• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Makalah Bahasa Indonesia Lengkap Format .doc atau .docx Microsoft Word | CONTOH MAKALAH DOCX MAKALAH XENOBIOTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Contoh Makalah Bahasa Indonesia Lengkap Format .doc atau .docx Microsoft Word | CONTOH MAKALAH DOCX MAKALAH XENOBIOTIK"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Xenobiotik

MAKALAH BIOKIMIA II

METABOLISME XENOBIOTIK PADA LOGAM (OBAT)

Disusun Oleh : Nama :Queen Tri Reski

Nim: RRA1C110019 Angkatan : 2010

Kelas: Mandiri

Dosen Pengampu :Dra.M.Dwi Wiwik Ernawati.M,Kes Drs.Haryanto.M,Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)

KATA PENGANTAR

Atas limpahan dan hidayah Allah Swt, makalah berjudul METABOLISME XENOBIOTIK PADA LOGAM (OBAT) dalam matakuliah BIOKIMIA II dapat diselesaikan. Makalah ini didapat dari beberapa buku dan berbagai sumber lainnya. Adapun pihak dominan dalam pembuatan makalah ini ialah IBu Dra.M.dwi wiwik Ernawati,M.Kes dan Bapak Drs.Haryanto,M.Kes selaku Dosen Pengampu yang telah memberikan pengajaran mengenai Pengembangan Kurikulum Sekolah Menengah, sehingga kami sigap dan mendalami ilmu pelajaran ini baik penyelesaian tugas maupun pendalaman materi.

Adapun pokok bahasan yang di pelajari dalam makalah ini adalah : METABOLISME XENOBIOTIK PADA LOGAM (OBAT)

Harapan Penulis, semoga makalah ini berguna bagi kita semua khususnya mahasiwa yang sedang menjalankan mata kuliah Desain pendidikan, Oleh karena makalah ini sangat jauh dari sempurna, kritik dan saran semoga menjadi sumbangsih dalam penulisan makalah selanjutnya.

(3)

DAFTAR ISI BAB 1PENDAHULUAN

Latar Belakang………1

Rumusan Masalah………..3

Tujuan……….3

BAB IIISI 2.1. Pengertian senyawa Xenobiotik………4

2.2. Mengapa Xenobiotik harus di metabolism………..5

2.3. Metabolisme xenobiotik………5

2.4. metabolisme Xenobiotik pada Logam (obat)……….11

2.5. Mekanisme Kerja Obat………..17

2.5.1. deskripsi sifat kerja obat………..20

2.5.2. mekanisme Kerja Obat……….20

2.5.3. Mula,puncak dan lama kerja obat………..30

2.5.4. Teori Reseptor……….31

2.5.5. Kadar puncak dan kadar terendah Obat………..33

2.5.6. Dosis pembebanan………34

2.6. Respons Terhadap metabolisme Xenobiotik………40

2.6.1. Matabolik Detoksifikasi………..43

2.6.2. mekanisme Toksitas………..47

2.6.3. Manistsi Toksisitas……….50

BAB IIIPENUTUP 3.1. Kesimpulan………51 DAFTAR PUSTAKA

(4)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani: Xenos yang artinya asing. Xenobiotik adalah zat asing yang masuk dalam tubuh manusia. Contoh: obat obatan, insektisida, zat kimia tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat karsinogen lainya. Xenobiotik umumnya tidak larut air, sehingga kalau masuk tubuh tidak dapat diekskresi. Untuk dapat diekskresi xenobiotik harus dimetabolisme menjadi zat yang larut, sehingga bisa diekskresi. Organ yang paaling berperan dalam metabolisme xenobiotik adalah hati. Ekskresi xenobiotik melalui empedu dan urine. Pada metabolisme obat, pada obat yang sudah aktif → metabolisme xenobiotik fase 1 berfungsi mengubah obat aktif menjadi inaktif, sedang paa obat yang belum aktif → metabolisme xenobiotik fase 1 berfungsi mengubah obat inaktif menjadi aktif

(5)

Berbeda dengan senyawa yang larut dalam air, membran sel lipid menyajikan penghalang sedikit larut senyawa, yang bebas bisa dilewati. Berpotensi merusak lipid-larut racun sehingga dapat memperoleh akses gratis ke interior seluler, dan jauh lebih sulit untuk menghapus. Sistem detoksifikasi metabolisme mengatasi masalah ini dengan mengubah lipid-larut racun ke aktif larut dalam air metabolit. The "solubilisasi" dari racun dicapai oleh enzim yang melekat (konjugasi) tambahan yang larut dalam air molekul terhadap toksin larut lipid pada titik-titik lampiran tertentu. Jika racun tidak mengandung salah satu titik sambungan, mereka pertama kali ditambahkan oleh satu set terpisah enzim yang mengubah kimia racun untuk menyertakan "menangani" molekul. Setelah reaksi solubilisasi, toksin kimia-dimodifikasi diangkut keluar dari sel dan dikeluarkan. Ketiga langkah atau fase menghilangkan yang tidak diinginkan atau berbahaya lipid-larut senyawa yang dilakukan oleh tiga set protein seluler atau enzim, disebut fase I (transformasi) dan fase II (konjugasi) enzim, dan tahap III (transportasi) protein.

Rumusan Masalah

Apa itu Senyawa Senobiotik…?

Mengapa Senyawa Senobiotik di metabolisme….?

Bagaimana Proses metabolisme senyawa senobiotik pada logam…? Apa dampak senobiotik bagi kesehatan….?

Tujuan

Untuk mengetahui Apa itu senyawa senobiotik

Untuk mengetahui mengapa senobiotik itu harus di metabolisme Untuk mengetahui proses senobiotik pada logam

(6)

BAB II

2.1. Pengertian Senyawa Senobiotik

Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu Xenos yang arti nya zat asing.

Zat Senobiotik merupakan senyawa yang asing bagi tubuh. Kelompok utama zat-zat senobiotik yang mempunyai relevansi medik adalah obat-obatan,zat –zat karsinogen kimia serta berbagai senyawa yang telah memasuki lingkungan kehidupan kita melalui salah satu jalan,seperti senyawa-senyawa bifenil Polikrolinasi (PCB) dan insektisida tertentu.sebagian besar senyawa ini akan mengalami metabolism (perubahan kimiawi) dalam tubuh manusia dan hati menjadi organ tubuh yang terutama terlibat dalam peristiwa ini.kadang-kadang zat senobiotik dapat diekskresikan tanpa perubahan.Tujuan metabolism zat-zat senobiotik adalah untuk meningkatkan kelarutannya dalam air (polaritas) dan dengan demikian memudahkan eksresinya dari dalam tubuh.

Contoh: obat obatan, insektisida, zat kimia tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat biotikkarsinogen lainya.

(7)

perkotaan dan air tanah permukiman serta pemakaian obat-obatan yang irrasional menjadi fenomena biasa.

2.2. Mengapa Senobiotik harus di Metabolisme

 Xenobiotik umumnya tidak larut air, sehingga jika masuk tubuh tidak dapat diekskresi

 Untuk dapat diekskresi xenobiotik harus dimetabolisme menjadi zat yang larut, sehingga bisa diekskresi

 Organ yang paaling berperan dalam metabolisme xenobiotik adalah hati

 Ekskresi xenobiotik melalui empedu dan urine

2.3. Metabolisme xenobiotik

(8)

Walaupun diperbolehkan untuk bahan makanan diduga dapat menginduksi pertumbuhan tumor.obat-obatan yang sering kita konsumsi untuk penyembuhan penyakit tertentu adakalanya menimbulkan efek samping atau efek toksik yang serius. Thalidomin yang semula diproduksi dan diterima sebagai sdatif (obat penenang) ternyata bersifat teratogenik (menyebabkan cacat pada janin), sehingga akhirnya obat tersebut dilarang beredar dipasaran.

Dalam keseharian tubuh manusia dapat terpapar beribu-ribu senobiotik mengingat senyawa asing yang diketahui manusia jumlahnya lebih dari 100.000 macam. Adakalanya kita secara sengaja mengkonsumsi senobiotik seperti obat obatan, insektisida, zat kimia tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat biotikkarsinogen lainya.walaupun tidak disertai kesadaran dan pengetunahuan yang memadai akan akibat buruk yang mungkin timbul. Sedang secara terus-menerus tanpa bermaksud untuk mengkonsumsi tubuh dapat terpapar xenobiotik yang ada dilingkungan baik diudara,air maupun daratan seperti gas karbon monoksid, benzo(a)piren,logam-logam berat dari asap buang kendaraan bermotor dan bahan-bahan pencemar lingkungan lainnya. Senyawa senobiotik tersebut masuk kedalam tubuh dapat melalui mulut (per-oral) seperti makanan dan obat-obatan,atau karena terhirup atau dihirup pernafasan (per inhalasi)seperti asap rokok dan asap kendaraan atau lewat kontak dengan kulit (per cutan/transdermal)seperti dijumpai dalam beberapa kasus keracuna pestisida pada petani.

