110 Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 1~123
PEMBAHARUAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN ISLAM Abdul Ghoni*
abdulghoni477@gmail.com
Abstract
Although the practice of Islamic education in Indonesia has lasted long, precisely since Islam entered the territory of the archipelago 15 centuries ago, the study of Islamic education in Indonesia is still very limited. This paper will raise about the renewal in the Islamic education system with a focal point for disclosing and answering, firstly, what is the connection between Islamic renewal and education. Second, how the education system and its components work. Third, what aspects should be updated. The study was conducted by exploring theoretically with regards to reform in the Islamic education system.
Keywords : sistem, pendidikan Islam, Pembaharuan
Pendahuluan
Pendidikan merupakan bagian dari pembaharuan yang sangat esensial, karena fungsi pendidikan tidak hanya terbatas pada transformasi pengetahuan dari pendidik ke peserta didik. Namun pendidikan juga bisa menjadi media untuk dapa mensosialisasikan ide-ide
pembaharuan secara gradual dan
terarah.1
Apa yang diutarakan oleh Fazlur Rahman mengenai pendidikan Islam
sangat relevan untuk
dikontekstualisasikan dalam dunia pendidikan saat ini. Ia menganjurkan agar pendidikan Islam dimodernisasi. Artinya, sejak masa Islam klasik (850 M - 1200 M) sampai awal abad pertengahan (1200 M - 1800 M), Islam memiliki kekayaan ilmu dan pengetahuan. Akan tetapi memasuki abad pertengahan sampai akhir abad ke-19 umat Islam mengalami kemunduran khususnya dalam bidang pendidkan.2
Memasuki akhir abad ke-19, umat Islam khususnya bangsa Indonesia mulai dimasuki oleh gerakan pembaharuan Islam dari Timur Tengah, khususnya negara Mesir dan kota Mekkah. Gerakan
* Dosen STIT Miftahul Ulum Bangkalan Madura
1 Ahmad Warid, Pembaharuan Pendidikan Islam;
Studi Analisis Konsep dan Sejarah, (Yogyakarta:
Puslit IAIN Sunan Kalijaga, 1998), 103
2 Fazlur Rahman, Islam and Modernity
Transformation of Intellectual. Penerjemah Ahsin
Muhammad (Bandung: Pustaka, 1995), 104
pembaharuan tersebut memberi
pengaruh yang besar terhadap
perkembangan pendidikan dan Agama Islam di Indonesia pada masa itu dan pada masa berikutnya.3
Hingga permulaan abad 20, di kalangan muslim terpelajar mulai bermunculan kesadaran untuk mengatasi kondisi pendidikan Islam di Indonesia yang mengalami keterbelakangan sebagai akibat dari eksploitasi pemerintahan kolonial Belanda. Mereka menyadari
bahwa pembaharuan pendidikan
haruslah menjadi agenda penting dalam memperjuangkan nasib umat Islam dan bangsa Indonesia.4
Lalu, memasuki abad 21 ini apakah semangat para pendahulu tersebut terus diwarisi oleh generasi sekarang? Masihkah cita-cita pembaharuan yang mereka cetuskan dulu tetap menggebu pada masa ini? serta, bagaimana kondisi lembaga pendidikan Islam saat ini? tulisan ini akan menyajikan perihal
3 Burhanuddin Daya, Gerakan Pembaharuan
Pemikiran Islam Kasus Sumatera Thawalib,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), 7
4 Gerakan ini dipelopori oleh beberapa ulama yang
belajar di Timur Tengah seperti, KH. Hasyim Asy’ari, Syekh Muhammad Djamil Djambek, Haji Abdul Karim Amrullah, KH. Ahmad Dahlan, Mahmud Yunus, Syeikh Abdullah Ahmad dan lain-lain. lihat, Deliar Noer, Gerakan Modern Islam
Indonesia 1900-1942, cet. VIII, (Jakarta: LP3ES,
Abdul Ghoni, Pembaharuan dalam Sistem Pendidikan Islam 111
pembaharuan dan pendidikan Islam, juga mencoba memaparkan sistem pendidikan beserta aspek pembaharuan pendidikan.
Pembaharuan dan Pendidikan Islam
1. Pengertian Pembaharuan
Secara etimologi, pembaharuan berarti proses, cara memperbaharui, proses mengembangkan adat istiadat, cara hidup baru, membangun kembali, menyusun kembalu, dan memulihkan seperti semula.5 Pembaharuan juga bisa bermakna reformasi, yaitu membentuk kembali, atau mengadakan perubahan yang lebih baik. Semakna dengan kata revivalism yang mengandung pengertian kembali ke masa lampau. Bahkan kata ini mengandung makna keinginan untuk menghidupkan kembali apa yang sudah usang.6
Sementara secara terminologi,
pembaharuan adalah suatu usaha
mengganti yang jelek dengan yang baik, dengan mengusahakan yang sudah baik menjadi lebih baik.7 ada anggapan lain yang mengatakan bahwa pembaharuan
merupakan modernisasi. Kata
“modernisasi” lahir dari dunia barat, yang mengandung pengertian: pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat dan keadaan baru yang ditimbulkan oleh
kemajuan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi modern.8
Secara sederhana, Azra
mendefinisikan pembaharuan dengan
suatu usaha untuk mengadakan
perubahan di berbagai bidang dengan
5 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), 82
6 Harun Nasution & Azyumardi Azra,
Perkembangan Modern dalam Islam, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1985), 71
7 A. Mukti Ali, Beberapa Masalah Pendidikan di
Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1971), 17
8 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam:
Sejarah Pemikiran dan Gerakan, cet. IX (Jakarta:
Bulan Bintang, 1992), 9
tujuan untuk meningkatkan kinerja
sistem secara menyeluruh guna
memperoleh hasil yang lebih baik sesuai
dengan tantangan dan dinamika
kebutuhan masyarakat.9
Terma pembaharuan, seperti yang dijabarkan oleh Cece Wijaya, merupakan suatu usaha untuk memperkenalkan berbagai hal yang baru dengan maksud memperbaiki apa yang sudah terbiasa demi timbulnya praktek yang baru, baik dalam metode maupun cara bekerja untuk mencapai tujuan. Lebih lanjut, Cece menjelaskan bahwa upaya pembaharuan harus memiliki muatan-muatan sebagai berikut:
a. Baru. Kata baru dapat diartikan segala
sesuatu yang belum dipahami,
diterima, dan dilaksanakan oleh si penerima pembaharuan. Meskipun mungkin bukan merupakan sesuatu yang baru bagi orang lain. akan tetapi sifat penting dari kata baru adalah bersifat kualitatif yang belum ada sebelumnya.
