• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi nilai-nilai multikultural pada masyarakat Dusun Mojokerep Menanggal Mojosasi Mojokerto.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi nilai-nilai multikultural pada masyarakat Dusun Mojokerep Menanggal Mojosasi Mojokerto."

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI MULTIKULTURAL PADA

MASYARAKAT DI DUSUN MOJOKEREP MENGANGGAL

MOJOSARI MOJOKERTO

Skripsi:

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Dalam Ilmu ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

Putri Islamia

NIM: E02213036

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULT AS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Penelitian ini akan membahas tentang implementasi nilai-nilai multikultural pada masyarakat dusun Mojokerep. Tujuan penelitian ini adalah analisis terhadap implementasi nilai-nilai multikultural pada masyarakat di dusun Mojokerep, Menanggal, Mojosari, Mojokerto. Implementasi ini sendiri dilakukan oleh semua masyarakat dusun Mojokerep dalam kehidupan sehari-hari mereka melalui hal-hal yang sederhana seperti dialog atau musyawarah, tolong menolong, dan persaudaraan. Yang ketiganya bertujuan untuk menjaga persatuan warga dusun Mojokerep. Di mana masyarakat sebelum mengimplementasikan nilai-nilai multikultural, lebih dulu menanamkan nilai-nilai multikultural tersebut dengan menggunakan dua prinsip, yakni prinsip keterbukaan dan prinsip bersatu dalam perbedaan.

Untuk bisa memehami bagaimana implementasi nilai-nilai multikultural yang dilakukan oleh masyarakat dusun Mojokerep, peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif agar bisa memberikan sebuah gambaran yang lebih rinci mengenai masyarakat dusun Mojokerep. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi, yang bertujuan untuk menganalisa masyarakat dusun Mojokerep pada saat menanamkan dan mengimplementasikan nilai-nilai multikultural dalam kehidupan sehari-hari mereka. Data yang diperoleh berasal dari hasil observasi dan wawancara dengan masyarakat dusun Mojokerep, serta dokumen-dokumen yang didapatkan dari dusun Mojokerep. Sedangkan untuk teori menggunakan teori solidaritas mekanik dari Emile Durkheim.

Setelah dilakukan penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa 1). Penanaman nilai-nilai multicultural dilakukan oleh semua masyarakat dusun Mojokerep, dengan menggunakan dua prinsip, yakni prinsip keterbukaan dan prinsip bersatu dalam perbedaan. Di mana dua prinsip tersebut yang akan memudahkan masyarakat dusun Mojokerep mengimplementasikan nilai-nilai multikultural dalam kehidupan sehari-hari mereka. 2). Dari upaya implementasi nilai-nilai multikultural pada masyarakat melalui tiga upaya, dialog atau musyawarah, tolong menolong, dan persaudaraan menghasilkan adanya sikap toleran antar warga dusun Mojokerep. Yang sikap toleran tersebut yang akan menjadikan masyarakat dusun Mojokerp hidup berdampingan dengan damai.

(7)

DAFTAR ISI

Sampul Depan………i

Sampul Dalam………ii

Halaman Persetujuan Pembimbing………iii

Halaman Pengesahan………iv

Halaman Pernyataan Keaslian……….v

Abstrak………...vi

Kata Pengantar………vii

Daftar Isi……….x

Daftar Tabel……….xii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...1

B. Rumusan Masalah………4

C. Tujuan Penelitian……….4

D. Manfaat Penelitian………...4

E. Telaah Kepustakaan……….5

F. MetodePenelitian………..………...6

(8)

BAB II: KERANGKA TEORI

A. Definisi Solidaritas……….17

B. Bentuk-bentuk Solidaritas Emile Durkheim……….……….18

C. Penggunaan Teori Solidaritas Mekanik……….28

BAB III: PENYAJIAN DATA A. Gambaran Umum Objek Penelitian………...31

1. Keadaan Geografis dan Demografis………31

2. Keadaan Penduduk………...33

3. Kehidupan Sosial Keagamaan………..34

4. Kedaan Ekonomi………..36

B. Keragaman Masyarakat di Dusun Mojokerep Menaggal Mojosari……...39

1. Gambaran Masyarakat Dusun Mojokerep………..39

2. Pluralitas Masyarakat Dusun Mojokerep………40

3. Penanaman Nilai-nilai Multikultural pada Masyarakat Dusun Mojokerep……….42

4. Implementasi Nilai-nilai Multikultural di Tengah-tengah Pluralitas Masyarakat………..45

BAB IV: ANALISIS A. Penanaman Nilai-nilai Multikultural pada Masyarakat……….52

(9)

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan………59

B. Saran………...60

Daftar Pustaka………..61

(10)

BAB I

PENDHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian ini akan membahas tentang implementasi nilai-nilai

multikultural di dusun Mojokerep, Mojosari. Menurut Lawrence Blum,

multikulturalisme adalah sebuah pemahaman, penghargaan, dan penilaian

atas budaya budaya seseorang, serta sebuah penghormatan dan

keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. Multikulturalisme meliputi

penilaian terhadap budaya-budaya orang lain, bukan dalam arti menyetujui

keseluruhan aspek budaya tersebut, melainkan mencoba melihat

bagaimana sebuah budaya asli dapat mengekspresikan nilai-nilai bagi

anggota-anggotanya sendiri.1 Penelitain tentang implementasi nilai-nilai

multikultural ini layak dikaji mengingat masih kurangnya penelitian yang

mengkaji tentang penanaman nilai-nilai multikultural, khususnya

implementasi nilai-nilai multikultural pada masyarakat yang masih bersifat

homogen. Penelitian ini difokuskan pada penanaman nilai-nilai

multikultural pada masyarakat dusun Mojokerep serta implementasi

nilai-nilai multikultural pada masyarakat dusun Mojokerep dalam keseharian

mereka.

1

Akhyar Yusuf Lubis, “Pemikiran Kritis Kontmporer dari Teori Kritis, Culture Studies, Feminisme, Postkolonial Hingga Multikulturalisme”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

(11)

2

Dusun Mojokerep, Menanggal, Mojosari merupakan dusun kecil yang terletak di bagian timur Mojokerto. Dusun ini memiliki beragam keyakinan, seperti Islam sebagai mayoritas, sedangkan minoritasnya antara lain Hindu, Kristen, dan aliran Sapta Dharma.2 Dengan memiliki varian kepercayaan yang beragam, tetapi masyarakatnya tidak pernah mengalami percekcokan antar warganya.3 Hal ini menunjukkan rasa kekeluargaandan sikap toleransi masyarakatnya yang tinggi.

Salah satu contoh budaya yang ada di dusun Mojokerep yakni ulang tahun dusun (ruwah deso). Budaya ini dilakukan oleh seluruh masyarakat dusun Mojokerep tanpa terkecuali, baik Islam maupun keyakinan lainnya. Biasanya para semua warga akan berkumpul di depan makam leluhur, dan kemudianbancaan.

Penelitian ini menggunakan teori solidaritas mekanik Emile Durkheim, yang menjelaskan tentang suatu solidaritas dalam masyarakat yang tergantung pada individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola normatif yang sama pula. Solidaritas ini memiliki ciri-ciri seperti rasa kekeluargaan yang tinggi, kesadaran kolektif, gotong royong, dan tidak ada sistem pembagian kerja.4 Solidaritas mekanik biasanya ditemukan pada masyarakat pedesaan yang kelompok masyarakatnya masih sederhana atau yang memiliki kesadaran kolektif yang kuat, sehingga tingkat individualitasnya masyarakat rendah.

2

Abdul Kohar,Wawancara, Mojokerep 20 Juli 2017

3 Ibid.

4

(12)

3

Teori ini penting untuk meneliti solidaritas masyarakat di dusun Mojokerep saat mereka semua berperan dalam menanamkan serta mengimplementasikan nilai-nilai multikultural dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ketika semua masyarakat ikut berperan, secara tidak langsung hal itu membuktikan solidaritas masyarakatnya yang begitu kuat. Alasan melakukan penelitian di dusun Mojokerep Menanggal dikarenakan dusun ini terbuka dalam memberikan informasi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penanaman nilai-nilai multikultural pada masyarakat dusun Mojokerep?

2. Bagaimana implementasi nilai-nilai multikultural pada masyarakat di dusun Mojokerep Menaggal Mojosari?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui penanaman nilai-nilai multikultural pada masyarakat dusun Mojokerep

(13)

4

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Untuk memberikan informasi dan pemahaman kepada pembaca mengenai implementasi nilai-nilai multikultural pada suatu masyarakat. Tidak hanya melalui pendidikan saja, melainkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Manfaat Praktis

Manfaat secara praktis, untuk menambah bahan informasi bagi para peneliti yang berniat untuk mengakaji lebih mendalam mengenai nilai-nilai multikultural untuk dikembangkan dalam ranah yang lebih luas dan dapat berguna dalam mengembangkan wawasan studi.