(9)

Eliminasi meliputi metabolisme/biotransformasi dan ekskresi. Metabolisme atau sendir biotransformasi adalah perubahan kimiawi oleh pengaruh tubuh organisme, sedangkan ekskresi adalah proses pembuangan xenobiotik dari dalam tubuh. Proses adsorpsi, distribusi dan eliminasi ini pada umumnya melibatkan proses penembusan membrane biologis.seperti diketahui bahwa membrane biologis tersusun atas lapisan kompleks yang bersifat polar dan non polar.oleh karena nya proses penembusan membrane tersebut juga tidak terlepas dari hokum-hukum fisikokimia yang berlaku terhadap xenobiotikdan bahan penyusun membrane itu sendiri,seperti derajat ionisasi,kelarutan dalam lemak,koefisien partisi lemak/air,ketersediaan system transport spesifik,ukuran diameter pori membrane serta kompleksitas matriks penyusun membrane.

Didalam tubuh,xenobiotik umumnya memberikan pengaruh pada system dan fungsi normal tubuh. Pengaruh itu dapat berupa sesuatu yang diharapkan, misalnya efek terapetik obat (efek untuk penyembuhan penyakit atau menghilangkan gejala penyakit), atau pengaruh yang tidak diharapkan,seperti efek samping atau efek toksik. Melalui proses metabolism dan proses ekskresi tubuh mampu menghilangkan semua pengaruh yang timbul. Telah lama diketahui bahwa karena sifatnya yang suka lemak ada banyak xenobiotik tidak akan dikeluarkan dari dalam tubuh apabila tidak didahului proses perubahan struktur kimia melalui metabolism. Sebagai contoh, pentobarbital diperkirakan akan tinggal di dalam tubuh selama 100 tahun manakala tidak mengalami proses metabolism/biotransformasi.oleh karenanya metabolism memegang arti penting dalam proses eliminasi xenobiotik.

(10)

menghasilkan limbah metabolik.metabolisme xenobik bertujuan untuk mengeliminasi keberadaan xenobiotik di dalam tubuh. Dalam metabolism xenobiotik tidak pernah disertai produksi energi.

Xenobiotik di dalam tubuh dapat mengalami berbagai macam reaksi metabolism yang dapat di golongkan menjadi dua yaitu reaksi fase 1 dan reaksi fase 2. Reaksi fase 1 adalah non-sintetik,merupakan pembentukan gugus fungsional ataupun perubahan gugus fungsional yang sudah ada pada molekul xenobiotik. Reaksi non sintetik ini meliputi reaksi oksidasi,reduksi dan hidrolisis. Sebagai contoh hidroksilasi senyawa aromatic atau senyawa altik serta epoksidasi ikatan rangkap merupakan reaksi oksidasi pembentukan gugus fungsional. Sedangkan reaksi nitro,dealkilasi dan hidrolisis ester merupakan reaksi perubahan gugus fungsional yang sudah ada. Gugus fungsional di maksudkan untuk mengalami reaksi metabolic lanjutan berupa konjugasi dengan senyawa endogen atau berinteraksi dengan reseptor untuk menimbulkan efek. (Williams,2002). Reaksi oksidasi yang merupakan 90 % reaksi metabolism fase 1, dikatalis oleh system enzim mikrosomal.sistem enzim ini dikenal pula sebagai mixed function oxydase system (MFO)dengan sitokrom P450,suatu superfamily enzim hemoprotein,sebagai komponen utamanya (lewis et al.,1998)

Reaksi fase 2 merupakan reaksi sintetik atau konjugasi. Reaksi ini merupakan penggabungan antara molekul xenobiotik,atau metabolit yang terbentuk dari reaksi fase 1, pada gugus fungsionalnya dengan senyawa endogen. Reaksi sintetik meliputi reaksi glukuronidasi,sulfatasi,konjugasi dengan asam amino,asetilasi,konjugasi dengan glutation dan mtilasi. Reaksi fase 2 ini umumnya di katalisis oleh enzim-enzim sitosolik kecuali reaksi glukuronidasi.

(11)

membutuhkan 3’-fosfoadenosin-5’fosfosulfat (PAPS), pembentukan konjugat glutation(menjadi konjugat asam merkapturat(tioester) membutuhkan glutation tereduksi (GSH),sedang asilasi membutuhkan koenzim A. pada umumnya konjugasi dengan senyawa endogen berakibat hilangnya aktivitas biologis xenobiotik. Disamping tidak mempunyai aktivitas biologis semua hasil reaksi fase 2 adalah metabolit yang mudah terionisasi pada PH fisiologis,kecuali konjugat metil,sehingga lebih mudah larut di dalam air yang mengakibatkan mudah dikeluarkan dari dalam tubuh. Ada beberapa reaksi sintetikyang tidak umum yang hanya terjadi pada gugus senyawa tertentu, seperti pembentukan hidrazon pada biotransformasi m dan hidratasi epoksid membentuk dihidrodiol. Metabolit ini tidak terionisasi pada PH fisiologis (sheweita,2000).

Metabolisme xenobiotik dapat terjadi baik di dalam hepar maupun di jaringan-jaringan eksta hepatic seperti paru,ginjal dan mukosa saluran pencernaan.kapasitas metabolic tertinggi ada di hepar.paru,ginjal dan mukosa saluran pencernaan mempunyai kapasitas metabolic sedang dan kapasitas metabolic terendah terjadi di kulit,testis dan plasenta.

(12)

Insektisida malation dalam tubuh nyamuk mengalami desulfurasi oksidatif menjadi malaokson yang lebih toksik,sedangkan pada tubuh mamalia, senyawa ini akan mengalami hidolisis menjadi asam dikarboksilat kemudian terkonjugasi dengan glukuronat menghasilkan metabolic yang inaktif. Benzo(a)piren yang terhisap dari asap rokok berturut-turut akan terepoksidasi menjadi benzo(a)piren-epoksid,terhidrasi menjadi dihidrodiol,terkonjugasi dengan sulfat membentuk benzo(a)piren sulfat. Metabolit dihidrodiol yang terbentuk teroksidasi kembali menjadi senyawa reaktif dihidrodiol epoksid yang dipercaya mampu menginisiasi proses terjadinya kanker (karsinogenesis). Dihidrodiol epoksid ini kemudian terhidrasi menjadi tetrol atau tersusun ulang menjadi triol yang akan diekskresikan (Selkirk,1980;timbrell,1991).

Selama kapasitas tubuh(sel) tidak terlampaui maka semua matabolit yang terbentuk akan bersifat aman bagi kehidupan dan segera dikeluarkan dari dalam tubuh. Akan tetapi keadaan tersebut sering terlampaui, sebagai contoh, mengkonsumsi 20 tablet parasetamol sekaligus (setara dengan 1 gram parasetamol) dapat mengakibatkan kematian, karena kerusakan hepar (hepatotoksik) yang massif dan tak terbalikkan (irreversible). Seorang perokok berat dapat terkena kanker paru. Petani yang menyeprotkan pestisida organofosfat untuk membasmi hama tanaman tiba-tiba dapat keracunan.

2.4. METABOLISME XENOBIOTIK PADA LOGAM

(13)

Terdapat 2 fase metabolisme obat, yakni fase I dan II. Pada reaksi-reaksi ini, senyawa yang kurang polar akan dimodifikasi menjadi senyawa metabolit yang lebih polar. Proses ini dapat menyebabkan aktivasi atau inaktivasi senyawa obat.

REAKSI FASE I

Reaksi fase I, disebut juga reaksi nonsintetik, terjadi melalui reaksi-reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, siklikasi, dan desiklikasi. Reaksi oksidasi terjadi bila ada penambahan atom oksigen atau penghilangan hidrogen secara enzimatik. Biasanya reaksi oksidasi ini melibatkan sitokrom P450 monooksigenase (CYP), NADPH, dan oksigen. Obat-obat yang dimetabolisme menggunakan metode ini antara lain golongan fenotiazin, parasetamol, dan steroid.