b. Kualitatif, yang berarti pembaharuan
itu memungkinkan adanya
reorganisasi atau pengaturan kembali unsur-unsur dalam suatu sistem.
c. Kesengajaan, artinya upaya
pembaharuan merupakan suatu yang dilakukan secara berencana bukan terjadi secara kebetulan.
d. Meningkatkan kemampuan,
mengandung arti tujuan utama dari pembaharuan adalah meningkatkan kemampuan atau kinerja sistem secara keseluruhan untuk mencapai tujuan yang sebaik-baiknya.
e. Tujuan artinya acuan dari proses pembaharuan. Olej karena itu, perlu dirumuskan secara jelas, rinci dan teratur. sedangkan tujuan dari pembaharuan itu sendiri adalah efisiensi, efektifitas, dan relevansi
9 Azyumardi Azra, “Pesantren: Kontinuitas dan
Perubaha,” dalam Nurcholis Madjid, Bilik-bilik
Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta:
112 Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 1~123
hasil dengan tuntutan kebutuhan masyarakat.
f. Hal yang belum ada sebelumnya, meliputi ide, tujuan, organisasi proses dan lain-lain.10
Dari paparan diatas, dapat dipahami bahwa pembaharuan adalah sesuatu yang dilakukan secara efektif, efisien, dan produktif menuju kepada kemajuan. Pembaharuan yang dimaksud oleh penulis adalah pembaharuan dalam segi pendidikan. Yaitu suatu perubahan yang baru dan sengaja diusahakan untuk
mencapai tujuan tertentu dalam
pendidikan.
Berkaitan dengan pembaharuan di bidang pendidikan, maka pendidikan dalam masyarakat modern pada dasarnya berfungsi untuk memberikan kaitan antara peserta didik dengan lingkungan sosio kulturnya yang terus berubah. Sebagaimana yang telah disimpulkan oleh Azra bahwa fungsi pokok pendidikan dalam masyarakat modern terdiri dari
tiga bagian yaitu, sosialisasi,
penyekolahan dan pendidikan.11 Lebih
lanjut Azra menguraikan bahwa
pendidikan dalam proses modernisasi akan mengalami perubahan fungsional dan antar sistem. Perubahan-perubahan tersebut padan tingkatan konsep, dapat
dirumuskan dengan menggunakan
pendekatan sistem-sistem (system
approach). Pendekatan sistem ini dalam kajian pendidikan dan modernisasi terdiri dari beberapa variabel, yakni, pertama, input dari masyarakat ke dalam sistem pendidikan. Kedua, variabel-variabel yang tercakup dalam transformasi sistem
pendidikan meliputi modernisasi
administratif, diferensiasi struktural, dan ekspansi kapasitas. Ketiga, pada akhirnya akan melahirkan output, diantaranya;
10 Cece Wijaya, dkk., Upaya Pembaharuan dalam
Pendidikan dan Pengajaran, cet. IV (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1992), 9
11 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan
Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logo
Wacana Ilmu, 1999), 32
perubahan sistem nilai, output politik, ekonomi, sosial dan kultural.12
Untuk mengetahui suatu
pembaharuan yang terjadi perlu
ditetapkan lebih awal indikator yang melekat pada pembaharuan tersebut. Suatu pembaharuan selalu mengikuti derap langkah dinamika kehidupan masyarakat. hal ini berarti adanya pembaharuan merupakan hal yang tak terhindarkan sebagai konsekwensi logis dari adanya perubahan kompleksitas dari tuntutan kehidupan masyarakat yang majemuk.
Upaya pembaharuan dalam sistem pendidiakn yang telah diterapkan, paling tidak dapat diukur melalui perubahan indikator-indikator atau aspek-aspek yang melekat pada sistem pendidikannya. Di antara aspek pembaharuan tersebut adalah pembaharuan dalam aspek tujuan pendidikan, kurikulum, pendidik, peserta didik dan manajemen pendidikan.