E. Telaah Kepustakaan

Kajian tentang konsep penanaman nilai-nilai multikultural bukanlah kajian baru. Berdasarkan telaah penulis, kajian tentang implementasi nilai-nilai multikultural banyak membahas tentang penanaman nilai-nilai multikultural melalui pendidikan, internalisasi atau integrasi nilai-nilai multikultural, serta multikultural sebagai deradikalisasi agama.

Penelitian tentang penanaman nilai-nilai multikultural melalui pendidikan oleh Zuqarnain,5 Ahmad Muzakkil Anam.6 Penelitian

5

(14)

5

tersebut menjelaskan bahwa menanamkan nilai-nilai multikultural melalui pendidikan berdasarkan prinsip-prinsip (seperti prinsip keterbukaan, toleransi, dan bersatu dalam perbedaan), penerapan prinsip-prinsip tersebut pada para siswa dengan latar belakang yang berbeda, hasil yang didapatkan dari penanaman nilai-nilai multikultural tersebut, serta tantangan yang diahadapi.

Penelitian lain tentang internalisasi atau integrasi nilai-nilai multikultural oleh Suaidatul Kamalia.7 Penelitian tersebut menjelaskan tentang proses internalisasi nilai-nilai multikultural pada suatu masyarakat yang melalui beberapa tahapan dan metode dalam pelaksanaannya, serta hasil yang dicapai setelah proses internalisasi. Kemudian integrasi multikultural dengan islam oleh Sulthan Syahril,8 yang menjelaskan tentang multikultural dalam perspektif islam, konsep islam tentang multikultural, upaya implementasi nilai-nilai multikultural yang dihubungkan dengan islam.

Kemudian penelitian tentang multikultural sebagai deradikalisasi agama oleh Supardi,9 Mu’ammar Ramadhan.10 Penelitian tersebut

6

Ahmad Muzakkil Anam, “Penanaman Nilai-nilai Pendidikan Multikultural di Perguruan Tinggi (Studi Kasus di Universitas Islam Malang)”,Tesis, 2016, 155

7

Suaidatul Kamalia, “Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Multikultural pada Masyarakat Pedesaan Melalui Majelis Dzikir Wa Ta’lim ‘Ya Rosul’ di Desa Tambakrejo”, Skripsi, 2016, 119

8

Sulthan Syahril, “Integrasi Islam dan Multikulturalisme: Perspektif Normatif dan Historis”,Analisis, Vol. XIII, No. 2, (2013), 299

9

Supardi, “Pendidikan Islam Multikultural dan Deradikalisasi di Kalangan Mahasiswa”,

Analisis, Vol. XIII, No. 2, (2013), 391

10

(15)

6

menjelaskan tentang melakukan internalisasi nilai-nilai multikultural pada masyarakat, proses internalisasi nilai-nilai multikultural tersebut diberikan pada masyarakat dalm bentuk pendidikan, serta mentradisikan budaya damai pada masyarakat.

Penelitian ini membahas tentang implementasi nilai-nilai multikultural pada masyarakat di dusun Mojokerep Menanggal Mojosari. Adapun perbedaan dari penelitian diatas adalah penelitian ini tidak hanya memfokuskan implementasi nilai-nilai multicultural pada masyarakatnya, tetapi juga pada penanaman nilai-nilai multicultural sebelum diimplementasikan yang itu dilakukan oleh masyarakatnya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dilakukan analisis terhadap proses implementasi nilai-nilai multikultural sesuai dengan kerangka teori dan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Oleh karena itu penelitian-penelitian tersebut akan dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

(16)

7

metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah sosial manusia. Pada pendekatan ini, peneliti menekankan sifat realitas yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dan subjek yang diteliti.11

Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor, mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variable atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.

Sementara David Williams menulis bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah. Jelas definisi ini mengutamakan latar alamiah, metode alamiah, dan dilakukan oleh orang yang mempunyai perhatian alamiah. 12 Dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll.

11

Noor, “Metodologi Penelitian”, 33-34

12

(17)

8

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif untuk menjabarkan tentang implementasi nilai-nilai multikultural pada masyarakat di dusun Mojokerep. Masyarakat dusun Mojokerep disini dijadikan sebagai objek penelitian yang nantinya akan dijabarkan penjelasannya.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi. Disamping sebagai sebuah keyakinan, agama juga merupakan gejala sosial. Artinya agama yang dianut melahirkan berbagai perilaku sosial, yakni perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah kehidupan bersama. Kadang-kadang perilaku tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Norma-norma dan nilai-nilai agama di duga sangat berpengaruh terhadap perilaku sosial.

Penelitian agama seringkali tertarik untuk melihat, memaparkan, dan menjelaskan berbagai fenomena keagamaan. Juga kadang-kadang menggambarkan pengaruh suatu fenomena terhadap fenomena lainnya. Untuk menggambarkan fenomena sosial keagamaan dengan baik, peneliti dapat menggunakan pendekatan sosiologis.

(18)

9

fenomena sosial keagamaan serta pengaruh suatu fenomena terhadap fenomena lain.13

Alasan menggunakan pendekatan sosiologis dalam penelitian ini adalah kajian teori menggunakan kajian sosiologis, jadi pendekatan penelitian inipun juga menggunakan pendekatan sosiologis. Selain itu juga, sosiologi yang merupakan ilmu tentang sifat masyarakat, perilaku masyarakat, dan perkembangan masyarakat mempelajari masyarakat dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia dan studi sosiologi ini lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya. Dalam hal ini sosiologi juga banyak mempelajari mengenai interaksi sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat. Dengan begitu pendekatan sosiologi ini cocok untuk mengkaji masyarakat dusun Mojokerep dalam mengimplementasikan nilai-nilai multikultural di kehidupan sehari-hari mereka.

3. Sumber Data a. Sumber Primer

Sumber primer dalam penelitian ini merupakan data lapangan yang diperoleh melalui wawancara dengan beberapa masyarakat dusun Mojokerep. Seperti bapak Kohar yang merupakan kepala dusun Mojokerep, ibu Fitriyah yang merupakan anggota tahlil ibu-ibu, serta bapak Winarto yang merupakan salah

13

(19)

10

satu anggota karang taruna dusun Mojokerep. Dalam penelitian ini data yang dibutuhkan oleh peneliti adalah tentang bagaimana masyarakat dusun Mojokerep mengimplementasikan nilai-nilai multikultural dalam kehidupan sehari-hari mereka.

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui data pustaka yang relevan dengan kajian yang diteliti serta wawancara dengan masyarakat diluar dusun Mojokerep. Seperti ibu Lik yang merupakan warga dusun Kwarengan yang dusunnya bersebelahan dengan dusun Mojokerep, sekaligus pegawai kantor kepala desa Menanggal. Alasan mengapa mewawancarai ibu Lik ini karena peneliti membutuhkan peta desa Menangggal yang didalamnya ada dusun Mojokerep, dan peta tersebut hanya ada di kantor kepala desa. Hal ini dilakukan untuk mengetahui data tentang dusun Mojokerep yang tidak ada di dusun Mojokerep.

4. Metode Pengumpulan Data a. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yag dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan yang diwawancarai, tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan dahulu untuk dijawab pada kesempatan lain.14

14

(20)

11

Dalam menggunakan teknik wawancara ini, keberhasilan dalam mendapatkan data atau informasi dari objek yang diteliti sangat bergantung pada kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara. Cara melakukan wawancara mirip dengan melakukan perbincangan dengan lawan bicara kita.15 Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi dan jawaban dari permasalahan yang diambil penulis dengan mengajukan pertanyaan kepada informan.

Yang menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah seperti bapak Kohar yang merupakan kepala dusun Mojokerep, ibu Fitriyah yang merupakan salah satu anggota tahlil ibu-ibu, bapak Winarto yang merupakan salah satu anggota karang taruna dusun Mojokerep. Beberapa warga dusun Mojokerep seperti bapak Bambang, bapak Misnan, Ibu Wiwik, dan sebagainya.

Topik yang digunakan dalam wawancara narasumber yakni profil dusun Mojokerep, pandangan masyarakat tentang keragaman di dusun Mojokerep, serta respon masyarakat dusun Mojokerep dalam menyikapi keragaman tersebut. Waktu yang diperlukan pada saat melakukan wawancara yakni sekitar 30 menit atau lebih. Tergantung pada jawaban yang diberikan oleh narasumber.

Dalam mencari narasumber, peneliti memilih narasumber yang bersedia untuk diajak mengobrol atau diwawancarai, karena tidak semua warga dusun Mojokerep bersedia untuk diwawancarai

15

(21)

12

atau memberikan jawaban saat diberikan pertanyaan. Bersikap tidak memihak sipapun, mempunyai pengaruh di dusun Mojokerep, yakni kepala dusun Mojokerep.

b. Observasi

Kegiatan observasi meliputi melakukan pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku, objek-objek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan.16 Teknik ini menuntut adanya pengamatan dari peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitian. Alasan peneliti melakukan observasi yaitu untuk menyajikan gambaran realistis perilaku atau kejadian, menjawab pertanyaan, membantu mengerti perilaku manusia, dan evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.17Metode ini digunakan untuk mendapatkan data atau informasi tentang masyarakat dusun Mojokerep Mojosari.

