• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biologi Dinamika Populasi Suradi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biologi Dinamika Populasi Suradi"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Dr. Ir. Suradi Wijaya Saputra, M.S.

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauan

Universitas Diponegoro

ISBN. 978.979.704.596.8

Cetakan pertama

2008

Diterbitkan oleh

Badan Penerbit Universitas Diponegoro @ Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

Dilarang memperbanyak, menjiplak sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun tanpa seijin tertulis dari penerbit

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan rahmatNYA sehingga buku yang berjudul Biologi, Dinamika Populasi dan Pengelolaan Udang Metapenaeus elegans de Man 1907 di Laguna Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah dapat terselesaikan. Buku ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis, yang isinya terdiri atas 10 bab. Bab 1, Pendahuluan, berisi tentang pentingnya penelitian dilakukan, dan selintas tentang dinamika populasi dan dinamika stok.

Bab 2 menjelaskan tentang kondisi ekosistem Laguna Segara Anakan, yang berisi tentang laju sedimentasi Laguna Segara Anakan, kualitas Perairan Laguna Segara Anakan, zonasi perairan Laguna Segara Anakan berdasarkan salinitas dan kekeruhan, potensi pencemaran serta kondisi hutan mangrove.

Bab 3 berisi tentang perikanan di Laguna Segara Anakan, menjelaskan sumberdaya perikanan yang terkandung di perairan Laguna Segara Anakan, seperti komposisi dan

produksi dan sumberdaya udang ikan, udang, Crab dan moluska. Disamping itu juga

menjelaskan komposisi alat tangkap yang beroperasi di Laguna Segara Anakan, posisi strategis Laguna Segara Anakan dalam produksi udang Pantai Selatan Jawa serta keterkaitan ekonomi perikanan udang di Segara Anakan dan Laut/Pantai Cilacap. Bab 4 menjelaskan aspek biologi udang M. elegans, yang meliputi klasifikasi, morfologi dan daur hidup udang M. elegans serta aspek reproduksi udang M. elegans yang meliputi nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, strategi reproduksi, distribusi M. elegans berdasarkan tingkat kematangan gonadnya serta daerah pemijahannya.

Bab 5 berisi tentang pertumbuhan udang M. elegans yang berisi konsep pertumbuhan udang, struktur ukuran, hubungan panjang dan berat, faktor kondisi, ukuran udang rata-rata tertangkap apong, pertumbuhan populasi model Von Bertalanffy, serta metode penentuan titik perubahan kecepatan tumbuh (ttp). Bab 6 menjelaskan tentang distribusi dan ruaya udang M. elegans antara lain berisi tentang distribusi udang M. elegans berdasarkan ukuran panjang karapas dan pergerakan ruaya pemijahan udang M. elegans di Laguna Segara Anakan. Bab 7 berisi tentang penambahan baru atau recruitment, menjelaskan tentang waktu atau musim terjadinya penambahan baru M. Elegans, sedangkan Bab 8 menjelaskan tentang mortalitas, baik mortalitas total, alami maupun mortalitas karena panangkapan.

(4)

Kata Pengantar

ii

Laguna Segara Anakan, analisis model hasil per penambahan baru (Y/R), analisis biomassa per rekrut (B/R) dari Beverton dan Holt, analisis stok model Thompson dan Bell, produksi maksimum berkelanjutan (MSY) relatif M. elegans, serta memaparkan tentang produksi maksimum berkelanjutan secara biologi (MSY) dan ekonomi (MSE) M. elegans di Laguna Segara Anakan. Bab 10 menjelaskan tentang kesimpulan penelitian, konsep dan strategi pengelolaan M. elegans di Laguna Segara Anakan, yang kemudian ditutup dengan daftar referensi yang dijadikan rujukan dalam penulisan buku ini.

Buku ini sangat penting untuk dibaca oleh mereka yang tertarik dan ingin mendalami masalah dinamika populasi dan manajemen sumberdaya perikanan, baik para pengambil keputusan di bidang perikanan, dosen dan mahasiswa.

Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan Proyek

DUE-Like Bath III Universitas Diponegoro yang telah memberikan kesempatan dan bantuan biaya kepada penulis untuk melakukan penelitian di Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama penulisan buku ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya saran dan kritik sangat diharapkan dari para pembaca demi untuk penyempurnaan dan perbaikan di masa yang akan datang.

Akhirnya penulis berharap semoga buku ini dapat bermanfaat dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perikanan.

Semarang, Februari 2008

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. DINAMIKA POPULASI ... 4

C. DINAMIKA STOK ... 5

BAB II. EKOSISTEM LAGUNA SEGARA ANAKAN

A. SEDIMENTASI LAGUNA SEGARA ANAKAN ... 7

B. KUALITAS PERAIRAN LAGUNA SEGARA ANAKAN ... 9

1. Salinitas ... 9

2. Kekeruhan ... 12

3. Suhu Permukaan Air ... 14

4. Kedalaman Perairan ... 15

5. pH ... 17

C. ZONASI PERAIRAN LAGUNA SEGARA ANAKAN BERDASARKAN SALINITAS DAN KEKERUHAN ... 17

D. PENCEMARAN LAGUNA SEGARA ANAKAN ... 25

1. Pencemaran Limbah Domestik ... 25

2. Pestisida dan Pupuk ... 26

E. KERUSAKAN HUTAN MANGROVE ... 26

BAB III. PERIKANAN DI LAGUNA SEGARA ANAKAN

A. KOMPONEN UTAMA PERIKANAN LAGUNA SEGARA ANAKAN ... 29

B. KOMPOSISI UDANG YANG TERTANGKAP DI SEGARA ANAKAN ... 31

(6)

Daftar Isi

iv

D. HASIL TANGKAPAN PER UNIT UPAYA (CPUE) UDANG JARI 38

E. KOMPOSISI DAN KERAGAMAN IKAN DI LAGUNA SEGARA ANAKAN ... 41

F. KOMPOSISI DAN KERAGAMAN CRAB ... 44

G. KOMPOSISI DAN KERAGAMAN MOLUSKA ... 45

H. KOMPOSISI ALAT TANGKAP YANG BEROPERASI DI LAGUNA SEGARA ANAKAN ... 45

I. POSISI STRATEGIS LAGUNA SEGARA ANAKAN DALAM PERIKANAN UDANG PANTAI SELATAN JAWA ... 49

J. KETERKAITAN EKONOMI PERIKANAN UDANG DI SEGARA ANAKAN DAN LAUT/PANTAI CILACAP ... 52

BAB IV. BIOLOGI UDANG

M. elegans

A. KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI UDANG M. elegans ... 55

B. DAUR HIDUP UDANG M. elegans ... 57

C. REPRODUKSI UDANG M. elegans ... 60

D. 1. Organ Reproduksi ... 60

2. Nisbah Kelamin M. elegans ... 62

3. Strategi Reproduksi Udang M. elegans ... 65

4. Tingkat Kematangan Gonad ... 69

5. Distribusi M. elegans Berdasarkan Struktur TKG ... 72

6. Ukuran Udang M. elegans Pertamakali Matang Gonad ... 77

7. Indek Kematangan Gonad (IKG) M. elegans ... 80

8. Daerah Pemijahan Udang M. elegans di Perairan Segara Anakan .. 81

BAB V. PERTUMBUHAN UDANG

M. elegans

A. KONSEP PERTUMBUHAN UDANG ... 86

B. ANALISIS PERGESERAN MODUS PANJANG KARAPAS UDANG M. elegans ... 90

(7)

Daftar Isi

v D. HUBUNGAN PANJANG KARAPAS (CL) DAN PANJANG

TOTAL (TL) M. ELEGANS ... 98

E. FAKTOR KONDISI ... 100

F. UKURAN RATA-RATA UDANG SAAT PERTAMAKALI TERTANGKAP APONG (LC50%) ... 102

G. MODEL PERTUMBUHAN VON BERTALANFFY ... 104

1. Sampel Tunggal – Ford-Walfort plot ... 104

2. Sampel Ganda ... 105

BAB VI. DISTRIBUSI DAN RUAYA UDANG

M. elegans

A. DISTRIBUSI UDANG M. elegans BERDASARKAN UKURAN PANJANG KARAPAS ... 118

B. PERGERAKAN RUAYA UDANG M. elegans ... 122

BAB VII. PENAMBAHAN BARU (REKRUITMEN)

C. PENAMBAHAN BARU (REKRUITMEN) ... 126

D. POLA HUBUNGAN PEMIJAHAN DAN PENAMBAHAN BARU . 130

BAB VIII. MORTALITAS

A. LAJU MORTALITAS TOTAL ... 135

1. Metode Kurva Tangkapan Berbasis Data Panjang ... 135

2. Metode Beverton dan Holt ... 137

3. Watherall plot ... 137

B. LAJU MORTALITAS ALAMI ... 138

1. Rumus Emperis Pauly ... 138

2. Metode Richter dan Efanov ... 139

C. MORTALITAS PENANGKAPAN ... 140

(8)

