• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDANGAN MASYARAKAT ACEH DI KOTA MEDAN DALAM PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM DI PROVINSI ACEH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PANDANGAN MASYARAKAT ACEH DI KOTA MEDAN DALAM PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM DI PROVINSI ACEH."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PANDANGAN ORANG ACEH DI KOTA MEDAN TERHADAP

BERLAKUNYA SYARIAT ISLAM DI ACEH

TESIS

Diajukan untuk memenuhi persyaratan, dalam memperoleh gelar Magister Sains (M.Si)

Program Studi Antropologi Sosial

OLEH :

YUSDA NOVIANTI

NIM : 8126152018

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)

PANDANGAN ORANG ACEH DI KOTA MEDAN TERHADAP

BERLAKUNYA SYARIAT ISLAM DI ACEH

TESIS

Diajukan untuk memenuhi persyaratan, dalam memperoleh gelar Magister Sains (M.Si)

Program Studi Antropologi Sosial

OLEH :

YUSDA NOVIANTI

NIM : 8126152018

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan ridho-Nya tesis ini dapat disusun dan diselesaikan dengan baik, untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) dalam bidang Antropologi Sosial Pascasarjana Universitas Negeri Medan sesuai rentan waktu yang telah ditentukan.

Selama menempuh pendidikan dan penulisan serta penyelesaian tesis ini penulis banyak mengalami kesulitan, akan tetapi berkat ketabahan serta bantuan dan bimbingan yang diberikan selama penyusunan hingga penyelesaian akhir, untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.Phil Ichwan, M.Si dan Prof. Dr. Usman Pelly, MA. Masing-masing sebagai pembimbing I dan II yang banyak membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini. Semoga Allah menjadikan segala usaha mereka sebagai amal sholeh yang bermanfaat, amin.

(6)

Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya, yang telah membantu dan memberi dorongan serta saran-saran dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih juga kepada seluruh akademik Program Pascasarjana, Program Studi Antropologi Sosial, Universitas Negeri Medan, akan selalu di ingat jasa baiknya yang diberikan selama ini.

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Dengar Pendapat Pro dan Kontra Pemberlakuan Syariat Islam di Aceh diKecamatan Medan Petisah,

Kota Medan……… 62

Gambar 2: Dengar Pendapat Pro dan Kontra Pemberlakuan Syariat Islam di Aceh di Kecamatan Medan Petisah,

Kota Medan……… 63

Gambar 3: Dengar Pendapat Pro dan Kontra Pemberlakuan Syariat Islam di Aceh di Kecamatan Medan Tembung,

Kota Medan……… 64

Gambar 4. Bentuk Sosialisasi Qanun No. 14/2003 tentang

Khalwat(Perbuatan Mesum) ………. 83

Gambar 5. Hukum Cambuk Yang Diberlakukan Bagi Mereka

Yang Melanggar Qanun……….. 84

Gambar 6. Penegakan Qanun No. 11/2001 Tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah,

dan Syiar Islam di Aceh……….. 85

Gambar 7. Susana Halal Bihalal Masyarakat Aceh

(8)

Gambar 8. Suasana Halal Bihalal Etnis Aceh

di Aceh Sepakat Medan……… 89

Gambar 9. Suasana Halal Bihalal Masyarakat Aceh

di Kota Medan……….. 90

Gambar 10. Pembatasan Tempat Duduk Pria dan Wanita

dalam Halal Bihalal Masyarakat Aceh di Kota Medan……… 91

Gambar 11. Makna Halal Bihalal Bagi Masyarakat Aceh

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Wujud Syariat Islam di Aceh memiliki alasan kuat, karena secara historis sejak dulu masyarakat Aceh telah menerapkan Syariat Islam secara menyeluruh

(kaffah) dalam kehidupan bermasyarakat. Sejak masa kesultanan, Syariat Islam

telah diterapkan dalam masyarakat dan mencapai puncaknya pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Ini bisa dilihat dari adat dan budaya Aceh yang tidak bisa dipisahkan dengan Syariat, seperti bunyi nasehat tentang: hukom ngon adat

lage zat ngon sifeut (agama dan adat bagaikan zat dan sifat).

