• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Asam askorbat atau vitamin C memiliki nama sistematis IUPAC (5R)-

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Asam askorbat atau vitamin C memiliki nama sistematis IUPAC (5R)-"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Asam Askorbat Asam askorbat atau vitamin C memiliki nama sistematis IUPAC (5R)[(1S)-1,2-dihidroksetil]-3,4-dihidroksifuran-2(5H)-on. Rumus kimia vitamin C adalah C6H8O6 dengan berat molekul 176 gram/mol. Zat ini berwujud kristal putih kekuningan dengan kelarutan yang tinggi dalam air. Nama askorbat berasal dari kata a - yang berarti tanpa dan scorbotus yang merupakan suatu penyakit akibat devisiensi vitamin C (Kumar, et al. 2011). Elusidasi struktur asam askorbat pertama kali dilakukan oleh Walter Haworth pada 1920. Pada saat penemuannya senyawa ini dikenal dengan nama asam heksuronat oleh beberapa peneliti. Struktur molekul vitamin C adalah seperti Gambar 2.1. OH HO O O OH OH. Gambar 2.1 Struktur molekul asam askorbat Vitamin C berperan cukup penting dalam tubuh organisme. Senyawa ini memiliki dua stereoisomer yaitu D-Asam askorbat dan L-Asam askorbat. LAsam askorbat bertindak sebagai donor elektron untuk 11 (sebelas) jenis enzim pada berbagai organisme. Askorbat juga dapat bertindak sebagai kofaktor dalam reaksi yang dikatalisis oleh sejumlah enzim oksigenase. Enzim-enzim tersebut diantaranya. adalah. α. peptidil. glisin 8. monooksigenase. dan. amidasi.

(2) 9. monooksigenase. Ini berarti vitamin C berperan sebagai agen pereduksi atau sebagai antioksidan (Linster dan Schaftingen, 2006). Asam askorbat adalah vitamin yang unik jika ditinjau dari struktur molekulnya. Vitamin ini merupakan senyawa dengan gugus hidroksil yang bersifat sangat asam dengan pKa1 sebesar 4,17 dan pKa2 11,5. Hal ini disebabkan askorbat memiliki ikatan rangkap terkonjugasi, dan bentuk resonansinya sebagai anion terdeprotonasi yang sangat stabil. Resonansi struktur molekul askorbat digambarkan seperti di bawah ini. CH2OH H. CH2OH. OH O. H. OH O. O. H. O. H. O. OH. O. OH. Gambar 2.2 Resonansi struktur asam askorbat (Linster dan Schaftingen, 2006) Analisis asam askorbat dimungkinkan karena sifat elektroaktifnya. Dalam hal ini asam askorbat bertindak sebagai pendonor elektron sehingga dapat dioksidasi menjadi dehidro asam askorbat (DHA). Reaksi oksidasi asam askorbat menjadi DHA pada elektroda pasta karbon seperti pada Gambar 2.3 berikut: OH. OH HO. HO. O. O. O + 2H + 2e. O O. OH OH. AA. O. DHA. Gambar 2.3 Oksidasi AA pada elektroda pasta karbon (Orozco et al, 2012).

(3) 10. Puncak anodik asam askorbat hampir sama dengan puncak anodik dopamin dan asam urat . Reaksi oksidasi dopamin dan asam urat pada elektroda pasta karbon seperti pada Gambar 2.4 dan 2.5 berikut: HO. H. O. H. H. H H N H H H. HO H. O. H. H. H. H. H H H N H H H. H. + 2e + 2 H. Gambar 2.4 Oksidasi dopamin pada elektroda pasta karbon (Orozco et al, 2012) O H N. H N. NH. O NH2. O. + CO2 + 2H+ + 2e-. O N H. N H. O. N H. N H. O. Gambar 2.5 Oksidasi asam urat pada elektroda pasta karbon (Orozco et al, 2012). 2.2. Voltametri Voltametri merupakan metode elektroanalisis dalam skala mikro dengan menggunakan elektroda kerja mikro, disebut juga teknik arus voltase. Voltametri sama halnya dengan potensiometri yaitu mempunyai elektroda kerja dan elektroda pembanding, tetapi pada voltametri ditambah dengan sebuah elektroda yaitu elektroda bantu (auxiliary electrode) sehingga voltameter mempunyai 3 buah elektroda (Harvey, 2000). Voltametri mempelajari hubungan potensial-arus selama elektrolisis dilakukan dalam suatu sel. Suatu elektroda mempunyai luas permukaan yang relatif besar (elektroda pembanding), dipasangkan dengan elektroda kerja yang mempunyai luas permukaan lebih kecil. Elektroda kerja biasanya dibuat dari.

