• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Layaran (Istiophorus sp.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Layaran (Istiophorus sp.)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Deskripsi Ikan Layaran (Istiophorus sp.)

Ikan layaran (Istiophorus sp.) termasuk kedalam sumberdaya ikan pelagis besar yang termasuk jenis ikan pedang atau setuhuk dan sering muncul kepermukaan dengan sirip punggung yang dikembangkan. Habitat ikan layaran adalah di permukaan laut (pelagis dan epipelagis) di atas lapisan termoklin. Ikan layaran banyak ditemukan di daerah perairan yang dekat dengan pesisir dan pulau-pulau (Shaw 1972). Ikan pelagis besar tersebar dihampir semua wilayah pengelolaan perikanan di mana tingkat pemanfaatan berbeda-beda antar perairan (Mallawa 2006). Penangkapan ikan ini menggunakan alat tangkap tonda dan long line. Klasifikasi ikan layaran (Istiophorus sp.) (Saanin 1984) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Sub ordo : Scombroidea Famili : Istiophoridae Genus : Istiophorus

Spesies : Istiophorus gladius Istiophorus orientalis Istiophorus platypterus

(2)

Daerah penyebaran ikan layaran di Indonesia meliputi : Pelabuhan Ratu, Selat Bali, Laut Flores, Selat Makasar, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Sawu, dan perairan barat Sumatera (KKP 2006). Ikan layaran memiliki panjang yang dapat mencapai 300 cm, memiliki badan memanjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kehitaman. Kepala ikan layaran berbentuk kerucut dengan paruh panjang dan merupakan ikan perenang cepat. Sirip punggung ikan layaran memiliki 20 jari-jari keras yang membentuk seperti layar berwarna kebiruan. Komposisi kimia ikan layaran (Istiophorus sp.) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia ikan layaran (Istiophorus sp.)

Komposisi Satuan Bagian yang dapat dimakan

Kalori Kal 129 Air % 72,4 Protein g 23,4 Lemak g 3,2 Total karbohidrat g  - Serat g  - Abu g  1 Calsium mg 9 Phospor mg  190 Fe mg  0,8 Sodium mg  71 Potasium mg  - Retinol mg  5 B-caroten eqivalen mg  - Thiamin mg  0,10 Riboflavin mg  0,06 Niasin mg  4,5 Ascorbic acid mg  1

Sumber : Leung et al. (1972)

2.2 Protein Ikan

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Semua enzim, berbagai hormone, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein (Almatsier 2006). Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno 2008). Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu

(3)

membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Protein merupakan komponen ikan yang sangat penting ditinjau dari sudut gizi dan terkandung sekitar 15-25% dari berat total daging (Irianto dan Giyatmi 2009). Protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan oleh manusia. Protein ikan terdiri dari asam-asam amino yang diperlukan oleh tubuh manusia. Molekul protein terutama terdiri dari asam amino, yang merupakan senyawa organik yang mengandung satu atau lebih gugus amino dan satu atau lebih gugus karboksil (Irianto dan Giyatmi 2009).

Protein ikan kurang stabil bila dibandingkan dengan protein daging mamalia, artinya mudah rusak oleh pengolahan, terkoagulasi dan terdenaturasi, karena struktur alamiah miosin yang labil (Winarno 1993). Protein ikan mudah dicerna dan diabsorpsi. Absorpsi protein ikan lebih tinggi dibandingkan daging sapi, ayam dan lainnya, karena daging ikan mempunyai serat-serat protein lebih pendek dari pada serat-serat daging sapi atau ayam (Ikayanti 2007). Protein ikan dapat diklasifikasikan menjadi protein miofibril sebesar 65-75%, sarkoplasma sebesar 20-30% dan stroma 1-3% (Junianto 2003). Asam amino dalam teknologi pangan mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan, misalnya D-triptofan mempunyai rasa manis 35 kali kemanisan sukrosa, sebaliknya L-triptofan mempunyai rasa yang sangat pahit. Asam glutamat sangat penying peranannya dalam pengolahan makanan karena dapat menimbulkan rasa yang lezat, gugusan glutamat akan bergabung dengan senyawa lain menghasilkan rasa enak tersebut (Winarno 2008).