2. Pengertian Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat awalan pen- dan akhiran –an yang berarti proses, perbuatan, cara mendidik, pelihara dan ajar.13 Kata pendidikan jika diterjemahkan dalam bahasa Inggris adalah education yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam kosakata bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah yang berarti pendidikan.14
Dalam konteks Islam, terma pendidikan kadang kala digunakan dengan kata tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib. Tarbiyah yang kata dasarnya adalah
rabba yang berarti mendidik,
membesarkan, mengasuh, berkembang.15 Kata tarbiyah khususnya dalam al Qur’an menunjuk pada masa kanak-kanak dan berkaitan dengan usaha yang wajib
12 Ibid, 32-36
13 Agus Basri, Pendidikan Islam Sebagai Penggerak
Pembaharuan Islam, (Bandung: al Ma’arif, 1984),
19
14 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kalam Mulia, 1994), 1
15 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, cet. III
Abdul Ghoni, Pembaharuan dalam Sistem Pendidikan Islam 113
dilakukan, dan merupakan beban orang dewasa terutama orang tua terhadap anaknya.16
Selain kata tarbiyah, istilah pendidikan, dalam konteks Islam, kadang kala digunakan kata ta’lim yang berasal dari kata ‘allima yang berarti mengajar (tranfers of knowledge). Ta’lim adalah proses pembelajaran terus menerus yang terjadi sejak manusia itu lahir melalui
pengembangan beberapa fungsi
pendengaran, penglihatan dan hati. Dan pengembangan tersebut, merupakan tanggung jawab orang dewasa ketika seseorang masih kecil, namun setelah mereka dewasa, hendaknya manusia belajra secara mandiri sampai ia tidak mampu lagi meneruskan belajarnya.17
Kata mendidik (tarbiyah) dan mengajar (ta’lim) mempunyai pengertian yang berbeda. Menurut Mahmud Yunus, mendidik berarti menyiapkan anak dengan segala macam jalan supaya dapat mempergunakan tenaga dan bakatnya
dengan sebaik-baiknya sehingga
mencapai kehidupan yang sempurna dalam masyarakat tempat tinggalnya. Sedangkan mengajar berarti mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak supaya ia pandai.18
Dapat dipahami bahwa, mendidik mempunyai cakupan yang lebih luas dan mendalam dari mengajar. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Mahmud Yunus diatas, mengajar adalah salah satu segi dari beberapa segi pendidikan. Dalam proses mengajar, pendidik memberi ilmu, pendapat, pikiran kepada peserta didik menurut metode yang disukainya. Sementara di dalam mendidik, pendidik
memberu dan peserta diwajibkan
membalas, menyelediki, dan memikirkan
16 Maksum, Madrasah, Sejarah dan
Perkembangannya, cet. II (Jakarta: Logos Wacana,
1999), 116
17 Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Logos, 1999), 9
18 Mahmud Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, cet.
III (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), 19
soal-soal sulit, mencari jalan mengatasai kesulitan tersebut.19
Selain terma tentang tarbiyah dan ta’lim, istilah pendidikan lainnya adalah kata ta’dib. Ta’dib merupakan pendidikan yang berhubungan dengan perilaku atau akhlak dalam kehidupan yang mengacu pada peningkatan martabat manusia,20 seperti sabda Rasulullah yang berbunyi:
“Dari Abu Burdah dari Abu Musa al Asy’ari ra, Nabi bersabda: ‘Laki-laki manapun yang memiliki perempuan hendaklah ia mendidiknya’. (HR. Bukhari)
Jika dibandingkan dari ketiga istilah pendidikan tersebut, maka perbedaan istilah diatas; tarbiyah, mengandung makna lebih luas, mencakup didalamnya pengertian ta’lim dan ta’dib. Istilah ta’lim lebih bersifat informatif, yakni usaha pemberian ilmu pengetahuan sehingga seseorang menjadi berilmu (tahu). Sementara ta’dib mengesankan proses pembinaan terhadap sikap moral dan etika dalam kehidupan yang lebih mengacu pada peningkatan martabat manusia.
Sedangkan pendidikan ditinjau dari segi terminologis juga mempunyai banyak pengertian. Di antaranya seperti yang diungkap oleh Crow dan Crow, pendidikan sebagai proses yang berisi sebagai macam kegiatan yang sesuai
dengan kegiatan seseorang untuk
kehidupan sosialnya dan membantunya
meneruskan kebiasaan-kebiasaan
generasi.21
Zakiyah Drajat mendefinisiakn pendidikan adalah suatu usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam menyampaikan pelajaran, memberi contoh, melatih keterampilan, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung
pembentukan kepribadian peserta
19 Ibid, 25
20 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta: Gaya Muda Pratama, 2005), 9
21 Zahara Idris dan Lisna Jamal, Pengantar Ilmu
114 Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 1~123
didik.22 Sementara Arifin berpendapat pendidikan merupakan usaha untuk
mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan hidup manusia kepada titik optimal kemampuanya untuk memperolhe kesejahteraan hidup di dunia dan kehidupan di akhirat.23
Lebih luas dan sederhana, Nana Sudjana menjabarkan bahwa pendidikan sebagai usaha sadar yang bertujuan dan usaha mendewasakan peserta didik. Kedewasaan ini antara lain mencakup kedewasaan intelektual, sosial, moral, dan tidak semata-mata kedewasaan dalam arti fisik. Pendidikan juga merupakan suatu proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, melalui proses yang panjang dan berlangsung sepanjang hayat.24
Dari beberapa paparan dari para teoritisi pendidikan diatas, maka penulis
berkesimpulan bahwa pendidikan
merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dalam rangka membinan dan mengembangkan potensi peserta didik agar mampu mengenal diri, lingkungan dan Tuhannya,
sehingga menjadi manusia yang
bermartabat, bermoral dan berilmu serta mampu membawa dirinya kepada keseimbangan hidup di dunia dan akhirat.
3. Pengertian Pendidikan Islam
Yusuf Qhardawi mengungkapkan
bahwasanya pendidikan Islam
merupakan pendidikan manusia yang seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan
jasmaninya, akhlak dan
keterampilannya.25 Sejalan dengan ungkapan Qhardawi, Muhammad Atiyah
22 Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, cet. III
(Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 25
23 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan
Teori dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, cet. IV (Jakarta: Bumi Aksara,
1996), 12
24 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan
Kurikulum di Sekolah, cet. II (Bandung: Sinar Baru, 1992), 2
25 Yusuf al Qhardawi, Pendidikan Islam dan
Madrasah Hasan al Banna. Penerjemah Bustami A.
