• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Identifikasi Bakteri Uji Peningkatan Virulensi Bakteri Uji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Identifikasi Bakteri Uji Peningkatan Virulensi Bakteri Uji"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

4

II. METODOLOGI

2.1 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua uji utama yaitu uji in vitro dan uji in vivo. Identifikasi dan peningkatan virulensi bakteri uji, penentuan nilai LD50

(Lethal Dosage 50) serta pembuatan ekstrak meniran-bawang putih yang dilakukan

sebelum uji in vitro dimulai. Selanjutnya pembuatan pakan perlakuan, persiapan wadah dan ikan uji dilakukan sebelum uji in vivo dimulai.

2.1.1 Identifikasi Bakteri Uji

Bakteri yang digunakan pada penelitian ini berasal dari isolat bakteri yang diperoleh dari Balai Budidaya Air Payau Situbondo, Jawa Timur yang diketahui sebagai Vibrio alginolyticus. Isolat bakteri dibiakkan kembali pada agar miring SWC (sea water complete) lalu diinkubasi pada suhu 28 °C selama 24 jam untuk diidentifikasi ulang di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Identifikasi ulang dilakukan untuk memastikan tidak adanya kontaminan pada isolat bakteri yang meliputi uji karakterisasi fisiologi dan biokimia bakteri yang terdiri dari pewarnaan Gram, uji oksidatif/fermentatif, uji motilitas, uji katalase dan uji oksidase (Holt et.al, 1994). Setelah hasil uji isolat bakteri menunjukkan karakter fisiologi dan biokimia yang sama dengan V. alginolyticus (Lampiran 1), dilakukan peremajaan bakteri ke agar miring SWC dari stok sebelumnya.

2.1.2 Peningkatan Virulensi Bakteri Uji

Bakteri yang telah teridentifikasi pada tahap sebelumnya ditingkatkan virulensinya melalui uji postulat Koch sebelum digunakan pada uji tantang. Sebanyak satu ose bakteri diambil dari biakan terbaru berumur 24-48 jam dan diinokulasikan ke dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml media SWC cair, kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 28 oC pada inkubator bergoyang (waterbath shaker) dengan kecepatan 150 rpm. Setelah itu diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam mikrotube, disentrifuse sekitar 5 menit dan dibuang supernatannya. Endapan yang diperoleh

(2)

5 dicuci dengan 1 ml PBS (phosphate buffer saline) lalu divortex dan disentrifuse kembali dan buang supernatannya (dilakukan sebanyak 2 kali). Setelah itu 1 ml PBS dicampurkan kembali dengan endapan yang sudah dicuci selanjutnya divortex dan diambil 0.2 ml untuk diinjeksikan secara intraperitoneal (diantara sirip ventral dan anal) pada satu ekor ikan kerapu macan untuk menguji virulensinya. Setelah ikan menunjukkan gejala klinis seperti hemoragi pada rahang mulut atau sirip yang kemerahan, ikan dibedah dan dilakukan reisolasi bakteri dengan menggoreskan jarum ose steril ke bagian ginjal, empedu, limpa, usus dan organ lainnya yang menunjukkan kelainan kemudian dibiakkan di media TCBS (Thiosulphate Citrate Bile-salt Sucrose) dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28 oC. Untuk mendapatkan biakan murni maka setiap koloni bakteri yang tumbuh terpisah dan berlainan morfologinya dibiakkan kembali ke dalam agar miring SWC dan diinkubasi pada suhu 28 oC selama 24 jam selanjutnya diidentifikasi kembali yang meliputi uji oksidatif/fermentatif, uji oksidase, uji katalase, uji motilitas dan pewarnaan Gram (Holt et.al, 1994) untuk memastikan kelainan yang terjadi pada organ-organ tersebut disebabkan oleh bakteri yang dinjeksikan. Bakteri hasil uji postulat Koch inilah yang akan digunakan pada uji selanjutnya.