2.2.1 Protein miofibril

Protein miofibril atau protein larut garam adalah salah satu dari protein yang terdapat pada daging ikan serta berjumlah paling besar diantara protein sarkoplasma dan stroma. Protein ini terdiri atas aktin, miosin, serta protein regulasi (tropomiosin, troponin dan aktinin). Protein miofibril memiliki peranan penting dalam pembentukan gel makanan berbasis surimi. Kemampuan protein miofibril dalam membentuk gel akan berkurang karena perlakuan selama pengolahan dan penyimpanan (Uju 2006). Protein miofibril bertanggung jawab terhadap daya ikat air daging ikan, tekstur produk serta sifat fungsional daging lumat khususnya kemampuan membentuk gel (Irianto dan Giyatmi 2009). Pada

(4)

umumnya protein yang larut dalam larutan garam lebih efisien sebagai pengemulsi dibandingkan dengan protein yang larut dalam air (Junianto 2003). Miosin merupakan protein esensial untuk peningkatan elastisitas gel protein. Miosin merupakan fraksi miofibril yang paling berlimpah dalam otot ikan dan memiliki kontribusi sekitar 50-60% dari berat total jumlah protein. Aktin merupakan fraksi miofibril terbesar kedua setelah miosin, menyusun sekitar 20% dari kandungan total jumlah protein. Tropomiosin dan troponin berjumlah 10% dari kandungan total jumlah protein (Shahidi dan Botta 1994). Aktin dan miosin bergabung membentuk aktomiosin. Protein miofibril akan mengalami denaturasi dengan kisaran pH kurang dari 6,5 yang berdampak pada kemampuan pembentukkan gel.

2.2.2 Protein sarkoplasma

Sarkoplasma (miogen) merupakan protein terbesar kedua pada daging ikan yang mengandung bermacam-macam protein yang larut dalam air. Protein ini terdiri dari albumin, mioalbumin dan mioprotein. Kandungan sarkoplasma dalam daging ikan bervariasi, selain tergantung dari jenis ikan dan habitat ikan tersebut. Pada umumnya, ikan pelagis mempunyai kandungan sarkoplasma lebih besar daripada ikan demersal (Junianto 2003). Menurut Lee dan Lanier (1992), sarkoplasma tidak menghasilkan gel walaupun dipanaskan dan jika tidak dihilangkan akan menghambat pembentukan gel. Protein sarkoplasma sebagian besar mengandung enzim-enzim, termasuk enzim proteolitik. Protein ini larut dalam air dan larutan garam yang kekuatan ion rendah (konsentrasi garam 0,5%). Pemanasan protein sarkoplasma selama 10 menit pada suhu 90 oC akan menggumpal (mengkoagulasi) protein tersebut (Rahayu et al. 1992).

2.2.3 Protein jaringan ikat (Stroma)

Protein jaringan ikat (stroma) merupakan fraksi protein yang tidak larut, terdiri atas protein kolagen, elastin, dan retikulin, terdapat di luar serabut daging.

Stroma tidak larut dalam air, asam, basa serta larutan garam 0,01-0,1 M (Rahayu et al. 1992). Protein stroma ikan lebih kecil daripada hewan-hewan

mamalia. Daging merah pada ikan umumnya mengandung lebih banyak stroma, sedikit mengandung sarkoplasma jika dibandingkan dengan daging putih ikan.

(5)

Daging merah terdapat di sepanjang tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat di hampir seluruh bagian tubuh (Junianto 2003). Protein stroma penting dalam proses pangan karena mempunyai beberapa pengaruh merugikan terhadap sifat funsional daging. Kolagen mudah terdenaturasi oleh panas yang akan mempengaruhi sifat fisik. Stroma memiliki kelarutan yang rendah, mengandung muatan rendah dan proporsi asam-asam amino esensial yang rendah, sehingga dapat menurunkan kapasitas emulsi daging, dengan mengganggu kapasitas daya pengikatan air pada daging dan berpengaruh terhadap nilai nutrisi daging (Nurfianti 2007).