Gani dan Zainal Abidin Ahmad, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), 157
Al Ibrasyi berpendapat bahwa pendidikan Islam itu adalah pendidikan yang
berdasarkan pada etika Islam,
pembentukan moral, dan latihan jiwa.26 Sehingga, tujuan akhir pendidikan Islam tersebut adalah membentuk manusia yang bertakwa supaya selamat dalam kehidupannya, sebagaimana yang tertera dalam surat Ali Imran [3] ayat 102:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran [3] 102)
Pendidikan Islam juga dapat
diartikan dengan pengembangan
pemikiran manusia dan penataan tingkah laku dan emosi berdasakan ajaran Islam, dengan maksud merealisasikan tujuan Islam dalam kehidupan individu dan masyarakat dalam seluruh lapangan kehidupan. Lebih sederhana, Anshari
memberikan pengertian tentang
pendidikan Islam sebagai proses
bimbingan oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan) dan juga raga objek didik dengan bahan-bahan materi tertentu, pada jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai ajaran Islam.27
Sistem Pendidikan dan Komponen-komponennya
1. Pengertian Sistem
26 Muhammad Atiyah Al Ibrasyi, Dasar-dasar
Pendidikan Islam. Penerjemah Tasirun Sulaiman,
cet. II (Ponorogo: PSIA, 1991), 1
27 Endang Saifuddin Anshari, Pokok-pokok Pikiran
tentang Islam, (Jakarta: Usaha Enterprise, 1976),
Abdul Ghoni, Pembaharuan dalam Sistem Pendidikan Islam 115
Sistem, secara etimologi, berasal dari kata system yang berarti cara atau
susunan. Ditinjau dari segi
terminologinya, sistem merupakan satu kesatuan unsur-unsur ataupun komponen yang saling berinteraksi secara fungsional
untuk mencapai tujuan tertentu.
Singkatnya, sistem adalah sekumpulan daru beberapa unsur atau bagian-bagian yang bekerjasama dalam hubungan yang teratur.
Hal senada juga diungkapkan oleh Arifin yang mengatakan sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari
komponen-komponen yang
masing-masing bekerja sendiri dalam fungsinya yang berkaitan dengan fungsi dari
komponen-komponen lainnya yang
secara terpadu bergerak menuju ke arah satu tujuan yang telah ditetapkan.28 Sementara Muhaimin mendefinisikan sistem sebagai gabungan dari komponen-komponen yang terorganisasi dan memiliki maksud dan tujuan yang telah ditetapkan.29
Dari defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan suatu kesatuan dari beberapa unsur yang bekerjasama secara teratur untuk mencapai tujuan. Dengan demikian dapat dipahami, dalam suatu sistem yang baik, masing-masing unsur atau komponennya tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Apabila salah satu komponennya tidak ada, maka sistem tersebut tidak dapat dikatakan sempurna dan tujuan yang hendak dicapai tidak akan terselesaikan dengan baik.
2. Komponen-komponen Sistem Pendidikan
Setiap sistem pasti mempunyai tujuan, dan semua kegiatan dari semua komponen-komponen adalah diarahkan
untuk menuju tercapainya tujuan
28 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1995), 76
29 Muhaimin dkk, Paradigma Pendidikan Islam;
Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2001), 159
tersebut. Proses pendidikan adalah sebuah sistem, yang disebut sebagai sistem pendidikan. Jadi, pendidikan merupakan suatu sistem yang memiliki unsur-unsur atau komponen yang bekerjasama satu sama lainnya untuk mencapai tujuan.
Para ahli pendidikan berbeda pendapat dalam memandang komponen-komponen atau unsur-unsur pendidikan, sesuai dengan latar belakang dan sudut pandang mereka masing-masing. Di antara mereka seperti Sutari Imam Bernadib, beliau berpendapat bahwa komponen-komponen atau faktor-faktor pendidikan itu terdiri dari tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan (milieu). Menurut Sutari, yang dimaksud dengan alat-alat dalam pendidikan atau pengajaran adalah segala sesuatu yang secara langsung membantu terlaksananya tujuan pendidikan. Dan alat pendidikan tidak terbatas pada benda-benda konkrit saja tetapi dapat juga berupa nasehat, tuntutan, contoh-contoh, kurikulum, ancaman dan sebagainya. Secara garis
besarnya alat pendidikan
dapatdigolongkan kepada isi atau materi pendidikan (kurikulum) dan metode pendidikan. Yang termasuk dalam arti isi atau materi (kurikulum) pendidikan adalah segala sesuatu oleh pendidik langsung diberikan kepada peserta didik
dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Sedangkan metode
pendidikan adalah peristiwa pendidikan yang ditandai dengan adanya interaksi edukatif.30
Lain halnya dengan Sudjana yang
berpendapat bahwa
komponen-komponen pendidikan tersebut terdiri dari tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, materi pendidikan, metode pendidikan, evaluasi endidikan, waktu
penyelenggaaraan, dan tempat
30 Sutari Imam Bernadib, Pengantar Ilmu
Pendidikan Sistematis, cet. XV (Yogyakarta:
116 Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 1~123
pendidikan.31 Sementara Mastuhu
membagi komponen-komponen
pendidikan kepada dua unsur, yakni unsur organik dan unsur anorganik. Unsur organik adalah pelaku pendidikan yang terdiri dari pimpinan, pendidik, peserta didik, dan pengurus. Sedangkan
unsur anorganik adalah tujuan
pendidikan, tata nilai, kurikulum, proses kegiatan belajar, dan peraturan terkait lainnya dalam mengelola pendidikan.32
Dari paparan para ahli diatas,
dapat diambil kesimpulan bahwa
komponen sistem pendidikan tersebut meliputi; tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, materi/kurikulum, metode pendidikan, lingkungan pendidikan, dana pendidikan, sarana pendidikan, evaluasi pendidikan, dan manajemen pendidikan.
