• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA QUALITY OF SERVICE (QoS) DARI LAYANAN VIDEO STREAMING PADA JARINGAN IP MULTIMEDIA SUBSYSTEM (IMS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA QUALITY OF SERVICE (QoS) DARI LAYANAN VIDEO STREAMING PADA JARINGAN IP MULTIMEDIA SUBSYSTEM (IMS)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA QUALITY OF SERVICE (QoS) DARI LAYANAN VIDEO

STREAMING PADA JARINGAN IP MULTIMEDIA SUBSYSTEM (IMS)

Agus. W.S.1) Sofia Naning.H2) Ida Wahidah3)

Sekolah Tinggi Teknolog Telkom, Bandung

agus.ws99@yahoo.com1) snh@stttelkom.ac.id2) idw@stttelkom.ac.id3)

ABSTRACT

IP Multimedia Subsystem (IMS) represents Standard International and released by Third Generation Partnership Project (3GPP) as a control domain for multimedia service of the third mobile system generation or Universal Mobile Telecommunication System (UMTS). IMS network becomes the core network or backbone for network 3G and also for wireless network such as wireless LAN, PDAS, home DSL, and others with the support of adequate Quality of Service. The need of QoS at IMS network is defined in 3GPP standard which focuses on QoS need within a network at a core backbone. QoS is provided at IMS network is using the MPLS technology. Multi-Protocol Label Switching (MPLS) is a method for forwarding data through a network using information in a label attached at the packet IP. Using QoS MPLS, service provider provides the warranty bandwidth, warranty of delay and burden controller and also able to serve assorted of service classes (Class of Services) with guarantee of QoS to all clients. There are various queue mechanisms which can be used at an MPLS router, including FIFO (First In First Out), DRR (Deficit Round Robin), and RED (Random Early Detection). At this paper, a study for implementing QoS to services of video streaming at IMS using an algorithm of routing MPLS and OSPF is discovered implementation of queue management such as FIFO, DRR, and RED to provide the best QoS. In this research, use traffic model of video streaming is obtained CBR for its throughput, packet loss, delay, and jitter by using software modeling tool.

Keywords : IP Multimedia Subsystem (IMS), CBR, Wireless LAN, Quality of Service (QoS), MPLS, OSPF, FIFO , DRR,

RED.

1. Pendahuluan

Next Generation Network (NGN) dirancang untuk memenuhi kebutuhan layanan komunikasi yang semakin berkembang

saat ini. Jaringan tidak lagi diharapkan bersifat TDM, melainkan sudah dalam bentuk paket-paket yang efisien, namun dengan kualitas layanan yang tetap terjaga. NGN mampu mengelola dan membawa berbagai macam trafik sesuai kebutuhan layanan multimedia.

1.1 Latar Belakang

Interkoneksi dan konvergensi antara jaringan yang ada saat ini, dan juga jaringan IP akan menghasilkan jaringan yang handal dengan berbagai macam layanan komunikasi. Dengan konsep inilah, teknologi jaringan IP Multimedia Subsystem (IMS) muncul untuk melengkapi teknologi Next Generation Network dengan berbasiskan teknologi softswitch. IMS muncul dan berkembang sebagai teknologi yang dapat menggabungkan antara teknologi wireless dan wireline dengan berbagai features layanan berupa voice dan data yang sangat bervariatif dengan prinsip mengatur session yang muncul untuk setiap layanan yang diberikan. Pada konsep NGN dengan softswitch, seluruh session layanan yang muncul dalam bentuk voice maupun data akan dilewatkan pada call manager atau media gateway controller (softswitch).

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakteristik dari layanan video streaming pada jaringan IMS dengan metoda perutingan MPLS dan OSPF, serta menganalisa penerapan algoritma antrian FIFO-DropTail, DRR (Deficit Round Robin), dan RED (Random Early Detection) yang diaplikasikan pada jaringan IMS tersebut.

