TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi sebagian per syar atan dalam memper oleh
Gelar Sar jana Teknik Sipil (S1)
Diajukan Oleh :
SAFITRI
09 5301 0008
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR
MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG GEDUNG TECHNO PARK UPN “VETERAN” J AWA TIMUR MENGGUNAKAN
BALOK PRESTRESS Disusun oleh :
SAFITRI 09 5301 0008
Telah diuji, dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Tugas Akhir Pr ogram Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
Pembimbing : Tim Penguji :
1. PEMBIMBING UTAMA 1. PENGUJ I I
Ir. Wahyu Kartini, MT. Sumaidi, ST.
NPT. 3 6304 94 0031 1 NPT. 3 7909 05 0204 1
2. PEMBIMBING PENDAMPING 2. PENGUJ I II
Ir. I Made D. Astawa, MT. Ir. Ali Arifin, MT. NIP.19530919 198601 1 00 1
3. PENGUJ I III
Aniendhita RA., ST., MT.
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG GEDUNG TECHNO PARK UPN “VETERAN” JAWA TIMUR MENGGUNAKAN BALOK PRESTRESS”. Tugas Akhir merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menempuh kurikulum program sarjana strata satu (S1) pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jatim.
Atas terselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis tidak melupakan jasa-jasa dari berbagai pihak. Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Ir. Naniek Ratni Juardi A.R .M.Kes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jatim.
2. Bapak Ibnu Sholichin,. ST ,MT selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jatim.
3. Ibu Ir. Wahyu Kartini,. MT selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang tiada lelah dan sabar dalam membimbing penulis.
4. Bapak Ir. I Made D Astawa,. MT selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang tiada lelah dan sabar membimbing penulis.
Surabaya, Desember 2013
LEMBAR PENGESAHAN……….. i
ABSTRAK………... ii
KATA PENGANTAR………. iii
DAFTAR ISI……….... iv
DAFTAR GAMBAR………... x
DAFTAR TABEL………... xii
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
1.1 Latar Belakang……….. 1
1.2 Perumusan Masalah... 2
1.3 Tujuan………... 3
1.4 Batasan Masalah………... 3
1.5 Lokasi Studi... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5
2.1 Umum... 5
2.2 Prinsip Dasar Beton Prategang………. 6
2.3 Sistem Prategang………... 7
2.3.1 Tahap – Tahap Pembebanan………... 10
2.3.2 Material Untuk Beton Prestress……….... 12
2.3.3 Kehilangan Gaya Prategang……….. 13
2.3.4 Jumlah Kehilangan Gaya Prategang Total……….... 18
2.3.5 Kontrol Lendutan……….. 20
2.4.3 Faktor Reduksi Gempa (R)……….. 23
2.4.4 Waktu Getar Empiris Struktur (T)………... 24
2.4.5 Gaya Geser Gempa (V)……… 24
2.4.6 Faktor Respon Spektrum Gempa (CI)………. 25
2.4.7 Eksentrisitas Pusat Massa Terhadap Pusat Rotasi Lantai Tingkat………. 26
2.4.8 Analisa Waktu Getar Struktur Dengan Cara T-Rayleigh 27 2.5 Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)…………... 27
2.5.1 Hubungan Balok-Kolom pada SRPMK………... 28
BAB III METODOLOGI PERENCANAAN ... ... 31
3.1 Data Sebelum Dimodifikasi………... 31
3.2 Data Setelah Dimodifikasi………... 31
3.3 Permodalan Struktur………... 32
3.4 Analisa Pembebanan………. 33
3.4.1 Beban Yang Diperhitungkan……… 33
3.4.2 Kombinasi Pembebanan……… 34
3.5 Perencanaan Struktur Gedung……….. 35
3.6 Perencanaan Balok Prestress………. 35
3.7 Kontrol Desain……….. 50
3.8 Metode Pelaksanaan……….. 50
4.1 Data Sebelum Dimodifikasi………... 52
4.2 Data Setelah Dimodifikasi………... 52
4.3 Pembebanan………. 54
4.4 Perhitungan Beban pada Portal……… 55
4.4.1 Pembebanan Pelat Atap……… 56
4.4.2 Pembebanan Pelat Lantai………. 63
4.5 Beban Gempa………... 74
4.5.1 Menentukan Berat Struktur (Wt)………. 74
4.5.2 Perhitungan Periode Alami Struktur (T)……….. 79
4.5.3 Penentuan Faktor Respon Gempa (Cl)………. 80
4.5.4 Menentukan Faktor Keutamaan (I)……….. 81
4.5.5 Menentukan Parameter Daktalitas Struktur (R)………... 81
4.5.6 Perhitungan Gaya Geser Gempa (V)……… 81
4.5.7 Eksentrisitas Pusat Massa Terhadap Pusat Rotasi Lantai 82 4.5.8 Analisa Waktu Getar Struktur dengan Cara T-Rayleigh 83 4.5.9 Analisa Kinerja Batas Layan (Δ s) dan Batas Ultimit (Δ m) 85 4.6 Perencanaan Balok Prestress……… 88
4.6.1 Tegangan Ijin Beton Prategang……… 88
4.6.2 Dimensi Penampang………. 89
4.6.3 Momen Akibat Beban Sendiri dan Beban Tambahan….. 91
4.6.4 Kontrol Tegangan……… 97
4.6.9 Momen Retak……….. 136
4.6.10 Kontrol Tegangan Akibat Beban Gempa 25%... 138
4.7 Penulangan Pada Balok Prestress……… 141
4.7.1 Data-Data Perencanaan Tulangan Praktis Balok Prestress 141 4.7.2 Penulangan Geser……… 147
4.7.3 Penulangan Torsi………. 152
4.8 Penulangan Lentur Kolom……….. 155
4.8.1 Data Perencanaan Kolom………... 155
4.8.2 Kelangsingan Kolom……….. 156
4.8.3 Penulangan Geser………... 158
4.8.4 Konsep Strong Column Weak Beam……….. 159
4.9 Hubungan Balok-Kolom……… 162
4.9.1 Perencanaan Hubungan Balok-Kolom Exterior………. 162
4.9.2 Kontrol HBK……….. 162
4.9.3 Perencanaan Hubungan Balok-Kolom Interior……….. 164
4.9.4 Kontrol HBK……….. 165
BAB V PENUTUP……….. 167
5.1 Kesimpulan………. 167
5.2 Saran………... 168
GAMBAR 2.1 Pemasangan Kabel Tendon ... 8
GAMBAR 2.2 Pengecoran Beton Prestress ... 8
GAMBAR 2.3 Pemotongan Tendon ... 8
GAMBAR 2.4 Pengecoran Beton Sebelum Diberi Tendon ... 9
GAMBAR 2.5 Setelan Tendon Terpasang pada Balok ... 9
GAMBAR 2.6 Setelan Tendon di Angkur ... 10
GAMBAR 2.7 Strand Prategang 7 Kawat………... 13
GAMBAR 2.8 Diagram Respon Spektrum Gempa Rencana………. 25
GAMBAR 2.9 Hubungan Balok Kolom ... 30
GAMBAR 4.1 Eksisting Gedung TTG UPN “Veteran” Jatim……… 53
GAMBAR 4.2 Denah Penampang Balok Pelat Atap dan Lantai………… 55
GAMBAR 4.3 Denah Tributarry Pelat Atap dan Lantai……… 56
GAMBAR 4.4 Potongan Melintang Tributarry Akibat Beban Mati…….. 71
GAMBAR 4.5 Potongan Melintang Tributarry Akibat Beban Hidup…... 71
GAMBAR 4.6 Potongan Memanjang Tributarry Akibat Beban Mati….... 72
GAMBAR 4.7 Potongan Memanjang Tributarry Akibat Beban Hidup….. 73
GAMBAR 4.8 Peta Wilayah Gempa……… 79
GAMBAR 4.9 Periode Alami Struktur Menggunakan Sofware ETABS… 80 GAMBAR 4.10 Respon Spektrum Gempa Rencana……….. 80
GAMBAR 4.11 Penyaluran Gaya Gempa Pada Portal……….. 82
GAMBAR 4.12 Penampang Balok Prestress………. 90
GAMBAR 4.17 Diagram Tegangan Saat Gaya Prategang Awal………….. 98
GAMBAR 4.18 Diagram Tegangan Saat Gaya Prategang Awal………….. 99
GAMBAR 4.19 Diagram Tegangan Saat Beban Tambahan Bekerja di Lapangan 100 GAMBAR 4.20 Diagram Tegangan Saat Beban Tambahan Bekerja di Lapangan 101 GAMBAR 4.21 Diagram Tegangan Saat Beban Tambahan Bekerja di Tumpuan 103 GAMBAR 4.22 Diagram Tegangan Saat Beban Tambahan Bekerja di Tumpuan 104 GAMBAR 4.23 Angker Dengan 16 Strand……….. 106
GAMBAR 4.24 Angker Dengan 18 Strand……….. 107
GAMBAR 4.25 Lengkung Parabola Pada Kabel……….. 108
GAMBAR 4.26 Gaya Aksial Akibat Kekekangan Kolom……… 115
GAMBAR 4.27 Penampang Balok Prestress………. 120
GAMBAR 4.28 Momen Akibat Rangkak Berat Sendiri………... 123
GAMBAR 4.29 Momen Akibat Rangkak Beban Tambahan………. 123
GAMBAR 4.30 Perletakan Balok Prestress Pada Story 2………. 139
GAMBAR 4.31 Beban Gempa yang Diterima Balok Prestress………. 139
GAMBAR 4.32 Perletakan Tendon……… 139
GAMBAR 4.33 Perletakan Tendon Pada Tumpuan………... 141
GAMBAR 4.34 Perletakan Tendon Pada Lapangan………... 142