Salah satu peranan pokok dalam melakukan observasi adalah untuk menemukan interaksi yang kompleks dengan latar belakang sosial yang alami. Jenis observasi yang penulis gunakan adalah observasi partisipasi (participant observation) yang merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk

16

sarwono, “Metode Penelitian”, 224

17

(22)

13

menghimpun data penelitian melalui pengamatan dimana peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden.

Yang menjadi objek observasi peneliti adalah masyarakat dusun Mojokerep. Dengan cara melihat perilaku mereka dalam kegiatan sehari-hari mereka, cara masyarakat dusun Mojokerep berinteraksi dengan tetangga atau yang berbeda keyakinan dengan mereka. Kemudian kegiatan yang masyarakat dusun Mojokerep lakukan setiap harinya, karena itu juga dapat mempengaruhi perilaku mereka sehari-hari.

c. Dokumen

Kajian dokumen merupakan sarana pembantu peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi tidak hanya dari foto tetapi juga dengan cara membaca surat-surat, pengumuman, pernyataan tertulis kebijakan tertentu dan bahan-bahan tulisan lainnya.18 Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia yaitu berbentuk foto. Sifat utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam.19

Contoh dokumen-dokumen yang terdapat dalam penelitian ini sebagai data meliputi foto-foto interaksi dari masyarakat dusun Mojokerep dengan berbagai macam keyakinan. Luas dusun

18

Sarwono, “Metode Penelitian Kuantitatif”, 225

19

(23)

14

Mojokerep, jumlah penduduk dusun Mojokerep. Tempat mendapatkan dokumen tersebut misalnya foto interaksi masyarakat dusun Mojokerep dengan berbagai macam keyakinan, peneliti mendapatkannya secara langsung di dusun Mojokerep, karena peneliti memfoto sendiri gambar interaksi masyarakat dusun Mojokerep.

Lain dengan dokumen yang berupa luas dusun Mojokerep beserta pembagiannya yang peneliti dapatkan dari kepala dusun Mojokerep dengan cara melakukan wawancara secara lansung. Sedangkan untuk dokumen peta desa Menanggal yang didalamnya ada dusun Mojokerep, peneliti mendapatkannya di kantor kepala desa melalui wawancara, karena hanya kantor kepala desa yang memiliki peta desa tersebut.

5. Metode Analisa Data

(24)

15

penyajian dalam bentuk tulisan yang menerangkan apa adanya sesuai dengan yang diperoleh dari penelitian.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan mendapatkan hasil karya ilmiah yang baik, maka diperlukan suatu sistematika penulisan yang baik pula. Sehingga isi dari hasil penelitian tidak melenceng dari apa yang sudah direncanakan dan ditetapkan dalam batasan masalah. Untuk mempermudah pembahasan dan menghasilkan penelitian yang sistematis, maka peneliti membuat sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab pertama, berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Isi pokok bab ini adalah gambaran dari seluruh penelitian yang akan dilakukan.

Bab kedua, berisi landasan teori yang mencakup tentang teori solidaritas menurut Emile Durkheim. Yang berisikan definisi solidaritas, macam-macam solidaritas, serta penggunaan teori solidaritas mekaniak. Isi pokok bab ini adalah gambaran pokok teori yang akan digunakan dalam penelitian ini.

(25)

16

yang berisikan gambaran masyarakat dusun Mojokerep, pluralitas masyarakat dusun Mojokerep, penanaman nilai-nilai multikultural, dan upaya implementasi nilai-nilai multikultural di tengah-tengah pluralitas masyarakatnya.

Bab keempat, berisi analisis berupa penanamana nilai-nilai multikultural pada masyarakat dusun Mojokerep serta implementasi nilai-nilai multiultural pada masyarakat dusun Mojokerep dalam kehidupan sehari-hari.

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi Solidaritas

Solidaritas secara bahasa diartikan kebersamaan, kekompakan, kesetiakawanan, empati, simpati, tenggang hati, dan tenggang rasa. Solidaritas sosial merupakan tema utama yang dibicarakan oleh Durkheim sebagai sumber moral untuk membentuk tatanan sosial di tengah masyarakat. Durkheim menyatakan bahwa asal usul otoritas moralitas harus ditelurusi sampai pada masyarkat.1

Sementera menurut Johnson dalam bukunya, solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama, yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Ikatan ini lebih mendasar daripada hubungan kontraktual yang dibuat atas persetujuan rasional, karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu tingkat atau derajat konsensus terhadap prinsip-prinsip moral yang menjadi dasar kontrak itu.2

1

Hasbullah, “Rewang: Kearifan Lokal dalam Membangun Solidaritas dan Integrasi Sosial Masyarakat di Desa Bukit B atu Kabupaten Bengkalis”, Sosial Budaya, Vol. IX, No. 2 (2012), 234

2

(27)

18

Solidaritas sosial dipandang sebagai perpaduan kepercayaan dan perasaan yang lazim dimiliki para anggota suatu masyarakat tertentu. Kepercayaan itu membentuk suatu sistem dan memiliki ruh tersendiri. Solidaritas sangat dibutuhkan oleh setiap kelompok sosial, karena pada dasarnya setiap masyarakat membutuhkan solidaritas dalam melangsungkan hidupnya. Kelompok sosial sebagai tempat berlangsungnya kehidupan bersama, masyarakat akan tetap ada dan bertahan ketika dalam kelompok sosial tersebut terdapat rasa solidaritas diantara anggotanya.

Dapat disimpulkan bahwa solidaritas adalah rasa kebersamaan, simpati, sebagai salah satu anggota dari kelas yang sama atau bisa di artikan perasaan atau ungkapan dalam sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama. Karena sesungguhnya solidaritas mengarah pada keakraban atau kekompakan dalam satu kelompok. Keakraban dalam suatu kelompok tidak hanya sebuah alat untuk mencapai atau mewujudkan cita-cita bersama, tetapi juga merupakan salah satu tujuan utama dari kehidupan suatu kelompok. Keadaan kelompok yang semakin kuat, akan menimbulkan rasa saling memiliki diantara anggotanya.

B. Bentuk-bentuk Solidaritas Emile Durkheim

(28)

19

pusat perhatian Durkheim dalam memperhatikan perkembangan masyarakat adalah bentuk solidaritas sosialnya. Masyarakat sederhana mengembangkan bentuk solidaritas mekanik, sedangkan masyarakat modern mengembangkan bentuk solidaritas organik.

Jadi, berdasarkan bentuknya Durkheim membagi solidaritas menjadi dua, yakni solidaritas mekanik dan solidaritas organik.

a. Solidaritas mekanik

Merupakan suatu solidaritas yang tergantung pada individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola normatif yang sama pula. Ciri-ciri solidaritas mekanik adalah solidaritas yang merujuk pada ikata sosial yang dibangun atas kesamaan, kepercayaan, dan adat bersama. Disebut dengan mekanik itu karena orang yang hidup dalam satu keluarga relatif dapat berdiri sendiri dan juga memenuhi semua kebutuhan hidup tanpa tergantung pada kelompok lain, memiliki hubungan masyarakat yang terjalin akrab karena rasa kekeluargaan (kesadaran kolektif) yang tinggi, masih cenderung menerapkan sistem gotong royong, dan tidak ada pembagian kerja diantara para anggotanya. Ciri khas yang penting dari solidaritas mekanik adalah bahwa solidaritas itu didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen, dan sebagainya.3

3

(29)

20

Pada saat solidaritas mekanik memainkan peranannya, kepribadian tiap individu dapat dikatakan lenyap, karena ia bukanlah indvidu lagi, melainkan hanya sekedar mahluk kolektif. Jadi masing-masing individu diserap dalam kepribadian kolektif. Sedangkan masyarakat bukanlah sekedar wadah untuk terwujudnya integrasi sosial yang akan mendukung solidaritas sosial, melainkan juga akar dari kesadaran kolektif dan sasaran utama dari perbuatan moral.4

Contoh solidaritas mekanik yaitu pada masyarakat pedesaan. Solidaritas mekanik identik dengan masyarakat pedasaan karena solidaritas mekanik hanya akan timbul pada kelompok masyarakat yang masih sederhana atau yang memiliki kesadaran kolektif yang kuat, sehingga tingkat individualitasnya masyarakat rendah.