(4) 11. bahan tak reaktif yang menghantar listrik seperti emas, platinum, karbon, dan dalam beberapa kasus sering digunakan suatu elektroda tetes raksa atau drop mercury electrode (DME). Teknik ini disebut sebagai polarografi (Ewing, 1985). Potensial dari elektroda kerja divariasikan dan arus yang dihasilkan merupakan fungsi dari potensial. Plot antara arus dan potensial disebut voltamogram. Dalam voltametri, potensial divariasikan secara sistematis menggunakan potensiostat sehingga zat kimia mengalami oksidasi atau reduksi di permukaan elektroda. Salah satu elektroda pada sel elektrolisis mengalami polarisasi. Metode ini umum digunakan untuk menentukan komposisi dan analisis kuantitatif larutan. Hasil voltamogram identik dengan hasil polarogram, tetapi voltametri tidak menggunakan elektroda tetes merkuri. Oleh karena voltametri tidak dibatasi untuk elektroda Hg, teknik ini bermanfaat untuk analisis reduksi atau oksidasi pada potensial yang lebih positif (Wang, 2000). 2.2.1. Arus Dalam Voltametri (Harvey, 2000) Ketika analit dioksidasi pada elektroda kerja, arah pergerakan elektron melalui sirkuit listrik eksternal menuju elektroda bantu, yaitu tempat terjadinya reduksi pelarut atau komponen matriks larutan. Reduksi analit pada elektroda kerja memerlukan sumber elektron, menghasilkan arus yang mengalir dari elektroda bantu ke katoda. Arus yang muncul dari elektroda kerja dan elektroda bantu disebut arus Faraday. Tanda arus ditetapkan berdasarkan reaksi yang terjadi pada elektroda kerja. Arus yang terjadi dari reduksi analit disebut arus katodik dan diberi tanda positif. Arus anodik muncul dari oksidasi dan diberi tanda negatif..

(5) 12. Suatu reaksi redoks yang sesuai dengan persamaan Nersnt E = E0 – 0,05916 log. []ೣసబ. (II. 1). []ೣసబ. dengan x = 0 mengindikasikan konsentrasi zat di permukaan elektroda. Konsentrasi permukaan yang digunakan berupa konsentrasi badan larutan dengan posisi dalam kesetimbangan redoks. Misalkan Fe(CN)63- direduksi menjadi Fe(CN)64-, hubungan antara konsentrasi Fe(CN)63-, Fe(CN)64-, dan potensial elektroda kerja adalah : E = + 0,356 – 0,05916 log [Fe(CN)64-]/[Fe(CN)63-]. (II. 2). dengan + 0,356 adalah potensial reduksi standar Fe(CN)63-/ Fe(CN)64Konsentrasi permukaan digunakan berupa konsentrasi larutan dalam kesetimbangan redoks Fe(CN)63- + e-. Fe(CN)64-. (II.3). hanya dapat berlaku di permukaan. Dengan asumsi pada kondisi awal hanya ada Fe(CN)63- dengan konsentrasi 1.0 mM dan tidak ada Fe(CN)64- , diagram Ladder untuk reaksi kesetimbangan redoks diatas dapat digambarkan seperti Gambar 2.6.. Fe(CN)63-. E0 = + 0,356 V. E Fe(CN)64. -. Gambar 2.6 Diagram Ladder untuk reduksi Fe(CN)63- menjadi Fe(CN)64- (Harvey, 2000).