GAMBAR 4.35 Penulangan Pada Balok Prestress………. 144
GAMBAR 4.40 Detail balok Yang Menyatu Pada Kolom………. 160
GAMBAR 4.41 Tipe Joint Dalam Struktur Rangka Exterior……….. 162
GAMBAR 4.42 Detail Hubungan Balok Kolom Exterior………... 164
GAMBAR 4.43 Tipe Joint Dalam Struktur Rangka Interior……….. 164
Tabel 2.3 Jenis-jenis Kehilangan Prategang………. 14
Tabel 2.4 Tabel Koefisien Susut Post Tension……… 17
Tabel 2.5 Presentase Kehilangan Gaya Prategang……….. 19
Tabel 2.6 Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan 23 Tabel 2.7 Parameter Daktilitas Struktur Gedung……… 24
Tabel 4.1 Pembebanan Ekuivalen Pelat Atap……….. 62
Tabel 4.2 Pembebanan Ekuivalen Pelat Lantai………... 70
Tabel 4.3 Jumlah Beban Bangunan Keseluruhan……… 78
Tabel 4.4 Distribusi Beban Gempa ……… 81
Tabel 4.5 Tabel Perhitungan Eksentrisitas Rencana ed Pada Arah x……. 83
Tabel 4.6 Tabel Perhitungan Eksentrisitas Rencana ed Pada Arah y……. 83
Tabel 4.7 Tabel Perhitungan T-Rayleigh Arah x……… 84
Tabel 4.8 Tabel Perhitungan T-Rayleigh Arah y……… 84
Tabel 4.9 Tabel Analisa Δ s terhadap arah x……… 86
Tabel 4.10 Tabel Analisa Δ s terhadap arah y……… 86
Tabel 4.11 Tabel Analisa Δ m terhadap arah x……….. 87
Tabel 4.12 Tabel Analisa Δ m terhadap arah y……….. 87
Oleh :
SAFITRI 0 9 5 3 0 1 0 0 0 8
ABSTRAK
Beton prestress adalah kombinasi antara beton berkekuatan tinggi dan baja mutu tinggi dengan cara aktif. Gedung TECHNO PARK UPN “Veteran” Jawa Timur direncanakan akan menggunakan beton prestress, karena lantai 1 digunakan sebagai ruang pameran dan lantai 2 digunakan sebagai ruangan seminar yang tidak membutuhkan kolom ditengah ruangan, sehingga lebih nyaman dan luas. Gedung ini memiliki bentang panjang 50 m dan bentang pendek 20 m. Beton prestress memiliki dimensi dan jumlah berat baja prestress lebih efisien dibandingkan jumlah berat besi beton bertulang biasa. Dimensi balok prestress direncanakan berukuran 500 x 800 mm dengan sistem Full Prestress. Dari hasil perhitungan didapat jumlah strand pada lantai 1 sebanyak 16 strand berdiameter 15 mm dan lantai 2 sebanyak 22 strand berdiameter 13 mm. Dengan diterapkannya SRPMK maka hubungan balok kolom perlu diperhitungkan. Sesuai SNI 03-2847-2002 pasal 23.4.2 dengan prinsip kolom kuat balok lemah (Strong Columns Weak Beams), jumlah momen yang terjadi pada kolom harus lebih besar enam per lima jumlah momen yang terjadi pada balok yaitu 1779,83 KNm ≥ 850,13 KNm. Penulangan geser pada HBK harus diperhitungkan yang memenuhi persyaratan Vc > Vx-x (SNI
03-2847-2002 pasal 23.5.3) yaitu 4300,72 KN > 1372,02 KN, maka hubungan balok kolom eksterior cukup kuat maka penulangan geser didaerah HBK tidak perlu dihitung, asalkan tulangan begel sepanjang sendi plastis diteruskan pada HBK.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beton bertulang adalah beton yang menggunakan tulangan dengan jumlah dan luas tulangan tidak kurang dari nilai minimum yang disyaratkan, atau tanpa pratekan dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja. Sedangkan Beton Prategang (Beton Prestress)
mengkombinasikan beton berkekuatan tinggi dan baja mutu tinggi dengan cara aktif. Kombinasi aktif ini menghasilkan perilaku yang lebih baik dari kedua bahan tersebut14.
Pemilihan Gedung TECHNO PARK UPN ”Veteran” Jawa Timur untuk dijadikan studi kasus dalam perancangan ini adalah gedung yang akan dimodifikasi dari 3 lantai menjadi 6 lantai, yang memiliki bentang panjang 50 m dan bentang pendek 20 m. Pada lantai 1 dan 2 akan direncanakan menggunakan beton prestress dan lantai 4-6 menggunakan beton bertulang biasa. Lantai 1 digunakan sebagai ruangan pameran dan lantai 2 digunakan sebagai ruangan seminar yang tidak membutuhkan kolom ditengah ruangan dan terlihat lebih nyaman dan luas. Penggunaan beton bertulang biasa dan beton prestress memiliki perbedaan yang signifikan. Beton bertulang biasa menghasilkan dimensi yang lebih besar dan membutuhkan besi dengan jumlah yang cukup banyak sedangkan jika memakai
14
beton prestress bisa menghasilkan dimensi yang lebih kecil dan jumlah berat baja prestress jauh lebih kecil dibandingkan jumlah berat besi beton bertulang biasa.
Teori mengenai gempa adalah teori probabilistik, tidak ada yang bisa memprediksi kejadian tersebut, tidak ada yang tahu kapan dan dimana serta seberapa kuat gempa yang akan terjadi. Maka Perancangan Gedung TECHNO PARK UPN ”Veteran” Jawa Timur dimodifikasi dengan menggunakan Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus untuk zona gempa kuat. Elemen struktur beton prestress mempunyai sifat daktalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan elemen struktur beton bertulang biasa, sehingga struktur beton prestress mempunyai penyerapan energi gempa yang kurang baik. Tapi pada peraturan ACI 318-2008 beton prestress bisa digunakan pada daerah zona gempa tinggi dengan syarat tendon menerima 25% beban gempa yang menyebabkan momen negatif saja. Sedangkan 100% momen positif akibat beban gempa dan 75% momen negatif akibat gempa ditahan oleh tulangan lunak1. Dengan diterapkannya SRPMK maka hubungan balok kolom juga diperhitungkan maka dari itu diterapkan prinsip kolom kuat balok lemah (Strong Columns Weak Beams).
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang disebutkan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana cara merencanakan balok prestress?
2. Bagaimana mendesain struktur hubungan balok-kolom pada balok prestress dengan metode SRPMK pada zona gempa kuat?
3. Bagaimana merencanakan gedung tahan gempa pada zona gempa kuat?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari perencanaan beton prestress adalah : 1. Dapat mendesain balok prestress.
2. Dapat merencanakan hubungan balok-kolom pada balok prestress dengan menggunakan metode SRPMK pada zona gempa kuat.
3. Dapat merencanakan gedung tahan gempa pada zona kuat.
1.4 Batasan Masalah
Didalam perencanaan tugas akhir ini terdapat beberapa teknis pelaksanaan, dan mengingat luasnya masalah yang berkaitan dengan pengerjaan dalam suatu perencanaan gedung. Maka batasan masalah pembahasan ini meliputi :
1. Dalam perencanaan ini hanya merencanakan struktur atas diantaranya balok prestress dan hubungan balok kolom prestress.
2. Tidak meninjau struktur kolom ditengah bentang pada lantai 2 karena kolom dianggap sebagai beban.
3. Tidak merencanakan struktur lift. 4. Tidak merencanakan struktur bawah.
1.5 Lokasi Studi
Perencanaan Gedung TECHNO PARK UPN “Veteran” Jawa Timur ini terletak di Jl. Raya Rungkut Madya Gunung Anyar, Surabaya.
2.1 Umum
Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam kondisi tarik. Kuat tariknya bervariasi dari 8 sampai 14 persen dari kuat tekannya14. Karena rendahnya kapasitas tarik tersebut, maka retak lentur terjadi pada taraf pembebanan yang masih rendah. Baja adalah suatu material yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi. Sedangkan Beton Prategang (Beton Prestress) adalah mengkombinasikan beton berkekuatan tinggi dan baja mutu tinggi dengan cara aktif14. Adapun kelebihan dan kelemahan dalam pemakaian beton prestress ini diantaranya :
a. Kelebihan beton prestress24.
