• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN. Industri pertambangan saat ini banyak menjadi perhatian bagi masyarakat,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN. Industri pertambangan saat ini banyak menjadi perhatian bagi masyarakat,"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN

Industri pertambangan saat ini banyak menjadi perhatian bagi masyarakat, termasuk batubara. Konsumsi batubara dari tahun ke tahun semakin meningkat sehingga lahan yang terganggu akibat kegiatan pertambangan menjadi bertambah. Perlakuan perpajakan atas setiap industri pertambangan berbeda satu sama lainnya. Penelitian yang pernah dilakukan adalah seperti di bawah ini :

Peneliti Hannaria Manalu (2000) Agnes Budi Utami (2006) Judul

Penelitian

Analisis Perlakuan Perpajakan Terhadap Kontrak Karya Generasi VI Pertambangan Umum Khusus Pada Pengalihan Pengeluaran Sebelum Kontrak Karya Berdiri (pre-cow expenditures).11

Analisis Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Batubara (Studi Kasus pada Perjanjian

Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara)12

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk melihat prosedur yang tepat dan keterangan yang lebih rinci atas ketentuan tersebut dan menjamin ketentuan tersebut pasti.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui implikasi bagi kontraktor tambang batubara atas ketentuan dalam PP No. 144/2000

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara dan studi literatur.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara dan studi literatur.

Hasil Penelitian

Pengeluaran sebelum perusahaan didirikan yang telah dikeluarkan oleh para pemegang saham dan langsung berhubungan dengan proyek Kontrak Karya tidak terkena pajak sepanjang belum dibiayakan oleh perusahaan yang mengeluarkan biaya.

Ketentuan mengenai batubara bukan Barang Kena Pajak (BKP) tidak sesuai dengan konsep Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karena proses batubara termasuk dalam kegiatan menghasilkan barang.

11

Hannaria Manalu, “Analisis Perlakuan Perpajakan Terhadap Kontrak Karya Generasi VI Pertambangan Umum Khusus Pada Pengalihan Pengeluaran Sebelum Kontrak Karya Berdiri (pre-cow expenditures)”, Tesis FISIP Universitas Indonesia, 2000, tidak diterbitkan.

12

Agnes Budi Utami, “Analisis Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Batubara (Studi Kasus pada Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara)”, Skripsi FISIP Universitas

(2)

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dimana fokus penelitian ini adalah biaya reklamasi pada kontrak pertambangan batubara atau yang lebih dikenal dengan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah mengenai alasan biaya reklamasi dapat dijadikan biaya pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) dan masalah pengawasan pembebanan biaya reklamasi dan untuk melihat prosedur yang jelas dan keterangan yang lebih rinci atas ketentuan pembebanan biaya reklamasi yang diajukan kontraktor tambang batubara.

B. Kerangka Pemikiran

Pertambangan adalah suatu kegiatan yang meliputi pengambilan dan persiapan untuk pengolahan lanjutan dari benda padat, benda cair dan gas.13 Pertambangan batubara termasuk ke dalam tambang golongan A (strategis) dimana golongan A (strategis) adalah untuk pertahanan keamanan dalam suatu perekonomian negara.

B. 1 Pengusahaan Pertambangan

Dalam hal pengusahaan pertambangan, negara memiliki dua peranan fiskal sehubungan dengan perumusan kebijakan di bidang pertambangan ini, yaitu :

1. Negara sebagai The Sovereign Tax Power

“The government has the responbility to ensure that the resources sector

makes its due contribution to public revenues in the same manner as other industries”

13

(3)

Pajak sebagai salah satu komponen penghasilan bagi negara dalam membiayai pengeluaran pemerintah memiliki posisi yang penting. Optimalisasi penerimaan negara dari pajak akan meningkatkan kemampuan pemerintah dalam menjalankan kegiatan pemerintahan. Oleh karena itu, pemerintah harus memaksimalkan penerimaan negara melalui pajak terhadap industri-industri yang ada termasuk melalui industri pertambangan batubara.

2. Negara sebagai The Resources Owner14

“The government must determine when to exploit its natural resource as well as ensure that it gets an appropriate price for its resources and distributes the benefit of resource exploitation so as to promote sustainable economic growth and intergenerational benefits.”