Solidaritas mekanik juga dicontohkan oleh Durkheim terhadap kelompok masyarakat yang berkumpul atas keinginan bersama dan tujuan yang ingin dicapai bersama dalam satu kelompok masyarakat yang ditulis oleh Johnson dalam bukunya sebagai berikut:

Apa yang mempersatukan jamaah Gereja? Apa ikatan sosial yang mengikat individu itu dengan kelompoknya? Tentu bukan karena paksaan fisik, dalam suatu masyarakat bebas dimana ada pemisah antara agama dan negara. Juga mungkin bukan harapan ekonomi, meskipun untuk beberapa orang hal ini mungkin secara tidak langsung sebagai akibat dari kontak sosial yang sudah terjalin. Ikatan utamanya adalah kepercayaan bersama, cita-cita dan komitmen moral. Orang yang sama-sama memiliki kepercayaan

4

(30)

21

dan cita-cita ini merasa bahwa mereka mestinya bersama-sama karena mereka berpikiran serupa.5

Tentunya sesuai contoh diatas yang dapat mempersatukan masyarakat untuk beribadah bukanlah kebutuhan ekonomi, karena para jamaah yang berkumpul di gereja tidak ada yang mendapatkan imbalan ketika mereka melakukan ibadah, dan tidak ada yang mendapatkan tekanan emosional takut untuk di pecat sebagai anggota jamaah gereja. Hal ini sangat berbeda dari solidaritas organik yang dapat mempersatukan suatu masyarakat yang didasarkan pada kebutuhan ekonomi, dan takut di pecat dari perusahaan jika tidak hadir dalam sebuah acara yang sudah ditentukan.

Para jamaah berkumpul di gereja bukan karena ada faktor tekanan dari sebuah negara, karena sudah banyak negara sekular, dimana agama dipisahkan dari negara, dan gereja masih tetap dipenuhioleh jamaahnya. Mereka berkumpul dalam gereja tersebut dikarenakan sama-sama memiliki kepercayaan dan cita-cita yang sama dan mereka merasa bahwa seharusnya bersama-sama karena mereka berpikiran serupa dan mempunyai kepercayaan yang sama.

Begitupun dengan masyarakat dusun Mojokerep yang tinggal bersama dalam satu wilayah bukan karena ada tekanan dari sebuah negara, bukan juga dikarenakan ada unsur kebutuhan ekonomi, dan juga bukan karena mereka takut di berhentikan dari komunitas yang ia ikuti, mereka tinggal atau berkumpul dalam satu wilayah karena

5

(31)

22

didasarkan pada kesadaran bersama, yang ditandai oleh adanya totalitas dan kepercayaan bersama, dan itu ada pada suatu masyarakat yang sama seperti halnya masyarakat dusun Mojokerep.

Pada intinya suatu masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanik adalah bersatu karena merasa semua orang yang ada di sekitarnya adalah sama. Yang menjadi ikatan atau pengikat diantara orang-orang tersebut adalah karena mereka semua terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang hampir sama antara satu dengan yang lainnya.

b. Solidaritas Organik

Berlawanan dengan solidaritas mekanik, solidaritas organik muncul dan berkembang dalam kelompok masyarakat yang relatif kompleks seperti pada masyarakat perkotaan dimana para masyarakatnya disatukan oleh rasa saling membutuhkan untuk kepentingan bersama, membutuhkan dan berhubungan atas dasar pemenuhan kebutuhan masing-masing saja, bukan atas dasar rasa kebersamaan ataupun ikatan moral layaknya solidaritas mekanik.6

Solidaritas organik muncul karena pembagian kerja yang ada pada masyarakat sederhana semakin bertambah, yang awalnya masyarakat hanya bercocok tanam, bekerja menjadi nelayan. Yang hal itu biasa dilakukan bersama-sama oleh masyarakat sehingga emosional antara

6

(32)

23

sesama mayarakat sangat dekat, mempunyai norma yang sama, dan kepercayaan yang sama antara satu dengan yang lainnya.

Hal itu menjadi berbeda ketika pembagian kerja yang ada pada masyarakat bertambah, masyarakat mulai mengenal dunia modern dimana kesamaan profesi dalam bekerja sudah tidak ada lagi seperti adanya industri pabrik maupun perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang-barang elektronik, dll. Pembagian kerja pada masyarakat seperti ini yang menjadi pemersatu dalam masyarakat, bukan kesamaan rasa dan kesamaan profesi, melainkan mereka bersatu karena adanya ketergantungan yang tinggi dalam suatu perusahaan kerja ataupun suatu industri pabrik.

Solidaritas organik terjadi karena masing-masing memunculkan adanya suatu perbedaan yang diakibatkan adanya pembagian kerja. Tetapi perbedaan tersebut saling berinteraksi dan membentuk suatu ikatan yang sifatnya tergantung. Solidaritas organik prinsipnya yaitu bahwa setiap individu dan individu lain itu sangat tergantung atau tidak bisa lepas satu sama lain. Jika satu unsur hilang atau rusak, maka akan berpengaruh terhadap struktur atau keutuhan masyarakat.

(33)

24

kesadaran kolektif itu, yang kemudian menjadi kurang penting lagi sebagai dasar untuk keteraturan sosial dibandingkan dengan saling ketergantungan fungsional yang bertambah antara individu-individu yang memiliki spesialisasi dan secara relatif lebih otonom sifatnya.7

Pertumbuhan dalam pembagian kerja tidak menghancurkan kesadaran kolektif, hanya saja mengurangi arti pentingnya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini memberikan lebih banyak ruang untuk otonomi individu dan heterogenitas sosial, tetapi tidak harus membuat individu menjadi terpisah sama sekali dari ikatan sosial yang didasarkan pada peraturan moral. Kesadaran kolektif itu memberikan dasar–dasar moral yang tidak bersifat kontraktual.8

Ikatan yang mempersatukan individu pada solidaritas organik adalah ditandai dengan heterogenitas dan individualitas yang semakin tinggi, bahwa individu berbeda antara satu sama lain. Masing-masing individu mempunyai ruang gerak tersendiri untuk dirinya, dimana solidaritas organik mengakui adanya kepribadian masing-masing orang. Karena sudah terspesialisasi dan bersifat individualistis, maka kesadaran kolektif semakin kurang. Integrasi sosial akan terancam jika kepentingan-kepentingan individu atau kelompok merugikan masyarakat secara keseluruhan dan kemungkinan konflik dapat terjadi.

Kedua jenis masyarakat hasil rumusannya itu dianalisis oleh Durkheim untuk menjawab permasalahan mengenai bagaimana

7

Johnson, “Teori Sosiologi Klasik dan Modern”,183

8

(34)

25

caranya suatu transformasi solidaritas sosial dapat terjadi, serta bagaimana caranya menentukan keadaan proses transformasi itu. Durkheim percaya bahwa bila penduduk berkembang lebih banyak, maka masyarakat akan lebih kompleks. Pembagian kerja akan sebanding dengan volume dan kepadatan masyarakat.9

Doyle Paul Johnson dalam bukunya memberikan contoh tentang solidaritas organik sebagai berikut:

Coba lihat satu perusahaan dagang. Apa yang mempersatukan organisasi seperti itu? Besar kemungkinan, sebagian besar motifasi anggota-anggotanya adalah keinginan mereka akan imbalan ekonomi (gaji atau keuntungan) yang diterimanya atas partisipasinya. Tetapi kepentingan ekonomi pribadi seperti ini tidak menjelaskan secara lengkap integrasi sosial yang ada dalam satu organisasi dagang. Sebaliknya, organisasi itu mungkin memperlihatkan saling ketergantungan yang penting antara para anggota yang berpertisipasi dengan masing-masing sumbangan pribadinya yang tergantung pada sumbangan beberapa orang lainnya. Jadi misalnya, dalam satu perusahaan pabrik ada kecenderungan bahwa orang yang bekerja di mesin, orang yang memperbaiki mesin, pengawas, penjual, yang memegang pembukuan, yang belanja alat-alat, manager, ahli hubungan masyarakat, sekretaris, dan seterusnya. Dengan kegiatan spesialisasi dari orang-orang ini yang saling berhubungan dan saling tergantung sedemikian rupa, sehingga sistem itu membentuk solidaritas menyeluruh yang berfungsi yang didasarkan pada saling ketergantungan.10

Berdasarkan contoh perusahaan dagang diatas yang dapat mempersatukan organisasi seperti itu adalah motifasi ekonomi diantara para anggota yang bergabung dalam perusahaan itu, seperti ada gaji yang diharapkan atau keuntungan yang dapat diterima oleh para anggota yang bergabung dalam komunitas tersebut.

9

Wardi Bachtiar, M.S, “Solidaritas Klasik dari Comte Hingga Parson” (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), 88

10

(35)

26

Dalam hal ini juga dijelaskan tentang pembagian kerja yang ada pada masyarakat organik ini, dimana sumbangan pribadi diantara sesama anggota dalam suatu perusahaan sangat penting terhadap keberlangsungan perusahaan tersebut. Seperti seorang satpam yang mempunyai tugas menjaga keamanan perusahaan, seorang mekanik mesin mengoprasikan mesin untuk memproduksi barang, seorang sekretaris yang selalu mencatat keperluan perusahaan dan seorang direktur yang menjadi pimpinan perusahaan itu. Setiap orang mempunyai sumbangan yang berbeda-beda akan tetapi saling dibutuhkan, karena mereka mempunyai sumbangan yang berbeda-beda.