(6) 13. Jika potensial yang diberikan pada elektroda kerja lebih kecil dari potensial reduksi standar (E0), konsentrasi Fe(CN)63- dan Fe(CN)64- pada permukaan elektroda tidak terpengaruh. Pada potensial + 0,356 V konsentrasi Fe(CN)64- sama dengan Fe(CN)63- sebesar 0,50 mM. Hal ini karena setengah dari Fe(CN)63- mengalami reduksi menjadi Fe(CN)64- . Reaksi akan menghasilkan arus Faraday yang dengan cepat kembali ke posisi nol. Meskipun konsentrasi Fe(CN)64- pada permukaan elektroda sebesar 0,50 mM, konsentrasinya pada larutan adalah nol. Akibatnya terjadi gradien konsentrasi di permukaan elektroda dengan larutan. Gradien konsentrasi ini menimbulkan gaya gerak yang memindahkan Fe(CN)64- menjauhi permukaan elektroda seperti ditunjukan pada Gambar 2.7. Berkurangnya Fe(CN)64- di permukaan elektroda memungkinkan reduksi Fe(CN)63- berlanjut, sehingga terjadi perpindahan dari larutan ke permukaan elektroda. Jadi arus Faraday mengalir terus sampai tidak ada lagi perbedaan konsentrasi antara Fe(CN)64- dengan Fe(CN)63- baik di permukaan elektroda maupun pada larutan. Fe(CN)63-. e--. Fe(CN)64. -. Gambar 2.7 Skema pergerakan Fe(CN)63- menuju elektroda dan Fe(CN)64- menjauhi elekroda (Harvey, 2000).

(7) 14. Arus Faraday yang mengalir tergantung pada potensial yang diberikan pada elektroda kerja, akan tetapi besarnya arus ditentukan oleh kecepatan reaksi redoks di permukaan elektroda. Dua faktor yang berkontribusi terhadap laju reaksi elektrokimia yaitu : laju reaktan menuju elektroda dan laju produk menuju larutan, dan laju elektron bergerak di antara elektroda, reaktan dan produk dalam larutan. Ada tiga jenis transpor massa (produk dan reaktan) dari dan menuju permukaan elektroda yaitu difusi, migrasi dan konveksi. Difusi dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi rendah terjadi jika konsentrasi ion atau molekul pada permukaan elektroda berbeda dengan badan larutan. Volume larutan di tempat terjadinya gradien konsentrasi dinamakan lapisan difusi. Ketebalan lapisan difusi ditunjukkan pada Gambar 2.8. Tanpa adanya transpor massa yang lain, ketebalan lapisan difusi (δ) meningkat setiap saat karena terjadinya penurunan konsentrasi reaktan di permukaan elektroda. Lapisan difusi. [Analit]. Badan larutan. konveksi. δ. Jarak dari elektroda. Gambar 2.8 Ketebalan lapisan difusi (δ) (Harvey, 2000).

(8) 15. Konveksi terjadi ketika alat mekanik digunakan untuk membawa reaktan menuju elektroda dan memindahkan produk reaksi dari elektroda. Alat yang paling umum adalah pengaduk magnetik. Metode lainnya dengan merotasi elektroda dan menyertakan elektroda pada sel yang mengalir. Transpor massa yang lain adalah migrasi, terjadi ketika partikel bermuatan dalam larutan berinteraksi dengan elektroda yang juga bermuatan. Jika elektroda bermuatan positif, partikel bermuatan negatif akan mendekati elektroda dan partikel bermuatan positif akan menuju larutan. Tidak seperti difusi dan konveksi, migrasi hanya berpengaruh pada transpor massa untuk partikel bermuatan. Fluks materi menuju dan dari permukaan elektroda adalah fungsi kompleks dari ketiga jenis transpor massa. Dengan membatasi bahwa hanya difusi saja sebagai transpor massa yang signifikan terhadap perpindahan reaktan dan produk, arus (i) dalam sel voltametri dapat dirumuskan dalam Persamaan II.4 berikut :  = dengan :.   ( ಳೠ೗ೖ

(9) ೉సబ). (II.4). n = jumlah elektron yang ditransfer dalam reaksi redoks F = Tetapan Faraday (96500 Cmol-1) A = luas permukaan elektroda (cm2) D = koefisien difusi reaktan atau produk (cm2dt-1) δ = ketebalan lapisan difusi (cm) Cbulk = konsentrasi larutan (M) Cx=0 = konsentrasi larutan di permukaan elektroda (M). Persamaan ini valid jika konveksi dan migrasi tidak mengganggu lapisan difusi antara elektroda dan larutan. Migrasi dihilangkan dengan menambahkan larutan pendukung inert (elektrolit) konsentrasi tinggi ke dalam larutan analit. Ion.