Daftar Isi

vi

BAB IX. ANALISIS STOK

A. PENGERTIAN STOK ... 145

B. ANALISIS KOHORT DAN VIRTUAL POPULATION ANALYSIS (VPA ... 147

C. ANALISIS KOHORT M. elegans DI LAGUNA SEGARA ANAKAN ... 150

D. MODEL HASIL PER PENAMBAHAN BARU (Y/R) ... 153

A. Y’/R UDANG M. elegans DI SEGARA ANAKAN ... 156

E. MODEL BIOMASSA PER REKRUT DARI BEVERTON DAN HOLT ... 164

F. BIOMASSA PER REKRUIT M. elegans DI SEGARA ANAKAN ... 166

G. ANALISIS STOK MODEL THOMPSON DAN BELL ... 171

H. PRODUKSI MAKSIMUM BERKELANJUTAN (MSY) RELATIF M. elegans ... 179

I. PRODUKSI MAKSIMUM BERKELANJUTAN SECARA BIOLOGI (MSY) DAN EKONOMI (MSE) M. elegans ... 181

BAB X. KONSEP DAN STRATEGI PENGELOLAAN

A. KONSEP PENGELOLAAN ... 185

B. STRATEGI PENGELOLAAN UDANG M. elegans DI PERAIRAN SEGARA ANAKAN ... 190

1. Pengaturan Ukuran Udang yang Boleh Ditangkap ... 190

2. Pengaturan Musim dan Daerah Penangkapan ... 192

3. Pengendalian Upaya Tangkap dan Laju Eksploitasi ... 195

4. Pengendalian Sedimentasi pada Laguna Segara Anakan ... 196

5. Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove ... 197

DAFTAR PUSTAKA

... 199

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pengurangan luas Laguna Segara Anakan ... 9

2 Kualitas perairan selama penelitian (Februari – Desember 2004)

berdasarkan waktu pengamatan di perairan Segara Anakan ... 10

3 Kualitas perairan selama penelitian berdasarkan lokasi pengamatan di

perairan Segara Anakan ... 11

4 Komposisi hasil tangkapan (%) udang dominan di Perairan Segara

Anakan Cilacap ... 33

5 Produksi udang jari dan udang total per bulan di perairan Segara Anakan

tahun 2004 ... 37

6 Produksi udang M. elegans, upaya (unit) dan CPUE bulanan di Perairan

Segara Anakan tahun 2004 ... 39

7 Jenis Ikan Dominan di Segara Anakan ... 42

8 Spesies udang yang menggambarkan keterkaitan perairan Segara Anakan

dan perairan sekitarnya ... 51

9 Nisbah kelamin (jantan : betina) udang M. elegans di Laguna Segara

Anakan tahun 2004 ... 63

10 Nisbah kelamin (jantan : betina) udang M. elegans berdasarkan struktur

ukuran ... 64

11 Distribusi udang M. elegans berdasarkan TKG menurut zona dan waktu

di perairan Segara Anakan tahun 2004 ... 73

12 Udang M. elegans betina matang gonad berdasarkan waktu dan lokasi

pengamatan di perairan Segara Anakan tahun 2004 ... 74

13 Variabel hubungan panjang karapas dan bobot M. elegans di Segara

Anakan ... 97

14 Variabel panjang karapas dan panjang total M. elegans di perairan Segara

Anakan ... 99

(10)

Daftar Tabel

viii

16 Kunci hubungan panjang karapas (mm) dan botot (gr) udang M. elegans

di perairan Segara Anakan (W = aLb) ... 111

17 Hasil Perhitungan Titik Perubahan Kecepatan Tumbuh M. elegans ... 114

18 Proporsi bulanan penambahan baru udang M. elegans betina di perairan

Segara Anakan ... 124

19 Hasil analisis kohort dan VPA (virtual population analysis) udang M.

elegans di perairan Segara Anakan ... 152

20 Variabel yang diperlukan dalam perhitungan Y’/R ... 157

21 Mortalitas penangkapan, faktor mortalitas alami dan harga udang M.

elegans di Laguna Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah ... 173

22 Hasil analisis model Thompson dan Bell udang M. elegans di Segara

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Keseimbangan dinamis populasi di suatu wilayah perikanan ... 5

2 Keseimbangan dinamis stok ikan di suatu wilayah perikanan ... 6

3 Citra Satelit Perairan Laguna Segara Anakan dan sekitarnya ... 8

4 Salinitas bulanan di perairan Segara Anakan tahun 2004 ... 12

5 Kekeruhan bulanan di perairan Segara Anakan tahun 2004 ... 13

6 Suhu permukaan air di perairan Segara Anakan tahun 2004 ... 14

7 Kedalaman perairan berdasarkan lokasi pengamatan di perairan Segara Anakan ... 15

8 pH air rata-rata di perairan Segara Anakan (A: berdasarkan waktu, B: berdasarkan lokasi) ... 19

9 Dendrogram berdasarkan salinitas dan kekeruhan ... 20

10 Pengelompokkan lokasi pengamatan hasil cluster analysis berdasarkan salinitas dan kekeruhan ... 21

11 Penyederhanaan perpindahan energi di Segara Anakan (Smith, 1995) .... 28

12 Komposisi Hasil Tangkapan di Laguna Segara Anakan (Didasarkan pada data Amin dan Hariati (1991) dan Duewel (1994) ... 29

13 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan di Laguna Segara Anakan (Dudley, 2000) ... 30

14 Komposisi udang hasil tangkapan di Laguna Segara Anakan (Sumber Dudley, 2000) ... 31

15 Komposisi udang yang tertangkap berdasarkan bobot (234 kilogram) di perairan Segara Anakan tahun 2004 ... 32

16 Komposisi udang hasil tangkapan dari Perairan Pantai Cilacap (Dudley, 2000) ... 35

(12)

Daftar Gambar

x  

18 Hubungan antara CPUE udang jari dan upaya penangkapan (trip) di

perairan Segara Anakan tahun 2004 ... 40

19 Komposisi Ikan Hasil tangkapan di perairan Laguna Segara Anakan (Dudley, 2000 a) ... 41

20 Komposisi Alat Tangkap di Laguna Segara Anakan (Dudley, 2000a) ... 46

21 Morfologi Udang M. elegans ... 56

22 Siklus Hidup Udang M. elegans (Dall et al., 1990) ... 58

23 Organ reproduksi Udang M. elegans (a = thelicum, b = petasma) ... 62

24 Distribusi udang M. elegans betina berdasarkan TKG di perairan Segara Anakan tahun 2004 ... 75

25 Udang M.elegans betina matang gonad berdasarkan waktu pengamatan di perairan Segara Anakan ... 76

26 Udang M. elegans betina matang gonad berdasarkan lokasi pengamatan di perairan Segara Anakan ... 77

27 Ukuran udang M. elegans betina pertamakali matang gonad. ... 79

28 Fluktuasi IKG udang M. elegans di perairan Segara Anakan tahun 2004 .. 81

29 Lokasi Pemijahan udang M. elegans di perairan Segara Anakan ... 82

30 Histogram panjang karapas udang M. elegans (jantan dan betina) selama penelitian di perairan Segara Anakan tahun 2004 ... 91

31 Histogram panjang karapas udang M. elegans jantan penelitian di Laguna Segara Anakan tahun 2004 ... 93

32 Histogram panjang karapas udang M. elegans betina selama penelitian di perairan Segara Anakan tahun 2004 ... 94

33 Hubungan panjang karapas (mm) dan berat (gr) (W = aLb) M. elegans di perairan Segara Anakan ... 98

34 Hubungan panjang total (mm) dengan panjang karapas (mm) M. elegans di perairan Segara Anakan ... 99

(13)

Daftar Gambar

xi  

36 Ukuran rata-rata panjang karapas (mm) M. elegans pertama tertangkap

apong di perairan Segara Anakan (a : gabungan, b : jantan, c : betina) ... 103

37 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy M. elegans gabungan ... 110

38 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy M. elegans jantan ... 112

39 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy M. elegans betina ... 112

40 Kurva pertumbuhan panjang M. elegans di perairan Segara Anakan ... 120

41 Kurva pertumbuhan berat M. elegans di perairan Segara Anakan ... 121

42 Distribusi udang berdasarkan panjang karapas karapas ( mm ) pada waktu sampling (A) dan lokasi sampling (B) di perairan Segara Anakan tahun 2004 ... 124

43 Pengelompokkan habitat berdasarkan panjang karapas ... 130

44 Pola ruaya udang M. elegans di perairan Segara Anakan ... 134

45 Pola penambahan baru tahunan udang M elegans di perairan Segara Anakan ... 140

46 Pola hubungan antara pemijahan dan penambahan baru ... 158

47 Kurva tangkapan yang dikonversi ke panjang untuk menduga nilai Z .... 160

48 Hubungan antara laju eksploitasi dengan Y’/R dan B’/R ... 158

49 Hubungan antara nilai c dengan Y’/R, pada berbagai tingkat eksploitasi (E) dan tiga tingkat M/K ... 160

50 Hubungan antara laju eksploitasi (E) dengan Y’/R pada beberapa nilai c dan tiga tingkat M/K ... 162

51 Hubungan Y’/R, c dan E udang M. elegans di perairan Segara Anakan .. 164

52 Hubungan B’/R dan E dengan variasi nilai c, pada tiga tingkat M/K .... 167

53 Hubungan B’/R dengan c pada berbagai tingkat laju eksploitasi (E), pada tiga nilai M/K ... 168

(14)

Daftar Gambar

xii  

55 Kurva hasil analisis Thompson dan Bell berbasis panjang pada udang M.

elegans di perairan Segara Anakan ... 177

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Segara Anakan merupakan ekosistem mangrove dengan laguna yang unik dan langka, terletak di antara Pantai Selatan Kabupaten Cilacap dan Pulau Nusakambangan, dihubungkan dengan Samudra Hindia oleh dua buah alur, yaitu celah barat Pulau Nusakambangan dan alur timur Sungai Kembangkuning (Selat Nusakambangan). Ekosistem Segara Anakan saat ini diperkirakan terdiri dari perairan sekitar 500 ha dan 5 000 ha hutan mangrove yang menunjang produktivitas perairan. Perairan laguna Segara Anakan merupakan tempat bermuaranya beberapa sungai, antara lain Sungai Citanduy, Kayumati, Cikujang, Cibeureum, Cikonde, Muaradua, Ujungalang dan Donan. Perairan Segara Anakan menerima endapan setiap tahun sekitar 3 000 000 m3, sebagian besar diendapkan di Laguna Segara Anakan (ECI-ADB 1994). Segara Anakan merupakan habitat berbagai jenis organisme perairan dan daratan, diantaranya sumber daya udang. Jenis udang yang menempati perairan Laguna Segara Anakan berkait dengan siklus hidupnya, terutama dari famili Penaidae, antara lain jenis-jenis udang jari (Metapenaeus elegans), M. ensis, M. affinis, M. dobsoni, udang Jerbung (Penaeus merguiensis), P.

indicus, udang Windu (P. monodon), udang Pacet (P. semisulcatus), udang Krosok

(Parapenaopsis sp), udang Cikaso (Penaeus sp.), famili Palaemonidae dan famili Hippolytidae (Dudley 2000b). Spesies M. elegans merupakan spesies yang seluruh daur hidupnya berada di Segara Anakan, sedangkan spesies lainnya umumnya akan beruaya kembali ke laut. Komposisi hasil tangkapan udang di Laguna Segara Anakan didominasi oleh spesies M. elegans, P. merguiensis, P. indicus, P. monodon , M. dobsoni, dan M. ensis.

