan keadilan lingkungan iklim muncul sebagai tanggapan untuk melindungi planet ini dan penguninya dari akibat buruk polusi dan perubahan
cuaca.
Agama Hijau yang didasari atas keadilan menyadari bahwa manusia dapat merusak dan menghancurkan bumi. Hal ini dinyatakan secara gamblang
“
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS.
Ar-Ruum/30 : 41).
Orang yang ingin mengikuti prinsip Agama Hijau harus menyakini bahwa segala sesuatu itu terhubung, kita akan melihat bahwa segala yang kita
lakukan berpengaruh terhadap tanah, laut, manusia, dan juga binantang yang ada di muka bumi. Pandangan semacam itu akan menuntun kita untuk
melakukan segala sesuatu sesuai dengan prinsip keadilan. Jika kita menjalankan sistem perkonomian dan cara hidup yang adil, kita tidak akan mengeksploitasi tanah, laut, manusia dan makhluk hidup lain secara ceroboh
dan tidak bertangung jawab. Sebaliknya, kita akan melakukan berbagai tindakan yang menegaskan keadilan dan rasa syukur. Kita bertindak bukan atas desekan hasrat pribadi dan kepentingan material, tetapi didasari
keyakinan bahwa setiap orang punya hak dan kesempatan yang sama atas sumber kekayaan alam. Prinsip Agama Hijau mendorong kita pada keyakinan
bahwa semua ciptaan Allah memiliki hubungan dan keterkaitana satu sama lain. Jika manusia menyadari keterhubungan itu, niscaya mereka tidak akan melakukan tindakan yang merusak dan merugikan manusia lain dan juga
alam semesta.
f. Hidup selaras dengan alam (Mizan)