(10) 16. dengan muatan yang sama berinteraksi sama kuatnya dengan permukaan elektroda. Dengan demikian ion-ion memiliki peluang sama besar untuk bermigrasi. Keberadaan ion inert dalam jumlah besar akan memperkecil jumlah ion produk atau reaktan berpindah dengan cara migrasi. Meskipun konveksi dapat dengan mudah dieliminasi dengan tidak mengaduk larutan, tetapi dalam kondisi tertentu sering diperlukan pengadukan untuk mendorong larutan melewati suatu sel elektrokimia yang mengalir. Dinamika fluida yang melewati elektroda menghasilkan lapisan difusi kecil (0,001-0,01 cm), dan kecepatan transpor massa oleh konveksi turun menjadi nol. Kecepatan transpor massa adalah salah satu faktor yang mempengaruhi arus dalam voltametri. Mudahnya elektron ditransfer dari elektroda ke reaktan dalam larutan juga mempengaruhi arus. Ketika transfer elektron cepat, reaksi redoks ada pada kesetimbangan, dan konsentrasi reaktan dan produk pada elektroda akan sesuai dengan persamaan Nernst. Sistem seperti ini dianggap sel elektrokimia yang reversibel. Dalam sistem lain ketika transfer elektron lambat, konsentrasi reaktan dan produk pada permukaan elektroda dan arus berbeda dari prediksi Nernst. Sistem ini disebut sistem elektrokimia ireversibel. Dalam voltametri dengan eletroda tetes merkuri yaitu polarografi normal, potensial dipindai secara linier terhadap waktu seperti Gambar 2.9 (a) dan akan menghasilkan kurva arus-potensial seperti Gambar 2.9 (b). Perubahan potensial yang linier terhadap waktu terjadi pada elektroda kerja. Limit arus atau sering juga disebut sebagai arus difusi dapat diukur dari arus rata-rata (Iavg) atau arus.

(11) 17. maximum (Imax). Hubungan antara arus difusi dengan konsentrasi analit CA dinyatakan dalam persamaan Ilkovic.   = 607  ⁄ ⁄  ⁄ . (II.5).   = 706   ⁄ ⁄  ⁄ . (II.6). Dengan n adalah jumlah elektron yang terlibat dalam reaksi redoks. D adalah koefisien difusi analit, m adalah laju alir merkuri dan t adalah waktu tetes.. Arus. Potensial. imax iavg. (a). (b) waktu. E1/2. Potensial. Gambar 2.9 Kurva potensial-arus-waktu dalam voltametri (Harvey, 2000). 2.2.2. Voltametri Siklik Voltametri siklik merupakan modifikasi dari teknik pindai cepat (Ewing, 1985). Dalam voltametri siklik arus diukur selama penyapuan potensial dari potensial awal ke potensial akhir dan kembali lagi ke potensial awal. Pemindaian (scanning) dapat dibalik kembali setelah reduksi berlangsung seperti digambarkan pada Gambar 2.10 a. Dengan demikian arus katodik maupun anodik dapat terukur. Arus katodik adalah arus yang digunakan pada saat penyapuan dari arus yang paling besar menuju arus yang paling kecil dan arus anodik adalah sebaliknya, seperti Gambar 2.10 b (Bard dan Faulkner, 2000)..

(12) 18. Voltametri siklik telah menjadi teknik yang cukup populer dalam studi awal elektrokimia dari suatu sistem yang baru. Teknik ini memberikan informasi yang penting mengenai reaksi kimia yang rumit pada elektroda. Karakter elektroda yang dapat ditentukan dengan voltametri siklik diantaranya adalah kinetika elektroda dan stabilitas spesi (Ewing, 1985). t Ebalik. E (-). E(-) ‫ ܧ‬଴ᇱ .-. 0 Waktu Balik, t. (a). A (b). Ebalik. -eA. Gambar 2.10 a. Pengaturan potensial setiap saat, b. Kurva arus-potensial dalam voltamogram siklik (Bard dan Faulkner, 2000) Untuk proses reversibel, potensial setengah gelombang (E1/2) setara dengan potensial formal (E0’) dan berhubungan dengan potensial standar dengan persamaan . . భ = ′ =  +   ೀ . (II.7). ೃ. మ. dengan R adalah konstanta gas (8,314 J K-1 mol-1), T adalah suhu mutlak dalam Kelvin (K), F adalah tetapan Faraday (96500 C mol-1), ɑO adalah aktivitas spesi dalam bentuk teroksidasi, dan ɑR adalah aktivitas spesi dalam bentuk tereduksi. Potensial redoks formal E0’ dapat dihitung dengan persamaan :. ′ =.  . (II.8). Epa adalah potensial pada puncak anodik sedangkan Epc adalah potensial pada puncak katodik..

