• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORELASI ANTARA ASUPAN PROTEIN DENGAN HASIL PERHITUNGAN IMBANG NITROGEN PADA PASIEN BEDAH YANG DIRAWAT DI INSTALASI ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF RSUP SANGLAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KORELASI ANTARA ASUPAN PROTEIN DENGAN HASIL PERHITUNGAN IMBANG NITROGEN PADA PASIEN BEDAH YANG DIRAWAT DI INSTALASI ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF RSUP SANGLAH."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

KORELASI ANTARA ASUPAN PROTEIN

DENGAN HASIL PERHITUNGAN IMBANG

NITROGEN PADA PASIEN BEDAH YANG DIRAWAT

DI INSTALASI ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

RSUP SANGLAH

MARILAETA CINDRYANI NIM 1114108204

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

ii

KORELASI ANTARA ASUPAN PROTEIN

DENGAN HASIL PERHITUNGAN IMBANG

NITROGEN PADA PASIEN BEDAH YANG DIRAWAT

DI INSTALASI ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

RSUP SANGLAH

Tesis ini untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

MARILAETA CINDRYANI NIM 1114108204

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 20 APRIL 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

dr. I Ketut Sinardja, Sp.An.,KIC dr. I Wayan Aryabiantara, Sp.An.KIC NIP. 195505211983021001 NIP. 19750611 2009121001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana

Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)

(4)

iv

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 20 April 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, Nomor: 1606/UN14.4/HK/2016 Tanggal 15 April 2016

Ketua : dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC

Anggota : 1. dr. I Wayan Aryabiantara,SpAn KIC

2. Prof. Dr. dr. I Made Wiryana, Sp.An, KIC, KAO 3. dr. Made Subagiartha,SpAn KAKV SH

(5)
(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dokter spesialis di Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FK UNUD/RSUP Sanglah

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih, rasa hormat serta penghargaan setinggi-tingginya kepada semua guru, para senior, dan teman sejawat yang telah memberikan masukan, dukungan, dorongan, koreksi dan nasehat terhadap keseluruhan proses pendidikan spesialisasi dan penulisan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari pihak lain tesis ini tidak dapat diselesaikan dengan baik, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD., KEMD, Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K)., M.Kes, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK, Ketua Program Studi Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana.

(7)

vii

Sp.B., Sp.BTKV., selaku Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Kepada seluruh pembimbing, penulis mengucapkan terima kasih, rasa kagum dan hormat setinggi-tingginya karena telah berkenan memberikan kesempatan, dukungan, bimbingan dan motivasi selama mengikuti pendidikan spesialisasi ini. Kepada Prof. Dr. dr. Made Wiryana, Sp.An., KIC KAO, Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bidang Studi Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FK Universitas Udayana, dr. I Ketut Sinardja, Sp.An., KIC, Kepala Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FK Universitas Udayana dan Pembimbing I untuk tesis ini, Dr. dr. Putu Pramana Suarjaya, SpAn., M.Kes., KMN., KNA, Ketua Litbang Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FK Universitas Udayana, dr. I M. G. Widnyana, Sp.An., M.Kes., KAR, Sekretaris Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bidang Studi Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FK Universitas Udayana, dr. I B. Gde Sujana, Sp.An., MSi, Sekretaris Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FK Universitas Udayana, dr. I Gede Budiarta, Sp.An., KMN, Sekretaris Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bidang Studi Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FK Universitas Udayana periode sebelumnya di saat awal penulis menjadi seorang residen anestesi, dr. I Wayan Aryabiantara, Sp.An., KIC, selaku Pembimbing II untuk tesis ini, dr. I Wayan Gede Artawan Eka Putra, M.Epid., konsultan statistik untuk tesis ini, dr. Agustinus I Wayan Harimawan,SpGK, selaku konsultan untuk bidang nutrisi dan gizi klinik pada penyusunan tesis ini.

(8)

viii

Sp.An., KAKV., SH., dr. I Gusti Putu Sukrana Sidemen, Sp.An., KAR., Dr. dr. I Wayan Suranadi, Sp.An., KIC., Dr. dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, Sp.An., KAR., dr. I Putu Agus Surya Panji, Sp.An., KIC., dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, Sp.An., dr. I Ketut Wibawa Nada, Sp.An. KAKV., dr. I G. N. Mahaalit Aribawa, Sp.An. KAR., dr. I G. A. G. Utara Hartawan, Sp.An. MARS., dr. Pontisomaya Parami, Sp.An. MARS., dr. I Putu Kurniyanta Sp.An., dr. Kadek Agus Heryana Putra, Sp.An., dr. Cynthia Dewi Sinardja, Sp.An. MARS, dr. Made Agus Kresna Sucandra, Sp.An., dr. I. B. Krisna Jaya Sutawan, Sp.An. MKes., dr. Tjahya Aryasa, Sp.An., dr. IGAG Putra Arimbawa, SpAn MBiomed., penulis haturkan hormat yang setinggi-tingginya, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua bimbingan, nasihat, serta tiada mengenal waktu selalu memberikan dasar-dasar ilmu anestesi.

Kepada semua teman residen anestesi, khususnya teman seangkatan dr. Gede Semarawima, dr. Anak Agung Gde Putra Semara Jaya, dr. Peregrinus Adhitira Prajogi, dr. Happy Rosyalynda, dr. Elisma Nainggolan, dan dr. Andi Kusuma Wijaya, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan kerjasama, dalam menjalani pendidikan yang penuh suka duka ini.

Sembah bakti dan rasa terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada orangtua tercinta Pius Kedidi Lolobali dan Margaretha yang telah membesarkan, membimbing, mendidik, memberikan dorongan dan kasih sayang yang tidak ada hentinya.

(9)

ix dalam penyelesaian tesis ini.

Kepada ibu Ni Ketut Santi Diliani, SH., dan seluruh staf karyawan di Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuannya selama menjalani program pendidikan dokter spesialis.

Kepada para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani pendidikan spesialisasi ini terutama perawat di Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Sanglah tempat penulis melakukan penelitian untuk tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuannya selama menjalani pendidikan ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para pasien atas seluruh ilmu yang telah diberikan.