Reaksi Oksidasi (Rx. Fase I)

sebagian besar terjadi di retikulum endoplasmik bisa juga dikatalis di sitosol atopun mitokondria - Reaksi Fase II

umumnya terjadi di sitosol, kecuali rx. Glukoronidasi - Jalur metabolisme obat dalam Hepar

Rx. Fase I = Rx fase non sintetik atau fungsionalisasi.

Membuat obat jadi lebih polar dengan memasukkan / menghilangkan gugus fungsional. meningkatkan aktifitas biologis

membentuk gugus yang reaktif terhadap enzim2 pada Rx. Fase II Rx. Oksidasi

- melibatkan oksigenase, monooksigenase, dioksigenase

(14)

Reaksi antara Xenobiotik dan seny. Endogen (As lemak, kolesterol, hormon steroid) dikatalisis Enzim Mikrosom Hepar, Mukosa Usus, dan jaringan lain.

- Monooksigenase : 1 atom oksigen dari O2 diikat pada xenobiotik, lalu direduksi jadi air. mengandung sitokrom P-450 dan P-448 (protein Hem). Istilah ini dipakai karena terjadi absorpsi kuat dari cahaya pada panjang gelombang 450 dan 448 nm setelah reduksi Na-ditionit dan penyeimbangan dengan CO.

- Dioksigenase : memasukkan dua atom oksigen dari O2 ke dalam xenobiotika. Rx. Oksidasi meliputi:

1. Hidroksilasi

Satu atom O berikatan dengan atom2 C, N, S dari molekul obat.

Katalis: enzim retikulum endoplasmik hepar (MFO = mixed function oxidases system) Melibatkan sitokrom P-450 dan reduktase-NADPH-sitokrom-C.

2. Desulfurasi

Penggantian atom S dengan O akibat adanya oksigen pada turunan tio (tio-urea, tiosemikarbon, organo-fosfor).

3. Dehalogenasi

membutuhkan oksigen molekular dan NADPH.

Misal pada Halotan (anestetik) mengalami deklorinasi oksidatif dan debrominasi untuk menghasilkan alkohol atau asam yang sesuai.

4. Pembentukan Oksida Ada dua macam:

a. Oksidasi

N-- Penambahan atom O pada NN--.

(15)

- Pada oksidasi metabolik amina akan menghasilkan: turunan Hidroksilamin untuk amina primer dan sekunder oksida amin untuk amina tersier

b. Oksidasi S-

- Pengikatan 1 ato 2 atom O pada sulfur (S)

- Mengubah bentuk Sulfur Alifatik ato Aromatik jadi Sulfoksida dan Sulfonat yang lebih polar dan lebih larut

5. Dealkilasi

Peniadaan radikal yang mula2 terikat pada atom oksigen, nitrogen, dan sulfur. Ada 3 macam: Dealkilasi N-, Dealkilasi O-, Dealkilasi S-

Rx. Reduksi

dibanding oksidasi, hanya memegang peranan kecil contoh:

Karbonil direduksi jadi alkohol enzim: alkohol dehidrogenase

Senyawa azo jadi amina primer melalui tahap antara hidrazo

enzim: NADPH-sitokrom P-450 reduktase, NADPH-sitokrom e-reduktase Rx. Hidrolisis

terdiri dari:

1. Hidrolisis ester dan amida oleh esterase (amidase)

- Hidrolisis ester lebih cenderung terjadi di plasma dibanding di hati karena plasma mengandung esterase yang lebih banyak

- Ester terlindung secara sterik, jadi proses hidrolisis berjalan lambat

(16)

karena itu ester dan amida kemungkinan besar di ekskresikan tanpa berubah dalam air kemih.

REAKSI FASE II

Reaksi fase II, disebut pula reaksi konjugasi, biasanya merupakan reaksi detoksikasi dan melibatkan gugus fungsional polar metabolit fase I, yakni gugus karboksil (-COOH), hidroksil (-OH), dan amino (NH2), yang terjadi melalui reaksi metilasi, asetilasi, sulfasi, dan glukoronidasi. Reaksi fase II akan meningkatkan berat molekul senyawa obat, dan menghasilkan produk yang tidak aktif. Hal ini merupakan kebalikan dari reaksi metabolisme obat pada fase I.

- Obat2 mengalami Deaktivasi dengan Rx. Konjugasi.

Konjugasi: Rx. biosintesis dengan penempelan Seny. Endogen (as. glukoronat, gugus sulfat, metil, asetil)

Untuk bisa konjugasi harus punya gugus aktif

Kalo gak punya gugus aktif ato obat sangat larut lipid, maka akan mengalami Biotransformasi (Rx. Fase I: oksidasi, reduksi, hidrolisis) lebih dulu.

- Glukoronidasi (Konjugasi dengan Glukoronat)

Koenzim antara (UDPGA : uridine diphosphoglucorinic acid) bereaksi dengan obat dengan bantuan enzim UDP-glukoronosil-transferase (UGT) untuk memindahkan glukoronida ke atom O pada alkohol, fenol, atau asam karboksilat; atau atom S pada senyawa tiol; atau atom N pada senyawa2 amina dan sulfonamida.

Secara skematis:

(17)

Reaksi antara Obat yang dah punya gugus Karboksilat dan dah diaktivasi koenzim-A dengan Seny. Endogen yang punya gugus amino

Konjugasi dengan Glutation (pembentukan Asam Merkapturat)

Epoksida atau aren oksida yang sangat reaktif bereaksi dengan Glutation, kemudian dimetabolisir lebih lanjut menjadi As. Merkapturat (non toksik)

2.5. MEKANISME KERJA OBAT FASE/NASIB OBAT DALAM TUBUH 1.FASE ABSORPSI

FAKTORNYA KELARUTAN OBAT: CAIR – PADAT

KEMAMPUANBERDIF.MELINTASIMEMB.SEL:KELARUTAN KADAR/KONSENTRASI: TINGGI – RENDAH

SIRKULASI DARAH: INTENSIF – KURANG INTENSI LUAS PERMUKAAN KONTAK OBAT

UKURAN PARTIKEL BENTUK SEDIAAN OBAT RUTE PEMBERIAN OBAT

2.FASE DISTRIBUSI : DIDIST.

ALIRAN DARAH, SIFAT FISIKOKIMIAWI OBAT, IKATAN DG. PROTEIN PLASMA

3. FASE PENGIKATAN OBAT: TERJADI EFEK FARMAKOLOGIS

4.FASE ELIMINASI/METABOLISME EKSKRESI DALAM BENTUK UTUH ATAU DIMETABOLISME MOLEKUL DIBUAT LEBIH POLAR, IK.

PROTEIN LEBIH KECIL,

(18)

2.5.1. DESKRIPSI SIFAT KERJA OBAT

Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Sebuah obat tidak menciptakan suatu fungsi di dalam jaringan tubuh atau organ, tetapi mengubah fungsi fisiologis. Obat dapat melindungi sel dari pengaruh agents kimia lain, meningkatkan fungsi sel, atau mempercepat atau memperlambat proses kerja sel. Obat dapat menggantikan zat tubuh yang hilang (contoh, insulin, hormon tiroid, atau estrogen).

2.5.2. MEKANISME KERJA OBAT

Obat menghasilkan kerja dengan mengubah cairan tubuh atau membran sel atau dengan beinteraksi dengan tempat reseptor. Jel aluminium hidroksida obat mengubah zat kimia suatu cairan tubuh (khususnya dengan menetralisasi kadar asam lambung). Obat-obatan, misalnya gas anestsi mum, beinteraksi dengan membran sel. Setelah sifat sel berubah, obat mengeluarkan pengaruhnya. Mekanisme kerja obat yang paling umum ialah terikat pada tempat reseptor sel. Reseptor melokalisasi efek obat. Tempat reseptor berinteraksi dengan obat karena memiliki bentuk kimia yang sama. Obat dan reseptor saling berikatan seperti gembok dan kuncinya. Ketika obat dan reseptor saling berikatan, efek terapeutik dirasakan. Setiap jaringan atau sel dalam tubuh memiliki kelompok reseptor yang unik. Misalnya, reseptor pada sel jantung berespons pada preparat digitalis.

