• Tidak ada hasil yang ditemukan

T PD 1303022 Chapter 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T PD 1303022 Chapter 1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat esensial dalam proses

pemanusiaan dalam masyarakat yang berbudaya (Tilaar, 2009: 3). Sumber

Daya Manusia yang berkualitas hanya dapat diperoleh melalui pendidikan

yang bermutu unggul. Dari sistem pendidikan yang unggul inilah muncul

generasi dan budaya yang unggul. Namun demikian, munculnya globalisasi

juga telah menambah masalah baru, bagi dunia pendidikan. Bagaimana tidak,

disatu sisi sistem pendidikan yang diterapkan harus berimplikasi pada

pemenuhan nasionalisme siswa. Namun di sisi lain pemenuhan kebutuhan

global harus ditunaikan, agar para lulusannya dapat berfungsi secara efektif

dalam kehidupan masyarakat global. Di sinilah guru dituntut untuk bisa

mengembangkan sistem pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Pada kenyataannya, praktek pendidikan kita mengalami banyak

permasalahan seperti yang diungkapkan Kunandar (2007: 68) pendidikan kita

dewasa ini menunjukkan kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut:

Pertama, memperlakukan siswa sebagai objek/klien, guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indokrinator; kedua, materi ajar bersifat subject oriented; ketiga, manajemen pendidikan masih baru dalam transisi sentralistik ke desentralistik, akibatnya pendidikan kita mengisolasi diri dari kehidupan riil yang berada diluar sekolah, kurang relevan antara yang diajarkan dengan kebutuhan dalam pekerjaan, terlalu terkonsentrasi pada pengembangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh dan berkepribadian; keempat, proses pembelajaran di dominasi dengan tuntutan untuk menghafalkan dan menguasai pelajaran sebanyak mungkin guna menghadapi ujian/tes, dan pada kesempatan tersebut siswa harus mengeluarkan apa yang telah dihafalkan. Akibat dari praktek pendidikan semacam itu muncullah berbagai kesenjangan dalam hal akademik, okupasional (kesenjangan antardunia pendidikan dengan dunia kerja), dan kultur.

Lasmawan (2010: 17) yang menyatakan permasalahan pembelajaran

IPS di SD sebagai berikut.

(2)

pelaksanaan kurikulum kadang stagnan (jalan di tempat). Hal ini mengingatkan besarnya jumlah SD yang jauh dari jangkauan komunikasi ideal. Kedua, bahwa persepsi PIPS sebagai pelajaran yang tidak terlalu penting, atau kadang disepelekan karena terlalu mudah, menggiring pembelajaran IPS hanya menekankan aspek kognitif. Aspek afektif dan psikomotor jarang dibuat parameter secara lebih tegas. Ketiga, bahwa pembelajaran IPS pada tingkat SD belum begitu besar peranannya secara realita sebagai problem solving dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran IPS, penekanan bukan pada meletakkan

kemampuan kognitif sebagai tujuan pembelajaran, tetapi melakukan

keseimbangan kompetensi antara domain afektif dan psikomotor.

(Lasmawan, 2010). Melalui mata pelajaran IPS siswa diarahkan untuk

dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung

jawab serta warga dunia yang cinta damai. Dimasa yang akan datang siswa

akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global

selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu pembelajaran

IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan

kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki

kehidupan bermasyarakat yang dinamis (Supriatna, 2007: 22). Selain itu guru

juga memiliki peran penting, guru harus mampu melibatkan lingkungan

sebagai stimulus bagi terciptanya kegiatan belajar terutama dalam

pembelajaran IPS. Guru juga memberikan stimulus agar siswa memberikan

respon atas stimulus yang diberikannya. Namun demikian, proses

pembelajaran yang terjadi tidak hanya terletak pada konsep stimulus, respon,

dan konsekuensi, melainkan juga melibatkan kognisi.

Sapriya (2009: 12) mengemukakan “IPS di tingkat Sekolah Dasar bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledges), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi/ masalah sosial dan kemampuan mengambil keputusan serta berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.”