Metapenaeus elegans de Man (1907) disebut juga fine shrimp (Inggris), crevette

elegance (Prancis), camaron fino (Spanyol) (Chan 1998), dengan nama lokal udang Jahe,

(16)

Pendahuluan

2

dengan menghadang arus. Alat tangkap ini sangat berkembang, oleh karena merupakan alat yang paling efektif untuk menangkap udang. Apong berkembang sekitar awal tahun 80-an, sesaat setelah trawl dilarang beroperasi di kawasan perairan barat. Jumlah apong di Segara Anakan saat ini mencapai 1660 unit.

Penelitian di Laguna Segara Anakan telah banyak dilakukan dan tidak kurang dari 80 judul penelitian dengan berbagai aspek kajian. Sebagian besar penelitan tersebut tentang keanekaragaman sumber daya, kebijakan dan upaya konservasi laguna, yang terkait dengan kegiatan proyek yang dikelola oleh Badan Pengelola Konservasi Segara

Anakan (BPKSA). Penelitian tentang sumber daya udang yang telah dilakukan antara lain komposisi dan keragaman sumber daya udang (Dudley 2000; Zarochman 2001, 2003), P. merguiensis (Djamali 1991, Purnamaji 2003), P. monodon (Asbar 1994), dan

Metapenaeus ensis (Suman, 2004). Penelitian tentang Metapenaeus elegans di Segara

Anakan dan perairan lain di Indonesia sejauh ini belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang menyebutkan keberadaan spesies ini antara lain dilaporkan oleh Dudley (2000), Zarochman (2001, 2003); dan Purnamaji (2003).

Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui adanya indikasi:

1) Terjadi penurunan volume produksi udang, yaitu dari 750 ton / tahun pada tahun 1987/1988 (Amin dan Hariati 1991) menjadi 200 ton / tahun pada tahun 1999-2000 (Dudley 2000a).

2) Udang yang tertangkap adalah stadia juvenil dan udang muda yang ukurannya masih sangat kecil, yaitu berkisar antara 4 – 5 gram per ekor atau 200-250 ekor per kilogram (Dudley 2000a).

3) Penurunan hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) atau laju tangkap apong dari 15.1 kg/trip pada tahun 1987/1988 (Amin dan Hariati 1991), menjadi 6.5 kg/trip pada tahun 1999/2000 (Dudley 2000a)

Penurunan produksi dan hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) di atas mengindikasikan terjadinya penurunan stok udang di perairan Laguna Segara Anakan. Penurunan stok tersebut diduga akibat: 1) Terjadinya peningkatan intensitas eksploitasi terhadap sumber daya udang, sehingga mengakibatkan terjadinya tangkap lebih (over eksploited), 2) Terjadinya penurunan daya dukung perairan, baik karena pendangkalan

dan penyempitan perairan laguna, menurunnya kualitas air dan kerusakan habitat sebagai daerah asuhan sehingga meningkatnya mortalitas alami sebagai akibat dari penurunan daya dukung lingkungan.

(17)

BAB II

EKOSISTEM LAGUNA SEGARA ANAKAN

A. SEDIMENTASI LAGUNA SEGARA ANAKAN

Perairan laguna Segara Anakan merupakan tempat bermuaranya beberapa sungai, antara lain Sungai Citanduy, Kayumati, Cikujang, Cibeureum, Cikonde, Muaradua,

Ujungalang dan Donan. Perairan Segara Anakan menerima endapan setiap tahun sekitar 3 000 000 m3, sebagian besar diendapkan di Laguna Segara Anakan (ECI-ADB 1994).

Akibat pengendapan tersebut luas dan kedalaman perairan Laguna Segara Anakan dan sekitarnya cenderung terus berkurang. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1903 luas Laguna

Segara Anakan 6 450 hektar, pada tahun 1984 menjadi 3 270 hektar, pada tahun 1992 menjadi 1 800 hektar. Pada tahun 2015 diperkirakan Laguna Segara Anakan tinggal

daratan yang ditumbuhi berbagai tumbuhan bakau (Atmawidjaja 1995). Berbagai kajian dan upaya pengendalian pengendapan untuk mencegah hilangnya ekosistem laguna

tersebut telah dilakukan, baik melalui kegiatan fisik (seperti penyodetan sungai Cikonde) maupun sosial (penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat), namun belum menunjukkan

hasil yang nyata. Salah satu hasil kajian merekomendasikan dilakukannya penyodetan Sungai Citanduy, namun tidak dapat dilaksanakan karena sebagian masyarakat menolak

kegiatan tersebut.

Disamping itu, penebangan bakau ilegal maupun peningkatan beban pencemaran

dari daerah sekitarnya, akan berpengaruh terhadap ekosistem perairan Laguna Segara Anakan. Kondisi tersebut merupakan ancaman yang serius bagi sumber daya perikanan

pada umumnya dan sumber daya udang jari khususnya, yang keberadaannya bergantung pada ekosistem Laguna Segara Anakan. DAS Segara Anakan meliputi luas 96.000

hektar, dengan pola penggunaan lahan hutan dan perkebunan 27.000 ha, dataran tinggi 11.000 ha, pemukiman dan pekarangan 11.000 ha, sawah 23.000 hektar dan laguna

(18)

Ekosistem Laguna Segara Anakan

   

Gambar 3.Citra satelit perairan Laguna Segara Anakan dan sekitarnya.

Sungai Citanduy merupakan sungai terbesar, dengan massa air pembawa bahan

sedimen yang terbanyak. Bahan sedimen tersebut berasal dari debu Gunung Galunggung, tanah pertanian andosol dan latosol yang mengandung liat, pasir kuarsa, senyawa kimia

pestisida dan pupuk serta limbah industri dan rumah tangga (Atmawidjaja, 1995). Laju sedimentasi yang terjadi di Segara Anakan dapat dilihat dari berkurangnya luasan Laguna

Segara Anakan, sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengurangan Luas Laguna Segara Anakan

Tahun Luas Perairan

1890 6.898,00 1903 6.400,00 1944 6.060,00 1971 4.290,00 1986 2.700,00 1992 1.800,00 2001* 800,00 2002* 600,00

Sumber : Proyek induk pengembangan wilayah Sungai Citanduy, Cibulan, Ditjen Pengairan, Departemen KIMPRASWIL

*) Sumber : Badan Pengelola Kawasan Konservasi Segara Anakan berdasarkan data Landsat type TM hasil interpretasi citra satelit.

Laju sedimentasi tersebut disamping dipengaruhi oleh tingginya partikel lumpur

yang terbawa massa air sungai, juga dipengaruhi oleh morfometrik laguna dan adanya hutan mangrove.

(19)

BAB III

PERIKANAN DI SEGARA ANAKAN

A. KOMPONEN UTAMA PERIKANAN LAGUNA SEGARA ANAKAN

Sebagaimana dijelaskan pada Bab 2 bahwa Laguna Segara Anakan merupakan habitat bagi berbagai jenis ikan, dan oleh sebab itu Laguna Segara Anakan juga

merupakan tempat yang baik bagi kegiatan penangkapan ikan. Berdasarkan data dari Amin dan Hariati (1991) dan Duewel (1994) komposisi hasil tangkapan ikan di Segara

Anakan adalah 48 % ikan, 25% udang dan “crab” 10% (Gambar 12).

Gambar 12. Komposisi Hasil Tangkapan di Laguna Segara Anakan (Didasarkan pada data Amin dan Hariati (1991) dan Duewel (1994).

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Dudley (2000) dengan menggunakan data

pada periode 1999 sampai dengan tahun 2000 komposisi hasil tangkapan bergeser, dimana pada tahun 1991-1994 hasil tangkapan dominan adalah ikan, namun berdasarkan

data tahun 1999-2000 hasil tangkapan terbesar adalah udang (41%) (Gambar 13).