1.3 Rumusan Masalah

Ide yang menjadi dasar dalam pembuatan penelitian ini didasarkan semakin berkembangnya kebutuhan akan media komunikasi yang handal untuk berbagai aplikasi multimedia. Teknologi IMS yang hadir mampu menjembatani layanan yang berbasis Circuit Switched (CS) dan Packet Switched (PS) dari jaringan Next Generation Network (NGN).

Beberapa permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah : 1) Pemodelan sistem jaringan IMS dengan software ns-2.

2) Simulasi layanan video streaming dengan software modelling tool ns-2 (NS-allinone-2.28).

3) Menganalisa performansi layanan video streaming pada jaringan IMS dengan user network Wireless-LAN. Performansi QoS yang dianalisa meliputi throughput, delay , packet loss, dan jitter.

2. Dasar Teori

2.1 Konsep Dasar Jaringan NGN

Next Generation Network (NGN) merupakan sebuah terobosan di bidang telekomunikasi dengan pemikiran untuk

bermigrasi dari teknologi jaringan konvensional yang berbasiskan jaringan circuit switched seperti PSTN menuju jaringan berbasiskan sistem packet switched seperti pada jaringan Internet Protocol (IP).

(2)

Dalam perkembangannya, teknologi Next Generation Network (NGN) akan semakin berkembang untuk mencapai konvergensi layanan voice dan data antara berbagai jaringan yang ada seperti PSTN (Public Switch Telephone Network), PLMN (Public Land Mobile Network), dan jaringan IP (Internet Protocol).

Konvergensi antara jaringan PSTN, PLMN dan jaringan data (khususnya IP) diharapkan dapat mempertemukan tiga kekuatan besar, yaitu layanan voice yang menjadi andalan PSTN, mobility dan kekayaan layanan yang dimiliki PLMN dan internet-based application (transfer informasi dan transaksi) yang menjadi kekuatan jaringan IP. Diantara konsep multimedia, mobile dan IP inilah teknologi IMS lahir melengkapi teknologi NGN.

2.2 Jaringan IP Multimedia Subsystem (IMS)

Untuk mencapai standart all-IP core network diperkenalkan sebuah arsitektur IMS (IP Multimedia Subsystem). IMS adalah sebuah core network IP multimedia dan Telephony yang ditetapkan yang ditetapkan oleh standar 3GPP dan 3GPP2. IMS adalah sebuah akses bebas yang mendukung IP to IP session melalui wireline IP, CDMA, paket data melalui

GSM/EDGE/UMTS dan aplikasi paket data lainnya.

IMS adalah sebuah framework baru yang dispesifikasikan untuk mobile network guna menyediakan layanan

telekomunikasi Internet Protokol (IP). Prinsip dasar jaringan IMS adalah mengintegrasikan antara teknologi wireless dan

wireline dengan berbagai layanan yang dapat ditanganinya. Prinsip dari teknologi ini sama yaitu mengatur session yang

muncul untuk setiap layanan.

Arsitektur layanan IMS adalah arsitektur yang mendukung jangkauan yang luas yang dimungkinkan dengan fleksibilitas protokol SIP yang digunakan pada jaringan ini. Arsitektur IMS dapat mendukung multiple application servers menyediakan layanan telepon tradisional (POTS/PSTN) dan layanan non telephony seperti halnya instant messaging,

push to talk, multimedia messaging, video streaming, dan lainnya. Tiga lapisan dalam arsitektur jaringan IMS , yaitu:

1). Lapisan Transport dan Endpoint 2). Lapisan Session Control 3). Layer Application Server 2.3 Teknologi Video Streaming

Streaming adalah sebuah teknologi untuk memainkan file video atau audio secara langsung ataupun dengan pre-recorder

dari sebuah mesin server (web server). Dengan kata lain, file video atau audio yang terletak pada sebuah server dapat secara langsung dapat dijalankan pada User Equipment (UE) sesaat setelah ada permintaan dari user, sehingga proses

download file video atau audio yang memakan waktu lama dapat dihindari.

2.4 Teknologi Jaringan Wireless Local Area Network

Wireless LAN menawarkan keunggulan produktivitas, convenience, dan keuntungan dari sisi cost dibandingkan dengan

jaringan wired. Wireless-LAN memiliki beberapa standar, di antaranya yaitu standar IEEE 802.11 dan IEEE 802.11b.

IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers) menetapkan standar 802.11 sebagai standar wireless-LAN. IEEE

802.11 mendukung bandwidth sampai dengan 54 Mbps dan sinyal dalam regulasi range 5 GHz. Pada bulan Juli 1999 dikembangkan standar 802.11b dengan duakecepatan yang lebih tinggi (5,5 dan 11 Mbps). Standar 802.11 mengkhususkan diri pada dua level terbawah dari model OSI, yaitu layer fisik dan layer data link. Penambahan spesifikasi dari 802.11b hanya berada pada layer fisik, dengan menambahkan kecepatan datalink yang lebih tinggi. 2.5 Algoritma MPLS ( Multi Protocol Label Switching )

MPLS merupakan suatu sistem pelabelan pada paket header IP yang memungkinkan pengiriman data secara efisien

dengan menggunakan pelabelan. MPLS merupakan standar yang ditetapkan IETF (Internet Engineering Task Force) yang menyediakan penandaan, routing, forwading, dan switching trafik yang efisien melewati jaringan. MPLS menyederhanakan routing paket dan mengoptimalkan pemilihan path (jalur) yang melaui IP backbone network. Elemen elemen dasar penyusun jaringan MPLS ialah :

1) Edge Label Switching Routers (ELSR) 2) Label Distribution Protocol (LDP) 2.6 Algoritma OSPF (Open Shortest Path First)

Open Shortest Path First (OSPF) adalah suatu protokol yang distandardisasi di dalam RFC 2328 oleh Internet Engineering Task Force (IETF). Secara garis besar, proses yang dilakukan routing protokol OSPF ada lima langkah.

Berikut ini adalah langkah-langkahnya: 1) Membentuk Adjacency Router

2) Memilih DR dan BDR (jika diperlukan) 3) Mengumpulkan State-state dalam Jaringan 4) Memilih Rute Terbaik untuk Digunakan

(3)

2.7 Prioritas Trafik Pada Jaringan IMS

Beberapa jenis mekanisme antrian pada jaringan IMS diantaranya : 1) First In First Out (FIFO-DropTail)

2) Deficit Round Robin (DRR) 3) Random Early Detection (RED) 2.8 Parameter Quality of Service (QoS)

Dalam penelitian ini dilakukan analisa terhadap parameter-parameter QoS berupa delay, packet loss, throughput dan

jitter.

3. Metodologi Penelitian

Metodologi yang dipakai untuk memecahkan masalah adalah :

1). Melakukan perancangan simulasi jaringan IMS dengan menggunakan software ns-2.

2). Melakukan simulasi jaringan IMS dengan network user W-LAN untuk layanan video dengan berbagai skenario menggunakan ns-2.

3). Melakukan analisa terhadap hasil simulasi dan membandingkan antara hasil tersebut secara visual maupun perhitungan yang didapatkan untuk didapatkan suatu kesimpulan secara umum.

4. Desain Model Jaringan

Model jaringan umum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seperti pada Gambar 1

Gambar 1. Pemodelan Jaringan IMS

Jaringan backbone core network IP Multimedia Subsystem ini berupa komponen Call Session Control Function (CSCF) yang merupakan aplikasi server pada jaringan IMS sebagai pengontrol jaringan yang terdiri dari S-CSCF, I-CSCF, dan P-CSCF. Dalam penelitian ini, komponen S-CSCF, P-CSCF, dan I-CSCF dimodelkan dengan satu sistem CSCF yang dimodelkan dengan IMS server.

5. Performansi Layanan Video Streaming pada Jaringan IMS

5.1 Delay dan Jitter

Trafik video dibangkitkan dengan menggunakan aplikasi trafik Constant Bit Rate (CBR), yang dikirimkan secara random dari application server ke user W-LAN 1 sampai user W-LAN 10. Video codec yang digunakan adalah standar H.264 dengan rate 64 Kbps, dengan ukuran paket 1024 byte.

PERBANDINGAN MEAN DELAY MPLS

0 5 10 15 20 25 30 35 User D e la y ( m s) FIFO DRR RED FIFO 14.775 17.328 25.755 21.382 23.46 26.754 26.377 22.812 33.323 28.126 DRR 13.772 16.355 16.015 15.185 15.735 14.74 15.384 16.942 18.599 20.574 RED 12.014 12.817 14.088 15.304 16.112 14.482 15.19 16.349 17.275 18.14 W-LAN 1 W-LAN 2 W-LAN 3 W-LAN 4 W-LAN 5 W-LAN 6 W-LAN 7 W-LAN 8 W-LAN 9 W-LAN 10

Gambar 2. Perbandingan mean delay MPLS

PERBANDINGAN MEAN DELAY OSPF

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 User De la y ( m s) FIFO DRR RED FIFO 22.651 19.672 35.38 30.522 35.587 32.584 43.472 40.577 40.027 43.21 DRR 16.717 15.281 19.407 18.755 19.918 15.635 22.243 22.887 20.143 29.43 RED 13.44 12.373 15.883 16.865 18.914 14.538 19.847 21.627 17.327 22.704 W-LAN 1 W-LAN 2 W-LAN 3 W-LAN 4 W-LAN 5 W-LAN 6 W-LAN 7 W-LAN 8 W-LAN 9 W-LAN 10

(4)

Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk jaringan yang menerapkan MPLS pada backbonenya didapatkan nilai

jitter yang lebih baik dibandingkan dengan OSPF. Untuk jaringan yang menerapkan MPLS dengan antrian FIFO, DRR,

dan RED secara berurutan didapatkan nilai mean jitter sebesar 5.846109 ms, 3.246247 ms, dan 4.315505 ms. Untuk

OSPF dengan antrian FIFO, DRR dan RED secara berurutan didapatkan mean jitter sebesar 7.627218 ms, 4.454686 ms,

dan 4.974406 ms. Berdasarkan standart ITU-T G.1010, tidak ditetapkan nilai jitter untuk aplikasi layanan video. Hal ini berarti, nilai mean jitter untuk jaringan MPLS dan OSPF masih layak untuk layanan video.

5.2 Packet Loss

PERBANDINGAN PACKET LOSS SKENARIO PERTAMA

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 Prioritas Antrian % Pack et Los s MPLS OSPF MPLS 0.219263 0.113845 0.095232 OSPF 0.326968 0.160279 0.118703 FIFO DRR RED

Gambar 4. Perbandingan Packet Loss Skenario Pertama

Untuk kondisi trafik yang sama, disimpulkan bahwa user yang menerapan MPLS lebih baik secara keseluruhan dibandingkan dengan user non-MPLS (OSPF). Berdasarkan ITU-T G.1010, nilai % packet loss yang didapat untuk kondisi MPLS dan OSPF masih bagus dibawah standar Packet Loss Ratio (PLR) untuk layanan video yaitu sebesar 1 %. Hal ini disebabkan karena pada MPLS terdapat explicit-route untuk metoda reservasi jalur membentuk sistem load

balancing yang membagi trafik ke beberapa rute yang dibentuk melalui virtual-circuit dan menggunakan Label Forwarding Information Base (LFIB) untuk proses switching decision sehingga mencegah network overload melalui LSP

antar LSR-LSR yang dilaluinya dalam backbone jaringan yang mana tidak dimiliki oleh jaringan OSPF sehingga kemungkinan terjadinya collition, congestion dan paket drop cukup kecil yang berpengaruh pada paket loss yang dihasilkannya juga kecil.

Sedangkan pada jaringan yang tidak menerapkan MPLS yaitu dengan menggunakan perutingan OSPF keadaannya berbeda, dimana rute trafik ditentukan berdasarkan jalur terpendek dari satu titik ke titik lain dengan menggunakan hop terkecil untuk pembangunan tabel routing tanpa adanya pembagian jalur/rute trafik (tidak ada sistem load balancing) sehingga melalui jalur/rute trafik yang sama pada backbone untuk ke arah destination. Jalur ini akan terus dipertahankan sampai kondisi link putus baru kemudian hello packet akan mengirimkan informasi adjacencynya untuk pembentukan jalur baru. Hal ini memungkinkan terjadinya collition (tabrakan) antar paket akibat dari banyaknya trafik memenuhi jaringan yang melalui jalur yang sama cukup besar disetiap node (router) yang dilalui, sehingga banyak terjadi paket

drop yang menyebabkan nilai paket lossnya semakin besar.

Gambar 4 memperlihatkan perbandingan rata-rata persentase paket loss dari ke sepuluh user wireless-LAN untuk algoritma MPLS dan OSPF. Pada antrian FIFO, nilai persentase packet loss lebih besar dibandingkan dengan antrian

DRR dan RED. Dengan jenis antrian FIFO, paket yang dilayani berdasarkan laju kedatangan. Apabila kapasitas buffer

telah penuh maka paket yang datang akan didrop. Mekanisme pelayanan paket untuk FIFO tidak ada prioritas pelayanan paket dan bersifat non-preemptive. Dengan artian, paket yang datang akan dilayani sampai selesai dan tidak bisa diinterupt hingga pelayanan terhadap paket yang bersangkutan selesai, walaupun ada paket dengan prioritas yang lebih tinggi. Pelayanan yang bersifat non-preemptive menimbulkan rata-rata waktu tunggu yang lebih besar dan akan berdampak pada tingginya paket yang didrop.

Prioritas antrian DRR lebih baik dibandingkan dengan FIFO, seperti yang terlihat pada Gambar 4. Hal ini dikarenakan DRR bersifat preemptive, yang mendahulukan melayani paket dengan prioritas paket yang lebih tinggi. Dalam hal ini, prioritas paket trafik video lebih tinggi dibandingkan dengan paket FTP sebab paket CBR (1024 byte) berukuran lebih kecil daripada paket FTP (15.000 byte).

Dari ketiga mekanisme antrian, RED memiliki persentase packet loss yang lebih kecil dibandingkan dengan FIFO dan

DRR. RED memiliki kelebihan dalam mendeteksi adanya congestion dengan mengontrol ukuran rata-rata panjang antrian

(5)

dan 0.0285 untuk antrian DRR. Begitu juga, defiasi RED lebih kecil dibandingkan FIFO dan DRR. Besar deviasi untuk antrian FIFO, DRR, dan RED secara berurutan sebesar 0.0735, 0.0366, dan 0.0231.

5.3 Analisa Throughput

PERBANDINGAN THROUGHPUT SKENARIO PERTAMA

0 50 100 150 200 250 300 350 400 Prioritas Antrian T hr oug hpu t ( K bp s) MPLS OSPF MPLS 325.5467 351.4 365.9636 OSPF 256.4533 307.7733 312.1333 FIFO DRR RED

Gambar 5. Perbandingan Mean Throughput Skenario Pertama

Gambar 5 memperlihatkan perbandingan rata-rata throughput antara MPLS dan OSPF untuk antrian FIFO, DRR, dan

RED. Rata-rata throughput FIFO, memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan DRR dan RED. Hal ini karena

packet loss FIFO lebih besar daripada DRR dan RED. Packet loss yang besar ini terjadi karena pada FIFO, paket yang datang akan dilayani berdasarkan waktu kedatangan. Jika antrian paket di buffer melebihi kapasitas buffer maka paket yang datang selanjutnya akan didrop. Tidak ada mekanisme untuk menghindari terjadinya congestion. Pada antrian DRR, untuk semua paket yang datang akan langsung dilayani. Jika terdapat ukuran paket yang melebihi deficit counter, maka sisa paket tadi akan ditahan dan akan dilayani pada round berikutnya. Mekanisme antrian seperti ini dapat mengurangi antrian dan waktu tunggu paket, sehingga paket yang mengalami droping lebih sedikit. Dari antrian FIFO dan DRR, RED memiliki throughput yang paling baik baik pada jaringan MPLS dan OSPF. RED, menerapkan mekanisme pendeteksian awal agar congestion dapat dihindari. Hal ini dilakukan dengan cara mengontrol rata-rata ukuran antrian dan notifikasi terhadap sumber dengan melakukan pelabelan terhadap incoming packet secara random. Hasilnya, dengan antrian RED dihasilkan packet loss yang kecil (Gambar 4) dan throughput yang besar untuk jaringan MPLS maupun OSPF (gambar 5).