Pembelajaran IPS di sekolah dasar tidak lagi sekedar kegiatan

(3)

siswa, akan tetapi pembelajaran merupakan suatu proses yang bisa membantu

perkembangan siswa secara utuh, baik aspek kognitif, afektif, maupun

psikomotornya. Perkembangan tersebut bisa tercapai dengan baik jika

dilakukan berbagai usaha perbaikan dalam pembelajaran. Salah satunya usaha

perbaikan dalam pembelajaran adalah kemampuan dalam memilih model dan

metode pembelajaran yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil

belajar siswa (Jarolimek, 1993). Hal ini tentu saja belum banyak dilakukan

pada sekolah-sekolah di Indonesia terutama di SD Negeri Bantarjati 9 Kota

Bogor.

Menurut National Council for the Social Studies (1994) tujuan utama

IPS adalah membantu siswa agar dapat bersikap, berperilaku dan membuat

keputusan untuk kepentingan umum sebagai warga Negara yang memiliki

kebudayaan yang berbeda, masyarakat demokratis dalam dunia yang saling

ketergantungan. Tujuan yang dirumuskan oleh NCSS selaras dengan tujuan

pembelajaran IPS yang tercantum dalam KTSP 2006 (Depdiknas 2006: 193)

yaitu:

1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; 2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis; 3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; 4) Memiliki kemampuan berkomunikasi bekerjasama, berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Dilihat dari tujuan pembelajaran IPS, terlihat pentingnya

mengembangkan kemampuan perspektif global, oleh karena itu diperlukan

suatu model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan

perspektif global. Dalam buku Preparing Teacher to Teach Global

Perspectives, Merryfield (1997) mengatakan, ada tiga syarat yang harus

dimiliki guru dalam mengembangkan pendidikan yang berspektif global:

kemampuan konseptual, pengalaman lintas budaya dan keterampilan

pedagogis. Kemampuan konseptual berkenaan dengan peningkatan

pengetahuan guru dalam konteks isu-isu global. Guru harus memiliki

wawasan tentang isu, dinamika, sejarah, dan nilai-nilai global agar siswa

memiliki keterampilan mengapresiasi persamaan dan perbedaan budaya

(4)

(interculturalism). Dalam proses globalisasi terjadi transionalisasi sehingga

apa yang bersifat lokal dapat menembus batas-batas teritorial dan mengalami

pemaknaan yang berbeda-beda bagi umat manusia. Sedangkan keterampilan

pedagogis dalam perspektif global adalah “the practice of teaching and

learning globally oriented content in ways that support diversity and social justice interconnected world”. Keterampilan pedagogis menyangkut metode mengajar yang tepat dilakukan oleh guru agar siswa dapat memahami suatu

masalah dalam konteks yang luas dan komprehensif (global).

Berdasarkan pernyataan di atas, seorang guru harus

mempertimbangkan strategi pembelajaran yang dirancang secara sistematis

bersifat konseptual tetapi praktis realistik dan fleksibel yang dapat

mewujudkan aktivitas pembelajaran yang kondusif, harus memberikan

peluang kepada siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran, Sanjaya

(2004: 23) menegaskan:

“Suasana belajar yang diciptakan guru harus melibatkan metal-fisik-sosial siswa secara aktif supaya memberi peluang siswa untuk mengamati dan merekam data hasil pengamatan, menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban, menjelaskan sambil

memberikan argumentasi dan sejumlah kegiatan penalaran lainnya.”

Kegitan pembelajaran yang berpusat kepada guru hanya akan

mengabaikan siswa sebagai subjek pembelajaran yang berdampak pada

aktivitas siswa, sehingga siswa terlihat kurang aktif, tidak terlatih untuk

berpikir kritis, dan kurang memiliki pandangan yang luas (perspektif)

terhadap lingkungan di sekitarnya.

Berdasarkan hasil kajian proses pembelajaran dan observasi proses

pembelajaran IPS sebagai studi pendahulu yang dilakukan di sekolah-sekolah

di Kota Bogor, ditemukan adanya beberapa kesenjangan yang terjadi,

diantaranya: pertama materi buku teks IPS penuh dengan konsep-konsep

yang abstrak; kedua guru tidak memotivasi siswa untuk berpikir kritis; ketiga

guru tidak melatih siswa untuk memecahkan persoalan yang berkaitan dengan

masalah-masalah sosial yang cukup luas dan melatih kemampuan perspektif

global; keempat kurangnya variasi model pembelajaran yang dilakukan oleh

(5)