Negara sebagai pemegang kuasa atas hasil kekayaan alam harus memastikan bahwa segala kekayaan alam yang dikandung, diolah agar bisa memberikan manfaat yang maksimal bagi pembiayaan pemerintahan dan juga peningkatan kemakmuran warga negara.

Hak negara menguasai atau hak pengusahaan negara merupakan konsep yang didasarkan pada organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat. Hak penguasaan negara berisi wewenang untuk mengatur, mengurus dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan bahan galian, serta berisi kewajiban untuk mempergunakannya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.15 Intinya negara mempunyai wewenang atas pengelolaan pertambangan sepanjang tujuan dari setiap pengelolaan dan penggunaan sumberdaya alam nasional adalah sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

14

David C. L. Nellor dalam Parthasarathi Shome (ed), Tax Policy Handbook, (Washington D. C: International Monetary Fund, 1995), hal. 237

15

(4)

Sifat dan karakteristik industri pertambangan antara lain sebagai berikut : • Eksplorasi bahan galian tambang merupakan kegiatan yang

mempunyai ketidakpastian yang tinggi, karena meskipun telah dipersiapkan secara cermat, dengan biaya yang besar, tidak ada jaminan bahwa kegiatan tersebut akan berakhir dengan penemuan cadangan bahan galian yang secara komersial layak untuk ditambang.

• Bahan galian bersifat deplesi dan tidak dapat diperbaharui

(non-renewable) serta untuk melaksanakan kegiatan pertambangan ini,

mulai tahap eksplorasi sampai dengan tahap pengolahannya, dibutuhkan biaya investasi yang relatif sangat besar, padat modal, berjangka panjang, sarat risiko, dan membutuhkan teknologi yang tinggi.

• Pada umumnya operasi perusahaan pertambangan berlokasi di daerah terpencil dan kegiatannya, menimbulkan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup, sehingga setiap perusahaan pertambangan wajib memenuhi ketentuan perundangan yang berlaku mengenai lingkungan hidup, disamping mempunyai konsep pasca penambangan yang jelas.

• Pemerintah Indonesia tidak memberi konsesi penambangan karena menurut peraturan perundangan yang berlaku, segala bahan galian yang berada di wilayah hukum Indonesia adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia yang dikuasai dan digunakan oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk dapat berusaha dalam industri pertambangan umum, pemerintah mengeluarkan peraturan yang memberi wewenang kepada badan usaha/perseorangan untuk melaksanakan pertambangan umum. 16

B.2 Konsep Penghasilan

Berdasarkan kepada Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) objek pajak dari pajak penghasilan adalah penghasilan. Definisi penghasilan bukanlah merupakan suatu konsep yang sederhana yang dapat diterima secara universal. Definisi penghasilan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia, pada dasarnya diadopsi dari konsep penghasilan yang diterima secara umum atau yang dianut banyak negara yang lebih dikenal dengan

16

Djoko Mulyono, PPh dan PPN untuk Berbagai Kegiatan Usaha, (Yogyakarta : Andi Yogyakarta, 2007), hal. 11

(5)

The S-H-S Income Concepts. S-H-S mengacu kepada Scahnz, Haig dan Simons,

tokoh-tokoh yang memperkenalkan konsep ini.

Schanz dari Jerman mengemukakan The Accretion Theory of Income, yang mengatakan bahwa pengertian penghasilan untuk keperluan perpajakan, seharusnya tidak membedakan sumbernya dan tidak menghiraukan pemakaiannya melainkan lebih menekankan kepada kemampuan ekonomis yang dapat dipakai untuk menguasai barang dan jasa.17

Haig mengembangkan definisi penghasilan untuk keperluan perpajakan yang mirip dengan Schanz. Haig berpendapat bahwa penghasilan adalah :

“the money value the net accretion to one’s economic power between

two points of time18 atau the increase or accretion in one’s power to

satisfy his want in a given period in so far as that power consists of (a) money itself, or, (b) anything susceptible of valuation in terms of money19.”