Aspek-aspek Pembaharuan
Pendidikan
Dalam proses pendidikan, terjadi pembaharuan pendidikan dari berbagai aspek. Misalkan, pembaharuan dalam aspek tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, materi/kurikulum, metode pendidikan, lingkungan pendidikan, dana pendidikan, sarana pendidikan, evaluasi pendidikan, dan manajemen pendidikan. Namun, penulis akan menguraikan empat komponen saja sebagaimana yang akan diuraikan dibawah ini.
1. Pembaharuan dalam Aspek Tujuan Pendidikan
Tujuan atau cita-cita sangat penting di dalam aktivitas pendidikan, karena merupakan arah yang hendak dicapai. Maka tujuan harus ada sebelum melangkah untuk mengerjakan sesuatu. Bila pendidikan dipandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan. Oleh karena itu, usaha yang tidak mempunyai tujuan tidaklah berarti apa-apa.
31 S. F. Sudjana, Pendidikan Non Formal, (Bandung:
Yayasan PTDI Jawa Barat, 1974), 44
32 Masthuhu, Dinamika Sistem Pendidikan
Pesantren, (Jakarta: INIS, 11994), 14
Berbicara masalah tujuan
pendidikan maka erat kaitannya dengan tujuan hidup manusia, karena pendidikan hanyalah sebagai alat yang digunakan manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya, baik sebagai individu maupun masyarakat. Dengan demikian, tujuan dari pendidikan harus diarahkan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan yang sedang dihadapi.33
Pembaharuan dalam pendidikan selalu dimaksudkan untuk mereformasi berbagai rencana dan kegiatan sehingga proses pendidikan tidak kehilangan relevansi dengan tuntutan kebutuhan masyarakat baik yang bersifat lokal, nasional, regional maupun internasional. Konkritnya, tujuan pendidikan suatu masyarakat selalu dibangun diatas falsafah masyarakat yang bersangkutan. Sebagaimana diketahui, suatu masyarakat
selalu dinamin dan mengalami
perkembangan dan perubahan dari zaman ke zaman sehingga pembaharuan tujuan pendidikan merupakan hal yang tak terelakkan.
Dalam konteks ini, aliran filsafat pendidikan progressivisme mempunyai andil yang kuat dalam dinamika masyarakat yang selalu berubah. Aliran yang lahir sebagai pembaharuan dalam
dunia pendidikan terutama lwan
terhadap kebijakan-kebijakan
konvensional yang diwarisi dari abad 19 ini boleh dikatakan banyak berpengaruh
dan melakukan inisiatif untuk
mengadakan rekontruksi di dalam pendidikan modern. Aliran ini anti
terhadap kemutlakan, menolak
absolutisme, serta bersifa dinamis.34
Progres atau kemajuan itu
menimbulkan perubahan, dan perubahan mengarah kepada pembaharuan. Suatu pembaharuan menghendaki keaslia dan kewajaran, dan bukanlah semata-mata penjelmaan dari suatu realitas yang
33 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan,
(Jakarta: Husna Zikra, 1995), 147
34 Jalaludin dan Abdulllah Idi, Filsafat Pendidikan,
Abdul Ghoni, Pembaharuan dalam Sistem Pendidikan Islam 117
sudah ada dengan lengkap sempurna. Pendidikan progresif tidaklah dikatakan progresif oleh karena dia segera mantap membuat kemajuan untuk menuju kepada tujuan yang telah ditetapkan, akan tetapi karena dia tumbuh dan berkembang ke arah manapun juga, menuju suatu masa datang yang baru dan memebrikan kemungkinan terbanyak untuk mencapai perkembangan dan kemajuan.35
Dalam banyak hal Progressivisme itu identik dengan Pragmatisme. Apabila orang menyebut Pragmatisme maka berarti Progressivisme, begitu sebaliknya. 36 Menurut falsafah Pragmatisme bahwa keadaan selalu dalam frekuensi yang
berbeda-beda, mementingkan
eksperimen (percobaan), perubahan
dalam daya cipta, menghormati
kebebasan, bakat-bakat, kebolehan-kebolehan, kebut uhan-kebutuhan, minat, keinginan-keinginan dan perbedaan perseorangan di antara individu-individu, manusia punya sifat dinamis dan kreatif. Tujuan pendidikan adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja secara sistematis, mencintai kerja dan bekerja dengan otak dan hati. Pelaksanaan
pendidikan diarahkan pada
pengembangan minat dan bakat setiap peserta didik. Model kurikulum berupa kurikulum yang mendorong munculnya pengalaman-pengalaman peserta didik
dan kegiaatan pembelajaran yang
diminati oleh semua.37
2. Pembaharuan dalam Aspek Kurikulum
35 H. B. Hamdani Ali, Filsafat Pendidikan,
(Yogyakarta: Kota Kembang, 1986), 147
36 Pragmatisme sebagai aliran filsafat merupakan
salah satu cabang filsafat yang dicetuskan oleh Jhon Dewey. Sumbangan dari Jhon Dewey ini dipandang sebagai kekuatan intelektual yang
dapat menggerakkan perkembangan
progressivisme. Lihat, Jalaludin dan Abdulllah Idi,
Filsafat Pendidikan,...72
37 Zurinal Z dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan;
Pengantar dan Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan (Di terbitkan atas kerja sama Lembaga
Penelitian UIN Jakart a dengan UIN Jakarta Press, 2006), 24.
