• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL BERPIKIR PROBABILISTIK SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PROBABILITAS DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) DI SMP NEGERI 1 SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROFIL BERPIKIR PROBABILISTIK SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PROBABILITAS DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) DI SMP NEGERI 1 SIDOARJO."

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ)

DI SMP NEGERI 1 SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh :

NOVITA FARIHATUL AULIYA NIM D54212065

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

(2)

DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ)

DI SMP NEGERI 1 SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh :

Novita Farihatul Auliya NIM D54212065

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

PROFIL BERPIKIR PROBABILISTIK SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PROBABILITAS DITINJAU DARI

ADVERSITY QUOTIENT (AQ) DI SMP NEGERI 1 SIDOARJO

Oleh: Novita Farihatul Auliya

Abstrak

Berpikir probabilistik merupakan cara memproses sebuah informasi untuk merespon berbaga situasi yang memuat unsur ketidakpastian. Berpikir probabilistik memiliki peran yang banyak dalam menghadapi fenomena yang akan terjadi. Banyak penelitian mengenai berpikir probabilistik, karena sangat sulit mengetahui berpikir probabilistik siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan dalam mengahadapi situasi yang memuat unsur ketidakpastian. Selain berbeda dalam tingkat kecerdasan, juga berbeda dalam daya juang untuk menghadapi masalah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui profil berpikir probabilistik siswa dengan kategori AQ quitter, camper dan climber dalam menyelesaikan masalah probabilitas.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini ada enam siswa dengan kategori AQ quitter, camper dan climber dari kelas IX-4 SMP Negeri 1 Sidoarjo. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik tes tertulis dan wawancara. Hasil dari tes tertulis dan wawancara tersebut selanjutnya dipaparkan dan dianalisis berdasarkan indikator berpikir probabilistik yang terdiri dari dua aspek, yaitu strategi dan representasi.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa (1) berpikir probabilistik siswa quitter dalam menyelesaikan masalah probabilitas adalah cenderung menambahkan informasi ketika menceritakan kembali soal cerita dan kurang memahami soal. Konsep yang dipilih cenderung tidak mengetahui maksudnya. Strategi yang ditentukan cenderung keluar dari konsep. Konsep yang sudah dipilih cenderung tidak digunakan dengan benar. Dalam mendaftar ruang sampel tidak menggunakan diagram atau yang lainnya dan menyatakan besar kemungkinan dalam bentuk yang berbeda, (2) berpikir probabilistik siswa camper dalam menyelesaikan masalah probabilitas adalah cenderung menambahkan sedikit informasi ketika menceritakan kembali soal cerita dan cenderung memahami soal. Konsep yang dipilih cenderung benar. Ada strategi yang kurang tepat. Dalam mendaftar ruang sampel tidak menggunakan diagram atau yang lainnya dan menyatakan besar kemungkinan dalam bentuk yang berbeda, (3) berpikir probabilistik siswa climber dalam menyelesaikan masalah probabilitas adalah cenderung memahami soal. Konsep yang dipilih cenderung benar. Strategi yang ditentukan cenderung tepat. Konsep yang dipilih cenderung digunakan dengan benar. Dalam mendaftar ruang sampel menggunakan cara yang tepat dan menyatakan besar kemungkinan dalam bentuk pecahan yang disederhanakan.

(8)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

HALAMAN MOTTO ...v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR DIAGRAM ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...5

C. Tujuan Penelitian ...5

D. Manfaat Penelitian ...5

E. Definisi Operasional ...6

F. Batasan Penelitian ...7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...8

A. Berpikir Probabilistik ...8

1. Berpikir ...8

2. Berpikir Probabilistik ... 11

B. Masalah Probabilitas ... 15

C. Adversity Quotient (AQ) ... 16

1. Pengertian Adversity Quotient (AQ) ... 16

2. Komponen Adversity Quotient (AQ) ... 18

3. Kategori Adversity Quotient (AQ) ... 19

4. Angket Adversity Respons Profile (ARP) ... 21

D. Hubungan Antara Berpikir Probabilistik dan Adversity Quotient (AQ) ... 22

(9)

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

A. Jenis Penelitian ... 29

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

C. Subjek Penelitian ... 29

D. Teknik Pengumpulan Data ... 31

E. Instrumen Penelitian ... 32

F. Keabsahan Data ... 35

G. Teknik dan Analisis Data ... 35

H. Prosedur Penelitian ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 39

A. Berpikir Probabilistik Subjek Quitter dalam Menyelesaikan Masalah Probabilitas ... 40

B. Berpikir Probabilistik Subjek Camper dalam Menyelesaikan Masalah Probabilitas ... 87

C. Berpikir Probabilistik Subjek Climber dalam Menyelesaikan Masalah Probabilitas ... 127

BAB V PEMBAHASAN ... 167

A. Berpikir Probabilistik Siswa Quitter dalam Menyelesaikan Masalah Probabilitas ... 167

B. Berpikir Probabilistik Siswa Camper dalam Menyelesaikan Masalah Probabilitas ... 168

C. Berpikir Probabilistik Siswa Climber dalam Menyelesaikan Masalah Probabilitas ... 168

BAB VI PENUTUP ... 171

A. Simpulan ... 171

B. Saran ... 172

DAFTAR PUSTAKA ... 173

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

2.1. Indikator Berpikir Probabilistik dalam Menyelesaikan Masalah

Probabilitas ... 14

2.2. Pengklasifikasian Kelompok Adversity Quotient (AQ) ... 19

2.3. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Matematika Bab Peluang ... 23

3.1. Daftar Inisial Nama Subjek Penelitian... 31

3.2. Daftar Validator Instrumen TPMP dan Pedoman Wawancara ... 33

4.1. Proses Berpikir Probabilistik Subjek S1... 61

4.2. Proses Berpikir Probabilistik Subjek S2... 84

4.3. Proses Berpikir Probabilistik Subjek S3... 103

4.4. Proses Berpikir Probabilistik Subjek S4... 124

4.5. Proses Berpikir Probabilistik Subjek S5... 144

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

4.1. Informasi Tambahan Subjek S1 ... 40

4.2. Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas a (TPMPa) S1 ... 43

4.3. Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas b (TPMPb) S1 ... 48

4.4. Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas c (TPMPc) S1 ... 51

4.5. Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas d (TPMPd) S1 ... 55

4.6. Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas e (TPMPe) S1 ... 58

4.7. Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas a (TPMPa) S2 ... 66

4.8. Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas b (TPMPb) S2 ... 70

4.9. Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas c (TPMPc) S2 ... 75

4.10.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas d (TPMPd) S2 ... 79

4.11.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas e (TPMPe) S2 ... 81

4.12.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas a (TPMPa) S3 ... 89

4.13.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas b (TPMPb) S3 ... 92

4.14.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas c (TPMPc) S3 ... 95

4.15.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas d (TPMPd) S3 ... 98

4.16.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas e (TPMPe) S3 ... 101

4.17.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas a (TPMPa) S4 ... 108

4.18.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas b (TPMPb) S4 ... 111

4.19.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas c (TPMPc) S4 ... 115

4.20.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas d (TPMPd) S4 ... 118

4.21.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas e (TPMPe) S4 ... 121

4.22.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas a (TPMPa) S5 ... 129

4.23.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas b (TPMPb) S5 ... 132

4.24.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas c (TPMPc) S5 ... 135

4.25.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas d (TPMPd) S5 ... 138

4.26.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas e (TPMPe) S5 ... 140

4.27.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas a (TPMPa) S6 ... 150

4.28.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas b (TPMPb) S6 ... 153

4.29.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas c (TPMPc) S6 ... 156

4.30.Hasil Tes Pemecahan Masalah Probabilitas d (TPMPd) S6 ... 159

(12)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Hal

3.1. Alur Pemilihan Subjek Penelitian ... 30

3.2. Alur Penyusunan Instrumen Tes Pemecahan Masalah

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A (Instrumen Penelitian)

A-1 Angket Adversity Respons Profile (ARP) ... 175

A-2 Pedoman Penskoran Angket Adversity Respons Profile (ARP) . 186 A-3 Lembar Validasi Angket Adversity Respons Profile (ARP) ... 188