Pendapat Haig ini mengatakan bahwa nilai uang adalah tambahan ekonomis yang timbul antara dua waktu atau hakekat penghasilan itu adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan untuk kepuasan dirinya, bukan kepuasan itu sendiri sehingga penghasilan itu didapat saat terjadinya penambahan kemampuan ekonomis bukan pada saat kemampuan itu dipakai untuk memenuhi kebutuhannya. Dan yang dapat dianggap sebagai penghasilan adalah hanya yang berbentuk uang dan sesuatu yang dapat dinilai dengan uang.

Sejalan dengan pengertian Schanz dan Haig, Simmons merumuskan penghasilan sebagai obyek pajak yang harus bisa dikuantifisir, harus bisa diukur

17

R. Mansury, Pajak Penghasilan Lanjutan Pasca Reformasi 2000, (Jakarta : Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4), 2002), hal. 71.

18

Kevin Holmes, The Concept of Income A Multi-Disciplinary Analysis, (Amsterdam: IBFD Publications BV, 2001), hal. 60

19

(6)

dan mengandung konsep perolehan (Acqusitive Concept)20. “Acqusitive Concept” mengandung makna bahwa, menyangkut perolehan kemampuan untuk menguasai barang dan jasa yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan.

Definisi penghasilan ketiga ahli ekonomi diatas saling menguatkan dan melengkapi satu dengan lainnya sehingga dipakai dalam dunia perpajakan sebagai satu-satunya teori yang melahirkan konsep penghasilan yang kini lebih dikenal dengan S-H-S Income Concept. Di dalam S-H-S Concept mengandung the

Accrual concept yaitu mengakui penghasilan walaupun penghasilan tersebut

secara jelas belum diterima tunai, contohnya dalam pengakuan capital gain. Konsep ini bertentangan dengan realization concept yang baru mengakui adanya penghasilan jika terjadi realisasi. Kedua konsep inilah yang turut membangun definisi penghasilan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan di Indonesia sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh (Accrual concept) dan diterima (realization concept) oleh Wajib Pajak dalam bentuk apapun.

B. 3 Konsep Biaya B. 3.1 Definisi biaya

Secara umum, ada dua jenis pengeluaran dalam suatu usaha. Kedua-duanya dapat dikurangkan dari penghasilan, hanya saja masalah waktu pembebanannya berbeda. Perbedaan mendasar antara expense dan cost adalah masa manfaat pengeluarannya, dimana expense kurang dari 1 (satu) tahun sedangkan cost lebih

20

(7)

dari 1 (satu) tahun. Dalam penelitian ini, peneliti lebih membahas mengenai biaya (“cost”) terutama tentang biaya reklamasi (reclamation cost).

Menurut Crumbley dan kawan-kawan, biaya dapat diartikan sebagai “the

amount of money that must be paid to acquire something; purchase price or expense.”21 Biaya merupakan jumlah uang yang harus dibayar untuk memperoleh

sesuatu; harga pembelian atau biaya yang dikeluarkan. Sedangkan definisi lain menurut Ostwald yang merumuskan biaya sebagai berikut : “The single word cost

is a general term for a measured amount of value deliberately released or to be released in the acquiring or creating of tangible or intangible economic resources.”22 Dengan kata lain, biaya adalah istilah umum yang dipakai untuk mengukur jumlah nilai yang dibuat atau yang akan diberikan untuk memperoleh atau menghasilkan sumber daya ekonomi yang berwujud maupun yang tidak berwujud.

B. 3.2 Matching Cost Principle

Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak, ketentuan perpajakan kita juga menganut matching cost against revenue, yaitu dengan mengadu antara penghasilan dan biaya. Namun demikian, tidak semua biaya dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak.

Matching cost against revenue perlu dilakukan karena penghasilan dan biaya

adalah dua hal yang berbeda dan dilaporkan berlainan serta faktor pembebanan,

21

D. Larry Crumbley, Jack P. Friedman, Susan B. Anders, Dictionary of Tax Terms, (New York: Barron’s Educational Series, Inc., 1994), hal. 71

22

Phillip F. Ostwald, Cost Estimating for Engineering and Management, (New Jersey:: Prentice-Hall, Inc., 1974), hal. 52

(8)

perolehan, pembayaran dan penggunaan biaya maka dilakukan “matching” biaya dengan penghasilan atau penyesuaian antara biaya dengan penghasilan.

