SKRIPSI
Oleh
Risti Nur Aisah Widya Prihantini
NIM. C02213066
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah
Surabaya
v ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan (fiel research) tentang “Analisis Hukum Islam terhadap Pembayaran Uang Muka dalam Produk Cicil
Emas di Bank Syariah Mandiri Gresik”. Skripsi ini bertujuan untuk menjawab
rumusan masalah mengenai bagaimana mekanisme pembayaran uang muka dalam prosuk cicil emas di Bank Syariah Mandiri Gresik dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap pembayaran uang muka dalam produk cicil emas di Bank Syariah Mandiri Gresik
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan analisis data menggunakan deskriptif yaitu mengungkapkan realita tentang pelaksanaan pembayaran uang muka dalam produk cicil emas berdasarkan observasi lapangan. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan pola pikir induktif yaitu praktik pembayaran uang muka dalam produk cicil emas di Bank Syariah Mandiri Gresik menurut hukum Islam.
Penelitian menghasilkan bahwa pembayaran uang muka dalam produk cicil emas di Bank Syariah Mandiri Gresik dilakukan diawal akad secara tunai yakni sebesar 20% dari total harga emas yang dibeli oleh nasabah. Jika terjadi pembatalan akad oleh nasabah atau nasabah tidak sanggup melunasi pembayaran maka uang muka yang telah dibayarkan oleh nasabah diawal akad dinyatakan hangus. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa, menurut hukum Islam pembayaran uang muka dalam produk cicil emas di Bank Syariah Mandiri
Gresik dapat dianalogikan sebagai praktik jual beli al-‘urbu@n dimana menurut
jumhur ulama’ jual beli ini merupakan jual beli yang dilarang dan tidak sah. Walaupun praktik pembayaran uang muka ini hukumnya sah, namun syariat melarangnya dan mendapatkan dosa bagi para pelakunya, apabila salah satu pihak ada yang dirugikan.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TRANSLITERASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 10
C. Rumusan Masalah ... 11
D. Kajian Pustaka ... 11
E. Tujuan Penelitian ... 15
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 15
G. Definisi Operasional ... 16
H. Metode Penelitian ... 17
I. Sistematika Pembahasan ... 23
BAB II TEORI JUAL BELI MURA@BAHAH DENGAN UANG MUKA A. Jual Beli (al-bai’) ... 25
B. Mura@bahah ... 33
ix
BAB III MEKANISME PEMBAYARAN UANG MUKA DALAM PRODUK CICIL EMAS DI BANK SYARIAH MANDIRI GRESIK
A. Gambaran Umum Bank Syariah Mandiri ... 46 B. Mekanisme Produk Pembiayaan Cicil Emas ... 57
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN UANG MUKA DALAM PRODUK BSM CICIL EMAS DI BANK SYARIAH MANDIRI GRESIK
A. Analisis Pembayaran Uang Muka dalam Produk Cicil
Emas di Bank Syariah Mandiri Gresik ... .. 70 B. Analisis Hukum Islam terhadap Pembayaran Uang Muka
dalam Produk Cicil Emas di Bank Syariah Mandiri Gresik . .. 74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 80 B. Saran ... 81
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara fitrah manusia tidak bisa hidup lepas tanpa bantuan orang lain
dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dalam kehidupan, manusia
mempunyai beragam kebutuhan yang harus dipenuhi, baik itu kebutuhan
primer, sekunder, maupun tersier. Interaksi antar individu manusia
merupakan sebuah hal yang sangat penting dan merupakan salah satu yang
mendapatkan perhatian besar dalam Islam, khususnya yang berkaitan dengan
pertukaran harta (mua@’malah). Dengan bermua’malah maka manusia dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut. Pada dasarnya segala bentuk
mua@’malah adalah muba@h (boleh) kecuali apabila ada dalil yang
mengharamkannya. Sebagaimana dalam firman Allah SWT Q.S Al-Ma’idah
ayat 2 :
آو , اآوْق كْلاآو ِنِبْلا ىآلآن اْوُ تآواآعآ رآو
ِ اآوْدُعْلاآو ِِْْْْا ىآلآن اْوُ تآواآعآ ر آَ
Artinya : “...Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusushan” 1
1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, (Bandung : Syaamil Al-Qur’an,
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut, ada kalanya manusia
tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh
karena itu, dalam perkembangan perekonomian yang semakin meningkat
muncullah berbagai jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga
keuangan, baik itu bank maupun non bank. Lembaga keuangan bank
merupakan salah satu aspek yang diatur dalam syariat Islam, yakni bagian
mua’malah, sebagai bagian yang mengatur hubungan sesama manusia.
Bank sebagai lembaga keuangan berfungsi menghimpun dana dari
masyarakat, selain itu bank juga berfungsi sebagai lembaga pembiayaan.
Sejarah perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia diawali dari
aspirasi masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah muslim untuk memiliki
sebuah alternatif sistem perbankan yang Islami. Perkembangan dunia
perbankan terus mengalami kemajuan yang signifikan. Kegiatan bank
syariah pada dasarnya merupakan perluasan jasa perbankan bagi masyarakat
yang membutuhkan dan menghendaki pembayaran imbalan yang tidak
didasarkan pada sistem bunga melainkan atas prinsip bagi hasil yang sesuai
prinsip syariah.2
Pengembangan perbankan yang didasarkan kepada konsep dan prinsip
ekonomi Islam merupakan suatu inovasi dalam sistem perbankan
internasional. Meskipun telah lama menjadi wacana pada kalangan publik
dan para ilmuan muslim maupun nonmuslim, namun pendirian industri bank
Islam secara komersial dan formal belum lama terwujud.3
Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Di Indonesia
diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia tahun 1992, yang
dalam kurun waktu 7 tahun mampu memiliki lebih 45 outlet yang tersebar di
Jakarta, Bandung, Semarang, Makasar, Balikpapan. Dengan mengacu pada
hukum Islam serta pemahaman tentang keharaman riba menjadikan lembaga
keuangan syariah sebagai solusi dalam melakukan pengelolaan keuangan
umat.4
Dalam perkembangannya banyak sekali macam pembiayaan yang
ditawarkan oleh bank, bank syariah menggunakan bermacam-macam akad
dalam jenis produknya, seperti mudharabah, murabahah, musyarakah, ijarah,
wadiah, rahn, dan berbagai akad syariah yang lain. Dan kini pembiayaan
yang paling banyak diminati oleh nasabah bank syariah adalah pembiayaan
mura@bahah. Adapun definisi dari mura@bahah itu sendiri, secara linguistik
mura@bahah berasal dari kata ribh yang bermakna kelebihan atau keuntungan.
Secara istilah, mura@bahah adalah jual beli dengan harga pokok beserta
adanya tambahan keuntungan. Dalam buku karangan wiroso dijelaskan
3 Veitzhal Rivai, Islamic Banking: Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi dalam Menghadapi Berbagai Persoalan Perbankan dan Ekonomi Global, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), 29.
bahwa mura@bahah yaitu penjualan barang seharga biaya atau harga pokok
(cost) barang tersebut ditambah mark up atau keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli.5 Mura@bahah merupakan bagian
terpenting dari jual beli dan prinsip akad ini mendominasi pendapatan bank
dari pada semua produk – produk yang ada di dalam bank syariah.