Syariat Islam memang merupakan tuntutan masyarakat, sebab penduduk Aceh mayoritas Muslim dan Aceh itu sendiri seratus persen muslim. Penegasan fakta ini dikemukakan oleh seorang Antropolog Belanda Boland., (Rusjdi,2003:48) setelah membuat penelitian di Aceh mengatakan: being an

Acehnese is equivalent to being a Muslim (artinya: menjadi orang Aceh indentik

dengan menjadi Muslim). Menjadi Muslim identik dengan menjadi ulama, orientasi pemikiran lebih banyak terpusat pada masalah-masalah yang berkaitan dengan kebahagiaan akhirat. Sedikit sekali perhatian, kalaulah ada, diberikan terhadap hal-hal yang berkenaan dengan kemajuan duniawi (Alfian,1977:206).

(10)

satu generasi ke generasi berikutnya di kalangan masyarakat Aceh merupakan kearifan lokal (local wisdom) harus senantiasa dilestarikan, mengingat korelasi antara adat istiadat itu sendiri dengan Syariat Islam sangat erat kaitannya.

Jadi, pandangan masyarakat muslim Aceh sungguh-sungguh mereka setuju memberlakukan Syariat Islam (Majid,2007:110), tidak membawa dampak pada masyarakat nonmuslim sebagaimana yang telah diformulasikan oleh Pemerintahan Indonesia. Jika dilihat dari sudut pandang masyarakat, pemberlakukan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam akan terwujud

dengan secara stabil: “tetapi kalau penerapan secara menyeluruh (kaffah),

memerlukan waktu yang lebih efisien dan dinamis dalam rentang waktu yang

relatif lama untuk mencapai kedetilan Syariat Islam” (Ibid,2007:22-23)s. Secara teologis dapat dilihat kaitannya dalam bentuk pendekatan transformatif yaitu: perubahan kehidupan masyarakat muslim Aceh secara mendadak atas berbagai interaktif yang akan mereka hadapi, baik perubahan yang mengacu kepada kesempurnaan (transcendental), maupun yang sifatnya negatif atau bahagian-bahagian (parsial). Individu produk transenden, masyarakat yang menerima perubahan dari akibat tranformasi tersebut (Titaley,2001:8-9), menumbuhkan keinginan-keinginan dan melahirkan pandangan-pandangan tertentu.

Masih ada masyarakat Aceh yang menaruh rasa takut bila hukum Syariat dilaksanakan, ada pemilahan bukan penolakan terhadap Syariat Islam (parsial), karena sering didengar bahwa di negara yang melaksanakan Hukum Islam akan memotong tangan bagi pencuri, dan seorang pembunuh akan di hukum bunuh

(11)

tidak perlu takut karena yang akan dipotong tangan adalah: si pencuri bukan anda yang tidak mencuri, sedangkan hukum yang demikian akan membawa dampak yang sangat positif bagi masyarakat bila ia ditegakkan dengan benar (Salam,2007:22-23). Dalam konsep psikologi Combs dan Snygg menyebutkan hubungan dengan itu dapat dikategorikan ke dalam interaksi sosial yakni perilaku individu dapat mempengaruhi bagaimana perilaku orang lain terhadap diri individu tersebut (Combs dan Snygg,1959:112-115). Hal itu menurut Rousseau menyatakan adanya proses kearah kesepakatan sosial (sosial compact)., (Rousseau,1986:14-16) yaitu melibatkan diri sendiri dalam sebuah kesatuan yang secara langsung dapat bertindak bersama-sama disebut persatuan kekuatan orang banyak. Kemudian Freud (Durkheim,1898:274-302) menyatakan yang dipikirkan oleh individu dari otak sadar tingkat keempat ditransformasikan ke arah yang akan dipahami oleh seseorang yakni ikatan subyek dengan obyek. Artinya, kolektivitas masyarakat, sebagai individu-individu dapat dibangun dalam hubungan positif saling mempengaruhi dalam perilaku, membentuk kesepakatan sosial, diarahkan pada ikatan secara sadar dan dipahami sebagai ikatan subjek dan objek dalam realita sosial.

(12)

warisan masa lalu yang bermanfaat dan berusaha menciptakan yang baru yang lebih sesuai dan lebih bermanfaat.

Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh merupakan formulasi keyakinan masyarakat Aceh, fundamental sistem tata kehidupan yang mencakup seluruh aspek dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Keyakinan yang menunjukkan pemahaman tentang totalitas beragama dalam Syariat Islam menjadikan individu dan masyarakat Aceh dapat terkontrol secara optimal. Wajib bagi setiap muslim memantapkan dan mengisi aqidah Islamiyah dalam jiwa dan perilakunya, baik terhadap keluarga dan masyarakat.