Para ahli pendidikan banyak memberikan batasan arti kurikulum, baik dalam pengertian sempit maupun dalam pengertian luas. Dalam pengertian sempit, kurikulum diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran atau sejumlah pengetahuan yang harus dikuasai untuk mencapai suatu ijazah. Kurikulum dapat juga berarti keseluruhan pelajaran yang
diberikan oleh suatu lembaga
pendidikan.38 Sementara dalam kaca mata yang lebih luas, kurikulum menyangkut semua kegiatan yang dilakukan maupun
dialami peserta didik dalam
perkembangan baik formal maupun informal guna mencapai tujuan dari pendidikan.39
Nasution, mengutip pendapat dari William B. Ragan, mengatakan bahwa kurikulum merupakan keseluruhan dari program dan kehidupan di sekolah, yakni segala pemgalaman peserta didik di
bawah tanggung jawab sekolah.
Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran tetapi juga meliputi seluruh kehidupan di kelas.40 Senada dengan apa yang diungkap oleh Nasution, bunyi UU juga menguraikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.41
38 Pengertian ini nampaknya mengacu pada
sejumlah mata pelajaran yang diberikan di dalam kelas. Dengan demikian, kurikulum dalam pengertian ini hanya terbatas kepada apa yang diberikan oleh pendidik di dalam kelas. Jika kurikulum hanya dipahami secara sempit, maka dinamika proses belajar mengajar serta kreativitas pendidik dan peserta didik terhenti atau mandeg. Lebih lanjut lihat, Omar Muhammad al Toumy al Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam. Penerjemah Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 478
39 Suryanto dan Djihad Hisyam, Refleksi dan
Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Millenium III, (Jakarta: Adicita, 2000), 59
40 S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, cet. V (Jakarta:
Bumi Aksara, 2003), 5
41Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003
118 Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 1~123
Dari dua definisi diatas, dapat dipahami bahwa kurikulum secara signifikan berperan sebagai pedoman dan landasan operasional bagi implementasi proses belajar mengajar di sekolah, lembaga pendidikan dan pelatihan. Hal tersebut diharapkan dapat menimbulkan perubahan dalam tingkah laku, sekaligus alat dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan.
Jika ditinjau dari segi
organisasinya, kurikulum terbagi dalam tiga tipe, yaitu; separated subject curriculum, corelative curriculum, dan integrated curriculum.42 Pertama,
separated subject curriculum adalah kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah. Kurikulum tipe ini mudah disusun, direorganisasi, diubah, ditambah, dan dikurangi. Perbaikan dan perubahan kurikulum
dicapai dengan menambah atau
mengurangi jumlah, isi atau jenis mata pelajaran sesuai dengan permintaan zaman. Sehingga, mata pelajaran yang dirasa tidak sesuai lagi, dapat ditiadakan.
Kedua, tipe correlative curriculum yaitu kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang sejenis dan dihubung-hubungkan. Menghubungkan mata pelajaran satu dengan yang lain dengan memelihara indentitas mata pelajaran, atau menyatupadukan mata
pelajaran dengan menghilangkan
identitas mata pelajaran dalam bidang studi tertentu. Paduan atau fusi antara beberapa mata pelajaran itu disebut Broad Field.
Ketiga, tipe integrated curriculum merupakan kurikulum yang terdiri dari peleburan semua atau hampir semua
mata pelajaran. Kurikulum ini
meniadakan batas-bata antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan
http://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/7308/UU0202 003.htm (diakses pada 29 Mei 2017)
42 Subandijah, Pengembangan dan Inovasi
Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1993), 13
pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan.
Membahas tentang pembaharuan kurikulum, maka erat kaitannya dengan kebutuhan manusia. di mana kebutuhan manusia terus bertambah, berubah, dan dinamis sesuai dengan tuntutan masa. Jika menginginkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masa, maka seyogyanya diadakan pembaharuan terus menerus.
Pembaharuan kurikulum
dilakukan karena kurikulum adalah suatu yang bersifat dinamis dan mengikuti perubahan nilai-nilai sosial budaya masyarakat sesuai arus perkembangan IPTEK. Artinya, kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan selalu menyesuaikan dengan perkembangan
masyarakat yang selalu berubah.
Kurikulum dibuat mesti bermanfaat bagi siswa dan membantu menyelesaikan
masalah mereka dan masalah
masyarakat.43
Subandijah membedakan istilah
pembaharuan kurikulum dengan
perubahan kurikulum. Kalau
pembaharuan kurikulum, menurutnya adalah perubahan atau inovasi kurikulum dalam mata pelajaran atau bidang studi. Atau disebut juga dengan perubahan
kurikulum dalam skala terbatas
(mikro/khusus). Sementara perubahan kurikulum adalah perubahan kurikulum dalam segala aspek dalam komponen kurikulum. Atau bisa disebut juga dengan perubahan kurikulum secara sistem (makro/umum).
Sejalan dengan alur ini, maka pembaharuan kurikulum dapat ditandai dengan adanya unsur mata pelajaran baru yang diperkenalkan. Atau dapat pula berupa perubahan jam dan mata
pelajaran, baik dalam bentuk
penambahan ataupun pengurangan
sesuai dengan kebutuhan zaman.