Gambar 13. Komposisi Hasil Tangkapan Sumberdaya Ikan di Laguna Segara Anakan (Dudley, 2000)

lainnya; 17%

"crab"; 10%

udang; 25%

ikan; 48%

ikan;

udang; 41%

(20)

Perikanan Laguna Segara Anakan

24  Terjadinya pergeseran ini terkait erat dengan meningkatnya tekanan dan

perubahan lingkungan, terutama terkait dengan proses sedimentasi yang terjadi di Laguna Segara Anakan. Hal ini berakibat menurunnya daya dukung lingkungan, baik dilihat dari

titik pandang ruang (space) maupun makanan (energi). Disamping adanya persaingan ruang dan makanan, diduga kuat juga telah terjadinya pemanfaatan sumberdaya

perikanan yang melebihi kapasitas potensi lestarinya. Disamping itu, diduga banyak spesies ikan yang tidak lagi mampu menyesuaikan dengan kondisi lingkungan Segara

Anakan, terutama terkait dengan perubahan salinitas dalam rentang yang luas dan laju sedimentasi yang tinggi. Hal ini terlihat dari semakin menurunnya kelimpahan sediaan

(stok), yang dapat dilihat dari indikasi semakin menurunnya hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) menggunakan alat standar apong (sebagai alat paling dominan dan hasil

tangkapannya terbesar).

B. KOMPOSISI UDANG YANG TERTANGKAP DI LAGUNA SEGARA

ANAKAN

Produksi udang per satuan upaya (CPUE) menurun tajam, dari 15,1 kg/trip pada

tahun 1987-1988 menjadi 6,5 kg/trip alat tangkap Apong pada tahun 1999-2000 (Zarochman, 2001). Disamping itu juga terjadi penurunan ukuran udang yang tertangkap

dan keragaman jenisnya. Komposisi udang yang tertangkap di Laguna Segara Anakan pada tahun 2000 disajikan pada Gambar 14 (Dudley, 2000a).

Gambar 14. Komposisi udang hasil tangkapan di Laguna Segara Anakan (Sumber: Dudley, 2000)

Jenis udang yang paling banyak tertangkap (dalam satuan ton per tahun) adalah jenis Metapenaeus elegan (51%) dan disusul jenis Penaeus merguiensis (25%). Namun

Nematopalaemon tenuipes; 18%

Udang lainnya; 9% P. indicus; 8%

P. merguiensis; 25%

M. elegans; 51% M. dobsoni; 3% M. ensis; 1%

(21)

BAB IV

BIOLOGI UDANG Metapenaeus elegans

A. KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI UDANG M. elegans

Metapenaeus elegans de Man (1907) disebut juga fine shrimp (Inggris), crevette

elegance (Prancis), camaron fino (Spanyol), dan nama lokal udang jahe, udang jari dan

udang dogol hijau. Selanjutnya dinyatakan panjang tubuh maksimum udang M. elegans betina 11,8 cm dan jantan 8,4 cm. Sistematika udang M. elegans adalah sebagai berikut (Lovett, 1981; Motoh, 1981; Dall et al., 1990 dan Chan, 1998) :

Filum : Arthropoda Sub filum : Mandibulata Klas : Krustasea Subklas : Malacostraca Seri : Eumalacostraca Subfamili : Penaeinae Genus : Metapenaeus

Spesies : elegans (de MAN, 1907).

M. elegans dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama brown shrimp. Ciri

yang menonjol dari spesies

gonad, bintik hitam tersebut akan berwarna coklat kemerahan, terutama pada bagian dorsal cephalothorac. Pada kaki jalan jernih sampai berwarna pink, dan pada kali jalan belang-belang warna pink. Pada tepi dan bagian ujung kedua upopodnya juga berwarna pink. Kedua antenna juga berwarna pink. Rostrum kuat, cenderung lurus, dengan ujung yang tajam. Pada bagian atas terdapat 9 – 12 gerigi tetapi yang terbanyak 9 gerigi. Pada

(22)

Biologi Udang Metapenaeus elegans

  bagian bawah tidak terdapat gerigi, tapi banyak ditemukan bulu-bulu halus. Gigi dorsal terdepan terletak di dekat ujung rostrum. Adrostral carina berakhir di antara gigi epigastric dan gigi berikutnya. Sulcus adrostral epigastric, mencapai 1/3 anterior dari

panjang karapas. Postrostral carina berlanjut ke posterior 1/10 – 1/12 dari panjang karapas. Flagella luar lebih panjang dari pada dalam, 2/5 dari panjang karapas dan 3/5 dari antennular penducle. Postantenna inferior mencapai ujung segmen I melampaui ujung kornea, 2/5 dari segmen pertama.

Organ reproduksi pada udang merupakan salah satu kunci utama yang cepat untuk membedakan dengan spesies lain secara morfologi. Pada udang jantan, distolateral projection pipih dan biloped, tumpang tinggih dengan distomedian projection. Jarak

diantara distomedian projection lebih dari ½ dari panjang total petasma, dan jarak diantara distolateral projection sekitar 1/3 dari total. Appendix masculine dengan ujung pipih, tertekan ke arah posterior, memanjang seperti buah pear. Pada udang betina, thelicum dengan lempeng anterior seperti lidah, dengan bagian posterior lebih

kecil/sempit. Bagian median tertekan ke dalam kearah posterior, dan dengan lempeng lateral berbentuk L dan secara keseluruhan menyerupai mangkok dengan bukaan yang

lebar bagian posterior.

B. DAUR HIDUP UDANG M. elegans

Berdasarkan daur hidupnya, udang penaid terbagi atas 3 (tiga) kelompok, yaitu :

1) Udang yang seluruh daur hidupnya berada di estuarin, seperti M. bennetae, M. elegans, dan M. insolitus.

2) Seluruh daur hidupnya berada di laut, seperti Parapenaeus, Hymenopenaeus, Aristaeomorpha dan Funchalia, dan

3) udang yang dalam daur hidupnya terbagi menjadi dua, yaitu fase lautan dan fase muara sungai, seperti udang Penaeus (Kirkegaard, 1973) yang disitir Asbar (1994).

Dall et al. (1990) merangkum berbagai hasil penelitian, membedakan 4 tipe daur hidup udang penaid, yaitu :

Tipe 1. Udang penaid yang seluruh daur hidupnya berada di estuarin (Gambar 22). Termasuk dalam tipe ini antara lain Metapenaeus benettae, M. conjunctus, M. elegans, M. moyebi dan M. brevicornis (Miquel,1982). Pascalarva cenderung

(23)

BAB V

PERTUMBUHAN UDANG Metapenaeus elegans

A. KONSEP PERTUMBUHAN UDANG

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran panjang atau berat dalam suatu periode waktu tertentu (Effendie, 1997). Selanjutnya dinyatakan bahwa pertumbuhan dalam individu adalah pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis. Hartnoll (1982) menyatakan bahwa pertumbuhan dapat diekspresikan sebagai pertambahan panjang, volume, berat basah atau berat kering dalam periode waktu tertentu. Anggoro (1992) menyatakan pertumbuhan adalah perubahan bentuk atau ukuran, baik panjang, bobot atau volume dalam jangka waktu tertentu. Secara fisik pertumbuhan diekspresikan dengan perubahan jumlah atau ukuran sel penyusun jaringan tubuh dalam rentang waktu tertentu. Secara morfologis pertumbuhan digambarkan dalam perubahan bentuk (metamorfosis), dan secara energetik, pertumbuhan dapat dijelaskan

dengan perubahan kandungan total energi (kalori) tubuh pada periode waktu tertentu. Effendie (1997) membedakan pertumbuhan menjadi pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan nisbi.

(1) Pertumbuhan mutlak ialah perbedaan panjang atau berat dalam dua saat ( dG = Lt – Lo atau dG = Wt – Wo). .. 5

(2) Pertumbuhan nisbi ialah panjang atau berat yang dicapai dalam satu periode tertentu dihubungkan dengan panjang atau berat awal periode :

RG = (Lt – Lo)/Lo) atau RG = (Wt – Wo)/Wo. ... 6

Pada organisme yang tidak memiliki eksoskeleton pertumbuhan dapat berlangsung terus menerus, tapi pada krustasea hal itu tidak dapat terjadi karena dibatasi oleh adanya eksoskeleton, sehingga proses pertumbuhan menjadi terputus-putus (Hartnoll, 1982). Pada udang pertumbuhan ditandai dengan adanya pergantian kulit (molting, ekdisis).

(24)

Pertumbuhan Udang M. elegans

1. Udang berganti kulit, melepaskan dirinya dari kulit luarnya yang keras (eksoskeleton),

2. Air diserap (absorbed), ukuran udang bertambah besar,

3. Kulit luar yang baru terbentuk dan

4. Air secara bertahap diganti dengan jaringan baru.

Oleh karenanya pertumbuhan panjang individu merupakan fungsi berjenjang (step function), tubuh bertambah panjang pada setiap ganti kulit dan tidak bertambah panjang

antar ganti kulit (intermolt). Pada setiap ganti kulit integumen membuka, pertumbuhan

terjadi cepat pada periode waktu yang pendek, sebelum integumen yang baru menjadi keras (Hartnoll, 1982). Pertumbuhan larva dan pascalarva udang merupakan perpaduan antara proses perubahan struktur melalui metamorfosis dan ganti kulit (molting), serta meningkatnya biomass sebagai proses transformasi materi dan energi pakan menjadi masa tubuh udang (Hartnoll, 1982).

Pada tingkat individu, udang mempunyai pola pertumbuhan yang terputus-putus (discontinu), karena tidak terjadi pertumbuhan saat diantara ganti kulit. Selanjutnya dinyatakan bahwa pertumbuhan udang penaid sangat cepat dan ukuran maksimum bervariasi dari panjang total 8,4-12 cm pada spesies penaid yang kecil (Metapenaeus spp) sampai dengan 30 cm pada spesies udang besar seperti P monodon, dicapai pada umur sekitar 2 tahun. Secara sederhana prinsip faali dan karakteristik ganti kulit pada udang mengikuti alur proses sebagai berikut (Yamaoka dan Scheer, 1970; Wickins, 1982) yang dikutip Anggoro (1992).