(13) 19. Jumlah elektron yang terlibat dalam reaksi elektrokimia (n) dapat dihitung dengan persamaan : . (II.9). ∆ =

(14)

(15)  =  Pada suhu 250 C, ∆ =. , !". (II. 10). . Hubungan antara arus dengan berbagai variabel pada kurva voltamogram dinyatakan dengan persamaan :  =  ∗ ( )⁄ χ(σt). (II.11). Pada titik tertentu sebesar χ(σt) dalam voltamogram, arus secara spesifik proporsional terhadap C*O dan (πDoσ)1/2. Arus puncak (Ip) pada voltamogram pada suhu 250 C berlaku persamaan Randles-Sevcik ⁄. 

(16) = (2,69  10 )⁄   ∗  ⁄. (II.12). dengan ip dalam Ampere, A dalam cm2, v dalam V/s dan D*O dalam cm2dt-1 (Bard dan Faulkner, 2000). 2.2.3. Voltametri Pulsa Diferensial Voltametri pulsa diferensial atau Differential Pulse Voltammetry (DPV) adalah metode yang telah digunakan secara luas untuk analisis senyawa elektroaktif. Dalam metode ini, serangkaian pulsa listrik berdurasi singkat diberikan ke dalam sel voltametri. Waktu dan besarnya pulsa yang diberikan setiap umur pulsa bervariasi (Ewing, 1985). Potensial dasar (E) pada setiap pulsa tidak tetap. Potensial dasar ini selalu mengalami peningkatan yang kecil setiap pemberian pulsa berikutnya. Tinggi pulsa (∆E) berkisar antara 10-100 mV dijaga.

(17) 20. agar tetap konstan terhadap potensial dasar (Bard dan Faulkner, 2000). Plot pulsa potensial terhadap waktu dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.11.. E. Pulsa jatuh. 5-100 mdt 10-100mV. 0,5-4 dt. t Gambar 2.11. Plot antara pulsa potensial terhadap waktu (Bard dan Faulkner,. 2000). Dalam Gambar 2.12, pada awal eksperimen yaitu ketika t = 0 sampai sesaat sebelum pemberian pulsa t = τ’ potensial dipertahankan sebesar E, kemudian dalam durasi waktu τ’ sampai dengan τ, potensial berubah menjadi E + ∆E. Arus dalam DPV diukur sebanyak dua kali untuk setiap umur pulsa. Arus pertama diukur pada saat τ’, sesaat sebelum pulsa potensial naik. Arus kedua diukur pada waktu τ, yaitu sesaat sebelum pulsa potensial kembali ke potensial dasar (Ewing, 1985).. E. Pengukuran arus kedua Pengukuran arus pertama. Waktu tunggu. 0. t. τ'. τ. Gambar 2.12. Pengukuran arus setiap satu umur pulsa (Bard dan Faulkner, 2000).

(18) 21. Voltamogram pada DPV merupakan plot antara arus diferensial δi = i(τ) – i(τ’) terhadap potensial E. Bentuk voltamogram dalam DPV seperti pada Gambar 2.13. δi. E Gambar 2.13 Voltamogram DPV (Bard dan Faulkner, 2000). 2.3. Elektroda Dalam Voltametri Pada sistem dua elektroda, elektron akan mengalir lewat elektroda pembanding, sehingga pada sistem ini sulit digunakan untuk mempertahankan potensial konstan dalam elektroda, karena elektroda pembanding mempunyai kemungkinan ikut bereaksi (mengalami perubahan). Kekurangan ini diperbaiki pada sistem tiga elektroda. Dengan memberikan impedansi yang besar pada elektroda pembanding, elektron disuplai dari elekroda ketiga yaitu elektroda bantu/counter (Bard dan Faulkner, 2000). Ketiga elektroda tersebut dipasang dalam larutan analit dan dihubungkan dengan potensiostat seperti pada Gambar 2.14..