(19)

1. A. Fase Farmasetik (Disolusi)

Sekitar 80% obat diberikan melaui mulut; oleh karena itu, farmasetik(disolusi) adalah fase pertama dari kerja obat. Dalam saluran gastrointestinal, obat-obat perlu dilarutkan agar dapat diabsorsi. Obat dalam bentuk padat (tablet atau pil) harus didisintegrasi menjadi partikel-partikel kecil supaya dapat larut ke dalam cairan, dan proses ini dikenal sebagai disolusi.

Tidak 100% dari sebuah tablet merupakan obat. Ada bahan pengisi dan pelembam yang dicampurkan dalam pembuatan obat sehingga obat dapat mempunyai ukuran tertentu dan mempercepat disolusi obat tersebut. Beberapa tambahan dalam obat sperti ion kalium (K)dan natrium (Na)dalam kalium penisilin dan natrium penisilin, meningkatkan penyerapan dari obat tersebut. Penisilin sangat buruk diabsorbsi dalam saluran gastrointestinal, karena adanya asam lambung. Dengan penambahan kalium atau natrium ke dalam penisilin, maka obat lebih banyak diabsorbsi.

(20)

Obat-obat dengan enteric-coated,EC (selaput enterik) tidak dapat disintegrasi oleh asam lambung, sehingga disintegrasinya baru terjadi jika berada dalam suasana basa di dalam usus halus. Tablet anti coated dapat bertahan di dalam lambung untuk jangka waktu lama; sehingga, oleh karenanya obat-obat demikian kurang efektif atau efek mulanya menjadi lambat.

Makanan dalam saluran gastrointestinal dapat menggaggu pengenceran dan absorpsi obat-obat tertentu. Beberapa obat mengiritasi mukosa lambung, sehingga cairan atau makanan diperluan untuk mengencerkan konsentrasi obat.

1. B. Fase Farmakokinetik

Farmakokinetik adalah ilmu tentang cara obat masuk ke dalam tubuh, mencapai tempat kerjanya, dimetabolisme, dan keluar dari tubuh. Dokter dan perawat menggunakan pengetahuan farmakokinetiknya ketika memberikan obat, memilih rute pemberian obat, menilai resiko perubahan keja obat, dan mengobservasi respons klien.Empat proses yang termasuk di dalamnya adalah : absorpsi, distribusi, metabolism (biotransformasi), dan ekskresi(eliminasi).

1. Absorpsi

Absorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat dari konsentrasi tinggi dari saluran gastrointestinal ke dalam cairan tubuh melalui absorpsipasif, absorpsi aktif, rinositosis atau pinositosis.

(21)

melawan konsentrasi. Pinositosis berarti membawa obat menembus membran dengan proses menelan.

Absorpsi obat dipengaruhi oleh aliran darah, nyeri, stress, kelaparan, makanan dan pH. Sirkulasi yang buruk akibat syok, obat-obat vasokonstriktor, atau penyakit yang merintangi absorpsi. Rasa nyeri, stress, dan makanan yang padat, pedas, dan berlemak dapat memperlambat masa pengosongan lambung, sehingga obat lebih lama berada di dalam lambung. Latihan dapat mengurangi aliran darah dengan mengalihkan darah lebih banyak mengalir ke otot, sehingga menurunkan sirkulasi ke saluran gastrointestinal.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi absorpsi obat antara lain rute pemberian obat, daya larut obat, dan kondisi di tempat absorpsi.

Setiap rute pemberian obat memiliki pengaruh yang berbeda pada absorpsi obat, bergantung pada struktur fisik jaringan. Kulit relatif tidak dapat ditembus zat kimia, sehingga absorpsi menjadi lambat. Membran mukosa dan saluran nafas mempercepat absorpsi akibat vaskularitas yang tinggi pada mukosa dan permukaan kapiler-alveolar. Karena obat yang diberikan per oral harus melewati sistem pencernaan untuk diabsorpsi, kecepatan absorpsi secara keseluruhan melambat. Injeksi intravena menghasilkan absorpsi yang paling cepat karena dengan rute ini obat dengan cepat masuk ke dalam sirkulasi sistemik.

(22)

Kondisi di tempat absorpsi mempengaruhi kemudahan obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Apabila kulit tergoles, obat topikal lebih mudah diabsorpsi. Obat topikal yang biasanya diprogamkan untuk memperoleh efek lokal dapat menimbulkan reaksi yang serius ketika diabsorpsi melalui lapisan kulit. Adanya edema pada membran mukosa memperlambat absorpsi obat karena obat membutuhkan waktu yang lama untuk berdifusi ke dalam pembuluh darah. Absorpsi obat parenteral yang diberikan bergantung pada suplai darah dalam jaringan.Sebelum memberikan sebuah obat melalui injeksi, perawat harus mengkaji adanya faktor lokal, misalnya; edema, memar, atau jaringan perut bekas luka, yang dapat menurunkan absorpsi obat. Karena otot memiliki suplai darah yang lebih banyak daripada jaringan subkutan (SC), obat yang diberikan per intramuskular (melalui otot) diabsorpsi lebih cepat daripada obat yang disuntikan per subkutan. Pada beberapa kasus, absorpsi subkutan yang lambat lebih dipilih karena menghasilkan efek yang dapat bertahan lama. Apabila perfusi jaringan klien buruk, misalnya pada kasus syok sirkulasi, rute pemberian obat yang terbaik ialah melalui intravena. Pemberian obat intravena menghasilkan absorpsi yang paling cepat dan dapat diandalkan.

(23)

Rute pemberian obat diprogramkan oleh pemberi perawatan kesehatan. Perawat dapat meminta obat diberikan dalam cara atau bentuk yang berbeda, berdasarkan pengkajian fisik klien. Contoh, bila klien tidak dapat menelan tablet maka perawat akan meminta obat dalam bentuk eliksir atau sirup. Pengetahuan tentang faktor yang dapat mengubah atau menurunkan absorpsi obat membantu perawat melakukan pemberian obat dengan benar. Makanan di dalam saluran cerna dapat mempengaruhi pH, motilitas, dan pengangkuan obat ke dalam saluran cerna. Kecepatan dan luas absorpsi juga dapat dipengaruhi oleh makanan. Perawat harus mengetahui implikasi keperawatan untuk setiap obat yang diberikan. Contohnya, obat seperti aspirin, zat besi, dan fenitoin, natrium (Dilantin) mengiritasi saluran cerna dan harus diberikan bersama makanan atau segera setelah makan. Bagaimanapun makanan dapat mempengaruhi absorpsi obat, misalnya kloksasilin natrium dan penisilin. Oleh karena itu, obat-obatan tersebut harus diberikan satu sampai dua jam sebelum makan atau dua sampai tiga jam setelah makan. Sebelum memberikan obat, perawat harus memeriksa buku obat keperawatan, informasi obat, atau berkonsultasi dengan apoteker rumah sakit mengenai interaksi obat dan nutrien.

1. Distribusi

Distribusi adalah proses di mana obat menjadi berada dalam cairan tubuh dan jaringan tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah (dinamika sirkulasi), afinitas (kekuatan penggabungan) terhadap jaringan, berat dan komposisi badan, dan efek pengikatan dengan protein.

(24)

Obat lebih mudah keluar dari ruang interstial ke dalam ruang intravaskuler daripada di antara kompartemen tubuh. Pembuluh darah dapat ditembus oleh kebanyakan zat yang dapat larut, kecuali oleh partikel obat yang besar atau berikatan dengan protein serum. Konsentrasi sebuah obat pada sebuah tempat tertentu bergantung pada jumlah pembuluh darah dalam jaringan, tingkat vasodilasi atau vasokonstriksi lokal, dan kecepatan aliran darah ke sebuah jaringan. Latihan fisik, udara yang hangat, dan badan yang menggigil mengubah sirkulasi lokal. Contoh, jika klien melakukan kompres hangat pada tempat suntikan intramuskular, akan terjadi vasodilatasi yang meningkatkan distribusi obat.

Membran biologis berfungsi sebagai barier terhadap perjalanan obat. Barier darah-otak hanya dapat ditembus oleh obat larut lemak yang masuk ke dalam otak dan cairan serebrospinal. Infeksi sistem saraf pusat perlu ditangani dengan antibiotik yang langsung disuntikkan ke ruang subaraknoid di medula spinalis. Klien lansia dapat menderita efek samping (misalnya konfusi) akibat perubahan permeabilitas barier darah-otak karena masuknya obat larut lemak ke dalam otak lebih mudah. Membran plasenta merupakan barier yang tidak selektif terhadap obat. Agens yang larut dalam lemak dan tidak larut dalam lemak dapat menembus plasenta dan membuat janin mengalami deformitas (kelainan bentuk), depresi pernafasan, dan pada kasus penyalahgunaan narkotik, gejala putus zat. Wanita perlu mengetahui bahaya penggunaan obat selama masa hamil.