− Terhindarnya retak terbuka di daerah tarik, sehingga lebih tahan terhadap korosif.
− Komponen struktur prategang memiliki dimensi yang lebih efisien dibandingkan beton bertulang untuk kondisi bentang dan beban yang sama.
− Ketahanan terhadap geser balok bertambah, yang disebabkan oleh pengaruh pratekan akan mengurangi tegangan tarik utama. Pemakaian kabel yang melengkung, khususnya untuk bentang panjang membantu mengurangi gaya geser yang timbul pada penampang di tumpuan.
14
G Nawy, Edward.2001. “Beton Prategang Jilid 1 Edisi 3”. Jakarta.
− Jumlah berat baja prategang jauh lebih kecil dibandingkan jumlah berat besi beton bertulang biasa (1/5 – 1/3), sehingga beban mati yang diterima pondasi menjadi berkurang.
− Biaya pemeliharaan beton prestress lebih kecil, karena tidak adanya retak-retak pada kondisi beban kerja.
b. Kelemahan beton prestress24.
− Bahan yang digunakan mutu tinggi sehingga membutuhkan biaya yang lebih mahal.
− Dibutuhkan keahlian dan ketelitian yang lebih tinggi.
2.2 Pr insip Dasar Beton Prestress
Pada dasarnya beton prestress memiliki beberapa prinsip kerja diantaranya18 : 1. Sistem prategang untuk mengubah beton menjadi bahan yang elastis.
Konsep ini memperlakukan beton sebagai bahan yang elastis. Beton yang ditransformasikan dari bahan yang getas menjadi bahan yang elastis dengan memberikan tekanan terlebih dahulu pada bahan tersebut. Beton tidak mampu menahan tarikan dan kuat menahan tekanan, namun beton yang getas dapat memikul tegangan tarik.
2. Sistem prategang untuk kombinasi baja mutu tinggi dengan beton.
Konsep ini mempertimbangkan beton prestress sebagai kombinasi dari baja dan beton, dimana baja menahan tarik dan beton menahan tekanan, dengan demikian kedua bahan membentuk kesatuan penahan untuk melawan momen eksternal.
24Razuardi. 2012. “Makalah Beton Prategang”. Lhokseumawe.
3. Sistem prategang untuk mencapai kesetimbangan beban.
Konsep ini menggunakan prestress sebagai suatu usaha untuk membuat seimbang gaya-gaya pada sebuah batang. Pada keseluruhan desain beton prestress, pengaruh prategang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri sehingga batang yang mengalami lenturan tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi.
2.3 Sistem Pr ategang
Metode yang paling luas dipakai untuk memberikan prategang pada elemen beton struktural adalah dengan menarik baja ke arah longitudinal dengan alat penarik yang berbeda-beda. Prategang dengan penggunaan gaya-gaya langsung diantara tumpuan-tumpuan umumnya dipakai untuk pelengkungan dan perkerasan, dan dongkrak datar selalu dipakai untuk memberikan gaya-gaya yang diinginkan. Secara umum, sistem prategang pada beton prestress ada 2 metode, yaitu23:
1. Sistem Pratarik (Pra-Tension)
Dalam metode ini baja diberi gaya prategang terlebih dahulu sebelum beton dicor, oleh karena itu metode ini disebut metode pratarik. Adapun prinsip dari metode pratarik sebagai berikut 10:
a. Tahap 1 : Tendon prategang pada awalnya dikencangkan antara abutment tetap.
Gambar 2.1 Pemansangan Kabel Tendon
b. Tahap 2 : Dengan bekisting di tempat, beton cor di sekitar tendon baja dan landasan yang sudah disediakan, sehingga melingkupi tendon yang sudah diberi gaya prategang dan dibiarkan mengering.
Gambar 2.2 Pengecoran Beton Prestress
c. Tahap 3 : Setelah beton mengering dan cukup umur dan kuat untuk menerima gaya prategang, tendon dipotong dan dilepas, sehingga gaya prategang ditransfer ke beton.
Gambar 2.3 Pemotongan Tendon
Setelah gaya prategang ditransfer kebeton, balok beton tersebut akan melengkung keatas sebelum menerima beban kerja. Setelah beban kerja bekerja, maka balok beton tersebut akan rata.
F F
L A N D A S A N
F F
K A B E L TE N D O N A B U T M E N
F F
2. Sistem Pasca Tarik (Post-Tension)
Pada metode Pascatarik, beton dicor lebih dahulu, dimana sebelumnya telah disiapkan saluran kabel atau tendon yang disebut duct. Adapun prinsip dari metode pasca tarik sebagai berikut 10:
a. Tahap 1 : Dengan cetakan (formwork) yang telah disediakan lengkap dengan saluran/selongsong kabel prategang (tendon duct) yang dipasang melengkung sesuai bidang momen balok, beton dicor.
Gambar 2.4 Pengecoran Beton Sebelum Diberi Tendon
b. Tahap 2 : Setelah beton cukup umur dan kuat memikul gaya prategang, tendon atau kabel prategang dimasukkan dalam selongsong (tendon duct), kemudian ditarik untuk mendapatkan gaya prategang. Metode pemberian gaya prategang ini, dengan salah satu ujung kabel diangker, kemudian ujung lainnya ditarik (ditarik dari satu sisi). Ada pula yang ditarik dikedua sisinya dan diangker secara bersamaan. Setelah diangkur, kemudian saluran di grouting melalui lubang yang telah disediakan.
Gambar 2.5 Setelan Tendon Terpasang Pada Balok
10Catur Yulianti, Ria. 2008. “Beton Prategang”. Bandung.
A B U T M E N
F
K A B E L T E N D O N A B U T M E N
c. Tahap 3 : Setelah diangkur, balok beton menjadi tertekan, jadi gaya prategang telah ditransfer kebeton. Karena tendon dipasang melengkung, maka akibat gaya prategang tendon memberikan beban merata kebalok yang arahnya keatas, akibatnya balok melengkung keatas
Gambar 2.6 Setelah Tendon di Angkur
2.3.1 Tahap – Tahap Pembebanan
Salah satu pertimbangan dari beton prestress adalah banyaknya tahapan pembebanan dimana sebuah komponen struktur dibebani. Beberapa dari tahapan pembebanan ini terjadi juga pada struktur yang bukan prategang, tetapi yang lainnya terjadi hanya akibat prategang. Untuk struktur yang dicor setempat, beton prestress harus didesain paling sedikit duat tahap, tahap awal pada saat pemberian gaya prategang dan tahap akhir pada saat dibebani oleh beban eksternal. Tabel 2.1 memuat ringkasan dari tegangan-tegangan yang diizinkan18.
Tabel 2.1 Tegangan-tegangan Izin Untuk Batang-batang Lentur (peraturan ACI)
Tegangan Baja – tidak melampaui nilai-nilai berikut : 1. Akibat gaya pendongkrak yang bekerja pada kabel :
0,80fpu atau 0,90 fpy
Dibandingkan mana yang lebih kecil, tetapi tidak besar dari nilai maksimum
18Ned H.Burns, T.Y.Lin. 1991. “Desain Struktur Beton Prategang Jilid 1”. Jakarta.
yang diusulkan oleh pembuat kabel prategang atau angkur.
2. Tendon pratarik “segera setelah peralihan” gaya prategang atau tendon-tendon pasca-tarik setelah penjangkaran/pengangkuran,
0,70fpu
Sumber : T.Y.LIN NED – H.BURN18
a. Sebelum Diberi Gaya Prategang
Sebelum beton diberi gaya prategang, beton cukup lemah dalam memikul beban, oleh karena itu harus dicegah agar tidak terjadi kehancuran pada perletakan. Harus dibuat ketentuan mengenai susut pada beton kalau hal ini terjadi. Jika diizinkan untuk memperkecil atau menghapus retak-retak pada beton prestress, pemeliharaan yang seksama sebelum peralihan gaya prategang sangat penting. Kekeringan atau perubahan temperature secara mendadak harus dihindarkan. Retak-retak dapat atau tidak dapat ditutupi dengan adanya gaya prategang tergantung dari banyak faktor. Retak-retak akibat susut akan mengurangi kemampuan beton untuk memikul tegangan tarik dan mungkin harus ditolak18.
b. Pada Saat Diberi Gaya Prategang
Percobaan pada saat pemberian gaya prategang merupakan percobaan yang kritis dari kekuatan tendon. Seringkali, tegangan maksimum yang mungkin dialami oleh tendon pada saat penarikan tendon. Kadang-kadang kabel putus pada saat diberi gaya prategang yang disebabkan oleh cacatnya waktu pembuatan. Tetapi putusnya
kabel jarang terjadi karena didalam sebuah komponen struktur terdapat banyak kabel. Untuk proses penarikan kabel merupakan percobaan yang besar untuk mengetahui kekuatan/daya dukung angkurnya. Gaya prategang yang tidak simetris dan terpusat dari kabel dapat menimbulkan tegangan yang berlebihan pada beton. Oleh karena itu, besarnya gaya prategang pada berbagi tendon harus dipelajari terlebih dahulu18.