2.1.3 Penentuan Nilai LD50 (Lethal Dosage 50)

Penentuan nilai LD50 ini penting dilakukan untuk mengetahui konsentrasi

bakteri yang akan digunakan pada uji tantang karena pada uji ini akan diketahui konsentrasi bakteri yang dapat menyebabkan kematian hingga setengah dari populasi ikan uji. Untuk uji LD50 disiapkan 6 akuarium yang diisi masing-masing

10 ekor ikan kerapu macan. Pada uji ini ikan diinjeksi bakteri uji secara intraperitoneal sebanyak 0,1 ml per ekor ikan uji sesuai masing-masing konsentrasi yang diujikan. Terdapat 3 konsentrasi yang diujikan yaitu 105, 104 dan 103 cfu/ml, setiap konsentrasi bakteri terdiri dari 2 ulangan (Lampiran 2). Pengamatan dengan menghitung jumlah ikan yang masih hidup dan yang mati sampai hari ke-7. Kemudian dilakukan penghitungan dengan metode Reed Muench (1938) untuk mengetahui nilai LD50-nya (Lampiran 3). Setelah

(3)

6 perhitungan dilakukan diperoleh konsentrasi bakteri yang digunakan pada uji tantang adalah 104 cfu/ml.

2.1.4 Pembuatan Ekstrak Meniran Phyllanthus niruri-Bawang Putih Allium sativum

Tepung meniran-bawang putih yang digunakan pada penelitian ini berasal dari BALITTRO (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika) Bogor, Jawa Barat. Tepung meniran-bawang putih digunakan sebagai bahan dasar pembuatan ekstrak meniran-bawang putih untuk uji in vitro. Ekstrak meniran didapatkan dengan melarutkan tepung meniran dengan akuades steril yang kemudian direbus selama 15 menit pada suhu 90 °C (Lampiran 4) sedangkan ekstrak bawang putih didapatkan dengan melarutkan tepung bawang putih dengan akuades steril saja (Lampiran 5) (Fauziah, 2012).

2.1.5 Uji In Vitro

Uji in vitro ini dilakukan untuk melihat aktivitas antibakteri dari bahan tanaman yang digunakan terhadap bakteri uji dengan metode Kirby-Bauer (Lay, 1994). Sebelumnya dipersiapkan campuran ekstrak meniran dan bawang putih dalam beberapa kombinasi dosis yaitu 15+20, 15+25, 20+20, 20+25 dan 25+20 g/L. Hal ini dilakukan untuk melihat dosis yang paling efektif menghambat pertumbuhan bakteri uji dalam media agar plate SWC yang digunakan (Lampiran 6). Selanjutnya suspensi bakteri dengan kepadatan paling virulen dari uji LD50

(104 cfu/ml)disebar sebanyak 0,1 ml pada permukaan agar plate SWC yang telah padat menggunakan batang penyebar agar merata. Kemudian kertas cakram (d=0,5 cm) direndam dalam campuran ekstrak meniran-bawangputih selama 5 menit. Setelah itu, kertas diambil dengan menggunakan pinset dan ditempatkan pada permukaan agar yang telah disebar bakteri lalu diinkubasi pada suhu 28 oC selama 24 jam. Masing-masing kombinasi dosis dari campuran ekstrak tersebut dibuat dalam 2 ulangan. Zona hambat yang terbentuk di sekitar kertas cakram diukur dengan menggunakan penggaris (ketelitian 1 mm). Dosis yang menghasilkan zona hambat paling besar menjadi dosis yang digunakan pada pengujian in vivo.

(4)

7

2.1.6 Pembuatan Pakan Perlakuan

Pakan perlakuan yang digunakan pada penelitian ini yaitu pakan repelleting dimana pakan komersil (protein 45,11 %) ditepungkan kembali kemudian dicetak setelah dicampurkan dengan bahan tambahan masing-masing perlakuan. Pakan tanpa campuran meniran-bawang putih dalam penelitian ini tetap disebut sebagai pakan komersil dan pakan yang mengandung campuran meniran-bawang putih disebut sebagai pakan uji.

2.1.6.1 Pakan Komersil

Pakan komersil pada penelitian ini hanya mendapat tambahan vitamin C 0,1%. Pakan ini diberikan selama 14 hari sebelum uji tantang pada perlakuan kontrol negatif, positif dan pengobatan. Setelah uji tantang hanya diberikan pada perlakuan kontrol negatif, kontrol positif dan pencegahan.