menunjukkan suatu kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa proses

pembelajaran di sekolah dasar khususnya pembelajaran IPS, kurang variatif

dan tidak menyinggung sedikit pun tentang peningkatan kemampuan

perspektif global. Pembelajaran yang hanya mengajarkan konsep, hafalan dan

hanya sekedar mengajar, serta mengejar penyampaian materi yang akan

disampaikan Tinning dan Macdonald (Mahendra dkk, 2008: 39) …teacher in

school are not developing a reflective thinking, thus their teaching task is

solely run as something routine, without any attempts to facilitate learning

with various teaching and strategies and method artinya adalah guru di

sekolah tidak mengembangkan berpikir reflektrif, sehingga tugas

mengajarnya hanya sebagai rutinitas, tanpa mencoba memfasilitasi

pembelajaran dengan berbagai jenis metode dan strategi pengajaran.

Guru harus mampu memilih dan menggunakan model dan metode

pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. R. Ibrahim dan

Sukmadinata (dalam Suparno, 2013: 5-6) mengemukakan bahwa setiap

metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan dilihat dari berbagai

sudut, namun penting bagi guru menggunakan model yang sesuai dengan

tujuan yang akan dicapai. Salah satu metode pembelajaran yang mendorong

siswa untuk mampu memecahkan masalah melalui proses berpikir, sehingga

mampu mengkonstruksi makna pembelajaran bagi kehidupan adalah Problem

Based Learning (PBL).

PBL merupakan salah satu alternatif model pembelajaran yang

memungkinkan siswa dapat mengembangkan kemampuan perspektif global,

karena dilihat dari tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pembelajaran

dengan menggunakan model PBL, tidak hanya memudahkan tercapainya

kompetensi untuk mengakuisisi (memperoleh) pengetahuan baru, tetapi juga

sejumlah keterampilan lainnya yang penting, misalnya keterampilan

berkomunikasi, kerjasama tim, pemecahan masalah, tanggung jawab untuk

belajar mandiri, berbagi informasi dan menghargai orang lain. Dalam model

PBL siswa dihadapkan pada masalah sebagai stimulus yang menjadi fokus

dan tanggap terhadap berbagai permasalahan yang ada, kemudian mencari

(6)

mereka. Menurut Ramsay, J. dan Sorrell, E. (2006: 3-4):

“Students possessing these skills and abilities will be well prepared for professional occupations where critical thinking and problem solving skills are requisite for success. Ultimately, PBL attempts to produce students who can: 1. Engage complex problems with initiative and enthusiasm. 2. Problem-solve effectively, employing self-directed learning skills when needed. 3. Continuously assess and acquire knowledge. 4. Collaborate effectively as a group member.”

pernyataan ini dapat dimaknai bahwa siswa yang memiliki keterampilan dan

kemampuan akan siap untuk menjadi pekerjaan profesional dimana pemikiran

kritis dan keterampilan pemecahan masalah diperlukan untuk sukses. Pada

akhirnya, PBL mencoba untuk menghasilkan siswa yang dapat: 1. Melibatkan

masalah yang kompleks dengan inisiatif dan antusiasme; 2. Memecahkan

masalah secara efektif, mempekerjakan mandiri keterampilan pembelajaran

bila diperlukan; 3. Terus menilai dan memperoleh pengetahuan; 4.

Berkolaborasi secara efektif sebagai anggota kelompok. Sejalan dengan itu,

Arends (2008: 12) mengemukakan bahwa:

“Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.”

Diawali dengan kemampuan menyusun pengetahuannya sendiri, akan

membuat siswa lebih mudah memahami konsep, peka terhadap masalah yang

terjadi sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah yang akhirnya

akan menjadikan siswa memiliki bentuk kesadaran dan kepekaan bahwa

mereka di dunia ini tidak berdiri sendiri tetapi berada sekaligus bergantung

dan dipengaruhi oleh budaya yang lain.

Pada pembelajaran IPS, khususnya dalam konteks perspektif global,

sumber dan media pembelajaran utama adalah kehidupan masyarakat yang

nyata. Sejalan dengan perkembangan Iptek, multimedia hasil kemajuan

teknologi yang melalui media cetak dan media elektronik, juga menjadi

sumber serta media pembelajaran yang makin bermakna. Dalam

pembelajaran IPS pada konteks perspektif global, bukan hanya

(7)

melainkan juga menerapkan multi metode serta metode multi strategi sesuai

dengan sifat perspektif global tersebut.

