• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL 1. UNSUR API DAN PENCEGAHANNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODUL 1. UNSUR API DAN PENCEGAHANNYA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

A. KOMPETENSI

Memberikan keahlian kepada mahasiswa pemahaman tentang : • Memahami unsur-unsur terbentuknya api

• Memahami usaha-usaha pencegahan kebakaran

• Memahami sistim pengendalian dan perlindungan dari kebakaran

B. GAMBARAN UMUM MATERI

Materi yang diajarkan melalui modul ini diharapkan mahasiswa dapat memahami bahaya unsur-unsur terbentuknya api. Selain itu, mahasiswa dapat memahami pentingnya usaha-usaha pencegahan kebakaran, memahami sistim pengendalian dan perlindungan dari kebakaran juga memahami aplikasi pemakaian Alat Pemadam Api Ringan (APAR).

C. WAKTU

Mata kuliah ini berbobot 2 sks atau 4 jam tatap muka setiap minggunya. Sehingga untuk bisa mencapai kompetensi yang telah ditentukan, mahasiswa harus mengikuti kegiatan tatap muka sebanyak 4 jam x 17 kali tatap muka. Atau sebesar 68 jam. D. PRASYARAT

Untuk mempermudah pencapaian kompetensi yang diharapkan, mahasiswa harus mempunyai pemahaman dengan baik tentang Dasar-dasar K3, Gambar Teknik, Mekanika Fluida.

E. PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL AJAR

Modul ajar Mekanika Teknik ini telah disusun secara sistematis dengan mengacu pada SAP yang berlaku. Untuk itu mahasiswa dalam menggunakan modul ajar ini harus memperhatikan beberapa hal berikut :

1. Membawa modul ajar ini setiap mengikuti perkuliahan.

2. Membaca dengan baik setiap isi yang ada di dalam modul ajar.

3. Membuat daftar catatan kecil untuk sesuatu hal yang belum dimengerti. Untuk kemudian ditanyakan kepada dosen.

(2)

1.1.

Sub Kompetensi

Memberikan keahlian kepada mahasiswa pemahaman tentang : • Memahami unsur-unsur terbentuknya api

• Memahami usaha-usaha pencegahan kebakaran • Memahami sistim pengendalian kebakaran

• Memahami teknik-teknik aplikasi alat pemadam kebakaran

1.2.

Uraian Materi

1.2.1. Pendahuluan

Api merupakan suatu yang telah memberikan manfaat bagi kehidupan manusia sejak awal kehidupan manusia. Namun demikian, api yang tidak terkendali merupakan salah satu bencana besar yang mengancam manusia. Bencana api yang tidak terkendali telah menelan banyak jiwa dan menyebabkan kerugian finansial yang besar, seperti :

Tabel 1.1. Beberapa bencana api sepanjang sejarah

Adapun kerugian yang dihasilkan dari bencana ini antara lain:

1. Tingkat Kematian

2. Tingkat Keparahan (cedera)

3. Kematian petugas pemadam kebakaran 4. Petugas pemadam kebakaran yang cedera 5. Kerugian langsung

6. Kerugian tidak langsung

(3)

Kadang kerusakan tak langsung tidak dapat diperbaiki. Kehilangan pelanggan selama

shut down akibat kebakaran tak pernah dapat diperoleh kembali. Faktanya, banyak perusahaan bangkrut setelah kebakaran besar, meskipun perusahaan tersebut memiliki asuransi yang cukup untuk menutupi kerugiannya karena perusahaan tak mampu memperoleh kembali pangsa pasar yang hilang saat pabrik shut down.

Berikut ini beberapa fakta umum yang harus dipikirkan ketika memperhatikan keamanan terhadap kebakaran

1. Tak ada fasilitas yang benar-benar tahan api. Hampir semua fasilitas dapat terbakar.

2. Panas ditransmisikan dengan konveksi, konduksi, dan radiasi. 3. Api akan menyebar di gedung secara horizontal dan vertikal.

4. Penyebaran panas, asap, dan gas beracun merupakan bahaya tunggal terbesar terhadap nyawa dan selalu menyertai penyebaran api.

5. Isi dari fasilitas lebih sering menjadi sumber kebakaran dibandingkan struktur fisik fasilitasnya.

6. Waktu yang dibutuhkan dari awal pembakaran hingga menjadi kebakaran yang merusak sangatlah singkat.

7. Perencanaan untuk tindakan perlindungan dan pencegahan terhadap kebakaran sangat penting.

8. Sistem keamanan nyawa total tak akan dapat dicapai.

9. Setiap fasilitas harus memiliki prosedur yang jelas untuk memastikan tindakan yang tepat dari seluruh staf saat terjadi kebakaran.

1.2.2. Pengenalan Unsur-unsur Terbentukya Api a. API

Api merupakan reaksi kimia yang cepat dan awet yang melepaskan panas, cahaya, dan produk kimia. Reaksi kimia dari bahan yang dapat terbakar dan oksigen atau yang lebih dikenal sebagai oksidasi ini bersifat eksotermis. Proses pembakaran dapat dijelaskan dengan model SEGITIGA API. Setiap sisi dari segitiga tersebut mewakili salah satu elemen dasar yang dibutuhkan dalam proses pembakaran, yaitu bahan bakar, panas, dan oksigen. Model ini kemudian dikembangkan lagi menjadi model tetrahedron, yang terdiri dari bahan bakar, panas, oksigen, dan reaksi rantai. Reaksi rantai adalah proses yang menjaga api tetap ada.