(a) Mobilisasi dan akumulasi cadangan material metabolik, seperti Ca, P dan bahan organik ke dalam hepatopankreas selama akhir periode antar ganti kulit (intermolt akhir).

(b) Pembentukan kulit baru diiringi dengan resorpsi material organik dan anorganik dari kulit lama selama periode persiapan (awal) ganti kulit (premolt).

(c) Pelepasan kulit lama pada saat ganti kulit dan diikuti dengan absorpsi air dari media eksternal dalam jumlah besar,

(d) Pembentukan dan pengerasan kulit baru dari cadangan material organik dan arorganik yang berasal dari hemolimfe (darah) dan hepatopankreas (sebagian kecil berasal dari

(25)

BAB VI

DISTRIBUSI DAN RUAYA UDANG M. elegans

Penyebaran udang penaeid mulai dari daerah muara-muara sungai sampai ke perairan laut dalam, bervariasi menurut fase dalam kehidupannya. Larva bergerak dari daerah pemijahan di tengah laut ke teluk dan muara sungai secara pasif terbawa arus sebagai pasca-larva. Juvenil ditemukan pada lingkungan muara sungai dan goba-goba, dan menyenangi perairan yang terdapat hutan mangrove (Kirkegaard, et al. 1970 yang disitir oleh Naamin, 1984). Udang dewasa biasanya ditemukan pada perairan pantai yang dangkal. Udang muda (juvenil) dan udang dewasa mempunyai kisaran toleransi terhadap suhu antara 10 – 40oC, tetapi jarang ditemukan pada perairan dengan suhu 36oC. Udang muda mampu beradaptasi terhadap salinitas hingga 5 o/oo dan udang dewasa jarang terdapat pada perairan dengan salinitas lebih dari 33 – 36 o/oo (Munro, 1968 yang disitir Naamin, 1984). Perairan yang disenangi adalah perairan yang agak keruh dengan dasar lumpur yang lumer atau campuran pasir dengan lumpur (Unar, 1965; Penn, 1975 yang disitir Naamin, 1984).

Udang penaeid yang umumnya hidup di daerah tropis dikenal beruaya dari pantai ke tengah laut dan sebaliknya, migrasi sepanjang pantai dan melakukan pergerakan vertikal dalam kolom air. Larva udang juga diketahui melakukan ruaya secara vertikal pada jam-jam gelap, tetapi tingkah laku ini hilang setelah pascalarva yang berada di sungai. Beberapa jenis udang penaeid mempunyai kebiasaan mengelompok (schooling) dan sifat membenam diri dalam substrat lumpur. Menurut Penn (1981) P. merguensis termasuk golongan yang jarang membenam diri dan hampir selalu aktif. Hindley (1975 yang disitir Naamin, 1984) menyatakan bahwa P. merguensis tidak diketahui membenamkan diri ke dalam substrat dasar perairan. P. monodon dan P. indicus lebih senang membenamkan diri dalam lumpur pada siang hari dan keluar pada saat malam hari.

(26)

Distribusi dan Ruaya Udang M. elegans

  juvenil udang dipengaruhi oleh kombinasi pengaruh suhu dan salinitas. Kombinasi suhu rendah dan salinitas rendah sangat tidak disukai udang. Suhu juga merupakan salah satu variabel utama (selain keadaan sungai dan sedimen) yang mempengaruhi penyebaran udang (Garcia dan Le Reste, 1981). Beberapa faktor yang merangsang udang muda untuk beruaya adalah perubahan yang mencolok dari suhu, salinitas dan arus (terkait dengan perubahan musim aliran sungai) (Rothchild dan Gulland, 1982).

A. DISTRIBUSI UDANG M. ELEGANS BERDASARKAN UKURAN PANJANG

KARAPAS

Ukuran panjang karapas rata-rata paling besar ditemukan pada bulan November dan Desember. Berdasarkan lokasinya, ukuran rata-rata panjang karapas paling besar ditemukan pada stasiun pengamatan perairan laguna sebelah timur Karanganyar. Udang yang berasal dari Zona Timur dan Tengah umumnya lebih kecil dibanding udang yang berasal dari Zona Barat (Gambar 39).

Ukuran terkecil ditemukan pada udang yang tertangkap di perairan Tritih Kulon (Zona Timur) dan di perairan sebelah Barat Kutawaru (Zona Tengah). Hasil cluster analysis menunjukkan bahwa udang M. elegans dari perairan Tritih Kulon memiliki

kemiripan ukuran dengan udang yang tertangkap di perairan Barat Kutawaru, dimana keduanya memiliki ukuran terkecil (Gambar 40). Ukuran udang yang tertangkap di perairan Karangtalun memiliki kemiripan dengan udang yang tertangkap di perairan Timur Motean.

(27)

BAB VIII

MORTALITAS

Informasi tentang laju mortalitas dalam suatu perikanan yang terekplotasi sangat penting untuk menganalisis dinamika suatu populasi (Gulland, 1955 disitir Widodo, 1991). Sebagaimana dijelaskan dalam bab I, mortalitas merupakan faktor pengurang dalam suatu stok perikanan.

A. LAJU MORTALITAS TOTAL

Secara umum mortalitas dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu mortalitas alami dan mortalitas karena penangkapan. Parameter yang digunakan untuk menggambarkan kematian disebut laju mortalitas. Laju instantaneous mortalitas total, Z, dapat diestimasi dari pergeseran kelimpahan kelompok umur dan dari analsis kurva tangkapan menggunakan data frekuensi panjang. Beberapa metode pendugaan laju mortalitas total, akan dijelaskan dengan diikuti teladan hasil perhitungannya pada udang M. elegans di Segara Anakan.

1. Metode Kurva Tangkapan Berbasis Data Panjang

Pada umumnya analisis kurva tangkapan menggunakan data komposisi umur (Beverton dan Holt ,1956; Ricker, 1975). Estimasi laju mortalitas total, Z, metode kurva tangkapan mengansumsikan bahwa populasi memiliki struktur umur stabil. Penambahan baru diasumsikan stabil, dan laju mortalitas total sama untuk semua kelas umur, dan jumlah yang hidup (Nt) cenderung turun secara eksponensial dengan waktu atau umur (t), ditunjukkan dengan rumus :

Ln Nt = ln No - Zt. ... 31

Pendugaan laju mortalitas total dapat diperoleh dengan memplotkan log natural data kelimpahan relatif klas tahun (Nt) berurutan dengan umur (t). Mortalitas total diduga dari kurva yang menurun pada bagian kanan.

(28)

Mortalitas

1   Bertalanffy menjadi fungsi umur dari panjang (Gulland, 1969 disitir Widodo 1988). Prosedur perubahan data distribusi frekuensi panjang menjadi data kurva tangkapan struktur umur dijelaskan oleh Pauly (1983).

Pada persamaan kurva penangkapan berdasarkan umur di atas, jika N (kelimpahan) diganti dengan frekuensi panjang (F) antara l1 dan l2, dan t menjadi umut antara interval kelas tengah, maka persamaannya menjadi :

Ln [F(l1- l2)/dt] = constant – Zt(l1- l2)/2, ... 32

atau lebih sederhana dapat ditulis sebagai

Ln [F/dt] = constant – Zt, ... 33

Kurva tangkapan berdasar panjang adalah plot antara ln (F/dt) dengan t, dimana F adalah jumlah individu pada masing-masing kelompok umur dan t adalah umur relatif. Nilai dt adalah waktu yang dibutuhkan untuk tumbuh dalam klas panjang tertentu.

2. Metode Beverton dan Holt

Teknik kuosien Z/K dan modifikasinya dikembangkan oleh Beverton dan Holt (1956), Powell (1979) dan terakhir oleh Wetherall (1986) dan Weterall et al (1987). Validitas metode ini didasarkan pada asumsi bahwa sampel ikan diperoleh dari populasi yang stabil dengan penambahan baru dan laju mortalitas yang konstan serta mengikuti model pertumbuhan von Bertalanffy. Nilai Z/K dapat diduga jika nilai-nilai L∞, lc dan Î diketahui, dengan persamaan :

L∞ - Î

Z/K = ... 34 Î - lc

Atau jika l’ diketahui dapat digunakan rumus :

Z = K [(L∞- Î) / (Î – l’) ... 35

dimana :

K = indek kurva pertumbuhan von Bertalanffy L∞= panjang infiniti,

Î = rata-rata panjang karapas dalam kelompok umur tertentu, l’ = panjang karapas terkecil dalam sampel

(29)

BAB VIII

ANALISIS STOK

A. PENGERTIAN STOK

Stok adalah suatu kelompok organisme dari suatu spesies yang mempunyai karakteristik (parameter stok) yang sama dan menempati suatu daerah geografis tertentu. Parameter stok adalah berbagai indikator dari mortalitas dan keragaan fisiologis, misalnya pertumbuhan badan (Spare et al., 1989). Pada prinsipnya suatu stok adalah kelompok ikan atau udang yang batas geografis persebarannya dapat ditentukan, demikian pula kegiatan perikanan (armada penangkapan) yang mengeksploitasi kelompok ikan atau udang tersebut. Stok harus berasal dari suatu ras yang sama dalam suatu spesies yang sama.

Cushing (1968) yang disitir Spare et al. (1989) memberikan definisi stok sebagai ikan yang mempunyai tempat memijah tertentu dan ikan-ikan dewasa kembali dari tahun ke tahun. Selanjutnya dikemukakan bahwa Larkin (1972) mendifinisikan stok sebagai suatu populasi organisme yang mempunyai kumpulan gen yang sama yang menjamin sebagai suatu sistem yang secara mandiri dapat berkelanjutan. Sifat khusus dari suatu stok adalah bahwa parameter populasi tetap sama di seluruh daerah penyebarannya. Ihseen et al. (1981) mendefinisikan stok sebagai suatu kelompok interspesifik dari individu-individu yang berhubungan secara acak dalam kesatuan menyeluruh menurut waktu dan ruang,.