2.3 Surimi

Surimi adalah daging lumat ikan yang mengalami proses pencucian dengan larutan garam dingin untuk menghilangkan lemak, darah, enzim dan protein sarkoplasma dengan penambahan cryoprotectants dan dibekukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu surimi adalah kesegaran bahan baku, namun komposisi kimia ikan khususnya protein dan lemak juga berperan terhadap pembentukan gel. Surimi merupakan konsentrat dari protein miofibrilar yang mempunyai kemampuan pembentukan gel, pengikatan air, pengikat lemak dan sifat-sifat fungsional yang baik yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk produk bakso, sosis, otak-otak dan sebagainya yang spesifikasinya menuntut kemampuan dalam pembentukan gel. Salah satu sifat surimi adalah membentuk gel yang elastis dan kuat dengan perlakuan panas. Surimi yang bermutu tinggi harus berasal dari bahan baku yang segar, dimana protein yang terkandung dalam ikan tidak mengalamidenaturasi (Djazuli et al. 2009).

Pada prinsipnya pengolahan surimi menerapkan teknologi yang sederhana dan mudah dilakukan, sedangkan peralatan yang digunakan tergantung pada tingkat kecanggihan dan skala produksi. Secara umum, tahapan pengolahan surimi, meliputi penyiangan, pemisahan daging dan tulang, pembuangan air, pencampuran dengan krioprotektan, serta pembekuan. Proses pencucian pada pembuatan surimi dilakukan dengan mencuci daging lumat dengan air dingin (10-15 oC) yang ditambahkan garam 0,2-0,3% sebanyak 2-3 kali pencucian. Volume air yang digunakan adalah 4-5 kali berat daging lumat. Penambahan

(6)

garam dalam proses pencucian daging lumat membantu pelepasan air dari daging lumat (Irianto dan Giyatmi 2009).

Proses pencucian pada pembuatan surimi dapat memberikan beberapa keuntungan antara lain :

a. Meningkatkan kemampuan daging lumat membentuk gel dengan membuang sebagian besar protein larut air yang mengganggu pembentukan gel

b. Memperbaiki warna dan penampakan daging lumat c. Menghilangkan bau yang tidak dikehendaki

d. Menghasilkan surimi beku yang memiliki rasa hambar sehingga rasa produk olahan lanjut dapat diatur sesuai selera dengan menggunakan bumbu-bumbu dan bahan-bahan pembentuk rasa

e. Memperpanjang umur penyimpanan beku dari daging yang telah dicuci dengan penambahan gula dan poliposfat

Pengaruh pencucian yang tidak menguntungkan, yaitu hilangnya komponen rasa alami yang ada didaging dan berkurangnya kandungan protein. Penghilangan protein larut air (sarkoplasma) memberikan pengaruh yang baik terhadap surimi, yaitu peningkatan kemampuan membentuk gel (Irianto dan Giyatmi 2009).

2.4 Mekanisme Pembentukan Gel

Gelasi protein daging ikan terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah denaturasi protein (tidak menggulungnya rantai protein) dan tahap kedua adalah terjadinya agregasi protein membentuk struktur tiga dimensi (Niwa 1992). Menurut Hudson (1992), proses gelasi terbagi menjadi tiga bagian yang diawali dengan proses denaturasi protein utuh dari bentuk terlipat menjadi tidak terlipat. Tahap pertama adalah pembentukan turbiditas yang terjadi pada 3-10 menit pemanasan pertama, pada tahap ini terjadi interaksi hidrofobik. Niwa (1992) menyatakan bahwa ketika suhu naik, maka ikatan hidrogen menjadi tidak stabil dan interaksi hidrofobik akan berlangsung lebih kuat. Tahap kedua adalah oksidasi sulfihidril (Hudson 1992). Pada tahap ini, pasta surimi akan mengeras,

dimana ikatan intermolekuler sulfida (SS) terbentuk melalui oksidasi dari dua residu sistein (Niwa 1992). Ikatan disulfida akan intensif terjadi pada suhu

pemanasan yang tinggi (di atas 80 0C). Tahap ketiga adalah tahap peningkatan elastisitas gel yang terjadi ketika pendinginan. Tingkatan elastisitas ini terjadi

(7)

karena pembentukan ikatan hidrogen kembali yang menyebabkan peningkatan terhadap kekerasan gel (Hudson 1992).