(4)

Gambar 1.1. Segi Tiga Api Gambar 1.2 Model Api Tetrahedron

b. Bahan Bakar

Bahan bakar dapat berupa padatan, cairan maupun gas. Dengan pengecualian terhadap logam yang dapat terbakar, hanya gas yang akan langsung terbakar, sedangkan padatan dan cairan harus terkonversi menjadi gas terlebih dahulu sebelum terbakar.

Pada umumnya di industri kimia, minyak dan gas, bahan bakar jenis cairan dan gas merupakan yang paling banyak menimbulkan kebakaran. Bahan yang dapat terbakar adalah bahan yang pada rentang kondisi atmosferik normal akan menguap dan membentuk campuran dengan udara yang akan terbakar jika dipantik. Ada batas atas dan batas bawah konsentrasi di udara untuk setiap uap yang dapat terbakar. Gas tidak dapat dipantik kecuali pada rentang yang dapat dibakar. Batas bawah atau Lower Explosion Limit (LEL) adalah konsentrasi minimum gas di udara yang dapat dipantik. Sedangkan, batas atas atau Upper Explosion Limit (UEL) adalah konsentrasi maksimum di udara dari uap yang dapat terbakar untuk masih bisa dipantik.

Tabel 1.2 Contoh batas bawah (LEL) dan batas atas (UEL)

Batas Bawah (LEL) Batas Atas (UL

Gas inert, seperti Nitrogen, yang terdapat dalam gas hidrokarbon atau udara dapat memperbesar batas bawah (LEL) dan memperkecil batas atas (UEL)

(5)

Karakter lain yang mempengaruhi bahaya kebakaran dari bahan-bahan yang dapat terbakar adalah:

1). Tekanan uap (vapour pressure) - tekanan yang diberikan oleh uap pada kondisi setimbang di suatu campuran. Semakin besar tekanan uap berarti semakin banyak uap yang dapat terbakar di campuran dan hal ini akan meningkatkan bahaya kebakaran.

2). Titik nyala (ignition point) - temperatur terendah dari suatu bahan untuk menghasilkan uap yang dapat dipantik. Semakin rendah titik nyala berarti semakin banyak uap yang dapat dihasilkan pada temperatur tertentu dan tentunya akan meningkatkan bahaya kebakaran.

3). Titik pengapian otomatis (auto ignition point) - temperatur terendah dari suatu bahan untuk terpantik tanpa adanya api.

4). Densitas uap (vapour density) - perbandingan relatif unit berat dari campuran yang dapat terbakar dengan unit berat dari udara. Jika densitas uap lebih besar dari 1, berarti uap lebih berat dari udara dan akan bergerak di permukaan tanah. Jika nilai perbandingannya kurang dari 1, maka uap lebih ringan dari udara dan akan melayang di udara.

Biasanya sumber dari campuran yang dapat meledak di industri adalah ruangan tertutup, bejana kosong, dasar tangki, tabung gas, relief valve, vent, drain, pipa terbuka, thermal relief valve, tumpahan, dan debu.

(6)

Bahan kimia dapat menghadirkan sumber bahaya fisik disamping sumber bahaya bagi kesehatan. Yang sifatnya lebih umum mencakup: kemampuan menyala, kapasitas oksidasi, reaktivitas terhadap air, gas dan cairan bertekanan atau termampatkan, dan ketidak-kompatibelan dan kemungkinan reaktivitas dengan bahan kimia lain. Apabila terdapat kemungkinan sumber bahaya ini, maka kesadaran sangat penting agar bahan kimia yang relevan dapat disimpan dan digunakan dengan benar.

Kemampuan menyala auto ignition (atau kemampuan terbakar) adalah sumber bahaya fisik yang paling umum yang terkait dengan bahan kimia di pabrik. Pemahaman atas Titik Nyala, yaitu karakteristik unik dari cairan yang dapat menyala, dan perbedaannya dari Titik Penyalaan, yaitu karakteristik unik lain, sangat penting bagi kesadaran akan resiko kemampuan menyala dari bahan kimia ( Gambar 1.3). Titik Nyala dan Titik Penyalaan keduanya adalah temperatur dan keduanya terkait dengan kemungkinan penyalaan. Pada temperatur Titik Nyala, terdapat uap yang cukup di udara tepat di ataswadah terbuka cairan sehingga pembakaran akan terjadi dengan adanya sumber penyalaan. Pada temperatur Titik Penyalaan (jauh lebih tinggi dari Titik Nyala), panas dari lingkungan setempat sudahcukup untuk menyalakan bahan. Untuk praktisnya, cairan kimia dengan Titik Nyala lebih rendah dari temperatur pabrik yang lazim (misalnya < 35°C) mengharuskan penyimpanan dan penggunaannya mendapat perhatian seksama.

c. Panas

Sumber pengapian dengan energi yang cukup dibutuhkan untuk dapat memulai suatu kebakaran, kecuali untuk bahan dan logam yang terpantik secara spontan. Ada empat sumber utama energi panas, yaitu:

1). Kimia – beberapa reaksi kimia bersifat eksotermis (melepaskan panas). Energi panas dapat menimbulkan kebakaran. Yang termasuk dalam kategori ini adalah bahan yang dapat terpantik secara spontan, logam, asetilida, dan lain-lain.