(36)

27

Perbedaan solidaritas mekanik dan solidaritas organik:

Solidaritas mekanik: Solidaritas organik: a. Pembagian kerja rendah

b. Kesadaran kolektif kuat c. Individualitas rendah

d. Konsensus terhadap pola-pola normatif itu penting

e. Keterlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang

f. Secara relatif saling ketergantungan itu rendah

g. Bersifat primitif atau pedesaan

a. Pembagian kerja tinggi b. Kesadaran kolektif lemah c. Individualitas tinggi

d. Konsensus pada nilai-nilai abstrak dan umum itu penting

e. Badan-badan kontrol sosial yang menghukum orang yang menyimpang

f. Secara relatif saling ketergantungan itu tinggi g. Bersifat industrial atau

perkotaan

(37)

28

masyarakat dusun Mojokerep ini terjadi karena persamaan tempat tinggal serta kepercayaan dan adat yang sama.

C. Penggunaan Teori Solidaritas Mekanik

Setelah kajian teori dijelaskan diatas secara panjang lebar mengenai solidaritas, penulis memutuskan untuk menggunakan teori solidaritas mekanik Emile Durkheim. Karena penulis merasa teori solidaritas mekanik lebih cocok untuk mengkaji solidaritas masyarakat di dusun Mojokerep. Sebagaimana konsep solidaritas mekanik yang berasumsi:

Ada sejumlah ikatan yang bersifat primordial mekanik seperti kekerabatan, kesukuan, dan komunitas. Ikatan ikatan ini jelas tidak dapat mempersatukan semua anggota suatu masyarakat yang komplek, tetapi merupakan sumber-sumber penting untuk solidaritas kelompok-kelompok inti yang tidak terbilang jumlahnya yang dapat mempersatukan masyarakat seluruhnya.11

Masyarakat di dusun Mojokerep mempunyai solidaritas yang tinggi karena mereka memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi antara satu sama lain dan masih bersifat homogen. Dengan memiliki rasa kekeluargaan atau solidaritas yang tinggi, akan lebih mudah untuk masyarakat berperan dalam mengimplementasikan nilai-nilai multikultural.

Yang memperkuat penulis untuk menggunakan teori solidaritas mekanik, karena teori ini didasarkan pada suatu kesadaran kolektif

11

(38)

29

bersama yang menunjuk pada totalitas saling percaya antar masyarakat. Dengan rasa kepercayaan inilah yang membuat masyarakat dusun Mojokerep tetap bersatu dengan beragam keyakinan yang ada di sekitar mereka. Selain itu, masyarakat akan merasa nyaman saat hidup berdampingan tanpa ada permasalahan.

Berbeda sekali dengan solidaritas organik yang mendasarkan suatu masyarakat atau komunitas bukan karena kesamaan rasa, melainkan dikarenakan oleh kebutuhan ekonomi dan kuatnya pembagian kerja dalam setiap anggotanya. Seperti yang dicontohkan diatas dengan sebuah perusahaan dagang, dimana harus ada seorang manager, sekretaris, staf-staf ahli perusahaan, dan bagian pemasaran barang. Mereka berkumpul dalam suatu perusahaan bukan dikarenakan oleh perasaan bersama, melainkan karena ada pembagian kerja yang tinggi. Dimana seorang manager tidak bisa menggantikan staf-staf ahli perusahaan atau sebaliknya. Model pembagian kerja seperti ini yang menuntut mereka untuk berkumpul setiap hari dan perkumpulan seperti ini juga dikarenakan ada imbalan setiap bulan atau gaji.

(39)

30

(40)

BAB III

PENYAJIAN DATA

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Keadaan Geografis dan Demografis

Dusun Mojokerep adalah salah satu Dusun yang ada di Desa Menanggal Kecamatan Mojosari yang merupakan wilayah paling timur Kabupaten Mojokerto dengan jarak tempuh kurang lebih 2 jam atau 55 km dari kota Surabaya. Secara keseluruhan luas wilayah dusun Mojokerep adalah 23 Ha. Dengan pembagian sebagai berikut: perumahan warga seluas 15 Ha, perswahan seluas 13 Ha, dan pekarangan atau lahan kosong seluas 5 Ha.1

Adapun batas–batas Dusun Mojokerep antara lain, sebelah utara berbatasan dengan dusun Kwarengan, sebelah timur berbatasan dengan dusun Tegaldadi, sebelah selatan berbatasan dengan dusun Jurangsari, dan sebelah barat berbatasan dengan dusun Sumberjo.

Berikut ini adalah peta Desa Menanggal yang didalamnya juga termasuk ada Dusun Mojokerep. Dusun Mojokerep merupakan wilayah paling selatan dari Desa Menanggal.

1

(41)

32

(42)

33

Di dusun Mojokerep terdapat jumlah penduduk sebanyak 899 jiwa dengan pembagian sebagai berikut: laki-laki sebanyak 442 jiwa, perempuan 457 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 269, RT sebanyak 7, dan RW sebanyak 2.

2. Keadaan Penduduk

Masyarakat dusun Mojokerep tempat tinggalnya bersistem berbaris dan jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya sangat dekat, bahkan ada yang tidak berjarak. Dan rata-rata penduduknya memiliki lahan pribadi yang luas di belakang rumahnya, lahan tersebut dimanfaatkan penduduk untuk menanam pohon mangga atau pohon pisang. Terkadang ada juga penduduk yang membiarkan lahannya kosong.

Tingkat pendidikan masyarakatnyapun bervariasi, bagi kalangan tua rata-rata hanya menamatkan pendidikan pada tingkat sekolah dasar atau bahkan ada yang tidak pernah bersekolah dikarenakan ekonomi yang kurang mampu. Sedangkan untuk kalangan muda sudah banyak yang menamatkan pendidikan hingga tingkat SMA, dan hanya ada beberapa orang yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Anak–anak muda yang tidak melanjutkan pendidikan di bangku perkuliahan biasanya lebih memilih untuk bekerja. Hal ini dikarenakan agar mereka dapat membantu perekonomian keluarganya.

(43)

34

sebagai buruh tani. Setiap pagi orang–orang akan berbondong-bondong untuk pergi ke sawah dan melakukan pekerjaannya, dan pulang ketika sore hari. Setelah selesai dari aktivitas bertani, pada malam harinya masyarakat akan melakukan aktivitas rutinan seperti tahlil ibu-ibu, tahlil bapak-bapak pada hari-hari tertentu, mengobrol di teras rumah ataupun di warung-warung.

3. Kehidupan Sosial Keagamaan

Keadaan sosial masyarakat dusun Mojokerep dapat dilihat dari banyaknya kegiatan keagamaan yang dilakukan. Kegiatan keagamaan tersebut mempunyai banyak varian, antara lain:

a. Tahlil

Ada dua macam tahlil di dusun Mojokerep, yakni tahlil para ibu-ibu yang dilakukan pada senin malam dan tahlil para bapak-bapak yang dilakukan pada kamis malam. Kegiatan ini merupakan suatu kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap minggu dengan model arisan. Kegiatannya diawali dengan pembukaan oleh yang memimpin kegiatan atau yang mewakili, kemudian disusul dengan tawassul untuk para ahli kubur tuan rumah, baru dilakukan pembacaan yasin dan tahlil dan ditutup dengan do‘a. Setelah selesai berdo’a pemimpin kegiatan akan

(44)

35

mengucapkan terimakasih atas kehadiran para rombongan serta memohon maaf apabila dalam penyambutan kurang berkenan di hati para tamu. Baik tahlil yang dilakukan oleh ibu-ibu maupun bapak-bapak, keduanya memiliki persamaan dalam susunan kegiatannya dan modelnya.

b. Khataman

Khataman disini diambil dari kata khatam atau khotam yang berarti tamat atau selesai. Kegiatan tersebut merupakan salah satu kegiatan khotmil Qur’anyang dilakukan secara rutin setiap dua minggu sekali dengan model arisan. Biasanya kegiatan tersebut akan dimulai sekitar jam 6 pagi dan selesai sekitar jam 3 sore, yang melakukan kegiatan ini adalah ibu-ibu serta anak-anak muda.

c. Ulang Tahun Dusun (Ruwah Deso)

Ulang tahun dusun dilakukan setiap satu tahun sekali yang bertepatan dengan bulan Ruwah. Warga pergi ke makam leluhur untuk mendoakannya dengan membawa berbagai macam makanan masing–masing. Setelah selesai berdoa, para warga yang datang berbagi makanan dengan warga yang lainny, atau disebut denganbancaan.

d. Megengan

Megengan berasal dari kata “Megeng” yang artinya

(45)

36

Mojokerep untuk menyambut bulan Ramadhan, dengan mengadakanbancaandi setiap rumah atau di Mushollah sekitar rumah. Selain itu juga para warga berta’ziah ke makam

orangtua atau para saudara yang telah meninggal untuk mendoakannya. Ini adalah tradisi yang dilakukan oleh warga dusun Mojokerep setiap tahunnya.