Pasta surimi yang dibuat dengan mencampurkan daging dengan garam dan dipanaskan akan menyebabkan pasta daging tersebut berubah menjadi gel swari. Gel swari tidak hanya terbentuk oleh hidrasi molekul protein, tetapi juga oleh pembentukan jaringan oleh ikatan hidrogen pada molekul miofibril. Gel swari terbentuk dengan cara menahan air di dalam ikatan molekul yang terbentuk oleh ikatan hidrofobik dan ikatan hidrogen. Pembentukan gel swari terjadi pada pemanasan dengan suhu 50 0C (Suzuki 1981).

Pemanasan gel bila ditingkatkan hingga di atas suhu 50 0C, maka struktur tersebut akan hancur, fenomena ini disebut modori. Modori akan terjadi apabila pasta surimi dipanaskan pada suhu 50-60 0C selama 20 menit, pada rentang suhu tersebut enzim alkali proteinase akan aktif. Enzim tersebut dapat menguraikan kembali struktur jaringan tiga dimensi gel yang telah terbentuk sehingga gel surimi akan menjadi rapuh dan hilang elastisitasnya. Berkaitan dengan fenomena tersebut, maka dibuat sebuah metode untuk membuat gel surimi yang kuat dengan melewatkan secara cepat pasta surimi tersebut pada zona rentang suhu dimana modori dapat terjadi. Gel surimi yang elastis terbentuk ketika pasta daging dipanaskan dengan melewati suhu modori , dengan cara pemanasan ini terbentuk jaringan dengan dimensi lebih besar yang disebut gel ashi (Suzuki 1981). Mekanisme pembentukan gel ikan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Mekanisme pembentukan gel ikan (Suzuki 1981)

2.5 Bakso Ikan

Bakso ikan merupakan produk makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging ikan dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan (BSN 1995). Bahan yang diperlukan untuk pembuatan bakso yaitu: daging ikan, tepung tapioka dan bumbu-bumbu. Bumbu bakso dapat berupa garam NaCl halus 2,5%, sedangkan bumbu

(8)

penyedap dibuat dari campuran bawang putih 3%, bawang merah 2-2,5% dan merica atau lada sebesar 0,5% dari berat daging (Waridi 2004).

Faktor penampakan, tekstur, dan cita rasa, serta nilai gizi merupakan parameter yang penting dalam menentukan kualitas bakso ikan (Uju et al. 2004). Berdasarkan karakteristiknya, bakso ikan tergolong bahan pangan yang mudah rusak akibat aktivitas mikroba, karena memiliki pH yang relatif tinggi (>5,2) dan aktivitas air yang tinggi (aw>0,91) (Chairita et al. 2009). Syarat mutu bakso ikan berdasarkan SNI 01-3819-1995 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Syarat mutu bakso ikan (SNI 01-3819-1995)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 2 3 4 1 1.1 1.2 1.3 1.4 2 3 4 5 6 7 8 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5 9 10 10.1 10.2 10.3 10.4 10.5 Keadaan: Bau Rasa Warna Tekstur Air Abu Protein Lemak Boraks

Bahan tambahan makanan Cemaran logam: Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Mg)

Cemaran Arsen (As) Cemaran mikroba: Angka lempeng total Bakeri bentuk koli Salmonella Staphylococcus aureus Vibrio cholerae - - - - % b/b % b/b % b/b % b/b - Sesuai SNI dan revisinya mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/g APM/g - koloni/g -

Normal, khas ikan Gurih

Normal, putih tanpa warna asing lainnya Kenyal Maks. 80,0 Maks. 3,0 Min. 9,0 Maks. 1,0 Tidak boleh ada 01-0222-1987 Maks. 2,0 Maks. 20,0 Maks. 100,0 Maks. 40,0 Maks. 0,5 Maks. 1,0 Maks. 1x107 Maks. 4x102 Negatif Maks. 5x10 Negatif Sumber : BSN (1995)

(9)

2.5.1 Pembuatan bakso ikan

Pada prinsipnya pembuatan bakso terdiri atas empat tahap yaitu: (1) penghancuran daging; (2) pembuatan adonan; (3) pencentakan bakso; dan (4) pemasakan. Proses penggilingan daging harus memperhatikan kenaikan suhu akibat panas yang timbul saat proses penggilingan, karena suhu yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas emulsi adalah di bawah 20 oC. Pemasakan bakso setelah dicetak dilakukan dengan cara perebusan dalam air mendidih atau dapat juga dikukus (Bakar dan Usmiati 2007).