Penerapan mura@bahah dalam lembaga keuangan perbankan dilakukan
antara nasabah sebagai pembeli dan bank sebagai penjual, dengan harga dan
keuntungan yang disepakati di awal terjadinya transaksi.6 Mura@bahah seperti
ini bersifat amanah, dimana pembeli mempercayai perkataan penjual tentang
harga pertama tanpa bukti dan sumpah. Dengan kata lain penjual
memberikan informasi kepada pembeli tentang biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk mendapatkan komoditas (harga pokok pembelian) dan tambahan profit
yang diinginkan yang tercermin dalam harga jual. Oleh sebab itu, kejujuran
dari pihak penjual sangat penting dalam terlaksananya jual beli ini.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT Q.S.Al-Anfal ayat 27 :
ْاوُتوُآَ آَ اْوُ نآماآء آنْيِذلااآه يآأآَ
آو ْمُكِرآَاآمآأْاوُتوُآَآو آلوُسالْاآو آَا
آ وُمآلْعآ ر ْمُكْ تآأ
Artinya : “ Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu
mengkhianati amanat – amanat yang sedang dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui.”7
5Wiroso, Jual Beli Mura@bahah, (Yogyakarta : UII Press, 2005), 13.
6 Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah – Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, (Jakarta : Alvabet, 1999), 201
7 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, (Bandung : Syaamil Al-Qur’an,
Saat ini, objek pembiayaan mura@bahah pada bank syariah sangatlah
beragam jenisnya. Salah satunya adalah pembiayaan secara tangguh pada
kepemilikan logam mulia atau mura@bahah emas. Salah satu bank yang
menerapkan mura@bahah emas ini adalah Bank Syariah Mandiri, produk
pembiayaan emas pada Bank Syariah Mandiri atau yang dikenal dengan
nama Cicil Emas ini menerapkan akad mura@bahah dan pengikatan anggunan
dengan menggunakan akad rahn (gadai). Jenis mura@bahah yang digunakan
yaitu mura@bahah kontemporer, yaitu memesan barang dengan pembayaran
diangsur.
Oleh karena jenis mura@bahah yang digunakan adalah mura@bahah
kontemporer dengan pembayaran diangsur maka Bank Syariah Mandiri
Gresik menerapkan adanya Down Payment (DP). Down Payment (DP)
merupakan praktik yang lazim dilakukan dalam sebuah transaksi dan secara
umum dalam masyarakat sering disebut dengan istilah uang muka. Dalam
bahasa arab kata Down Payment (DP) atau uang muka bersinonim dengan
kata “urban” yang secara etimologi berarti sesuatu yang digunakan sebagai
pengikat jual beli. Dalam terminologinya, jika seorang membeli barang
dagangan dengan membayar sebagian harganya kepada penjual, dengan
catatan jika ia mengambil barang dagangan maka ia harus melunasi harga
barang, dan jika ia tidak mengambilnya, maka barang itu menjadi milik
penjual.8
Dalam perspektif fiqih para ulama berbeda pendapat dalam status
hukum praktik urban atau Down Payment (DP). Secara umum para ulama’
terbagi kedalam dua pendapat, yakni pendapat yang tidak membenarkan
praktik urban dan pendapat yang membenarkan praktik urban. Menurut
pendapat mayoritas ulama’ yakni pendapat Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi’iyah praktik urban ini tidak dibenarkan. Ada beberapa argumen yang dikemukakan oleh Jumhur Ulama’ yang melarang transaksi dengan urban
atau Down Payment (DP) yaitu pertama, adanya hadits yang melarangnya
yang berbunyi :
ىآلآن ُتآأآاآ ق آلاآق آةآمآلْسآم ُنْب ِه ُدْبآن اآنآ ثدآح
مسآتآأ ِنْب ِكِلاآم
ُهآَآلآ ب ُهتآأ
آن
ْن
آن ْم
ِا
آو ْب
ِن
ُش آع
ْي
مب
آن
ْن
آا ِب ْي
ِه
آن ْن
آج
ِند ِ
آا ت
ُه آق
آل
ُسآة ىآهآ ت
ْو
آن ُه ىآلآص ِه ُل
آملسآو ِهْيآل
ِعْيآ ب ْنآن
ْلا
ُ ِ آِْاُع
اوة
لاو دما
و و , دوادوبأو يناسن
َأطوما ي كلاما
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Abdullah Bin Maslamah ia berkata, aku membacakannya dihadapan Malik bin Anas bahwa
telah disampaikan seseorang dari ‘Amru bin Syu’aib dari
ayahnya dari kakeknya ia berkata bahwa : Rasulullah SAW.
melarang jual beli dengan sistem uang muka.”9
Kedua, bahwa transaksi tersebut termasuk dalam kategori memakan harta
orang lain secara batil, karena diisyaratkan bagi si penjual tanpa ada
kompensasinya. Sedangkan memakan harta orang lain, hukumnya haram
sebagaimana dalam Firman Allah SWT yang berbunyi :
ْ تآاِّا ِلِطاآبْلِِ ْمُكآنْ يآ ب ْمُكآلاآوْمآا آْوُلُكْآَ آَ اْوُ نآمآا آنْيِذلااآه يآاآَ
آ ْوُكآك
ْمُكْنِنم م اآاآ ر ْنآن ع آةاآَِ
آ ر آَآو
آْوُلُ كْق
ْمُكآسُفْ تآا
اعمْيِحآة ْمُكِب آ اآك آه ِا
٩٢
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah maha penyayang kepadamu.”10 (QS.
Al-Nisaa’ : 29)
Ketiga, bahwa dalam transaksi urban, terdapat dua syarat yang batil, yaitu
syarat memberikan uang muka atau panjar dan syarat mengembalikan barang
transaksi dengan perkiraan salah satu pihak tidak ridha. Praktik ini dianggap
sama dengan hak pilih terhadap hal yang tidak diketahui (khiya@r al-majhu@l).
Berbeda dengan Jumhur Ulama’ pendapat madzab Hanabillah justru
membolehkan jual beli dengan sistem uang muka dengan alasan : Pertama,
bahwa hadits yang dijadikan sebagai dasar bagi para ulama’ yang tidak membolehkan jual beli urban adalah hadits yang lemah, sehingga tidak dapat
dijadikan sandaran dalam melarang jual beli urban tersebut. Kedua, bahwa
Down Payment (DP) atau uang muka adalah kompensasi dari penjual yang
menunggu dan menyimpan barang transaksi selama beberapa waktu. Ketiga,
bahwa tidak sah analogi atau qiyas praktik jual beli urban dengan khiya@r
al-majhu@l, karena syarat dibolehkan adanya uang muka adalah dibatasinya
waktu pembayaran, maka analogi atau qiyas tersebut menjadi batal.11
10Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, (Bandung : Syaamil Al-Qur’an,
2005),83
Salah satu bank syariah yang mempunyai produk jual beli emas atau
mura@bahah emas adalah Bank Syariah Mandiri yang secara resmi beroperasi
sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999. PT
Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu
memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi
kegiatan operasionalnya.12 Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai
rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri
dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. Bank Syariah Mandiri sebagai bank
yang beroperasi atas dasar prinsip syariah Islam hadir untuk bersama
membangun indonesia yang lebih baik.
Penerapan jual beli emas atau mura@bahah emas pada Bank Syariah
Mandiri Kantor Cabang Pembantu Gresik yang biasa disebut dengan cicil
emas adalah salah satu produk yang dikeluarkan oleh Bank Syariah Mandiri
sejak 25 Maret 2013 yang merupakan produk kepemilikan emas kepada
masyarakat yang ingin memiliki emas batangan namun tidak punya cukup
dana untuk membeli emas batangan secara tunai. Produk Cicil Emas ini
memberikan kesempatan masyarakat untuk memiliki emas batangan dengan
berat minimal 10 gram hingga maksimal 250 gram dengan cara mengangsur
dengan jangka waktu 2 sampai dengan 5 tahun.