2.1.6.2 Pakan Uji

Pakan uji dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu pakan uji perlakuan pencegahan dan pengobatan. Untuk pakan pencegahan, dosis tepung meniran-bawang putih yang digunakan didapat dari hasil uji in vitro yaitu 20+25 g/kg pakan sedangkan pakan pengobatan menggunakan 2 kali dosis yang digunakan pada pakan pencegahan (Angka, 2005) yaitu 40+50 g/kg pakan. Selain itu, pada pakan pencegahan dan pengobatan juga ditambahkan vitamin C 0,1%. Pakan pencegahan diberikan selama 14 hari sebelum uji tantang pada perlakuan pencegahan dan pakan pengobatan diberikan pada perlakuan pengobatan setelah uji tantang.

2.1.7 Persiapan Wadah

Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium berukuran 60x30x30 cm3. Sebelum digunakan akuarium dicuci dan dikeringkan, kemudian didesinfeksi dengan chlorin 100 ppm selama 24 jam. Setelah itu, dibilas dengan air bersih. Bagian luar dinding akuarium dilapisi dengan plastik hitam untuk menghindari stres pada ikan uji. Selanjutnya akuarium dirangkai menjadi sistem resirkulasi.

(5)

8

2.1.8 Persiapan Ikan Uji

Benih kerapu macan yang digunakan memiliki panjang rata-rata 7,74±0,27 cm dengan bobot rata-rata 12,50±0,394 g yang berasal dari Kepulauan Seribu. Ikan kerapu macan diadaptasikan dalam akuarium selama 1-2 minggu sebelum perlakuan dilakukan. Setiap akuarium diisi ikan sebanyak 6 ekor. Selama proses adaptasi ini ikan diberi pakan 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari serta dilakukan kontrol kualitas air pada tahap adaptasi ini.

2.1.9 Uji In Vivo

Uji in vivo dilakukan untuk mengetahui pengaruh dosis campuran meniran-bawang putih yang digunakan dalam pakan terhadap kelangsungan hidup

ikan kerapu macan setelah diinfeksi bakteri uji. Pakan diberikan secara at satiation dengan FF (Feeding Frequency) 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan

sore hari. Pada uji in vivo ini terdiri dari 4 perlakuan dengan 3 ulangan yaitu kontrol negatif, kontrol positif, pencegahan dan pengobatan. Selama uji in vivo berlangsung dilakukan pengamatan parameter penelitian dan kualitas air dari masing-masing perlakuan. Skema uji in vivo disajikan dalam Gambar 1.

Kontrol negatif : 14 hari pertama ikan diberi pakan komersil, lalu ikan diinjeksi secara intraperitoneal dengan PBS 0,1 ml/ekor dan 7 hari selanjutnya ikan tetap diberi pakan komersil

Kontrol positif : 14 hari pertama ikan diberi pakan komersil, lalu ikan diuji tantang (injeksi secara intraperitoneal dengan V. alginolyticus 0,1 ml/ekor) dan 7 hari selanjutnya ikan tetap diberi pakan komersil

Pencegahan : 14 hari pertama ikan diberi pakan uji, lalu ikan diuji tantang

(injeksi secara intraperitoneal dengan V. alginolyticus 0,1 ml/ekor) dan 7 hari selanjutnya ikan diberi pakan komersil

Pengobatan : 14 hari pertama ikan diberi pakan komersil, lalu ikan diuji tantang (injeksi secara intraperitoneal dengan V. alginolyticus 0,1 ml/ekor) dan 7 hari selanjutnya ikan diberi pakan uji

(6)

9 Gambar 1. Skema uji in vivo pada penelitian penggunaan campuran tepung meniran-bawang putih dalam pakan untuk pengendalian infeksi

Vibrio alginolyticus pada benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)

2.2 Parameter Pengamatan

2.2.1 Respons Makan Ikan terhadap Pakan

Pengamatan respon makan ikan terhadap pakan dilakukan dari awal hingga akhir perlakuan. Parameter ini diamati saat pemberian pakan dan dilakukan pada setiap perlakuan. Parameter ini dihitung melalui perbandingan jumlah pakan yang dimakan ikan setiap harinya dengan bobot biomassa ikan (Setyotomo, 2011).