Biaya adalah semua yang dibebankan kepada produk barang dan jasa yang akan dijual untuk mendapatkan revenue.23 Menurut teori matching, maka biaya harus dibebankan sesuai dengan pengakuan dan periode penghasilan.24 Apabila terdapat kesulitan dalam melakukan matching maka pembebanan harus dilakukan secara rasional dan sistematis. Hal ini seperti yang dikemukakan juga dalam buku

Intermediate Accounting :

“For those costs for which it is difficult to adopt some type of

rational association with revenue, some other approach must be developed. Often, a “rational and systematic” allocation policy is used that will approximate the matching principle.”25

Berdasarkan waktu pengeluaran/ pembebanan biaya dan prinsip matching dikenal 2 konsep :

a. Direct atau product matching

Pada saat terjadinya penjualan maka penghasilan yang didapat diadu dengan biaya yang berkaitan. Konsep ini sebenarnya adalah konsep yang mengabaikan beberapa masalah antara lain biaya yang belum bisa dikaitkan langsung kepada produk itu, sehingga dalam konsep ini semua biaya lain di luar biaya produk atau jasa itu dianggap sebagai aktiva yang dialihkan ke periode yang akan datang.

23

Sofyan Syafri Harahap, Teori Akuntasi, Edisi Revisi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 224

24

Ibid.

25

Donald E. Kieso, Jerry J. Weygandt dan Terry D. Warfield, Intermediate Accounting,. (New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2001), hal. 46

(9)

b. Indirect atau Period Matching26

Disini matching dilakukan antara hasil yang diperoleh dengan seluruh biaya

yang dikeluarkan/ dibebankan selama periode dimana digunakan bukan berdasarkan waktu perolehan atau pembayaran.

B. 3.3 Deductible Expense (Biaya 3M)

Dalam akuntansi komersial semua biaya termasuk kerugian (losses) dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan neto (net income). Berdasarkan konsep laporan penghasilannya, pengurangan biaya dan kerugian dapat dibedakan menjadi (1) konsep penghasilan inklusif (all inclusive concept of income) dengan mengurangkan semuanya dalam penghitungan penghasilan neto dan (2) konsep penghasilan operasi sekarang (current operating concept of income) dengan membebankan keuntungan dan kerugian luar biasa serta koreksi biaya kepada saldo laba (ditahan) daripada penghasilan (tahun berjalan).27

Beban atau biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi Wajib Pajak dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu :

1. Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan.

2. Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. 28

26

Sofyan Syafri Harahap, Op. Cit., hal. 226

27

Gunadi, Akuntansi Pajak, (Jakarta: PT Gramedia, 1997), hal. 155

28

(10)

Dalam menghitung laba, unsur-unsur yang termasuk kategori penghasilan dikonfrontor dengan biaya-biaya untuk mendapatkan dan memperoleh penghasilan (revenue against matching cost). Berbeda dengan konsep diatas, khusus dalam penghitungan laba kena pajak, penghasilan yang diterima atau diperoleh dapat dikurangkan dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (deductible expense) atau yang lebih dikenal dengan “biaya 3M”.

Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan merupakan biaya atau pengeluaran yang antara lain memenuhi karakteristik sebagai biaya rutin, diperlukan, dan wajar jumlahnya.29 Ketentuan perpajakan tidak membatasi pengeluaran-pengeluaran yang akan dilakukan oleh Wajib Pajak untuk mendapatkan atau memperoleh penghasilan. Namun, ketentuan perpajakan juga mengatur tentang biaya-biaya yang diperhitungkan harus mempunyai hubungan langsung dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, atau yang dikenal dengan istilah biaya mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Dalam rangka kebutuhan perpajakan harus ada ketentuan khusus yang mengatur tentang biaya yang boleh dikurangkan karena prinsip utama dari ketentuan-ketentuan mengenai biaya yang dapat diperbolehkan untuk dijadikan pengurang (deductible expenses) dalam menghitung penghasilan neto adalah sebagai berikut :

1. Biaya-biaya tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak, atau yang

29

Harnanto, Akuntansi Perpajakan, (Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi, 2003), hal. 346

(11)

dikenal di Indonesia dengan istilah biaya mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