Oleh karena pembayaran produk cicil emas ini dilakukan dengan cara
diangsur maka Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Gresik
menerapkan adanya Down Payment (DP) atau uang muka yang harus dibayar
secara tunai oleh nasabah sebesar 20% dari total harga emas. Misalnya total
harga emas dengan berat 10 gram adalah Rp.5.610.000 maka uang muka
yang harus dibayar oleh nasabah sebesar 20% adalah Rp.1.122.000.13 Produk
cicil emas ini telah menjawab kebutuhan masyarakat akan produk investasi.
Emas merupakan barang dengan demand yang tinggi baik untuk proteksi
aset maupun kepentingan berjaga, karena harga emas di dunia dalam jangka
panjang cenderung naik.
Produk cicil emas pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Pembantu Gresik yang ada pada saat ini ditemukan adanya permasalahan
yakni adanya down payment (DP) atau uang muka yang harus dibayar oleh
nasabah di awal transaksi yakni minimal 20% dari harga emas secara tunai,
sedangkan dalam perspektif fiqih para ulama berbeda pendapat dalam status
hukum praktik urban atau Down Payment (DP). Mengingat produk cicil
emas ini terdapat permasalahan, maka untuk mengetahui semua itu
diperlukan penelitian lebih lanjut pada Bank Syariah Mandiri tersebut,
supaya mendapat kejelasan hukum mengenai praktik terhadap pembiayaan
mura@bahah emas atau cicil emas yang ada pada saat ini.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang diatas, masalah – masalah yang muncul antara lain,
yaitu :
1. Hukum mura@bahah emas dengan sistem pembayaran tangguh atau dicicil
menurut hukum Islam
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi nasabah untuk melakukan mura@bahah
emas (cicil emas)
3. Status down payment (DP) atau uang muka dalam produk cicil emas di
Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Gresik
4. Mekanisme pembayaran down payment (DP) atau uang muka dalam
produk cicil emas di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu
Gresik
5. Analisis hukum Islam terhadap pembayaran uang muka dalam produk
cicil emas di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Gresik
Dari beberapa identifikasi masalah tersebut diatas, perlu diperjelas
batasan atau ruang lingkup persoalan yang perlu dikaji dalam penelitian ini
agar skripsi ini dapat terarah pembahasannya, maka penulis membatasi
permasalahan yang akan dibahas yaitu :
1. Mekanisme pembayaran uang muka dalam produk cicil emas di Bank
Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Gresik
2. Analisis hukum Islam terhadap pembayaran uang muka dalam produk
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana mekanisme pembayaran uang muka dalam produk cicil emas
di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Gresik ?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pembayaran uang muka dalam
produk cicil emas di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu
Gresik ?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka pada penelitian ini pada dasarnya adalah untuk
mengetahui penelitian mana yang sudah pernah dilakukan dan penelitian
mana yang belum pernah dilakukan dan dimana posisi penelitian yang akan
dilakukan diantara penelitian-penelitian yang sudah ada itu. Sehingga tidak
akan ada pengulangan materi penelitian yang akan dilakukan secara mutlak.
Pembahasan mengenai Down Payment dan mura@bahah emas telah
dilakukan penelitian oleh peneliti sebelumnya, diantara penelitian yang
sudah ada yaitu :
1. Penelitian saudari Insanul Kamil yang ditulis pada tahun 2013 Tentang
“Tinjauan hukum Islam terhadap jual beli cabe dengan sistem uang muka di Desa Sumberejo Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo”.14
Penelitian ini berupaya menjelaskan tentang praktik jual beli cabe
dengan sistem uang muka, untuk mengetahui bagaimana harga akhir jual
beli cabe dengan sistem uang muka dan apakah sudah sesuai dengan
hukum Islam. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam praktik jual
beli dengan sistem uang muka mengakibatkan perubahahan harga pada
praktik jual beli cabe karena harga cabe turun di pasaran. Menurut kajian
hukum Islam, tidak dibenarkan praktik seperti ini, tengkulak
semena-mena menurunkan harga cabe tanpa pemberitahuan terlebih dahulu
kepada petani cabe. Akan tetapi perubahan harga cabe tidak ada unsur
kesengajaan dilihat dari penyebab perubahan harga cabe, oleh karena itu
perubahan harga cabe yang terjadi dibolehkan karena dlorurot. Saran
yang diberikan oleh peneliti ini yaitu seharusnya setiap tengkulak
memberikan kebijakan kepada petani cabe untuk membayar harga cabe
secara keseluruhan setelah terjadi kesepakatan jual beli, untuk
menghindari perubahan harga cabe pada saat pelunasan.
2. Penelitian saudara Asita yang ditulis pada tahun 2009, tentang Tinjauan
Hukum Islam terhadap Dua Akad (mura@bahah dan rahn) dalam
Pembiayaan MULIA (mura@bahah emas logam mulia untuk investasi
abadi) di Pegadaian Syariah Blauran Surabaya.15 Skripsi ini menjelaskan
tentang pembiayaan MULIA yang menggunakan dua akad yaitu
mura@bahah dan rahn. Dan melalui akad mura@bahah ini pihak pegadaian
menetapkan keuntungan sesuai dengan konsep mura@bahah berdasarkan
kesepakatan bersama antara kedua belah pihak. Melalui akad rahn, objek
jual beli dijadikan jaminan. Adapun keterlambatan dalam pembayaran
angsuran akan dikenakan denda, dimana denda mengalami kelipatan per
tujuh hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penetapan dua akad
mura@bahah dan Rahn pada pembiayaan MULIA bukan merupakan jual
beli dengan dua harga yang berlaku dalam satu transaksi yang
menyebabkan ketidakpastian, namun merupakan jual beli dengan akad
yang jelas. Hal ini dibolehkan atas dasar dalil kuat (Rajih) yaitu hadits
yang diriwayatkan oleh simak. Serta selama masih dalam ketentuan
wajar dan yang penting selama kedua belah pihak telah menyepakati
perjanjian yang mereka buat pada awal transaksi (saling rela) maka
hukum jual beli menjadi sah.
3. Penelitian saudari Elsa Elviana pada tahun 2015 tentang “Analisis terhadap Akad pada Produk Cicil Emas di Bank Syariah Mandiri Kantor
Cabang Semarang”.16 Penelitian ini berupaya menjelaskan tentang
bagaimana mekanisme produk cicil emas dan bagaiamana penerapan
akad pada produk cicil emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Semarang.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa mekanisme pembiayaan produk
cicil emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Semarang terdiri dari
beberapa tahapan dimulai dari syarat pengajuan, penilaian agunan,
pemutusan pembiayaan, pelaksanaan akad dan pencairan pembiayaan.
Peneliti juga menyimpulkan bahwa akad yang digunakan pada produk
cicil emas ini adalah akad mura@bahah dimana bank sebagai pihak penjual
yang menalangi pembelian emas terlebih dahulu dan nasabah sebagai
pembeli membayar dengan cara mengangsur selama kurun waktu 2-5
tahun. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian saudari Elsa
Elviana ini fokus meneliti tentang penerapan akad pada produk cicil
emas di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Semarang. Sedangkan
penelitian yang penulis lakukan adalah mengenai status hukum
pembayaran uang muka dalam produk Cicil Emas di Bank Syariah
Mandiri Kantor Cabang Gresik.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dan pembahasan mengenai analisis hukum Islam
terhadap pembayaran uang muka dalam produk cicil emas di bank syariah
mandiri gresik adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme pembayaran uang muka
dalam produk cicil emas di bank syariah mandiri gresik.
2. Untuk mengetahui bagaimana analisis hukum Islam terhadap
pembayaran uang muka dalam produk cicil emas di bank syariah
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Penulis berharap hasil penelitian ini bermanfaat terhadap dua aspek
yakni :
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk pengembangan dan
kepentingan ilmiah dalam studi pembiayaan mura@bahah khususnya yang
berkaitan dengan pelaksanaan pembayaran uang muka dalam produk cicil
emas.
2. Secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi masyarakat khususnya bagi
para nasabah bank yang ingin melakukan pembiayaan mura@bahah emas (
cicil emas) dan dengan adanya aturan-aturan yang jelas yang sesuai
dengan hukum Islam dan tidak melanggar prinsip-prinsip dalam
bermuamalah terhadap praktik cicil emas tersebut.
G. Definisi Operasional
Untuk memperjelas tentang gambaran permasalah yang terkandung
dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan makna yang terdapat dalam
penelitian ini, sehingga secara operasional tidak ada kendala berupa
terjadinya perbedaan pemahaman yang menyangkut tentang hal-hal yang
Definisi operasional dari judul diatas adalah :
Hukum Islam : aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang
terkait dengan uang muka dalam pembiayaan
mura@bahah dalam konteks Al-Qur’an dan Al-Hadits
serta pendapat para imam mazhab.
Uang muka : sejumlah uang dari pihak pembeli (nasabah) yang
dibayarkan dimuka secara tunai kepada pihak
penjual (bank) yang dijadikan sebagai pengikat
dalam jual beli. Jika transaksi jual beli dilanjutkan
maka uang muka adalah bagian dari nilai harga yang
harus dibayar, dan jika tidak jadi atau batal muka
tersebut menjadi milik penjual (bank).
Cicil Emas : Cicil Emas adalah fasilitas yang disediakan oleh
Bank Syariah Mandiri untuk pembiayaan
kepemilikan emas berupa emas batangan dengan
jangka waktu 2 sampai dengan 5 tahun dengan cara
mengangsur yang merupakan usaha Bank Syariah
Mandiri untuk menfasilitasi orang-orang (nasabah)
yang ingin memiliki emas batangan tetapi hanya
H. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yakni
teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan peninjauan langsung ke
objek penelitian17 terhadap pelaksanaan pembayaran uang muka dalam
produk cicil emas di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu
Gresik.
Selanjutnya untuk dapat memberikan deskripsi yang baik, dibutuhkan
serangkaian kata yang sistematis. Langkah-langkah tersebut terdiri atas :
data yang dikumpulkan, sumber data, dan sistematika pembahasan.
1. Data yang dikumpulkan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas :
a. Data Primer :
1) Data tentang prosedur atau teknis pengajuan pembiayaan cicil
emas dan pembayaran uang muka dalam produk cicil emas di
Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Gresik.
2) Data tentang dokumentasi pelaksanaan pembayaran uang muka
dalam produk cicil emas di Bank Syariah Kantor Cabang
Pembantu Gresik.
3) Data tentang dasar hukum mura@bahah emas dalam produk cicil
emas di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Gresik.
b. Data Sekunder :
1) Data tentang pengaturan jual beli emas secara tidak tunai
2) Data tentang pendapat Fuqaha mengenai uang muka dalam
muraba@hah emas
2. Sumber Data
Sumber data yang akan dijadikan pegangan dalam penelitian ini agar
mendapat data yang konkret serta ada kaitannya dengan masalah diatas
meliputi : sumber primer dan sumber sekunder.
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah sumber data yang dibutuhkan untuk
memperoleh data-data yang berkaitan langsung dengan obyek
penelitian, sumber primer disini diambil dari beberapa informasi
kunci, sedangkan yang dimaksud dengan informasi kunci adalah
partisipan yang karena kedudukannya dalam komunitas memliki
pengetahuan khusus mengenai orang lain, proses maupun peristiwa
secara lebih luas dan terinci dibandingkan orang lain.18 Informan yang
dipilih dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Informan dari Pegawai atau Pimpinan Bank Syariah Mandiri
Kantor Cabang Pembantu Gresik.
2) Informan dari para nasabah yang melakukan cicil emas di Bank
Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Gresik.
3) Dokumen Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Gresik
tentang produk cicil emas.
b. Sumber Sekunder
Sumber Sekunder adalah sumber data yang dibutuhkan untuk
mendukung sumber primer. Karena penelitian ini tidak terlepas dari
kajian ushul fiqih dan undang-undang, maka penulis menempatkan
sumber data yang berkenaan dengan kajian-kajian tersebut sebagai
sumber data sekunder. Sumber data sekunder yang dimaksud terdiri
dari :
1) Al-Qur’an dan Al-Hadits.
2) Surat Edaran Bank Indonesia No.14/16/DPbs tentang produk
pembiayaan kepemilikan emas bagi bank syariah dan unit usaha
syariah.
3) Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor : 77/DSN-MUI/V/2010
tentang jual beli emas secara tidak tunai
4) Buku Fiqih muamalah oleh Nasrun Haroen diterbitkan di Jakarta
oleh Gaya Media Pratama pada tahun 2000
5) Dan sumber-sumber pendukung lainnya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
a. Observasi
Untuk mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari
jawaban dari fenomena-fenomena yang ada, maka teknik ini
digunakan untuk mengetahui secara langsung praktik pembayaran
uang muka dalam produk cicil emas di Bank Syariah Kantor Cabang
Pembantu Gresik. Penulis datang langsung ke Bank Syariah Mandiri
Gresik untuk melakukan observasi (bukti terlampir)
b. Wawancara
Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan teknik wawancara.
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi
dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikontruksikan makna
dalam suatu topik tertentu.19 Teknik ini digunakan untuk menggali
data atau informasi dari perwakilan pegawai dan nasabah Bank
Syarian Mandiri Kantor Cabang Pembantu Gresik. Melalui
wawancara tersebut, diharapkan dapat diperoleh data atau informasi
tambahan yang mendukung data utama yang diperoleh dari sumber
primer. Penulis membuat pedoman wawancara (terlampir) untuk
melakukan teknik wawancara ini pada saat melakukan penelitian.
c. Dokumentasi
Dalam teknik dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda
tertulis seperti buku, dokumen, peraturan-peraturan dan sebagainya.20
Dari hasil pengumpulan dokumentasi yang telah diperoleh, peneliti
dapat memperoleh data pelaksanaan pembayaran uang muka dalam
produk cicil emas di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu
Gresik.
4. Teknik Pengolahan Data
Semua data-data yang telah diperoleh dari hasil penggalian terhadap
sumber-sumber data selanjutkan akan diolah melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut :
a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data-data yang diperoleh
dengan memilih dan menyeleksi data yang ada dari berbagai segi,
yang meliputi kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya,
keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.21 Teknik
ini digunakan penulis untuk memeriksa kelengkapan data-data yang
telah didapatkan dan akan digunakan sebagai sumber-sumber studi
dokumentasi.
b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sumber dokumentasi
sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai
20 Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), 158
dengan rumusan masalah, serta mengelompokkan data yang telah
diperoleh. Dengan teknik ini, diharapka penulis dapat memperoleh
gambaran tentang pelaksanaan pembayaran uang muka dalam produk
cicil emas di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Gresik.
c. Analyzing, yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil
editing dan organizing data yang telah diperoleh dari sumber-sumber
penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya,
sehingga diperoleh kesimpulan.
5. Teknik Analisis Data
Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian
dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati dengan metode yang telah ditentukan.
Analisis deskriptif yang digunakan yaitu dengan cara menuturkan dan
menguraikan serta menjelaskan data yang terkumpul.22 Metode ini
digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pelaksanaan pembayaran
uang muka dalam produk cicil emas di Bank Syariah Mandiri Kantor
Cabang Pembantu Gresik.