3. Pembaharuan dalam Aspek Pendidik
43 Omar Muhammad al Toumy al Syaibany, Filsafat
Abdul Ghoni, Pembaharuan dalam Sistem Pendidikan Islam 119
Salah satu komponen pendidikan yang harus diperhatikan adalah pendidik, karena seorang pendidik tidak hanya berfungsi sebagai pengajar di kelas,
melainkan juga harus mampu
menciptakan suasana pergaulan yang edukatif di luar kelas. Pendidik juga bisa mendorong siswa untuk melakukan berbagai kegiatan guna memecahkan masalah (how to think).44
Dengan tugas dan tanggung jawab tersebut, maka seorang pendidik dituntut memenuhi beberapa syarat. syarat-syarat sebagai pendidik atau pengajar adalah; pertama, memiliki kepribadian Mukmin, muslim, dan muhsin. Kedua, taat untuk menjalankan agama, yaitu menjalankan syariat Islam dan dapat memberikan contoh teladan baik bagi peserta didik. Ketiga, memiliki jiwa pendidik dan kasih sayang kepada peserta didik serta berjiwa ikhlas. Keempat, mengetahui dasar-dasar pengetahuan tentang keguruan, terutama didaktik metodik. Kelima, mengusai ilmu pengetahuan agama. Keenam, sehat rohani dan jasmani.45
Sementara Undang-Undang
mengatur persyaratan untuk menjadi seorang pendidik adalah, pertama, pendidik memiliki kualifikasi minimum
dan sertifikasi dengan jenjang
kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan pendidikan nasional. Kedua, pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, dasar dan menenganh serta pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.46
Lebih jelas, di dalam UU Guru dan Dosen juga dijelaskan bahwa harus ada beberapa prinsip yang melekat pada diri seorang pendidik, diantaranya; pertama, memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan
44 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Guru
Pahlawan Nasional Tanpa Tanda Jasa, (Jakarta:
Aries Lima, 1984), 14
45 Zuhairini dkk, Metodik Khusus Pendidikan
Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), 36
46 Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 42
idealisme. Kedua, memiliki komitmen untuk menngkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia. Ketiga, memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas. Keempat, memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas. Kelima, memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesianalan. Keenam, memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. Ketujuh, memiliki
kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjuan
dengan belajar sepanjang hayat.
Kedelapan, memiliki jaminan
perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Kesembilan, memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan dengan tugas
keprofesionalan guru.47
Berdasarkan pijakan diatas, dapat dipahami bahwa karakteristik seorang guru yang bermutu harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikasi. Ketiga elemen ini menjadi pegangan seorang pendidik berkaitan dengan mutu dan kompetensi dalam dunia pendidikan.
Berbicara masalah mutu serta
kompetensi, terdapat tiga model
kompetensi dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang dikenal dengan Stanford Teacher of Appraisal Competence (STAC), diantaranya:
a. Model Rob Norris dimana kompetensi guru itu meliputi; kualitas personal dan profesional, persiapan mengajar,
perumusan tujuan pengajaran,
penampilan guru dalam mengajar, penampilan siswa dalam belajar, dan evaluasi.
b. Model Oregon yaitu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru mencakup
perencanaan dan persiaapan
mengajar, kemampuan guru dalam
47 Lihat: Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2005
120 Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 1~123
mengajar dan kemampuan siswa
dalam belajar, kemampuan
mengumpulkan dan menggunakan informasi hasil belajar, kemampuan hubungan interpersonal yang meliputi hubungan dengan siswa, supervisor, dan guru sejawat serta kemampuan hubungan dengan tanggung jawab profesional.
c. Model Stanford meliputi komponen tujuan, komponen guru mengajar dan komponen evaluasi.48
Pembaharuan pendidik
berorientasi pada peningkatan mutu pendidik yang dapat ditandai dengan adanya usaa dalam pencapaian kompetensi yang melekat pada diri seorang pendidik. Jadi, yang dimaksud dengan pembaharuan dalam aspek
pendidik adalah adanya suatu
perubahan dalam rangka pencapaian kompetensi guru-guru.
4. Pembaharuan dalam Aspek Peserta Didik
Di dalam terma pendidikan Islam, istilah lain untuk peserta didik antara lain adalah al shabiy (anak-anak), murid
(orang yang menginginkan atau
membutuhkan), al mu’taalim (pelajar), thalib al ilmi (penuntut ilmu pengetahuan), tilmiz (murid-murid), dan thifl (orang yang berhajat).49
Menurut abudin nata, seseorang yang tengah mencari ilmu memelurkan kesiapan fisik yang prima, akal yang sehat, pikiran yang jernih, dan jiwa yang tenang. Oleh karena itu, diperlukan upaya memelihara dan merawat sungguh-sungguh terhadap potensi dan alat indra, fisik, mental yang diperlukan untuk mencari ilmu.50 Peserta didik berfungsi sebagai objek yang sekaligus sebagai subjek pendidikan. Sebagai objek, peserta didik tersebut menerima perlakuan-perlakuan tertentu, akan tetapi dalam
48 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional &
implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 35
49 Jalaludin dan Abdulllah Idi, Filsafat
Pendidikan,...131
50 Ibid, 134
pandangan pendidikan modern, peserta didik lebih dekat dikatakan sebagai subjek pendidikan.
Usaha pembaharuan pendidikan ditujukan untuk kepentingan siswa atau peserta didik, yang sering disebut
“student centered approach”.51
Pembaharuan tersebut berorientasi untuk menghasilkan sosok peserta didik yang ideal, seperti; berkualitas, profesional, mumpuni di bidangnya,
berkemauan keras atau pantang
menyerah, memiliki motivasi tinggi, sabar, tabah, tidak mudah putus asa dan lain sebagainya.
