• Tidak ada hasil yang ditemukan

AGR.IPLf]S. fnaialah llrniab rssn, o85+

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AGR.IPLf]S. fnaialah llrniab rssn, o85+"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

fnaialah

llrniab

rssN,

o85+

-

0728

AGR.IPLf]S

Azhqr Bafadat: pEMBIAYAAITI DEFISIT DAI{ KEBERLAI{JUTAI{ FISIGL

NIuTdlanT

K.

z PENGARUH UNGI{.JNGAI{ BISNIS EKSTERNAL DAI\ INTERNAL TERHADAP KINEFLIA

USAI{A KECIL (Kasr-rs Usaha Kecil Sepatu Kulit di Propinsi Jawa Barat)

Ambo AKo: GRMING ADAPTABIUTY OF BEEF CATTLE ON THE DWARF NAPIERGM (Penn isetum

purpureum Schumach) PASTURE

AbdT

:

EFESIENSI PEMAI{FAATAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI PADI LADAFIG PETANI

TRANSMGRAI{ DI I{ECAIVL{TAN TIKEP IGBUPATEN MUNA

Asussatim,

Sahto

Gtntrns

dan

Lo

Ode

Soboruddln : PEWILAYAFIAN KOMODITAS PERTAI{IAN

BERDASARKAI\ ZONA AGROEKOLOGI DI KECAI\4{TAN POLEAI{G SULAWESI TENGGARA

Humsoh, Darnas Dans

dan

Nlarthen B.NI.

Malole:

PERAII PAIGI\ ALAMI DALAM PENULARAI{ White Spot SyndromeVirusPADA BENUR UDAI.IG WINDU (Penaeus monodon Fabr.) SEBUAI-{ K,{llAI\f

AWAL

H.

Gusti R. Ssdi mantqra: INDUKSI IGLUS DAI\ ORGAI\OGENESIS JER{JK KEPROK SIOMPU PADA

MEDIUM MS DENGAN KOMBINASI

AUI$IN

DAI{ SNOKININ

Ls

Ode

Safuan, Roedhy

Poerwsnto,

Anas

D.

Susllq,

Soblr,

dsn

Bylcson

Sltumorang:

MINUS-ONE TEST KESUBURAI{ TANAFI INCEPTISOL, ULTISOL, DAI{ AI{DISOL LINTUK TANAIVIIAN NENAS

Ls

lvluhurls,

Dtdy Sopandte, Latifah Koslm Dsrusmon : BEBERAPA PEUBAH BIOKIMIA TERKAIT

RESPIRASI PADA KEDELAI (Glycine mox

L.

Merrill) TOLERAII

DAI\

PEKA INTENSITAS CAHAYA

RENDAFI

La Ode

Afa : STUDI MATRICONDITIO/VING PADA BENIH KACAI{G TANAFI (Arachis hypogaeo L.) Suoib,WoerJono Nlangoendtdlolo, Nllrzoltnorn, PD.N., don

Arl lndrlanto

: POPULASI MIKROSPORA

UNIN{.JKLEAT BERDASARIGI\ LETAKNYA PADA MALAI TIGA KLONTEBU (SaccgaTum spp.) SEBAGAI

NORUqSI

AWAL BAGI PEMULIAAI\ HAPLOID SECARA IN VITRO

La

Rtonda,

Lo Ode Arlef,

DJukrana Wahsb, Thamrln dan

Suto

: I(A.llAI'tr RESPON KONSUMEN

TERHADAP SIRUP METE PRODUKSI UNIT USAI-IA JASA

DAI\

INDUSTRI FAKUNAS PERTAI\IAI{

UNIVERSITAS HALUOLEO.

Soedtmsn : ESSENTIAL FEATURE AI\D OPERATION OF SAI{CHOKU (DIRECT TRAI\SACTION) IN

JAPAI{ S CONSUMER COOPERATIVES

GAK Suturiutt,

Wtdodo, Sudarsono

dsn S

flyos

: EFEKTIVITAS AGENS BIOKONTROL UNTUK

MENINGKATKAN PERTUMBUHAN

DAN

HASIL CABAI SERTA MENGHNDALIKAI{ PENYAKIT

(2)

DAFTAR

ISI

Halamon

PEMBIAYAAN DEFISI'T DAN KEBERLANJUTAN FISKAL

Azhar

Balodal

I

-7

l,tiNGAlttJlt t,INGKUNcAN BtsNts IiKs't'tiRNAt, t)AN tN',t't,:RNAt, 't'ERllADAt' KINERJA TJSAHA KECIL (Kasus Usaha Kecil Sepatu Kulit rli Propinsi Jawa llarat)

Murtljani K.

GRAZING ADAPTABILITY OF BEEF CATTLE ON 'I'I{E DWARF NAPIERGRA

(Pennisetu m pu rpu reu m Schumach) PASTURE Ambo Ako

EFISIENSI PE]VIANFAATAN FAKTOR PRODUKSI USAIIATANI PADI LADANG

PETANI'I'IIANSM IG RAN DI KECAMATAN TI K EP KA I}t J PATEN i\I I INi\

,4bdi

PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN

BERDASAIIKAN ZONA

AGROBKOLOGI DI KECAMA'TAN POLEANG SI.]I,AW[,SI'I'F],NGGAIIA

Agussalim, Sohta Ginting dan La Ode

Soburuddin

2g - 36

PERAN PAKAN ALAMT DALAM PENUI,ARAN White Spot Syndrome

ltrzs

pADA

BENTJR [IDANG 1VINDU (Penaeus monodon Fabr.) SEBt.iAtt K,\.ttAN ,\\\,At,

Hamsoh, Dsrnas Dana dan Msrthen B.M. Malole 37 -43

INDUKSI KALUS DAN OIIGANOGENESIS .lERtlK KIPROK

Slor\tpt]

p.A,DA

IVIEDIUM MS DENGAN KOMI]INASI ATIKSIN DAN SITOKININ

IL Gusti R Sodimantara 44-49

N{INUS.ONE'I'EST KESI,JI}I.JRAN TANAII INCEPTISOI,, I.JL'rISOI., DAN ANI)ISOI,

TINTI.]K TANAIVIAN NENAS

La Ode Safuu, Roeilhy Poerwanto, Anas D, Susila, Sobir, tlan Rykson

Situnorang.,..