Selanjutnya data tersebut akan dianalisa dengan menggunakan
metode deskriptif analisis verifikatif yakni mendeskripsikan data-data
yang telah diperoleh tentag praktik pembayaran uang muka dalam
mura@bahah emas yang bersifat umum dan kemudian dianalisis dengan
hukum Islam setelah itu ditarik kesimpulan. Dengan menggunakan pola
pikir deduktif, yaitu menganalisis data yang diambil dari ketentuan
hukum Islam tentang uang muka dalam akad mura@bahah yang bersifat
umum kemudian ditarik kesimpulan untuk mendapatkan data yang
bersifat khusus tentang uang muka dalam produk cicil emas di Bank
Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Gresik.
I. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan dalam penelitian ini menjadi sistematis dan
kronologis sesuai dengan alur berpikir ilmiah, maka dibutuhkan sistematika
pembahasan yang tepat. Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
Bab pertama, merupakan awal yang memaparkan secara global
tentang latar belakang masalah yang dikaji. Bab ini meliputi, latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, berisi tentang kerangka teoritis atau kerangka konseptual,
memuat penjelasan tentang teori-teori yang berhubungan dengan akad
mura@bahah dan Down Payment (DP). Dalam bab ini penulis membagi
sebagai berikut : Down Payment (DP) atau uang muka yang memuat tentang
pengertian Down Payment (DP) atau uang muka secara umum, dasar hukum
Down Payment (DP) atau uang muka, dan juga Down Payment (DP) dalam
akad Mura@bahah. Akad mura@bahah yaitu memuat tentang pengertian akad
mura@bahah, dasar hukum akad mura@bahah, rukun-rukun akad mura@bahah,
syarat-syarat akad mura@bahah, macam-macam akad mura@bahah, manfaat dari
akad mura@bahah dan berakhirnya akad mura@bahah. Dan juga membahas
tentang Fatwa DSN MUI tentang jual beli emas secara tidak tunai.
Bab ketiga membahas tentang data penelitian, yang memuat
deskripsi data yang berkenaan dengan mekanisme pembayaran uang muka
dalam cicil emas di Bank Syarian Mandiri Kantor Cabang Pembantu Gresik.
Bab keempat yakni analisis data yang memuat tentang analisis
terhadap pembayaran uang muka dalam cicil emas di Bank Syarian Mandiri
Kantor Cabang Pembantu Gresik.
Bab kelima adalah penutup yang memuat kesimpulan dan saran yang
25 BAB II
JUAL BELI MURA@BAHAH DENGAN UANG MUKA
A. Jual Beli (al-bai’)
1. Pengertian Jual Beli
Secara bahasa jual beli berasal dari kata al-bai’ (عيبلا) yang artinya
menjual, mengganti dan menukar (sesuatu dengan sesuatu yang lain).
Kata (عيبلا) dalam bahasa arab terkadang digunakan untuk pengertian
lawannya, yaitu kata ءاانشلا(beli). Dengan demikian kata (عيبلا) berarti kata “
jual” dan sekaligus berarti kata “beli”.1
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang
dikemukakan ulama’ fiqih, yakni sebagai berikut :
a. Ulama’ Hanafiyah mendefinisikannya dengan
مصْوُصْآَ مهْجآو ىآلآن ملاآمُةآلآداآبُم
“Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu"
b. Definisi lain dikemukakan ulama’ Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabillah. Menurut mereka jual beli adalah :
اعكلآآَآو اعكْيِلْآَ ِلاآمْلِِ ِلاآمْلا ُةآلآداآبُم
“saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik
dan pemilikan”
Dari definisi yang dikemukakan oleh para ulama’ fiqih diatas
dapat disimpulkan bahwa, jual beli adalah pertukaran harta (benda)
dengan harta berdasarkan cara khusus (melalui ijab dan qabul) yang
dibolehkan, antara dua pihak yang saling rela atas pemindahan
kepemilikan.
2. Rukun dan Syarat Jual Beli
Jual beli merupakan suatu akad dan dipandang sah oleh syara’
apabila telah memenuhi rukun dan syarat jual beli. Oleh karena
perjanjian jual beli merupakan perbuatan hukum yang mempunyai
konsekuensi terjadinya peralihan hak atas suatu barang dari pihak penjual
kepada pihak pembeli. Maka, dengan sendirinya dalam perbuatan hukum
ini harusnya memenuhi rukun dan syarat. Adapun rukun jual beli yaitu :
a. Rukun Jual Beli :
Menurut jumhur ulama’ rukun dalam jual beli terdiri dari :2
1) Orang yang berakad (penjual dan pembeli)
2) Sighat (lafal ijab dan qabul)
3) Ada barang yang dibeli
4) Ada nilai tukar pengganti barang
b. Syarat Sah dalam Jual Beli
Menurut jumhur ulama’, syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang telah disebutkan diatas agar dalam jual beli yang dilakukan
penjual dan pembeli sah maka haruslah memenuhi syarat sebagai
berikut :3
1) Syarat orang yang berakad :
(a) Berakal
Orang yang berakad bukanlah orang gila sebab mereka tidak
pandai dalam mengendalikan harta sekalipun harta tersebut
miliknya.4
(b) Baligh
Menurut jumhur ulama’ orang yang berakad harus aqil baligh,
apabila yang berakad masih mumayyiz maka akad jual beli
tersebut tidak sah, sekalipun mendapat izin dari walinya.5
(c) Dua orang yang berakad merupakan orang yang berbeda.
Maksudnya, seseorang tidak dapat bertindak sebagai pembeli
dan penjual dalam waktu yang bersamaan.6
2) Syarat yang yang terkait dengan sighat (ijab dan qabul) :
(a) Ijab dan qabul harus diucapkan secara jelas oleh kedua belah
pihak
3 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), 118
4 Hendi Suhendi, Fiqih Muamallah, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), 74 5 Ibid, 74
3) Syarat barang yang diperjual belikan :7
(a) Barang yang diperjual belikan bukanlah barang najis, seperti
khamer (minuman keras), bangkai, babi dan lain sebagainya.
(b) Barang itu ada dan dapat diserah terimakan.
Dengan ketentuan ini maka barang yang tidak dapat diserah
terimakan tidak sah untuk diperjual belikan, sebab sesuatu
yang tidak dapat diserahkan dianggap sama dengan sesuatu
yang tidak ada, seperti barang masih dalam masa anggunan,
barang yang menjadi sengketa, ikan dilaut.
(c) Barang dapat dimanfaatkan.
Pemanfaatan barang tidak bertentangan dengan norma-norma
agama yang ada.
4) Syarat nilai tukar atau harga barang : 8
(a) Harga harus disepakati kedua belah pihak dan harus
disepakati jumlahnya
(b) Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi
jual beli.
(c) Apabila jual beli dilakukan secara barter (al-muqayyadah)
maka nilai tukar barang yang dijual bukan berupa uang tetapi
berupa barang dan tidak boleh ditukar dengan barang haram.
7 Musthafa Kamal Pasha, Fiqih Islam, (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2009), 372
3. Macam-Macam Jual Beli
Abdul Azis Dahlan dalam bukunya “Ensiklopedi Hukum Islam”
membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya menjadi tiga macam bentuk
:9
a. Jual beli yang sahih
Yaitu apabila jual beli itu disyari’atkan memenuhi rukun dan syarat
yang ditentukan. Barang yang diperjual belikan bukan milik orang
lain dan tidak terkait dengan hak khiyar. Jual beli seperti ini
dikatakan sebagai jual beli sahih.
b. Jual beli yang batil
Yaitu apabila jual beli itu salah satu atau seluruh rukunnya tidak
terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak
disyari’atkan. Seperti jual beli yang dilakukan anak-anak, orang gila
atau barang yang dijual itu barang-barang yang diharamkan syara’
(seperti bangkai, darah, babi dan khamar). Jenis jual beli yang batil
adalah sebagai berikut:
1) Jual beli sesuatu yang tidak ada. Jual beli seperti ini tidak sah atau
batil. Misalnya : memperjualbelikan buah-buahan yang putiknya
belum muncul di pohonnya atau anak sapi yang belum ada.