1. Berat dan Komposisi Badan

(25)

jumlah cairan tubuh berkurang, sehingga obat yang dapat larut dalam air tidak didistribusikan dengan baik dan konsentrasinya meningkat di dalam darah klien lansia. Peningkatan persentase leak tubuh secara umum ditemukan pada klien lansia, membuat kerja obat menjadi lebih lama karena distribusi obat di dalam tubuh lebih lambat. Semakin kecil berat badan klien, semakin besar konsentrasi obat di dalam cairan tubuhnya, dan dan efek obat yang dihasilkan makin kuat. Lansia mengalami penurunan massa jaringan tubuh dan tinggi badan dan seringkali memerlukan dosis obat yang lebih rendah daripada klien yang lebih muda.

1. Ikatan Protein

Ketika obat didistribusikan di dalam plasma kebanyakan berikatan dengan protein (terutama albumin). Dalam derajat (persentase) yang berbeda-beda. Salah satu contoh obat yang berikatan tinggi dengan protein adalah diazeipam (valium) yaitu 98% berikatan dengan protein. Aspirin 49% berikatan dengan protein dan termasuk obat yang berikatan sedang dengan protein. Bagian obat yang berikatan bersifat inaktif,dan bagian obat selebihnya yanhg tidak berikatan dapat bekerja bebas. Hanya obat-obat yang bebas atau yang tidak berikatan dengan proteinyang bersifat aktif dan dapat menimbulkan respon farmakologik. Kadar protein yang rendah menurunkan jumlah tempat pengikatan dengan protein, sehingga meningkatkan jumlah obat bebas dalam plasma. Dengan demikian dalam hal ini dapat terjadi kelebihan dosis, karena dosis obat yang diresepkan dibuat berdasarkan persentase di mana obat itu berikatan dengan protein.

(26)

obat yang diberikan akibat hal ini dapat mengancam nyawa.Abses, aksudat, kelenjar dan tumor juga menggangu distribusi obat, antibiotika tidak dapat didistribusi dengan baik pada tempat abses dan eksudat. Selain itu, beberapa obat dapat menumpuk dalam jaringan tertentu, seperti lemak, tulang, hati, mata dan otot.

1. Metabolisme Atau Biotransformasi

Hati merupakan tempat utama untuk metabolisme. Kebanyakan obat diinaktifkan oleh enzim-enzim hati dan kemudian diubah menjadi metabolit inaktif atau zat yang larut dalam air untuk diekskresikan. Tetapi, beberapa obat ditransformasikan menjadi metabolit aktif, menyebabkan peningkatan respons farmakologik, penyakit-penyakit hati, seperti sirosis dan hepatitis, mempengaruhi metabolisme obat.

Waktu paruh, dilambangkan dengan t ½, dari suatu obat adalah waktu yang dibutuhkan oleh separuh konsentrasi obat untuk dieliminasi, metabolisme dan eliminasi mempengaruhi waktu paruh obat, contohnya, pada kelainan fungsi hati atau ginjal, waktu paruh obat menjadi lebih panjang dan lebih sedikit obat dimetabolisasi dan dieliminasi. Jika suatu obat diberikan terus – menerus, maka dapat terjadi penumpukan obat.

(27)

waktu paruh obat juga dibicarakan dalam bagian berikut mengenai farmakodinamik, karena proses farmakodinamik berkaitan dengan kerja obat.

1. EkskresiAtau Eliminasi

Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi empedu, feses, paru- paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas yang tidak berkaitan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal. Sekali obat dilepaskan bebas dan akhirnya akan diekskresikan melalui urin.

pH urin mempengaruhi ekskresi obat. pH urin bervariasi dari 4,5 sampai 8. Urin yang asam meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah. Aspirin, suatu asam lemah, diekskresi dengan cepat dalam urin yang basa. Jika seseorang meminum aspirin dalam dosis berlebih, natrium bikarbonat dapat diberikan untuk mengubah pH urin menjadi basa. Juice cranberry dalam jumlah yang banyak dapat menurunkan pH urin, sehingga terbentuk urin yang asam.

1. C. Fase Farmakodinamik

(28)

diinginkan jika sedang mengendarai mobil, tetapi pada saat tidur, dapat menjadi diinginkan karena menimbulkan sedasi ringan.

2.5.3. MULA, PUNCAK, DAN LAMA KERJA OBAT

Mula kerja dimulai pada waktu obat memasuki plasma dan berakhir sampai konsentrasi efektif minimum ( MEC = minimum effective concertration ). Puncak kerja terjadi pada saat obat mencapai konsentrasi tertinggi dalam darah atau plasma. Lama kerja adalah lamanya obat mempunyai efek farmakologis. Beberapa obat menghasilkan efek dalam beberapa menit, tetapi yang lain dapat memakan waktu beberapa hari atau jam. Kurva respons-waktu menilai tiga parameter dari kerja obat; mula kerja obat, puncak kerja, dan lama kerja.

Perlu untuk memahami hubungan antara respons-waktu dengan pemberian obat, jika kadar obat dalam plasma atau serum menurun dibawah ambang atau MEC, maka ini berarti dosis obat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan toksisitas.

2.5.4. TEORI RESEPTOR

(29)

Reseptor-reseptor kolinergik terdapat dikandung kemih, jantung, pembuluh darah, paru-paru, dan mata.

Sebuah obat yang merangsang atau menghambat reseptor-reseptor koligernik akan bekerja pada semua letak anatomis, obat-obat yang bekerja pada berbagai tempat seperti itu dianggap sebagai nonspesifik atau memiliki nonspesifitas. Betanekol dapat diresepkan utuk retensi urin pascabedah untuk meningkatkan kontraksi kandung kemih. Karena betanekol mempengaruhi reseptor koligernik, maka tempat koligernik lain ikut terpengaruh denyut jantung menurun, tekanan darah menurun, sekresi asam lambung meingkat, bronkiolus menyempit, dan pupil mata mengecil. Efek – efek lain ini mungkin diinginkan mungkin juga tidak, dan mungkin berbahaya atau mungkin juga tidak berbahaya bagi pasien. Obat-obat yang menimbulkan berbagai respons di seluruh tubuh ini memiliki respons yang nonspesifik. Obat-obat juga dapat bekerja pada reseptor-reseptor yang berbeda. Obat-obat yang mempengaruhi berbagai reseptor yang berbeda. Obat-obat yang mempengaruhi berbagai reseptor disebut nonselektif atau memiliki nonselektifitas. Obat-obat yang menghasilkan respons tetapi tidak bekerja pada reseptor dapat berfungsi dengan merangsang aktivitas enzim atau produksi hormon.

(30)

Obat-obat juga dapat bekerja melalui mekanisme iritasi laksatif dapat mengiritasi dinding kolon bagian dalam, sehingga meningkatkan peristaltik dan defekasi..

Kerja obat dapat berlangsung beberapa jam, hari, minggu, atau bulan. Lama kerja tergantung dari waktu paruh obat, jadi waktu paruh merupakan pedoman yang penting untuk menentukan pedoman yang penting untuk menentukan interval dosis obat. Obat-obat dalam waktu paruh pendek, seperti penisilin G ( t 1/2 –nya 2 jam ), diberikan beberapa kali sehari, obat-obat dengan waktu paruh panjang, seperti digoksin (36jam), diberikan sekali sehari, jika sebuah obat dengan waktu paruh panjang diberikan dua kali atau lebih dalam sehari, maka terjadi penimbunan obat didalam tubuh dan mungkin dapat menimbulkan toksitas obat, jika terjadi gangguan hati atau ginjal, maka waktu paruh obat akan meningkat. Dalam hal ini, dosis obat yang tinggi atau seringnya pemberian obat dapat menimbulkan toksisitas obat.

2.5.5. KADAR PUNCAK DAN KADAR TERENDAH OBAT

Kadar puncak obata dalah konsentrasi plasma tertinggi dari sebuah obat pada waktu tertentu. Jika obat diberikan secara oral, waktu puncaknya mungkin 1 sampai 3 jam setelah pemberian obat, tetapi jika obat diberikan secara intravena, kadar puncaknya mungkin dicapai dalam 10 menit. Sampel darah harus diambil pada waktu puncak yang dianjurkan sesuai dengan rute pemberian.