A-4 Instrumen Tes Pemecahan Masalah Probabilitas Sebelum Revisi ... 190

A-5 Revisi Instrumen Tes Pemecahan Masalah Probabilitas ... 195

A-6 Kisi-kisi Instrumen Tes Pemecahan Masalah Probabilitas ... 199

A-7 Lembar Validasi Instrumen Tes Pemecahan Masalah Probabilitas... 200

A-8 Instrumen Tes Pemecahan Masalah Probabilitas setelah Revisi 206 A-9 Instrumen Pedoman Wawancara ... 211

A-10 Lembar Validasi Pedoman Wawancara ... 214

Lampiran B (Hasil Penelitian) B-1 Daftar Hasil Angket Adversity Respons Profile (ARP) Kelas IX-3 dan IX-4 ... 220

B-2 Hasil Angket Adversity Respons Profile (ARP) Semua Subjek . 222 B-3 Hasil Tes Pemecaham Masalah Probabilitas Semua Subjek ... 228

B-4 Transkrip Wawancara Semua Subjek ... 235

Lampiran C (Surat-surat Penelitian) C-1 Surat Izin Penelitian ... 264

C-2 Surat Keterangan Penelitian ... 265

C-3 Kartu Konsultasi ... 266

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak lepas dari tindakan membuat keputusan mulai dari peristiwa sederhana sampai kompleks yang menuntut banyak pertimbangan. Sering kali kita menjumpai fenomena yang sudah terjadi, yang sedang terjadi, bahkan yang belum pasti terjadi. Kemungkinan terjadinya fenomena yang belum pasti terjadi memuat unsur ketidakpastian sehingga seseorang perlu mempertimbangkan hal-hal yang mempengaruhi suatu kejadian dalam mengambil keputusan. Setiap keputusan yang diambil selalu ada konsekuensinya bagi orang yang bersangkutan. Dalam mengambil suatu keputusan diperlukan pertimbangan yang matang.

Cabang ilmu matematika yang mempelajari tentang memprediksi suatu hasil yang mungkin terjadi dari suatu percobaan adalah probabilitas. Langrall dan Mooney menyatakan bahwa,

Probability is a way of describing events that cannot be explained through causal or deterministic means”1. Probabilitas adalah cara

untuk mendiskripsikan suatu kejadian yang tidak dapat dijelaskan melalui sebab akibat atau deterministik.

Banyak ahli sains yang menggunakan konsep probabilitas dalam mengembangkan hasil penelitian. Hal ini dikarenakan probabilitas dapat digunakan untuk memprediksi besarnya suatu kejadian yang akan terjadi. Konsep probabilitas dapat membantu seseorang dalam menanggapi situasi yang akan terjadi.

Ketika seseorang harus mengambil keputusan dalam situasi yang memuat unsur ketidakpastian, kemungkinan digunakan untuk menyatakan derajat keyakinan seseorang secara subjektif. Derajat keyakinan tersebut dipengaruhi oleh ada tidaknya pengetahuan seseorang tentang suatu kejadian yang akan terjadi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu ukuran untuk menentukan kuantitas dari derajat keyakinan tersebut. Keseluruhan konsep tentang kemungkinan

1 Dwi Ivayana Sari, “Profil Berpikir Probabilistik Siswa Sekolah Dasar (SD)

(15)

munculnya suatu kejadian dikembangkan menjadi teori probabilitas atau peluang2.

Manusia tidak cukup hanya memahami konsep probabilitas saja, namun manusia diharapkan mampu untuk berpikir probabilistik. Berpikir probabilistik adalah aktivitas mental dalam menanggapi situasi yang memuat unsur ketidakpastian. Berpikir probabilistik memiliki peran yang banyak dalam situasi seseorang menghadapi fenomena yang akan terjadi, dimana fenomena itu bukan kejadian yang pasti terjadi, atau tidak mungkin terjadi, akan tetapi kejadian tersebut masih mungkin terjadi.

Banyak penelitian yang berkenaan dengan berpikir probabilistik mulai dari kelas awal sampai kelas tingkat tinggi. Menurut Imam Sujadi hal ini dikarenakan sangat sulit mengetahui berpikir probabilistik siswa3. Dengan adanya penelitian tentang ini

siswa bisa mengembangkan cara berpikir dan melatih berpikir probabilistiknya. Berkaitan dengan ini Hudojo menyatakan bahwa matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir.

Matematika berkaitan dengan gagasan terstruktur yang

hubungannya diatur secara logis, sehingga matematika dapat membantu seseorang dalam mengembangkan diri dalam cara berpikir logis4. Sebagaimana tertuang dalam standar isi untuk satuan

pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika yang menyebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang

2Ika Victoria Nalurita, Tesis Magister: “Profil Berpikir Probabilistik Siswa SMA Dalam Menyelesaikan Masalah Probabilitas Ditinjau dari Kemampuan Matematika”. (Surabaya: UNESA, 2015), 3.

3Imam Sujadi, Disertasi Doktor: “Rekonstruksi Tingkat-tingkat Berpikir Probabilistik Siswa Sekolah Menengah Pertama”. (Surabaya: UNESA, 2008), 2.

4 Titin Widiastuti, Tesis Magister: “Proses Berpikir Siswa SMP Dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Adversity Quotient (AQ)”. (Surabaya: UNESA, 2015),

(16)

meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah5.

Melihat tujuan pembelajaran matematika tersebut

pemecahan masalah matematika adalah salah satu tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika. Dalam menyelesaikan masalah setiap individu pasti berbeda dari sudut pandang atau berpikir, berstrategi, dan mengungkapkannya. Semangat individu juga mempengaruhi dalam meyelesaikan suatu masalah. Jika semangat itu ada, maka tidak peduli seseorang tersebut pintar atau tidak ia akan berusaha sampai bisa memecahkannya.

Setiap siswa tidak dapat menghindari kesulitan dalam belajar matematika. Penelitian Maftuh menyatakan bahwa seseorang mengungkapkan pengalamannya sebagai guru, seringkali menemukan siswa mengalami kesulitan dalam memahami dan mengarahkan pemikiran dan keinginannya, mengingat objek yang dikaji dalam matematika bersifat abstrak6. Kesulitan-kesulitan yang

dialami siswa tingkatnya berbeda. Ada siswa yang merasa kesulitan hanya pada pokok bahasan tertentu, ada juga siswa yang kesulitan pada materi matematika tertentu, dan ada juga yang merasa kesulitan pada seluruh materi matematika7.

Setiap individu memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh individu lain. Selain berbeda dalam tingkat kecerdasan dalam menyelesaikan masalah, setiap individu juga berbeda dalam daya juangnya untuk menyelesaikan kesulitan. Daya juang seseorang ditentukan oleh tingkat Adversity Quotient (AQ). Disinilah peran

Adversity Quotient (AQ) sangat dibutuhkan dalam belajar

matematika. Adversity Quotient (AQ) adalah ukuran kemampuan

dalam mengatasi kesulitan.

Seseorang perlu berusaha untuk memotivasi dirinya agar tidak mudah putus asa dalam menghadapi segala tantangan dan kesulitan. Karena sudah jelas dalam firman Allah SWT QS al-Hijr

5 Depdiknas, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, diakses dari http://www.aidsindonesia.or.id, pada tanggal 17 Maret 2016

6 Moh. Syukron Maftuh, Tesis Magister: “Profil Penalaran Probabilistik Siswa SMP Laki-laki dalam Pemecahan Masalah Probabilitas”. (Surabaya: UNESA, 2014).

(17)

ayat 56 yang artinya Ibrahim berkata: “Tidak ada orang yang

berputus asa dari rahmat Tuhan-nya kecuali orang-orang yang

sesat”8.

Adversity Quotient (AQ) sangat diperlukan dalam menyelesaikan masalah. Stoltz mengelompokkan daya juang seseorang ke dalam tiga kategori AQ, yaitu: quitter (AQ rendah),

camper (AQ sedang), dan climber (AQ tinggi). Seorang quitter

berusaha menjauh dari permasalahan, begitu melihat kesulitan ia lebih memilih mundur dan tidak berani menghadapi masalah.