Ricker (1975) menjelaskan stok sebagai bagian dari populasi yang berada di bawah pertimbangan pandangan dalam pemanfaatannya, baik secara aktual maupun potensial. Sedangkan Gulland (1983) untuk keperluan pengelolaan menjelaskan bahwa sekelompok atau suatu sub kelompok individu dari suatu spesies dapat diperlakukan sebagai satu stok jika perbedaan-perbedaan dalam kelompok tersebut dan “percampuran” dengan kelompok lain dapat diabaikan tanpa membuat kesimpulan yang keliru.

(30)

Analisis Stok Model Analitik

11   Gulland (1974) mengelompokkan menjadi dua dilihat dari cara pandang terhadap populasi ikan. Pertama, model-model yang memperlakukan populasi sebagai satu satuan tanpa memperhitungkan strukturnya (komposisi umur dan sebagainya). Kedua, menganggap populasi sebagai kumpulan dari individu-individu anggotanya, sehingga dikaitkan dengan laju pertumbuhan dan mortalitas dari individu anggotanya. Model yang masuk kelompok pertama misalnya model surplus produksi dari Schaefer (1954, 1957) yang merupakan pengembangan dari model Graham (1939), model dynamic pool dari Wicker (1948, 1958), dan Beverton dan Holt (1957).

Model analitik sering pula dikenal sebagai Beverton and Holt dan model Ricker, yaitu suatu model yang mempertimbangkan lebih mendalam beberapa bagian parameter populasi. Model ini lebih banyak memerlukan data mengenai parameter pertumbuhan, rekrutmen dan mortalitas. Model yang banyak digunakan pada akhir-akhir ini adalah model yield-per-rekruit (Y/R), yang selanjutnya disebut sebagai hasil per penambahan baru. King (1995) menyatakan bahwa model Y/R adalah memeriksa “trade off” antara menangkap ikan yang masih muda dalam jumlah banyak dan menangkap ikan yang lebih sedikit jumlahnya tetapi lebih besar ukurannya.

Asumsi model adalah bahwa stok dalam keadaan berimbang, yakni yield total dalam satu tahun dari semua kelompok umur (semua kohort semu, pseudo cohort) adalah sama dengan yield yang dihasilkan oleh suatu kohort tunggal selama daur hidupnya (King, 1995; Sparre dan Venema, 1999). Secara lebih sederhana, Gulland (1983) menyatakan bahwa Y/R adalah yiled rata-rata yang dapat diharapkan dari ikan secara individu yang mencapai ukuran yang dapat ditangkap, dengan pola penangkapan tertentu (jumlah upaya total dan selektifitasnya).

B. ANALISIS KOHORT DAN VIRTUAL POPULATION ANALYSIS (VPA)

(31)

BAB X

KONSEP DAN STRATEGDI PENGELOLAAN

Berdasarkan paparan dari bab 1 sampai dengan bab 9 di depan dapat disimpulkan bahwa :

1) M. elegans betina matang gonad paling banyak ditemukan pada bulan Mei. Daerah

pemijahan M. elegans diduga di perairan Laguna Segara Anakan (zona barat).

2) Puncak rekrutmen M. elegans terjadi pada bulan Juni.

3) Ukuran M. elegans rata-rata tertangkap jaring apong pada panjang karapas 14.5 mm,

sedangkan ukuran optimum yang menghasilkan produksi maksimum berkelanjutan (MSY) relatif adalah 25.5 mm, dengan laju eksploitasi 0.7/tahun. Apabila laju eksploitasi sekarang dipertahankan (E = 0.83/tahun), maka Lc seharusnya 27.7 mm. 4) Pada Lc = 14.5, laju eksploitasi udang jari sebesar 0.83/tahun, Emax sebesar

0.54/tahun dan E0.1 sebesar 0.46/tahun.

5) Berdasarkan indikator ukuran panjang karapas rata-rata yang tertangkap apong, laju

eksploitasi (E), produksi, hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) dan Y/R’ status perikanan udang jari di perairan Segara Anakan dalam keadaan lebih tangkap.

6) Produksi udang jari di perairan Segara Anakan pada tahun 2004 sebesar 168

ton/tahun, dengan nilai produksi sebesar Rp.1.726.744.150,00. Produksi maksimum berkelanjutan secara biologi (MSY) udang jari 240 ton dan produksi maksimum berkelanjutan secara ekonomi (MSE) sebesar 234 ton, dengan nilai produksi sebesar Rp. 2.740.275.054.00, apabia nilai tengah ukuran udang yang tertangkap 25,5 mm.

7) Alternatif pengelolaan yang dapat dilakukan, baik secara terpisah atau bersamaan,

yaitu :

a) Konsep pengelolaan yang didasarkan pada pengaturan ukuran mata jaring pada kantong jaring apong.

b) Konsep pengelolaan dengan penutupan musim dan daerah penangkapan, berdasarkan musim / daerah pemijahan dan pola rekrutmen.

c) Konsep pengelolaan dengan mengurangi laju eksploitasi (mengurangi jumlah trip), yaitu dengan mengurangi jumlah unit atau trip alat tangkap yang beroperasi di Seagara Anakan.

(32)

Konsep Pengelolaan

1   Berdasarkan kesimpulan tersebut maka rekomendasi yang dikemukakan adalah :

1) Perlu penelitian lebih lanjut tentang domestikasi dan uji coba budidaya udang jari,

sebagai upaya untuk mempertahankan keragaman hayati dan pemanfaatan lahan tambak udang yang tidak produktif.

2) Perlu pengaturan ukuran mata jaring pada kantong jaring apong agar ukuran udang jari yang pertama kali tertangkap sebesar 25.5 mm, ukuran mata jaring yang

disarankan adalah minimal 46 mm pada kantong jaring apong.

3) Perlu dilakukan penutupan musim dan daerah penangkapan berdasarkan musim

pemijahan, dilakukan pada bulan Mei di perairan Laguna Segara Anakan (Zona Barat).

4) Perlu dilakukan penutupan musim dan daerah penangkapan berdasarkan puncak

penambahan baru, dilakukan pada bulan Juni di perairan hulu semua sungai yang bermuara ke perairan Segara Anakan.

5) Perlu dilakukan pengendalian sedimentasi, dengan penataan DAS Citanduy beserta

pembuatan sediment trap. Hal tersebut dilakukan melalui koordinasi lintas daerah administrasi dengan melibatkan pemerintah pusat, karena mencakup dua provinsi, yaitu Jawa Barat dan Jawa Tengah.

6) Perlu dilakukan pemberdayaan masyarakat nelayan apong dalam melakukan pengelolaan sumber daya udang jari. Hal ini bertujuan agar nelayan merasa memiliki

dan bertanggung-jawab atas sumber daya udang dan sumber daya lainnya yang ada di Segara Anakan. Pemberdayaan diarahkan untuk melakukan pengaturan ukuran mata jaring pada kantong apong, penutupan musim dan daerah penangkapan, serta membangun kebersamaan untuk mencari pengganti biaya hidup selama dilakukan penutupan musim dan daerah penangkapan, misalnya dengan menabung (dengan membayar retribusi) yang dikelola oleh nelayan sendiri (kelompok / rukun nelayan). Hasil retribusi tersebut selanjutnya akan diberikan kepada nelayan saat tidak melakukan penangkapan.

A. KONSEP PENGELOLAAN

Pengelolaan perikanan pada dasarnya dimaksudkan untuk :

1) Memperoleh produksi maksimum yang berkelanjutan, dalam arti bahwa keberlanjutan stok alami dapat dipertahankan.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo S. 1983. Ukuran matang kelamin dan musim pemijahan udang jerbung (Penaeus merguensis de Man) di Perairan Cilacap dan sekitarnya. Lap. Penelitian Perikanan Laut No. 29: 97-102.

Adisusilo S. 1984. Studi mengenai laju pertumbuhan, laju kematian dan pola penamahan baru udang jerbung (Penaeus merguensis de Man) di perairan Cilacap dan sekitarnya. Lap. Penelitian Perikanan Laut No. 31: 55-62.

Amin E, T Hariati. 1991. The Capture fisheries of Segara Anakan, Indonesia. Di dalam : Chou Loke Ming et al..ed. Toward an Integrated Management of Tropical Coastal Resources. Proceeding of the ASEAN/US Technical Workshop; Singapore, ICLARM Conference 22.455 p.

Anderson SL, WH Crark Jr, ES Chang. 1985. Multiple spawning and molt synchrony in a free spawning shrimp (Sycionia ingentis: Penaeoidea). Refererence: Biol.Bull 168: 377-394 (June, 1985).

Anggoro S. 1992. Efek osmotik berbagai tingkat salinitas media terhadap daya tetas telur dan vitalitas larva udang Windu Penaeus monodon F. [disertasi] Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertania Bogor.

Anthony VC. 1982. The calculation of F0.1: a plea for standardization NAFO SCR Doc.82/VI/64. 16 p.

Asbar 1994. Hubungan tingkat eksploitasi dengan struktur populasi dan produksi udang windu Penaeus monodon (F) di Segara Anakan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertania Bogor.

Atmaja SB. 1988. Estimation of growth and mortality of round scad (Decapterus macrosoma) in the Java Sea, Indonesia. Di dalam: Venema SC, Christensen and Pauly D. eds. Contributions to tropical fisheries biology. FAO Fish. Rep (389): 324-345.