(13)

Pemilihan identitas Syariat Islam berdasarkan pada sejarah dan keyakinan tentang kemampuan Syariat Islam mengangkat derajat, harkat dan martabat rakyat Aceh secara keseluruhan dengan tidak meninggalkan identitas budaya. Identitas budaya, meliputi sistem kepercayaan yang berlandaskan Syariat Islam, ciri umum yang melekat pada masyarakat Aceh dengan perwujudan Hukum Islam. Tujuan pelaksanaan Syariat Islam melalui perwujudan aqidah, akhlaq, dan Hukum Islam, dalam mencapai terwujudnya keadilan di tengah masyarakat, yang secara lebih sederhana memberikan hak kepada mereka yang memang berhak, serta tidak memberikan hak atau mengambilnya kembali dari mereka yang tidak berhak. Karena itu, kegiatan pelaksanaan Syariat Islam ini akan melibatkan semua pihak dan semua orang yang ada di Aceh. Pemerintah sebagai perencana, penggerak, serta pemberi fasilitas utamanya, sedangkan masyarakat diharapkan akan memberi partisipasi penuh, sehingga hasil akhir dapat dicapai sesuai dengan rencana dan harapan masyarakat itu sendiri.

Hukum Islam itu menyangkut seluruh aspek kepentingan manusia, yang menurut hasil penelitian para ulama, dapat diklasifikasikan menjadi tiga aspek;

dharuriyyat (primer), hajiyyat (skunder), dan tahsiniyat (pelengkap). Aspek

dharuriyyat adalah aspek yang paling asasi dalam kehidupan manusia (Syah dan

(14)

pikir dan tata nilai yang ada pada masyarakat itu. Islam dapat diterima oleh setiap

manusia di muka bumi ini tanpa harus ada “konflik” dengan keadaan di mana ia

berada. Islam akan berhadapan dengan masyarakat pada masa apa pun, termasuk masyarakat modern (sebutan pada perubahan pola pikir dan tata nilai yang semakin kompleks dalam suatu masyarakat) (Djamil, Fathurrahman,2013:24). Semakin maju cara berpikir suatu masyarakat, akan semakin terbuka untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Identitas Syariat Islam yang melekat para masyarakat Aceh menjadi identitas budaya bagi setiap masyarakat Aceh yang berada di luar daerah. Di Kota Medan, masyarakat Aceh yang bermukim dan bergaul dengan masyarakat dari kebudayaan lain, seperti masyarakat Melayu, Batak, dan Jawa yang datang dan berdomosili di Kota Medan. Dihadapkan pada kemajemukan masyarakat Kota Medan ditandai dengan kenyataan adanya keragaman ras, suku bangsa, agama, adat istiadat, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan lain sebagainya.Kemajemukan itu di satu pihak dapat menjadi pola adaptasi budaya dari perbedaan kepercayaan dan keyakinan yang berlandaskan Syariat Islam, dan tidak adanya dominasi kepercayaan dalam kehidupan masyarakat di Kota Medan.

(15)

keinginan dan kepentingan mencapai kerukunan hidup, terutama bagi masyarakat Aceh yang berdomisili di Kota Medan yang memiliki identitas budaya Islami.

Sejalan dengan keserasian hidup masyarakat atau lazim disebut keserasian sosial, hubungan manusia dengan sesamanya adalah salah satu dari masalah kehidupan manusia. Kluckhohn berpendapat, ada 5 (lima) masalah pokok dalam kehidupan manusia:

1. Masalah mengenai hakekat dari hidup manusia 2. Masalah mengenai hakekat dari karya manusia

3. Masalah mengenai hakekat dan kedudukan manusia dalam ruang dan waktu 4. Masalah mengenai hakekat manusia dengan alam sekitarnya

5. Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya

(16)

Pandangan yang membentuk keberpihakan atau penolakan di dalam diri tidak dengan sendirinya terjadi, atau hanya karena kebetulan orang-orang atau anggota-anggota kelompok sosial itu bermukim dalam suatu wilayah yang sama. Ajaran Islam diturunkan secara fungsional bersifat almaslahah-almaslahah, berujung pada sebuah cita-cita untuk bagaimana ajaran Islam bermanfaat bagi membangun jalan kehidupan yang baik, benar, dan mulia dalam segala interaksi yang terjadi antar manusia dan alam lingkungannya. Oleh karena itu, teks Al-quran senantiasa mengarah maupun menginspirasikan dan memberikan jalan keluar bagi penyelesaian seluruh problema kehidupan umat manusia pada umumnya dan pemeluk agama Islam pada khususnya.