(19) 22. A. V. 2. 3. 1. Gambar 2.14 Skema tiga elektroda dalam voltametri , (1) elektroda kerja, (2) elektroda bantu, (3) elektroda pembanding (Adekunle, 2010). Elektroda pembanding merupakan elektroda setengah sel yang nilai potensialnya tertentu. Di dalam beberapa penggunaan analisis elektrokimia, diperlukan suatu elektrode pembanding (reference electrode) yang memiliki harga potensial setengah sel yang diketahui, konstan, dan sama sekali tidak peka terhadap komposisi larutan yang sedang dianalisis. Potensial terukur pada sel merupakan beda potensial antara elektroda kerja dengan elektroda pembanding. Syarat utama dari elektroda pembanding, potensialnya harus diketahui pasti dan tidak berubah selama digunakan. Contoh elektroda pembanding yang telah dikenal luas adalah Elektroda Hidrogen Standar (EHS), Elektroda Kalomel Jenuh (EKJ), dan Elektroda Ag/AgCl. Elektroda kalomel jenuh dapat bertindak sebagai elektroda pembanding, namun elektroda ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya menggunakan merkuri dan sensitif terhadap suhu. Perubahan suhu dapat mengubah harga potensial yang berarti nilainya tidak konstan (Wang, 2000). Elektroda pembanding yang banyak digunakan adalah elektroda Ag/AgCl. Elektroda Ag/AgCl merupakan elektroda yang terdiri dari logam perak yang.

(20) 23. dilapisi dengan perak klorida, larutan KCl, dan membran. Reaksi antara AgCl dan Ag adalah : AgCl(s) + e  Ag(s) +Cl- (aq) E0 = + 0,222 V. (II.14). Elektroda ini dapat dibuat dengan elektrolisis kawat perak (Ag) dalam larutan KCl (Lower, 2004). Elektroda pembanding Ag/AgCl ini telah digunakan secara luas dalam analisis voltametri untuk berbagai senyawa elektroaktif. Ardakani (2008) menggunakan elektroda pembanding Ag/AgCl yang dipasangkan dengan elektroda pasta karbon yang dimodifikasi dengan carbon nanotube (CNT) untuk menganalisis dopamin dan asam urat dengan metode voltametri. Hal serupa juga dilakukan oleh Shams, et al (2009) yang memasangkannya dengan elektroda pasta karbon yang dimodifikasi dengan zirkonium posfat. Pasangan elektroda pembanding adalah elektrode kerja (working electrode) yang potensialnya bergantung pada konsentrasi zat yang sedang diselidiki. Elektroda kerja merupakan tempat terjadinya reaksi oksidasi atau reduksi, yang menunjukkan respon terhadap analit yang dianalisis. Elektroda kerja pada voltametri merespon semua senyawa elektroaktif yang ada dalam sampel. Pemilihan elektroda bergantung pada besarnya kisaran potensial yang diinginkan untuk menguji sampel (Ewing, 1985). Analisis dengan teknik voltametri biasanya menggunakan elektroda kerja tetes merkuri. Kelebihan elektroda ini adalah mampu mengukur logam di bawah potensial reduksinya sendiri, dan umumnya logam-logam larut dalam merkuri (Wang, 2000). Selain mempunyai kelebihan elektroda ini mempunyai kekurangan karena sifat merkuri sendiri sangat berbahaya bagi lingkungan dan bagi pekerja yang melakukan analisis. Elektroda.

(21) 24. kerja lain yang sering digunakan adalah elektroda platina, glassi karbon dan emas. Selain mahal elektroda ini jarang digunakan untuk analisis rutin karena permukaan elektroda mudah terkontaminasi oleh endapan analit yang menempel saat dilakukan reduksi pada permukaan elektroda. Hal ini terjadi karena ada sebagian analit sulit untuk dioksidasi kembali setelah mengalami reduksi (Bard dan Faulkner, 2000). Pasta. karbon. merupakan. elektroda. murah,. permukaannya. dapat. diperbaharui, berpori dan dapat dibuat dalam bentuk yang kecil, sehingga modifikasi elektroda pasta karbon banyak dipilih sebagai elektroda pengganti raksa (Raoof et al, 2005). Elektroda pasta karbon pada dasarnya dapat dimodifikasi secara kimia untuk meningkatkan kinerjanya mendeteksi sampel dalam kadar yang sangat kecil. Salah satu cara untuk memodifikasi elektroda pasta karbon adalah dengan mencampurkan modifier sebagai bahan elektroda (bulk modified) (Svancara et al, 2008). Hasil dari modifikasi pasta karbon ini dapat meningkatkan kinerja dalam analisis senyawa elektroaktif, menurunkan limit deteksi dan memperbaiki rentang konsentrasi linier. 2.4. Modifikasi Elektroda Pasta Karbon Dengan Besi (III) Oksida (Fe2O3) Modifikasi elektroda berbasis karbon dengan senyawa logam transisi untuk elektrokatalitik asam askorbat diantaranya dengan menggunakan ferosen yang menghasilkan pergeseran puncak oksidasi 248 mV (Raoof, et al, 2001). Modifikasi elektroda glasi karbon dengan senyawa kompleks Ni (II) tetraazanulen menghasilkan pergeseran puncak anodik sebesar 250 mV. Dengan demikian modifikasi menggunakan senyawa logam transisi berfungsi sebagai media transfer.