Atmawidjaja E. 1995. Perubahan lingkungan fisik Segara Anakan p. 101-113 Di dalam: Proceeding Lokakarya Penanganan Segara Anakan dan Lingkungannya Secara Berkelanjutan. Departemen Pekerjaan Umum bekerjasama dengan Kantor Menteri Lingkungan Hidup RI.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

1   Sumberdaya Hayati Dirjen Penyerasian Riset dan Eksplorasi Laut DKP, KOMNAS KAJISKANLAUT dan PK.SPL IPB.

Badawi HK. 1975. On maturation and spawning in some Penaeid prawns of the Arabian Gulf. Marine Research Centre Jeddah; Al Bagdadiah, Jeddah, Kingdom of Saudi Arabia. Journal Marine Biology 32, 1-6 (1975).

Bhattacharya CG. 1967. A simple methods of resolution of a distribution into Gaussian components. Biometrics. 23:115-135.

Beverton RHJ. 1963. Maturation, growth and mortality of clupeid and engraulid stocks in relation to fishing. Rapp.P.V.Reun.CIEM.154:44-67.

Beverton RJH, SJ Holt. 1957. On the Dynamics of Exploited Fish Populations. Fish. Invest. London, ser. II, 19:533.

---. 1966. Manual of methods for fish stock assessment. part II. Tables of yield function. FAO Fish. Tech. Pap. (38)(Rev-1) 67p.

Bone Q dan NB Marsall. 1982. Biology of Fishes. Blackie, Glasgow and London.

Brahmana SS. 1995. Kualitas air Laguna Segara Anakan dari aspek perikanan. Di dalam: Proceeding Lokakarya Penanganan Segara Anakan dan Lingkungannya Secara Berkelanjutan. Departemen Pekerjaan Umum bekerjasama dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Jakarta.

Cha KH, CW Oh, SY Hong, KY Park. 2002. Reproduction and population dynamic of Penaeus chinensis ( Decapoda, Penaeidae ) on the western coast of Korea, Yellow Sea. Journal Fisheries Research 56 (2002) p.25-36.

Chamberlain GW. 1985. Biology and control of shrimp reproduction p.III-I-III-42. In: Texas shrimp farming manual by GW Chamberlain, MG Haby and RJ Miget (Eds). Texas Agriculture Extention Service.

Chan TY. 1998. Shrimps and Prawns. Di dalam: Carpenter KE, VH Niem. ed. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Vol. 2. Cephalopods, Crustaceans, Holothurians and Sharks. Food and Agriculture Organization of the United Nations Rome.

Chu KH, QC Chen, LM Huang, CK Wong. 1994. Morphometric analysis of commercially important of Penaeid Shrimp from the Zhujiang Estuary, China. Journal Fisheries Research 23 (1995) p.83-93

(35)

DAFTAR PUSTAKA

1   Croccos DJ, TD van der Velde. 1995. Season, spatial and inter-annual variability in the

reproductive dynamics of the grooved tiger prawn Penaeus semisulcatus in Albatros Bay, Gulf of Carpentaria, Australia: the concept of effective spawning. Journal Marine Biology (1995) 122: 557-570.

Dall W, BJ Hill, PC Rothlesberg, DJ Sharples. 1990. The Biology of the Penaeidae. Advance Di dalam: Blaxter JHS, AJ Southward. Eds. Marine Biology Vol. 27. Academic press. Harcourt Brace Jovanovich, Publishers. London.

Dando PR. 1989. Reproduction in Estuarine Fish. Di dalam: Potts GW, RJ Wootton. Eds. Fish Reproduction, Strategy and Tactics. Third Printing. Academic Press Harcourt Brace Javanovich Publishers. London.

Djamali A. 1991. Pengaruh ekosistem mangrove terhadap kelimpahan pascalarva dan juwana udang Windu (P. monodon Fab.) dan udang Jerbung (P.merguensis de Man) di perairan pantai Cilacap. Jawa Tengah. [disertasi] Bandung. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

Dudley RG. 2000a. Segara Anakan fisheries management plan. Specialist fisheries consultant report. BCEOM-Ditjen Bangda, Jakarta.

---. 2000b. Summary of data related to catches in Segara Anakan. Specialist fisheries consultant Report. BCEOM-Ditjen Bangda, Jakarta.

---. 2000c. Summary of data related to catches shrimp landing in Cilacap. Specialist fisheries consultant report. BCEOM-Ditjen Bangda, Jakarta.

Duewel J. 1994. Socio-economic assessment of Segara Anakan Lagoon and environs. Asian Development Bank Technical Assistance Consultants Report. 43p plus table.

ECI (Engineering Consultant Inc). 1974. The Citanduy river basin development project. Master-plan annex H: Land-use and Management. Ministry of Public Works and Electric Power. Director General of Water Resources Development. Directorate of River and Swamps.

---. 1975. The Citanduy river basin development project. Segara Anakan, Special Re-evaluation of sedimentation. Denver.

---, 1987. Segara Anakan engineering measures study: Main Report. Ministry of Public Works and Electric Power. Director General of Water Resources Development.

---. 1994. Segara Anakan conservation and development project. Final report, Asian Development Bank, Jakarta.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

1   Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama.

Emmerson WD. 1983. Maturation and growth of ablated an unablated Penaeus monodon Fabricius. Aquaculture. 32:235-241.

Enin UI, U Lowenberg, T Kunzel. 1996. Population dynamic of estuarine prawn (Nematopalaemon hastatus Aurivillius 1898) off the southeast coast of Nigeria. Journal Fisheries Research 26 (1996) 17-35.

ET (Ecology Team) Bogor Agricultural University. 1984. Ecological aspects of Segara Anakan in relation to its future management. Institute of Hydraulic Engineering and Faculty of Fisheries, Bogor Agriculture University Indonesia.

ET, Sujastani T. 1989. Natural resources. Di dalam : White AlT, P Martosubroto, MSM Sadorra. 1989. The Coastal Environmental profile of Segara Anakan Cilacap South Java Indonesia. ICLARM. Philippines.

Garcia S. 1985. Reproduction, stock assessment models and population parameters in exploited penaeid shrimp population. Di dalam: Rothlesberg PC, Hill BJ and Staples DJ. Eds. Second Australian National Prawn Seminar. Pp 139-158. NSP2, Cleveland, Australia.

---. 1988. Tropical Penaids Prawns Di dalam: Gulland, J.A., (Reprinted) 1991. Fish Population Dynamics. John Wiley & Sons. New York. p.219-249.

Garcia S, L Le Reste. 1981. Life cycle, dynamic exploitation and management of coastal penaeid shrimp stock. FAO Fish. Tech. Paper 203: 215 p.

Gayanilo Jr FC dan D Pauly. 2001. Welcome to FISAT II user’s guide. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Gulland JA. 1977. Fish Population Dynamics. The Implications of Management. A Willey –Inter-science Publication. 2nd ed. John Willey and Sons Ltd.

---. 1983. Fish Stock Assessment. A Manual of Basic Methods. FAO/Wiley Series on Food and Agriculture; v.1. A Willey-Inter-science Publication. John Willey and Sons Ltd.

Hartnoll RG. 1982. Growth. Di dalam:: Bliss DE. Editor. The Biology of Crustacea. Vol.2. Embryology, Morphology and Genetics. Academic Press. A subsidiary of Harcourt Brace Jovanovich Publisher. New York.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

1   Ismail A. 1991. Pengaruh rangsangan hormon terhadap perkembangan gomad individu

betina dan kualitas telur udang windu (Penaeus monodon Fab.). {Thesis]. FPS IPB. Bogor.

Jones R. 1978. Stock and recruitment. Di dalam : Models for Fish Stock Assessment. FAO Fish. Circular No.701. FIRM/C 701, FAO – Rome: 79-98.

Jones R, NP Van Zalinge. 1981. Estimates of mortality rate and population size for shrimp in Kuwait waters. Di dalam : Proceeding Shrimp Releasing Marking and Recruitment Workshop, 25-29 Nov. Salmia Kuwait. Kuwait Bull. Mar. Sci. No. 2: 273-288.

King M. 1995. Fisheries Biology, Assessment and Management. Fishing News Books. A Division of Blackwell Science Ltd. London.

Le Reste L, J Marcille. 1976. Biology of shrimp Penaeus indicus H Milne Edward in Madagascar: growth, recruitment migrations, reproduction, mortality; A contribution to the study of an eutrophic tropical bay. Cahiers ORSTOM series Oceanographique 14, 109-127.

Lovett DL. 1981. A guide to the shrimps, prawns, lobsters, and crabs of Malaysia and Singapore. Occasionally Publication No.2. Faculty of Fisheries and Marine Science. Universitas Pertanian Malaysia..

Lowe-McConnell RH. 1991. Ecological Studies in Tropical Fish Communities. Cambridge University Press. Melbourne Australia.

Martosubroto P. 1978. Musim pemijahan dan pertumbuhan udang jerbung (Penaeus merguensis de Man) dan udang dogol (Metapenaeus ensis de Haan) di perairan Tanjung Karawang. Di dalam : Prosiding Seminar ke II Perikanan Udang, 15-18 Maret 1977, Jakarta. Lap. Pen. Perik.Laut : 7-20.

Martosudarmo B, BS Ranoemihardjo. 1980. Biologi udang penaeid. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian. 21 hal.

Mathew CP, M Samuel. 1990. The relationship between maximum and asymptotic length in fishes. Fishbyte, 8(2):14-16.

May RM. 1976. Theoritical Ecology. Principles and Applications. 2nd ed. Blackwell Scientifical Publications. Sinauer Associates inc. Publishers. Sunderland Massachusetts.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

1   Merta IGS dan S Nurhakim. 2001. Model-model Analitik. Di dalam : Djamali A, OK

Sumadhiharga, B Sumiono dan Sulistijo (Eds). Penuntun Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan Perairan Indonesia. Propyek Riset dan Eksploitasi Sumber Daya Laut. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan – DKP dan Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI. Jakarta.