2. pajak mengutamakan prinsip substance over form. Dengan kata lain, tidak menjadi masalah istilah atau nama biaya tersebut, yang penting hakikat dari biaya tersebut, yaitu untuk apa biaya dikeluarkan. Sepanjang biaya tersebut dikeluarkan untuk mendapatkan penghasilan maka boleh dijadikan deductible

expenses. 30

B. 3.4 Special Deduction

Terdapat beragam definisi deduction, yang dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Deduction – an amount allowed to taxpayers under the Internal Revenue

Code as an offset against gross income or adjusted gross income.31 2. Deductions (sometimes referred to as tax deductions) are generally items which may be subtracted, or deducted, in computing taxable income. Deductions are most commonly given in relation to actual expenditure but they may also be fixed amounts, in lieu of actual expenditure. Deduction may be limited, e.g. by reference to a fixed percentage of the related income. The term deductions in sometimes used interchangeably with allowance.32

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa deduction (biaya pengurang) adalah biaya pengurang yang dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto untuk mendapatkan jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP).

Menurut Mansury deduction dapat dikemukakan sebagai berikut : Deductible busines expenditures were classified into two categories: operational expenditures and depreciation expenses. Operational expenditures were the expenditures consumed or used within the tax year. In this way, a distinction made between operational expenses and acquisition or improvement costs. The first were deductible from

30

Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, Perpajakan Teori dan Aplikasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 151

31

D. Larry Crumbley, Jack P. Friedman, Susan B. Anders, Op. Cit., hal. 79 32

Barry Larking, International Tax Glosary, revised 5th edition, (Amsterdam: IBFD,

(12)

profits in the tax year in which they were incurred, while the second were depreciated over future years according to their useful life.33

Tidak ada aturan khusus yang mengatur mengenai special deduction. Dikutip dari buku Income Tax Procedure dapat disimpulkan mengenai special deduction adalah “A number of special deductions may be subtracted from gross income in

arriving at taxable income.”34 Jadi, pengurang khusus adalah sejumlah pengurangan tertentu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk mendapatkan penghasilan kena pajak.

Wajib Pajak yang bermaksud untuk memperoleh manfaat dari adanya suatu biaya pengurang penghasilan harus merujuk pada ketentuan perundang-undangan atau peraturan tertentu, dan bisa menunjuk atau meyakinkan bahwa pengeluaran, biaya atau kerugian yang dimaksud termasuk dalam pengertian dan istilah yang digunakan dalam Undang-undang atau peraturan tersebut. Pemerintah dengan persetujuan parlemen mempunyai otoritas untuk memungut pajak atas setiap penerimaan atau tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh oleh Wajib Pajak, yang dapat dipandang sebagai suatu penghasilan; dan menetapkan jenis pengeluaran, biaya dan kerugian tertentu sebagai pengurang penghasilan. Dengan demikian, “adanya otorisasi khusus diperlukan untuk dapat mengklaim biaya fiskal atau pengurang penghasilan”35.

33

R. Mansury, The Indonesian Income Tax, (Singapore : Asian-Pacific Tax And Invesment Research Centre, 1992), hal. 100

34

Bower & Langenderfer, Income Tax Procedure, 1988 edition, (South Western: South Western Publishing Co., 1988), hal. 283

35

(13)

B. 3.5 Biaya Reklamasi (Reclamation Cost)

Setiap Wajib Pajak yang bergerak di bidang pertambangan wajib (baik secara hukum maupun kontrak) merehabilitasi kembali lahan bekas tambang ke dalam bentuk kondisi semula sebelum dilakukan operasi pertambangan. Pada dasarnya beban biaya kegiatan reklamasi daerah penambangan menjadi tanggung jawab pemegang izin pertambangan. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan reklamasi pada daerah bekas pertambangan inilah yang disebut biaya reklamasi.

Dalam buku Income Taxation of Natural Resources, biaya reklamasi dapat

diilustrasikan sebagai berikut :

“… the deduction for current reclamation costs (those costs that

would be incurred if the reclamation activities were performed currently) in any taxable year is equal to the current reclamation costs allocable to the portion of the property disturbed (mined) during the taxable year, whether or not the costs are incurred in the year,…”36

Pengurangan atas biaya reklamasi (dalam arti biaya yang akan terjadi apabila kegiatan reklamasi yang dilaksanakan sedang berlangsung) pada tahun pajak sama dengan alokasi biaya reklamasi langsung untuk bagian lahan yang dirusak selama tahun pajak, baik yang terjadi di tahun yang bersangkutan atau tidak.