(22) 25. elektron dalam reaksi oksidasi asam askorbat sehingga dapat terjadi pada potensial yang lebih rendah (Motlagh dan Noroozifar, 2003). Dalam hal ini transfer elektron tidak terjadi secara langsung antara karbon dengan analit, tetapi melalui perantara modifier (Wang, 2000). Hematit atau besi (III) oksida merupakan senyawa hasil sintesis dari reaksi antara FeCl3 dengan NaOH. Produk dari reaksi ini adalah besi (III) hidroksida yang berupa koloid menurut reaksi: FeCl3 + 3 NaOH → Fe(OH)3 + 3NaCl. (II.15). Dekomposisi besi (III) hidroksida pada suhu 2000 C 2 Fe(OH)3 → Fe2O3 + 3H2O. (II.16). Meng, et al. (2010) melaporkan telah mensintesis heterostruktural koaksial dari karbon nanotube (CNT)-Fe2O3 melalui deposisi lapisan atomik (DLA). Prekusor yang digunakan dalam percobaan ini adalah ferrosen dan oksigen. Karakterisasi terhadap zat ini menunjukkan bentuk yang seragam dari DLA Fe2O3 pada fase kristalin tunggal yaitu α-hematit. Uji kapasitas spesifik lapisan rangkap terhadap. Fe2O3/karbon, Fe2O3-SnO2/karbon dan. Fe2O3-ZnO/karbon. telah. dilaporkan oleh Jayalaksmi dan Balasubrahmanian (2009). Dalam penelitian ini diketahui bahwa modifikasi dengan kapasitas spesifik terbaik dengan metode pengukuran voltametri siklik adalah Fe2O3/karbon. Hasil yang kurang baik pada oksida campuran diakibatkan oleh ketidakhomogenan dalam keadaan elektronik dari oksida campuran tersebut pada matriks padatnya. Hematit sangat stabil jika dibandingkan dengan senyawa oksidahidroksida besi yang lain dengan tingkat oksidasi sama seperti ferrihidrat.

(23) 26. (Fe5HO8.4H2O), lepidokrosit (φ-FeOOH) dan geotit (α-FeOOH). Kestabilan ini diinvestigasi dengan metode perubahan isotop. 55. Fe yang dilabel pada semua. oksida-hidroksida besi tersebut. Reduksi oksida-hidroksida ini dalam larutan berair yang diinduksi dengan ion Fe2+ dan asam askorbat menghasilkan pelepasan isotop. 55. Fe yang cukup cepat dari feriihidrat, lepidokrosit dan geotit, sedangkan. hematit tidak melepaskan isotop. 55. Fe. Laju pelepasan ini ditentukan oleh. karakteristik kimia dari tiap-tiap oksida-hidroksida logam (Pedersen, 2006). Kestabilan hematit ini memberikan peluang penggunaannya sebagai modifier pada elektroda pasta karbon untuk analisis asam askorbat dengan tingkat keberulangan pengukuran yang tinggi. Aplikasi Fe2O3 sebagai modifier elektroda pasta karbon untuk keperluan analisis. senyawa. elektroaktif. telah. dilaporkan. oleh. Adekunle. (2010).. Elektrodeposisi Fe2O3 nanopartikel terhadap karbon nanopartikel lapisan tunggal atau single wall carbon nanotubes (SWCNT) telah meningkatkan respons elektrokatalitik dalam deteksi dopamin bila dibandingkan dengan metode serupa dengan elektroda lain. Aplikasi elektroda modifikasi ini dengan teknik voltametri gelombang persegi juga dilaporkan berhasil memisahkan puncak voltamogram dopamin dengan asam askorbat. Ini memberikan peluang aplikasi yang sangat luas untuk fotokatalisis, sensor gas, medan magnet dan peralatan skala nano (Dawy et al, 2012)..

(24)

Referensi

Dokumen terkait