50 - 5{t BEBERAPA PEUBAH BIOKIMIA TEIIKAIT RESPIRASI Pr\DA KED!.r.,\r (Gr.ycine max

L. l\lerrill) TOLERAN DAN PtiKA IN'l'ltNStl'AS CAilA\,,\ RFtNt)Alt

I.a Muhuria, DitlySopondie, Lutitoh Kosim Darusmun

...._...

59 _70

sruDl MATRICQNDITIQNING PADA llENttt KACANG 1'/\NAtI (Aruc'his hl,pogaeaL.) La ode

Afa

7r

-.,g PoPIILASI NttKRosPoRA UNINUKt,EA'|" BERDASARKAN l,u'I',\KNyA pADA

MALAI

rlGA

KLON TEBU (sacclarum spp.) s[BAGAt tNt-oRl\{Asl AWAL BAGI

PEMULIAAN HAPLOID SECARA IN VITRO

8-t4

r5-20

)l _)1

Suaib, ll/oerjono Mongoendidjojo, Mirzawan, P.D.N., dan Ari Intlrionto...

KAJIAN ROSPON KONSTIMIiN I'ERIIADAP SIRTIP ME'I'E PRODIIKSI TINIT TISAIIA JASA DAN INDUSTRI FAKIJLTAS PEIITANIAN TJNIVERSITAS IIALTIOLEO

La Rionda, La Ode Ariel, Djukrana llahob, Thunrin dan Suto

ESSENTIAL FEATURES

AND

OPERATION

OF

SANCHOKU (DIRECT

TRANSACTTON) tN JApAN'S CONSUt\tER COOpERATTVES Saedinan

EFEKTIVITAS AGENS BIOKONTROL IjNTTJK IVTENINGKATKAN PERTTIIIIBTJIIAN

DAN HASIL

CABAI

SERTA MENGENDAI,IKAN PF]NYAKIT ANI-RAKNOSA DI

RUMAI{ KACA

GAK Sutariati, llidodo, gudarsono ilan S

llyas

103 _ I

ll

80-88

(3)

POPULASI MIKROSPORA UNINUKLEAT BERDASARKAN

LETAKNYA

PADA

MALAI

TIGA

KLON TEBU (Sacchorum spp.) SEBAGAI INFORMASI

AWAL

BAGI PEMULIAAN

HAPLOID SECARA

IN

VITRO

Oteh: Suaibt, ll/oerjono Mangoendidjojot, Mirzowan, P.D.N., dan Ari Indriantoa.

ABSTRACT

An experiment to study the sugarcane panicles containing more than 50 7o of uninucleate microspore development based on the two morphological characteristics of the three sugarcane clones namely

:

52OC2,

52OC4 and POJ3025 was conducted

in

Tissue Culture Laboratory at Biology Faculty, Gadjah Mada

University, Yogyakarta, since March until May 2005. Morphological characters of both kinds of panicles i.e. unsheated- and sheated-flowers from sheat flag leafwere observed. Mean, percentage, and standard deviation

from the mean values of the three different stages of microspore development e.g early-uninucleate and late-uninucleate developments, and pollen grains were statistically used in this calculation. All data percentages were analyzed by variance analysis through General Linier Model Procedure, and comparison between means based on microspore position in the three different parts of the panicles was calculated by Least Square

Difference method. Comparisons between the two different panicles characteristics in accordance with the

proportion of the three difference microspore development, however, were analyzed by T-student procedure.

All calculation were done by using SAS program of computer statistics package. Result of the research shows

that:

(l)

the unsheated panicles were contained more than 90 %o of uninucleate microspore development; (2) the sheated panicles tend to be in high proportion of binucleate microspore development and pollen grains,

and (3) the more away of spikclets or anthers positioned in the panicle or subpanicle, the more number or percentage of uninucleate microspores development were tend to be gradually decreased.

Key wor : panicle ntorpholog', micro,spore, uninucleate, pollen grains, haploid breeding

PENDAHULUAN

Pemuliaan tanaman secara

in

vitro

diilhami oleh tslakeslee dan koleganya yang menemukan tanaman haploid pada tanaman

Datura

stramonium pada

awal

abad

XX

(Blakeslee et

al.,

1922). Sampai pada tahun 1983, telah berhasil diperoleh tanaman haploid dan haploid ganda melalui kultur antera dan

mikrospora secara

in

vitro

pada 247 spesies dari 88 genera dan 34

famili

(Maheswari et

al.,

1983). Bahkan, tahun 2004 telah dilepas

lebih dari 60 kultivar unggul berbagai spesies

hasil kultur

antera dan mikrospora (Cistue

et

al.,

2004).

Keberhasilan mendapatkan

tanaman haploid dan atau haploid ganda" baik melalui kultur antera (anther culture) maupun

melalui

kultur

mikrospora

(microspore

culture),

sangat ditentukan

oleh

beberapa

faktor.

Faktor-faktor dimaksud adalah:

(l)

genotipe tanarnan donor.

(2)

kondisi

per-tumbuhan tanaman donor,

(3)

tahap

per-kembangan mikrospora,

(4)

praperlaku-an,

dan (5) medium dan kondisi kultur (Kush

&

Virmani,

1996; Palmer

dan Keller,

1997; Bhojwani

&

Bhatnagar, 1999).

Tahap perkembangan mikrospora

se-bagai salah satu faktor yang menentukan arah

diferensiasi mikrospora akan menghasilkan embrio dan atau kalus. Terbentuknya embrio akan menghasilkan tanaman hijau dan leng-kap, sedangkan terbentuknya kalus cenderung

akan - menghasilkan tanaman

bulai

dalam

frekuensi yang tinggi.