2) Menjual barang yang tidak bisa diserahkan kepada pembeli.
Misalnya : menjual barang yang hilang atau burung piaraan yang
lepas dan terbang di udara.
3) Jual beli yang mengandung unsur penipuan, yang pada lahirnya
baik, tetapi ternyata di balik itu terdapat unsur-unsur tipuan.
Misalnya: menjual belikan buah yang ditumpuk, di atasnya bagus
dan manis tetapi ternyata di dalam tumpukan itu banyak terdapat
yang busuk.
4) Jual beli benda najis. Jual beli benda najis hukumnya tidak sah.
Seperti menjual babi, bangkai, darah dan khamar (semua benda
yang memabukkan). Karena semua itu dalam pandangan hukum
islam adalah najis dan tidak mengandung makna harta.
5) Jual beli Al-‘Urbun (uang muka), yaitu jual beli yang bentuknya
dilakukan melalui perjanjian, jika seseorang membeli sesuatu
dengan memberikan sebagian harga kepadanya dengan syarat,
apabila jual beli tersebut terjadi antara keduanya, maka sebagian
harga yang diberikan itu termasuk dalam harga seluruhnya. Sedang
jika jual beli itu tidak terjadi, maka sebagian harga dari uang
panjar menjadi milik penjual dan tidak bisa dituntut lagi. Para
ulama berbeda pendapat mengenai jual beli ’urbun ini, akan tetapi
jumhur ulama mengatakan, bahwa jual beli urbun itu terlarang dan
6) Memperjualbelikan air sungai, air danau, air laut dan air yang
tidak boleh dimiliki seseorang karena air yang tidak dimiliki
seseorang merupakan hak bersama umat manusia dan tidak boleh
diperjual belikan.
c. Jual Beli Rusak (Fasid)
Apabila kerusakan dalam jual beli itu terkait barang yang diperjual
belikan, itu menyangkut barang hukumnya batil (batal), sedangkan
apabila kerusakan pada jual beli itu menyangkut harga barang dan
bisa diperbaiki, maka jual beli itu dinamakan fasid. Jual beli rusak
(fasid) sebagai berikut:
1) Jual beli al-majhu@l, yaitu barangnya secara global tidak diketahui
dengan syarat ke-majhu@l-annya (ketidak jelasannya) itu bersifat
menyeluruh. Akan tetapi, apabila ke-majhu@l-annya sedikit, jual
belinya sah karena hal tersebut tidak akan membawa kepada
perselisihan.
2) Jual beli yang dikaitkan dengan suatu syarat, seperti ucapan
penjual kepada pembeli.
3) Menjual barang yang gaib yang tidak dapat dihadirkan saat jual
beli sehingga tidak dapat dilihat oleh pembeli.
4) Jual beli yang dilakukan oleh orang buta. Jumhur Ulama
mengatakan bahwa jual beli yang dilakukan orang buta sah
apabila orang buta tersebut memiliki hak khiya@r, sedangkan
jika barang yang dibeli tersebut tidak dilihatnya sebelum matanya
buta.
5) Barter dengan barang yang diharamkan, umpamanya menjadikan
barang-barang yang diharamkan sebagai harga, seperti babi,
khamr, darah dan bangkai.
6) Jual beli al-Ajl, jual beli dikatakan rusak (fasid) karena
menyerupai dan menjurus pada riba, tetapi apabila unsur yang
membuat jual beli ini menjadi rusak dihilangkan, maka hukumnya
sah.
7) Jual beli anggur dan buah-buahan lain untuk pembuatan khamr,
apabila penjual anggur itu mengetahui bahwa pembeli tersebut
adalah produsen khamr.
8) Jual beli yang bergantung pada syarat. Seperti ucapan pedagang,
jika kontan harganya Rp. 500,- dan jika berutang harganya Rp.
750,- jual beli ini fasid.
9) Jual beli sebagian barang yang sama sekali tidak dapat dipisahkan
dari satuannya. Misalnya menjual daging kambing yang
diambilkan dari kambing yang masih hidup.
10)Jual beli buah-buahan atau padi-padian yang belum sempurna
matangnya untuk di panen. Jumhur ulama berpendapat, bahwa
menjual buah buahan yang belum layak dipanen, hukumnya batil.
Bahkan dimasyarakat banyak kita jumpai suatu kekeliruan hal
B. Mura@bahah
1. Pengertian Mura@bahah
Kata mura@bahah berasal dari kata ribh~u ( حبر ) yang artinya
menguntungkan.10 Mura@bahah didefinisikan oleh para Fuqaha sebagai
penjualan barang seharga biaya / harga pokok (cost) barang tersebut
ditambah mark-up atau margin keuntungan yang disepakati.11 Secara
istilah, sebenarnya terdapat kesepakatan para ulama’ dalam pengertian mura@bahah, hanya saja terdapat beberapa variasi bahasa yang mereka
gunakan dalam menjelaskan definisi mura@bahah, seperti yang tersebut
dibawah ini :
a. Menurut ulama’ Hanafiyah, yang dimaksud dengan mura@bahah adalah
محْبِة ِ آدآَِز آعآم ِلوآْْآا ِدْقآعْلِِ ُهآكآلآم اآم ُلْقآ ت
Mengalihkan kepemilikan sesuatu yang dimiliki melalui akad pertama dengan harga pertama disertai tambahan sebagaikeuntungan.12
b. Ulama’ Ma@likiyyah mengemukakan definisi sebagai berikut
ُعُيآ ب
ْعآم محْبِة ِ آدآيِزآو ِهِب اآاآاآ كْشا يِذلا ِنآمثْلِِ ِةآعْلسلا
اآمُآَ مٍْوُل
10 Ahman Wanson Munawir, Al Munawir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya : Pustaka Progresif, 1997), 463
11 Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta : UII Press, 2005), 13
Jual beli barang dagangan sebesar harga pembelian disertai dengan tambahan sebagai keuntungan yang sama diketahui kedua pihak yang berakad.13
c. Sementara itu ulama’ Syafi’iyah mendefinisikan mura@bahah itu dengan :
آن معزآوُم محْبِة آعآم ِهِب ِهْيآلآن آمآقاآمْوآأ , ِنآمثلا ِلْثِِِ ٌعْيآ ب
ِهِن اآزْجا ىآل
Jual beli dengan seumpama harga (awal), atau yang senilai dengannya, disertai dengan keuntungan yang didasarkan pada tiap
bagiannya.14
Dari definisi yang dikemukakan oleh para fuqaha diatas, maka
dapat disimpulkan mura@bahah adalah akad jual beli barang dengan
menyatakan perolehan dan keuntungan (margin) yang telah disepakati
oleh penjual dan pembeli. Karena dalam mura>bah{ah terdapat adanya
keuntungan yang disepakati maka karakteristik mura>bah{ah adalah si
penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan
menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan biaya tersebut.15
Akad mura>bah{ah ini merupakan salah satu bentuk natural
certainty contract (yakni memberikan kepastian pembiayaan baik dari
segi jumlah maupun waktu, cashflownya bisa diprediksi dengan relatif
pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi di
awal akad). Dikategorikan sebagai natural certainty contract karena
13 Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd, Bidayah al - Mujtahid , Juz 2 (Beirut: Da@r al Fikr, t.th.) ,161
dalam mura>bah{ah ditentukan berapa requaired rate of profitnya (besarnya
keuntungan yang disepakati).16
2. Landasan Hukum Mura@bahah
a. Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Quran yang secara umum membolehkan jual beli,
diantaranya adalah firman Allah :
QS. Al-Nisa’ (4) : 29 :
ِا ِلِطاآبْلِِ ْمُكآنْ يآ ب ْمُكآلاآوْمآا آْوُلُكْآَ آَاْوُ نآمآا آنْيِذلااآه يآاآَ
نم م اآاآ ر ْنآن ع آةاآَِ آ ْوُكآر ْ آا ّ
ْمُكْن
ْمُكآسُفْ تآا آْوُلُ كْقآ ر آَآو
ْيِحآة ْمُكِب آ اآك آه ِا
اعم
۹۲
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman ! janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyanyang
kepadamu. (QS. Al-Nisaa’ : 29)
QS. Al-Baqarah (2): 275 :
اوآبِنالا آٍاآحآو آعْيآ بْلا ُه لآحآاآو..