4. Keadaan Ekonomi

Perekonomian di dusun Mojokerep masih tergolong rendah. Rendahnya perekonomian tersebut disebabkan oleh kurangnya kreatifitas masyarakat dalam melihat peluang kerja, serta jika ada masyarakat yang ingin membuka usaha berkendala pada modal yang kurang. Hal ini dikarenakan banyaknya warga yang memilih bekerja sebagai buruh pabrik selain sebagai petani. Selain bertani, mayoritas masyarakat dusun Mojokerep bekerja sebagai pengusaha genting dan batu bata.

Di dusun Mojokerep, kesejahteraan masyarakat sendiri terbagi dalam empat kategori yakni, keluarga Sejatera I, Sejahtera II, Sejahtera III, dan Sejahtera III-plus. Pendataan didasarkan pada beberapa indicator keluarga sejahtera yang terdiri dari 21 poin, yaitu:

1. Melaksanakan ibadah 2. Makan 2x sehari atau lebih

(46)

37

4. Bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah 5. Bila anak sakit dibawa ke sarana kesehatan 6. Ibadah teratur

7. Makan daging, ikan, atau telur 1x seminggu 8. Memiliki satu stel pakaian baru pertahun 9. Luas lantai lebih dari 8 m2/jiwa

10.Sehat tiga bulan terakhir 11.Punya penghasilan tetap

12.Usia 10-60 th bisa baca tulis huruf latin 13.Usia 6 -15 th bersekolah

14.Anak lebih dari 2 ber-KB

15.Meningkatkan pengetahuan agama 16.Memiliki tabungan keluarga

17.Makan bersama sambil berkomunikasi 18.Mengikuti kegiatan masyarakat

19.Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah 20.Aktif memberikan sumbangan materil secara teratur

21.Aktif sebagai pengurus organisasi kamasyarakatan.2

Dari indikator tersebut, kesejahteraan keluarga di dusun Mojokerep dikategorikan menjadi empat dengan uraian sebagai berikut:

(47)

38

1. Sejahtera I, yaitu keluarga yang telah mampu memenuhi keseluruhan kebutuhan pokoknya tetapi belum mampu memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya. Dengan kata lain, mereka telah mampu memenuhi 1-14 poin.

2. Sejahtera II, yaitu keluarga yang telah mampu memenuhi keseluruhan kebutuhan dasarnya dan kebutuhan sosial psikologisnya tetapi belum mampu memenuhi keseluruhan kebutuhan pengembangannya. Dengan kata lain, mereka telah mampu memenuhi poin 1-19, tapi belum mampu memenuhi poin 20-21.

3. Sejahtera III, yaitu keluarga yang telah mampu memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis, dan kebutuhan pengembangannya tetapi belum mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat. Dengan kata lain mereka telah mampu memenuhi poin 1-20, tapi belum memenuhi poin 21.

4. Sejahtera III Plus, yaitu keluarga yang telah mampu memenuhi semua kebutuhannya, serta memberikan kontribusi kepada masyarakat. Dengan kata lain, mereka telah mampu memenuhi poin 1-21.3

(48)

39

B. Keragaman Masyarakat di Dusun Mojokerep Menanggal Mojosari

1. Gambaran Masyarakat dusun Mojokerep

Masyarakat dusun Mojokerep merupakan masyarakat majemuk dengan berbagai macam kepercayaan, tetapi tetap satu budaya. Adapun para pendatang yang masuk ke dusun Mojokerep ikut mengikuti budaya yang ada di dusun Mojokerep tersebut, tetapi tetap tidak melupakan budaya aslinya. Dusun Mojokerep yang memiliki beragam kepercayaan dengan agama Islam sebagai agama mayoritas, namun tidak menghalangi mereka untuk hidup rukun, hidup berdampingan dengan perbedaan yang mereka miliki, justru merupakan anugerah dari Tuhan agar mereka mampu membiasakan diri dengan saling toleransi, saling memahami.

(49)

40

2. Pluralitas Masyarakat

Dusun Mojokerep memiliki keragaman kepercayaan seperi Islam, Kristen, Hindu, dan Sapta Dharma. Pluralitas ini sudah ada sejak dahulu bahkan sebelum Indonesia merdeka, kecuali Sapta Dharma yang baru diresmikan pada tahun 2009.4

Pluralitas yang ada di dusun Mojokerep dapat difahami sebagai sebuah konsep kesatuan yang tersusun dari berbagai unsur keberagaman. Keberagamannya diikat oleh sebuah kesatuan yang kokoh. Melalui persamaan sejarah sebagai salah satu factor dalam hal ini, penjajahan telah memberikan andil dalam menyatukan warga dusun Mojokerep sebagai warga bangsa Indonesia yang mengalami nasib penderitaan yang sama. Disamping persamaan sejarah, pluralitas yang ada di dusun Mojokerep juga diikat oleh kondisi objektif masyarakatnya yang menjunjung tinggi azas kebersamaan atau kekeluargaan.

Masyarakat dusun Mojokerep merupakan masyarakat yang terbuka, dalam arti para masyarakatnya siap menerima masukan ataupun pendatang dari luar yang ingin menjadi bagian dari dusun Mojokerep (imigran), selama orang tersebut tidak membuat keributan di dusun tersebut ataupun memberikan efek negatif pada masyarakat dusun Mojokerep.5

4

Abdul Kohar,Wawancara, Mojokerep, 20 Juli 2017

5

(50)

41

Masyarakat pluralis adalah suatu masyarakat yang terdiri atas berbagai unsur dengan subkulturnya masing–masing lalu menjalin kesepakatan menampilkan diri sebagai suatu komunitas yang utuh. Berbeda dengan masyarakat heterogen yang unsur-unsurnya tidak memiliki komitmen ideologis yang kuat. Masyarakat pluralis tidak hanya sebatas mengakui dan menerima kenyataan kemajemukan masyarakat.6

Dalam sebuah masyarakat yang pluralitasnya tinggi, tidak mungkin ada kelompok yang memaksakan kehendaknya pada kelompok lain hanya atas dasar keinginan belaka, atau karena tidak setuju dengan apa yang dilakukan kelompok lain tersebut. Tentu saja dengan semakin bertambahnya gejala pluralism di dalam masyarakat, bahaya pertiakian antar kelompok juga semakin bertambah. Di sinilah peran dialog atau musyawarah dibutuhkan sebagai penengah, agar tidak sampai terjadi pertikaian.

Menurut kepala dusun Mojokerep, Pak Kohar, warganya sudah tidak lagi memikirkan persoalan agama, karena menurut mereka agama adalah hal pribadi milik setiap individu. Hidup lama berdampingan dengan warga berlainan agama sudah cukup dengan tidak menyinggung agama. apalagi, warga juga sudah terbiasa hidup bersama, berkegiatan bersama.

6

Nasaruddin Umar, “memahami Pluralitas Masyarakat Indonesia” dikutip dari

(51)

42

Di kalangan anak kecil, orangtua juga mendidik anak mereka untuk menjaga sikap toleran tersebut. Sembari belajar di sekolah, anak-anak dusun Mojokerep bercengkrama akrab antar penganut agama dengan bermain bersama dan belajar bersama. Di atas semua itu, Pak Kohar ingin agar pola pengajaran anak-anak tetap berbasis lingkungan yang ada. Ia tak ingin ada warga lain yang merusak dengan mengajarkan kefanatikan pada agama tertentu yang berujung pada diskriminasi kelompok tertentu. Baginya, kedamaian dan toleransi antara warga lebih penting dibandingkan fanatisme atas suatu agama.7

3. Penanaman Nilai-nilai Multikultural pada Masyarakat Dusun

Mojokerep

Untuk menanamkan nilai-nilai multikultural pada masyarakat di dusun Mojokerep didasarkan pada beberapa prinsip, yakni keterbukaan dan bersatu dalam perbedaan.

a. Keterbukaan

Prinsip keterbukaan merupakan awal untuk menanamkan nilai-nilai multicultural. Keterbukaan di sini memiliki makna bahwa masyarakat menerima semua hal, baik masukan maupun tradisi yang dianggap itu baik dan tidak merugkan, serta dapat memberikan kemajuan untuk masyarakat dusun Mojokerep.