2.2.2 Laju Pertumbuhan Harian

Untuk mengetahui laju pertumbuhan harian, bobot ikan ditimbang saat awal dan akhir perlakuan kemudian dihitung raatan bobotnya. Laju pertumbuhan harian (α) ikan dapat dihitung menggunakan rumus (Huisman, 1987) :

Kontrol (-)

Kontrol (+)

Injeksi bakteri 104 cfu/ml

Pakan komersil Pakan komersil

H-14 H-1 H0 H1 H7

Injeksi PBS

Pakan komersil Pakan komersil

H-14 H-1 H0 H1 H7

Pencegahan

Injeksi bakteri 104 cfu/ml

Pakan uji Pakan komersil

H-14 H-1 H0 H1 H7

Pengobatan

Injeksi bakteri 104 cfu/ml

Pakan komersil Pakan uji

(7)

10 Keterangan :

Wt = bobot rataan akhir (gram) Wo = bobot rataan awal (gram)

2.2.3 Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup ikan diamati setiap hari hingga akhir perlakuan. Perhitungan kelangsungan hidup dilakukan di akhir perlakuan dengan rumus sebagai berikut (Effendie, 1997) :

Keterangan : Nt = Jumlah ikan akhir (ekor) No = Jumlah ikan awal (ekor)

2.2.4 Parameter Hematologi

Pengamatan hematologi dilakukan saat H-2 sebelum uji tantang dan H1, H4 dan H7 setelah uji tantang. Parameter yang diamati yaitu aktifitas fagositosis, jumlah leukosit, jumlah eritrosit, kadar hematokrit dan kadar hemoglobin.

Pengambilan darah ikan dilakukan dengan alat suntik steril yang telah dibilas dengan Na-sitrat 3,8% sebagai antikoagulan darah. Darah ikan diambil ± 0,2 ml setiap ikan uji dari masing-masing perlakuan (2 ulangan) dengan cara ditarik perlahan setelah darah mengalir dengan sendiri ke dalam suntikan yang ditusuk pada bagian vena caudalis. Kemudian darah ditempatkan pada mikrotube untuk dilakukan pengamatan hematologinya.

2.2.4.1 Aktifitas Fagositosis

Aktifitas fagositosis menjadi salah satu parameter hematologi yang dapat menggambarkan respon imun ikan. Parameter ini diamati sebelum dan sesudah uji tantang. Darah diambil sebanyak 50 µL lalu ditempatkan dalam mikrotube kemudian ditambahkan bakteri Staphylococcus aureus dengan kepadatan 108 cfu/ml sebanyak 50 µL selanjutnya divortex agar homogen. Campuran tersebut diinkubasi selama 20 menit pada suhu ruang. Setelah itu, 5 µL campuran tersebut diambil dan diteteskan pada kaca preparat untuk dibuat preparat ulas dan dikering udarakan. Selanjutnya preparat direndam dalam methanol selama

(8)

11 5-10 menit dan dikering udarakan lalu diwarni dengan perendaman 10-15 menit di Giemsa kemudian dibilas dengan akuades. Setelah kering, preparat diamati dibawah mikroskop dan dihitung persentase sel yang aktif menunjukkan proses fagositosis dari 100 sel fagosit yang teramati. Persentase aktifitas fagositosis dapat dihitung menggunakan rumus berikut (Anderson dan Siwicki, 1993) :

2.2.4.2 Sel Darah Putih (Leukosit)

Darah diambil dengan pipet bulir putih sampai skala 0,5 lalu hisap larutan Turk sampai skala 11. Setelah itu pipet diputar membentuk angka delapan selama 3-5 menit, 2 tetesan pertama dibuang, tetesan selanjutnya dialirkan ke dalam hemasitometer sampai membentuk rambatan cairan pada kaca penutup hemasitometer. Jumlah leukosit dihitung di bawah mikroskop pada 5 kotak besar hemasitometer kemudian dilakukan perhitungan menggunakan rumus berikut (Blaxhall dan Daisley, 1973 dalam Alifuddin, 1999) :

2.2.4.3 Sel Darah Merah (Eritrosit)

Darah diambil dengan pipet bulir merah sampai skala 0,5 lalu hisap larutan Hayem sampai skala 101. Setelah itu pipet diputar membentuk angka delapan selama 3-5 menit, 2 tetesan pertama dibuang, tetesan selanjutnya dialirkan ke dalam hemasitometer sampai membentuk rambatan cairan pada kaca penutup hemasitometer. Jumlah eritrosit dihitung di bawah mikroskop pada 5 kotak besar hemasitometer kemudian dilakukan perhitungan menggunakan rumus berikut (Blaxhall dan Daisley, 1973 dalam Alifuddin, 1999) :