Beberapa hal di atas, menjadi dasar pemikiran mengapa perspektif

global perlu diberikan kepada siswa di sekolah, termasuk di jenjang sekolah

dasar. Hal ini sejalan dengan posisi dari National Council for Social Studies

(1994) tentang pendidikan global yang menyatakan bahwa untuk menjadi

agen yang lebih efektif untuk pendidikan warga negara dalam era global,

maka sekolah pada umumnya dan IPS pada khususnya perlu melanjutkan

untuk memperluas upaya-upaya menglobalisasikan kurikulum.

Bertolak dari kondisi di atas, penelitian ini mendorong perlunya guru

untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi globalisasi dengan cara

meningkatkan kesadaran dan memperluas wawasan global. Meningkatkan

dan memperluas wawasan global merupakan unsur penting untuk memahami

masalah global.

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu proses belajar mengajar

di dalam kelas dimana siswa terlebih dahulu diminta mengobservasi suatu

fenomena. Kemudian siswa diminta untuk mencatat

permasalahan-permasalahan yang muncul, setelah itu tugas guru adalah merangsang untuk

berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru

mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan

perspektif yang berbeda di antara mereka.

Pembelajaran harus dibuat dalam suatu kondisi yang menyenangkan

sehingga siswa akan terus termotivasi dari awal sampai proses pembelajaran

berakhir. Dalam hal ini pembelajaran dengan Problem Based Learning

merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan guru di sekolah untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus penelitian ini dengan

judul: PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING

(8)

B. Identifikasi Masalah

Pembelajaran IPS di sekolah dasar tidak lagi sekedar kegiatan

mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) dari guru kepada

siswa, akan tetapi pembelajaran merupakan suatu proses yang bisa membantu

perkembangan siswa secara utuh, baik aspek kognitif, afektif, maupun

psikomotornya. Selain itu kegitan pembelajaran yang berpusat kepada guru

hanya akan mengabaikan siswa sebagai subjek pembelajaran yang berdampak

pada aktivitas siswa terlihat kurang aktif, tidak terlatih untuk berpikir kritis,

dan kurang memiliki pandangan yang luas (perspektif) terhadap lingkungan

di sekitarnya. Padahal pembelajaran IPS seharusnya dapat menunjang

faktor-faktor tersebut.

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang

telah diuraikan, dan untuk mempermudah dalam mengolah data penelitian,

maka tidak semua masalah akan diteliti. Permasalahan yang akan diteliti

terbatas pada dua variabel adalah sebagai berikut: 1) model Problem Based

Learning sebagai variable bebas; 2) kemampuan perspektif global sebagai

variabel terikat. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Bantarjati 9 Kota

Bogor Tahun 2015.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka

permasalahan umum pada penelitian ini adalah ”Apakah Model Problem

Based Learning dapat meningkatkan kemampuan perspektif global siswa di

kelas VI Sekolah Dasar?”.

Permasalahan umum tersebut, dijabarkan menjadi sub-sub rumusan

masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh model Problem Based Learning terhadap

kemampuan perspektif global siswa di SD Negeri Bantarjati 9 Kota

Bogor?

2. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran dengan menerapkan

(9)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan umum pada

penelitian ini adalah ”Mengkaji pengaruh model Problem Based Learning

terhadap kemampuan perspektif global siswa”.

Tujuan umum tersebut, dijabarkan menjadi sub-sub tujuan penelitian

sebagai berikut:

1. Mengkaji kemampuan perspektif global siswa setelah menerapkan model

Problem Based Learning di kelas VI SD Negeri Bantarjati 9 Kota Bogor.

2. Memperoleh gambaran tentang respon siswa terhadap pembelajaran

dengan menerapkan model Problem Based Learning.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi guru, diharapkan dapat memberikan masukkan dalam rangka

memilih dan mengembangkan alternatif model pembelajaran yang sesuai

untuk meningkatkan kemampuan perspektif global siswa.