2). Elektrik – energi yang dibutuhkan untuk menggerakkan arus listrik melalui suatu media, muncul dalam bentuk energi panas. Bentuk dasar api dari energi panas elektrik adalah tahanan, percikan api, nyalaan, listrik statis, dan kilatan.

3). Mekanik – energi mekanik secara normal ditimbulkan oleh friksi atau pengaruh dari suatu aksi. Contoh untuk sumber api jenis ini adalah perkakas tangan, gerinda, gas buang dari kendaraan, mesin yang berputar, permukaan yang panas, dan udara tekan.

4). Nuklir – energi nuklir adalah energi panas yang dilepaskan dari inti atom melalui proses fisi nuklir. Pada beberapa elemen, energi ini sangat intens. Energi nuklir dapat jutaan kali lebih besar dari energi yang dilepaskan dari reaksi kimia biasa.

(7)

d. Oksigen

Oksigen harus ada di setiap bentuk pembakaran. Pada kebakaran yang umumnya terjadi, kandungan oksigen didalam udara, umumnya berkisar 21% dari volum udara sedangkan, batas minimum oksigen di atmosfer yang dapat menimbulkan pembakaran adalah 15-16%. Jika jumlah oksigen meningkat, intensitas dari kebakaran juga akan meningkat. Oksigen yang berlebih dapat menghasilkan pembakaran sempurna yang lebih banyak dari bahan bakar sehingga mengurangi jumlah asap, gas, dan arang yang dihasilkan.

Oksigen tidak selalu berasal dari udara. Senyawa kimia tertentu yang dikategorikan sebagai oksidator (oxidizer) dapat menghasilkan oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran atau meningkatkan intensitas kebakaran.

Bahan yang terbakar mengalami perubahan fisik dan kimia yang kompleks. Selama perubahan tersebut, bahan bertransformasi menjadi bentuk atau kondisi lain, misalnya gas, jilatan api, asap panas, arang, dan tekanan. Sebagian besar produk pembakaran itu sangat berbahaya bagi manusia.

e. Tahapan Kebakaran/Terjadinya Api

Sebagian besar kebakaran berlangsung dalam empat tahap, yaitu:

1). Tahap awal untuk ada – tak ada asap, jilatan api, atau panas yang signifikan, namun sejumlah partikel pembakaran terbentuk dalam periode tertentu. Partikel tersebut dihasilkan dari dekomposisi kimia, memiliki massa, namun sangat kecil untuk dapat dilihat. Kelakuan partikel ini mengikuti hukum gas dan secara cepat bergerak ke atas. Tahap ini dapat berkembang dengan cepat atau lambat dalam periode menit, jam, atau bahkan hari.

2). Tahap terbakar tanpa jilatan api – seiring dengan berkembangnya kebakaran, jumlah partikel pembakaran meningkat hingga ke level yang membuat partikel tersebut dapat dilihat atau yang disebut dengan asap. Namun, masih belum nampak jilatan api atau panas yang signifikan.

3). Tahap jilatan api – kebakaran semakin berkembang lebih jauh, titik pengapian tercapai dan muncul jilatan api. Tingkatan asap yang terlihat berkurang dan tingkatan panas meningkat.

4). Tahap panas – pada titik ini, panas, jilatan api, asap, dan gas beracun yang seluruhnya dalam jumlah besar dihasilkan. Transisi dari tahap jilatan api ke tahap panas biasanya berkembang sangat cepat sebagaimana tahap panas itu sendiri.

1.2.3. Usaha-usaha Pencegahan Kebakaran

Pencegahan kebakaran atau timbulnya api adalah usaha yang paling utama dalam manajemen risiko kebakaran. Pencegahan timbulnya api dapat dilakukan dengan mencegah kombinasi bahan bakar, sumber panas / sumber pemantik, dan oksigen dengan menghilangkan salah satu unsur dari ke tiga unsur segi tiga api tersebut.

(8)

Gambar 1.4 Teknik mencegah terjadinya kebakaran a. Penghilangan Sumber Oksigen

Bejana, kontainer, perpipaan, atau tangki bahan bakar sebelum diisi oleh bahan bakar (gas hidrokarbon) dibersihkan dari kadar oksigennya dengan cara mendorongnya dengan gas inert (gas yang tidak bisa bereaksi) yang disebut “purging”. Purging

menghindari terjadinya kontak antara hidrokarbon dengan udara. Gas inert yang digunakan adalah gas nitrogen (N2) atau karbondioksida (CO2).