2.3.2 Material Untuk Beton Prestress a. Beton Berkekuatan Tinggi
Beton yang lebih kuat biasanya dibutuhkan untuk pekerjaan beton prestress dari pada untuk beton bertulang. Sebagian besar dari komponen struktur beton prestress dibebani tegangan yang tinggi dibandingkan dengan beton bertulang. Misalnya, pada balok prestress tertumpu pada dua perletakan. Sementara serat-serat atas tertekan kuat akibat beban eksternal yang sangat besar, serat-serat bawah tertekan pada saat peralihan gaya prategang. Sementara bagian tengah bentang menahan momen lentur yang terbesar, bagian tepi/ujung menahan dan mendistribusikan gaya pretegang. Sehingga pada komponen struktur prategang lebih penting untuk menjaga keseragaman kekuatan, sedangkan pada beton bertulang penampang kritis relatif dibatasi25.
b. Baja Berkekuatan Tinggi
Untuk sistem prategang digunakan baja mutu tinggi. Baja mutu tinggi diharapkan mampu menerima kekuatan tarik yang cukup tinggi untuk mampu
18Ned H.Burns, T.Y.Lin. 1991. “Desain Struktur Beton Prategang Jilid 1”. Jakarta.
25 Rudiatmoko, Wiryasa, dan Budiwati. “Perancangan Struktur Gedung Beton Bertulang (Jurnal Ilmiah
menghasilkan gaya prategang yang cukup besar. Untuk batang beton prestress, baja berkekuatan tinggi yang dipakai pada umumnya terdiri dari kawat, batang baja, atau untaian kawat baja (stand). Baja dengan kandungan karbon tinggi digulung dalam keadaan panas menjadi batang-batang dan ditarik dalam proses dingin untuk memperkecil diameter serta memperbesar kekuatan tariknya25.
(a) (b)
Gambar 2.7 Strand Prategang 7 Kawat. (a) Penampang Strand Standar. (b) Penampang Strand Yang Dipadatkan.
Tabel. 2.2 Karakteristik Strand dan Tendon26
Strand Type 0.5” (13 mm) 0.6” (15 mm)
Nominal diameter inch 0,5 0,6
Nominal area inch2 0,153 0,217
Nominal weight/mass lbs/ft 0,53 0,74
Tensile strength ksi 270 270
Min. breaking load kips 41,3 58,6
Young’s modulus ksi approx. 28,500
Relaxation % max 2,5
Sumber : VSL US Technical Data and Dimensions • Strand and Tendon Properties • 0308
2.3.3 Kehilangan Gaya Prategang
Kehilangan prategang adalah berkurangnya gaya yang bekerja pada tendon dalam tahap-tahap pembebanan. Kehilangan prategang ini dapat terjadi oleh
25
Rudiatmoko, Wiryasa, dan Budiwati. “Perancangan Struktur Gedung Beton Bertulang (Jurnal Ilmiah Elektronik Infrastruktur Teknik Sipil)”. Denpasar
beberapa sebab diantaranya kesalahan dalam menghitung kehilangan gaya prategang akan mempengaruhi keadaam pada waktu dibebani seperti lendutan keatas (camber), lendutan kebawah, dan retak. Berbagai jenis kehilangan yang sering dijumpai dalam system prataik dan pasca-tarik dapat dilihat table dibawah ini 23:
Tabel 2.3 Jenis-jenis Kehilangan Prategang
Pr atarik Pasca - Tarik
1. Deformasi elastis beton.
2. Relaksasi tegangan pada baja. 3. Penyusutan beton.
4. Rangkak beton.
1. Tidak ada kehilangan akibat deformasi elastis kalau semua kawat ditarik secara bersamaan. Kalau kawat-kawat ditarik secara berurutan, akan terdapat kehilangan prategang akibat deformasi elastis beton.
2. Relaksasi tegangan pada baja. 3. Penyusutan beton.
4. Rangkak beton. 5. Gesekan.
6. Tergelincirnya angkur.
Sumber : N. Krishna Raju23
1. Kehilagan Prategang Langsung
a. Kehilangan Prategang Akibat Elastis Beton
Kehilangan prategang akibat elastis beton adalah pada gaya prategang diahlikan ke beton, komponen struktur akan memendek dan baja
prategang turut memendek bersamaan. Jadi ada kehilangan gaya prategang pada baja. Pada bagian ini dimulai dengan mempertimbangkan kehilangan gaya prategang akibat masing-masing sumber23.
b. Kehilangan Prategang Akibat Gesekan
Pada kasus batang pasca-tarik, apabila kabel-kabel lurus atau agak melengkung ditarik, maka gesekan terhadap dinding saluran akan mengakibatkan kehilangan tegangan yang makin bertambah menurut jaraknya dari dongkrak. Selain itu, akan terdapat kehilangan tegangan akibat gesekan antara kabel dan gerak menggelombang dalam saluran yang disebut sebagai “gelombang” yang merupakan penyimpangan kecil saluran dari kedudukan yang ditetapkan22.
c. Kehilangan Prategang Akibat Angkur
Dalam pergelinciran angkur apabila kabel ditarik dan dongkrak dilepaskan untuk mentransfer prategang beton, pasak-pasak gesekan yang dipasang untuk memegang kawat-kawat dapat menggelincir pada jarak yang pendek sebelum kawat-kawat tersebut menempatkan diri secara kokoh diantara pasak-pasak tadi. Kehilangan selama pengangkuran, yang terjadi pada pegangan tipe pasak biasanya dilapangan diperhitungkan dengan memberikan perpanjangan berlebih pada tendon23.
d. Kehilangan Prategang Akibat Kekekangan Kolom
Pada konstruksi beton prestress dengan desain cor monolit perlu diperhitungkan kehilangan prategang akibat kekangan kolom. Hal ini
dapat terjadi karena saat dilakukan jacking, beton terkekang oleh kekakuan kolom. Gaya berlawanan yang diberikan oleh kolom menahan reaksi perpendekan beton akibat gaya jacking yang terjadi. Gaya perlawanan kolom ini menyebabkan berkurangnya gaya prategang karena sebagian gaya prategang digunakan untuk mengatasi perlawanan gaya kolom.
Semakin kaku komponen kolom yang mengekang balok prstress maka semakin besar gaya prategang yang hilang untuk melawan kolom agar mengikuti lenturan balok akibat gaya jacking. Hal ini juga meyebabkan semakin besarnya momen yang diterima kolom sebagai kontribusi dari jacking yang terjadi, demikian pula jika kolom didesain tidak kaku, maka semakin kecil gaya kehilangan prategang balok akibat kekangan dan semakin kecil momen yang diterima kolom akibat gaya jacking yang terjadi28.
2. Kehilagan Prategang Langsung
a. Kehilangan Prategang Akibat Relaksasi Baja
Percobaan-percobaan pada baja prategang dengan perpanjangan yang konstan dan dijaga tetap pada suatu selang waktu memperlihatkan bahwa gaya prategang akan berkurang secara perlahan-lahan. Besarnya
28 X.E.LIE, Fransiskus. 2013. “Perencanaan Beam-Coloum Joint Dengan Menggunakan Metode Beton
pengurangan tergantung pada lamanya waktu dan perbandingan fpi/fpy. Kehilangan gaya prategang ini disebut relaksasi18.
b. Kehilangan Prategang Akibat Susut
Susut pada beton dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti rangkak, dan perhitungan-perhitungan kehilangan gaya prategang. Hal-hal yang mempengaruhi susut pada beton adalah rasio volume terhadap luas permukaan, kelembapan relatif dan waktu antara akhir pengecoran dan pemberian gaya prategang. Kehilangan akibat susut dipengaruhi oleh ratio penampang dan kelembaban udara. Jika kelembaban udara relative rata-rata diasumsikan sebesar RH = 78%, maka perbandingan ratio penampang adalah perbandingan antara luas dan keliling.
Tabel 2.4 Tabel Koefisien Susut Post Tension
KSH Waktu Akhir Perawatan Hingga Pemberisian Gaya Prategang (Hari)
0,92 1
0,85 3
0,8 5
0,77 7
0,73 10
0,64 20
0,58 30
0,45 60
Sumber : T.Y.LIN NED – H.BURNS18
c. Kehilangan Prategang Akibat Rangkak
Rangkak dianggap terjadi dengan beban mati permanen yang ditambahkan pada komponen struktur setelah beton diberi gaya prategang. Prategang yang terus-menerus pada beton suatu batang
prategang mengakibatkan rangkak pada beton yang secara efektif mengurangi tegangan pada baja bermutu tinggi. Berbagai faktor yang mempengaruhi rangkak beton adalah kelembaban relatif, tingkat tegangan, kekuatan beton, umur beton pada pembebanan, lamanya tegangan, perbandingan air/semen, dan tipe semen serta agregat pada beton23.