B. 4 Konsep Pengawasan

Dalam industri pertambangan di Indonesia, negara melalui departemen Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) bertindak sebagai manajemen operasi. Terkait dengan aspek perpajakannya, apabila biaya operasional semakin besar maka

36

Peat Marwick, Income Taxation of Natural Resources, (USA: Research Institute of America RIA Group, 1998), hal. 1846

(14)

Penghasilan Kena Pajak (PKP) akan semakin kecil karena dalam aturan perpajakan Penghasilan Kena Pajak dihitung setelah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang dikenal dengan biaya 3 M (mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan). Di sinilah pentingnya adanya suatu pengawasan.

Pengawasan merupakan fungsi penting dalam suatu manajemen, dengan sistem terpadu, komprehensif, dan terintegrasi. Salah satu fungsi dasar manajemen adalah pengawasan (controlling). Siagian memberikan definisi tentang pengawasan yaitu :

“Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.”37

Pengawasan mutlak diperlukan untuk mencegah atau setidak-tidaknya mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan dan kesalahan. Bagi penyelenggara manajemen yang baik, dapat dikatakan bahwa pengawasan merupakan fungsi yang benar-benar wajib dijalankan.38

37

Sujamto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan (Edisi Revisi), (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hal. 19

38

(15)

Skema Kerangka Pemikiran Penelitian

Operasi Batubara

Biaya yang dapat dikurangkan (deductible expenses) dalam PKP2B

Biaya reklamasi

Pasal 6 UU PPh Tindakan pengawasan dari

pemerintah terkait dengan pembebanan biaya

reklamasi vs

Pasal 9 UU PPh

deductible expense

Apabila pengawasan lemah dan deductibility atas

pembebanan biaya reklamasi tinggi

Pajak terutang rendah

Beban pajak kontraktor tambang batubara berkurang

Penurunan penerimaan negara

(16)

C. METODE PENELITIAN

Metode Penelitian menjadi bagian penting dalam proses penelitian karena berbicara mengenai cara peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Metode penelitian adalah merupakan penjelasan secara teknis mengenai metode-metode yang digunakan dalam suatu penelitian.39

C. 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian kualitatif disebut verstehen (pemahaman mendalam) karena

mempertanyakan makna suatu objek secara mendalam dan tuntas.40 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif sebagai “an

aquiry process of understanding a social or human problem, based on building a complex, holistic picture, formed with words, reporting detailed views of informants and conducted in a natural setting”.41

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti ingin mengemukakan penjelasan yang lebih mendalam mengenai suatu proses yang terjadi. Penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan segi “proses” daripada “hasil”.42 Hal ini disebabkan hubungan bagian-bagian yang akan diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses.

39

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1992), hal.2.

40

Prasetya Irawan, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. (Depok: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006), hal. 4.

41

John W. Cresswell, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach, (London: Sage Publication Inc., 1994), hal. 1

42

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 11

(17)

Pilihan pendekatan kualitatif dimaksudkan agar penelitian ini dapat memberikan pemahaman yang menyeluruh atas pembebanan biaya reklamasi yang terdapat dalam Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sebagai biaya pengurang (deductible expense) Penghasilan Kena Pajak.

C. 2. Jenis/ tipe penelitian

a) Jenis penelitian berdasarkan tujuan

Berdasarkan tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif menurut Neuman: “descriptive research present a picture of

the specific details of situation, social setting, or relationship. The outcome of a descriptive study is a detailed picture of the subject”43

Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti.44 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai pembebanan komponen biaya reklamasi dan pengawasan atas pembebanan biaya reklamasi tersebut.

b) Jenis penelitian berdasarkan manfaat

Nazir mengatakan ciri-ciri penelitian murni adalah sebagai berikut :

“Penelitian dasar atau penelitian murni adalah pencarian terhadap sesuatu karena ada perhatian dan keingintahuan terhadap hasil suatu aktivitas. Penelitian dasar dikerjakan tanpa memikirkan ujung praktis atau titik terapan. Hasil dari penelitian dasar adalah pengetahuan umum dan pengertian-pengertian tentang alam serta hukum-hukumnya. Pengetahuan umum ini merupakan alat untuk