Sehingga umat Islam pantas, jika kemudian diangkat Allah menjadi

“saksi” bagi seluruh aneka peradaban lain yang hidup, tumbuh dan berkembang di

luar peradaban yang Islami. Perbedaan itu adalah sangat wajar, ketika setiap

“penafsiran memiliki berbagai bentuk pendapat yang otonomi dalam memikirkan

segala sesuatu, sesuai kaidah-kaidah logika, baik keragaman tafsir yang berbeda beda itu adalah kesediaan setiap pihak berkenan untuk terus menerus saling belajar, menghargai, menghormati dan memperoleh manfaat dari segala

perbedaan itu”(Majid, 2007:15).

(17)

Perbedaan pandangan merupakan dorongan yang terletak pada tingkat rohani, suatu kekuatan di dalam dari dalam yang mempunyai tujuan tertentu dan berlangsung di luar kesadaran manusia. Dorongan ini dibedakan menjadi dorongan nafsu dan dorongan rohani. Perbedaan pandangan yang didasarkan pada nafsu, menurut pendapat Nazaruddin (seorang pakar politik kelahiran Biruen), menunjukkan sepanjang sistem sentralistis atau otonomi basa-basi yang selama ini terus dipertahankan, maka pusat akan menemui banyak protes bahkan pemberontakan oleh daerah, yang membuat pusat tak nyenyak tidur (Salam,Anwar,Ibid,2007:27). Kajian akademik persoalan pro dan kontra pelaksanaan syariat Islam di Aceh, bersumber dari masa kejayaan masa lalu, waktu jayanya kerajaan Islam di Aceh (Majid,Anwar,Ibid,2007:65). Pada masa kejayaan pemerintahan Sultan Iskandar Muda, waktu itu, masyarakat muslim Aceh dalam kondisi aman, tentram dan damai. Artinya, dengan menjalankan agama secara baik masyarakat Aceh dapat terkontrol secara optimal. Pada kenyataannya, tidak ada pendapat yang masih meragukan pemberlakuan syariat Islam sebagai pengembalian sejarah kejayaan dan pembenahan struktur sosial dan

budaya masyarakat Aceh. “Kebijakan pemberlakuan syariat Islam dapat

mempengaruhi kestabilan kehidupan masyarakat, baik secara langsung atau tidak

langsung dalam sebuah realitas sosial”(Ibid,2007:68).

(18)

tampak membaur, hubungan-hubungan sosial mereka terasa terbangun dalam persahabatan, tidak mengelompok berdasarkan kesamaan etnis, tetapi lebih mengarah pada adanya kesamaan minat, cara pandang, tingkat sosial ekonomi dan kenyamanan pergaulan, terutama berdasarkan kesamaan kepercayaan dalam syariat Islam. Berangkat dari perhatian saya terhadapat fenomena tersebut, maka dalam penelitian ini saya meneliti dan mengungkapkan mengenai pandangan masyarakat Aceh di Kota Medan dalam pelaksanaan Syariat Islam di Provinsi Aceh.

1.2. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang pemikiran yang dipaparkan sebelumnya maka yang menjadi masalah pokok dalam penelitian ini “Bagaimana pandangan orang

Aceh di Kota Medan terhadap berlakunya Syariat Islam di Aceh”. Permasalahan

pokok ini saya rinci sebagai berikut:

1) Apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pro dan kontra terhadap

berlakunya Syari’at Islam di Aceh?

2) Apa sajakah faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan Syariat Islam secara menyeluruh di Provinsi Aceh dalam pandangan masyarakat Aceh yang bertempat tinggal di Kota Medan?

(19)

4) Bagaimana pandangan hidup orang Aceh di Kota Medan tentang berlakunya Syariat Islam di Aceh?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk:

1) Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pro dan kontra

terhadap berlakunya Syari’at Islam di Aceh.

2) Mendeskripsikan faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan Syariat Islam secara menyeluruh di Provinsi Aceh dalam pandangan masyarakat Aceh yang bertempat tinggal di Kota Medan.

3) Mengidentifikasi upaya organisasi Aceh Sepakat dalam membina pandangan masyarakat Aceh di Kota Medan dalam pelaksanaan Syariat Islam di Provinsi Aceh.

4) Untuk mengetahui pandangan hidup orang Aceh di Kota Medan tentang berlakunya Syariat Islam di Aceh.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang hendak dicapai adalah:

(20)

agama, dan faktor emosi dalam diri, faktor pendorong atau penghambat pelaksanaan Syariat Islam secara menyeluruh bagi masyarakat Aceh yang bertempat tinggal di Kota Medan, dan upaya organisasi Aceh Sepakat dalam membina pandangan masyarakat Aceh di Kota Medan dalam pelaksanaan Syariat Islam di Kota Medan.