Seorang camper adalah anak yang tidak mau mengambil resiko yang

terlalu besar dan merasa puas dengan kondisi atau keadaan yang

telah dicapainya. Sedangkan seorang climber suka menyambut

tantangan, dapat memotivasi diri dan memiliki semangat tinggi untuk menghadapi tantangan.

Tinggi rendahnya AQ seseorang berpengaruh pada kemampuannya untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang berkaitan dengan probabilitas. Ketika seseorang dengan AQ rendah dihadapkan pada masalah yang memuat unsur ketidakpastian, sering kali dia menganggap bahwa menyelasaikan masalah tersebut sia-sia karena mencari solusi untuk masalah yang tidak pasti. Namun berbeda dengan seorang yang memiliki AQ tinggi, meskipun dia berkemampuan rendah ketika dihadapkan dengan suatu masalah probabilitas, maka dia akan berusaha untuk menyelesaikannya. Pada akhirnya dapat dikaitkan tingkat AQ akan menentukan berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah. Selain itu berdasarkan penelitian Williams, semakin tinggi AQ siswa maka akan semakin tinggi prestasi akademis siswa di sekokah, semakin rendah AQ siswa maka semakin rendah pula prestasi akademis siswa di sekolah.

Adversity quotient penting untuk dikembangkan dalam pencapaian keberhasilan akademis siswa.

Setelah menyadari adanya perbedaan kondisi pada masing-masing siswa, maka guru dapat memberikan metode mengajar yang baik disesuaikan tingkat AQ siswa. Pemberian metode mengajar yang sesuai bagi siswa bertujuan agar segala sesuatu dalam proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Dengan demikian materi dapat tersampaikan dengan baik sehingga siswa dapat mengikuti

8 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, 2015, (Bandung: CV Penerbit

(18)

proses belajar mengajar dengan baik pula. Hal ini dapat memungkinkan adanya pencapaian hasil belajar yang optimal. Peneliti menduga bahwa mereka yang memiliki AQ tinggi akan berusaha untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi meskipun IQ nya sedang karena siswa yang memiliki AQ tinggi memiliki motivasi belajar yang tinggi.

Oleh karena itu, peneliti ingin mengambil judul penelitian

“Profil Berpikir Probabilistik Siswa dalam Menyelesaikan Masalah

Probabilitas Ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) di SMP Negeri 1 Sidoarjo”.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana profil berpikir probabilistik siswa quitter dalam menyelesaikan masalah probabilitas?

2. Bagaimana profil berpikir probabilistik siswa camper dalam

menyelesaikan masalah probabilitas?

3. Bagaimana profil berpikir probabilistik siswa climber dalam menyelesaikan masalah probabilitas?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, ada beberapa tujuan penelitian yang ingin dicapai, yaitu:

1. Mendeskripsikan berpikir probabilistik siswa quitter dalam menyelesaikan masalah probabilitas.

2. Mendeskripsikan berpikir probabilistik siswa camper dalam

menyelesaikan masalah probabilitas.

3. Mendeskripsikan berpikir probabilistik siswa climber dalam

menyelesaikan masalah probabilitas.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

(19)

sendiri dan termotivasi untuk melatih kemampuan berpikir probabilistiknya.

2. Bagi Guru

Penelitian ini bermanfaat sebagai sarana informasi tentang profil berpikir probabilistik siswa SMP dalam menyelesaikan masalah probabilitas ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) yang dapat dijadikan pertimbangan guna melatih siswa dalam menyelesaikan masalah probabilitas. Dapat juga bermanfaat sebagai bahan pertimbangan guru untuk merancang pembelajaran dengan menyesuaikan tingkat

adversity quotient siswa sehingga pembelajaran lebih efektif dan hasilnya lebih optimal.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat sebagai sarana latihan pengembangan ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam pembuatan karya ilmiah. Selain itu, dengan adanya pembahasan ini tentunya dapat memperkaya ilmu pengetahuan tentang berpikir probabilistik siswa SMP dalam menyelesaikan masalah probabilitas ditinjau dari Adversity Quotient (AQ).

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari perbedaan penafsiran dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan istilah yang didefinisikan sebagai berikut:

1. Profil adalah deskripsi mengenai strategi dan representasi

sesuai dengan keadaan sebenarnya, baik yang diungkap melalui gambar maupun uraian kalimat.

2. Berpikir adalah proses yang melibatkan aktivitas mental

karena adanya suatu persoalan yang sedang dipikirkan dan ingin dicari penyelesaiannya dan hasilnya dapat berupa ide, gagasan, ataupun keputusan.

3. Berpikir probabilistik adalah cara siswa memproses sebuah

informasi untuk merespon berbagai situasi dalam suatu konteks yang memuat unsur ketidakpastian. Dalam penelitian ini akan dilihat berpikir probabilistik berdasarkan aspek strategi dan representasi.

(20)

memecahkan berbagai macam permasalahan dengan mengubah cara pandang terhadap kesulitan tersebut.

5. Profil berpikir probabilistik dalam menyelesaikan masalah

probabilitas adalah deskripsi atau gambaran proses berpikir dalam merespon kondisi yang memuat unsur ketidakpastian.

F. Batasan Penelitian

Batasan penelitian ini meliputi:

1. Pokok bahasan yang akan dijadikan penelitian adalah peluang

kelas VIII yang mencakup ruang sampel dan peluang teoritik.

2. Subjek yang dipilih adalah yang termasuk dalam kategori AQ

(21)
(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Berpikir Probabilistik 1. Berpikir

Berpikir berasal dari kata “pikir” yang artinya akal

budi, ingatan, angan-angan, kata dalam hati, kira, sangka1.

Sedangkan berpikir adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu,

menimbang-nimbang dalam ingatan2. Berpikir merupakan aktivitas mental

yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Vincent Ruggiero mengartikan berpikir sebagai gejala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat

keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami3.

Sebagian ahli yang lain berpendapat bahwa berpikir selalu berhubungan dengan suatu persoalan yang ingin dicari jalan keluarnya4. Kecenderungan yang banyak dianut orang

adalah berpikir itu muncul karena ada sesuatu yang sedang dipikirkan, keinginan terhadap kondisi tertentu, atau

ketidakpuasan dalam kehidupan manusia. Suryabrata

mengemukakan bahwa berpikir adalah meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan kita. Bagian-bagian pengetahuan kita adalah segala sesuatu yang telah kita miliki, yaitu berupa pengertian-pengertian dan dalam batas-batas tertentu juga tanggapan-tanggapan5.

Solso menjelaskan berpikir adalah proses yang membentuk representasi mental baru melalui transformasi informasi oleh interaksi kompleks dari atribut mental yang

mencakup pertimbangan, pengabstrakkan, penalaran,

penggambaran, pemecahan masalah logis, pembentukan konsep, kreativitas dan kecerdasan. Solso mengemukakan tiga ide dasar tentang berpikir, yaitu: (1) berpikir adalah kognitif,

maksudnya adalah berpikir terjadi secara “internal”, dalam

1 Desi Anwar, Kamus Bahasa Indonesia Modern, (Surabaya: Amelia, 2002), 274. 2 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diakses dari http://kbbi.web.id/pikir, pada tanggal

4 April 2016.

3 Abdul Muhid, dkk, Psikologi Umum, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013), 163. 4 Ibid, hal 282.

(23)

pemikiran, namun keputusan diambil dari pelaku; (2) berpikir adalah proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif; (3) berpikir bersifat langsung dan menghasilkan perilaku yang mengarah pada

pemecahan masalah6.

Dalam kegiatan berpikir ada beberapa proses atau tahapan tertentu yang harus dilalui sehingga dapat dikategorikan sebagai kegiatan berpikir, diantaranya:

a. Pembentukan pengertian, yaitu dari satu masalah, pikiran

kita fokus pada ciri yang mengarah pada masalah tersebut.

b. Pemberian pendapat, yaitu pikiran kita menggabungkan

atau memisahkan beberapa pengertian yang menjadi tanda dari masalah tersebut.

c. Pembentukan keputusan, yaitu pikiran kita

menggabungkan pendapat-pendapat tersebut.

d. Pembentukan kesimpulan, yaitu pikiran kita menarik

keputusan dari keputusan-keputusan yang lain.