Gas inert ini mendorong gas oksigen (sekitar 20% bagian dari udara) keluar dari bejana, kontainer, atau perpipaan sehingga diperoleh unsur oksigen yang tidak cukup untuk terjadinya reaksi pembakaran yang disebut kadar minimum oksigen untuk pembakaran. Dengan dihilangkannya unsur oksigen, maka api tidak akan timbul sekalipun terjadi titik nyala atau pemantikan.

b. Penghilangan/Penahanan Sumber Bahan Bakar

Sebaik-baiknya pencegahan kebakaran adalah dengan menghilangkan sumber bahan bakar. Namun, hal ini sering tidak sesuai dengan kondisi bisnis perusahaan minyak dan gas bumi yang memang berinteraksi dengan bahan bakar. Namun ada saat-saat dimana bahan bakar harus atau dapat ditiadakan atau dikurangi dalam keadaan-keadaan tertentu seperti:

 Mengosongkan tangki atau perpipaan yang mengandung bahan bakar pada waktu dilakukan pekerjaan yang dapat menimbulkan api (disebut pekerjaan panas / Hot Work) pada tangki atau pipa tersebut. Sebelum melakukan pekerjaan hot work, terlebih dahulu dilakukan pengetesan gas bahan bakar

(9)

(combustible gas test) untuk mengetahui campuran LEL di udara. Jika LEL nol maka pekerjaan panas tersebut baru boleh dilaksanakan.

 Pencegahan kebakaran melalui kerapihan dan penataan.

Pencegahan ini termasuk penataan dan penyimpanan bahan mudah terbakar, jauh dari sumber panas termasuk peralatan listrik atau sumber api dari kompor di dapur. Bahan-bahan mudah terbakar banyak dijumpai dalam bangunan seperti kertas, bahan katun, kayu, karton, dan lain sebagainya. Meminimalkan jumlah bahan mudah terbakar ini juga mengurangi risiko terjadinya kebakaran. Tidak meletakkan bahan kertas di atas alat listrik yang mempunyai permukaan panas seperti transformer tegangan tinggi atau kertas di dekat sumber api.

 Pencegahan kebakaran melalui pencegahan kebocoran (loss of containment).

Pabrik yang memproses fluida (gas atau cairan) yang mudah terbakar harus mempunyai integritas sistem proses (process system integrity) yang handal. Integritas Sistem Proses tersebut meliputi kehandalan sistem perpipaan, sistem bejana tekan, sistem pompa, sistem kompresor dan wadah proses (process containment) lainnya.

Program integritas sistem proses meliputi inspeksi, pengujian / testing, dan pemeliharan terhadap kehandalan integritas proses tersebut seperti ketebalan, korosi, sambungan perpipaan (flange to flange), dan lain sebagainya. Usaha pencegahan kebocoran di pabrik menjadi bagian terpenting belakangan ini mengingat sudah banyak aset yang dioperasikan melebihi umur rancangannya (design life) sehingga diperlukan suatu program integritas proses yang handal.

c. Penghilangan Sumber Api / Panas

Sumber api dihilangkan dengan melarang merokok, penggunaan alat yang dapat menimbulkan api terbuka seperti las, atau alat yang berpotensi menimbulkan percikan api seperti gerinda, mesin bor, chipping gun, blasting, alat pemotong (power saw), instrumen yang dapat menimbulkan percikan api (Non Explosion Proof, non IS / non Intrinsically Safe type) pada daerah berklasifikasi bahaya bahan bakar (Classified area/combustible area).

API (American Petroleum Institute) RP 500, RP 505, IP 15, dan NFPA 70 merekomendasikan cara-cara menentukan daerah berklasifikasi bahaya kebakaran. Dengan adanya klasifikasi area berbahaya ini di lingkungan pabrik dan pematuhan atas ketentuan atau persyaratan bekerja dengan peralatan listrik, pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan api (hot work) diharapkan dapat memisahkan antara unsur pemantikan (sumber api) dan sumber bahan bakar. Berikut ini adalah beberapa usaha pencegahan atau mengurangi kemungkinan kontaknya sumber bahan bakar dengan api.

(10)

c.1. Pencegahan kebakaran dari pekerjaan las

Pada pekerjaan las, pencegahan kebakaran atau ledakan dilakukan dengan penggunaan alat “flashback” arrestor yang berfungsi menghindari arus balik termasuk arus api balik dari ujung las ke tabung gas

.

Gambar 1.5. Las Oksigen-Asetilena

Cara lain pencegahannya adalah pekerjaan las atau pemotongan dengan api dilakukan di dalam ruangan khusus yang dirancang mempunyai tekanan positif (welding habitat) untuk mencegah (mengurangi kemungkinan) masuknya gas hidrokarbon ke titik api (nyala).