Artinya : Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkanriba (QS.Al-Baqarah : 275)
3. Rukun dan Syarat Mura@bah{ah
Sebagai bagian dari jual beli, maka pada dasarnya rukun dan syarat
jual beli mura>bah{ah juga sama dengan rukun dan syarat jual beli secara
umum. Menurut ulama’ Hanafiyah rukunnya hanya satu, yaitu ijab dan
qabul.17 Sedangkan menurut jumhur ulama’, rukun jual beli ada enam,
yaitu: pelaku 'aqad (penjual dan pembeli), S}igat (lafal ijab dan qabul),
dan objek akad (barang dan nilai tukar pengganti barang).18
Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang
dikemukakan oleh jumhur ulama’ di atas adalah sebagai berikut:
1. Syarat orang yang berakad :
Para ulama’ fiqh sepakat menyatakan bahwa orang yang melakukan
akad jual beli itu harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Baligh dan berakal.
b. Yang melakukan akad adalah orang yang berbeda. Artinya
seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan
sebagai penjual sekaligus pembeli.19
2. Syarat yang terkait dengan ijab qabul :
Para ulama’ fiqh sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak
dapat dilihat dari ijab dan qabul yang dilangsungkan. Untuk itu, para
ulama’ fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan qabul itu adalah sebagai berikut :
17 Abdurrahman al-Jaziriy, al-Fiqh{ 'Ala Madza>h{ib al-Arba'ah{ , Juz 2 (t.tp.: t.p., t.th.), 117 18 Ibid
a. Qabul sesuai dengan ijab . Misalnya, penjual mengatakan:
"Saya jual buku ini seharga Rp. 15.000
b. Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majelis. Artinya kedua
belah pihak yang melakukan jual beli hadir dan membicarakan
topik yang sama. 20
3. Syarat barang yang dijual belikan :
a. Barang itu ada, atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual
menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.
b. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Oleh sebab itu
bangkai, khamar dan darah, tadak sah menjadi objek jual beli.
c. Milik orang yang melakukan akad.
d. Boleh diserahkan saat akad berlangsung, atau pada waktu yang
disepakti bersama ketika transaksi berlangsung.21
4. Syarat-syarat nilai tukar (harga barang) :
Terkait dengan masalah nilai tukar ini, para ulama’ fiqh membedakan As-s{aman dengan as-s'ir . Menurut mereka, as-s{aman adalah harga
pasar yang berlaku di tengah-tengah masyarakat secara aktual,
sedangkan as - s'ir adalah modal barang yang seharusnya diterima
para pedagang sebelum dijual ke konsumen (consumption). Para
ulama’ fiqh mengemukakan syarat-syarat as-s{aman sebagai berikut:
a. Harga yang disepakati kedua belah pihak, harus jelas jumlahnya.
20 Ibid, 116
b. Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum,
seperti pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga
barang itu dibayar kemudian hari (berutang), maka waktu
pembayarannya harus jelas.
c. Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan
barang, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang
yang diharamkan syara', seperti babi dan khamar, karena kedua
jenis benda ini tidak bernilai syara'.22
Syarat-syarat mura>bah{ah menurut Syafi’i Antonio adalah sebagai
berikut :
a. Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah.
b. Kontrak pertama harus sah.
c. Kontrak harus bebas dari riba.
d. Penjual harus menjelaskan setiap cacat yang terjadi sesudah
pembelian dan harus membuka semua hal yang berhubungan dengan
cacat.
e. Penjual harus membuka semua ukuran yang berlaku bagi harga
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. Jika
syarat dalam a, d atau e tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan:
1) melanjutkan pembelian seperti apa adanya.
2) kembali kepada penjual dan menyatakan ketidak setujuan.
3) membatalkan kontrak.23
5. Jenis-Jenis Mura@bah{ah
Dilihat dari cara pembayarannya mura@bah}ah dibedakan menjadi 2
macam yaitu :
a. Mura@bah}ah Naqdan (Tunai)
Yakni jual beli mura@bah}ah dengan sistem pembayaran tunai atau
kontan. Sebagai contoh, pak Danu adalah penjual dan pak Samsul
adalah pembeli, mereka telah sepakat melakukan jual beli kambing
yang diserahkan pada saat itu juga dengan harga Rp.2.000.000
dibayar tunai. Dengan penjual mendapatkan keuntungan Rp.500.000
dari harga sebenarnya sebesar Rp.1.500.000
b. Mura@bah}ah muajjal (Tangguh atau cicilan)
Yakni pembiyaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah
untuk membeli suatu barang dengan kewajiban mengembalikan
talangan dana tersebut seluruhnya ditambah margin keuntungan bank
pada waktu jatuh tempo. Bank memperoleh margin keuntungan
berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada
nasabah.24
Selain itu mura>bah}ah juga dapat di bedakan menjadi 2 macam
dilihat dari segi pesanan, yaitu:
23Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani Press, 2004), 102
a. Mura>bah{ah tanpa pesanan
Yaitu jual beli mura>bah{ah dilakukan dengan tidak melihat ada yang
pesan atau tidak, sehingga penyediaan barang dilakukan sendiri oleh
bank syari’ah atau lembaga lain yang memakai jasa ini, dan
dilakukan tidak terkait dengan jual beli mura>bah{ah itu sendiri.
b. Mura>bah{ah berdasarkan pesanan
Yaitu jual beli mura>bah{ah dimana dua pihak atau lebih bernegoisasi
dan berjanji satu sama lain untuk melaksanakan suatu kesepakatan
bersama, dimana pemesan (nasabah) meminta bank untuk membeli
aset yang kemudian dimiliki secara sah oleh pihak kedua.25
6. Berakhirnya Mura@bah}ah
Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad mura>bah{ah akan berakhir
apabila terjadi hal- hal berikut ini :
a. Pembatalan akad, jika terjadi pembatalan akad oleh pembeli, maka
uang muka yang dibayar tidak dapat dikembalikan
b. Terjadinya aib pada objek barang yang akan dijual yang kejadiannya
ditangan penjual
c. Objek hilang atau musnah, seperti emas yang akan dijual hilang
dicuri orang
d. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad mura>bah{ah telah
berakhir. Baik cara pembayarannya secara lumpsum (sekaligus)
ataupun secara angsuran
e. Menurut jumhur ulama’ akad mura>bah{ah tidak berakhir (batal) apabila salah seorang yang berakad meninggal dunia dan pembayaran
belum lunas, maka hutangnya harus dibayar oleh ahli warisnya.