Evans mengkategorikan berpikir menjadi dua, yaitu:7

a. Berpikir secara sadar (concious thinking)

Berpikir secara sadar adalah berpikir dengan menggunakan input yang berawal dari sensori yaitu informasi yang didapat melalui pengindraan, diproses dengan pengetahuan yang disimpan di dalam memori, baik memori jangka pendek (short-term memory) atau

memori jangka panjang (long-term memory) untuk

menghasilkan konsep yang berarti.

b. Berpikir secara tidak sadar (unconcious thinking)

Berpikir secara tidak sadar mempresentasikan bagian penting kedua dari pikiran kita. Dalam proses memecahkan masalah, menyaring informasi, menemukan ide dan membuat keputusan terkadang dilakukan tanpa dikendalikan secara sadar dan jauh lebih cepat daripada berpikir sadar.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir adalah proses yang melibatkan aktivitas mental karena

6 Ibid, hal 13.

(24)

adanya suatu persoalan yang sedang dipikirkan dan ingin dicari penyelesaiannya dan hasilnya dapat berupa ide, gagasan, ataupun keputusan.

2. Berpikir Probabilistik

Sebelum dibahas tentang berpikir probabilistik terlebih dahulu dibahas tentang probabilitas. Dalam berbagai bidang kata probabilitas sering dijumpai, bahkan dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari kejadian yang melibatkan probabilitas. Probabilitas adalah kemungkinan8.

Kata probabilitas bisa disebut juga sebagai peluang, kemungkinan, harapan, prediksi, atau kesempatan dimana seseorang akan mengambil keputusan dalam suatu kejadian.

Probabilitas merupakan cabang ilmu matematika yang mempelajari tentang memprediksi suatu hasil yang mungkin terjadi dari suatu percobaan. Menurut Acredolo, dkk,

Probability of any event is expressed as a ratio of the number of potential outcomes that may be considered successful over the number of all possible outcomes, successful plus unsuccessful” 9. Probabilitas untuk setiap kejadian dinyatakan

sebagai rasio/perbandingan dari banyaknya hasil potensial yang mungkin dianggap sukses atas banyaknya semua hasil yang mungkin, berhasil tambah tidak berhasil.

Probabilitas adalah suatu indeks atau nilai yang digunakan untuk menentukan tingkat terjadinya suatu kejadian yang bersifat random (acak). Oleh karena itu probabilitas merupakan indeks atau nilai maka probabilitas memiliki batas-batas yaitu mulai dari 0 sampai dengan 110. Probabilitas disebut

juga dengan peluang. Teori peluang awalnya lahir dari masalah

peluang memenangkan permainan judi. Dalam

perkembangannya teori peluang menjadi cabang dari ilmu matematika yang digunakan sacara luas. Teori peluang banyak digunakan dalam dunia bisnis, meteorologi, sains, insdustri, politik, dan lain-lain. Perusahaan asuransi jiwa menggunakan

8 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diakses dari http://kbbi.web.id/probabilitas, pada

tanggal 17 April 2016.

9 Dwi Ivayana Sari, Op. Cit., hal 2.

10 Yardha Khairani, Landasan Teori Modul Probabilitas, diakses dari

(25)

peluang untuk menaksir berapa lama seseorang mungkin hidup. Dokter menggunakan peluang untuk memprediksi besar-kecilnya kesuksesan suatu metode pengobatan. Ahli meteorologi menggunakan peluang untuk memperkirakan kondisi cuaca. Dalam dunia politik teori peluang juga digunakan untuk memprediksi hasil-hasil sebelum pemilihan umum. Peluang juga digunakan PLN untuk merencanakan pengembangan sistem pembangkit listrik dalam menghadapi perkembangan beban listrik di masa depan11. Banyak ahli sains

yang menggunakan konsep peluang/probabilitas dalam mengembangkan hasil penelitian. Hal ini dikarenakan probabilitas dapat digunakan untuk memprediksi besarnya suatu kejadian yang akan terjadi. Dengan kata lain, konsep probabilitas dapat membantu seseorang dalam menanggapi situasi yang akan terjadi, sehingga dapat disimpulkan bahwa probabilitas adalah ilmu matematika yang mempelajari tentang kemungkinan, harapan, atau prediksi suatu kejadian yang akan terjadi.

Sebagian besar fenomena yang akan terjadi memiliki banyak kemungkinan, sehingga berpikir ketika memahami atau menyelesaikan masalah yang berkemungkinan merupakan bagian integral dalam kehidupan seseorang. Berpikir probabilistik akan berperan penting dalam situasi seseorang menghadapi kejadian yang akan terjadi, akan tetapi kejadian tersebut masih mungkin terjadi. Ketika seseorang berpikir dalam kondisi yang dipengaruhi elemen-elemen random maka berpikir probabilitas seseorang akan muncul.

Falk dan Konold menyatakan bahwa probabilistic

thinking is an inherently new way of processing information as the world view shifts from deterministic view of reality12.

Maksudnya berpikir probabilistik adalah suatu cara baru untuk memproses informasi sebagai perubahan pandangan dunia dari pandangan deterministik dari kenyataan. Pendapat lain dari

Hogg dan Tanis yang menyatakan bahwa “the term probabilistic thinking will be used to describe children’s

11 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Buku Guru Matematika SMP/MTs Kelas VIII, (Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud, 2014), 389.

(26)

thinking in responses to any probability situation”13. Dapat

diartikan bahwa berpikir probabilistik akan digunakan untuk mendeskripsikan pemikiran anak dalam merespon berbagai macam masalah probabilistik.

Dari berbagai pendapat tentang berpikir probabilistik, maka yang dimaksud berpikir probabilistik adalah cara siswa memproses sebuah informasi untuk merespon berbagai situasi dalam suatu konteks yang memuat unsur ketidakpastian.

Dalam mengambil keputusan dari berbagai macam

kemungkinan yang ada, seseorang melewati proses berpikir probabilistik yang berbeda-beda. Disinilah terdapat tingkatan berpikir probabilistik.

Menurut Jan dan Amit dalam analisis kualitatif, terdapat empat kategori dalam berpikir probabilistik yaitu :

types of strategies; represntation; use of probabilistic language; the nature of cognitive abstarcle14. Empat kategori

tersebut yaitu strategi, representasi, penggunaan bahasa probabilistik, dan sifat dari halangan kognitif. Penelitian Irma Jan dan Miriam Amit lebih berfokus pada strategi yang

digunakan siswa ketika menghadapi masalah15. Dalam

penelitian ini aspek berpikir probabilistik mengacu pada penelitian Ika Victoria yang menyatakan bahwa aspek berpikir probabilistik ada dua, yaitu strategi dan representasi. Strategi yang digunakan siswa meliputi cara dan alasan yang digunakan siswa dalam mengambil keputusan atau pengestimasian suatu kejadian atau pemilihan prosedur perhitungan dalam menyelesaikan masalah probabilitas, sedangkan representasi yaitu ungkapan, istilah, tulisan atau ide matematika siswa yang terkait dengan probabilitas yang digunakan siswa sebagai upaya menunjukkan pemahamannya atau untuk mencari solusi dari suatu masalah probabilitas. Berikut adalah tabel indikator dari berpikir probabilistik dalam menyelesaikan masalah.

13 Ika Victoria Nalurita, Op. Cit., hal 22. 14 Ibid, hal 31.

(27)

Tabel 2.1

Indikator Berpikir Probabilistik dalam Menyelesaikan Masalah Probabilitas

No. Aspek Deskripsi Indikator

1. Strategi Cara dan alasan

i. Mengidentifikasi

(28)

B. Masalah Probabilitas

Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir setiap hari orang dihadapkan kepada persoalan-persoalan yang perlu dicari jalan keluarnya. Suatu persoalan-persoalan dapat bersumber dari dalam diri seseorang atau dari lingkungannya, bergerak dari yang mudah sampai yang paling sulit, dan dari masalah yang sudah jelas (defined problem) sampai masalah yang tidak jelas (illdefined problem)16. Coneey menyatakan, “… for a question to be a problem, it must be challenge that cannot be resolved by some routine procedure known to the student …”17

maksudnya pertanyaan yang menjadi permasalahan harus menjadi suatu tantangan yang tidak dapat diselesaikan dengan suatu prosedur rutin yang diketahui siswa.