Gambar 1.6 Pekerjaan las dengan sistim tekanan positif

Penggunaan “hot work shelter” yakni selimut api yang menutupi pekerjaan las tanpa adanya sistim tekanan positif di dalamnya hanya mencegah partikel menyala (spark) hasil las atau pemotongan dengan api berterbangan tak terkendali. Penggunaan shelter ini mencegah spark yang berterbangan tersebut berkontak dengan bahan

(11)

mudah terbakar termasuk (jika ada) gas yang bocor ketika pekerjaan las berlangsung. Penurunan risiko dengan shelter ini tidak sebaik habitat seperti yang disebutkan di atas. Namun, penggunaan hot work shelter di daerah yang tidak mengandung titik kebocoran bahan bakar yang tinggi dapat dipertimbangkan.

c.2. Penggunaan alat listrik

Alat listrik yang digunakan di daerah yang telah ditentukan sebagai area berklasifikasi bahaya (classified area) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: alat listrik teruji untuk area berbahaya (Approved for Classified Area), bertipe

explosion proof, Intrinsically Safe-IS, dan lain sebagainya).

Penggunaan alat listrik yang tidak memenuhi kriteria alat listrik untuk digunakan pada area berklasifikasi berbahaya hanya dapat dilakukan melalui pengendalian pekerjaan panas (hot work). Sambungan-sambungan instalasi listrik di area berbahaya ditempatkan di dalam kotak sambungan (junction box) yang kedap api atau kedap gas yang disebut dengan “explosion proof” junction box. Pembukaan

explosion proof junction box yang masih dialiri listrik di dalamnya yang berada di area berklasifikasi berbahaya harus mengikuti prosedur kerja panas.

c.3. Pencegahan kebakaran karena petir

Pencegahan kebakaran karena petir adalah dengan menangkap arus listrik dari petir ke pembumian. Pencegahan ini melalui pemasangan alat penangkal petir (lightning arrestor) sehingga petir tidak menyambar daerah / tempat yang dapat terbakar

.

1.2.4. Pengendalian dan Perlindungan dari Kebakaran

Sistem pengendalian dan perlindungan dari kebakaran dibutuhkan ketika usaha pencegahan kebakaran tidak tercapai. Tujuan dari sistem pengendalian dan perlindungan kebakaran adalah untuk meminimalisasi akibat dari kebakaran sehingga kerugian (jiwa manusia, aset perusahaan, dan lingkungan hidup) tidak menjadi besar dimulai dari pengendalian api sehingga tidak menjalar lebih jauh hingga ke pemadaman kebakaran.

Sistem ini terdiri dari beberapa tingkatan yang menunjukkan tingkat kesulitan pengendalian kebakaran tersebut. Salah satu model pengendalian yang digunakan secara umum adalah seperti yang ditampilkan pada tabel 1.3. Setiap tingkatan dalam pohon keputusan pengendalian kebakaran menyediakan pilihan yang dapat digunakan untuk mengendalikan kebakaran di suatu kondisi.

Level 1 – Pengendalian Bahan Bakar

Jika bahan bakar terkendali, serta proses pembakaran terkendali pula maka potensi terjadinya kebakaran akan dapat diminimalisasi. Misalnya dengan pengendalian sifat bahan bakar, mengendalikan jumlah bahan bakar yang ada dan mengatur distribusinya.

(12)

Level 2 – Pengendalian Lingkungan

Level ini ditargetkan untuk mengendalikan proses pembakaran dari lingkungan tempat bahan bakar berada, seperti mengendalikan sifat fisik lingkungan dan mengendalikan komposisi kimiawi lingkungan. Contohnya adalah pemilihan pelapis interior dari suatu bangunan dan menjadikan tangki penyimpanan tidak reaktif.

Level 3 – Penghentian Api Secara Otomatis

Penghentian api secara otomatis merupakan cara yang paling dapat dihandalkan dari level-level pengendalian kebakaran lainnya. Agar efektif, sistem ini harus dirancang dan dipasang dengan benar, selalu dilakukan inspeksi dan dirawat, serta dites secara berkala.

Level 4 – Konstruksi dengan Deteksi Otomatis

Pengendalian kebakaran dapat juga dilakukan dengan penggunaan bahan dan teknik konstruksi yang sesuai. Intinya adalah menjaga api berada dalam ruang yang tertutup. Jika terdapat deteksi otomatis, api akan terdeteksi pada tahap awalnya. Cara ini meliputi pula pemilihan bahan konstruksi yang tidak akan meningkatkan beban api (fire load) pada konstruksi, penggunaan bahan yang tahan api, membatasi penyebaran api, mengurung api, pemisahan, dinding api (firewall) dan penghalang (barrier), membatasi bukaan atau penetrasi dan venting.

Level 5 – Konstruksi tanpa Deteksi Otomatis

Pada level tanpa deteksi api otomatis ini, api menjadi terus semakin besar sampai ada orang yang berada di dalam atau dari luar fasilitas yang menyadarinya. Tentunya ini akan membiarkan api untuk menjadi sangat besar sebelum akhirnya terdeteksi sehingga akan membutuhkan upaya penghentian yang lebih.

Level 6 – Penghentian kebakaran secara manual dengan regu pemadam kebakaran

Jika kebakaran ditemukan sedini mungkin, orang yang berada di fasilitas tersebut dapat menggunakan alat pemadam kebakaran atau cara lain yang tersedia untuk mengendalikan api. Kemampuan orang itu untuk mengendalikan api secara alamiah bergantung pada kemampuan individu, pelatihan tentang prosedur pemadaman yang benar, dan ketersediaan peralatan pemadam kebakaran. Legislasi mensyaratkan pengadaan pelatihan untuk regu pemadam dan/atau pekerja yang diharapkan dapat turut memadamkan api di tempat kerja mereka. Pada beberapa fasilitas, perusahaan mengharapkan seluruh pekerja di dalam fasilitas tersebut mampu menggunakan alat pemadam kebakaran untuk mengendalikan api pada tahap awal. OSHA mensyaratkan bahwa pekerja tersebut harus terdidik dengan baik sehingga memenuhi persyaratan.