2.3.4 J umlah Kehilangan Gaya Prategang Total
Gaya prategang awal pada baja dikurangi semua kehilangan gaya prategang disebut dengan gaya prategang efektif atau gaya prategang rencana. Jumlah keseluruhan kehilangan gaya prategang yang diangggap dalam rancangan akan tergantung atas dasar dari mana gaya prategang awal diukur. Pertama, ada tegangan dongkrak maksimum sementara terhadap mana sebuah tendon dapat dibebani untuk maksud memperkecil rangkak pada baja atau untuk menyeimbangkan kehialngan gaya prategang akibat gesekan. Jadi ada sedikit pelepasan dari tegangan maksimum kembali ke tegangan dongkrak normal.
Besarnya kehilangan gaya prategang dapat dinyatakan dengan empat cara18 :
a. Dalam regangan satuan untuk kehilangan gaya prategang seperti rangkak, susut dan perpendekan elastis beton yang dinyatakan sebagai regangan. b. Dalam regangan total untuk kehilangan gaya prategang akibat pengangkuran.
23Raju, Krishna N. 1993. “Beton Prategang Edisi Kedua”. Jakarta.
c. Dalam regangan satuan untuk semua kehilangan gaya prategang bila dinyatakan dalam regangan dapat ditransformasikan ke dalam tegangan satuan baja.
d. Dalam presentase tegangan untuk kehilangan gaya akibat rangkak pada baja dan gesekan. Kehilangan gaya prategang lain yang dinyatakan dalam tegangan satuan dapat dengan mudah ditransformasikan ke dalam presentase gaya awal prategang.
Sulit untuk menyamaratakan jumlah kehilangan gaya prategang, karena hal tersebut tergantung dari banyak faktor, sifat-sifat beton dan baja, pemeliharaan dan keadaan kelembaban, besar dan wktu penggunaan gaya prategang dan proses prategang. Untuk sifat-sifat baja dan beton rata-rata, yang dirawat dalam kondisi udara rata-rata, persentase yang ditabelkan dibawah ini dapat diambil sebagai kehilangan gaya prategang rata-rata18.
Tabel 2.5 Presentase Kehilangan Gaya Prategang
J enis kehilangan Pr atarik % Pasca-tarik % Perpendekan elastik dan lenturan
balok 4 1
Rangkak beton 6 5
Susut beton 7 6
Relaksasi baja 8 8
Kehilangan total 25 20
Sumber :T.Y.LIN NED – H.BURNS18
Kehilangan gaya yang diizinkan sekitar 20% untuk pasca-tarik dan 25% untuk pratarik terlihat tidak terlalu jauh dari nilai yang mungkin untuk balok prategang dan gelagar. Tetapi harus diingat bahwa dalam keadaan bergeser dari rata-rata, kelonggaran yang berbeda harus dibuat sesuai dengan itu. Sebagai contoh, bila
kehilangan gaya prategang rata-rata pada komponen struktur (Fe/Ac) tinggi, katakan sekitar 7 Mpa, kehilangan gaya prategang ini akan bertambah sekitar 30% untuk pratarik dan 25% untuk pasca-tarik18.
2.3.5 Kontr ol Lendutan
Kontrol terhadap lendutan yang sesuai sangat penting karena alasan-alasan berikut4: 1. Lendutan yang berlebihan pada bentang struktural utama tidak mudah terlihat
dan pada waktunya membuat lantai menjadi tidak sesuai untuk pemakaian yang direncanakan.
2. Lendutan yang besar akibat pengaruh dinamis dan akibat pengaruh beban yang berubah-ubah dapat mengurangi kenyamanan pemakainya.
3. Lendutan yang berlebih cenderung menyebabkan kerusakan pada permukaan, sekat dan struktur yang berkaitan.
Faktor-faktor mempengaruhi lendutan : 1. Beban terpasang dan berat sendiri. 2. Besarnya gaya prategang.
3. Profil kabel.
4. Momen inersia potongan melintang. 5. Modulus elastisitas beton.
6. Susut, rangkak dan relaksasi tegangan baja. 7. Bentangan batang yang bersangkutan.
18Ned H.Burns, T.Y.Lin. 1991. “Desain Struktur Beton Prategang Jilid 1”. Jakarta.
4
2.3.6 Momen Retak
Momen lentur dimana retakan yang dapat dilihat timbul pada batang beton prategang yang disebut momen retak. Setelah pemindahan prategang ke beton, sofit balok akan mengalami tekanan. Berangsur-angsur tegangan akan ini diimbangi oleh tegangan tarik yang timbul akibat beban transversal pada balok, sehingga tegangan resultan pada serat paling bawah menjadi nol. Penambahan beban lebih lanjut akan mengakibatkan timbulnya tegangan tarik pada sofit balok.
Tegangan terik yang timbul apabila retak-retak menjadi terlihat retak-retak menjadi terlihat pada sofit tergantung pada tipe serta distribusi tulangan baja dan kualitas beton dalam balok. Namun, umumnya dianggap bahwa retak-retak yang tampak muncul apabila tegangan tarik pada sofit kira-kira sama dengan modulus keruntuhan materialnya. Lebarnya retak-retak tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat rekatan yang terjadi antara beton dan baja23.
2.4 Gempa Rencana
Pada dasarnya teori mengenai gempa adalah teori probabilistik, tidak ada yang bisa memprediksi kejadian tersebut, tidak ada yang tahu kapan dan dimana serta seberapa kuat gempa yang akan terjadi. Maka Perancangan Gedung Teknologi Tepat Guna (TTG) UPN ”Veteran” Jawa Timur dimodifikasi dengan menggunakan Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus untuk zona gempa kuat. Pada dasarnya elemen struktur beton prestress mempunyai sifat daktalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan elemen struktur beton bertulang biasa, sehingga struktur beton
prestress mempunyai penyerapan energi gempa yang kurang baik8. Tapi pada peraturan ACI 318-2008 beton prestress bisa digunakan pada daerah zona gempa tinggi dengan syarat tendon menerima 25% beban gempa yang menyebabkan momen negatif saja. Sedangkan 100% momen positif akibat beban gempa dan 75% momen negatif akibat gempa ditahan oleh tulangan lunak1. Menurut rancangan Standart (SNI) 03-1726-2002), Tata Cara Perancangan Gempa untuk Bangunan Gedung. Gempa rencana ditetapkan mempunyai periode ulang 500 tahun, agar probabilitasnya terbatas pada 10% selama 50 tahun. Gempa rencana ini berkaitan dengan gedung-gedung biasa tanpa keistimewaan, kekhususan atau keutamaan dalam fungsinya, yang memiliki jumlah tingkat antara 10 Perhitungan Berat Bangunan (Wt)7.
2.4.1 Metode Analisis Str uktur Terhadap Beban Gempa
Metode analisis yang dapat digunakan untuk memperhitungkan pengaruh beban gempa terhadap struktur gedung adalah sebagai berikut :
a. Metode Analisis Statis
Merupakan analisis sederhana untuk menentukan pengaruh gempa tetap yang hanya digunakan pada struktur gedung beraturan, penyebaran kekakuan massa menerus, dan ketinggian tingkat kurang dari 40 meter. Struktur gedung ditetapkan sebagai struktur gedung beraturan, apabila memenuhi ketentuan SNI 03-1726-2002 pasal 4.2.1.
8Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. (SNI
03-2847-2002).
1
2.4.2 Kategori Gedung
Pemakaian faktor keutamaan struktur (I) pada analisa perhitungan bangunan tahan gempa dimaksudkan untuk memperpanjang waktu ulang dari kerusakan struktur gedung akibat gempa dimana nilainya adalah lebih besar dari 1,0. Faktor keutamaan struktur (I) ini penentuannya didasarkan pada fungsi bangunan yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini7:
Tabel 2.6 Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan
Sumber : SNI 03-1726-20027
2.4.3 Faktor Reduksi Gempa (R)
Faktor Reduksi (R) pada SNI 03-1726-2002 pasal 4.3.4 mempunyai definisi dan fungsi yang sama dengan Faktor Reduksi (R) pada UBC-97 dan IBC-2000. Faktor ini untuk memperhitungkan kuat lebih beban, bahan serta daktilitas sistem struktur yang dipergunakan. Faktor Daktilitas Struktur adalah perbandingan/rasio antara simpangan maksimum dari struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana
7 Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
pada saat mencapai kondisi diambang keruntuhan, dengan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan yang pertama pada elemen struktur7.
Tabel 2.7 Parameter Daktilitas Struktur Gedung
Sumber : SNI 03-1726-20027
2.4.4 Waktu Getar Empiris Struktur (T)
Karena besarnya beban gempa belum diketahui, maka waktu getar dari struktur belum dapat ditentukan secara pasti. Untuk perencanaan awal, waktu getar dari bangunan gedung dapat dihitung dengan menggunakan rumus empiris5:
= . ………(2.1)
Dimana :
Ct : koefisien untuk beton bertulang = 0,0731 (struktur pemikul momen beton).
h : tinggi gedung.
2.4.5 Gaya Geser Gempa (V)
Beban geser dasar nominal statik ekuivalen yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan:
7Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
V = x Wt……….………..…….. ………….(2.2) Dimana :
CI : nilai faktor respon gempa yang didapat dari spektrum respon gempa rencana untuk waktu getar alami fundamental dari struktur gedung. I : faktor keutamaan gedung.