Menurut Martin masalah timbul jika ada kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Masalah adalah situasi dimana ada sesuatu yang diinginkan tetapi belum diketahui mendapatkannya. Sesuatu merupakan masalah bagi seseorang apabila sesuatu itu baru dan sesuai dengan kondisi yang memecahkan masalah, dan kondisi

yang memecahkan masalah memiliki pengetahuan prasyarat18.

Suatu pertanyaan bisa menjadi masalah bagi seseorang tergantung individu dan waktu19. Artinya suatu pertanyaan bisa menjadi

masalah bagi seseorang tapi belum tentu bagi orang lain dan suatu pertanyaan bisa menjadi masalah pada suatu waktu namun belum tentu jika pada waktu mendatang. Menurut Evans pemecahan masalah adalah suatu aktivitas yang berhubungan dengan pemilihan jalan keluar atau cara yang cocok bagi tindakan dan pengubahan kondisi sekarang (present state) menuju kondisi yang diharapkan (future state atau desired goal)20.

Masalah probabilistik (a probability situation) adalah masalah yang memuat unsur ketidakpastian (a situation involving uncertainty). Masalah yang memuat unsur ketidakpastian adalah suatu masalah yang mengacu pada suatu aktivitas atau eksperimen

16 Suharnan, MS, Psikologi Kognitif, (Surabaya: Srikandi, 2005), 282-283.

17 Zaenal Arifin, Skripsi: Profil Siswa Dalam Memecahkan Masalah Kontekstual Matematika Ditinjau dari Perbedaan Adversity Quotient (AQ) di SMP Budi Sejati Surabaya”. (Surabaya: UINSA, 2013), 20.

18 Abdul Muhid, dkk, Psikologi Umum, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013), 178. 19 Zaenal Arifin, Op. Cit., hal 21.

(29)

random yang bisa mendapatkan berbagai hasil yang mungkin, tetapi hasil yang pasti tidak dapat ditentukan sebelumnya secara tepat21.

C. Adversity Quotient (AQ)

1. Pengertian Adversity Quotient (AQ)

Paul G. Stoltz mengemukakan satu kecerdasan baru selain IQ, EQ, dan SQ. Ia menganggap bahwa ada faktor lain dalam meramalkan kesuksesan seseorang yaitu berupa motivasi dan dorongan dari dalam serta sikap pantang menyerah. Faktor tersebut adalah Adversity Qoutient (AQ).

Menurut Prof Dr. dr. Hari K Lasmono, MS bahwa untuk bisa sukses dalam bisnis maupun karir, tidak cukup

mengandalkan IQ (Intelligence Quotient) dan EQ (Emotional

Quotient) saja tetapi juga Adversity Quotient (AQ). Karena AQ merupakan perpaduan dari IQ dan EQ. Jadi AQ bisa dikatakan sebagai kehandalan mental. Tidak semua orang yang memiliki IQ yang tinggi dapat berhasil demikian pula tidak semua orang yang memiliki EQ yang tinggi juga berhasil22.

Kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang artinya kesengsaraan dan kemalangan23. Sedangkan quotient

artinya kecerdasan sehingga Adversity Quotient dapat diartikan kecerdasan seseorang dalam menghadapi kesengsaraan atau kesulitan yang dialaminya.

Adversity Qoutient (AQ) menurut Paul G. Stoltz adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang dalam menghadapi

kesulitan, hambatan dan mampu mengatasinya24. Menurut

Stoltz, Adversity Qoutient (AQ) merupakan kecerdasan

seseorang dalam menghadapi rintangan atau kesulitan secara

teratur. Adversity Qoutient (AQ) membantu individu

memperkuat kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari seraya tetap berpegang teguh pada

21 Imam Sujadi, Op. Cit., hal 2.

22Abidatul Ma’rufah, Skripsi: “Profil Kemampuan Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Adversity Quotient (AQ), (Surabaya: IAIN Sunan Ampel,2012), 15.

23 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 1976), 14.

(30)

prinsip dan impian tanpa mempedulikan apa yang sedang terjadi25.

Melalui AQ dapat diketahui siapa yang akan tampil sebagai pemenang dan siapa yang akan putus asa dalam ketidakberdayaan. Selain itu, AQ dapat meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan bertahan saat menghadapi suatu kesulitan.

Konsep AQ menurut Stoltz, hidup diumpamakan sebagai suatu pendakian. Kesuksesan adalah sejauh mana individu terus maju dan menanjak, terus berkembang sepanjang hidupnya meskipun berbagai kesulitan dan hambatan menjadi penghalang. Peran AQ sangat penting dalam mencapai tujuan hidup atau mempertahankan visi seseorang, AQ digunakan untuk membantu individu

memperkuat kemampuan dan ketekunannya dalam

menghadapi tantangan hidup sehari-hari, sambil berpegang pada prinsip dan impian yang menjadi tujuan26.

Stoltz berpendapat bahwa kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupan terutama ditentukan oleh tingkat AQ. Adversity quotient tersebut terwujud dalam tiga bentuk, yaitu:27

a. Kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami

dan meningkatkan semua segi kesuksesan,

b. Suatu ukuran untuk mengetahui respon seseorang

terhadap kesulitan, dan

c. Serangkaian alat untuk memperbaiki respon seseorang

terhadap kesulitan.

Agar kesuksesan menjadi nyata, maka Stoltz berpendapat bahwa gabungan dari ketiga unsur tersebut yakni pengetahuan baru, tolak ukur dan peralatan praktis merupakan sebuah kesatuan yang lengkap untuk memahami dan memperbaiki komponen dasar meraih kesuksesan.

25 Eirene Gracia, Adversity Quotient, diakses dari http://coretanphilosophia.

blogspot.co.id/2015/04/adversity-quotient-dan-paul-g-stoltz.html, pada tanggal 17 Maret 2016.

26 Sihnu Bagus, Pengertian Adversity Quotient, diakses dari http: // all- about- theory.

blogspot. co. id / 2011 / 11 / pengertian - adversity -quotient.html, pada tanggal 6 April 2016.

(31)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa Adversity Quotient (AQ) merupakan kecerdasan atau

kemampuan individu untuk dapat bertahan dalam menghadapi segala tantangan sampai menemukan jalan keluar dan berusaha

memecahkan berbagai macam permasalahan dengan

mengubah cara pandang terhadap kesulitan tersebut.

2. Komponen Adversity Quotient (AQ)

Stoltz menyatakan bahwa komponen utama Adversity

Quotient (AQ) yang disingkat CO2RE, antara lain:

a. Kendali/Control (C)

Komponen ini berkaitan dengan seberapa besar seseorang yang merasa mampu mengendalikan sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan. Semakin besar kendali yang dimiliki, semakin besar kemungkinannya seseorang dapat bertahan atas masalah yang dihadapi. Sebaliknya semakin rendah kendali, semakin besar kemungkinannya seseorang merasa bahwa masalah yang dihadapi diluar kendali.

b. Asal-usul dan Pengakuan/Origin and Ownership (O2)

Mempertanyakan siapa yang menjadi asal-usul kesulitan dan sampai sejauh mana seseorang mengakui adanya kesulitan tersebut. Rasa bersalah yang tepat akan menggugah seseorang untuk bertindak sedangkan rasa bersalah yang terlalu besar akan merusak semangatnya.

Ownership mengungkap sejauh mana seseorang mengakui akibat dari kesulitan dan kesediaan seseorang untuk bertanggungjawab atas kesulitan tersebut.

c. Jangkauan/Reach (R)

Sejauh mana kesulitan akan menjangkau aspek-aspek lain dari kehidupan seseorang sekalipun tidak

berhubungan dengan masalah yang dihadapi. Adversity

Quotient yang rendah pada individu akan membuat kesulitan merambah ke segi-segi lain dari kehidupan seseorang.

d. Daya tahan/Endurance (E)

(32)

tahan yang tinggi akan memiliki harapan dan sikap optimis dalam mengatasi kesulitan atau tantangan yang sedang dihadapi. Semakin tinggi daya tahan yang dimiliki oleh individu, maka semakin besar kemungkinan seseorang dalam memandang kesuksesan sebagai sesuatu hal yang bersifat sementara dan orang yang mempunyai daya tahan rendah akan menganggap bahwa kesulitan yang sedang dihadapi adalah sesuatu yang bersifat abadi dan sulit untuk diperbaiki.