(31)

yang sempit dan dianggap toksik, seperti amininoglokosida (antibiotika). Jika kadar terendah terlalu tinggi, maka toksisitas akan terjadi.

2.5.6. DOSIS PEMBEBANAN

Jika ingin didapatkan efek obat segera, maka dosis awal yang besar, dikenal sebagai dosis pembebanan, dari obat tersebut diberikan untuk mencapai MEC yang cepat dalam plasma. Setelah dosis awal yang besar, maka diberikaan dosis sesuai dengan resep per hari. Diagksin, suatu preparat digitalis, membutuhkan dosis pembebanan pada saat pertama kali diresepkan. Digitalis adalah istilah yang dipakai untuk mencapai kadar MEC untuk digoksin dalam plasma dalam waktu yang singkat.

Karena struktur kimia dan kerja fisiologisnya, sebuah obat dapat menghasilkan lebih dari satu efek.

1. Efek terapeutik

Merupakan respon fisiologis obat yang diharapkan atau yang diperkirakan timbul. Setiap obat yang diprogramkan memiliki efek terapeutik yang diinginkan. Contoh, perawat memberi kodein fosfat untuk menciptakan efek analgesik dan memberi teofilin untuk medilatasi bronkiolus pernapasan yang menyempit. Pengobatan tunggal dapat menghasilkan banyak efek yang terapeutik. Contoh, aspirin berfungsi sebagai analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi, dan menurunkan agregasi (gumpalan) trombosit.

1. Efek Samping

(32)

tersebut. Dalam beberapa masalah kesehatan, efek samping dapat diinginkan, seperti dryl diberikan sebelum tidur. Efek sampingnya berupa rasa kantuk menjadi menguntungkan. Efek toksik atau toksitas suatu obat dapat diidenfikasi melalui pantauan batas terapeutik obat tersebut dalam plasma (serum). Tetapi untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik yang lebar, batas terapeutik jarang di berikan. Untuk obat-obat yang mempunyai batas terapeutik sempit maka batas terapeutik dipantau dengan ketat.

1. Reaksi Merugikan

Pada saat-saat tertentu, reaksi merugikandanefek samping kadang-kadang dipakai bergantian. Reaksi yang merugikan adalah batas efek yang tidak diinginkan dari obat-obat yang mengakibatkan efek samping ringan sampai berat, termasuk anafifaksis (kolaps radiovaskuler). Reaksi yang merugikan selalu tidak diinginkan.

1. Efek Toksik

Efek toksik atau toksitas suatu obat dapat diidenfikasi melalui pantauan batas terapeutik obat tersebut dalam plasma (serum). Tetapi untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik yang lebar, batas terapeutik jarang di berikan. Untuk obat-obat yang mempunyai batas terapeutik sempit maka batas terapeutik dipantau dengan ketat.

1. Reaksi Idiosinkratik

(33)

Benadryl) menjadi sangat gelisah atau sangat gembira, bukan mengantuk. Adalah tidak mungkin memperkirakan klien mana yang akan mengalami respon idiosinkratik.

1. Reaksi Alergi

Merupakan respon lain yang tidak dapat diperkirakan terhadap obat. Dari seluruh reaksi obat, 5% sampai 10% merupakan reaksi alergi. Kekebalan tubuh seseorang dapat tersensitisasi terhadap dosis awal obat. Apabila obat diberikan secara berulang kepada klien, ia akan mengalami respon alergi terhadap obat, zat pengawet obat, atau metabolitnya. Dalam hal ini, obat atau zat kimia bekerja sebagai antigen, memicu pelepasan antibodi. Alergi obat dapat bersifat ringan atau berat. Gejala alergi bervariasi, bergantung pada individu dan obat. Contoh, antibiotik dapat menimbulkan banyak reaksi alergi. Gejala alergi yang umum timbul dirangkum pada Tabel 35-4. Reaksi yang berat atau reaksi anafilaksis ditandai oleh konstriksi (pengecilan) otot bronkiolus, edema faring dan laring, mengi berat, dan sesak napas.

Tabel 35-4 : Reaksi Alergi Ringan

Gejala Deskripsi

Urtikaria

Erupsi kulit yang bentuknya tidak beraturan, meninggi, ukuran dan bentuk bervariasi; erupsi memilki batas berwarna merah dan bagian tengahnya berwarna pucat

Vesikel kecil dan meninggi yang biasanya berwarna merah; seringkali tersebar di seluruh tubuh

Pruritus Gatal-gatal pada kulit, kebanyakan timbul bersama ruam

Rhinitis Inflamasi lapisan memberan mukosa hidung; menimbulkan bengkak dan penegeluaran rabas encer dan berair

(34)

obat tersebut, dan setelah sadar klien harus mengenakan gelang atau kalung identifikasi, sehingga perawat dan dokter dapat mengetahui klien tersebut alergi terhadap obat tertentu.

1. Toleransi Terhadap Obat

Beberapa klien yang menerima obat dalam jangka waktu lama memerlukan dosis yang lebih tinggi untuk memperolah efek yang sama. Seringkali dosis obat yang diberikan kepada klien harus ditingkatkan untuk memperoleh efek yang sama.

1. Interaksi Obat

Interaksi obat terjadi apabila suatu obat memodifikasi obat yang lain. Umumnya terjadi pada individu yang menggunakan beberapa obat. Sebuah obat dapat menguatkan atau menghilangkan kerja obat lain dan dapat mengubah absorpsi, metabolism atau pembuangan obat tersebut dari tubuh.

Obat dapat memilki efej sinergis atau adiktif apabila dua obat diberikan secara bersamaan. Efek sinergis membuat kerja fisiologis kombinasi kedua obat tersebut lebih besar daripada efek obat bila diberikan secara terpisah. Alcohol adalah depresan susunan saraf pusat yang memilki efek sinergis pada antihistamin, antidepresan, barbiturate, dan analgesic narkotik.

(35)

1. Respon Dosis Obat

Setelah perawat memberi obat, kemudian obat diabsorpsi, didistribusi, dimetabolisasi, dan dieksresi. Semua obat memerlukan waktu yang lama untuk masuk ke dalam aliran darah, kecuali obat yang diberikan secara intravena. Jumlah dan distribusi obat pada kompartemen tubuh yang berbeda berubah secara konstan.

Tujuan suatu obat diprogram ialah untuk mencapai kadar darah yang konstan dalam rentang terapeutik yang aman. Dosis berulang diperlukan utnuk mencapai konsentrasi terapeutik konstan suatu obat karena sebagian obat selalu dibuang (dieksresi). Ketika absorpsi berhenti, hanya metabolism, ekskresi, dan distribusi yang berlanjut. Konsentrasi serum tertinggi obat (konsentrasi puncak) biasanya dicapai sesaat sebelum obat terakhir diabsorpsi. Setelah mencapai puncak, konsentrasi serum turun bertahap. Pada penginfusan obat intravena, konsentrasi puncak dicapai dengan cepat tetapi kadar serum juga mulai turun dengan cepat.

Semua obat memilki waktu paruh serum, yakni waktu yang diperlukan proses ekskresi untuk menurunkan konsentrasi serum sampai setengahnya. Untuk mempertahankan Plateau yang terapeutik, klien harus mendapatkan dosis yang tepat dan teratur. Setelah dosis awal diberikan, klien menerima dosis setiap obat berikutnya ketika dosis sebelumnya mnecapai waktu paruhnya. Dengan cara ini, konsentrasi terapeutik obat yang hamper stabil dapat dipertahankan.

(36)

1. Awitan kerja obat. Waktu ytang dibutuhkan obat sampai suatu respon muncul setelah obat diberikan.

2. Kerja puncak obat. Waktu yang dibutuhkan obat sampai konsentrasi efektif tertinggi dicapai.

3. Durasi kerja obat. Lama waktu obat bterdapat dalam konsentrasi yang cukup besar untuk menghasilkan suatu respon.

4. Plateau. Konsentrasi serum darah dicapai dan dipertahankan setelah dosis obat yang sama kmebali diberikan.

Cara ideal yang digunakan untuk mempertahankan kadar obat yang terapeutik ialah melakukan penginfusan intravena secara kontinu. Cara ini mengeliminasi efek fluktuasi pemberian dosis secara intermiten.