Upaya ini dapat dilakukan dengan cara membenahi proses atau sistem
pendidikan. Artinya pembaharuan
terhadap peserta didik berawal dari pembaharuan terhadap in put (calon siswa yang akan masuk) lewat seleksi yang ketat. Lalu, dilakukan penggodokan
dan pemantapan keilmuan dalam
kegiatan belajar mengajar di sekolah untuk menghasilkan out put yang diharapkan.
Kesimpulan
Pembaharuan pada intinya adalah sesuatu yang dilakukan secara efektif, efisien, dan produktif menuju kepada kemajuan. Pembaharuan yang dimaksud
adalah pembaharuan dalam segi
kurikulum pendidikan. Yaitu suatu perubahan yang baru dan sengaja diusahakan untuk mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan.
Pembaharuan kurikulum
dilakukan karena kurikulum adalah suatu yang bersifat dinamis dan mengikuti perubahan nilai-nilai sosial budaya masyarakat sesuai arus perkembangan IPTEK. Artinya, kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan selalu menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang selalu berubah.
Oleh karena itu, keempat aspek tersebut merupakan titik terpenting
51 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan,
Abdul Ghoni, Pembaharuan dalam Sistem Pendidikan Islam 121
dalam mewujudkan pembaharuan dalam segi pendidikan, terutama pendidikan Islam. Selain itu, dengan adanya perubahan di dalam sistem, maka hal
yang paling diharapkan adalah
pendidikan Islam dalam segi kurikulum memiliki acuan sebagai pondasi dasar.
Dengan demikian, menjadi hal yang sangar urgent sekali pembaharuan di dalam sistem pendidikan Islam dewasa ini.
Bibliography
Ali, A. Mukti, 1971 Beberapa Masalah Pendidikan di Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Nida) Azra, Azyumardi, 1997 “Pesantren: Kontinuitas dan Perubaha,” dalam Nurcholis Madjid,
Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina)
______________, 1999 Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logo Wacana Ilmu)
Anshari, Endang Saifuddin, 1976 Pokok-pokok Pikiran tentang Islam, (Jakarta: Usaha Enterprise)
Ali, Hery Noer, 1999 Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos)
Ali, H. B. Hamdani, 1986 Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Kota Kembang)
Al Ibrasyi, Muhammad Atiyah, 1991 Dasar-dasar Pendidikan Islam. Penerjemah Tasirun Sulaiman, cet. II (Ponorogo: PSIA)
Arifin, M. , 1995 Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta)
_________, 1996Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teori dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, cet. IV (Jakarta: Bumi Aksara)
al Syaibany, Omar Muhammad al Toumy, 1979 Filsafat Pendidikan Islam. Penerjemah Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang)
al Qhardawi, Yusuf, 1980 Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al Banna. Penerjemah Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad, (Jakarta: Bulan Bintang)
Basri, Agus, 1984 Pendidikan Islam Sebagai Penggerak Pembaharuan Islam, (Bandung: al Ma’arif)
Bernadib, Sutari Imam, 1995 Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, cet. XV (Yogyakarta: FIP/IKIP)
Drajat, Zakiyah, 1996 Ilmu Pendidikan Islam, cet. III (Jakarta: Bumi Aksara)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984 Guru Pahlawan Nasional Tanpa Tanda Jasa, (Jakarta: Aries Lima)
122 Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 1~123
Daya, Burhanuddin, 1990 Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam Kasus Sumatera Thawalib, (Yogyakarta: Tiara Wacana)
Hasbullah, , 2005 Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada) Idris dan Lisna Jamal, Zahara, 1992 Pengantar Ilmu Pendidikan, Jilid I (Jakarta: Grasindo) Jalaludin dan Idi, Abdulllah, 1997 Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama) Langgulung, Hasan, 1995 Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Husna Zikra)
Maksum, 1999 Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, cet. II (Jakarta: Logos Wacana) Masthuhu, 1994 Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS)
Muhaimin dkk, 2001 Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya)
Nasution, Harun, 1992 Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, cet. IX (Jakarta: Bulan Bintang)
Nata, Abuddin, 2005 Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Muda Pratama)
Noer, Deliar, 1996 Gerakan Modern Islam Indonesia 1900-1942, cet. VIII, (Jakarta: LP3ES) Nasution & Azyumardi Azra, Harun, 1985 Perkembangan Modern dalam Islam, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia)
Nasution, S. , 2003 Asas-asas Kurikulum, cet. V (Jakarta: Bumi Aksara)
Nurdin, Syafruddin, 2002 Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press)
Rahman, Fazlur, 1995 Islam and Modernity Transformation of Intellectual. Penerjemah Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka)
Ramayulis, 1994 Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia)
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
http://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/7308/UU0202003.htm (diakses pada 29 Mei
2017)
Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 7 ayat 1
Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 42
Sudjana, S. F. , 1974 Pendidikan Non Formal, (Bandung: Yayasan PTDI Jawa Barat)
Sudjana, Nana, 1992 Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, cet. II (Bandung: Sinar Baru)
Abdul Ghoni, Pembaharuan dalam Sistem Pendidikan Islam 123
Suryanto dan Hisyam, Djihad, 2000 Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Millenium III, (Jakarta: Adicita)
Subandijah, 1993Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada)
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka)
Warid, Ahmad, 1998 Pembaharuan Pendidikan Islam; Studi Analisis Konsep dan Sejarah, (Yogyakarta: Puslit IAIN Sunan Kalijaga)
Wijaya, Cece dkk., 1992 Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran, cet. IV (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya)
Yunus, Mahmud, 1990 Kamus Arab-Indonesia, cet. III (Jakarta: Hidakarya Agung) ______________, 1990 Pendidikan dan Pengajaran, cet. III (Jakarta: Hidakarya Agung) Zuhairini dkk, 1983Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional)