BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Perkembangan individu berlangsung sejak lahir sampai akhir hayat yang dapat
dilihat memlalui fase-fase perkembangannya. Fase perkembangan individu terdiri
dari masa usia pra sekolah, masa usia sekolah dasar, masa usia sekolah menengah
dan masa usia mahasiswa (Yusuf, 2011:23). Perluasan hubungan dengan
masyarakat dan pembentukan ikatan baru dengan teman sebaya dimulai pada
perkembangan masa usia sekolah dasar. Usia sekolah dasar dibagi menjadi dua
kelas yaitu kelas rendah antara 6 – 10 tahun dan kelas tinggi antara 10 – 13 tahun.
Pada masa ini anak mulai menyesuaikan diri dengan lingkungan baru tanpa
didampingi oleh orangtua. Anak mulai bersosialisasi dan belajar berperilaku yang
dapat diterima secara sosial. Menurut Hurlock (1987) proses sosialisasi anak
mencakup tiga proses, yaitu belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial,
anak memainkan peran sosial yang dapat diterima dan anak mengembangkan
sikap sosial.
Tugas perkembangan pada masa anak sekolah menurut Havighutst (dalam
Hurlock, 1978), yaitu :
1. Belajar kecakapan fisik yang diperlukan untuk permainan anak-anak
2. Membangun sikap menyeluruh terhadap diri sendiri sebagai organisme yang bertumbuh
3. Belajar bergaul dengan teman sebaya
4. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya
5. Mengembangakan kecakapan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung 6. Mengembangkan konsep yang diperlukan untuk sehari-hari
7. Mencapai kemandirian pribadi
Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dinyatakan
dalam sikap menghargai orang lain, mengembangakn sikap tolong menolong,
sikap tengggang rasa, mau bekerja sama dengan orang lain, toleransi terhadap
orang lain (Yusuf, 2011). Untuk mencapai tugas-tugas perkembangannya anak
membutuhkan keterampilan sosial yang penting yaitu perilaku prososial. Batson
(dalam Taylor, 2009) menyebutkan bahwa perilaku prososial mencakup setiap
tindakan yang membantu atau dirancang untuk membantu orang lain terlepas dari
motif si penolong. Perilaku prososial anak usia sekolah dasar ditunjukkan dengan
membantu teman sebaya, bergabung dalam kelompok, menghormati orang lain,
mendukung sesama teman.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Pusat Pengembangan Anak
AGAPE IO-847 Salatiga pada usia 10 – 12 tahun melalui skala sikap perilaku
prososial anak yang dirancang sendiri oleh penulis berdasarkan teori dari
Eisenberg dan Mussen dalam Dayakisni, T. & Hudaniah (2003), menunjukkan
bahwa lebih dari 50% anak PPA Agape IO-847 kelompok usia 10 – 12 tahun
berada pada kategori rendah dan sangat rendah perilaku prososialnya. Berikut
hasil pra penelitian perilaku prososial anak kelompok usia 10 – 12 tahun di PPA
[image:2.595.100.516.161.755.2]Agape IO-847 Salatiga.
Tabel 1.1 Hasil Pra Penelitian Perilaku Prososial Anak Kelompok Usia 10 – 12 tahun PPA Agape IO-847 Salatiga
Interval Kriteria Jumlah Siswa Presentase
79 – 88 Sangat Tinggi 8 36,4 %
70 – 78 Tinggi 2 9,1 %
61 – 69 Rendah 8 36,4%
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti kepada
anak maupun kepada mentor staff dan koordinator PPA, diketahui bahwa perilaku
prososial anak yang rendah ditunjukkan dengan perilaku anak yang tidak
menghormati mentor, seenaknya sendiri, sering mengejek teman, sering memukul
teman, mengucapkan kata-kata yang tidak sopan, tidak peduli terhadap teman
yang lain, membentak orang lain, dan perilaku-periaku yang cenderung tidak
dapat diterima secara sosial. Fenomena ini menunjukkan bahwa anak PPA Agape
IO-847 kelompok usia 10 – 12 tahun perlu meningkatkan perilaku prososialnya
untuk perkembangan sosial yang lebih baik pada masa sekarang maupun masa
mendatang.