(21)

BAB V Mesum), hendaknya disadari sebagai kenyataan dari sistem sosial di Aceh dan berlaku bagi masyarakat Aceh. Pandangan masyarakat Aceh di Kota Medan terhadap pemberlakuan Syariat Islam di Aceh menunjukkan:

1. Masih adanya perbedaan pandangan tentang efek jera pelanggaran-pelanggaran terhadap Qanun, perbedaan pandangan ini antara lain masih minimnya sosialisasi dalam pelaksanaan aturan Qanun yang diterima masyarakat Aceh di Kota Medan.

2. Dalam pelaksanaan Syariat Islam membutuhkan komitmen tinggi dari semua elemen masyarakat, terutama generasi muda Aceh. Tentang apa, dan bagaimana seharusnya mereka bersikap terhadap pelaksanaan Qanun.

3. Faktor pro dan kontra terhadap berlakunya Syariat Islam di Aceh merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh perasaan masyarakat Aceh yang merasa pemerintah hanya

ingin mempermainkan Syari’at Islam bagi masyarakat Aceh, bukan dari keinginan yang

tulus menjadikan Syari’at Islam sebagai bagian hidup masyarakat. Hanya satu dua orang

saja yang agak merasa enggan menerima, karena dipengaruhi aliran sekularisme barat dan berpahaman nasionalisme serta bagi generasi muda yang tidak menerima sama sekali

tentang Syari’at Islam, mereka mengira pemberlakuan Syari’at Islam akan mengekang

(22)

4.

Faktor hambatan dan kesulitan yang dihadapi masyarakat Aceh dalam pelaksanaan Syariat Islam secara menyeluruh (kaffah), setidaknya dicirikan dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Hukum adat yang menyatu dengan Syariat Islam terhapus dari tengah masyarakat;

2. Belum ada daerah atau masyarakat di Aceh yang berhasil melaksanakan Syariat Islam;

3. Kekeliruan pemahaman Syariat Islam dikalangan pemimpin di Aceh; 4. Perbedaan pemahaman dikalangan cendikawan dan ulama Aceh tentang

makna dan cakupan Syariat Islam yang dilaksanakan di Aceh;

5. Kurangnya SDM berkualitas dalam pelaksanaan Syariat Islam baik sebagai pemikir dan juga penggerak pelaksanaan Syariat Islam di Aceh. 5. Peran Organisasi Aceh Sepakat sebagai alat himpunan pemersatu etnis Aceh Kota Medan

menunjukkan fungsi-fungsi sosial kemasyarakatan, melalui beragam kegiatan syiar Islam yang dikemas dalam berbagai acara, seperti halal bihalal salah satunya. Upaya memperkuat pemahaman dan kesadaran etnis Aceh semakin baik dengan keaktifan organisasi Aceh Sepakat di Kota Medan.

1.2. Saran-saran

Sesuai dengan kesimpulan yang telah diambil, maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk maksimalisasi pelaksanaan Qanun di Aceh. Disarankan hal-hal sebagai berikut:

(23)

2. Perlu menanamkan kesadaran kolektif diantara etnis Aceh di Kota Medan terutama bagi generasi muda Aceh secara rasional tentang kebutuhan pelaksanaan Qanun. Upaya penanaman kesadaran kolektif ini dilaksanakan melalui proses pendidikan, penanaman nilai syariat dan contoh nyata dari perilaku orang tua mereka masing-masing.

3. Perlu ketegasan institusional dari organisasi Aceh Sepakat dalam mensukseskan pelaksanaan Qanun. Ketegasan yang dimaksud ini adalah proses sosialisasi, persuasif, dan sanksipelaku pelanggaran Qanun yang secara internal dapat dilaksanakan bagi masyarakat Aceh Kota Medan.

(24)

Daftar Pustaka

Abubakar, Al Yasa’. 2004. Syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam:

Paradigma, Kebijakan dan Kegiatan. Banda Aceh: Dinas Syariat Islam

Provinsi Naggroe Aceh Darussalam.

Alma, Buchari. 2003. Dasar-Dasar Etika Bisnis Islami. Bandung: Alfabeta. As-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi.2000. Memahami Syari’at Islam.

Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Atkinson, Rita L., Atkinson, Richard C., Hilgard, Ernest R. Alih Bahasa: Taufiq Nurjannah. Barhana, Rukmini. 2011. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Az-Zuhaili, Wahbah. 200. Fiqih Islam Wa Adilatuhu. Damaskus: Darul Fikir. Baal, J. Van. Penerjemah J. Piry. 1987. Sejarah dan Pertumbuhan Teori

Antropologi Budaya (hingga Dekade 1970-an). Jakarta: Gramedia.

Barth, Frederik. Penerjemah Soesilo, Nining I. 1988. Kelompok Etnik dan

Batasannya. Jakarta: IU Press.

Claessen, HJM. Penerjemah RG Soekadijo. 1987. Antropologi Politik: Suatu

Orientasi. Jakarta: Erlangga.

Djamil, Faturrahman. 2013. Hukum Ekonomi Islam: Sejarah, Teori dan Konsep. Jakarta: Sinar Grafika.

Giddens, Anthony. Diterjemahkan oleh: Maufur dan Daryanto. 2010. Teori

Strukturisasi: Dasar-dasar Pembentukan Struktur Sosial Masyarakat.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hidayat, Komaruddin. 1996. Mamahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian

Hermeneutik. Jakarta: Paramadina.

Kaplan, David. Penerjemah Simatupang, Landung. 2002. Teori Budaya. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Koentjaraningrat. 1987. Sejarah dan Teori Antropologi. Jakarta: UI Press.

Majid, Abdul. 2007. Syari’at Islam dalam Realitas Sosial: Jawaban Islam

Terhadap Masyarakat di Wilayah Syari’at. Banda Aceh: Ar- Raniry Press.

(25)

Ritzer, George., Goodman, Douglas J. Alih Bahasa: Alimandan. 2004. Teori

Sosial Modern. Jakarta: Kencana.

Salam, Anwar Fuadi A. 2003. Dapatkah Syariat Islam Diberlakukan di Aceh?. Banda Aceh: Amal Sejahtera.

Soekanto, Soerjono. 2001. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Press.

Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudarma, Momon. 2014. Antropologi Untuk Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji

Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung: Alfabeta.

Wirawan, I.B. 2012. Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: Fakta Sosial,

Definisi Sosial & Perilaku Sosial. Jakarta: Kencana.

Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Tentang Pelimpahan

Kewenangan Dari Peradilan Umum Kepada Mahkamah Syar’iyah Di

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor: KMA/070/SK/X/2004. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 tentang

Peradilan Syari’at Islam.

Qanun No. 11 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Bidang Aqidah,

Ibadah dan Syari’at Islam.

Qanun No. 12 Tahun 2003 tentang Minuman Khamar dan sejenisnya. Qanun No. 13 Tahun 2003 Tentang Maysir (Perjudian) dan Sejenisnya. Qanun No. 14 Tahun 2003 tentang Khalwat Perbuatan Mesum.

Gambar

Gambar 1: Dengar Pendapat Pro dan Kontra Pemberlakuan
Gambar 8. Suasana Halal Bihalal Etnis Aceh

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan temubual awal secara semi struktur yang dijalankan kepada En Azri Bin Azman yang telah mengajar selama tujuh tahun di dalam subjek Tool and Die

Peran pemda dalam penataan aspek sarana dan prasarana usaha PKL kuliner, antara lain; menyediakan lahan sebagai lokasi usaha yang dapat digunakan oleh PKL kuliner

Ia pun berencana mengubah kultur industri padi yang selama ini ditangani penggilingan- penggilingan skala kecil menjadi industri padi terpadu dalam sebuah pabrik besar, yang

RENCANA AKSI KASUBAG UMUM, KEPEGAWAIAN, KEUANGAN DAN ASET. Sasaran Strategis Indikator Kinerja

Komunikasi adalah proses pengiriman informasi dari karyawan ke karyawan lain, dan akan efektif bila informasi yang diberikan dimengerti dan terdapat respon atau

Sedangkan hasil wawancara dengan salah satu karyawan Bank Syariah Bukopin Kantor Cabang Sidoarjo\, bahwa punishment tidak berpengaruh karena hukuman yang diberikan

Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang dapat diidentifikasi pada penelitian ini ialah tepung daun kelor ( Moringa oleifera ) diketahui mengandung zat

Dalam kutipan di atas dapat kita lihat wujud mitos pada kalimat ‘Di kerajaan ini tidak ada \DQJ PDPSX PHPEXND UDKDVLD PDQWUD SHQ\LEDN KDOLPXQ WHUNHFXDOL GLD RUDQJ \DQJ