(1) Penghancuran daging

Penghancuran daging bertujuan untuk memperluas permukaaan daging sehingga protein yang larut dalam garam mudah terekstrak keluar kemudian jaringan lunak akan berubah menjadi mikro partikel (Astuti 2009). Tahap ini dilakukan penambahan es atau air dingin sebanyak 20% dari berat adonan agar menghasilkan emulsi yang baik dan mencegah kenaikan suhu akibat gesekan (Winarno dan Rahayu 1994).

(2) Pembuatan adonan

Surimi dicampur dengan garam dan bumbu secukupnya. Setelah tercampur merata, ke dalam surimi tersebut ditambahakan tepung tapioka sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga diperoleh adonan yang homogen. Pada saat pembentukan adonan bakso ikan ditambahakan es sekitar 15-20% atau 30% dari berat daging ikan lumat (Wibowo 2006). Penggunaan es saat pengadonan dapat mempertahankan suhu adonan tetap dingin yaitu sekitar 20 oC. Penambahan es dapat berpengaruh terhadap tekstur bakso dan penggunaan suhu 20 oC dapat mempertahankan stabilitas emulsi (Usmiati 2009).

(3) Pencetakan bakso

Adonan yang sudah homogen dicetak menjadi bola-bola bakso yang siap direbus atau dikukus. Pembentukan adonan menjadi bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan tangan, dengan cara adonan diambil dengan sendok makan kemudian diputar-putar dengan menggunakan tangan sehingga terbentuk bola bakso. Bagi yang sudah mahir untuk membuat bola bakso, cukup dengan mengambil segenggam adonan lalu diremas-remas kearah ibu jari. Adonan yang

(10)

keluar dari lubang ibu jari dan telunjuk membentuk bulatan kemudian bulatan tersebut diambil dengan sendok (Wibowo 2006).

(4) Pemasakan

Pemasakan bakso umumnya dilakukan dengan air mendidih yang biasanya dilakukan dengan dua kali perebusan. Lama waktu perebusan bakso ikan yaitu selama 15 menit sehingga akan menghasilkan bakso ikan yang berkualitas. Pemasakan bakso dalam dua tahap dimaksudkan agar permukaan bakso yang dihasilkan tidak keriput dan tidak pecah akibat perubahan suhu yang terlalu cepat (Desrosier 1988). Apabila bakso yang direbus sudah mengapung di permukaan air berarti bakso sudah matang dan dapat diangkat. Kematangan bakso juga dapat dilihat dengan melihat bagian dalam bakso, ketika diiris, bekas irisan bakso yang sudah matang tampak mengkilap agak transparan, tidak keruh seperti adonan lagi. Setelah cukup matang, bakso diangkat dan ditiriskan sambil didinginkan pada suhu ruang (Wibowo 2006).

2.5.2 Bahan utama

Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan bakso ikan adalah daging ikan dari satu jenis ikan atau campuran dari beberapa jenis ikan. Daging ikan yang cocok untuk pembuatan bakso adalah daging putihnya saja. Jenis ikan berdaging merah tidak bagus dijadikan bakso, kecuali jika ikan tersebut juga memiliki daging putih dan mudah dipisahkan dengan daging merahnya, misalnya tuna, cakalang, tongkol dan kembung (Wibowo 2006). Komponen daging yang berperan dalam produk bakso adalah protein, khususnya protein yang bersifat larut dalam garam, terutama aktin dan miosin. Fungsi protein dalam bakso adalah sebagai bahan pengikat dan emulsifier (Winarno dan Rahayu 1994).

Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan bakso harus menggunakan ikan segar, tidak cacat fisik dan berkualitas baik. Semakin segar daging ikan yang digunakan maka semakin menghasilkan rasa enak sebagai flavor bakso yang dihasilkan. Jenis ikan yang digunakan juga dapat mempengaruhi tekstur dan rendemen bakso yang diperoleh (Waridi 2004). Daging ikan yang digunakan sebagai bahan baku bakso lebih baik berupa surimi, karena menghasilkan tekstur bakso yang lebih kenyal dan warna yang lebih putih. Kriteria mutu bakso sebagai produk fish jelly adalah kelenturan dan kekenyalannya (Astuti 2009).