3. Kategori Adversity Quotient (AQ)

Stoltz mengklasifikasikan orang dalam merespon

suatu kesulitan ke dalam tiga kategori AQ, yaitu quitter (AQ

rendah), camper (AQ sedang), dan climber (AQ tinggi). Jika pengklasifikasian ini diperluas maka terdapat kelompok diantara kategori quitter dan camper dan diantara kategori

camper dan climber. Kelompok yang berada diantara kategori

quitter dan camper disebut kategori peralihan dari quitter ke

camper, sedangkan kelompok yang berada diantara kategori

camper dan climber disebut kategori peralihan dari camper ke

climber. Berikut adalah tabel kelompok AQ.

Tabel 2.2

Pengklasifikasian Kelompok Adversity Quotient (AQ)

No. Skor Kategori siswa

1. 59 ke bawah Quitter

2. 60-94 Peralihan Quitter ke Camper

3. 95-134 Camper

4. 135-165 Peralihan Camper ke Climber

5. 166-200 Climber

Orang yang termasuk kategori quitter memiliki AQ

59 ke bawah, seorang camper memiliki AQ sebesar 95 sampai

dengan 134, dan seorang climber memiliki AQ 166 sampai dengan 200.

Stoltz menggunakan istilah quitter, camper, dan

(33)

ada pula yang benar-benar ingin menaklukkan puncak gunung. Istilah quitter untuk mereka yang menyerah sebelum sampai

pada puncak. Camper untuk mereka yang sudah merasa puas

hanya sampai ketinggian tertentu, dan climber untuk mereka yang ingin sampai pada puncak.

a. Quitter (mereka yang menyerah)

Quitter adalah mereka yang menolak untuk mendaki lebih tinggi lagi, memilih untuk keluar, cenderung menghindari atau lari dari tantangan berat yang muncul. Orang tipe ini mempunyai kemampuan yang kecil atau bahkan tidak mempunyai sama sekali kemampuan dalam menghadapi kesulitan. Itulah yang

menyebakan mereka berhenti. Selain itu juga

mengabaikan, menutupi atau meninggalkan dorongan inti

dengan manusiawi untuk berusaha. Para quitter ini

sekadar bertahan hidup. Mereka mudah putus asa dan menyerah di tengah jalan. Mereka cukup puas dengan pemenuhan kebutuhan dasar.

b. Camper (mereka yang berkemah)

Camper adalah orang yang tidak mau mengambil resiko terlalu besar dan merasa puas dengan kondisi atau keadaan yang telah dicapainya saat ini.

Mereka mau untuk mendaki meskipun akan “berhenti” di

pos tertentu dan merasa cukup sampai di situ, mereka masih memiliki sejumlah inisiatif, sedikit semangat dan beberapa usaha, mengorbankan kemampuan individunya

untuk mendapatkan kepuasan. Mereka sering

mengabaikan kemungkinan-kemungkinan yang akan didapat. Orang tipe ini cepat puas atau merasa cukup berada di posisi tengah. Mereka tidak memaksimalkan usahanya walaupun peluangnya ada. Tidak ada usaha untuk lebih giat belajar.

c. Climber (mereka yang pendaki)

Climber adalah orang yang mempunyai tujuan atau target. Untuk mencapai tujuan tersebut mereka

berusaha dengan gigih dan selalu memikirkan

(34)

mendaki yang memiliki tekad untuk sampai pada puncak gunung. Climbers tidak dikendalikan oleh lingkukngan,

tetapi dengan berbagai kreativitasnya berusaha

mengendalikan lingkungan. Tipe ini akan selalu siap menghadapi rintangan dan menyukai tantangan dan tipe inilah yang tergolong memiliki AQ yang baik.

4. Angket Adversity Respons Profile (ARP)

Adversity Respons profile adalah profil respons terhadap kesulitan yang digunakan untuk mengelompokkan AQ ke dalam tiga kategori, yaitu quitter, camper, dan climber.

ARP telah digunakan lebih dari 7.500 orang dari seluruh dunia dengan berbagai macam karier, usia, ras, dan budaya. Analisis formal terhadap hasilnya mengungkapkan bahwa instrumennya tolak ukur yang valid untuk mengukur respon orang terhadap

kesulitan dan merupakan peramal kesuksesan yang ampuh28.

Dalam angket ARP memuat 30 peristiwa yang didaftar. Dari setiap peristiwa disertai dua pertanyaan dan diberikan alternatif pilihan jawaban berupa angka 1 sampai 5. Dari 30 pertanyaan tersebut ada yang diberi tanda plus dan ada yang diberi tanda minus. Pertanyaan yang diberi tanda plus merupakan pertanyaan positif dan pertanyaan yang diberi tanda minus merupakan pertanyaan negatif. Stoltz menjelaskan bahwa pertanyaan negatif yang akan diperhatikan skornya, hal ini disebabkan karena kita lebih memperhatikan respons-respons terhadap kesulitan. Ada 20 pertanyaan yang bersifat negatif yaitu: 1, 2, 4, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15, 16, 18, 19, 21, 22, 24, 26, 28, dan 29. ARP mengukur seluruh komponen AQ, yaitu Control (C), Original dan Ownership (O2), Reach (R),

dan Endurance (E). Rentang skor masing-masing komponen adalah 10 s.d 50. Cara menghitung skor ARP dengan menjumlahkan seluruh skor yang diperoleh siswa dalam angket ARP tersebut. Setiap nomor ada 2 pertanyaan sehingga diperoleh skor ARP minimal 20 x 2 x 1 sama dengan 40 dan skor maksimal 20 x 2 x 5 sama dengan 200. Skor ARP menunjukkan kategori AQ yang dimiliki seseorang.

28 Paul G. Stoltz, Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang, (Jakarta: PT

(35)

D. Hubungan Antara Berpikir Probabilistik dan Adversity Quotient (AQ)

Matematika mempunyai sifat khas jika dibandingkan dengan disiplin ilmu yang lain. Matematika berkaitan dengan ide abstrak yang diberi simbol yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif. Menurut Hermes semua konsep matematika memiliki sifat abstrak sebab hanya ada dalam pikiran manusia. Hanya pikiran yang dapat melihat objek matematika. Karena itu kegiatan pembelajaran matematika seyogyanya tidak disamakan begitu saja dengan ilmu yang lain. Belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi dan menuntut pemahaman dan ketekunan berlatih.

Semua konsep matematika memiliki sifat abstrak sebab hanya ada dalam pikiran manusia. Objek dalam matematika yang abstrak menyebabkan siswa kesulitan dalam belajar matematika salah satunya dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan

probabilitas. Memecahkan masalah yang memuat unsur

ketidakpastian bersifat kompleks dan menantang, mengingat sekumpulan percobaan yang berbeda maka hasilnya juga berbeda. Disinilah potensi AQ sangat dibutuhkan dalam belajar matematika. Belajar pada dasarnya adalah mengatasi kesulitan. Dengan adanya kesulitan dapat menjadikan mereka yang dapat mengatasinya menjadi individu yang tangguh dan memberikan kepuasan saat mereka mampu mengatasinya dengan sebaik-baiknya.

Stoltz menyatakan bahwa orang sukses dalam belajar, adalah orang yang memiliki AQ tinggi. AQ sangat berpengaruh terhadap hasil belajar. Carol Deweck menyatakan bahwa siswa yang mempunyai AQ tinggi memiliki motivasi dan prestasi belajar tinggi. Kesulitan baginya justru membuatnya menjadi siswa pantang menyerah. Mereka mampu mengubah kesulitan menjadi peluang. Mereka adalah orang optimis yang memandang kesulitan bersifat sementara dan bisa diatasi.

(36)

bukan disingkirkan dari hadapan anak, melainkan keberanian perlu ditumbuhkan dalam diri anak untuk menghadapi kesulitan dalam belajar di sekolah. Dengan demikian AQ sangat berperan penting dalam memecahkan suatu permasalahan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Cristina yang menyatakan bahwa “this is where the role of adversiti quotient (the ability to wishtand adversities) plays an important role in one’s life”29.