C. Uang Muka atau Down Payment (urba@n)
1. Pengertian Uang Muka Secara Umum
Dalam bahasa arab kata uang muka atau Down Payment (DP)
bersinonim dengan kata urbun (نوبرعلا) yang artinya meminjamkan dan
memajukan. Dalam terminologinya, jika seorang membeli barang
dagangan dengan membayar sebagian harganya kepada penjual, dengan
catatan jika ia mengambil barang dagangan maka ia harus melunasi harga
barang, dan jika ia tidak mengambilnya, maka barang itu menjadi milik
penjual.26
2. Karakteristik Jual Beli Urban
Jual beli urban memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Jual beli terhadap suatu objek barang tertentu dimana pembeli
melakukan pembayaran Down Payment atau uang muka sebagai
tanda jadi kepada penjual, dengan harga tertentu.
b. Objek barang masih berada ditangan penjual
c. Jika pembeli jadi dan ingin meneruskan transaksi jual beli, maka
pembeli akan membayarkannya dan uang muka akan masuk kedalam
harga yang akan dibayarkan. Namun jika pembeli tidak jadi
meneruskan transaksi, maka uang muka yang telah dibayarkan akan
menjadi milik penjual.
d. Umumnya jangka waktu penentuan jadi tidaknya transaksi relatif
tidak jelas
e. Pembeli memiliki hak khiyar (meneruskan atau membatalkan
transaksi) namun penjual tidak memiliki hak tersebut.
3. Hukum Jual Beli dengan Uang Muka
Para ulama’ memberikan pendapat terkait dengan hukum jual beli ‘urbu@n
, yaitu sebagai berikut :
a. Ulama’ Madzhab Hambali berpendapat :
Jual beli ‘urbu@n hukumnya boleh, namun harus ditentukan batas
waktu khiya@r (pilihan apakah jual beli jadi atau tidak jadi) bagi
pembeli. Karena jika tidak ditentukan maka tidak ada kepastian
sampai kapan penjual harus menunggu.
b. Ulama’ Madzhab Hanafi berpendapat :
Bahwa jual beli ‘urbu@n hukumnya fasid (rusak), namun akad transaksi
jual belinya tidak batal.
Bahwa jual beli ‘urba@n adalah jual beli yang dilarang dan tidak sah, berdasarkan larangan Nabi SAW atas jual beli ini, dan juga karena
‘urbu@n mengandung unsur gharar, spekulasi dan termasuk memakan
harta orang lain dengan cara yang bathil.
4. Uang Muka Menurut Hukum Islam
Dalam perspektif fiqih para ulama berbeda pendapat dalam status
hukum praktik urban atau Down Payment (DP). Secara umum para
ulama’ terbagi kedalam dua pendapat, yakni pendapat yang tidak
membenarkan praktik urban dan pendapat yang membenarkan praktik
urban.
Menurut pendapat mayoritas ulama’ yakni pendapat Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi’iyah praktik urban ini tidak dibenarkan. Ada beberapa argumen yang dikemukakan oleh Jumhur Ulama’ yang melarang transaksi dengan urban atau Down Payment (DP) yaitu :
a. adanya hadits yang melarangnya yang berbunyi :
مسآتآأ ِنْب ِكِلاآم ىآلآن ُتآأآاآ ق آلاآق آةآمآلْسآم ُنْب ِه ُدْبآن اآنآ ثدآح
ِنْبآو ِاْمآن ْنآن ُهآَآلآ ب ُهتآأ
ىآلآص ِه ُلْوُسآة ىآهآ ت آلآق ُهتآا ِِندآج ْنآن ِهْيِبآا ْنآن مبْيآعُش
ْلا ِعْيآ ب ْنآن آملسآو ِهْيآلآن ُه
ِ آِْاُع
لاو دما اوةُ
َأطوما ي كلاما و و , دوادوبأو يناسن
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Abdullah Bin Maslamah ia berkata, aku membacakannya dihadapan Malik bin
Anas bahwa telah disampaikan seseorang dari ‘Amru bin
Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya ia berkata bahwa : Rasulullah SAW. melarang jual beli dengan sistem uang
muka.”27
b. transaksi tersebut termasuk dalam kategori memakan harta orang lain
dengan jalan yang batil, karena diisyaratkan bagi si penjual tanpa ada
kompensasinya. Sedangkan memakan harta orang lain, hukumnya
haram sebagaimana dalam Firman Allah SWT yang berbunyi :
ِّا ِلِطاآبْلِِ ْمُكآنْ يآ ب ْمُكآلاآوْمآا آْوُلُكْآَ آَ اْوُ نآمآا آنْيِذلااآه يآاآَ
ْمُكْنِنم م اآاآ ر ْنآن ع آةاآَِ آ ْوُكآكْ تآا
ْمُكآسُفْ تآا آْوُلُ كْقآ ر آَآو
اعمْيِحآة ْمُكِب آ اآك آه ِا
٩٢
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah maha penyayang kepadamu.”28 (QS. Al-Nisaa’ : 29)
c. bahwa dalam transaksi ‘urba@n, terdapat dua syarat yang batil, yaitu
syarat memberikan uang muka atau panjar dan syarat mengembalikan
barang transaksi dengan perkiraan salah satu pihak tidak ridha atau
salah satu pihak ada yang dirugikan. Praktik ini dianggap sama
dengan hak pilih terhadap hal yang tidak diketahui (khiya@r
al-majhu@l).
Berbeda dengan Jumhur Ulama’ pendapat madzab Hanabillah
justru membolehkan jual beli dengan sistem uang muka dengan alasan :
28Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, (Bandung : Syaamil Al-Qur’an,
a. bahwa hadits yang dijadikan sebagai dasar bagi para ulama’ yang
tidak membolehkan jual beli ‘urba@n adalah hadits yang lemah,
sehingga tidak dapat dijadikan sandaran dalam melarang jual beli
‘urba@n tersebut.
b. bahwa Down Payment (DP) atau uang muka adalah kompensasi dari
penjual yang menunggu dan menyimpan barang transaksi selama
beberapa waktu.
c. bahwa tidak sah analogi atau qiyas praktik jual beli urban dengan
khiya@r al-majhu@l, karena syarat dibolehkan adanya uang muka adalah
dibatasinya waktu pembayaran, maka analogi atau qiyas tersebut
menjadi batal.29
46 BAB III
MEKANISME PEMBAYARAN UANG MUKA DALAM PRODUK CICIL EMAS DI BANK SYARIAH MANDIRI GRESIK
A. Gambaran Umum Bank Syariah Mandiri
1. Sejarah Berdirinya Bank Syariah Mandiri
Kehadiran Bank Syariah Mandiri sejak tahun 1999, sesungguhnya
merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter
1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak
Juli 1997, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat
terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat. Dalam kondisi tersebut,
industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank
konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya
mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi
sebagian bank-bank di Indonesia.
Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang
dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang
Negara dan PT Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB
berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger
dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing. Pada saat
bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat bank
(Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo)
31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan
menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas
baru BSB.
Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri
melakukan konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan
Syariah. Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan
perbankan syariah di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai
respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi
peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking
system). Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa
pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk
melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional
menjadi bank syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan Perbankan
Syariah segera mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga
kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang
beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah
Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No.
23 tanggal 8 September 1999.1
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah
dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No.
1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat
1Bank Syariah Mandiri, “info perusahaan”, dalam http://www.syariahmandiri.co.id/category/info
Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/
1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri.
Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah
Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420
H atau tanggal 1 November 1999.
PT. Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank
yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang
melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan
nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank
Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia.
2. Visi dan Misi
Visi Bank Syariah Mandiri adalah “Menjadi bank syariah terpercaya pilihan mitra usaha”.
Misi Bank Syariah Mandiri :2
a. Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan yang berkesinambungan
b. Mengutamakan