Ini

berarti diperlukan informasi yang tepat mengenai

ciri

morfologi

malai yang mengandung mikrospora dalam frekuensi yang

tinggi

pada tahap uninukleat

atau berinti satu. Pada tanaman Barley (Kasha

et a\,,2001) dan Wheat (Liu et a\.,2002) akan

diperoleh

embriogenik

mikrospora

dan

r)

StafPengajar pada Fakultas Pertanian Universitus tlaltroleo, Kendari

2)

Guru Bcsar llmu Pcmuliaan Tanaman pada Fakuitas PertaniarVSekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

r) Direktur Pusat Pcnclitian dan Perkebunan Gula lndonesia ( P3Gl), Pasuruan Jawa timar

n)

(4)

tanaman haploid ganda dalam .iumlah yang banyak apabila mikrospora dikulturkan pada

tahap

uninukleat tengah (mid-uninucleate)

hingga

uninukleat

akhir

(late-uninucleate). Sementara

itu,

produksi tanaman haploid ganda (doubled haploid) yang sangat tinggi pada tanaman Barley dapat dicapai apabila rnikrospora dikulturkan ketika berada pada

tahap uninukleat awal hingga uninukleat akhir

(Li &

Devaux, 2003). Pada tanaman Brassica

napus (Cordewener et a1.,1996), untuk meng-hasilkan embrio

yang

banyak, mikrospora harus berada pada tahap

akhir

mikrospora

berinti satu

hingga pada tahap

awal mikrospora

berinti

dua

(early-binucleate).

Pada tanaman

tebu, tahap

perkembangan

mikrospora melalui kultur

antera

mernberi-kan hasil yang lebih baik ketika mikrospora berada pada tahap sesaat setelah stadium sel

induk tepung sari yaitu stadium dua sel (diad)

hingga stadium empat sel (tetrad) (Chen et al.,

1979). Sementara iru, Fitch dan Moore (19g3)

mengemukakan bahwa tahap akhir mikrospora

berinti satu hingga

berinti dua

merupakan

tahap

yang paling

produktif

pada

embriogenesis mikro-spora tanaman tebu liar, Saccharum sponlaneum

L.,

melalui kultur

antera secara in vitro.

Tahap-tahap perkembangan

micro-spora

di

atas mempunyai hubungan yang

signifikan

dengan

morfologi

dan

panjang

waktu

setelah

inisiasi

bunga

atau

malai.

Namun demikian, penggunaan renrang umur setelah inisiasi bunga, kurang diaplikasikan karena sulitnya menen-tukan saat mula-mula terjadinya inisiasi bunga atau malai. Akarr

tetapi, penggunaan kriteria rnorfologi bunga

berupa ukuran panjang bunga atau malai, atau

ukuran pemunculan bunga atau pemunculan malai di atas daun bendera merupakan kriteria

yang umum dipakai pada banyak tanaman

gramineae. Pada tanaman rumput makanan

ternak tahunan, Ryegrass (Lolium perenne L.), pemun-culan seperempat bagian malai di atas

daun

bendera

menghasilkan

populasi

mikrospora terbanyak pada fase uninucleate (Suaib

et

al.,

1997). Sementara

itu,

untuk tanaman padi ladang beberapa varitas lokal asal Kendari menunjukkan balrwa malai yang

8l

muncul di atas gulungan kelopak dau bendera setinggi kurang

dari

3,0

cm

menghasilkan mikrospora pada fase mikrospora berinti satu

dalam jumlah yang lebih banyak (> 60 %) dari

total

mikrospora dan tepung sari matang di dalam antera (Suaib, 2000). Indrianto (2003)

menyatakan bahwa pada tanaman Wheat,

rnorfologi

pertumbuhan

malai yang

me-ngandung mikrospora

yang

'sesuai untuk kultrrr

in

vitro adalah ketika masih

di

dalarn

bungkusan kelopak daun bendera atau belum ada bulir yang muncul

di

atas daun bendera.

Khusus pada tanaman tebu

liar

Saccharum

spontaneum L., dilaporkan bahwa mikospora yang sesuai bagi kultur antera didapat ketika malai masih berada di dalam bungkusan daun

bendera (Fitch

&

Moore, 1983; Moore et al..

r e89).

Belum ada informasi mengenai ciri

morfologi malai tanaman tebu

klon

hibrida yang rnengandung populasi mikrospora pada

tahap yang sesuai

bagi kultur

mikrospora. Oleh karena itu, tulisan ini membahas ciri-ciri

morfologi malai

tiga klon

hibrida tanaman

tebu yang mengandung mikrospora lebih dari

50 % pada tahap uninucleate.

METODE PENELITIAN

Penanaman Tanaman Donor

Potongan batang (bagal, seilsz) tebu klon:

(l)

52OC2, (2) 52QC4, dan (3) pOJ3025

sepanjang dua buku yang digunakan dalam penelitian

ini,

ditanam pada

4

Juli

2004 di

Rumah Kawat Fakultas Pertanian Universitas

Cadjah Mada, Kampus

Bulak

Sumur,

Y\)g)akarta.

Bagal

ditanam dengan posisi

horizontal

di

dalam juring pada kedalaman

*

25 crn. Panjang juring adalah 5 m dan jarak

antara

juring

adalah

I

m,

sehingga luas

keseluruhdn penanaman

tebu

sumber

mikrospora adalah

25

m2. Setelah tumbuh, tanaman dipelihara hingga berbunga dalam

bentuk

pemberian

pupuk

N, p,

dan

K, berturut-turut berupa Urea, Sp36, dan KCI dengan dosis berturut-turut 200, 100, dan 100

kg

per hektar atau berturut-turut 0,10; 0,05,

dan 0,05 kg per 5 m panjang juring. Aplikasi

(5)

82

ketiga pupuk

di

atas seluruhnya dilakukan

pada

umur

empat minggu

setelah tanam (MSr).

Selain

pemupukan,

juga

dilakukan pengendalian

gulma

dan

pengaturan

pe-nyiraman, serta penggemburan tanah di sekitar perakaran tanaman. Tanaman mulai berbunga

pada umur 37,38 dan 39 MST berturut-turut

bagi

klon

52OC2, 52OC4,

dan

POJ3025.

Sementara

itu,

isolasi antera dan mikrospora dimulai pada 39 MST.

Pemanenan Malai

Tanaman tebu yang telah berbunga,

baik malai masih terbungkus di dalarn kelopak

dar"rn bendera maupun yang telah rnuncul di

atas daun bender4 dipotong pada 2-3 ruas di

bawah pangkal

malai.

Malai

tersebut

dimasukkan ke dalam tabung gelas yang berisi

air

kran, lalu dibungkus dengan kertas koran

yang

lembap

dan

segera

dibawa

dan

dimasukkan ke dalam lemari pendingin pada

suhu 5oC. Ciri morfologi malai yang diamati, yakni berdasarkan:

(l)

malai masih terbungkus

di dalam kelopak daun bendera, dan (2) malai telah muncul di atas daun bendera. Setiap ciri

morfologi pertumbuhan

malai

diamati tiga

cabang

malai dan

masing-masing cabang

malai diamati tiga bulir, sedangkan tiap bulir mengandung

tiga

antera

sebagai sumber

mikrospora. Setiap

unit

pengamatan diamati

minimal

300

mikrospora,

yakni

masing-rnasing satu malai yang belum muncul bagi

klon

52OC2, 52OC4, POJ3025, satu malai

yang telah membuka bagi klon 52OC4, dua

malai

yang

telah

membuka

bagi

klon POJ3025, dan tiga malai yang telah membuka

bagi

klon

52OC2. Setiap perlakuan yang

berulangan dilakukan pada waktu dan dengan

malai

yang

berbeda.

Dengan

demikian, seluruhnya

diamati

sembilan

malai

dalam

pengamatan ini.

Isolasi

dan

Pemeriksaan

Tahap

Per-kembangan Mikrospora

Mikrospora diisolasi dengan

cara

:

antera dikeluarkan

dari

dalam lemma dan

palea bulir dengan sepasang pinset, kemudian diletakkan di atas deckglass yang sebelumnya telah ditetesi dengan larutan

3

0% sukrosa.

Dengan sepasang

ujung

pinset, mikrospora dikeluarkan

dari

dalam antera dengan cara

membelah antera hingga mikrospora keluar

dari

dalam antera. Kotoran berupa sisa-sisa

jaringan dinding

antera, kemudian ditutup dengan cover

slip.

Popu-lasi mikrospora di

atas deckgloss tersebut siap diamati di bawah

mikroskop biasa.

Penentuan

tahap

perkembangan

mikrospora di atas menggunakan patokan ciri

perkem-bangan mikrospora

pada

tanaman

gandum

(Lu

&

Kuo,

1984), pada tanaman

Barley (Kasha et a\.,2001), dan pada tanaman

padi (Zhang et a|.,2005). Adapun tahap-tahap

perkembangaq

mikrospora

yang

diamati

adalah:

(a)

uninukleat awal,

(b)

uninukleat

akhir,

dan

(c)

tepung

sari.

Ciri

morfologi ketiga tahap perkembangan mikrospora, antara

lain: uninukleat awal, inti terletak pada bagian

tepi dekat dinding mikrospora dan dekat porus

tumbuh (germ pore) yang membagi dua dari

seperempat

bagian lingkaran

mikrospora; uninttkleat akhir, inti terletak pada bagian tepi dekat

dinding

mikrospora

dan

berlawanan

dengan porus tumbuh atau mem-bagi dua

bagian lingkaran mikraspora, dan tepung sari, mikrospora yang telah mengalami pembelahan

mitosis pertama, inti berjumlah dua atau lebih

dan

telah

mengandung

butir-butir

pati

di dalam sitoplasma. Setiap

unit

pengamatan

diamati minimal 300 individu mikrospora. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah persentase

tahap-tahap perkembangan mikrospora dan

dihitung dengan formula:

Persen Uninukleat Awal (o/o UA; =

I

uua

tffi-;Znx

roo%

dengan

IVUa =

jumlah

mikrospora

uninukleat awal;

IMUp:

jumlah mikospora

uninukleat akhir;

ITS

= jumlah tepung sari

Perhitungan

tahap

perkembangan

mikrospora

lainnya

yakni

persentase

uninukleat akhir, dan tepung sari, mengikuti

(6)

cara yang

sama dengan

cara

perhitungan

uninukleat awal di atas.

Analisis Data

Data yang

diperoleh

kemudian

dihitung

nilai

rerata,

persentase, dan

simpangan baku-nya.

Data

persentase di-analisis secara anova melalui prosedur model

linier

umum (PROC QLM, General Linear Model Procedure), sedangkan korelasi antara

panjang pemunculan malai terhadap persen-tase tahap-tahap perkembangan mikrospora

dianalisis

dengan

PROC CORR.

Penr-bandingan rerata respon kedua morfblogi

malai yang

digunakan pada penelitian ini dilakLrkan dengan

uji+

(Student's T-te,tt)

sesuai prosedur

Steel

dan Torrie

( I 98 I )

dengan PROC TTEST. Semua perhitungan di

atas menggunakan paket statistika SAS (SAS lnstitute lnq., 1989-l 996).

83

HASIL DAN PEMBAHASAN Paling sedikit, telah diarnati 218.700

butir

rnikrospora dan tepung

sari

dari 729

antera,243 bulir,

Sl

bagian cabang malai,27 cabang malai, dan sernbilan malai pada dua

klon

tebu Saccharum

ffieinarum

dan satu

klon hibrida kompleks dalam menentukan

ciri-ciri

rnorfologi

pertumbuhan

malai

yang

mengandung mikrospora berinti satu lebih dari

50

%.

Sernbilan malai bahan penganlatan

berasal dari dua klon Saccharum officinarum rnasing-rrrasing klorr 52OC2 dan 52OC4, dan satu

klon

hibrida komleks

yakni

POJ3025,

sedangkan

.27

cabang

malai

berasal dari

rnasing-masing

tiga

bagian,

yakni

:

u.jr-rng,

tengah

dan

pangkal malai. Masing-rnasing cabang malai nrerupakan sumber

tiga

bulir dimana setiap bulir rnengandung tiga antera.

Tabel

l.

Morfblogi dan rerata pcrsentase nrikrospora rncnurut tahap pcrke rnbangannya, serta ukurau

pemunculan malai dua klon tebu Saccharurn olJicinurum (L.) dan satu klon tebu hibriiJa.

Persentase Ukuran dan Rentang

Klon MorfologiMalai Uninukleat

>lNdan

Pemunculan

Awal

Akhir

Pollen

Malai (cm)

52-OC Belum rnuncul

0,00

0,00

Telam muncul2)

52-OC-4

Belum munculr)

-

9&10

98,r0 t-9t.90

93,60 72.20 6,40 21.70 6, l0 68,00-80,00 Telarn munculr) 46,40 35,00 0,00 18,60 0,00 67,00 POJ-3025 Belum muncul 88,00 2,82 0,00 Telam muncul3) 16,49 Keterangan : ') Satu malai, 2)

Tiga malai, dan r) Dua malai; > lN = bi-, tri-, multi-nukleat dan tepung sari

Tabel

I

menunjukkan bahwa semua malai yang belum memunculkan bunganya,

tidak

mengandung mikrospora yang berinti lebih dari satu

(>lN)

atau tepung sari Qtoilen).

Sedangkan

malai yang telah

muncul bunganya, seluruhnya

telah

mengandung

ketiga

macam

tahap

perkembangan

mikrospora dengan persentase yang

berbeda-beda. Adanya perbedaan persentase

masing-masing tahap perkembangan mikrospora di-sebabkan

oleh

adanya perbedaan:

(l)

klon yang diamati,

(2)

panjang malai seluruhnya,

(3)

ukuran

pemunculan

bunga,

dan

(4) proporsi bagian bunga yang belum dan telah

muncul. Pengamatan keempat

ciri

morfologi malai di atas disajikan pada Tabel 2.

(7)

84

Tabel

2.

Ciri

morfologi malai berdasarkan pemunculan rnalai, panjang malai seluruhnya (cm), panjang pemunculan malai (crn), dan proporsi panjang malai seluruhnya dengan panjang malai yang telah muncul dua klon tebu Sacchorum oficinarum (L.)

iun

rutu klon tebu

hibrida kompleks

Klon Nomor

Malai

Pcmunculan

Malai PML cm

Panjang Malai Panjang Muncul

52-OC-2 Belum muncul

Telah muncul Telah muncul Telah muncul I 2 J 4 95,50 r09,s0 107,50 95,00 0,00 68,00 80,00 76,00

I

: 0.00

I

: 0,62

I

:0,74

I

: 0,80

52-OC-4 Belum muncul

Telah muncul I 2 84,50 91,50 0,00 61.00

I

: 0,00

I

: 0,73 POJ-3025 Belum muncul

Telah muncul 'T'clah rnuncLr!

I

: 0,00

I

: 0,30

I

: 0.51 I 2 J 88.00 8 r,00 83,50 0,00 24,00 42.50

Rerata malai belum rnuncul 89.33 0,00

1:0.

: 0,00 Rerata malai telah muncul 94.t5 59,59

I

: 0,63

'fabel

2

menr.rnjukkan bahwa

nralai yang belum memunculkan bunganya

mem-punyai panjang rata-rata 89,J3 crn, sedangkan

malai yang

telah

memunculkan bunganya

mempunyai panjang rata-rata 94,75

cm.

lni berarti bahwa rerata panjang malai tanaman

tebu

obyek pengamatan adalah 92,04 cm.

Tabel

3

juga

menunjukkan bahwa apabila bunga telah muncul sepanjang

63

o/o atau 59,58 cm, perkembangan mikrospora satu inti

menjadi

mikrospora

lebih satu

inti

akan

mencapai sebesar 24,71 yo (Tabel

l).

Dengan demikian, pada tanaman

tebu

masih akan

diperoleh mikrospora

berinti

saru mskipun bunganya telah muncul lebih dari separuhnya

asalkan belum terjadi antesis yang ditandai dengan perubahan warna antera dari berwarna

hijau

muda

menjadi berwarna

ungu

atau

cokelat muda, atau rambut sutera (silk) yang terdapat pada pangkal bulir belum merekair.

Apabila panjang pemunculan malai

dikorelasil<an dengan persentase tahap per-kembangan

mikrospora,

nampak

bahwa

hampir selnua variabel berkorelasi negatif kecuali antara variabel panjang pemunculan rnalai dengan tahap mikrospora uninukleat

akhir yang bernilai

positif.

Demikian pula,

signifikansi

tidak

berarti

antara

panjang

pemunculan malai dengan ketiga tahap

per-kembangan mikrospora.

Hanya

persentase

tahap uninukleat awal dan persen-tase tahap

tepung sari yang berkorelasi sangat erat dan

signifikan meskipun bernilai negatiq

sedang-kan

uninukleat

awal

dan

uninukleat akhir berkorelasi secara tidak signifikan (Tabel 3).

Dengan

demikian, apabila

rnalai

telah memunculkan bunganya maka peluang malai akan mengandung mikrospora berada pada tahap berinti lebih dari satu hingga pada tahap

tepung sari menjadi semakin besar. Semakin

panjang pemunculan bunga akan semakin

tinggi

persentase mikrospora berada pada

tahap

lebih dari

satu

inti

khususnya tahap

tepung sari sehingga jumlah mikrospora yang berpeluang untuk memasuki

jalur

sporofitik

akan semakin berkurang.

'_

(8)

Tabel 3. Korelasi antara

rnikrospora tiga

85

panjang pemunculan malai dcngan persentase tiga tahap perkem-bangan

klon tebu.

Uninukleat awal Uninukleat akhir Tepung sari

Pemunculan malai - 0,17009 ts 0,6617 0,54508 ts 0,t291 - 0,04413 ts 0,9102 Uninukleat awal - 0,25280 ts 0,51r6 - 0,92197 ss 0,0004 Uninukleat akhir - 0,141 60 ts 0,7 r 63

Keterangan

:

Nilai-nilai yang dicetak biasa adalah koefisien korelasi; Nilai-nilai yang dicetak miring

adalah peluang > lRl terhadap Ho:Rho:0(o = 0,05) ts = riclak signifikan,

ss = s-angat signifikan

Gambar 1 menunjukkan bahwa malai

yang

belum memunculkan bunganya pada

ketiga

klon

yang

diamati

mengandung

mikrospora pada tahap

berinti

satu

pada

frekuensi yang tinggi (> 80 %).

0t o o .L 50.00 45.00 10.00 35.00 30.00 25.0 0 20.00 15.00 10.00 s.00 0.00 M8M Tsrgdr MTM 15.53 tEo UJW|C lldpah MBM

Kon 52'@-2 Klon 52-CC-,4 loon Po.l3025 O Uninukl@l Awal

E Uninrkl*t AkHr

Gambarl' Reratapersentasemikrosporauninukleatawal,uninukleatakhirdantepungsari

menurutklondan morfologi malai belum muncul (MBM) dan

malai relah muncul (MTM),-serta letak pada ujung, tengah dan pangkal malai.

mikrospop berada pada pada tahap berinti

satu

apabila

malai

belum

memuncul_kan

bunganya. Akan tetapi bagi malai yang telah nrernunculkan bunganya, persentase nrikro_

spora yang berada pada tahap berinti satu

menunjukkan penurunan

proporsi

atau

jumlahnya mengikuri letak pacla malai yakni semakin mengarah ke ujung malai, semakin

besar penu-runannya. Artinya, perkembangan

Di

pihak lain, malai yang telah me_

munculkan bunganya menunjukkan bahwa

persentase mikrospora berinti lebih dari

satu

atau

mikrospora

pada tahap tepung

sari

menjadi semakin meningkat seiring dengan peningkatan

ukuran

pemunculan- bunga.

Dilihat dari letak mikrospora

di

dalam

*uLi,

baik

pada bagian ujung dan bagian tengah

maupun

pada

pangkal

malai,

seluruh

(9)

86

mikrospora meningkat ke perkembangan lebih lanjut (tepung sari) dimulai dari bagian ujung malai. Hasil uji+ perbedaan antara malai yang belum dengan malai yang telah memunculkan

bunganya menunjukkan bahwa rerata

per-sentase

mikrospora uninukleat

awal, uninukleat akhir, dan tepung sari pada kedua

bentuk

morfologi

malai

menunjukkan

perbedaan yang signi-fikan (Tabel 4).

Tabel 4. Perbedaan rerata persentase tiga tahap

perkembangan mikrospora antara

malai yang

belurr

dan yang teiah

memunculkan bunganya

Morfologi

Uninukleat

Uninuklcat

terdiri dari cabang utama (rachis) dan

anak-anak

cabang

(rachilla) yang

merupakan

tempat tcrbentuknya susunan cabang pertama,

kedua dan ketiga. Pada bagian bawah atau pangkal

malai

berukuran besar kemudian ukurannya semakin kecil sampai pada ujung

malai yang hanya

terdiri dari

satu cabang.

Cabang utama

(main

axes)

atau

susunan

pertama (first order) terbentuk secara lateral

anak cabang (lateral axes) atau susunan kedua

(second order) yang lebih panjang, dan dari anak cabang-anak cabang

ini

terbentuk anak-anak cabang atau susunan ketiga (third order).

Bulir (spikelets) yang terdiri dari bulir bagian

pangkal (sessile.florers) dan bulir di atas bulir pangkal Qtedicellate

/lorets)

terbentuk pada

anak cabang lateral dan anak-anak cabang. Hasil pengamatan dalam penelitian ini

menunjr.rkkan bahwa kernatangan tepung sari

terjadi mulai

dari

ujung malai

utama dan

ujung cabang malai pada cabang bagian ujung malai utama hingga pada cabang malai paling

bawah

dari

malai

utama.

Hal

ini

karena persentase terbanyak mikrospora yang sudah

memasuki tahap perkembangan lebih dari satu inti atau tepung sari adalah pada sessile florets

dan ujung malai. Pada pengamatan

ini.

tidak ditemukan mikrospora

yang

masih berada pada tahap

diad

dan

tetrad

sebagaimana

dilaporkan

oleh

Raghavan

(l9Sg)

pada

tanaman padi, Summers

e/ al.

(1992) pada

tanaman tomat, da Silva-Lauxen et al. (2003) pada tanaman kedelai, dan lndrianto

et

al. (2004) pada tanaman cabai besar. Ketiadaan mikrospora

tahap

diad

dan tetrad

pada

penelitian

ini

disebabkan

oleh

umur malai

yang

mulai

memasuki tahap perkembangan

Iebih lanjut yang

ditandai

oleh

semakin

panjangnya ukuran

malai dan

munculnya

bunga di atas gulungan daun bendera sehingga

semakin banyak

mikrospora

yang

telalr memasuki perkembangan lanjut.

Berdasarkan ukuran panjang antera

pada

tanaman

padi

(Oryza sativa

L.),

Raghavan (1988) melaporkan bahwa semakin

panjang

ukuran antera,

semakin

tinggi

persentase mikrospora yang berada pada tahap

perkembagan

lebih lanjut.

Sementara itu,

semakin

lanjut

pertumbuhan

malai

akan

Malai

awal

akhir

Tepung sari Belum membuka Telah menrbuka 93,22 a 47,79 b 5,84 p 23.30 q 0,94 x 28,75 y

Keterangan

:

Nilai-nilai yang diikuti huruf yang

berbeda pada kolom yang sama

berarti berbeda signifikarr menurut

u-ii T-Student

Demikian pula, perbedaan antar klon terhadap rerata persentase tiga tahap

perkem-bangan mikrospora melalui Lr.ii -f-Fishcr (LSD,

Leust

Square

DifJbrencc)

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan

di

antara ketiga klon yang diamati (Tabel 5).