7

(52)

43

Salah satu sikap masyarakat dusun Mojokerep yang memperlihatkan sikap terbuka, yakni dengan menerima warga pendatang yang masuk ke dalam wilayah dusun Mojokerep. Ataupun menerima masukan dari luar yang itu bermanfaat bagi semua masyarakat dusun Mojokerep, yang biasanya masukan seperti ini secara tidak langsung diberikan pada saat adanya ceramah di masjid ataupun mushollah yang berisikan tentang toleransi antar umat beragama untuk menjaga persatuan semua warga.8

Dari sini kemudian jelas bahwa keterbukaan menjadi salah satu prinsip yang ada di dusun Mojokerep dalam menanamkan nilai-nilai multicultural. Keterbukaan tersebut terlihat dari sikap masyarakatnya yang menerima masukan dari luar selama itu tidak merugikan bagi mereka.

b. Bersatu dalam perbedaan

Prinsip dalam penanaman nilai-nilai multicultural selanjutnya adalah bersatu dalam perbedaan. Hal ini penting mengingat akan dampak negative dari adanya banyak perbedaan yang tidak disikapi dengan baik. Seperti yang disampaikan oleh kepala dusun Mojokerep:

“Bahwa di dusun Mojokerep ini kan masyarakatnya

memiliki beragam keyakinan, ada Islam, Kristen, Hindu, dan Sapta Dharma. Sehingga, jika perbedaan-perbedaan yang ada ini dibiarkan begitu saja. Maka akan berpotensi buruk kalau tidak ada

8

(53)

44

sikap toleransi antar warga, salah satunya mungkin terjadinya konflik-konflik di dusun Mojokerep”9

Namun, yang perlu ditekankan adalah bersatu dalam perbedaan bukanlah mengandung makna yang berbeda-beda warna mejadi satu warna. Tapi, bagaimana agar yang beraneka warna itu bisa saling berdampingan satu sama lain. Inilah yang sudah ditanamkan oleh warga dusun Mojokerep, bagaimana agar semua warganya dengan beragam keyakinan yang berbeda itu bisa saling hidup berdampingan dalam kerukunan.

Misalnya, dalam acara perayaan ulang tahun dusun Mojokerep (ruwah deso) yang diikuti oleh semua warga dusun Mojokerep tanpa memandang apa keyakinan mereka. Baik Islam maupun Sapta Dharma, ikut serta dalam perayaan tersebut.

Sehingga jelas kiranya jika dusun Mojokerep menjunjung prinsip bersatu dalam perbedaan dalam rangka mewujudkan kehidupan yang rukun dan damai dalam perbedaan, dengan cara mentolerir segala bentuk perbedaan warganya. Bukan dengan menyeragamkan perbedaan-perbedaan yang ada.

9

(54)

45

4. Implementasi Nilai-nilai Multikultural di Tengah-tengah

Pluralitas Masyarakat

Upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengimplementasikan nilai-nilai multicultural dalam kehidupan sehari-hari dilakukan melalui hal-hal yang sederhana setiap harinya, seperti:

a. Dialog atau Musyawarah

Dialog atau musyawarah bukan semata-mata percakapan, tetapi lebih dari itu, dialog merupakan pertemuan dua pikiran atau lebih dan hati terkait dengan persoalan bersama, dengan komitmen untuk saling belajar agar dapat berubah (berarti dialog terbuka, jujur, dan simpatik, agar dapat membawa pada kesepahaman bersama, dan dapat membedakan mana prasangka dan stereotip), tumbuh, dan berkembang.10

Dialog merupakan salah satu bentuk komunikasi interpersonal. Dialog berasal dari kata Yunani dia yang berarti antara, diantara, dan legein yang berarti berbicara, bercakap-cakap, bertukar pemikiran idangagasan. Maka, secara harafiah dialogs atau dialog adalah berbicara, bercakap-cakap, bertukar pikiran dan gagasan bersama. Atau dapat diartikan sebagai percakapan antara 2 orang atau lebih, atau dialog dapat diartikan juga sebagai komunikasi yang mendalam yang

10

(55)

46

mempunyai tingkat dan kualitas yang tinggi yang mencangkup kemampuan untuk mendengarkan dan juga saling berbagi pandangan satu sama lain.11

Musyawarah biasanya dilakukan oleh masyarakat dusun Mojokerep untuk membahas acara yang akan dilakukan untuk hari-hari tertentu, sepeti saat mendekati peringatan hari kemerdekaan Indonesia, para anak-anak muda karang taruna dusun Mojokerep mengadakan musyawarah untuk merencanakan acara-acara atau lomba-lomba yang akan diselenggarakan guna meramaikan peringatan hari kemerdekaan.

“Biasanya para anggota karang taruna akan

berkumpul di balai dusun untuk merencanakan agenda atau lomba apa saja yang akan diselenggarakan untuk meramaikan peringatan hari kemerdekaan Indonesia. Selain untuk meramaikan peringatan harikemerdekaan Indonesia, tujuan lain mengadakan lomba 17 Agustusan adalah untuk

meramaikan dusun agar tidak sepi”12

Selain musyawarah yang dilakukan oleh para anak muda dusun Mojokerep untuk merencanakan lomba pada 17 Agustus, para ibu-ibu juga melakukan hal yang sama yakni melakukan musyawarah yang biasanya dilakukan setelah selesai acara keagamaan di dusun Mojokerep, yakni tahlil yang dilakukanoleh ibu-ibu setiap hari senin malam. Biasanya para ibu-ibu akan 11

Duwi Santosa, “Definisi, Syarat dan Manfaat Dialog” dikutip dari

http://www.galeripustaka.com/2013/03/definisi-syarat-dan-manfaat-dialog.htmlpada 22 Juli 2017/20:56

12

(56)

47

membahas tentang membuat adanya uang kas, yang uang tersebut akan digunakan sebagai uang kematian yaitu uang yang akan diberikan kepada anggota yang mengikuti tahlil saat ada salah satu keluarganya yang meninggal.13

Dalam dialog seseorang harus mempunyai kesadaran bahwa kedua belah pihak yang terlibat dalam dialog belum lengkap, belum penuh dan belum sempurna dalam pengetahuan dan penghayatan tentang sesuatu. Saat berdialog, seseorang harus memperhatikan etika dan aturan main yang berlaku. Tidak boleh asal-asalan, karena ada strategi dan metode yang harus dilakukan. Pertama, tidak boleh ada rasa ingin menang sendiri; kedua, tidak boleh menganggap diri sendiri lebih superior dibandingkan dengan orang lain; ketiga, selalu memperhatikan etika dan norma–norma sopan santun.14

b. Tolong Menolong

Tolong menolong merupakan kebutuhan hidup manusia yang tidak dapat dipungkiri. Pada kenyataannya, bahwa suatu pekerjaan atau apa saja yang membutuhkan pihak lain pasti tidak akan dapat dilakukan secara sendirian oleh orang yang bersangkutan, meskipun dia seorang yang memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang hal itu. Ini menunjukkan

13

Fitriyah,Wawancara, Mojokerep, 19 Juli 2017

14

(57)

48

bahwa tolong menolong dan saling membantu merupakan sebuah keharusan dalam hidup manusia. Tidak ada satu orangpun di dunia ini yang hidup tanpa berhubungan atau bantuan orang lain.15

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan menolong berarti membantu untuk meringankan beban (penderitaan, kesukaran, dsb), membantu dalam melakukan sesuatu, yaitu dapat berupa bantuan tenaga, waktu, ataupun dana. Tolong menolong dalam bahasa Arabnya adalah

ta’awun.Sedangkan menurut istilah, pengertianta’awunadalah sifat tolong menolong diantara sesama manusia dalam hal kebaikan dan takwa.16 Dapat disimpulkan bahwa tolong menolong adalah saling membantu antar sesama manusia. Membantu tanpa pamrih: membantu tanpa mengharapkan imbalan.

Para masyarakat dusun Mojokerep-pun tidak lepas dari sikap tolong menolong. Tolong menolong sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Tidak harus saling tolong menolong untuk hal yang besar, hal yang sangat sederhanapun tidak bisa lepas dari tolong menolong. Hal ini sering terjadi pada ibu-ibu yang saat memasak ada satu atau

15

Ibid.305

16

Siti Afiah, “Tolong Menolong dalam Islam” dikutip dari

(58)

49

dua bahan yang belum akan bertanya pada tetangga sebelah rumahnya apakah memiliki bahan yang dibutuh atau tidak, baru setelah jika tidak ada maka akan membelinya sendiri. Hal ini memperlihatkan bahwa rasa tolong menolong antar warga di dusun Mojokerep sangat tinggi.

Rasa tolong menolong tidak harus dilakukan hanya untuk sesuatu yang hal besar saja, sesuatu yang sangat sederhanapun tidak lepas dari sikap tolong menolong seperti yang dicontohkan oleh kehidupan sehari-hari para ibu-ibu di dusun Mojokerep. Dengan demikian, rasa kekeluargaan yang sudah terjalin selama ini bisa menjadi lebih erat lagi yang berguna memperkuat kesatuan para warga dusun Mojokerep.