2. Bagi siswa, diharapkan memberikan sebuah pengalaman baru, dimana

dalam proses pembelajarannya siswa dihadapkan pada

permasalahan-permasalahan yang harus mereka pecahkan, serta dapat melatih siswa

untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

3. Bagi pihak sekolah memberikan ruang dan fasilitas serta memberikan

kesempatan dan mendorong kepada guru agar para guru lebih kreatif,

inovatif dalam melakukan proses pembelajarannya terutama salah satunya

dengan model Problem Based Learning (PBL).

F. Struktur Organisasi Tesis

Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab yang mencakup berbagai unsur

dari pelaksanaan penelitian. Pada Bab I yaitu Pendahuluan, terdiri dari enam

sub bab yakni Latar Belakang, memaparkan permasalahan yang dijadikan

bahan penelitian berupa situasi dan kondisi kemampuan perspektif global

yang terjadi pada anak SD dan hasil observasi pada siswa SD Negeri

(10)

Masalah, Rumusan Masalah yang menjadi tolak ukur dalam penelitian,

Tujuan Penelitian, Manfaat penelitian, dan Struktur Organisasi penelitian.

Penulisan Bab selanjutnya pada tesis ini yaitu Bab II yang membahas

tentang teori-teori ataupun kajian pustaka dalam penelitian yang mencakup

Teori Perspektif Global, Model Problem Based Learning (PBL), serta Teori

Pendukung Model PBL yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

Pada Bab III, penulisan tesis ini membahas mengenai metode penelitian

yang dilakukan. Pemaparannya mencakup beberapa pembahasan yakni

Metode dan Desain Penelitian, Lokasi dan Subjek Penelitian, Definisi

Operasional, Instrumen Penelitian, Prosedur Penelitian, Teknik Pengumpulan

Data, dan Teknik Analisis Data. Metode penelitian yang dilakukan yaitu

Penelitian Eksperimen Kuasi dengan desain nonequivalent pre-test post-test

groups.

Bab IV pada penulisan ini mencakup pada hasil penelitian dan

pembahasannya. Bab ini memaparkan hasil analisis data pre test dan post test

siswa dikedua kelas, serta peningkatan kemampuan perspektif global pada

setiap indikatornya. Hasil ditampilkan dalam bentuk perhitungan data dan

grafik. Pada pembahasan Bab IV disertai dengan teori yang relevan dengan

teori yang berada di Bab II.

Bab terakhir yaitu Bab V yang mencakup Penutup yaitu Simpulan,

Implikasi dan Rekomendasai dari pelaksanaan penelitian yang telah

dilakukan. Simpulan membahas jawaban berdasarkan rumusan masalah,

sedangkan implikasi dan rekomendasi membahas tentang peningkatan

kemampuan perspektif global yang telah didapatkan dengan menerapkan

model PBL dalam pembelajaran IPS dan penelitian ini dapat dijadikan

rekomendasi untuk pihak yang berkaitan dengan penelitian ini ataupun untuk

pelaksanaan penelitian selanjutnya.

Adapun penulisan tesis ini mencakup pula lampiran-lampiran yang

berkaitan dengan penelitian yaitu tabel hasil peningkatan kemampuan

perspektif global, instrumen yang digunakan ketika penelitian, hasil output

perhitungan SPSS versi 20 dan microsoft excell, SK pembimbing tesis, surat

Referensi

Dokumen terkait

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) merupakan laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1) melakukan penjadwalan produksi untuk order Kanufushi Island untuk area Beach Villa dengan menggunakan

[r]

Pejabat Pengadaan Kegiatan Pendampingan Pada Kelompok Nelayan Tangkap pada Dinas Perikanan Tahun Anggaran 2014, telah melaksanakan Proses Evaluasi Kualifikasi dan Penawaran

Sahabat MQ/ Dalam rangka memeriahkan ramadhan kali/ kampung Nitikan akan menggelar pasar sore yang disebut dengan Jalur Gaza// Jalur Gaza ini adalah anonim dari jajanan/

peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140 mmHg dan.. diastolik lebih dari

Risk factors that affecting VAP incidence in GICU RSMH Palembang are APACHE II score, duration of antibiotic, duration of ventilator and re-intubation..

To understand what takes place during a conversation, Barnett Pearce and Vernon conversation, Barnett Pearce and Vernon Cronen developed Coordinated Management of Meaning (CMM). •