(11)

2.5.3 Bahan pengisi

Bahan pengisi merupakan sumber pati. Bahan pengisi ditambahkan dalam produk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi sebagian daging sehingga biaya dapat ditekan. Fungsi lain dari bahan pengisi adalah membantu meningkatkan volume produk. Menurut Winarno (1997), pati terdiri atas dua fraksi yang dapat terpisah dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin. Fraksi amilosa berperan penting dalam stabilitas gel karena sifat hidrasi amilosa dalam pati yang dapat mengikat molekul air dan kemudian membentuk massa yang elastis. Pembuatan bakso biasanya menggunakan tepung tapioka dan merupakan granula dari karbohidrat, berwarna putih, tidak mempunyai rasa manis dan tidak berbau.

Tapioka adalah pati (amilum) yang diperoleh dari umbi kayu segar setelah melalui cara pengolahan tertentu, dibersihkan dan dikeringkan (BSN 1994). Tepung tapioka banyak digunakan di berbagai industri karena kandungan patinya yang tinggi dan sifat patinya yang mudah membengkak dalam air panas dan membentuk kekentalan yang dikehendaki (Sumaatmaja 1984). Tepung tapioka juga memiliki larutan yang jernih, daya gel yang baik, rasa yang netral, warna yang terang dan daya lekatnya yang baik (Astuti 2009). Bahan makanan yang mengandung pati umumnya mengalami penurunan kadar air. Penurunan kadar air akibat mekanisme interaksi pati dan protein sehingga air tidak dapat diikat secara sempurna karena ikatan hidrogen yang seharusnya mengikat air telah dipakai untuk interaksi pati dan protein ikan (Manullang et al. 1995).

Produk bakso yang dapat menghasilkan rasa lezat, tekstur bagus dan bermutu tinggi menggunakan jumlah tepung sekitar 10-15% dari daging ikan (Wibowo 2006). Semakin banyak tapioka yang ditambahkan, kekenyalan bakso makin menurun dan kandungan proteinnya makin rendah, karena komposisi daging makin sedikit dan kandungan karbohidrat makin tinggi (BBPPP 2009). Syarat mutu tepung tapioka menurut SNI 01-3451-1994 dapat dilihat pada Tabel 3.

(12)

Tabel 3 Syarat mutu tepung tapioka (SNI 01-3451-1994)

No Jenis uji Persyaratan

Mutu I Mutu II Mutu III

1 Keadaan Sehat, tidak berbau apek atau masam, murni, tidak kelihatan ampas dan/atau bahan asing

2 Kadar air maksimum (%) 15 15 15

3 Kadar abu maksimum (%) 0,60 0,60 0,60

4 Serat dan benda asing maksimum (%)

0,60 0,60 0,60 5 Derajat putih minimum

(BaSO4=100%) (%)

94,5 92 92

6 Kekentalan (Engler) 3-4 2,5-3 <2,5

7 Derajat asam maksimum (ml N NaOH/100g) 3 3 3 8 Cemaran logam: - Timbal (Pb) (mg/kg) 1,0 1,0 1,0 - Tembaga (Cu) (mg/kg) 10,0 10,0 10,0 - Seng (Zn) (mg/kg) 40 40 40 - Raksa (Hg) (mg/kg) 0,05 0,05 0,05 - Arsen (As) (mg/kg) 0,5 0,5 0,5 9 Cemaran mikroba: - Angka lempeng total

maksimum (koloni/gram) 10 x 106 10 x 106 10 x 106 - E. coli maksimum (koloni/gram) 10 10 10 - Kapang maksimum (koloni/gram) 10x104 10x104 10x104 Sumber : BSN (1994) 2.5.4 Bahan tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang sengaja ditambahkan dengan maksud tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, citarasa, untuk mengendalikan keasaman dan kebasaan, serta memantapkan bentuk dan rupa (Dewi 2005). Bahan tambahan yang digunakan pada pembuatan bakso ikan terdiri dari garam, bawang merah, bawang putih, soda kue, gula, lada, telur dan air es atau es. Dalam pembuatan bakso, sebaiknya tidak menggunakan penyedap masakan MSG (Monosodium Glutamate) sebagai bumbu penyedap. Sebagai bumbu penyedap dapat digunakan bumbu campuran bawang merah, bawang putih dan jahe dengan perbandingan 15:3:1 (Wibowo 2006).