2.6.RESPON TERHADAP METABOLISME XENOBIOTIK

Respon metabolisme xenobiotik dapat menguntungkan karena metabolit yang dihasilkan menjadi zat yang polar sehingga dapat diekskresi keluar tubuh

Respon metabolisme xenobiotik dapat merugikan karena: - Berikatan dengan makromolekul dan menyebabkan cidera sel - Berikatan dengan makromolekul menjadi hapten → merangsang pembentukan antibodi dan menyebakan reaksi hipersensitivitas yang berakibat cidera sel

- Berikatan dengan makromolekul menjadi zat mutan yang menyebakan timbulnya sel kanker

(37)

farmakologik, toksik, imunologik, dan karsinagenik. Jika xenobiotik tersebut berada dalam bentuk obat, reaksi fase 1 dapat mengubahnya kedalam bentuk aktif atau mungkin mengurangi atau menghilangkan efek obat tersebut, jika xenobiotik itu sudah aktif secara farmakologik tanpa perlu dimetabolisme sebelumnya. Berbagai efek yang ditimbulkan oleh obat merupakan bidang studi farmakologi; di sini penting disadari bahwa obat bekerja terutama melalui mekanisme biokimiawi. Beberapa reaksi obat penting akibat bentuk mutan atau polimorfik enzim atau protein.

Enzim atau protein yang terkena Reaksi atau konsekuensi Glukosa 6-fosfat Dehidrogenase (G6PD)(mutasi) (MIM 305900) Anemia hemolitik setelah menelan obat, misalnya primakuin. Kanal pengeluaran Ca2+ (Reseptor reanodin) di retikulum sarkoplasma (mutasi)(MIM 180901) Hipertermia maligna (MIM 145600) setelah pemberian obat anestesi tertenti (misalnya halatan)CYP2D6 (Polimorfisme) (MIM 124030) Melambatnya metabolisme obat tertentu (misalnya debrisakuin) sehingga terjadi penimbunan obat tersebut CYP2A6 (Polimerfisme) (MIM 122720) Gangguan metabolisme nikotin, yang melindungi seorang dari kemungkinan menjadi perokok dependen Yang mencerminkan perbedaan genetik dalam struktur enzim dan protein di antara individu bagian bidang studi yang dikenal debagai farmakogenetika.

(38)

Pertama, adalah jejas sel (sitotoksisitas), yang dapat cukup parah sehingga mematikan sel. Terdapat banyak mekanisme yang digunakan oleh xenobiotik untuk mencederai sel salah satu yang dibahas di sini adalah pengikatan secara kovalen spesies reaktif xenobiotik, yang dihasilkan oleh metabolisme pada makromolekul sel. Makromolekul sel sasaran tersebut DNA, RNA, dan protein. Jika makromolekul tempat xenobiotik reaktif terikat ini esensial bagi kelangsungan hidup jangka pendek, misalnya protein atau enzim yang perperan penting dalam suatu fungsi sel, seperti fosforilasi oksidatif atau regulasi permeabilitas membran plasma, efek yang kuat terhadap fungsi sel dapat cepat terlihat.

Kedua, spesies reaktif suatu xenobiotik dapat berikatan dengan protein dan mengubah antigenisitasnya. Xenobiotik ini dikatakan berfungsi sebagai hapten, yi, molekul kecil yang tidak merangsang penbentukan antibodi dengan sendirinya, tetapi akan berikatan dengan antibodi jika telah terbentuk. Antibodi yang terbentuk kemudian dapat merusak sel melalui beberapa mekanisme imunologis yang sangat mengganggu proses biokimiawi normal sel. Ketiga, reaksi spesies aktif karsinogen kimiawi dengan DNA diperkirakan sangat penting dalam proses karsinogenesis kimiawi. Beberapa bahan kimia (misal benzo[α]piren) perlu diaktifkan oleh monooksigenase di retikulum endoplasma agar menjadi karsinogenik (sehingga disebut karsinogen tak langsung). Karena itu, aktivitas monooksigenase dan enzim-enzim lain yang memetabolisme xenobiotik dapat membantu menentukan apakah senyawa tersebut menjadi karsinogenik atau “terdetoksifikasi”. Bahan kimia lain (misal berbagai bahan pengalkil) dapat bereaksi langsung (karsinogen langsung) dengan DNA tanpa mengalami aktivitas kimiawi di dalam sel.

(39)

mutagenik atau karsinogenik atau keduannya. Epoksida hidrolase seperti sitokrom P450 yang juga terdapat di mambran retikulum endoplasma, bekerja pada senyawa ini dan mengubahnya menjadi dihidrodiol yang jauh kurang reaktif.

http://udarajunior.blogspot.com/2012/02/xenobiotik.html

2.6.1. Metabolik Detoksifikasi

Detoksifikasi ("detoks") memiliki konotasi yang luas mulai dari spiritual ke ilmiah, dan telah digunakan untuk menggambarkan praktik dan protokol yang mencakup kedua pelengkap (puasa, pembersihan kolon) dan konvensional (chelation atau terapi antitoksin) sekolah pemikiran medis - serta beberapa yang mendorong batas-batas masuk akal ilmiah (seperti detoksifikasi kaki ion).

Dalam konteks biokimia manusia (dan protokol ini), detoksifikasi dapat digambarkan dengan presisi lebih banyak, di sini mengacu pada jalur metabolisme yang spesifik, aktif di seluruh tubuh manusia, yang memproses bahan kimia yang tidak diinginkan untuk eliminasi. Jalur ini (yang akan disebut sebagai detoksifikasi metabolisme) melibatkan serangkaian reaksi enzimatik yang menetralisir dan melarutkan racun, dan membawa mereka ke organ sekretorik (seperti hati atau ginjal), sehingga mereka dapat dikeluarkan dari tubuh. Jenis detoksifikasi kadang-kadang disebut metabolisme xenobiotik, karena itu adalah mekanisme utama untuk membersihkan tubuh dari xenobiotik (bahan kimia asing), namun, reaksi detoksifikasi sering digunakan untuk menyiapkan endobiotics tidak dibutuhkan (endogen diproduksi kimia) untuk ekskresi dari tubuh.

(40)

pusat keseimbangan homeostatis dalam tubuh. Protokol ini menggambarkan pendekatan gizi untuk optimasi umum detoksifikasi metabolisme, melainkan dirancang untuk memberikan dasar untuk fungsi yang tepat dari sistem kritis. Masalah kesehatan tertentu mungkin memerlukan tambahan detoksifikasi "intervensi" protokol (seperti detoksifikasi logam berat, atau alkohol-induced pencegahan mabuk).

Toksin dan Paparan racun Racun adalah senyawa beracun yang dihasilkan oleh organisme hidup, kadang-kadang "biotoxin" digunakan untuk menekankan asal-usul biologis dari senyawa. Senyawa kimia buatan manusia dengan potensi beracun yang toxicants lebih tepat disebut. Racun dan toxicants dapat menimbulkan efek samping terhadap kesehatan dalam beberapa cara. Beberapa luas bertindak sebagai mutagen atau karsinogen (menyebabkan kerusakan DNA atau mutasi, yang dapat menyebabkan kanker), yang lain bisa mengganggu jalur metabolik tertentu (yang dapat menyebabkan disfungsi sistem biologi tertentu seperti sistem saraf, hati, atau ginjal).

Diet merupakan sumber utama dari paparan racun. Racun dapat menemukan jalan mereka ke dalam makanan oleh beberapa rute, terutama kontaminasi oleh mikroorganisme, buatan manusia toxicants (termasuk pestisida, residu dari pengolahan makanan, obat resep, dan limbah industri), atau lebih jarang, kontaminasi oleh racun dari lainnya "Makanan non-"Tanaman sources.1, 2 Beberapa logam berat beracun (memimpin, merkuri, kadmium, kromium), sementara tidak" buatan manusia, "telah dirilis / didistribusikan ke lingkungan pada tingkat yang berpotensi berbahaya oleh manusia, dan dapat menemukan mereka jalan ke diet juga. Racun mikroba, disekresikan oleh bakteri dan jamur, dapat tertelan bersama dengan makanan yang terkontaminasi atau tidak benar dipersiapkan.

(41)

nitrogen yang mengandung senyawa dalam daging dan produk sereal ke dalam benzopyrene mutagen kuat dan akrilamida, masing-masing. Ikan asap dan keju mengandung prekursor terhadap racun yang disebut N-nitroso senyawa (NOC), yang menjadi mutagenik ketika dimetabolisme oleh bakteri kolon.