Akhirnya penulis menghaturkan doa semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak, yang tertulis di atas maupun yang tidak tertulis, yang telah membantu selama proses pendidikan dan penyelesaian tesis ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Denpasar, April 2016

(10)

x

ABSTRAK

KORELASI ANTARA ASUPAN PROTEIN

DENGAN HASIL PERHITUNGAN IMBANG NITROGEN PADA PASIEN BEDAH YANG DIRAWAT DI INSTALASI ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

RSUP SANGLAH

Cedera sel akibat stres pembedahan baik trauma maupun non trauma akan memicu terjadinya hipermetabolisme di mana terjadi peningkatan degradasi protein, penurunan sintesis protein somatik dan peningkatan katabolisme asam amino, yang berakibat pada kehilangan nitrogen tubuh, salah satunya adalah lewat urin. Respon ini bila tidak ditunjang dengan nutrisi adekuat akan membuat pasien jatuh dalam kondisi malnutrisi iatrogenik yang mengarah kepada perburukan. Di sisi lain pemberian nutrisi maupun pengukuran hasil metabolisme pada pasien yang dirawat di Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Salah satu metode evaluasi status nutrisi adalah menggunakan perhitungan imbang nitrogen melalui hasil Urin Urea Nitrogen (UUN). Diharapkan dengan metode ini dapat dilakukan evaluasi harian dan patokan dasar untuk pemberian nutrisi berikutnya untuk optimalisasi perawatan pasien yang lebih baik Tujuan penelitian ini adalah mengetahui adanya korelasi antara asupan protein dengan hasil perhitungan imbang nitrogen pada pasien-pasien bedah yang dirawat di Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Sanglah Denpasar.

Lima puluh satu pasien bedah baik trauma maupun non trauma yang dirawat di Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif diobservasi asupan proteinnya selama 2- 3 hari berturut-turut dan kemudian dilakukan evaluasi akan hasil imbang nitrogen berdasarkan hasil Urin Urea Nitrogen (UUN) per 24 jam selama 2-3 hari berturut-turut. Analisis statistik yang digunakan adalah uji normalitas data Shapiro-Francia, uji Shapiro-Wilk, uji korelasi Spearman Frank, uji two-sample t test, dan analisis regresi multivariat (dengan derajat kemaknaan < 0,05). Analisis datanya menggunakan program Strata SE 12.1.

Pada penelitian ini diperoleh korelasi sedang (ra) antara asupan protein hari kesatu dengan imbang protein hari kesatu 0,500 (p = 0,0002), hari kedua didapatkan korelasi kuat sebesar 0,700 (p < 0,001), dan hari ketiga didapatkan korelasi kuat (ra) sebesar 0,740 (p < 0,001).

Disimpulkan bahwa terdapat korelasi antara asupan protein dengan hasil perhitungan imbang nitrogen pada pasien bedah yang dirawat di Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Sanglah Denpasar.

(11)

xi

ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN PROTEIN INTAKE AND NITROGEN BALANCE OF SURGICAL PATIENTS IN

ANESTHESIOLOGY AND INTENSIVE CARE INSTALLATION SANGLAH GENERAL HOSPITAL

Cell injury from surgical stress in trauma or non-trauma causes will induce hypermetabolic response in which protein degradation increase, somatic protein synthesis decrease and amino acid catabolism increase, which in turn will contribute to nitrogen losses in urine. This response without an adequate nutrition will lead a patient into an iatrogenic malnutrition and deterioration. In other hand, nutrition and metabolism evaluation in intensive care patients are still debatable. One of nutrition evaluation method is using balance nitrogen formula through Urinary Urea Nitrogen. This method could help to evaluate nutrition status daily and become a baseline data for daily intake to optimize a better patient care. The aim of this research is to find out any correlation between protein intake and nitrogen balance of surgical patients in Anesthesiology and Intensive Care Installation Sanglah General Hospital Denpasar.

Fifty one surgical patients with trauma and non-trauma causes in Anesthesiology and Intensive Care Installation were observed their protein intake for 2-3 days continuously and evaluated for their nitrogen balance based on Urinary Urea Nitrogen per 24 hours for 2-3 days respectively. This research used statistical analysis from Shapiro-Francia, Shapiro-Wilk, Spearman Frank correlation, two-sample t test, and multivariate regression analysis with Strata SE 12.1 program.

We found an intermediate correlation (ra) between protein intake and nitrogen balance in the first day was 0,500 (p = 0,0002), for the second day was a strong correlation 0,700 (p < 0,001), and the third day (ra) was 0,740 (p < 0,001).

We conclude that there is correlation between protein intake and nitrogen balance of surgical patients in Anesthesiology and Intensive Care Installation Sanglah General Hospital Denpasar.

(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... …. 1

1.2 Rumusan Masalah ... ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... ... 4

1.3.1 Tujuan umum ... ... 4

(13)

xiii

1.4 Manfaat Penelitian .... ... 5

1.4.1 Manfaat praktis .... ... 5

1.4.2 Manfaat akademis ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Protein dan Asam Amino ... 6

2.2 Imbang Nitrogen ... 9

2.3 Kehilangan Nitrogen dalam Tubuh ... 13

2.3.1 Kehilangan lewat urin. ... ... 16

2.3.2 Kehilangan lewat cairan tubuh ... 17

2.3.3 Kehilangan lewat traktus gastrointestinal, kulit atau paru ... 17

2.4 Metode Analisis Imbang Nitrogen ... 19

2.4.1 Teknik Kjehldahl. ... ... 19

2.4.2 Metode Urin Urea Nitrogen ... 19

2.5 Rasio Kalori-Protein ... 21

2.6 Estimasi Protein pada Orang Sakit ... 25

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir ... 30

3.2 Kerangka Konsep ... 31

(14)

xiv BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian ... 33

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

4.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 34

4.4 Populasi, Sampel, dan Jumlah Sampel ... 34

4.4.1 Populasi penelitian... 34

4.4.2 Sampel penelitian... 34

4.4.3 Jumlah sampel ... ... 35

4.4.4 Cara pengambilan sampel... 36

4.5 Variabel Penelitian ... 36

4.5.1 Identifikasi variabel... 36

4.5.2 Definisi operasional variabel ... 36

4.6 Bahan dan Instrumen Penelitian ... 39

4.7 Prosedur Penelitian ... 41

4.7.1 Bagan prosedur penelitian... 41

4.8 Analisis Data ... 42

4.9 Etika Penelitian ... 43

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian ... 44

5.2 Gambaran Asupan Protein pada Tiap Hari Rawat ... 46

(15)

xv

5.4 Hasil Analisis Korelasi antara Asupan Protein dengan Hasil Imbang Nitrogen ... . 48 5.5 Perbedaan Hasil Perhitungan Imbang Nitrogen antara yang Diberikan Protein 1,3 gram per Kilogram Berat Badan dengan 1,5 gram per Kilogram Berat Badan ... 51 5.6 Hasil Analisis Korelasi antara Asupan Kalori dengan Hasil Imbang Nitrogen ... 52 5.7 Hasil Analisis Korelasi antara Asupan Lemak dengan Hasil Imbang Nitrogen ... 56 5.8 Hasil Analisis Multivariat Regresi Linier yang Berhubungan dengan Imbang Nitrogen hari I ... 59 5.9 Hasil Analisis Multivariat Regresi Linier yang Berhubungan dengan Imbang Nitrogen Hari II ... 60 5.10 Hasil Analisis Multivariat Regresi Linier yang Berhubungan dengan Imbang Nitrogen Hari III ... 60

BAB VI PEMBAHASAN

(16)

xvi

6.5 Perbedaan Hasil Perhitungan Imbang Nitrogen antara yang Diberikan Protein 1,3 gram per Kilogram Berat Badan dengan 1,5 gram per Kilogram Berat Badan

... 66

6.6 Hasil Analisis Korelasi antara Asupan Kalori dengan Hasil Imbang Nitrogen ... 67

6.7 Hasil Analisis Korelasi antara Asupan Lemak dengan Hasil Imbang Nitrogen ... 68

6.8 Hasil Analisis Multivariat Regresi Linier yang Berhubungan dengan Imbang Nitrogen Hari I ... 68

6.9 Hasil Analisis Multivariat Regresi Linier yang Berhubungan dengan Imbang Nitrogen Hari II ... 69

6.10 Hasil Analisis Multivariat Regresi Linier yang Berhubungan dengan Imbang Nitrogen Hari III ... 70

6.11 Keterbatasan Penelitian ... 70

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ... 72

7.1 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Jalur Metabolisme Protein... 6

2.2 Metabolisme Asam Amino.. ... 8

2.3 Alur Kehilangan Protein Tubuh Nitrogen.. ... 18

2.4 Katabolisme Protein menjadi Nitrogen ... 22

2.5 Jalur Glukoneogenesis …... 24

2.6 Fase Metabolik Trauma ... 26

3.1 Bagan kerangka konsep ... 31

4.1 Bagan rancangan penelitian ... 33

4.2 Bagan prosedur penelitian ... . 41

5.1 Scatter plot Korelasi antara Asupan Protein Hari Kesatu dengan Imbang Nitrogen Hari Kesatu ... ... 50

5.2 Scatter plot Korelasi antara Asupan Protein Hari Kedua dengan Imbang Nitrogen Hari Kedua ... 50

5.3 Scatter plot Korelasi antara Asupan Protein Hari Ketiga dengan Imbang Nitrogen Hari Ketiga ... 51

5.4 Scatter plot Korelasi antara Asupan Kalori Hari Kesatu dengan Imbang Nitrogen Hari Kesatu ... 54

(18)

xviii

5.6 Scatter plot Korelasi antara Asupan Kalori Hari Ketiga dengan Imbang

Nitrogen Hari Ketiga ... 55

5.7 Scatter plot Korelasi antara Asupan Lemak Hari Kesatu dengan Imbang

Nitrogen Hari Kesatu ... 57

5.8 Scatter plot Korelasi antara Asupan Lemak Hari Kedua dengan

Imbang Nitrogen Hari Kedua ... 58

5.9 Scatter plot Korelasi antara Asupan Lemak Hari Ketiga dengan

(19)

xix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kebutuhan Protein Tubuh pada Berbagai Kondisi... 28

Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian ... 46

Tabel 5.2 Gambaran Asupan Protein pada Tiap Hari Rawat ... 47

Tabel 5.3 Gambaran Imbang Nitrogen pada Tiap Hari Rawat ... 48

Tabel 5.4 Hasil Analisis Korelasi antara Asupan Protein dengan Hasil Imbang Nitrogen ... 49

Tabel 5.5 Perbedaan Hasil Perhitungan Imbang Nitrogen antara yang Diberikan Protein 1, 3 gram per Kilogram Berat Badan dengan 1,5 gram per Kilogram Berat Badan ... 52

Tabel 5.6 Hasil Analisis Korelasi antara Asupan Kalori dengan Hasil Imbang Nitrogen ... 54

Tabel 5.7 Hasil Analisis Korelasi antara Asupan Lemak dengan Hasil Imbang Nitrogen ... 57

Tabel 5.8 Hasil Analisis Multivariat Regresi Linier yang Berhubungan dengan Imbang Nitrogen hari I ... 59

(20)

xx

(21)

xxi

DAFTAR SINGKATAN

APS : Acute Physiologic Score ATP : adenosine trifosfat BB : berat badan

BMR : basal metabolic rate C : karbon

CARS : Compensatory Anti-inflammatory Response Syndrome d : day

dL :desiliter

DNA : asam deoksiribonukleat DRI : Daily Recommended Intake EAR : Estimated Average Requirement g : gram

H : hydrogen

IATI : Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif kg : kilogram

kkal : kilokalori

KTP : Kartu Tanda Penduduk mg : miligram

(22)

xxii N : nitrogen

O : oksigen

RDA : Recommended Daily Allowance RNA : asam ribonukleat

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

RTS : Revised Trauma Score

SIM : Surat Izin Mengemudi

SMF : Staf Medis Fungsional

TUN : Total Urea Nitrogen

UUN : Urin Urea Nitrogen

(23)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status nutrisi pasien sakit kritis merupakan faktor utama untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Rendahnya terapi nutrisi akan menyebabkan terjadinya malnutrisi pada pasien dan meningkatkan angka infeksi, atrofi otot, pemanjangan penggunaan ventilator dan perlambatan masa penyembuhan luka.

Pemberian nutrisi maupun pengukuran hasil metabolisme pada pasien sakit kritis sampai saat ini masih menjadi topik yang hangat untuk diperdebatkan. Secara garis besar, para ahli setuju untuk mengoptimalkan saluran cerna sedini mungkin apabila memang tidak terdapat kontraindikasi mutlak untuk nutrisi lewat enteral. Kemudian untuk pengukuran hasil metabolisme tersebut, digunakanlah kalorimetri sebagai metode baku emas agar dapat menentukan status nutrisi pasien secara berkala (Bankhead, 2009; McClave, 2009).

Sekitar 40% dari pasien trauma multipel yang mengalami malnutrisi di rumah sakit paling rentan mengalami infeksi, sehingga meningkatkan angka mortalitas sampai lebih dari 60% pasien yang dirawat di suatu unit rawat kritis lebih dari lima hari. Hal ini disebabkan oleh inflamasi sistemik yang diikuti oleh paralisis sistem imun yang biasa terjadi setelah trauma. Selain itu aktivasi dari CARS

(Compensatory Anti-inflammatory Response Syndrome) sering akan membuat

(25)

Sebagai respon terhadap cedera akan terjadi peningkatan degradasi protein, penurunan sintesis protein somatik dan peningkatan katabolisme asam amino, yang berakibat pada kehilangan nitrogen tubuh.

Pada proses katabolisme tersebut, imbang nitrogen negatif sangat sering terjadi di mana masukan nitrogen sangat sedikit dibanding keluarannya. Cadangan protein otot menjadi sangat penting untuk mendukung kebutuhan metabolisme tubuh dan berakibat pada imbang nitrogen negatif. Bila imbang nitrogen negatif ini terus terjadi akan mempengaruhi semua sistem organ pasien (Barton, 2014).

Pada keadaan imbang nitrogen negatif, akibat utamanya adalah peningkatan pemecahan protein tubuh untuk menyokong kebutuhan metabolik. Selama periode stres metabolik akut, cadangan protein mengalami proses katabolisme berakibat pada kehilangan nitrogen lewat urin. Peningkatan asam amino bebas digunakan oleh hepar untuk sintesis glukosa yang akan mengakibatkan peningkatan urea pada urin. Hipermetabolisme dan hiperkatabolisme akan meningkatkan kehilangan nitrogen lewat urin sampai lebih dari 30 gram N per hari. Sehingga pemberian nutrisi yang adekuat sangat diperlukan dalam mencegah pasien jatuh ke dalam kondisi yang lebih buruk dan berkepanjangan (Krakau, 2010).

Kondisi hipermetabolisme ini bila tidak ditunjang dengan pemberian nutrisi adekuat dan dengan takaran yang sesuai akan membuat pasien mengalami

underfeeding maupun overfeeding yang dapat memperburuk kondisi pasien

(Barton, 2014) (Souba, 2008).

(26)

kemungkinan malnutrisi yang dialami sebelum masuk rumah sakit serta adanya gangguan hemodinamik yang menyertai (McClave, 2009).

Dari beberapa penelitian yang sudah dipublikasikan, prevalensi malnutrisi saat perawatan di rumah sakit yang tercatat di Amerika Serikat adalah sekitar 35-55%, dengan hampir 50% pasien mengalami malnutrisi selama perawatan. Di Indonesia data yang lengkap masih belum tersedia, namun dikatakan bahwa sekitar 37% pasien bedah digestif di RSUP dr.Cipto Mangunkusumo juga mengalami malnutrisi saat dirawat di rumah sakit (Sulastri, 2010).

Standar baku emas yang digunakan untuk pengukuran metabolisme dan status nutrisi adalah menggunakan kalorimetri. Namun hingga saat ini, tidak semua sentra pelayanan kesehatan termasuk RSUP Sanglah di Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif-nya menerapkan pemakaian kalorimetri ini sehingga baik pemantauan berkala maupun perencanaan pemberian nutrisi untuk pasien pada hari berikutnya adalah tidak didasarkan pada data pengukuran yang sahih namun hanya berupa estimasi saja. Hal ini jelas merupakan suatu permasalahan yang dapat menimbulkan keadaan malnutrisi iatrogenik yang akan memperburuk kondisi pasien yang ada.

(27)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

 Apakah terdapat korelasi antara asupan protein dengan hasil perhitungan

imbang nitrogen pasien-pasien bedah yang dirawat di Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Sanglah Denpasar?

 Apakah terdapat perbedaan hasil perhitungan imbang nitrogen pasien

bedah yang dirawat di Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Sanglah Denpasar yang diberikan protein 1,3 gram per kilogram berat badan dengan 1,5 gram per kilogram berat badan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1Tujuan umum

Untuk mengetahui adanya korelasi antara asupan protein dengan hasil perhitungan imbang nitrogen pada pasien-pasien bedah yang dirawat di Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Sanglah Denpasar supaya diperoleh masukan cara-cara optimalisasi perawatan dan evaluasi yang lebih baik.

1.3.2Tujuan khusus

 Untuk menilai asupan protein pada pasien-pasien bedah yang diberikan

oleh spesialis Gizi Klinik di Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Sanglah Denpasar.

 Untuk menilai status imbang nitrogen pasien-pasien bedah yang dirawat di

(28)

 Untuk menilai korelasi antara asupan protein dengan hasil perhitungan

imbang nitrogen pasien-pasien bedah yang dirawat di Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Sanglah Denpasar.

 Untuk menilai perbedaan hasil perhitungan imbang nitrogen pasien bedah

yang dirawat di Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Sanglah Denpasar yang diberikan asupan protein 1,3 gram per kilogram berat badan dengan 1,5 gram per kilogram berat badan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1Manfaat praktis

Penelitian ini dapat memberikan masukan untuk perbaikan penatalaksanaan terapi nutrisi pasien-pasien bedah yang dirawat di Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Sanglah Denpasar dengan pemakaian imbang nitrogen untuk evaluasi pemberian selanjutnya supaya tidak terjadi underfeeding maupun

overfeeding.

1.4.2Manfaat akademis

(29)

6

2.1 Fisiologi Protein dan Asam Amino

Protein merupakan senyawa kimia yang tidak saja mengandung atom karbon seperti karbohidrat dan lemak yakni karbon, hidrogen, dan oksigen, namun juga mengandung atom nitrogen. Atom C, H, O dan N tersusun menjadi asam amino, yang membentuk rantai menjadi protein. Dua puluh asam amino berbeda telah diidentifikasi sebagai pembentuk protein. Sebagai sumber energi, protein setara dengan karbohidrat dengan memberikan 4kkal/g (Escallon dkk, 2007).

Gambar 2.1. Jalur Metabolisme Protein (Bender, 2006)

(30)

disuplai, atau rangka karbon dan gugus asam amino dari asam amino lainnya harus tersedia untuk proses transaminase (Escallon dkk, 2007).

Tiap materi genetik sel (asam deoksiribonukleat atau DNA) mengatur sintesis proteinnya masing-masing. Fungsi DNA menjadi cetakan untuk sintesis berbagai bentuk asam ribonukleat (RNA), yang ikut dalam sintesis protein. Energi untuk sintesis ini disuplai oleh adenosin trifosfat (ATP), yang merupakan sebuah nukleotida (Escallon dkk, 2007).

Tubuh tidak menyimpan cadangan untuk asam amino bebas. Yang tidak ikut dalam sintesis protein maka akan dimetabolisme. Namun, terdapat sumber metabolik asam amino pada protein seluler yang dapat digunakan kapan saja bila diperlukan. Turnover konstan protein pada orang dewasa biasanya penting untuk mempertahankan sumber asam amino ini dan kemampuan untuk memenuhi permintaan asam amino oleh sel dan jaringan ketika distimulasi untuk membuat protein yang penting. Jaringan yang paling aktif untuk turnover protein adalah protein plasma, mukosa usus, pankreas, hepar, dan ginjal (Escallon dkk, 2007).

Terdapat dua tipe asam amino dasar (Escallon dkk, 2007) :

1. Asam amino esensial yang dibuat di dalam tubuh berasal dari prekursor karbon dan nitrogen

2. Asam amino esensial yang tidak dapat disintesis dalam tubuh

(31)

Asam amino esensial antara lain adalah histidin, isoleusin, leusin, lysin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, valin, dan mungkin juga arginin (Escallon dkk, 2007).

Gambar 2.2. Metabolisme Asam Amino (Anonim, 2015)

Ketiadaan atau asupan asam amino esensial yang kurang adekuat akan menyebabkan imbang nitrogen negatif, berat badan turun, gangguan pertumbuhan pada bayi dan anak, dan berbagai gejala klinis lainnya seperti penurunan fungsi imunitas (Escallon dkk, 2007).

(32)

Terdapat pendapat pula bahwa glutamin juga menjadi asam amino esensial kondisional pada pasien dengan sakit kritis. Setelah cedera, konsentrasi glutamin plasma dan intrasel menurun, kemungkinan akibat peningkatan uptake glutamin dari usus yang melebihi jumlah glutamin yang dilepaskan dari otot rangka (Escallon dkk, 2007).

2.2 Imbang Nitrogen

Tinjauan tentang nitrogen sebenarnya telah ditelusuri oleh Cuthbertson sejak tahun 1930. Dalam beberapa seri penelitiannya bersama dengan rekan-rekannya, Cuthbertson menyelidiki tentang hubungan antara kehilangan nitrogen dengan derajat cedera, faktor imobilisasi, demam dan nutrisi, serta perubahan pada protein plasma, kalium, metabolisme fosfat, sumber-sumber nitrogen dalam tubuh, serta hasil dan metabolitnya pada urin, serta respon kerja hormon dan sistem saraf yang ditimbulkannya.

(33)

Keseimbangan nitrogen nol terjadi ketika masukan sama dengan keluaran, yang membuktikan bahwa sumber protein tubuh berada dalam ekuilibrium. Diasumsikan bahwa individu berada dalam keseimbangan nitrogen bila nitrogen tidak disimpan untuk pertumbuhan atau perbaikan jaringan otot dan tidak hilang karena cedera atau kelaparan. Asumsi yang dibuat adalah bahwa siklus protein, yang digambarkan sebagai proses dinamis sintesis dan degradasi protein, berada dalam jumlah yang sama (Herridge, 2013).

Masukan nitrogen dalam bentuk protein diet dapat ditemukan pada makanan, ASI, asam amino parenteral atau enteral. Jumlah nitrogen yang dimasukkan tergantung pada sumber utamanya karena protein mengandung berbagai campuran asam amino esensial dan nonesensial yang mengandung berbagai kandungan nitrogen yang berbeda tergantung dari struktur kimiawinya. Oleh sebab itu perhitungan jumlah asam amino yang terdapat dalam diet adalah penting untuk menentukan jumlah masukan nitrogen secara akurat (Herridge, 2013).

Keluaran nitrogen terutama diukur dalam urin, sedangkan kehilangan lewat tinja biasanya dihitung untuk pasien yang dirawat di rumah sakit. Namun ekskresi nitrogen dari tubuh terjadi dalam berbagai bentuk antara lain hilangnya lewat integumen (seperti kulit, rambut, dan keringat), dan cairan tubuh (lewat gastrointestinal). Produksi nitrogen urin terjadi akibat deaminasi asam amino yang melepaskan amonia setelah detoksifikasi pada hepar lewat siklus urea, yang membentuk urea menjadi produk akhir yang larut air (Herridge, 2013).

(34)

dipecah, nitrogen dilepaskan. Nitrogen yang diekskresi paling banyak keluar dalam bentuk urea, meskipun sejumlah kecil juga terdapat pada feses, keringat, rambut, kulit dan kuku (Escallon dkk, 2007).

Jumlah nitrogen yang seimbang dari makanan diperlukan untuk penggantian. Jika sejumlah nitrogen yang diekskresikan setara dengan jumlah yang didapat dari enteral atau parenteral, maka individu tersebut dikatakan berada dalam keseimbangan nitrogen. Perbedaan antara jumlah nitrogen yang masuk ke tubuh dalam bentuk protein dan jumlah yang keluar, menentukan status nitrogen dari seseorang (Escallon dkk, 2007).

Imbang nitrogen = intake nitrogen –output nitrogen

Karena sebagian besar protein mengandung sekitar 16% nitrogen, jumlah nitrogen yang berada dalam makanan dapat dihitung dengan membagi protein secara kimiawi tersebut dengan konstanta 6,25 (Escallon dkk, 2007).

Imbang nitrogen adalah perbedaan antara masukan nitrogen dan jumlah nitrogen yang diekskresikan dari tubuh. Adapun studi akan imbang nitrogen dilakukan untuk mengevaluasi siklus protein. Dengan menghitung antara masukan dan keluaran tersebut, maka dapat dihitung tentang imbang nitrogen apakah hasilnya positif atau negatif (Escallon dkk, 2007).

(35)

Biasanya hal ini terjadi pada pasien anak, pasien hamil, atlet atau dalam proses penyembuhan. Kebutuhan nutrisi pada pasien ini dapat diperkirakan dengan menghitung retensi protein yang diperlukan untuk membentuk jaringan baru sebagai tambahan dari perkiraan total protein yang diperlukan untuk mempertahankan fungsi pemeliharaan tubuh. Pada penilaian imbang nitrogen pada pasien sakit, imbang nitrogen yang positif akan menandakan anabolisme yang dicirikan dengan penambahan berat badan seperti yang terlihat pada penambahan lemak dan massa otot sehingga berakibat peningkatan kekuatan (Herridge, 2013).

Sebaliknya saat terjadi katabolisme, seperti pada pasien kritis atau stres, imbang nitrogen negatif di mana masukan nitrogen sangat sedikit dibanding keluarannya. Cadangan protein otot menjadi sangat penting untuk mendukung kebutuhan metabolisme tubuh dan berakibat pada imbang nitrogen negatif. Lebih penting lagi, ekskresi nitrogen pada pasien katabolik sangat berbeda seperti pada pasien trauma dan pasien bedah. Bila imbang nitrogen negatif ini terus terjadi akan mempengaruhi sistem organ pasien (Herridge, 2013).

(36)

penurunan tekanan onkotik, peningkatan derajat efusi pleura, edema dinding usus dan asites. Pada keadaan imbang nitrogen negatif, akibat utamanya adalah peningkatan pemecahan protein tubuh untuk menyokong kebutuhan metabolik. Selama periode stres metabolik akut, cadangan protein mengalami proses katabolisme berakibat pada kehilangan nitrogen lewat urin. Peningkatan asam amino bebas digunakan oleh hepar untuk sintesis glukosa yang akan mengakibatkan peningkatan urea pada urin. Penelitian yang dilakukan oleh Marin et al ternyata memperlihatkan bahwa terdapat peningkatan total nitrogen urin 3-4 kali lebih tinggi pada pasien yang puasa setelah pembedahan mayor sebagai akibat dari katabolisme jaringan (Herridge, 2013).

2.3 Kehilangan Nitrogen dalam Tubuh

Rata-rata tubuh lelaki dewasa tersusun oleh nitrogen 2,6 %. Hampir 17% dari total berat badan adalah protein, yang dibagi seimbang antara ruang intrasel dan ekstrasel. Beberapa penyakit tertentu memiliki kebutuhan protein yang berbeda; masing proses penyakit bervariasi dalam intensitasnya pada masing-masing pasien. Pada kondisi seperti demam, fraktur, luka bakar, pembedahan, dan trauma, protein tubuh hilang saat fase akut dari penyakit dan harus dikembalikan lagi saat pemulihan (Escallon dkk, 2007).

(37)

sering diperkirakan dengan perhitungan kehilangan nitrogen harian dibandingkan mingguan. Bila protein berlebihan dicerna, asam amino yang tidak diperlukan dalam sintesis protein mengalami transaminase sehingga porsi non nitrogen dari molekul ini bisa menjadi sumber kalori, sebagai contoh piruvat yang diturunkan dari alanin. Nitrogen yang tidak diperlukan diubah menjadi urea dan diekskresikan dalam urin (Alpers dkk, 2008).

(38)

WHO, kehilangan nitrogen obligat adalah sekitar 53 mg per kg (kisaran : 46-69 mg per kg). Berdasarkan studi imbang jangka pendek dan jangka panjang, WHO mengajukan kebutuhan rerata sebesar 0,6 kg/hari untuk rujukan protein (sangat mudah dicerna, protein berkualitas tinggi seperti telur, daging, susu, atau ikan). Jika sekitar 25% lebih dari rerata tersebut digunakan untuk mencukupi 97% dari populasi, 0,6 x 1,25, atau 0,75 gram/kg/hari, merupakan nilai RDA pada tahun 1989 untuk pasien dewasa muda pria dan wanita, dan sesuai dengan rekomendasi saat ini yakni sekitar 0,8 gram/kg/hari (Alpers dkk, 2008).

(39)

2.3.1Kehilangan lewat urin

Kehilangan protein terjadi pada nefrosis, penyakit ginjal kronik, dan kondisi hipermetabolisme dengan pemecahan jaringan. Kehilangan dari jaringan ini dapat dihitung dengan estimasi dari kehilangan nitrogen urin. Perkiraan nitrogen urea urin sebagai faktor tunggal pada kehilangan protein urin adalah penentu paling logis untuk kondisi hipermetabolik di mana protein tubuh terdegradasi menjadi urea. Kehilangan protein dapat diperkirakan dengan mengalikan kehilangan nitrogen nonprotein urin dengan 6,25. Ketika protein per se hilang lewat urin (misalnya nefrosis atau penyakit ginjal kronik), proteinnya sendiri dapat diukur. Kehilangan urea nitrogen lewat urin menjadi komponen lebih dari 80% dari nitrogen urin. Kreatinin, porfirin, dan komponen mengandung nitrogen lainnya juga terhitung dalam kurang dari 20% sisanya (Alpers dkk, 2008).

Kehilangan nitrogen = [urea N urin (mg/dL) x volume urin harian (dL)] ÷ 0,8

Ekskresi nitrogen urin sangat terkait dengan BMR (Basal Metabolic Rate). Semakin besar massa otot tubuh, semakin besar jumlah kalori yang diperlukan untuk mempertahankannya. Begitu pula, laju transaminase akan lebih besar seiring dengan asam amino dan karbohidrat saling berhubungan untuk mencukupi kebutuhan energi. Sekitar 1-1,3 mg nitrogen urin diekskresi untuk tiap kilokalori yang diperlukan untuk metabolisme basal. Ekskresi nitrogen juga meningkat saat latihan dan kerja berat (Alpers dkk, 2008).

(40)

yang dialami pasien, sehingga hal ini dapat digunakan untuk tujuan klasifikasi (Alpers dkk, 2008).

2.3.2Kehilangan lewat cairan tubuh

Kehilangan lewat nasogastrik atau lewat fistula dapat dihitung dan ditambahkan pada kehilangan protein harian untuk memperkirakan kehilangan protein total dengan lebih tepat, khususnya bila volume drainasenya besar (Alpers dkk, 2008).

2.3.3Kehilangan lewat traktus gastrointestinal, kulit atau paru

Nitrogen bisa hilang lewat organ dengan permukaan epitel yang luas. Organ-organ ini antara lain usus, kulit, dan paru. Sejumlah kecil pengamatan telah dilakukan pada pasien yang mengalami peyakit pada organ-organ tersebut. Karena kehilangannya sangat bervariasi, tidak ada formula khusus yang dapat dibuat untuk menghitungnya. Kehilangan lewat usus adalah yang paling besar terutama bila terkait dengan penurunan kemampuan mencerna atau peningkatan kehilangan protein lewat lumen. Karena usus halus memiliki permukaan terbesar dan laju kehilangan normal paling tinggi dari semua organ enteral (sekitar 50 gram protein per hari), penyakit pada usus halus memiliki potensi kehilangan protein tubuh yang paling besar. Enteropati yang menyebabkan kehilangan protein ini bisa saja tidak disertai gejala khusus (Alpers dkk, 2008).

(41)

lewat feses merupakan konsekuensi dari pencernaan dan absorpsi yang tidak efisien dari protein (efisiensi 93%). Sebagai tambahan, traktus intestinalis akan mensekresi protein ke dalam lumen dari saliva, cairan lambung, enzim pankreas, dan enterosit. Sumber-sumber ini berkontribusi secara berurutan sebanyak 3,5,1,8, dan 50 gram dari kebutuhan protein harian yang disekresi ke dalam lumen usus (Alpers dkk, 2008).

Kehilangan nitrogen total (N) terdiri dari yang berasal dari urin, feses, dan kulit. Nitrogen feses berkisar antara 1-2 gram per hari saat tidak adanya diare. Kehilangan lewat kulit berkisar antara 0,3 per hari. Total kehilangan lewat feses dan kulit dapat diperkirakan sekitar 2 gram per hari.

Total kehilangan N (Gram/hari) = N urine + N tinja + N kulit ᴝ N urin + 2

Ketika kehilangan lewat feses diukur, estimasi kehilangan nitrogen 1 gram/ hari digunakan untuk menutupi kulit dan kompartemen lainnya (Alpers dkk, 2008).

(42)

2.4 Metode Analisis Imbang Nitrogen

Imbang nitrogen dapat ditentukan lewat nitrogen urin total atau analisis urin urea nitrogen. Total nitrogen urin terdiri dari nitrogen dari urea, amonia, kreatin, kreatinin, asam urat, dan asam amino bebas dan terikat. Dapat langsung diukur dengan teknik Kjeldahl klasik atau analisis pyro-chemiluminescence. Baik kedua metode ini bersifat sensitif dan spesifik dalam memberikan perkiraan yang tepat untuk senyawa nitrogen dalam urin (Herridge, 2013).

2.4.1Teknik Kjeldahl

Teknik Kjeldahl untuk menentukan nitrogen urin total telah banyak digunakan pada orang dewasa dan anak-anak, baik pada pasien sehat maupun sakit. Pengukuran total nitrogen urin juga dipilih untuk menentukan imbang nitrogen pada pasien sakit kritis karena terdapat korelasi yang rendah antara hilangnya nitrogen dari urea dengan yang dari amonia (Herridge, 2013).

Sejak tahun 1883, metode ini telah melalui beberapa modifikasi namun secara umum tiga tahap penentuan sampelnya adalah sebagai berikut : 1. Menelan sampel dengan asam sulfur yang dapat menutupi sulfat 2. Pemisahan amonia dari saluran cerna lewat distilasi, dan 3. Penentuan amonia (Herridge, 2013).

2.4.2Metode Urin Urea Nitrogen

(43)

sumber lainnya (seperti kulit dan tinja). Metode urin urea nitrogen adalah marker pengganti untuk total nitrogen urin dengan anggapan bahwa 80-90% bentuk nitrogen adalah dalam bentuk urea. Metode prediktif yang dipakai untuk mengukur imbang nitrogen lewat urin urea nitrogen telah diambil dari beberapa grup berbeda termasuk orang dewasa sehat atau pasien rawat inap dengan berbagai derajat penyakit termasuk penyembuhan dari pembedahan, luka bakar atau trauma lainnya. Persamaan urin urea nitrogen ini baru digunakan untuk menentukan imbang nitrogen bila tidak tersedia atau tidak dapat dilaksanakannya metode total nitrogen urin (Herridge, 2013).

Analisis urin urea nitrogen dapat dilakukan di berbagai tempat dengan menggunakan pemeriksaan blood urea nitrogen. Berbagai metode perhitungan urin urea nitrogen telah dilakukan untuk secara akurat menghitung imbang nitrogen. Formula urin urea nitrogen sering digunakan pada pasien dewasa, dengan memakai faktor koreksi 2-4 g, dengan memasukkan semua sumber nitrogen (seperti kehilangan lewat tinja, kulit, serta bentuk non urea dan kehilangan lainnya (Herridge, 2013).

Imbang nitrogen : g/d=(intake protein g/d÷6,25 g/d)–(UUN g/d+2 sampai 4 g)

(44)

kisaran UUN bervariasi antara 12 sampai 112% dari TUN yang dilaporkan. Disimpulkan bahwa TUN aktual dibanding UUN merupakan metode yang lebih baik untuk mengukur imbang nitrogen pada stres dan faktor koreksi 1,25 tidak secara konsisten dihitung sebagai konstituen total nitrogen non urea (Herridge, 2013).

2.5 Rasio Kalori-Protein

Nitrogen yang dicerna sebagai asam amino tanpa adanya sumber energi lainnya tidak secara efisien diinkorporasi menjadi protein karena energi yang dikonsumsi saat hilangnya panas selama metabolisme (efek termal) khususnya tinggi untuk protein. Lebih jauh lagi, inkorporasi asam amino menjadi peptida memerlukan tiga ikatan fosfat berenergi tinggi, sehingga tiap 10 kkal digunakan untuk tiap molekul yang diturunkan dari hidrolisis ATP. Tiap kelebihan energi dari makanan yang melebihi kebutuhan dasar akan meningkatkan efisiensi nitrogen. Untuk mencapai imbang nitrogen positif ketika intake protein tidak adekuat, diperlukan imbang energi positif sekitar 2 kkal/kg/hari. Dengan kata lain, ketika intake energinya terbatas, imbang nitrogennya negatif, meskipun ketika

intake protein tampaknya tidak berlebihan. Jumlah yang tepat dari kalori

(45)

jumlah kalori yang mendekati estimasi kebutuhan energi. Kalori berlebihan bisa saja tidak menyebabkan peningkatan pada lean body mass (Alpers dkk, 2008).

Gambar 2.4. Katabolisme Protein menjadi Nitrogen (Boumphrey, 2009)

Kebutuhan nitrogen sangat dipengaruhi oleh hubungan antara kalori dan protein. Penggantian adekuat dari kehilangan protein selama periode pemulihan adalah sangat penting dalam situasi ini. Pada pasien dengan kondisi hipermetabolik, asupan protein sering ditentukan oleh dasar rasio energi nitrogen. Rasio ini berasal dari total kalori yang diberikan dibagi dengan kandungan nitrogen yang diberikan. Formula berikut ini digunakan untuk menentukan rasio energi nitrogen (Escallon dkk, 2007) :

Rasio Energi : Nitrogen

Kkal (total kalori yang diberikan) N [kandungan nitrogen (g)]

(46)

Prinsip rasio kalori nitrogen dapat diterapkan pada populasi orang sehat juga. Organisasi kesehatan dunia seperti WHO merekomendasikan 0,75 gram protein berkualitas tinggi perkilogram berat badan per hari. Rasio tersebut diperlukan untuk memastikan kembalinya protein tubuh. Diet tinggi protein tidak akan berakibat pada imbang nitrogen positif, mencerna sejumlah besar protein tanpa asupan kalori yang cukup akan berakibat pada pemakaian protein sebagai sumber energi (Escallon dkk, 2007).

Rasio yang aman (energi protein terhadap energi total) yang membuat anak terhindar dari malnutrisi kalori-protein adalah sekitar 1:20 yakni untuk tiap kilokalori yang disediakan oleh protein, 19 kkal dari energi nonprotein diperlukan untuk mencegah malnutrisi kalori protein pada anak. Tiap 1 gram protein memberikan 4 kkal energi, sehingga 4x19 atau 76 kkal dari energi nonprotein diperlukan untuk per gram protein selama periode tumbuh kembang pada anak. Ketika protein ternyata dalam jumlah yang berlebihan, meskipun ketika kalori nonprotein terbatas, beberapa dari protein tersebut diubah menjadi energi yang dapat dimetabolisme, dan rasio 1:20 tidak diperlukan (Alpers dkk, 2008).

(47)

menggantikan kebutuhan energi dan protein secara independen. Terutama pada pasien sakit, kebutuhan energi dan protein dapat terbagi-bagi. Rasio kalori-protein sangat penting hanya ketika mereka menjadi penanda saat dibutuhkan kalori seiring dengan penggantian protein (Alpers dkk, 2008).

(48)

2.6 Estimasi Protein pada Orang Sakit

Kehilangan protein saat sakit bisa sangat besar, Sebagai contoh, atrofi otot setelah 24-48 jam tirah baring dapat menyebabkan kehilangan 300 gram protein tubuh. Oleh sebab ini dapat ditambahkan efek khusus penyakit seperti 400 gram protein tubuh setelah gastrektomi, 700 gram hilang pada fraktur femur, dan 1200 gram hilang pada luka bakar 35% (Escallon dkk, 2007).

Kehilangan protein tubuh dapat terjadi dengan peningkatan metabolisme yang dicirikan dengan fase flow pada pemulihan dari cedera. Pada fase flow yang terjadi pada 24-48 jam setelah cedera, suhu tubuh, respirasi, level denyut dan gula darah meningkat. Selama fase ini, pemecahan energi dan kehilangan nitrogen saling berkaitan dan secara kasar berkaitan dengan derajat cedera atau infeksi.

Basal metabolic rate pada pasien yang mengalami trauma mayor dapat meningkat

sekitar 50% atau lebih. Serupa di sisi lain, derajat cedera dari cedera atau infeksi sangat erat dengan jumlah nitrogen yang diekskresikan. Keseimbangan nitrogen yang abnormal bisa terjadi akibat penurunan sintesis protein, peningkatan degradasi protein atau kombinasi dari keduanya (Escallon dkk, 2007).

(49)

Gambar 2.6. Fase Metabolik Trauma (Pineda, 2015)

Respon metabolik seseorang sangat tergantung dari kodisi kesehatannya sebelumnya, derajat infeksi, atau tipe prosedur pembedahan yang diperlukan, dan tipe serta derajat komplikasi. Pemulihan juga tergantung pada status nutrisi individu. Karena pemecahan kalori dan ekskresi nitrogen sama-sama dipengaruhi oleh stres, baik intake kalori dan kandungan nitrogen dari terapi diet atau nutrisi harus diperhatikan dengan seksama (Escallon dkk, 2007).

(50)

Pada gagal ginjal akut, pasien tidak saja mengalami uremia, asidosis metabolik dan keseimbangan elektrolit, namun dapat mengalami infeksi atau kerusakan jaringan yang meningkatkan kebutuhan protein. Sejumlah protein yang harus diberikan harus seimbang dengan kebutuhan katabolisme pasien yang tinggi disertai ketidakmampuannya mengekskresikan cairan, elektrolit dan pelarut yang justru perlu terjadi dalam pengobatan penyakitnya (Escallon dkk, 2007).

Luka bakar secara dramatis sangat menggambarkan perubahan metabolik potensial dan peningkatan ekskresi nitrogen terkait dengan stres. Kurang lebih setelah 10 hari pasien pasca luka bakar, metabolisme saat istirahat mungkin meningkat sebesar 50% dan bahkan sampai 75%. Ekskresi nitrogen bisa sampai berlipat tiga dari sekitar 10 gram/hari menjadi lebih dari 28 gram/hari. Sebaliknya, pasien dengan tulang yang patah akan mengalami puncak laju metabolisme sebesar 20% saat hari kesepuluh, dan hanya peningkatan dua kali lipat dalam ekskresi nitrogen. Stres akibat starvasi total atau parsial akan menurunkan baik laju metabolisme dan ekskresi nitrogen (Alpers dkk, 2008).

(51)

Tabel 2.1. Kebutuhan Protein Tubuh pada Berbagai Kondisi (Anonim (3), 2015)

(52)

Gambar

Gambar 2.1. Jalur Metabolisme Protein (Bender, 2006)
Gambar 2.2. Metabolisme Asam Amino (Anonim, 2015)
Gambar 2.3. Alur Kehilangan Protein Tubuh (Anonim (2), 2015)
Gambar 2.4. Katabolisme Protein menjadi Nitrogen (Boumphrey, 2009)
+4

Referensi

Dokumen terkait