E. Peluang

Materi Peluang merupakan salah satu materi yang diajarkan di kelas VIII semester genap pada Kurikulum 2013. Berikut Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar materi peluang.

Tabel 2.3

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Matematika Bab Peluang

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

3. Memahami dan menerapkan

pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

3.13 Menentukan peluang

empirik dan teoretik dari data luaran (output) yang mungkin diperoleh berdasarkab sekelompok data nyata

4. Mengolah, menyaji, dan

menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar,

4.4 Menyelesaikan

permasalahan dengan menaksir besaran yang tidak diketahui menggunakan grafik, aljabar, dan

aritmatika

(37)

dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut

pandang/teori.

4.8 Melakukan

percobaan untuk menemukan peluang empirik dari masalah nyata serta

membandingkannya dengan peluang teoritik

1. Ruang Sampel

Sebelum membahas tentang ruang sampel akan dijelaskan titik sampel. Titik sampel adalah setiap kemungkinan hasil dalam suatu ruang contoh30. Sedangkan

ruang sampel adalah himpunan semua kemungkinan hasil

suatu percobaan31. Suatu himpunan bagian dari ruang contoh

disebut kejadian32. Kejadian ada dua yaitu kejadian tunggal

dan kejadian majemuk.

a. Kejadian tunggal

Bila suatu kejadian dapat dinyatakan sebagai sebuah himpunan yang hanya terdiri dari satu titik sampel. Contoh: sebuah dadu bermata enam yang seimbang jika dilemparkan hanya memunculkan satu mata dadu. Kemungkinan mata dadu yang muncul adalah angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, dan angka 6. Himpunan semua kemungkinan mata dadu yang muncul pada pelemparan satu dadu ditulis sebagai berikut S={1, 2, 3, 4, 5, 6}

Himpunan S disebut sebagai ruang sampel pelemparan satu dadu.

b. Kejadian majemuk

Kejadian yang dapat dinyatakan sebagai gabungan beberapa kejadian sederhana disebut kejadian majemuk. Misalnya melempar dua buah mata koin, dua buah mata

30 Ronald E. Walpole, Pengantar Statistika, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), 70. 31 Ibid, hal 70.

(38)

dadu atau memadukan mata dadu dan mata koin dalam suatu percobaan.

Ada beberapa cara untuk menentukan ruang sampel suatu percobaan, yaitu:

1) Cara mendaftar

2) Menggunakan diagram kartesius

3) Diagram pohon

4) Tabel

Contoh: Suatu percobaan melempar dua koin logam yang sama dilakukan bersama-sama. Ruang sampel dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:

1) Cara mendaftar

Ada empat kemungkinan yang dapat muncul, yaitu:

a) Koin I muncul A, dan koin II muncul A.

b) Koin I muncul A, dan koin II muncul G.

c) Koin I muncul G, dan koin II muncul A.

d) Koin I muncul G, dan koin II muncul G.

Semua kemungkinan yang dapat muncul tersebut, dapat kita tulis sebagai berikut:

� = { �, � , �, � , �, � , �, � }

Himpunan S tersebut dikatakan sebagai ruang sampel pelemparan dua koin.

2) Menggunakan diagram kartesius

Dengan menggunakan diagram kartesius kita dapat menyajikan sebagai hasil pemasangan dari dua titik yang berurutan.

K o

i n

I

A G

A

G

Koin II

Ruang sampel

�� ��

(39)

3) Diagram pohon

Menyajikan ruang sampel dari percobaan

pelemparan dua mata koin dengan diagram pohon seperti dalam penyajian berikut:

Koin I Koin II Ruang sampel

G = munculnya gambar Misal:

Titik sampel AA berarti uang ke-1 muncul angka dan uang ke-2 muncul angka.

Ruang sampelnya adalah � = {��, ��, ��, ��} dan

� � =

2. Peluang Teoritik (Peluang Klasik)

Bila suatu percobaan mempunyai � hasil percobaan yang

berbeda, dan masing-masing mempunyai kemungkinan yang sama untuk terjadi, dan bila tepat �diantara hasil percobaan itu

menyusun kejadian �, maka peluang kejadian � adalah

� � =� 33.

Contoh: Dua buah dadu berwarna merah dan biru dilambungkan bersama-sama. Hitunglah banyak kejadian kedua mata dadu berjumlah 8 yang mungkin terjadi. Berapa peluangnya?

(40)

Pembahasan:

� = {(2,6), (3,5), (4,4), (5,3), (6,2)}

� =

Jadi peluang jumlah mata dadu 8 adalah

3. Peluang Suatu Kejadian

Definisi peluang suatu keajdian � adalah jumlah peluang

semua titik sampel dalam �. Dengan demikian,

1) ≤ � � ≤

2) � ∅ =

3) � � = 34.

(41)
(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif karena peneliti ingin mendeskripsikan berpikir probabilistik siswa dalam menyelesaikan masalah probabilitas ditinjau dari Adversity Quotient (AQ). Peneliti menggunakan tes tertulis dan wawancara untuk mengumpulkan data yang selanjutnya dianalisis sesuai indikator berpikir probabilistik.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 01 s.d 10 November 2016, semester ganjil tahun ajaran 2016/2017 di SMP Negeri 1 Sidoarjo.

C. Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX-3 dan IX-4 SMP Negeri 1 Sidoarjo yang berjumlah 59 siswa dan telah memperoleh materi peluang. Peneliti mengambil sampel dengan

teknik purposive sampling (sampel bertujuan) karena ada

(43)

Tidak

Ya

Diagram 3.1

Alur Pemilihan Subjek Penelitian Kategori

Quitter

Dua siswa Quitter

Dua siswa Climber Dua siswa

Camper

Mulai

Penentuan calon kelas

Pemberian tes ARP

Analisis hasil tes ARP

Kategori Camper

Kategori Climber

Apakah setiap kelompok terisi?

Selesai

Keterangan:

: Awal/akhir : Kegiatan : Keputusan : Hasil

(44)

Nama-nama siswa yang terpilih menjadi subjek penelitian tercantum dalam tabel 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.1

Daftar Inisial Nama Subjek Penelitian

No. Inisial Nama Subjek Kategori Subjek Kode

1. FMN Quitter S1

2. FMH Quitter S2

3. MRR Camper S3

4. FDS Camper S4

5. FOV Climber S5

6. ZR Climber S6

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan penulis untuk mengumpulkan data menggunakan:

1. Angket

Peneliti menggunakan angket Adversity Respons

Profile (ARP) untuk mengetahui respon siswa dalam menghadapi kesulitan untuk kemudian dipilih sebagai subjek penelitian. Angket ini dilakukan dengan memberikan beberapa peristiwa dan meminta siswa untuk memberi respon terhadap peristiwa tersebut.

2. Tes

Peneliti menggunakan tes tertulis berupa Tes Pemecahan Masalah Probabilitas (TPMP). Tes ini diberikan setelah mendapatkan subjek penelitian. Tes ini untuk mengetahui gambaran berpikir probabilistik siswa dengan kategori AQ yang berbeda.

3. Wawancara

Peneliti menggunakan metode wawancara untuk

menggali informasi lebih dalam mengenai berpikir

(45)

terarah dan tidak meluas pada pembahasan yang lainnya serta tidak ada bagian yang terlupakan. Namun pertanyaan wawancara juga dapat dikembangkan sesuai hasil penyelesaian TPMP sehingga pertanyaan yang diajukan tidak harus sama untuk setiap subjek penelitian. Jika subjek mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan, maka diberikan pertanyaan yang lebih sederhana namun tetap tidak mengubah makna dari pertanyaan.

Wawancara dilakukan kepada siswa yang telah terpilih sebagai subjek penelitian dan telah mengerjakan TPMP. Agar data yang diperoleh akurat, maka peneliti menggunakan rekam audio untuk merekam proses wawancara antara peneliti dengan subjek.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Angket Adversity Respons Profile (ARP)

Instrumen ARP ini digunakan untuk

mengelompokkan siswa dalam tiga kategori AQ yaitu quitter,

camper, dan climber. Instrumen Adversity Respons Profile

diadopsi dari tesis Sri Mulyani dimana ARP tersebut telah dimodifikasi dan digunakan untuk penelitian pada siswa kelas VIII SMP Negeri 11 Surabaya. Subjek dalam penelitian tersebut adalah 1 siswa setiap tingkat AQ. Peneliti melakukan validasi instrumen ARP kepada ahli psikolog agar instrumen benar-benar valid dan layak digunakan untuk penelitian terhadap siswa SMP. Adapun psikolog yang menjadi validator instrumen ARP ini adalah Roni Nasaputra, M.Si, Psikolog. Adapun angket ARP yang telah diadaptasi peneliti, pedoman penskorannya dan hasil validasi angket ARP dapat dilihat pada lampiran dapat dilihat pada lampiran A-1, A-2 dan A-3.