Di luar dari eksposur, diet pernafasan untuk senyawa organik volatil (VOC) adalah risiko umum yang telah dikaitkan dengan beberapa efek yang merugikan kesehatan, termasuk kerusakan ginjal, masalah imunologi, ketidakseimbangan hormonal, kelainan darah, dan tingkat peningkatan asma dan bronchitis.4

Salah satu sumber terbesar dari non-makanan paparan racun adalah udara di home.5 Bahan bangunan (seperti penutup lantai dan dinding, papan partikel, perekat, dan cat) dapat "off-gas" melepaskan beberapa toxicants yang dapat dideteksi di humans.6 Misalnya, turunan benzena beracun yang biasa digunakan dalam desinfektan dan pengharum terdeteksi pada 98% orang dewasa dalam (EPA) "TIM" Badan Perlindungan Lingkungan study.7 Dalam studi lain EPA, tiga pelarut beracun tambahan hadir di 100 persen dari sampel jaringan manusia diuji di seluruh country.8

(42)

Karpet juga menjebak racun lingkungan, yang "Non-Pestisida Kerja Exposure Study" (nopes) menemukan rata-rata 12 residu pestisida per karpet sampel, dan menetapkan bahwa rute eksposur kemungkinan menyediakan bayi dan balita dengan hampir semua non-diet eksposur mereka ke DDT pestisida terkenal, aldrin, atrazine, dan carbaryl.12 Menghindari racun / paparan racun

Meskipun tidak mungkin untuk sepenuhnya menghilangkan toksin / racun eksposur dari semua sumber, ada cara untuk menguranginya:

Batasi pengenalan VOC di rumah dengan menggunakan produk pembersih bebas VOC, rendah VOC cat, dan karpet lemparan memilih bukan baru carpeting13;

Simpan makanan dalam wadah A (BPA)-bebas atau bebas phthalate bisphenol, dan menghindari pemanasan kembali makanan dalam wadah plastik;

Carilah produk organik, yang tumbuh tanpa pestisida, dan akan mengandung residu kurang dari buah-konvensional diproduksi dan sayuran (meskipun menyadari bahwa produk organik belum tentu "bebas pestisida") 14

Mencuci buah atau sayuran dapat menurunkan beberapa residu pestisida, meskipun tidak efektif terhadap semua, pestisida types15 dan buah dan sayuran komersial solusi mencuci mungkin tidak lagi efektif daripada air alone.16 Peeling kulit off dari produk dapat membantu untuk lebih pestisida yang lebih rendah tingkat;

(43)

mengurangi produksi toksin selama persiapan daging: hindari kontak langsung daging untuk membuka api atau permukaan logam panas; memasak daging pada atau di bawah 250 ◦ F via kesal, memasak braising, crockpot (metode persiapan lambat makanan yang memanfaatkan cair); putar daging sering selama memasak, menghindari waktu memasak yang lama pada suhu tinggi, dan menahan diri dari mengkonsumsi hangus portions.18 2.6.2. MEKANISME TOKSITAS : AKTIVASI DAN DEAKTIVASI METABOLIK

(44)

kapasitas aktivasi menuju metabolit toksik adalah bukan jalur utama (jalur minor). Jalur matabolik utama adanya jalur detoksikasi.

Senyawa toksik mampu merusak sel pada organ target dalam berbagai cara. Respon akhir mungkin merupakan jejas/luka yang dapat balik (reversible) ataupun perubahan yang tak terbalikkan (irreversible) yang mengakibatkan kematian sel. Walaupun seluruh proses yang menyebabkan kematian sel belum jelas benar, akan tetapi beberapa element kunci telah diketahui dan setidaknya beberapa tahapan dari suatu seri perubahan seluler telah terungkap.

Tahapan-tahapan proses toksisitas dapat dibedakan menjadi tahapan primer, sekunder dan tertier. Tahapan primer adalah proses yang menyebabkan kerusakan awal, tahapan sekunder adalah perubahan seluler yang mengikutinya dan tahapan tertier adalahperubahan akhir yang teramati. Tahapan primer dapat berupa peroksidasi lipid, interaksi kovalen dengan makromolekul sel, perubahan status thiol seluler, inhibisi enzim aatu ischemia. Tahapan sekunder dapat berwujud kerusakan dan hambatan fungsi mitokondrial, perubahan sitoskeleton,perubahan struktur dan permeabilitas membrane,kerusakan DNA,deplesi(pengurasan)ATP dan kofaktor lain, perubahan kadar Ca,deatabilisasi lisosomal,stimulasi apoptosis atau kerusakan endoplasmic reticulum. Tahapan tertier yang teramati dapat berupa steatosis,degenerasi hidropik,nekrosis atau neoplasia (timbrell,1991). Pada aras molekuler inisiasi sitotoksisitas/kerusakan sel karena senyawa kimia dapat terjadi melalui berbagai cara (Alvares & Pratt,1990) :

Reaksi Alkilasi

(45)

diubah, menjadi bentuk-bentuk yang kekurangan sepasang electron.misalnya, pembentukan karbokation dari diol epoksid hidrokarbon aromatic dan ion-ion nitrenium dari amina aromatis.

Terbentuknya Radikal Bebas

Adanya radikal bebas dapat menyebabkan peroksidasi lipid dan kerusakan membrane sel.proses ini membutuhkan oksigen dan menimbulkan serangan peroksidatif pada lipid tidak jenuh. Transformasi berbagai xenobiotik juga diperantai melalui peroksida ini. Sebagai contoh adalah hepatotoksisitas karena CCl4 dan iproniazid.

Toksisitas karena oksigen

Melalui reduksi oksigen menjadi superoksid (suatu radikal) yang mampu menyerang molekul-molekul yang sensitive atau melalui peroksid yang terbentuk dengan perantaraan enzim dismutase superoksid. Proses reaksi dengan superoksid dan peroksid tsb di atas dapat berlangsung didalam sel-sel somatic yang mengakibatkan kerusakan jaringan atau inisiasi pertumbuhan tumor ataupun bias terjadi di dalam sel-sel germinatif yang menyebabkan mutasi atau kematian gamet. Sebagai contoh toksisitas karena oksigen adalah timbulnya fibrosis pulmoner oleh herbisida paraquat.

2.6.3. MANIFESTSI TOKSISITAS

(46)

sebuah organ. Interaksi kovalen antara xenobiotik toksik dan protein sel dalam kondisi tertentu menimbulkan respon

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan

Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani: Xenos yang artinya asing. Xenobiotik adalah zat asing yang masuk dalam tubuh manusia. Contoh: obat obatan, insektisida, zat kimia tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat karsinogen lainya. Xenobiotik umumnya tidak larut air, sehingga kalau masuk tubuh tidak dapat diekskresi. Untuk dapat diekskresi xenobiotik harus dimetabolisme menjadi zat yang larut, sehingga bisa diekskresi. Organ yang paaling berperan dalam metabolisme xenobiotik adalah hati. Ekskresi xenobiotik melalui empedu dan urine. Pada metabolisme obat, pada obat yang sudah aktif → metabolisme xenobiotik fase 1 berfungsi mengubah obat aktif menjadi inaktif, sedang paa obat yang belum aktif → metabolisme xenobiotik fase 1 berfungsi mengubah obat inaktif menjadi aktif

Contoh: obat obatan, insektisida, zat kimia tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat biotikkarsinogen lainya. Metabolisme xenobiotik terjadi di hepar.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3 jilid : 1.

Jakarta : Media Aesculapius FKUI.

(47)

Anonim. 2008. Skabies. Carpenito, Linda Juall. 2001. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

otter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC

Kee Joyce L. Dan Hayes Evelyne R.1996. Farmakologi. Jakarta: EGC

Referensi

Dokumen terkait

Karena peran utama dari protein adalah sebagai bahan dasar pertumbuhan dan perbaikan jaringan yang rusak, maka asupam karbohidrat yang cukup harus diberikan,

Selain itu, onset virus yang relatif cepat dapat mempercepat diagnosa terhadap penderita sehingga dapat mengurangi penyebaran penyakit melalui penderita yang

Nama saya Susi Umur saya tujuh tahun Alamat desa Sukamandi Ibu saya bernama Aminah Bapak saya bernama Ramdan.. Agar naik kelas harus giat