Level 7 – Penghentian kebakaran manual dengan bantuan dinas pemadam kebakaran

Level ini merupakan level terakhir dari sistem pengendalian kebakaran. Penghentian kebakaran secara manual sama halnya dengan bertaruh dan penuh resiko. Pada waktu api mencapai level ini, seluruh level sistem pengendalian kebakaran telah gagal. Oleh karena itu, tidaklah pada tempatnya untuk mengharapkan tim dari dinas pemadam

(13)

kebakaran dengan pengetahuan dan kemampuan yang belum tentu sesuai untuk dapat dengan segera untuk memadamkan kebakaran industri.

Tabel 1.3 Pohon Keputusan Pengendalian Kebakaran

a. Kelas Api

Berdasarkan jenis pemadamannya atau penyebab timbulnya api, api dikelompokkan menjadi 5 kelas:

1). Kelas A: Kebakaran / Api yang ditimbulkan oleh bahan bakar padat yang umumnya mengandung unsur karbon seperti kayu, kertas plastik, kain, karet, dlsb. Pemadaman untuk api kelas A ini dapat dengan menggunakan pemadam api kelas A yakni air, foam, dry powder / dry chemical, CO2. Api kelas A

diperuntukkan untuk bahan-bahan yang jika terbakar menghasilkan sisa pembakaran berupa abu.

(14)

Gambar 1.7 Logo/simbol api kelas A

2). Kelas B: Kebakaran / Api yang ditimbulkan oleh bahan bakar cair. Pemadaman api kelas B ini dapat dengan menggunakan foam, dry chemical / powder.

Gambar 1.8 Logo/simbol api kelas B

3). Kelas C: kebakaran yang ditimbulkan oleh peralatan listrik. Pemadaman ini dapat dilakukan dengan CO2 atau dry chemical. Foam meskipun bisa

digunakan tetapi tidak disarankan karena dapat merusak peralatan listrik.

Gambar 1.9 Logo/simbol api kelas C

4). Kelas D: Kebakaran / api yang ditimbulkan oleh bahan logam / metal seperti Magnesium, Sodium, Potasium dan Aluminium. Pemadaman api kelas D ini dapat dengan menggunakan bahan kimia kering khusus (seperti bahan berbasis Sodium Klorida), lemak dan pasir.

Gambar 1.10 Logo/simbol api kelas D

Ada pemadam api ringan yang dapat digunakan untuk beberapa kelas seperti kelas A,B, dan C.

(15)

Gambar 1.11 Logo/simbol api kelas A,B dan C

5). Kelas K : Diluar kelas tersebut di atas, ada tambahan kelas untuk kebakaran yang diakibatkan oleh bahan-bahan dapur yakni api kelas K (untuk mudah mengingat K adalah “Kitchen”). Kebakaran khusus dari dapur karena minyak goreng atau lemak (“cooking oil” atau “fats”) yang jika dalam keadaan terlalu panas akan mencapai titik nyala sendiri (auto ignition).

Gambar 1.12 Logo/simbol api kelas K b. Siklus Api

Seringkali pola pemikiran yang ada adalah mengaplikasikan bahan pemadam kebakaran sesegera mungkin bahkan tanpa memperhitungkan jumlah yang ada. Jika jumlahnya tidak cukup untuk mengendalikan kebakaran, bahan pemadam kebakaran akan terbuang sia-sia. Untuk memiliki pengertian mengenai hal ini, orang yang diharapkan untuk memadamkan kebakaran harus memiliki pengertian yang cukup mengenai apa yang terjadi dalam siklus kebakaran.

Proses kebakaran berlangsung melalui beberapa tahapan, yang masing - masing tahapan terjadi peningkatan suhu, yaitu perkembangan dari suatu rendah kemudian meningkat hingga mencapai puncaknya dan pada akhirnya berangsur– angsur menurun sampai saat bahan yang terbakar tersebut habis dan api menjadi mati atau padam. Pada umumnya kebakaran melalui lima tahapan, yaitu :

-Tahap Permulaan (Ignition)

-Tahap Pertumbuhan (Growth Period) -Tahap Puncak (Flash Over)

-Tahap Pembakaran (Steady Combustion) -Tahap Akhir (Delay)

(16)

Gambar 1.13. Kurva suhu api terhadap waktu

Sumber : Teori Dasar Penanggulangan Bahaya Kebakaran, 2006, Dinas Pemadam

Gambar 1.14. Skema fenomena kebakaran

Sumber: http://technoku.blogspot.com/2010/02/teori-api.html (diakses tanggal 15 Januari 2014)

Grafik dari siklus api sejak pengapian (muncul) hingga padam membentuk kurva yang menyerupai lonceng (lihat Gambar 1.13). Api akan padam pada akhirnya meskipun tak ada pengendalian sama sekali.