Meningkatkan perilaku prososial pada anak dapat dilakukan dengan beberapa
cara atau metode, salah satunya adalah dengan Terapi bermain. Dunia anak tidak
dapat lepas dari permainan, sehingga dengan bermain anak bisa mengembangkan
kemampuannya yang ada dalam dirinya. Terapi bermain merupakan suatu teknik
konseling yang diberikan orang dewasa kepada anak-anak dengan didasari oleh
konsep bermain sebagai suatu cara komunikasi anak-anak dengan orang dewasa
untuk mengungkapkan ekspresinya yang alami. Orang dewasa menggunakan
pendekatan ini untuk mengintervensi atau mengajak dialog dengan mereka
sehingga tercipta perasaan yang lebih baik dan mengembangkan kemampuan
untuk mengatasi masalah. (Riana Mashar, 2010).
Penelitian yang dilakukan Anindya Putri Rahimsyah (2013) mengenai
Program Hipotetik Bimbingan Pribadi Sosial melalui Teknik Role Playing untuk
UPI Bandung memberikan temuan sebagai berikut : Gambaran umum perilaku
prososial peserta didik kelas atas SD Laboraotium UPI Bandung berada pada
kategori sedang, artinya peserta didik sudah cukup mampu menunjukkan perilaku
prososial seperti empati, murah hati, kerjasama dan kasih sayang. Gambaran
umum perilaku prososial peserta didik berdasarkan indikator berada pada ktegori
sedang, artinya peserta didik sudah cukup mampu menunjukkan kepedulian pada
orang yang kesusahan, menunjukkan kesenangan kepada seseorang yang
mendapatkan kebahagiaan, berbagi sesuatu dengan orang lain, memberi sesuatu
kepada orang lain, bergiliran tanpa “rewel”, memenuhi permintaan tanpa “rewel”,
membantu orang lain mengerjakan tugas, dan membantu orang lain yang
membutuhkan.
Penelitian lain yang dilakukan Wildaniah, Firsty (2013) mengenai Program
Bimbingan untuk Mengembangkan Perilaku Prososial Anak Usia Dini
menunjukkan hasil dari 5 subjek yang diteliti adalah 3 subjek memiliki perilaku
prososial yang baik dan konsisten, 1 subjek belum mampu berperilaku empati
dengan optimal dan 1 subjek belum mampu berperilaku empati, murah hati dan
peduli dengan baik dan konsisten.
Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti, apakah teknik Terapi
Bermain dapat meningkatkan perilaku prososial pada anak kelompok usia 10 – 12
di PPA Agape IO-847.
1.2Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, maka dapat
Apakah teknik Terapi bermain dapat meningkatkan perilaku prososial pada
anak kelompok usia 10 – 12 tahun di PPA Agape IO-847 Salatiga?
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui signifikansi
peningkatan perilaku prososial melalui terapi bermain pada anak kelompok usia
10 – 12 tahun di PPA Agape IO-847 Salatiga.
1.4Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritik maupun
praktis, sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi di bidang
bimbingan dan konseling khususnya yang berkaitan dengan meningkatkan
perilaku prososial dan teknik terapi bermain.
1.4.2 Manfaat Praktis
1) Bagi PPA
Manfaat bagi PPA dari penelitian ini dapat sebagai masukan mengenai salah
satu teknik layanan bagi anak-anak PPA, sehingga dapat dimanfaatkan dalam
merancang kegiatan yang terkait dengan perilaku prososial anak di PPA.
2) Bagi Siswa PPA
Apabila hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku prososial anak dapat
peningkatan perilaku prososial anak sehingga diharapkan menjadi pribadi yang
lebih baik dimasa mendatang.
3) Bagi Penelitian Lanjutan
Apabila penelitian ini berhasil, maka dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak
yang ingin mengembangkan kajian ilmiah mengenai perilaku prososial anak dan
terapi bermain.
1.5Sistematika Penulisan
Dalam upaya menyelesaikan skripsi ini, penulis menggunakan sitematika
penulisan sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan yang berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II : Tinjauan teoritis yang berisi tentang Perilaku Prososial pada anak Pra
Sekolah dan Teknik Terapi bermain serta Hipotesa.
Bab III : Metode Penelitian, yang berisi Jenis penelitian, Data dan sumber Data,
Teknik pengumpulan Data dan Teknik Analisa Data.
Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan.Bab ini berisi tentang gambaran umum
subyek penelitian, penyajian data, analisi data, pengujian hipotesis, pembahasan
dan hasil penelitian.