(13)

Garam merupakan bumbu yang biasanya ditambahkan pada pembuatan bakso. Pemakain garam biasanya lebih banyak diatur oleh rasa, kebiasaan dan tradisi daripada keperluan. Garam mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan, sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganism (Buckle et al. 1978). Garam berfungsi sebagai pemberi rasa, pelarut protein dan pengawet. Garam yang biasa ditambahkan dalam pembuatan bakso adalah sekitar 2,5 % (Wibowo 2006).

Bawang putih merupakan produk alami yang biasanya ditambahkan ke dalam bahan makanan. Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk meningkatkan citarasa produk yang dihasilkan. Bawang putih termasuk salah satu familia Licliaceae yang popular di dunia dengan nama ilmiah Allium sativum. Kandungan bawang putih antara lain air mencapai 60,9-67,8%, protein 3,5-7%, lemak 0,3%, karbohidrat 24,0-27,4% dan serat 0,7%, juga mengandung mineral penting dan beberapa vitamin dalam jumlah tidak besar (Wibowo 1999). Bawang merah mengandung cukup banyak vitamin B dan C dan biasanya bawang merah digunakan sebagai bumbu dan obat-obatan tradisional. Bawang merah sebagian besar terdiri dari air sekitar 80-85%, protein 1,5%, lemak 0,3% dan karbohidrat 9,2%. Umbi bawang merah mengandung ikatan asam amino yang tidak berbau, tidak berwarna dan dapat larut dalam air.

Lada biasanya ditambahkan pada bahan makanan sebagai penyedap makanan. Lada sangat digemari karena memiliki sifat penting, yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Kedua sifat tersebut disebabkan kandungan bahan-bahan kimiawi organik yang terdapat pada lada (Dewi 2005). Lada yang digunakan umumnya sekitar 1% dari berat daging (Wibowo 2006).

Minyak merupakan bahan cair diantaranya disebabkan rendahnya kandungan asam lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap di antara atom-atom karbonnya sehingga mempunyai titik lebur yang rendah. Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan (Winarno 2008).

(14)

Es atau air es merupakan bahan penting lainnya yang digunakan dalam pembuatan bakso. Bahan ini berfungsi membantu pembentukan adonan dan membantu memperbaiki tekstur bakso. Penggunaan es berfungsi meningkatkan air ke dalam adonan kering selama pembentukan adonan maupun selama perebusan. Es dapat mempertahankan suhu agar tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik. Oleh karena itu, dalam adonan bakso dapat ditambahakan es sebanyak 5-20% atau bahakan 30% dari berat daging (Wibowo 2006).

Gambar

Tabel 1 Komposisi kimia ikan layaran (Istiophorus sp.)
Tabel 2 Syarat mutu bakso ikan (SNI 01-3819-1995)
Tabel 3 Syarat mutu tepung tapioka (SNI 01-3451-1994)

Referensi

Dokumen terkait

BAB V. Penawaran Administrasi dan Teknis ini sudah memperhatikan ketentuan dan persyaratan yang tercantum dalam Dokumen Pemilihan untuk melaksanakan pekerjaan

Dalam hal bersikap jujur misalnya, jika tokoh selebriti dijumpai anak didik melakukan perilaku moral yang tidak baik (misalnya tidak jujur, berbohong atau menipu) dan itu

Kepemilikan Manajerial adalah dimana manajemen memiliki proporsi saham dari perusahaan yang mereka kelola, yaitu kepemilikan saham yang dimiliki oleh Board of

Pembina mengajak anak-anak membaca 1 Raja-raja 3: 16 – 23 Pembina jelaskan bahwa semua orang yang ada di ruangan istana itu menjadi bingung dengan masalah ini, betapa

Definisi laporan keuangan dalam akuntansi bank syariah adalah laporan keuangan yang menggambarkan fungsi bank Islam sebagai investor, hak dan kewajibannya, dengan

Visi dan misi adalah sarana untuk meningkatkan pelayanan public, pengelolaan pembangunan dengan mengoptimalkan potensi desa yang ada dan memperhatikan sumber daya manusia

[r]