1.2.5. Aplikasi Pemakaian Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Alat pemadam kebakaran dapat bermanfaat jika digunakan dengan benar. Hal ini berarti orang yang diharapkan akan menggunakan alat tersebut harus menerima pelatihan yang memadai. Secara umum, orang tersebut harus mengetahui:

1). Lokasi alat pemadam kebaran di tempat kerja.

2). Tingkatan alat pemadam kebakaran dan kecocokannya untuk jenis kebakaran. 3). Bagaimana mengoperasikan alat pemadam kebakaran dan secara efektif

(17)

Sebagian besar jenis APAR bekerja dalam cara sebagai berikut :

1) Tarik cincin pin pada APAR.

Gambar 1.15. Penarikan Cincin Pin

2) Untuk jenis cartridge tekan tuas penusuk agar alat pemadam siap digunakan. 3) Dekati api dari arah angin berhembus.

4) Arahkan nozzle ke sumber kebakaran dari jarak yang aman.

5) Tekan tuas operasi. Beberapa alat pemadam kebakaran menyemprot pada kecepatan tinggi. Hindari semprotan langsung ke arah bahan bakar cair karena dapat menimbulkan percikan yang dapat menyebarkan dan memperbesar kebakaran.

Gambar 1.16. Penekanan handle APAR

6) Arahkan semprotan dari nozzle dari satu ke sisi lain secara horizontal hingga semua area tertangani dengan menggunakan lengan (bukan pergelangan tangan).

Gambar 1.17. Menyapukan Nozzle dari sisi ke sisi

7) Lanjutkan hingga seluruh bahan pemadam habis dan api dapat dipadamkan.

8) Pastikan kebakaran telah padam dan mundur perlahan, namun jangan pernah membelakangi api. Ingat, selalu ada resiko api menyala kembali. Pastikan

(18)

juga anda selalu pada posisi yang bebas untuk menyelamatkan diri (escaping) dengan selalu membelakangi jalan keluar.

Gambar 1.18. Memadamkan api dengan berjalan mundur perlahan menuju exit door 9) Cari bantuan ketika kebakaran sudah di luar kendali.

10) Setelah dipakai, alat pemadam kebakaran harus diperbaiki dan isi kembali.

1.2.6. Pemadaman Api Besar

Ketika api kecil tidak bisa dipadamkan, maka diperlukan pemadaman api besar yang dilakukan oleh tim yang telah terlatih untuk pemadaman api dengan menggunakan selang, hydrant, monitor pemadam api (fire monitor). Pemadaman kebakaran dilakukan dengan teknik-teknik:

1). Pendinginan (Cooling) yakni pendinginan bahan bakar sampai kepada temperatur dimana uap bahan bakar tidak lagi dapat dihasilkan oleh bahan bakar tersebut sehingga akhirnya api padam. Teknik pendinginan ini dilakukan dengan menyemprotkan air.

2). Menutupi (Smothering) yakni memisahkan udara atau oksigen sehingga tidak ada lagi pasokan oksigen untuk menunjang kebakaran. Cara ini dilakukan dengan menyemprotkan agen dry chemical atau dry powder dari alat pemadam api ringan (APAR) kepada sumber api, penyemprotan busa (foam), CO2, Halon, atau menggunakan selimut basah atau pasir (untuk api kecil dan

kompor). Halon karena alasan lingkungan hidup (merusak lapisan ozon) dilarang penggunaannya.

3). Mematikan sumber bahan bakar (Starving) yakni dengan menutup katup aliran bahan bakar gas atau cairan.

4). Memutuskan reaksi kimia berantai (Break Chain Reaction) yakni dengan mengaplikasikan bahan kimia tertentu untuk menyingkirkan rangkaian reaksi kimia di daerah nyala api dengan demikian proses pembakaran akan terhenti. Selain itu, pemadaman api aktif ini juga perlu didukung dengan sistem pemadaman api otomatis (Fixed fire fighting system) seperti misalnya adanya sistem air pemadam (fire water sistem) yang dapat meliputi Sprinkler, sistem Deluge, fusible plug.

(19)

Pre Fire Plan

Konsep manajemen penanggulangan pra-kebakaran (Pre-Fire Plan) diperlukan bagi area atau lokasi kerja yang memiliki bahaya kebakaran tinggi. Penanggulangan kebakaran dalam fasilitas produksi minyak dan gas misalnya harus dapat dilakukan dalam hitungan detik, karena memang tingkat bahaya kebakaran dari fasilitas tersebut yang cukup tinggi sehingga dituntut penanggulangan yang cepat dan efektif dalam pemadaman kebakaran.

Fasilitas eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi harus memiliki Pre-Fire Planning yang dijalankan secara konsisten yang dibantu dengan adanya komitmen dari Top Management selaku pengelola fasilitas tersebut untuk menyediakan fasilitas pemadam kebakaran yang diperlukan.

