• Tidak ada hasil yang ditemukan

17AN DAN KEMANDIRIAN BUDAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "17AN DAN KEMANDIRIAN BUDAYA"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

17AN DAN KEMANDIRIAN BUDAYA Mustofa W Hasyim

Setiap bulan Agustus masyarakat Indonesia bergerak. Melakukan langkah budaya yang kemudian terasa menjadi rutin. Masyarakat memaknakan peringatan kemerdekaan RI lewat bahasa budaya, lewat bahasa kegembiraan dan bersuasana pesta. Dimulai dengan perlombaan-perlombaan, dengan aneka macam lomba mulai dari yang tradisional sampai lomba yang dikreasi sendiri oleh masyarakat. Juga ada acara bersih-bersih, acara refleksi atau muhasabah sosial, dan diakhiri dengan pentas seni.

Kemudian semua usai, dan masyarakat kembali tenggelam dalam persoalan sehari-hari, bekerja keras untuk hidup dan membayar hutang, atau untuk menyekolahkan anaknya. Peringatan itu sepertinya kurang berbekas, dan kurang berdampak secara langsung. Hanya menjadi selingan sesaat di tengah hidup yang makin berat dan hidup yang makin terhimpit harga serta tarif-tarif yang makin tinggi saja. Dan untuk menghibur diri, banyak warga masyarakat yang kemudian mengubur dirinya di depan pesawat televisi menikmati mimpi-mimpi yang disuguhkan oleh aneka kuis, musik, film, sinetron, telenovela atau nonton tayangan interaktif lainnya, ada yang malahan kemudian ketagihan acara hiburan berupa tayangan tindak kriminal yang makin meningkat. Ada yang kemudian memilih menjadi hamba tayangan olahraga, baik tayangan sepakbola, basket, bowling, tinju atau olahraga beladiri yang lebih merupakan unjuk kebolehan teknik berkelahi dan kebrutalan pertarungan fisik full contact. Ada juga yang suka berlama-lama keluar masuk toko, supermarket, mall, menjejali ingatannya dengan ratusan merk barang konsumsi. Makan atau minum sekadarnya untuk menunjukkan gengsi, lalu kembali ke rumah dan sadar bahwa tidak banyak yang berubah di dalam rumahnya atau di dalam dirinya, selain makin lama makin terbebani oleh kebutuhan yang diciptakan oleh para perancang iklan dan perancang produk.

Meski begitu ada yang menarik dari peringatan 17an ini. Kalau diamati, antara peringatan 17an yang berlangsung sebelum reformasi dengan setelah reformasi Mei 1998, ternyata ada perbedaan. Kalau pada masa sebelum reformasi, peringatan 17an lebih merupakan agenda negara yang diprogram untuk kepentingan kampanye pembangunan dan

kampanye untuk menundukkan masyarakat agar selalu patuh kepada negara. Maka yang muncul adalah berbagai acara yang mengarah pada unjuk sukses pembangunan yang intinya adalah negara kita baik-baik saja, aman, makmur (seolah-olah) dan masa depan telah tersedia dengan penuh ceria dan cerah secerah-cerahnya. Oleh karena itu benih-benih fikiran, ide atau gagasan kritis tidak boleh muncul, tumbuh, berbiak, apalagi berfungsi dalam masyarakat. Pengalaman penulis ketika menjadi semacam pendamping pengembangan budaya (pendamping amatiran) di beberapa kampung menunjukkan gejala itu. Ketika pada suatu acara 17an ada anak-anak yang membaca puisi bernada mengkritisi keadaan, tiba-tiba pada tahun berikutnya ada peraturan dari ‘yang berwenang’ bahwa acara 17an tahun itu tidak boleh ada acara pembacaan puisi. Ini cukup luar biasa, karena sebuah puisi yang lugu dan sederhana ternyata begitu ditakuti. Mungkin karena

(2)

lagu-lagu kritis dari Iwan Fals, Gombloh, Doel Sumbang, Kelompok Kampungan atau Kelompok Swami. Karena dikemas dalam bentuk musik, bukan puisi, kenakalan anak muda itu pun dapat lolos ke panggung, mengimbangi hiburan yang serba lucu dan serba gebyar dan menyenangkan itu.

Puncak dari bentuk agenda negara pada peringatan 17an adalah yang terjadi di tahun 1995, tahun yang ditandai dengan pembredelan tiga media ternama, dan dua tahun menjelang Pemilu yang menegangkan. Peringatan 17an di tahun 1995 ini disebut Tahun Keemasan, tetapi oleh orang-orang kritis sering diplesetkan dengan sebutan Tahun Kecemasan. Kota-kota dan desa menjadi mandi cahaya lampu penjor di malam hari. Pedagang dan pabrik lampu kecil berwarna-warni lengkap dengan pabrik dan pedagang kabel dan bambu panen besar. Itu betul-betul merupakan tahun keempasan bagi mereka. Ternyata penyebutan sebagai Tahun Kecemasan terbukti, karena kemudian datang krisis moneter, krisis ekonomi yang berproses menjadi krisis politik, yang menyebabkan Orde Baru ambruk. Lahir apa yang disebut sebagai reformasi, yang kedatangannya disambut dengan gembira oleh masyarakat yang selama 40 tahun tertekan oleh negara.

Peringatan 17an setelah itu menjadi berubah total. Sebab, acara ini kemudian relatif kemudian menjadi agenda masyarakat di mana apa yang disebut kemandirian budaya masyarakat betul-betul kembali dimiliki oleh masyarakat. Komunitas-komunitas yang memiliki tokoh budaya yang cerdas dan mampu membangun jaringan kemudian mampu melahirkan berbagai kegiatan budaya yang signifikan dengan kemandirian budaya mereka. Maka muncullah berbagai festival di berbagai komunitas kota atau desa, yang berani memilih tema-tema kultural milik mereka sendiri (bukan tema yang didiktekan oleh negara). Ada komunitas yang penulis dampingi kemudian berkembang menjadi lebih sadar budaya, kemudian berani, mau dan mampu memproduk karya-karya budaya

mereka sendiri.

Hanya masalahnya, ketika dompet mereka belum pulih, ketika tidak semua komunitas memiliki cadangan dana yang memadai, ternyata ini juga berpengaruh dalam

mewujudkan kemandirian budaya mereka. Komunitas yang pas-pasan secara ekonomi menjadi agak terseok-seok juga dalam mengusung kemandirian budaya ini.

Sumber:

Referensi

Dokumen terkait

Kalau dia punya k eluarga, k ita bawa k eluarganya juga disamping k ita berikan pengertian ke pasiennya.” Selain pemberian informasi dan pendidikan seputar kesehatan

1.1.1.2 Siswa dapat menyadari pengetahuan tentang sistem koloid sebagai hasil  pemikiran kreatif manusia yang kebenarannya bersifat tentatifE. 2.1.1.1 Siswa dapat menujukkan sikap

Hampir sebagian besar ruas-ruas jaringan jalan utama menunjukkan arus lalu lintas masih stabil ditandai dengan adanya kinerja dari hasil analisa pelayanan jalan (V/C

mengoptimalkan penerimaan Pajak Daerah, serta untuk melaksanakan ketentuan Lampiran I angka 57 Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015, maka perlu menetapkan

Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas yaitu kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier, pengakuan orang

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian pada bab IV yaitu Peningkatan kemampuan menulis karangan deskripsi dengan menggunakan media lingkungan pada peserta didik kelas V

Keris adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Nusantara bagian barat dan