Tabel 5. Perbedaan rerata persentase tiga tahap

perkembangan ntikrospora antara

tiga klon tebu.

Klon

Uninukleat

Uninukleat Tepurrg

Awal

akhir

sari

s20c2

82,90 a 14,05 k 3,05 o

52OC4

72,25

a

18,45

k

9,30 p

_loJ!9{__wsa t3,t7k

37,08q

Keterangan

:

Nilai-nilai yang diikuti huruf yang

berbeda pada kolom yang sama

berarti berbeda signifikan menurut

uji T-Student

Menurut Moore ( 1987) bunga

tana-man tebu berbentuk malai Qtanicle) mernbuka

setelah muncu dari bungkusan daun benclera,

(10)

senrakin panjang

pula

ukuran

altteranya sehingga pada ukuran bulir sepanjang 7.000

-9.142

pm,

antera akan berukuran 1.125

-1.750 pm, dan umumnya, mikrospora telah

berada pada tahap uninukleat dan sebagian

telah memasuki tahap binukleat.

Meskipun beragam ukuran panjang kuncup pada

tiga

kultivar

tanaman toltlat, masing-masing: A.Craig, L-680A, dan Licato, ukuran panjang antera ketiganya relatif sama

yakni

2,8-3,5 rnm,

semua

kultivar

hanya

mengandung

mikrospora

berinti

satu

(Summers et

al.,

1992). Demikian pula pada tiga kultivar kedelai berturut,turut '. Decada,

IAS5, dan RSZ dilaporkan bahwa bunga yang

berukuran 1,5-2,9

mm

akan

mengandung mikospora mulai pada tahap sebelum diad hingga tetrad, sedangkan bunga yang telah

berukuran 3,0*33,5

mm

akan mengandung

mikrospora pada tahap uninukleat awal hingga uninukleat

akhir (da

Silva-Lauxen

er

al.,

2003).

Pada tanarnan cabai besar, Indrianto et

al.

(2004) menguraikan bahwa mikrospora pada tahap tetrad hanya dijumpai pada kr-rncup

bunga yang berukuran hingga 0,3-{,5 cm dan

anteranya berwarna mulai

dari hijau

rnuda,

sebagian

hijau dan

sebagian

ungu,

akan

mengan-dung rnikrospora uninukleat. Setelah bungan berukuran 0,6

-

0,8 cm dan anteranya

berwarna

ungu

muda, bunga hanya akan

mengandung mikrospora binukleat. Dengan

demikian, tahap perkembangan mikrospora di

dalam antera sangat ditentukan oleh ukuran

malai, bunga dan antera, sehingga penggunaan

ciri

morfologi

malai atau

ukuran kuncup merupakan cara yang tepat dalarn menentukan

tahap perkembangan mikrospora yang sesuai

bagi pelaksa-naan pemuliaan haploid melalui kultur mikrospora secara in vitro.

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pengamatan

dua

ciri rnorfblogi pertumbuhan malai terhadap jumlah mikospora pada tahap satu

inti

lebih dari 50

Yo, dapat disimpulkan sebagai berikut: (a) pada

malai bunga yang masih terbungkus di dalam

81

kelopak daun bendera terdapat mikrospora umlrmnya pada tahap uninukleat;

(b)

rnalai yang telah memunculkan bunganya

di

atas gulungan

daun

bendera cenderung akan

mengandung mikrospora yang sebagian besar pada tahap binukleat atau tepung sari, dan; (c) senrakin ke ujung letak bulir atau antera pada

malai atau cabang malai, jumlah mikrospora yang berada pada tahap uninukleat semakin berkurang.

lsolasi mikrospora paling tepat di-lakukan pada saat bunga belum muncul di atas

gulungan kelopak

daun

bendera karena

persentase mikrospora berinti satu mencapai

maksi-malnya

ketika

bunga

masih

berada

dalam gulungan lielopak daun bendera.

DAFTAR PUSTAKA

Bhojwani, S.S. and S.P. Bhatnagar, 1999, .'The

embriology

of

angiosperms", pp. 30g-321. 4'h revised and enlarged' edition. Vikas Publishing House pVT. LTD.

Blakeslee, A., J. I3elling, M.E. Farnham and A.D.

Berger, 1922.

*A

haploid mutant in the

jinrson weed Dqlura

slramoniunt,'.

Science. SS: 646-647.

Chen, 2.H., C. Qian, M. Qin, C. Wang, C. Suo, F.

Chen and Z. Dheng, 1979, ,,'fhe inducrion

of

pollen plants

of

sugarcane". .,lnau.

Rep. Inst. Genet. Acad..tir., pp.9l_93. Cistue, L., M.P. Valles, B.Echavarri, M. Sans, and

A.M.

Castiilo, 20Q4. ..production of

barley doubled haploids by anther and

microspore culture", pp.l-17. Dalam :

Mujib, A., M.J. Cho, S. predieri, and S.

Barnerjee (eds.). ln Vitro Application in

Crop Improvement. Science publishers

lnc., Enfield, USA.

Cordewener, J.H.G., J.B.lU. Custers, H.J.M. Dons

and

M.M.

Van

Lookeren Campagne,

1996, "Molecular and biochemical events

during

the

induction

of

microspore

embryo-genesis", pp.

lll-124.

Dalatn ..

Jain, S.M.,

S.K.

Sopory,

and

R.E.

Veilleux (Eds.).

In

Vitro

Haploid

Production

in

Higher plants.

Vol.

l, Fundamental Aspccts

and

Methods.

(11)

88

Kluwer

Acadenric Publishers. The

Netherlands.

da Silva-Lauxen, M., E. Kaltchuk-Santos, C.y. Hu,

S.M. Callegari-Jacques and M.H. Boda-nese-Zanettini,

2003.

..Association between floral bud size and developnrental stage in soybean microspores" . Brassilian

Archives

of

Biolog_v

&

Technology,

46()z 8-14.

Fitch, M.M. and P.H. Moore, 1983, .,Haploid production

from

anther

culture

of

Saccharum

spontaneum

L".