2. Tes Pemecahan Masalah Probabilitas (TPMP)

(46)

Untuk menjamin bahwa instrumen ini dapat dikatakan valid, maka terdapat beberapa prosedur yang harus dilakukan, yaitu:

a. Menyusun instrumen tes pemecahan masalah probabilitas

dengan menyesuaikan indikator berpikir probabilistik. b. Melakukan validasi instrumen tes kepada tiga validator

ahli yaitu dua dosen dalam bidang pendidikan matematika UIN Sunan Ampel Surabaya dan satu guru matematika SMPN 1 Sidoarjo.

c. Setelah instrumen tes divalidasi dan dinyatakan

valid/memenuhi kriteria sebagai instrumen yang dapat mengukur berpikir probabilistik siswa oleh paling sedikit dua dari tiga validator ahli, maka instrumen layak digunakan dalam penelitian. Jika instrumen tes belum dinyatakan valid oleh validator, maka peneliti melakukan revisi terhadap instrumen tes hingga dinyatakan valid oleh paling sedikit dua dari tiga validator ahli.

Adapun instrumen TPMP sebelum revisi, revisi instrumen TPMP, kisi-kisi instrumen TPMP, lembar validasi instrumen TPMP dan instrumen TPMP setelah direvisi dapat dilihat pada lampiran A-4, A-5, A-6, A-7 dan A-8. Adapun nama validator instrumen tes pemecahan masalah probabilistik dan pedoman wawancara dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.2

Daftar Validator Instrumen TPMP dan Pedoman Wawancara

No. Nama Validator Jabatan

1. Moh. Hafiyusholeh,

M.Si.

Dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya

2. Ahmad hanif

Asyhar, M.Si.

Dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya

3. Suwelastyaningsih,

S.Pd., M.M.

Guru Matematika SMPN 1 Sidoarjo

(47)

peluang. Alur penyusunan instrumen tes pemecahan masalah probabilitas dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Tidak

Ya

Diagram 3.2

Alur Penyusunan Instrumen Tes Pemecahan Masalah Probabilitas

3. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara disusun oleh peneliti untuk menggali informasi terhadap subjek penelitian yang belum terungkap dalam data hasil penyelesaian tes. Penyusunan pedoman wawancara didasarkan pada indikator berpikir probabilistik sebagaimana dijelaskan dalam bab II. Pedoman wawancara dapat digunakan setelah dinyatakan valid oleh validator ahli yang sama dengan validator tes pemecahan masalah probabilitas. Adapun lembar pedoman wawancara dan lembar validasi dapat dilihat pada lampiran A-9 dan A-10. Penyusunan indikator berpikir probabilistik

Penyusunan instrumen TPP

Draft instrumen TPMP

Validasi instrumen TPMP

Apakah valid?

Instrumen TPMP siap digunakan untuk penelitian Revisi

Keterangan: : Kegiatan

: Keputusan

: Hasil

: Urutan kegiatan

(48)

F. Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber. Triangulasi sumber adalah membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda1.

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

Hal ini berarti data yang diperoleh dari sumber pertama akan dibandingkan dengan sumber kedua. Jika data tersebut menunjukkan kecenderungan yang sama, maka dikatakan valid. Tetapi jika data tersebut menunjukkan kecenderungan berbeda, maka dibutuhkan sumber ketiga. Setelah itu data yang diperoleh dari sumber ketiga dideskripsikan sehingga dari ketiga sumber dibandingkan mana saja yang memiliki kecenderungan yang sama.

G. Teknik dan Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini adalah hasil tes ARP, TPMP, dan wawancara. Analisis dilakukan setelah tes ARP diberikan, dilanjutkan TPMP kemudian wawancara. Hasil TPMP dijadikan acuan untuk melakukan wawancara. Analisis yang dibuat peneliti dalam penelitian ini mengacu pada tahapan analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

1. Reduksi data

Tahap ini merupakan proses untuk memperoleh data yang diperlukan dengan cara menyeleksi data yang relevan dengan tujuan penelitian dan membuang data yang tidak relevan dalam penelitian. Tahapan reduksi data dalam penelitian ini meliputi:

a. Angket ARP

Peneliti menganalisis data hasil tes ARP berdasarkan petunjuk penyekoran yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah didapatkan skor masing-masing siswa, siswa

dikelompokkan ke dalam tiga kategori AQ yaitu quitter,

camper, dan climber. Kemudian dipilih dua subjek dari masing-masing kategori AQ dengan memperhatikan pendapat guru.

1 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

(49)

b. Tes Pemecahan Masalah Probabilitas

Tes pemecahan masalah probabilitas dilakukan untuk

mendapatkan data berpikir probabilistik subjek

penelitian. Setelah tes dilakukan, peneliti menganalisis data hasil tes berdasarkan aspek berpikir probabilistik dalam menyelesaikan masalah probabilitas.

c. Wawancara

Untuk mempermudah analisis data hasil wawancara, maka dibuat transkrip dari data hasil wawancara dengan memperhatikan ucapan verbal subjek, tingkah laku dan mimik muka yang ditampilkan oleh subjek dalam menyelesaikan masalah. Dalam transkrip data hasil wawancara menggunakan teknik pengkodean sebagai berikut:

P/Sa.b.c

Keterangan:

P : Pewawancara S : Subjek Penelitian

a : Subjek Penelitian ke-a, a = 1, 2, 3, …, 6 b : Wawancara Soal ke-b, b = 1, 2, 3, …, 13 c : Jawaban Pertanyaan ke-c, c = 1, 2, …, 5 Berikut contohnya:

S1.3.4 : Subjek pertama pada soal ke-3 dan jawaban

pertanyaan ke-4

2. Penyajian data

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian/deskripsi singkat, bagan, hubungan antar

kategori, flowchart dan sebagainya. Penyajian data dari

penelitian ini dalam bentuk uraian berpikir probabilistik masing-masing subjek ditinjau dari AQ berdasarkan aspek berpikir probabilistik, yaitu strategi dan representasi siswa dalam menyelesaikan masalah probabilitas.

3. Penarikan kesimpulan

Gambar

Tabel 2.3 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Matematika Bab
Tabel Koin ke-
Tabel 3.1 Daftar Inisial Nama Subjek Penelitian
Tabel 3.2 Daftar Validator Instrumen TPMP dan Pedoman
+7

Referensi

Dokumen terkait

Profil siswa SMP tipe Quitters dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan literasi matematis dalam memahami masalah dan memeriksa kembali jawaban memenuhi semua

Profil siswa SMP tipe Quitters dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan literasi matematis dalam memahami masalah dan memeriksa kembali jawaban memenuhi semua

Berdasarkan hasil analisis data dan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada soal nomor satu subjek tipe camper tidak mengalami kesalahpahaman dalam mengartikan maksud

Ketiga subjek menyimpan informasi dengan cara melakukan pengulangan informasi pada langkah memahami masalah dengan cara membuat model matematika dari informasi yang

Siswa camper dalam tahap merencanakan penyelesaian masalah matematika model PISA kurang dalam menunjukkan keterampilan berpikir kritis analisis yaitu dalam

Berdasarkan analisis data hasil penelitian, (1) siswa berkemampuan matematika tinggi dengan gaya kognitif reflektif ketika menyelesaikan soal cerita, subjek menentukan

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) siswa climbers dalam memahami masalah, membuat rencana pemecahan masalah, melaksanakan rencana pemecahan masalah dan

1) Proses berpikir konseptual: mampu mengungkapkan apa yang diketahui dalam soal dengan kalimat sendiri, mampu mengungkapkan apa yang ditanya dalam soal dengan