6. Kesimpulan

Dari hasil pemodelan dan simulasi serta pengambilan data dan analisa Quality of Service (QoS) dari layanan video

streaming pada jaringan IMS dengan user WLAN, maka dapat diambil beberapa kesimpulan:

1. Dengan penerapan algoritma routing MPLS didapatkan nilai mean delay yang sangat baik, sesuai standar ITU-T G.1010 (< 10 s) dengan pembangkitan trafik FTP untuk penggunaan antrian FIFO, DRR, dan RED secara berturut-turut sebesar 24.00933 ms, 16.33021 ms, dan 15.17713 ms, lebih kecil dibandingkan OSPF, sebesar 34.36821 ms, 20.04151 ms, dan 17.35173 ms. Dengan antrian RED didapat hasil yang paling baik, ditunjukkan dengan nilai mean

delay yang paling kecil.

2. Mean jitter MPLS yang didapatkan layak untuk layanan video sesuai ITU-T G.1010, secara berturut-turut untuk FIFO, DRR, dan RED 5.846109 ms, 3.246247 ms, dan 4.315505 ms. Sedangkan untuk jaringan OSPF lebih besar yaitu 7.627218 ms, 4.454686 ms, dan 4.974406 ms, karena MPLS meminimalisasi delay transit antar router dan adanya prioritas paket. Antrian DRR menghasilkan mean jitter yang paling baik, karena terdapat prioritas antrian paket (bersifat preemptive).

3. % packet loss yang diperoleh sesuai dengan Packet loss ratio (PLR) standar ITU-T (< 1 %), dengan antrian FIFO, DRR, dan RED berturut-turut untuk MPLS 0.219263 %, 0.113845 %, dan 0.095232 %, didapatkan hasil yang lebih kecil (lebih baik) dibandingkan dengan OSPF 0.326968 %, 0.160279 %, dan 0.118703 %. Karena pada MPLS ada

load balancing, sehingga kemungkinan collition, congestion dan paket drop kecil. Hasil paling baik didapat unuk

jaringan yang menerapkan jenis antrian RED, karena dilakukan pengontrolan ukuran panjang antrian untuk mencegah terjadinya congestion.

4. Terjadinya peningkatan performansi untuk nilai throughput, antara penerapan MPLS dan non-MPLS (OSPF) untuk antrian FIFO, DRR, dan RED yaitu dengan selisih throughput sebesar 69.0934 Kbps, 43.6267 Kbps 53.8303 Kbps. Menunjukkan bahwa MPLS dapat mencegah network overload dan memiliki kestabilan data rate, dengan nilai throughput yang paling baik untuk antrian RED sebesar 365.9636 Kbps dan pada OSPF 312.1333 Kbps. Semakin kecil paket loss, semakin besar throughput yang dihasilkan.

(6)

5. Penerapan mekanisne antrian RED lebih baik dari DRR karena terdapat pendeteksian awal terjadinya congestion sehingga droping dapat dihindari dengan pengontrolan ukuran panjang rata-rata antrian dan notifikasi terhadap sumber. DRR lebih baik daripada FIFO, karena terdapat prioritas paket (bersifat preemptive), melewatkan paket dengan prioritas lebih tinggi dan juga DRR langsung melayani setiap jenis paket yang datang dengan deficit counter tertentu, sehingga kecilnya waktu respon pelayanan paket

7. Keterbatasan Penelitian

Beberapa saran yang bisa diberikan untuk pengembangan lebih lanjut :

1. MPLS bisa dikembangkan dan akan memberikan performansi yang lebih baik lagi jika digabungkan dengan RSVP dan Diffserv serta implementasi pada multicast MPLS dan IMS.