Z.

Pflanzenphysiol, 109: 197 -206.

lndrianto,

A., 2003,

"Cyological

and

ultrastructural features

of

initiation of

wheat

microspore

embryogenesis,'.

Biologi,3(2): 65-79.

lndrianto,

A.,

E.

Semiarti dan Surifah, 2004.

"Produksi galur murni melalui induksi

embrio-genik mikrospora cabai merah dengan stres". Zuriat, l 5(2): 1 33- 1 39.

Kasha, K.J., E. Sirnion, R. Oro, e.A. yao,'l'.C. llu and A.R. Carlson,200 l,..An improved

ir

yilro technique

for

isolated nricrospore culture of barley". Eupltytica, I2Al. 379-3 85.

Kush, G.S. and S.S. Virmani. t996, ..Haploids in

plant breeding", pp.12-17. Dalam

:

Jain, S.M., S.K. Sopory, and R.E. Villeux (eds.)

In

Vitro Haploid.Production

in

Higher Plants. Vcll.l. Fundamental Aspects and

Methods. Kluwer Academic publishers,

Dord-recht, Boston,

London.

. .

Li,

H.

and P. Devaux, 2003, ..High frequency

regeneration

of

barley doubled haploid plants from isolated microspore culture,'.

Plant Science, l64z 379-386.

Liu, W., M.Y. Zheng, E.A. Polle, and C.F. Konzak,

2002, "Highly efficient doubled-haploid

production

in

wheat (Triticun aesliwrnt

L.)

via

induced

m icrospore

embryogenesis". Crop Science, 42:

6t6-692.

Lu,

W. L.

and C.S.

Kuo,

t984. ..Cltological

observation

of

microsporogenesis and

pollen developntent

in

wheat

in

vivo',.

Acta Botunico Sinica, 26-. 26-33.

Maheswari, S.C., A. Rashid and A.K. Tyagi, 1983.

"Anther pollen culture for production of

haploids

and

their

utility".

IAPTC Newsletter, 4l:2-7.

Moore, P.H. 1987. "Anatomy and morphology",

pp.85-142. Dalam

:

Heins, D.J. (ed,). Sugar-cane

Improvement

Through

Breeding. Developments jn Crop Science I

l.

Elsevier, Amsterdam,

New

york,

Oxford, Tokyo.

Moore, P.H., C. Nagai and M.M. Fitch, 19g9,

"Production and evaluation of sugarcane

haploids". Proc.

Int.

Soc. Sugar Cane Technology, 20: 599-607 .

Palmer, C.E. and W.A. Keller, lgg7, ..pollen

embryos",

pp.

392-422.

Dalam

:

Shrivanna, K.R. and V.K. Sawney (eds.).

Pollen Biotechnology for Crop production

and Improvement. Cambridge University

Press. U.K.

SAS Institute Inc., 1989-1996, ..SAS/STAT User's

Cuide Release 6.12". SAS lnstitutc. lnc.. Cary, N.C.

Steel, R.C.D. and J.H. Torrie, 1981, ..principles and procedures

of

statistics". 2nd ed.

McOraw-Hill Editions, Singapore etc. 633pp.

Suaib, S. Madsen, A. Olesen dan S.B. Andersen, 1997, "Seleksi tanaman rumput makanan ternak tahunan Ryegrass (Lolium perenne

L.)

yang tanggap terhadap perlakuan prakultur antera". Zuriat, 8(2): 90-93.

Suaib,2000, "Determinasi enam kultivar lokal padi

ladang asal Kendari yang mengandung

tepung

sari

berinti satu (uninucleate) untuk pemuliaan in vitro". Zuriat, l0(2):

2l-27.

Summers, W,L., J. Jaramillo and T. Bailey, 1992.

"Microspore developmental stage and anther length influence in the induction of

tdmato anther callus,'. Hortscience, 27(7): 838-E40.

Zhang,

2., Y.

Lu,

X.

Liu

and J. Feng, 2005, "Nuclear and cell migration during pollen

deve-lopment in rice (Oryza sativa L.),,.

Sex Plont Reproduction,

17

297-302.

Gambar

Tabel  l.  Morfblogi  dan  rerata  pcrsentase  nrikrospora  rncnurut  tahap  pcrke  rnbangannya,  serta  ukurau pemunculan malai  dua  klon  tebu  Saccharurn  olJicinurum  (L.)  dan satu  klon  tebu  hibriiJa.
Tabel  2.  Ciri  morfologi  malai  berdasarkan  pemunculan rnalai,  panjang malai  seluruhnya  (cm), panjang  pemunculan  malai  (crn),  dan proporsi  panjang  malai  seluruhnya  dengan  panjang malai  yang telah muncul  dua  klon  tebu  Sacchorum  oficina
Gambar  1  menunjukkan  bahwa  malai

Referensi

Dokumen terkait

Majelis Pekerja Sinode adalah rapat yang bekerja untuk merencanakan dan melaksanakan keputusan Sinode Agung melalui Pimpinan HKBP yang dipimpin oleh

12. Benda terletakdarilensa cembung sejauh15 cm. Terbentuk bayangan nyata sama besar. Agar diperoleh bayangan maya dengan perbesaran 2 kali, benda darus digeser …. 7,5 cm

Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, Jakarta: Depdikbud, 1994, hlm.. merupakan salah satu penyebar ajaran agama Islam di wilayah Kertapati. Skripsi ini juga secara

Ketidakmampuan berprokreasi bagi seorang perempuan menjadi masalah yang sangat besar karena dua alasan yaitu bahwa memiliki anak, khususnya anak laki-laki, merupakan pokok

Dalam Pasal 9 ini Rasul Paulus berusaha menjelaskan akan pemilihan Allah atas mereka dimana Allah memilih keturunan mereka untuk melahirkan Sang Mesias yang akan menebus semua

Pada saat berlangsungnya kegiatan pelatihan ini para peserta diberi fasilitas, seperti: alat tulis, bahan dan alat untuk membuat desain, serta bahan referensi