Selain itu juga banyak manfaat yang dapat diambil dari tolong menolong, diantaranya membantu merealisasikan rencana dengan lebih sempurna. Dalam aksi tolong menolong terdapat proses saling tukar kebaikan dan memberikan tambahan dalam mendapatkan ide –ide dan pemikiran. Tolong menolong juga akan mempercepat tercapainya target sebuah pekerjaan, menghemat waktu, menumbuhkan persatuan, dan saling membantu.17

17

(59)

50

c. Persaudaraan

Dari sudut etimologi; kata “Persaudaraan” bersal dari

bahasa sanskrit. “Sa-udara”, mendapat imuhan “per-an” yang berarti hal bersaudara atau tentang tata cara menggolongkan ikatan yang kokoh sebagai jelmaan “sa (satu),”udara (perut)

atau kandungan. Ibarat manusia dilahirkan dari satu kandungan (perut) maka mereka harus dapat bersatu padu secara tulus, dan selalu ingat akan awal mulanya.18

hubungan persaudaraan adalah sebuah hubungan yang tidak hanya terjalin lewat hubungan darah atau yang sering disebut sebagai saudara kandung, namun hubungan persaudaraan juga bisa terjalin melalui pertemanan kemudian berlanjut dengan persahabatan, dan dari sanalah kemudian meningkat menjadi persaudaraan.

Masyarakat dusun Mojokerep juga setuju bahwa persaudaraan tidak hanya dari hubungan yang terjalin dari hubungan darah saja. Bahkan orang asing yang datang ke dusun Mojokerep sudah dianggap seperti saudara sendiri. Selama orang tersebut tidak memiliki niat buruk terhadap dusun Mojokerep dan warganya.19

18

Ahmad Sy afi’i, “Definisi Persaudaraan Menurut SH Terate” dikutip dari

http://setiahatibatanghari.blogspot.co.id/2013/07/definisi-persaudaraan-menurut-sh-terate.htmlpada 22 Juli 2017/23:10

19

(60)

51

Bahkan hubungan persaudaraan melalui persahabatan akan lebih intim dibanding dengan persaudaraan yang tercipta dari saudara kandung, karena dalam suatu keluarga terkadang terjadi bentrok, maka di sana lah hubungan menjadi tidak punya arti yang mendalam.20

Bagi masyarakat dusun Mojokerep, persaudaraan itu sangatlah penting untuk kehidupan sehari-hari mereka. Jika semua warga tidak saling menjaga rasa persaudaraan mereka, dapat dipastikan antar warga bisa saling berkonflik satu sama lain.

“Kalau rasa persaudaraan para warga dusun Mojokerep ini tidak dijaga, bisa-bisa para warga akan saling bertengkar. Dan sikap toleransi yang selama ini sudah ditunjukkan dan dipraktekkan oleh para warga akan sia-sia saja. Padahal rasa persaudaraan antar warga ini sudah ada sejak dulu”21

Persaudaraan merupakan nilai universal yang senantiasa dicita-citakan oleh semua manusia. Persudaraan yang terjalin dengan tulus ikhlas akan menumbuhkan rasa saling menyayangi dan saling memiliki. Dari situlah kemudian muncul kepedulian dan kerjasama yang kemudian melahirkan persatuan yang kuat, sehingga tidak heran jika setiap agama mengajarkan urgensi persaudaraan diantara sesama manusia.

20

Mahmid M. “Arti Sebuah Persaudaraan” dikutip darihttp://bff-blo.blogspot.co.id/pada 22 juli2017/23:02

21

(61)

BAB IV

ANALISIS

A. Penanaman Nilai-nilai Multikultural pada Masyarakat Dusun

Mojokerep

Dalam menanamkan nilai-nilai multikultural, tidak lepas dari peran masyarakatnya. Masyarakat dusun Mojokerep yang ikut berperan dalam menanamkan nilai-nilai multikultural dalam kehidupan sehari-hari mereka, dalam hal ini tidak ada aktor utama yang melopori adanya sikap mereka dalam menanamkan nilai-nilai multikultural, semua masyarakat dan kepala dusun berserta jajarannya ataupun tokoh masyarakat bersama-sama menanamkan nilai-nilai multikultural dalam kehidupan sehari- hari mereka.

Masyarakat dusun Mojokerep yang berperan dalam menanamkan nilai-nilai multikultural didasarkan pada beberapa prinsip, yakni keterbukaan dan bersatu dalam perbedaan. Kedua prinsip tersebut yang akan membantu masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai multikultural yang kemudian akan dimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

(62)

✂ ✄

B. Implementasi Nilai-nilai Multikultural pada Masyarakat Dusun

Mojokerep

Upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengimplementasikan nilai-nilai multikultural dalam kehidupan sehari-hari mereka dilakukan melalui hal-hal yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari mereka, seperti sikap tolong menolong antar sesama, menghargai adanya perbedaan yang ada di sekitar mereka. Mereka sadar dengan adanya perbedaan tersebut, dan mereka tidak memperdulikan perbedaan itu dan tetap hidup berdampingan secara damai.1

Selain sikap tolong menolong, masyarakat dusun Mojokerep mengimplementasikan nilai-nilai multikultural tercermin pada sikapnya yang demokratis, artinya dalam segala tingkah laku, baik sikap maupun perkataannya tidak diskriminatif (bersikap tidak adil atau menyinggung) terhadap warga yang lainnya. Dengan demikian semua masyarakat dusun Mojokerep memiliki sikap saling menghargai dan menunjukkannya dalam keseharian mereka, dapat membuahkan hasil yang menurut peneliti adalah sikap toleran antar warga merupakan hasil implementasi nilai-nilai multikultural pada masyarakat dusun Mojokerep.

Sudah disebutkan bahwa masyarakat dusun Mojokerep dengan beragam latar belakang agama dan budaya (imigran) yang berbeda, dapat hidup berdampingan tanpa adanya konflik yang terjadi serta diskriminasi tidak terjadi pada kelompok minoritas yang ada di disana. Hal ini

1

(63)

☎ ✆

dikarenakan para masyarakatnya sudah mengimplementasikan nilai-nilai mulltikultural dengan baik.

Dengan adanya sikap toleran tersebut semua masyarakat dapat hidup bebas dengan memegang keyakinan masing-masing karena adanya perlakuan yang sama untuk semua kelompok baik kelompok mayoritas maupun kelompok minoritas. Selain itu juga dengan adanya sika toleran tersebut semua masyarakat mendapatkan perhatian yang sama tanpa membedakan latar belakang agama, status sosial, latar belakang ekonomi, dan latar belakang pendidikan.

Masyarakat dusun Mojokerep memang telah mengimplementasikan nilai-nilai multikultural dengan baik meskipun secara tidak sadar mereka melakukannya karena rasa persatuan mereka sebagai warga dusun Mojokerep. Mereka melakukannya secara tidak sadar dikarenakan tingkat pendidikan yang masih rendah, sehingga masyarakatnya masih belum terbiasa dengan istilah multikultural. 2 Meskipun demikian, tetapi rasa persatuan dan persaudaraan mereka sangatlah baik.

Masyarakat dusun Mojokerep hidup dalam kesetaraan dan keadilan dibuktikan dengan tidak adanya pembedaan dan semua masyarakatnya mendapatkan hak yang sama untu mengekspresikan dirinya tanpa adanya batasan, tetapi tidak sampai melewati batas dan meresahkan warga yang lain.

2

Gambar

Gambar 1. Peta Desa Menanggal

Referensi

Dokumen terkait

Objek dalam penelitian ini adalah implementasi nilai-nilai persatuan dan demokrasi di kalangan pemuda studi kasus pada Karang Taruna Sumbung Bawono di Dusun Pengkol

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasinilai gotong royong di masyarakat perkotaan (studi kasus pada masyarakat Dusun Sidomulyo, Desa Makamhaji, Kecamatan

Nikmatul Mukarromah, NIM 18204010032, Pendidikan Agama Dan Resolusi Konflik Sosial Keagamaan Pada Masyarakat Multikultural Di Dusun Sinar Banten Desa Wargomulyo. Tesis

Nikmatul Mukarromah, NIM 18204010032, Pendidikan Agama Dan Resolusi Konflik Sosial Keagamaan Pada Masyarakat Multikultural Di Dusun Sinar Banten Desa Wargomulyo. Tesis

Hasil penelitian adalah dalam tradisi merti dusun di Dusun Karang Padang terdapat nilai-nilai pendidikan yang dapat ditanamkan kepada masyarakat khususnya kaum

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi pendidikan multikultural dapat dilakukan selama Adaptasi Kebiasaan Baru (ABK), yakni dengan menyisipkan

Dengan demikian semua masyarakat dusun Mojokerep memiliki sikap saling menghargai dan menunjukkannya dalam keseharian mereka, dapat membuahkan hasil yang menurut peneliti

Makalah ini membahas tentang implementasi nilai-nilai Pancasila di wilayah