2. Perlu adanya studi lebih lanjut mengenai interkoneksi antara jaringan PSTN dan PLMN interkoneksinya dengan jaringan IMS.

3. Perlu adanya pengkajian lebih dalam, jika dikondisikan roaming pada user wireless LAN dengan memperhatikan aspek propagasi dan sisi transmisi pada pengaruhnya dengan QoS.

4. Perlu adanya pengkajian untuk mekanisme antrian Active Management Queuing (AQM), seperti REM dan BLUE.

Daftar Pustaka

[1] 3rd Generation Partnership Project; Technical Specification Group Services and System Aspects; IP Multimedia Subsystem (IMS); Stage 2 (Release 6).www.3gpp.org.

[2] Com. 2000. IEEE 802.11b Wireless LANs. www.3com.com

[3] Daniel Minoli and Emma Minoli, Delivering Voice Over IP Networks . Wiley Publishing , Indianapolis, 2002. [4] G. Ahn and W. Chun. Design and implementation of mpls network simulator supporting ldp and cr-ldp. In IEEE

International Conference on Networks (ICON’00), 2000.

[5] IP Multimedia Subsystem (IMS) Service Architecture. Lucent Technologies Inc, www.lucent.com/accelerate, 2005 [6] R. Velluri, R. Allawadhi, R. Parey, S.Kandukuri, IP Multimedia Subsystem,

[7] http://www.itu.nt/rec/recommendation.asp?type=folder&lang=e&parent=T-REG-G.711 [8] J. Moy, OSPF version 2, RFC 2328, Internet Standard STD0056, November 1998.

[9] Kasera, Sumit. 3G Mobile Networks, McGraw-Hill Professional Engineering, New York,2005.

[10] Li, T., Rekhter, Y. “A Provider Architecture for Differentiated Services and Traffic Engineering”, RFC 2430, Oktober, 1998

[11] Ludfy, Akhmad. Teknologi IMS (IP MultimediaSubSystem). http://www.ristishop.com/artikel/, 2005. [12] Tharom, Tabratas, Teknis dan Bisnis VoIP. Elex Media Komputindo , Jakarta , 2002.

[13] The Softswitch With Sun Microsystems Technologies, Sun Microsystems,Inc., San Antonio Road - Palo Alto, USA, 2002.

Gambar

Gambar 3. Perbandingan mean delay OSPF
Gambar 4. Perbandingan Packet Loss  Skenario Pertama
Gambar 5. Perbandingan Mean Throughput Skenario Pertama

Referensi

Dokumen terkait

Pada awalnya organisasi ini bernama jami‟atul Quro‟ Mahasiswa, namun karena mengingat organisasi ini adalah organisasi intra kampus yang harus terbebas dari nama ataupun

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara tingkat kecemasan pasien dengan kepatuhan diet pada pasien Diabetes Mellitus tersebut yang memiliki tingkat kecemasan

Oleh karena itu, dalam tulisan ini hanya di fokuskan pada penafsiran ayat-ayat tentang peranan perempuan dalam rumah tangga menurut al-Qur’an yang baik sebagai

Dari beberapa indikator di atas, akan memberikan kepuasan kepada mahasiswa apabila telah tercapai semuanya, dengan diberikan pelayanan yang berkualitas yang ditandai dengan

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah guru kelas untuk meningkatkan keterampilan siswa pada pembelajaran sains di SD

Persentase kadar glukosa darah tikus pada kelompok kontrol negatif paling tinggi jika dibandingkan dengan kontrol positif dan kelompok uji lainnya. Hasil uji

Penelitian yang dilakukan Rulyanti (2013) menunjukkan hasil bahwa terdapat pengaruh antara nilai intrinsik pekerjaan, penghasilan, ketersediaan kesempatan kerja,

Berdasarkan tabulasi data di atas, terdapat kesesuaian pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan Hadits-Hadits Nabi SAW tentang pendidikan keluarga. Pemikiran pertama,