Miller PJ. 1989. The Technology of Gobioid Fishes. Di dalam : Potts GW, RJ Wootton. Eds. Fish Reproduction, Strategy and Tactics. Third Printing. Academic Press Harcourt Brace Javanovich Publishers. London.

Minagawa M, S Yasumoto, T Ariyohi, T Umemoto, T Ueda. 2000. Inter-annual, seasonal, local and body size variations in reproduction of the prawn Penaeus (marsupenaeus) japonicus (Crustacea : Decapoda: Penaeidae) in the Ariake Sea and Tachibana Bay, Japan. Journal Marine Biology (2000) 136: 223-231.

Miquel JC. 1982. Supplementary notes on species of Metapenaeus (Decapoda, Penaeidae). Crusraceana 45, 71-76.

Mohammed KH. 1967. Penaeid prawns in the commercial shrimp fisheries of Bombay with notes on species and size fluctuations. Di dalam: Proceeding of the symposium on Crustacea held at Ernaculam. January 1965. Mar.Biol.Assoc.India. Mandapam Camp., India.

Motoh H. 1981. Study on fisheries biology of the Giant Tiger prawn Penaeus monodon in the Philippines. SEADEC. Technical report no.7.

---. 1985. Biology and ecology of Penaeus monodon,. p: 27-36. Di dalam : J Taki, JH Primavera, JA Llobrera. Eds. Proceedings of the first International Conference on the culture of Penaeid prawn/shrimps. Aquaculture Department. SEAFDEC, Iloilo.

Motoh H, P Buri. 1984. Studies on the penaeoid prawns of the Philippines. Reprinted from: Research on Crustacea, No.13-14. Carcinological Society of Japan, September 1964.

Naamin N. 1984. Dinamika populasi udang jerbung (Penaeus Merguensis de Man) di perairan Arafura dan alternatif pengelolaannya. [disertasi]. Bogor. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Nurjana ML. 1985. Pengaruh ablasi mata terhadap perkembangan telur dan embryo, serta kualitas larva udang Windu (Penaeus monodon). [disertasi].. Yogyakarta. Program Pascasarjana Universitas Gajahmada.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

1   Ohtomi J, T Matsuoka. 1998. Reproduction and growth of Jack-knife shrimp,

Haliporoides sibogae, off South-western Kyushu, Japan. Fisheries Science 38 (1998) 271-281.

Ohtomi J, T Tashiro, S Atsuchi, N Kohno. 2003. Comparison of spatiotemporal pattern in reproduction of the Kuruma prawn Marsupenaeus japonicus between two regions having different geographic conditions in Kyushu, Southern Japan. Fisheries Science 2003: 69: 505-519.

Pauly D. 1980. On the interrelationships between natural mortality, growth parameter and mean environmental temperature in 175 fish stocks. Conseil International pour L’Exploration de la Mer, Journal du Conseil, 39, 175-192.

---. 1983. Length-converted catch curves: A powerful tool for fisheries research in the tropics (part 1). Fish-byte, 1 (2), 9-13.

---. 1984. Length-converted catch curves: A powerful tool for fisheries research in the tropics (part 2). Fish-byte, 2 (1), 17-19.

---. 1987. A review of the ELEFAN system for analysis of length frequency data in fish and aquatic invertebrate. P.7-34. Di dalam Pauly D, GR Morgan.Eds. Length based methods in fisheries research. ICLARM Conference proceeding 13,468p. International Centre for Living Aquatic Resources Management, Manila, Philippines, and Kuwait Institute for Scientific Research, Safat, Kuwait.

Pauly D, N David. 1981. ELEFAN I, a basic program for the objective extraction of growth-parameters from length-frequency data. Meeres forsch. 28 (4): 205-211.

Pauly D, J Ingles, R Neal. 1980. Application to shrimp stocks of objective methods for the estimation of growth, mortality and recruitment-related parameter from frequency data (ELEFAN I and II). ICLARM Contribution No.122.

PKSPL – Institut Pertanian Bogor. 1998. Buku I. Kondisi dan potensi biofisik kawasan. Kerjasama PKSPL dengan Bagian Proyek Konservasi dan Pembangunan Segara Anakan. Direktorat Jendral Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri.

---. 1999a. Penyempurnaan penyusunan ,anagement plan kawasan Segara Anakan. Buku I. Kerjasama Direktorat Jenderal Pembangnan Daerah Departemen dalam Negeri dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.

(40)

DAFTAR PUSTAKA

1 1  Potts GW. 1989. Parental behavior in temperate marine teleost with special reference to

the development of nest structure. Di dalam: Potts GW. and RJ Wootton. Eds. Fish Reproduction, Strategy and Tactics. Third printing. Academic Press Limited. London.

PPLH Universitas Diponegoro. 2001. Environmental monitoring program (EMP) (Interim report). Segara Anakan Conservation and Development Project (SACDP). Directorate General of Regional Development (DGRD).

Primavera JH. 1983. Review of maturation and reproduction in closed thelycum penaeids. Di dalam. : Proceeding of the first international conference on the culture of Penaeid prawn/shrimps. Aquaculture Department Southeast ASEAN Fisheries Development Centre, Iloilo. Philippines 47-64.

Purnamaji S. 2003. Analisa tingkat eksploitasi sumberdaya udang jerbung (Penaeus merguensis de Mann, 1988) di perairan kawasan Segara Anakan dengan simulasi model dinamis. [tesis]. Semarang. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Ramamurty S. 1985. Studies on the prawn fisheries of Kutch. Di dalam : Proceeding of the symposium on Crustacea held at Ernaculam. January 1965. Mar.Biol.Assoc.India. Mandapam Camp., India.

Raymond T, J Lin. 1994. Temporal pattern of reproduction and recruitment in populations of the penaeid shrimps Trachypenaeus similis (Smith) and T. constrictus (Stimpson) (Crustacea : Decapoda) from the North-central Gulf of Mexico, Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 182 (1994) 205-222.

Riani E. 2001. Peningkatan daya guna induk udang windu (Penaeus monodon Fab) afkir melalui pemberian dopamin serta modifikasinya dengan ekstradiol dan vitamin. [disertasi]. Bogor. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Ricker WE. 1975. Computation and interpretation of biological statistic of fish populations. Department of the Environment Fisheries and Marine Service, Ottawa. Bull. Fish. Res. Board Can. 191: 382 p.

Rikhter VA dan VN Efanov. 1976. On one of the approaches to estimation of natural mortality of fish populations. ICNAF Res. Doc., 79/VI/8, 12p.

Ronnback P, A Macia, Galamqvist, L Schultz, M Troell. 2002. Do penaeids shrimp have a preference for mangrove habitats?. Distribution pattern analysis on Inhaca Island, Mozambique. Journal Estuarine, Coastal and Shelf Science (2002) 55, p.427-436.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

1   Rothschild BJ, JA Gulland. 1982. Interim report of the workshop on the scientific basic

for the management of the Penaeid shrimp. NOAA Tech. Memorandum NMFS-SEFC-98. US Dept. Commerce: 66 p.

Saputra SW dan Subiyanto, 2008. Dinamika populasi udang jerbung (Penaeus merguiensis de Man 1907) di Laguna Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Kelautan (Indonesian Journal of Marine Science).

---, 2007. Analisis Stok Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis de Man) Menggunakam Model Hasil Relatif Per Rekruit (Y’/R) di Laguna Segara Anakan Cilacap. [makalah]. Disampaikan dalam seminar nasional hasil-hasil penelitian Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP. 28 Agustus 2007. Semarang.

Saputra SW, 2007. Distribusi dan Kelimpahan Udang Penaeid di Laguna Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah. Jurnal Sainteks Perikanan FPIK UNDIP.

---, 2007. Analisis Stok Udang Jerbung (Penaeus merguiensis de Man) Menggunakam Model Hasil Relatif Per Rekruit (Y’/R) di Laguna Segara Anakan Cilacap. Jurnal Sainteks Perikanan FPIK UNDIP.

---, 2007. Kondisi Perairan Segara Anakan Cilacap Berdasarkan Variabel Salinitas dan Kekeruhan. [makalah]. Disampaikan dalam seminar nasional hasil-hasil penelitian Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP. 28 Agustus 2007. Semarang. 17 p.

---, 2007. Dinamika Populasi Udang Dogol (Penaeus indicus H.M. Edwards) DI Laguna Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah. [makalah]. Disampaikan dalam Seminar Nasional Tahunan IV hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Fakultas Pertamiam UGM. 28 Juli 2007. Yogyakarta.

Saputra SW, P Soedarsono, A Solichin, B Hendrarto. 2004. Studi tentang potensi dan distribusi udang penaids di Laguna Segara Anakan Cilacap. [Laporan Penelitian]. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Diponegoro.

Saputra SW, Solichin A, Pramonowibowo. 2004. Aspek reproduksi dan spawning ground udang jari Metapenaeus elegans di Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. [Laporan Penelitian]. Dibiayai oleh Proyek Hibah Penelitian Kebaharian TA 2004 Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas RI.

Gambar

Tabel 1. Pengurangan Luas Laguna Segara Anakan Tahun
Gambar  12. Komposisi Hasil Tangkapan di Laguna Segara Anakan (Didasarkan pada data Amin dan Hariati (1991) dan Duewel (1994)
Gambar  14. Komposisi udang hasil tangkapan di Laguna Segara Anakan (Sumber: Dudley, 2000)

Referensi

Dokumen terkait