(9)

12

2.2.4.4 Kadar Hematokrit

Darah diambil dengan tabung mikrohematokrit dengan sistem kapiler sampai ¾ bagian tabung, ujung tabung disumbat dengan crytoseal. Setelah itu, tabung disentrifuse 3000 rpm 5 menit. Kadar hematokrit dihitung dengan membandingkan tinggi endapan darah terhadap total darah dalam tabung mikrohematokrit dengan rumus sebagai berikut (Anderson dan Siwicki, 1993) :

2.2.4.5 Kadar Hemoglobin

HCl 0,1 N dimasukkan dalam tabung Hb meter sampai skala 10 garis merah. Selanjutnya darah diambil dengan pipet Sahli sampai skala 20 mm3 kemudian ujung pipet dibersihkan dengan tisu lalu dimasukkan ke tabung Hb meter dan didiamkan selama 3-5 menit agar hemoglobin bereaksi dengan HCl. Setelah itu, akuades dimasukkan tetes demi tetes sambil diaduk dengan batang pengaduk sampai warna larutan di tabung Hb meter sama dengan warna standar. Kadar hemoglobin diketahui dengan membaca skala pada garis kuning (G %) (Wedemeyer dan Yasutake, 1977 dalam Alifuddin, 1999).

2.2.5 Pengamatan Organ Dalam

Pada akhir masa pemeliharaan dilakukan pengamatan organ dalam pada satu ekor ikan uji yang bertahan hidup setelah uji tantang yaitu pada H7 untuk membedakan kelainan klinis yang terjadi antar perlakuan. Pengamatan meliputi morfologi dan warna organ dalam pada ikan uji. Hal ini juga dilakukan pada ikan ikan uji yang mati sebelum H7.

2.2.6 Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur adalah oksigen terlarut, amoniak, pH,

salinitas dan suhu (Tabel 1). Kualitas air diukur di awal, tengah dan akhir perlakuan. Khusus untuk suhu diukur setiap hari pada pagi, siang dan malam hari, sedangkan salinitas diukur setiap 4 hari sekali.

(10)

13 Tabel 1. Parameter, satuan, alat ukur dan spesifikasi alat pengukuran kualitas air pada penelitian penggunaan campuran tepung meniran-bawang putih dalam pakan untuk pengendalian infeksi Vibrio alginolyticus pada benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)

Parameter Satuan Alat Ukur Spesifikasi Alat

Oksigen terlarut mg/l DO meter DO-5510

Amoniak mg/l Spektrofotometer SP-300

pH - pH meter pH-208

Salinitas mg/l Salinometer Multi 340i

Suhu oC Termometer -

2.3 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap). Data dianalisis menggunakan SPSS 16.0 dan uji lanjut untuk beda nyata menggunakan uji Duncan. Parameter yang dianalisis statistik secara kuantitatif adalah respon makan, laju pertumbuhan harian, kelangsungan hidup, parameter hematologi dan kualitas air sedangkan parameter yang dianalisis secara deskriptif adalah pengamatan organ dalam.

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang penulis ambil tentang pelaksanaan pembangunan infrastruktur termasuk dalam masalah jalan, bagaimana yang penulis ketahui tentang masalah pelaksanaan

Fokus Kajian : Penerapan Pola Pelestarian dan Penataan Lingkungan (Sirkulasi ) Pada Bangunan Pusat Pelatihan Olahraga Offroad di Kota Semarang.. Penyusun : Henri Wirawan N I M

Dengan menggunakan peta hidrogeologi lembar Yogyakarta (Gambar 3), dapat ditarik garis- garis penampang yang memotong tegak lurus garis kontur airtanah yang ada di wilayah Kota

Mata air ini akan digunakan sebagai sumber air dalam perencanaan sistem penyediaan air bersih di desa Marampit Timur..

1) Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan. 2)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja dengan motivasi kerja penyuluh pertanian, terdapat hubungan positif antara sikap terhadap

Dari hasil percobaan lapangan sampai umur 6 bulan diperoleh hasil mutu campuran beraspal cara kering mempunyai kinerja lebih baik dari campuran beraspal dengan aspal pen 60

Selanjutnya jika seseorang bertaubat dari dosa yang tidak punya kemampuan untuk melakukannya pada saat itu, maka ia harus tetap bertaubat, karena melalui taubat