R : faktor modifikasi beban gempa yang sesuai dengan redaman dan daktilitas yang dipilih.
Wt : Beban total gedung.
2.4.6 Faktor Respon Spektrum Gempa (CI)
Spektrum respon gempa yang ditetapkan dalam SNI 03-1726-2002 adalah suatu diafragma yang memberikan hubungan antara faktor respon spektrum gempa C dan waktu getar alami T7.
Gambar 2.8 Diagram Respon Spektrum Gempa Rencana
7Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
2.4.7 Eksentr isitas Pusat Massa Ter hadap Pusat Rotasi Lantai Tingkat
Pusat massa lantai suatu struktur gedung adalah suatu titik tangkap resultan beban mati dan beban hidup yang bekerja pada lantai tingkat. Pada perencanaan struktur gedung, pusat massa adalah suatu titik tangkap beban gempa statik ekuivalen atau gaya gempa dinamik. Sedangkan pusat rotasi lantai tingkat adalah suatu titik pada lantai tingkat itu yang bila suatu beban horisontal bekerja padanya, lantai tingkat tersebut tidak berotasi, tetapi hanya bertranslasi, sedangkan lantai lantai tingkat lainnya yang tidak mengalami beban horisontal semuanya berotasi dan bertranslasi.
Eksentrisitas rencana ed antara pusat massa dan pusat kekakuan harus ditinjau baik dalam analisis statik maupun dalam analisis dinamik 3 dimensi. Apabila ukuran horisontal denah struktur gedung lantai tingkat diukur tegak lurus pada arah pembebanan gempa maka dinyatakan dengan b, sedangkan eksentrisitas rencana ed merupakan nilai yang paling menentukan, maka dinyatakan dengan persamaan berikut7 :
− Untuk 0 < e ≤ 0,3b
Ed = l,5e + 0,05b atau Ed = e – 0,05b ………(2.4)
− Untuk e > 0,3b
Ed = l,33e + 0,1b atau Ed = 1,17e – 0,1b………(2.5) Dimana :
e : eksentrisitas teoritis antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat yang ditinjau.
7Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
b : ukuran horizontal terbesar denah struktur pada lantai gedung yang
ditinjau.
2.4.8 Analisa Waktu Getar Struktur Dengan Cara T-Rayleigh
Pada tahap selanjutnya adalah menghitung waktu getar struktur, dengan cara
membandingkan waktu getar yang telah didapat dengan cara empiris dan waktu getar
dengan cara T-Rayleigh. Rumus waktu getar dengan cara T-Rayleigh sebagai
berikut7:
= 6,3 .
∑∑ ……….(2.6)Dimana :
Wi : berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai.
Fi : beban gempa nominal statik ekuivalen yang bekerja pada pusat
massa lantai ke-i.
n : nomor lantai tingkat paling atas.
di : simpangan horisontal lantai ke-i.
g : percepatan gravitasi (9810 mm/dt2).
2.5 Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)
Pengertian dari Sistem Rangka Pemikul Momen adalah suatu sistem ruang
dalam dimana komponen-komponen struktur dan join-joinya dapat menahan
gaya-gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial. Sistem Rangka Pemikul
7Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Khusus Momen (SRPMK) dipakai untuk daerah dengan resiko gempa tinggi
(wilayah gempa 5 dan 6) (SNI 03-2847-2002).
Dalam sistem rangka semua beban lateral dan beban gravitasi dipikul oleh
balok dan diteruskan oleh kolom. Prinsip desain gedung tahan gempa adalah setiap
massa pada gedung mempunyai lokasi yang simetris. Prinsip desain tersebut
mempunyai implikasi yang sangat berarti pada keseluruhan bentuk gedung karena
penempatan mekanisme penahan beban lateral dan beban gravitasi sangat
dipengaruhi bentuk gedung. Struktur gedung yang simetris tidak mengalami gaya
torsi yang besar dari pada struktur gedung yang tidak simetris, sehingga jenis struktur
simetris lebih diharapkan untuk gedung tahan gempa8.
2.5.1 Hubungan Balok-Kolom pada SRPMK
Karena suatu sambungan merupakan penghubung yang paling lemah di dalam
sistem struktural keseluruhan, maka sambungan tersebut harus didesain dengan kuat
nominal yang lebih besar daripada elemen-elemen yang disambungnya. Dalam
hubungan balok-kolom terdapat gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok di muka
hubungan balok-kolom harus ditentukan dengan menganggap bahwa tegangan pada
tulangan tarik lentur adalah 1.25fy.
Tulangan longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom diteruskan
hingga mencapai sisi jauh dari inti kolom terkekang dan diangkur sesuai Ps.23.5.4
sesuai dengan 11.3. Pada hubungan balok kolom, dengan lebar balok lebih besar dari
pada lebar kolom, tulangan transversal yang ditentukan pada Ps.23.4.4 harus
8Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. (SNI
dipasang pada hubungan tersebut untuk memberikan kekangan terhadap tulangan
longitudinal balok yang berada didaerah luar daerah inti kolom, terutama bila
kekangan tersebut tidak disediakan oleh balok yang merangkak pada hubungan
tersebut.
Suatu balok yang merangka pada suatu hubungan balok-kolom dianggap
memberikan kekangan bila setidaknya ¾ bidang muka hubungan balok-kolom
tersebut tertutupi oleh balok yang merangka tersebut. Hubungan balok-kolom dapat
dianggap terkekang bila ada empat balok yang merangka pada keempat sisi
hubungan balok-kolom8.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam desain sambungan terhadap
kekuatan adalah sebagai berikut :
1. Mekanisme transfer beban.
2. Faktor-faktor beban.
3. Perubahan volumentrik.
4. Daktilitas.
5. Daya tahan.
6. Ketahanan terhadap api.
7. Jarak bersih dan toleransi yang dibutuhkan.
8. Tinjauan yang berkaitan dengan ereksi.
9. Tinjauan yang berkaitan dengan iklim panas dan iklim dingin.
10.Nilai ekonomi dari detail sambungan.
8Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. (SNI
BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN
3.1 Data Sebelum Dimodifikasi
Berikut ini adalah data-data bangunan yang terdapat dilapangan yaitu :
Tipe bangunan : Gedung TECHNO PARK (3 lantai)
Lokasi : Surabaya
Ketinggian lantai : 4,20 m (per lantai)
Panjang bangunan : 50 m
Lebar bangunan : 35,87 m
Mutu beton (fc’) : 24 Mpa
Mutu baja (fy) : 400 Mpa
Dimensi kolom : 500 x 500 (berdasarkan data dilapangan)
Dimensi balok : 400 x 800 (berdasarkan data dilapangan)
300 x 550 (berdasarkan data dilapangan)
250 x 550 (berdasarkan data dilapangan)
Tebal pelat : 100 mm
3.2 Data Setelah Dimodifikasi
Berikut ini adalah data-data perancangan yang akan digunakan dalam
penulisan Tugas Akhir ini, yaitu :
Tipe bangunan : Gedung TECHNO PARK (6 lantai)
Lokasi : Surabaya
Panjang bangunan : 50 m
Lebar bangunan : 35,87 m
Mutu beton (fc’) : 40 Mpa
Mutu baja (fy) : 400 Mpa
Dimensi kolom : 800 x 800 (direncanakan)
Dimensi balok konvensional : 400 x 800 (diasumsikan berdasarkan data dilapangan)
300 x 550 (diasumsikan berdasarkan data dilapangan)
250 x 550 (diasumsikan berdasarkan data dilapangan)
Dimensi balok prestress : 500 x 800 (direncanakan)
Tebal pelat : 120 mm
3.3 Permodalan Struktur
1. Gedung dirancang dengan jumlah enam lantai, dengan tinggi lantai satu
sampai enam adalah 4,2 meter.
2. Untuk gedung struktur direncanakan dengan menggunakan Sistem Rangka
Pemikul Momen Khusus (SRPMK).
3. Gedung TECHNO PARK UPN “Veteran” Jawa Timur ini akan dimodelkan
berdasarkan Standart Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur
Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002).
4. Pemberian pada gaya beton prestress dilakukan dengan metode Post-Tenssion
3.4 Analisa Pembebanan
Perencanaan pembebanan pada struktur ini berdasarkan Peraturan pembebanan
Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983, SNI 03-2847-2002, SNI 03-1726-2002,
SNI 03-1727-2002 dan ACI Prestress.
3.4.1 Beban Yang Diperhitungkan
Untuk pembebanan menurut SNI 03-1727-2002 yang akan diperhitungkan
dalam analisa ini adalah :
a. Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat
tetap6. Yang nilainya sebagai berikut :
− Berat volume beton : 23,52 KN/m3
− Berat volume spesi : 0,21 KN/m3
− Berat volume ps.bata merah : 0,25 KN/m2
− Berat volume plafond : 0,11 KN/m2
− Berat volume penggantung : 0,07 KN/m2
− Berat volume AC dan perpipaan : 0,07 KN/m2
b. Beban Hidup
Beban Hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung, dan didalamnya sudah termasuk beban pada lantai
6 Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perhitungan Pembebanan Untuk Bangunan Gedung”. BSN:
yang berasal dari barang yang dapat berpindah6. Yang nilainya sebagai
berikut:
− Beban hidup pada lantai atap : 1 KN/m2
− Beban hidup pada lantai : 2,5 KN/m2
− Beban hidup pada lantai dansa : 5 KN/m2
c. Beban Gempa
Dalam tugas akhir ini, beban gempa dianalisa secara statis dengan metode
analisis ragam spectrum respon gempa rencana7.
3.4.2 Kombinasi Pembebanan
Kombinasi pembebanan didasarkan pada SNI 03-2847-2002 tentang Tata cara
Perencanaan Struktur Beton dan Bangunan Gedung pada pasal 11.2 antara lain :
1. 1,4 DL……… (3.1)
2. 1,2 DL + 1,6 LL……… (3.2)
3. 1,2 DL + 1 LL + 1FX………... (3.3)
4. 1,2 DL + 1 LL + 1FY………... (3.4)
5. 1,2 DL + 1 LL – 1FY………... (3.5)
6. 1,2 DL + 1 LL – 1FX………... (3.6)
Dimana :
DL = Beban Mati
LL = Beban Hidup
6 Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perhitungan Pembebanan Untuk Bangunan Gedung”. BSN:
Bandung. (SNI 03-1727-2002). 7 Badan Standardisasi Nasional. “
FX = Beban Gempa Arah X
FY = Beban Gempa Arah Y
3.5 Perencanaan Struktur Gedung
Perencanaan struktur gedung dilakukan melalui beberapa tahap, diantaranya:
1. Premimary Desain pada tahap ini dilakukan hal-hal berikut :
a. Memperkirakan dimensi awal dari elemen struktur yang meliputi : balok
prestress dan HBK.
b. Penentuan mutu bahan yang digunakan dalam perancangan.
c. Pembebanan, yang diantaranya adalah beban mati, beban hidup dan beban
gempa.
2. Pembebanan Gempa
Perhitungan beban gempa dilakukan untuk memperoleh gaya-gaya yang
bekerja pada sistem struktur yang berdasarkan peraturan yang berlaku sesuai
dengan standar perencanaan ketahanan gempa.
3. Perencanaan Balok Prestress.
4. Perencanaan Hubungan Balok Kolom.
3.6 Perencanaan Balok Prestress
Dalam perencanaan balok prestress terdapat langkah-langkah yang harus
1. Tegangan Ijin Beton Prategang
Menurut SNI 03-2847-2002 pasal 20.4 sebelum menentukan gaya awal
prategang hal pertama yang harus dilakukan adalah menghitung tegangan ijin pada
balok prategang baik tegangan ijin beton maupun tegangan ijin baja8.
fci (curing 14 hari)= 0,88fc
(i) Tegangan ijin beton sesaat penyaluran gaya prategang (saat jacking) :
− Menurut SNI 03-2847-2002 Ps.20.4.1 (1)
Tegangan Tekan : σci = 0,6 x fci ……… (3.7)
− Menurut SNI 03-2847-2002 Ps.20.4.1 (2)
Tegangan Tarik : σci = 0,25 x ……… (3.8)
(ii) Tegangan ijin beton sesaat sesudah kehilangan prategang (saat beban bekerja) :
− Menurut SNI 03-2847-2002 Ps.20.4.2 (1)
Tegangan Tekan : σci = 0,45 x fci ……… (3.9)
− Menurut SNI 03-2847-2002 Ps.20.4.2 (3)
Tegangan Tarik : σci = 0,25 x ……… (3.10)
2. Dimensi Penampang
Pada analisa dimensi penampang selain menghitung penampang sesudah
komposit juga memperhitungkan letak kern pada balok yang hendak digunakan
untuk mendesain tata letak tendon.
− Menentukan nilai modulus elastisitas beton menurut SNI 03-2847-2002 pasal
10.5.1 untuk masing-masing pelat dan balok maka menggunakan persamaan :
8 Badan Standardisasi Nasional. “
Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. (SNI
= = 4700 ………....… (3.11)
− Menentukan tendon dipasang pada daerah yang menyebabkan beton menjadi
tertekan dimana daerah tersebut dibatasi oleh nilai dan wilayah pada penampang
balok maka menggunakan persamaan :
=
dan=
……….…...… (3.12)Dimana,
=
dan
=
……….….…...… (3.13)− Rumus untuk menentukan momen inersia :
I = (Ix + A1 . d12) + (Ix + A2 . d22) ……….….…...… (3.14)
3. Menentukan Momen Akibat Beban Sendiri dan Beban Tambahan
Untuk menentukan momen akibat beban sendiri dan beban tambahan dibantu
menggunakan program SAP 2000. Dimana momen akibat beban sendiri dipengaruhi
oleh berat sendiri balok dan berat sendiri pelat dianggap sebagai beban terbagi rata.
Sedangkan untuk momen akibat beban tambahan dipengaruhi oleh berat sendiri
balok, berat sendiri pelat dan beban hidup.
4. Daerah Limit Kabel dan Gaya Prategang
Gaya prategang awal sangat mempengaruhi momen total yang kemudian
disalurkan ke penampang, direncanakan sesuai dengan pemilihan penampang. Untuk
penentuan daerah batas kabel yang sesuai dengan kriteria perancangan, yang tidak
melampaui batasan yang diijinkan. Jenis dan jumlah kabel juga mempengaruhi letak
− Desain pendahuluan penampang beton prestress untuk menahan lenturan dapat
dibentuk dengan prosedur yang sangat sederhana, berdasarkan pengetahuan
mengenai kopel gaya dalam C-T yang bekerja pada penampang.dalam praktek,
tinggi penampang h biasanya sudah ditentukan, diketahui,atau diasumsikan dan
demikian juga momen total MT pada penampang. Sehingga gaya prategang
efektif F yang diperlukan bisa menggunakan persamaan23 :
F =
, . ………..………….…...… (3.15)
Dimana : F : Gaya Prategang (KN)
MT : Momen akibat beban tambahan (KNm)
h : Tinggi balok prestress (cm)
− Daerah limit kabel dibatasi oleh kern pada balok, untuk amin dan amax maka
menggunakan persamaan8 :
a
max=
…….………..………….…...… (3.16)dengan syarat : amax≤ (y b + KT – d’)
a
min=
…….………..………….…...… (3.17)dengan syarat : amax – KT < eo lapangan < Kb + amin – selisih syarat
Dimana selisih syarat didapat dengan nilai :
amin – (syarat amin) dengan (syarat amin) sebesar (yB – KB – d’) agar tepenuhi
syarat minimum decking sebesar 7,5 cm.
23
Raju, Krishna N. 1993. “Beton Prategang Edisi Kedua”. Jakarta. 8
5. Kontrol Tegangan
Setiap tahap pelaksanaan dilakukan pemeriksaan tegangan terlebih dahulu,
agar memenuhi syarat tegangan ijin tarik maupun tekan. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan tujuan apakah tendon yang sudah terpasang memiliki tegangan yang sesuai
dengan kapasitas tegangan ijin beton dalam memikul momen yang terjadi18.
− Untuk kontrol pada serat tertarik dan tertekan :
σ
≤−
+
±
…….……….…...… (3.18)6. Penentuan J umlah Strand
Dari gaya prategang yang telah ditentukan dengan tegangan sesuai dengan
tegangan ijin maka penentuan jumlah strand kabel dapat dilakukan. Menggunakan
data dari table vsl strand properties to AS-1311 untuk post tensioning. Termasuk
jenis uncoated low relaxation strand. Minimal breaking load 250 KN26.
Penggunaan kabel strand untuk tendon prategang diatur dalam SNI
03-2847-2002 pasal 20.5 tentang tegangan ijin untuk baja prategang dimana tegangan akibat
gaya pengangkuran tendon diambil nilai terkecil antara dengan persamaan8 :
fpu = …….………..……….…...… (3.19)
nilai fpy diambil 0,9 fpu untuk tendon low relaxation strand.
Tegangan ijin tendon :
(i) 0,94fpy ………..……….…...… (3.20)
18
Ned H.Burns, T.Y.Lin. 1991. “Desain Struktur Beton Prategang Jilid 1”. Jakarta.
26
VSL US Technical Data and Dimensions “Strand and Tendon Properties” 0308 ©VStructural, LLC. 8
(ii) 0,80fpu ………..……….…...… (3.21)
(iii) 0,7fpu ………..……….…...… (3.22)
− Untuk menentukan luasan tendon dan jumlah strand :
Aps = , ………..………….…….…...… (3.23)
n =
………..………….…….…...… (3.24)
− Kontrol tegangan tendon terpasang :
σ = ≤ 0,7 f pu ………..………….…….…...… (3.25)
7. Pekerjaan Grouting
Grouting adalah proses pengisian rongga udara antara strand dengan duct dan
rongga pada bagian dalam casting dengan bahan grout. Tujuannya adalah untuk
menjaga bahaya korosi juga untuk mengikat strand dengan beton disekelilingnya
menjadi satu kesatuan. Digunakan campuran semen dengan air dan ditambahkan non
shrinkage additives28.
1. Ijin pelaksanaan grouting.
2. Persiapan material grouting diantaranya semen PC, air bersih dan additive.
Banyaknya material disesuaikan dengan komposisi yang telah disetujui.
3. Persiapan lubang-lubang inlet dan outlet serta membersihkan jika ada sumbatan
pada lubang tersebut.
4. Air dimasukkan kedalam mixer, disusul semen PC dan additive kemudian diaduk
28
hingga mencapai campuran yang homogen.
5. Grout pump dihubungkan dengan lubang inlet dengan menggunakan hose dan
selang grouting.
6. Mortar grouting dipompa kedalam tendon melalui lubang inlet hingga keluar
melalui lubang outlet benar-benar kental lalu tutup lubang tersebut beberapa saat.
7. Setelah tekanan pada manometer grout pump mencapai 5 Mpa, tekuk PE grout
pada lubang inlet dan ikat dengan kawat ikat sehingga rapat
8. Setelah hasil grouting diterima maka strand pada stressing lenght dapat dipotong
setelah 12 jam
8. Penetapan Tendon
Setelah didapatkan gaya-gaya prategang yang terjadi maka dilakukan
penetapan profil tendon yang hendak digunakan sesuai dengan kebutuhan. Penetapan
profil tendon ini akan mempunyai penempatan tata letak kabel selanjutnya4.
9. Kehilangan Prategang
Kehilangan prategang ini tejadi pada saat transfer tegangan dan secara terus
menerus menurut fungsi waktu. Dilakukan perhitungan agar didapatkan nilai
prategang efektif. Perhitungan gaya prategang meliputi 23:
4
Antoro, Rudi. 2011. “Kajian Struktur Beton Pratekan Bentang Panjang dengan Beban Lateral Pada Proyek Gedung Rumah Sakit Jasa Medika”. Surabaya.
23
I. Kehilangan Prategang Langsung
a. Kehilangan Akibat Perpendekan Elastis Beton
Akibat dari gaya jacking yang terjadi oleh tendon prategang maka beton akan
mengalami perpendekan elastis (karena tekanan gaya prestress yang cukup besar),
struktur balok akan memendek dan kabel juga akan ikut mengalami perpendekan
yang menyebabkan berkurangnya gaya prategang awal. Namun pada konstruksi
pasca tarik dengan satu tendon saja kehilangan akibat elastisitas beton sangatlah kecil
dan cenderung diabaikan, karena penarikan kabel hanya terjadi satu kali dan
kehilangan akibat tarikan tendon terakhir. Sehingga kehilangan prategang akibat
perpendekan elastis tidak perlu diperhitungkan23.
b. Kehilangan Akibat Gesekan
Penarikan kabel prategang terjadi perubahan sudut yang sangat kecil pada kabel
tersebut, perubahan tersebut berimbas pada tegangan yang terjadi. Sehingga didalam
pelaksanaannya tidak selalu kabel dapat menempati pososo yang direncanakan, oleh
karena itu diperlukan kontrol terhadap tegangan akibat gesekan antara kabel dengan
beton selubung. Kehilangan tegangan akibat gesekan dapat menggunakan rumus
sebagai berikut23:
Px = Po e-(µα + Kx) ………..………….…….…...… (3.26)
Dimana :
Po : gaya prategang pada ujung dongkrak
µ : koefisien gesekan antara kabel dan saluran
α sudut kumulatif dalam radian melalui mana garis-garis singgung
23
terhadap profil kabel telah berpuar antara dua titik sembarang yang
ditinjau.
K : koefisien gesekan untuk pengaruh gelombang
e : 2,7183
Nilai-nilai untuk koefisien gesekan adalah18 :
1. 0,55 untuk baja yang bergerak pada beton licin.
2. 0,35 untuk baja yang bergerak pada baja yang dijepit disaluran.
3. 0,25 untuk baja yang bergerak pada baja yang dijepit dibeton.
4. 0,25 untuk baja yang bergerak pada timah.
5. 0,18 – 0,30 untuk kabel tali kawat berlapis banyak didalam selongsong baja
persegi panjang yang tegar.
6. 0,15 – 0,25 untuk kabel tali kawat berlapis banyak dengan pelat-pelat
pengatur jarak kearah lateral.
Nilai-nilai untuk koefisien gesekan untuk pengaruh gelombang K 18:
1. 0,15 per 100 m untuk kondisi normal.
2. 1,5 per 100 m untuk saluran berdinding tipis dan dimana dijumpai getaran
hebat pada kondisi yang merugikan lainnya.
c. Kehilangan Akibat Slip Angkur
Sistem pascatarik apabila kabel ditarik dan didongkrak kemudian dilepaskan
untuk mentransfer prategang beton, pasak-pasak yang dipasang untuk memegang
kawat-kawat dapat menggelincir pada jarak yang pendek sebelum kawat-kawat tadi
18Ned H.Burns, T.Y.Lin. 1991.
menempatkan diri secara kokoh diantara pasak-pasak tadi. Besarnya penggelinciran
tergantung dari tipe pasak dan besarnya teganggan pada kawat23.
Besar kehilangan tegangan akibat pengangkuran dihitung dengan menggunakan
rumus :
∆ = ∆ . ………..………….…….…...….. (3.27)
Dimana :
Δ fps : penggelinciran angkur (mm)
L : panjang kabel (mm)
A : luas penampang melintang kabel (mm2)
Es : Modulus elastisitas baja (N/mm2)
d. Kehilangan Akibat Kekangan Kolom
Pada konstruksi beton prestress dengan desain cor monolit perlu diperhitungkan
kehilangan prategang akibat kekangan kolom. Beban yang bekerja berupa beban
sendiri balok karena saat jacking, beton diasumsikan sebagai bahan elastis yang
belum menerima beban mati tambahan dan beban hidup. Besarnya gaya prategang
yang hilang dapat dihitung dari gaya yang diberikan dikurangi dengan gaya aksial
balok28.
23
Raju, Krishna N. 1993. “Beton Prategang Edisi Kedua”. Jakarta. 28
II. Kehilangan Prategang Tidak Langsung
a. Kehilangan Prategang Akibat Relaksasi Baja
Percobaan-percobaan pada baja prtegang dengan perpanjangan yang konstan dan
dijaga tetap pada suatu selang waktu memperlihatkan bahwa gaya prategang akan
berkurang secara perlahan-lahan. Besarnya pengurangan tergantung pada lamanya
waktu dan perbandingan fpi/fpy. Kehilangan prategang ini disebut relaksasi. Dan jika
nilai fpi/fpy > 0,55 maka relaksasi baja diperhitungkan dan jika fpi/fpy < 0,55 maka
relaksasi baja tidak perlu diperhitungkan18.
b. Kehilangan Prategang Akibat Susut
Besarnya susut pada beton dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut meliputi proporsi campuran, tipe agregat, tipe semen, waktu perawatan,
waktu antara akhir perawatan eksternal dan pemberian prategang, ukuran komponen
struktur dan kondisi lingkungan. Ukuran dan bentuk komponen struktur juga
mempengaruhi susut kira-kira 80% dari susut yang terjadi pada tahun pertama.
Untuk komponen struktur pasca tarik, kehilangan prategang akibat susut agak
lebih kecil karena sebagian susut telah terjadi sebelum pemberian pasca tarik. Jika
kelembaban relative diambil nilai persen dan efek rasio V/S ditinjau, rumus umum
Prestressed Concrete Institute untuk menghitung kehilangan prategang akibat susut
sebagai berikut18 :
∆ = 8,2 10 . . . (1− 0,06. )(100− ) ……...… (3.28)
18
c. Kehilangan Prategang Akibat Rangkak
Rangkak dianggap terjadi dengan beban mati permanen yang ditambahkan pada
komponen struktur setelah beton diberi gaya prategang. Kehilangan gaya prategang
akibat rangkak untuk komponen struktur dengan tendon terekat dihitung dari
persamaan berikut (untuk beton dengan berat normal)18 :
∆ = . . ( − ) ……….…….…...… (3.29)
Dimana :
Kcr : 2,0 untuk komponen struktur pratarik
Kcr : 1,6 untuk komponen struktur pasca tarik
fcds : tegangan beton pada garis berat tendon akibat seluruh beban mati
yang bekerja pada komponen struktur setelah diberi gaya prategang.
Es : modulus elastisitas tendon prategang
Ec : modulus elastisitas beton berumur 28 hari, yang bersesuaian dengan fc’
Untuk tendon yang tidak terekat, tegangan tekan rata-rata digunakan untuk
mengevaluasi kehilangan tegangan akibat perpendekan elastic dan rangkak beton.
Kehilangan tegangan pada beton yang tidak terekat dihubungkan dengan regangan
komponen struktur rata-rata dan bukan dengan regangan pada titik momen
maksimum, sehingga