43

William Lawrence Neuman, Social Research Methods, Qualitative and Quantitative

Approaches. 4th ed., (Boston : Allyn & Bacon, 2000), hal. 30

44

Ronny Kountur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta :: Percetakan Buana Printing, 2007) hal. 108

(18)

memecahkan masalah-masalah praktis, walaupun ia tidak memberikan jawaban yang menyeluruh untuk tiap masalah tersebut. Tugas Penelitian terapanlah yang akan menjawab masalah-masalah praktis tersebut.”45

Penelitian murni menjadi sumber gagasan dan pemikiran serta mendukung teori menjelaskan bagaimana terjadinya suatu peristiwa. Penelitian murni lebih banyak digunakan di lingkungan akademik dan biasanya dilakukan dalam kerangka pengembangan ilmu pengetahuan.46 Penelitian ini dilakukan dalam kerangka akademis dan lebih ditujukan bagi pemenuhan kebutuhan peneliti, oleh karena itu berdasarkan manfaat penelitian, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian murni.

c) Jenis penelitian berdasarkan dimensi waktu

Penelitian ini tergolong penelitian cross sectional. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Babbie yang mengatakan mengenai cross-sectional studies seperti berikut : “Many research projects are designed to study some phenomenn

by taking a cross section of it at one time and analyzing that cross section carefully. Exploratory and descriptive studies are often cross-sectional.”47

Penelitian cross-sectional dilakukan hanya dalam satu waktu saja, meskipun wawancara dan informasi memerlukan waktu sampai dengan beberapa bulan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2008 sampai Mei 2008.

45

Moh.Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003), hal. 26

46

Bambang P. & Lina M. Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif : Teori dan Aplikasi, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 38.

47

Earl Babbie, The Practice of Social Research, Fourth Edition, (California: Wadsworth Publishing Co., 1986), hal. 80

(19)

d) Jenis penelitian berdasarkan teknik pengumpulan data 1. Studi Lapangan

Dalam studi lapangan, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara. Wawancara dilakukan dengan informan dimana peneliti memiliki sejumlah pertanyaan dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan mengenai permasalahan yang diangkat.

2. Studi Literatur

Studi ini dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari data serta informasi yang didapat dari laporan serta dokumen, penelitian-penelitian terdahulu mengenai buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal, dan sumber literatur lainnya.

Dalam bukunya, Creswell menjelaskan tentang tiga macam penggunaan literatur dalam penelitian kualitatif, yaitu :

- the literatur is used to “frame” the problem in the introduction to the

study, or

- the literatur is presented in separate section as a “review of the

literature”, or

- the literature is presented in the study at the end, it becomes a basis for

comparing and contrasting findings of the qualitative study.”48

Literatur pada penelitian ini ditujukan agar konsep-konsep yang relevan terhadap topik penelitian dapat dipahami sebagai pengantar sekaligus menjadi salah satu alat bantu dalam melakukan analisis yang disajikan dalam bab berikutnya.

48

(20)

e) Jenis penelitian berdasarkan teknik analisis data

Berdasarkan teknik analisis data, penelitian ini tergolong penelitian yang menggunakan analisa data kualitatif. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan deskripsi sehingga proporsi analisis terhadap data yang telah dikumpulkan, lebih banyak menggunakan kata-kata. Selain itu, data berbentuk angka juga digunakan dalam analisis ini sebagai ilustrasi dan memudahkan analisis kualitatif.

C. 3. Metode dan Strategi Penelitian

Mengingat masih minimnya studi literatur yang membahas tentang biaya yang dapat dikurangkan (deductible expense) dan reklamasi pertambangan maka ada beberapa strategi pengumpulan data yang peneliti lakukan, yakni :

a) mencari dan mengumpulkan data sebanyak mungkin dari internet berupa artikel, jurnal dan sejenisnya,

b) mencari buku-buku yang berkaitan dengan pertambangan dan biaya,

c) melakukan pendekatan yang cukup sulit baik melalui mengirim e-mail, telepon maupun membuat appointment beberapa kali untuk brainstorming dan diskusi.