Pre-Fire Planning adalah suatu cara untuk mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat terkait dengan bahaya kebakaran yang mungkin terjadi di suatu tempat yang memiliki potensi bahaya kebakaran. Pre-Fire Planning ditujukan untuk tempat-tempat seperti pabrik, kilang, gedung bertingkat, mal, gudang, pasar, rumah sakit dan tempat lainnya yang berpotensi terjadinya kebakaran.

Adanya Pre-Fire Planning ini akan membuat pihak Regu Tanggap Darurat (emergency response team) lebih siap dalam menghadapi bahaya kebakaran. Dengan

Pre-Fire Planning ini dapat diperkirakan kondisi terburuk yang mungkin terjadi dan bagaimana langkah-langkah penanggulangannya. Waktu penanganan kebakaran (Response Time) akan lebih efektif lagi, sehingga dapat meminimalisir atau bahkan mencegah terjadinya korban dan kerugian.

Setiap fasilitas produksi maupun penyimpanan minyak dan gas bumi ataupun bahan berbahaya lainnya harus mengukur kebutuhan yang diperlukan untuk penanggulangan keadaan darurat dilokasi tersebut. Setiap Pre Fire Plan harus dapat mengidentifikasi potensi dan skenario kebakaran dan juga dapat mengevaluasi tujuan dan strategi dari pemadaman kebakaran tersebut. Pre-Fire Plan seharusnya dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang diperlukan selama proses pemadaman antara lain peralatan pemadaman yang diperlukan (selang, fire monitor, sambungan, dll), lokasi hidrant, jumlah agen dan air yang digunakan dan persyaratan personil.

Pre-Fire Plan ini harus tersedia bagi semua regu pemadam kebakaran dan juga digunakan sebagai dasar untuk pelatihan. Pelaksanaan pelatihan harus dimonitor secara seksama, didokumentasikan dan dievaluasi sehingga hasilnya dapat digunakan untuk menyempurnakan setiap rencana jika perlu. Dari segi prosedur keselamatan,

pre-fire plan harus disosialisasikan kepada seluruh entitas di dalam perusahaan. Sementara dari sisi peralatan harus selalu tersedia dan harus sesuai standar.

(20)

1.3.

Referensi

1). Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan, PerMenaker 04/1980.

2). Instalasi Alarm Kebakaran Automatik, PerMenaker 02/1983.

3). Fire Protection Handbook, 16th Edition, National Fire Protection Association 4). Standard for Portable Fire Extinguisher, NFPA 10,2002 Edition.

5). Standard for Low, Medium, and High Expansion Foam, NFPA 11, 2002 Edition.

6). Standard for CO2 Extinguishing System, NFPA 12, 2002 Edition.

7). Fire Fighting Training Manual, Education and Culture Leonardo Da Vinci. 8). Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan

Lingkungan, PERMEN PU No. 26/PRT/M/2008, Tanggal 30 Desember 2008. 9). Panduan Kesehatan dan Keselamatan, Adidas Group, diakses tanggal 16

Februari 2016.

1.4.

Latihan Soal

1). Sebutkan dan jelaskan kerugian yang dihasilkan akibat bencana kebakaran ! 2). Jelaskan unsur-unsur pembentuk segitiga api dan tetrahedron !

3). Sebutkan dan jelaskan kelas api dan gambarkan logonya !

4). Jelaskan detail siklus api atau kebakaran pada Gambar 1.14 !

5). Jelaskan 4 teknik pemdaman kebakaran Cooling, Smothering, Starving, Break Chain Reaction !

6). Apakah yang anda ketahui tentang pre fire planing ?

7). Jelaskan teknik pemadaman menggunakan APAR dengan istilah PASS !

1.5.

Lembar Kerja

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

(21)

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

(22)

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

(23)

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

Gambar

Tabel 1.1. Beberapa bencana api sepanjang sejarah
Gambar  1.1. Segi Tiga Api Gambar 1.2 Model Api Tetrahedron
Gambar 1.3 Titik Penyalaan
Gambar 1.4 Teknik mencegah terjadinya kebakaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tentang SOLAP Kebakaran Hutan menggunakan Geomondrian dan Geoserver telah dilakukan oleh Fadhli (2011) yang memudahkan untuk analisis data titik panas

APAR adalah pemadam api ringan yang ringan, mudah dibawa/dipindahkan dan dilayani oleh satu orang dan alat tersebut hanya digunakan untuk memadamkan api pada mula terjadi

(a) Dengan menggunakan data dalam Jadual 2, lukis carta palang yang menunjukkan bilangan alat pemadam api melawan jenis alat pemadam api.. I MODUL KSSM SAINS

Wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran

bisa gunakan pembersih karat, lalu akhiri dengan menggosok ulang dengan menggunakan lap kering. Untuk tabung type cartridge jangan lupa periksa bagian leher tabung alat pemadam

5.1.1 Proses Menuju Mobil Pemadam dan Menggunakan Alat Pelindung Diri Pekerjaan petugas pemadam yang dituntut harus cepat sampai di lokasi kebakaran untuk memadamkan api

Wajib Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk

Alat Pelindung Khusus : Untuk kejadian kebakaran pada area yang tertutup, operator pemadam kebakaran harus menggunakan Self Contained Breathing Aparatus SCBA Bahaya Ledakan Dan