C. 4. Hipotesis Kerja

Hipotesis merupakan jawaban sementara peneliti terhadap penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian kuantitatif hipotesis ini harus diuji. Dalam penelitian kualitatif, hipotesis tidak diuji, tetapi diusulkan (suggested, recommended) sebagai satu panduan dalam proses analisis data. Hipotesis awal penelitian ini adalah pembebanan komponen biaya reklamasi dapat dijadikan sebagai biaya

(21)

pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) tetapi tidak sesuai dengan konsep

deductible expense atau biaya mendapatkan, menagih dan memelihara

penghasilan. Hipotesis berikutnya adalah adanya pengawasan dari pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui persetujuan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atas pembebanan biaya reklamasi dalam menentukan Penghasilan Kena Pajak (PKP). Sedangkan pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi (DJMBP) adalah melalui pengawasan secara administrasi dan teknis operasional.

C. 5. Narasumber/ Informan

Pemilihan informan (key informant) pada penelitian difokuskan pada representasi atas masalah yang diteliti.49 Wawancara yang dilakukan kepada beberapa informan harus memiliki beberapa kriteria yang mengacu pada apa yang telah ditetapkan oleh Neuman dalam bukunya,

The ideal informants has four characteristic:

- The informan is totally familiar with the culture - The individual is currently involved in the field - The person can spend time with the researcher - Nonanalytic individuals.”50

Informan yang potensial saya wawancarai adalah sebagai berikut :

¾ Pihak perusahaan (PT. K) : Satu orang yakni Manajer Akuntansi dan Pajak Bapak Rio Supin. Bapak Rio Supin dianggap penting karena beliau adalah Manager di divisi Tax and Accounting salah satu

49

Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2003), hal. 53

50

(22)

perusahaan tambang batubara yang mendapat penghargaan lingkungan.

¾ Pihak Direktorat Jenderal Pajak : Kasi Pemeriksaan Wajib Pajak Sektor Sumber Daya Alam yang mengetahui tentang pemeriksaan pajak pertambangan.

¾ Pihak Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi : Bapak Dede I. Suhendra sebagai Kasubdit Pengawasan Teknik Pertambangan. Bapak Dede dianggap penting karena beliau yang menguasai mengenai pengawasan atas kegiatan reklamasi dan juga mengenai jaminan reklamasi.

¾ Pihak Konsultan : Bapak Rachmanto Surahmat dianggap penting karena beliau adalah konsultan pajak yang bekerja di salah satu perusahaan konsultan pajak terkenal yang sering menangani perusahaan pertambangan.

¾ Pihak Akademisi : Prof. R. Mansury Ph. D. Beliau dianggap penting karena beliau adalah seorang akademisi yang mengerti konsep

deductible expense dan pernah menulis buku tentang Pajak

Penghasilan.

C. 6. Proses Penelitian

Proses penelitian ini dimulai dari menentukan topik dari penelitian, merumuskan masalah, menentukan judul penelitian, merancang metode penelitian, menganalis permasalahan yang ada dan terakhir menyimpulkan apa

(23)

yang ditemukan selama proses penelitian tersebut. Awal penelitian ini bermula pada saat peneliti membicarakan mengenai tema mengenai deductible expenses dan non-deductible expenses dalam kontrak pertambangan dengan dosen yang mengajar di universitas swasta. Proses penelitian dilanjutkan dengan mengumpulkan data baik yang berasal dari literatur maupun dari wawancara yang dianggap peneliti dapat membantu jalannya penelitian. Proses dilanjutkan dengan menganalisis data yang sudah terkumpul dan terakhir, menarik kesimpulan atas hasil penelitian.

C. 7. Site Penelitian

Dalam penelitian ini tidak ada satu site khusus tempat peneliti melakukan penelitiannya karena pengambilan data tidak dilakukan hanya di satu tempat. Yang menjadi site dilakukannya penelitian ini, antara lain:

a. Perusahaan Pertambangan yang telah melakukan reklamasi. b. Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi (DJMBP)

C. 8. Keterbatasan Penelitian

Fokus penelitian adalah biaya yang dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto dalam Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yaitu biaya reklamasi. Kendala yang dihadapi peneliti adalah pengumpulan data yang cukup sulit dan confidencial.

Referensi

Dokumen terkait