• Tidak ada hasil yang ditemukan

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

         

Hak cipta dan penggunaan kembali:

Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.

Copyright and reuse:

This license lets you remix, tweak, and build upon work

non-commercially, as long as you credit the origin creator

and license it on your new creations under the identical

terms.

(2)

Lampiran Panduan Wawancara (Interview Guidelines)

1) Latar belakang tentang brand equity Tabloid Bola selama terbit 29 tahun sebagai tabloid dari pandangan manajemen.

2) Latar belakang keputusan Tabloid Bola yang pada akhirnya melakukan brand extension ke kategori produk baru berupa harian olah raga.

3) Sasaran dan strategi pemasaran dari Tabloid Bola secara menyeluruh terkait keputusan ekstensifikasi merek, apa yang menjadi tujuan akhir dari keputusan tersebut.

4) Bagaimana situasi S-W-O-T dan S-T-P terkait produk baru serta analisa situasi internal maupun eksternal sehingga perusahaan berani melakukan ekstensifikasi merek.

5) Strategi IMC yang ditetapkan oleh divisi Marketing Communications Sport and Health Media terkait proses ekstensifikasi merek Harian Bola.

6) Situasi yang berkembang terkait program-program IMC yang dirancang.

7) Hasil evaluasi dari program-program IMC yang telah direncanakan tersebut dalam kurun waktu 6 bulan pertama.

8) Seputar pengaruh kekuatan ekuitas Tabloid Bola dalam memperkuat produk baru.

9) Seputar nilai dari ekuitas Tabloid Bola setelah proses brand extension berlangsung dalam enam bulan pertama.

(3)

Transkrip Wawancara 1

Tanggal : 29 November 2013

Waktu : 16.40 WIB

Lokasi : Kantin Kompas Gramedia, Palmerah Barat.

Narasumber : Bimo Prasojo, Product Executive Sport and Health Media

Suvi Mas, kenapa namanya Bola sih? Cikal bakal namanya?

Mas Bimo Kenapa Bola? karena hampir seluruh olahraga menggunakan kata bola, jadi mewakili keseluruhannya. Tapi juga 75% pembahasan kita fokus pada sepak bola nasional dan internasional.

Suvi Lalu kenapa Bola sekarang nerbitin Harian? Ada ceruk pasar yah, mas?

Mas Bimo Tujuannya untuk menambah revenue, gak ada ceruk pasarnya. Jadi, revenue tiga kali itu kemarin tidak bisa memperluas omset. Revenue tiga kali dengan enam kali kan berbeda yah, makanya kita sasar produk harian. Dengan terbit tiga kali seminggu dianggap tidak cukup untuk memenuhi target perusahaan, makanya kita putuskan terbit 6 kali seminggu plus mingguan seminggu sekali.

Suvi Nah, berarti kan musti tertatih-tatih lagi dong dari awal untuk jaringan atau sebaran produk baru?

Mas Bimo Ya, di sini kita berusaha membuka jalur-jalur yang potensial dulu baru kemudian jalur yang kira-kira bisa digarap lebih lanjut.

Suvi Tapi sekarang kan berita sudah digital tuh mas, kenapa berani keluarin cetak, mas? Pertimbangannya? Terus, apakah berarti dari internal gak jadi masalah dengan kondisi cetak yang menurun akibat era digital?

Mas Bimo Basis kita masih di cetak, sehingga mau gak mau cetak dikedepankan, baru nanti ujungnya akan bergerak ke digital. saya pikir gak ada yang menurun yah karena cetak sekarang orang masih ada kesempatan untuk bangkit seperti kayak kompas dengan edisi 100 halaman mereka itu justru bisa menaikkan omset.

Suvi Tren bisnis media cetak berarti menurut mas Bimo, belum menurun?

(4)

Mas Bimo Menurut saya sih cetak belum mati yah, asal kita lebih kreatif mengulas berita dan menjual secara kreatif, pasti masih ada cela. Ada survei di bulan mei itu,BOLA terbit seminggu tiga kali. Di lapak meja itu sudah menguasai 86,7%, pangsa pasar media olah raga dikuasai tabloid Bola segitunya. Menurut saya dengan terbitin harian Bola, bisa lebih naik lagi sih.

Suvi Berarti dari survei itu, merasa yakin punya potensi untuk masuk bersaing untuk kuasain pangsa lewat harian kan yah? Terus mas, sebenarnya level produk Bola di industri media massa khusus olah raga sudah sampai mana sih?

Mas Bimo Levelnya kalau untuk tabloid kan sudah paling atas yah, dari oplah dan penyebaran itu paling atas. Nah untuk harian ini kita masih follower yah, follower Topskor yang sudah 10 tahun di harian olah raga, belum mati juga bisnisnya,berarti masih ada pasarnya.

Suvi Tujuan Markom sekarang lebih dititkberatkan di subscriber, iklan, atau readership? SES- nya gimana, mas?

Mas Bimo Kita lebih ke arah memperluas spreading dulu. target kita ses B dan C, usia 13 sampai dewasa, komunitas pecinta klub-klub sepak bola Eropa.

Suvi Positioning brand Bola di industri media cetak? Arah kita mau kemana, mas?

Apakah sebagai expertist di cetak atau mengarah ke digital, atau gimana, mas?

Mas Bimo Untuk brand Bola sendiri kita sudah 29 tahun, tapi memang untuk Harian kita baru yah. Harian Bola sendiri diarahkan untuk jadi bacaan wajib,jadi setiap orang yang membaca harian Bola tidak akan mendapat info dari digital atau media- media harian umum.

Suvi Sesuatu yang gak didapat dari yang lain itu contohnya gimana, mas?

Mas Bimo Yah, mereka mendapatkan analisis dari penulis yang sudah berpengalaman dengan data-data yang benar dan diolah dengan analisis yang akurat, jadi kita mau mengarahkan ini sebagai panduan lah.

Suvi Menjual gak sih mas dengan poin Bola sebagai panduan? Bedanya kita dengan media olah raga seperti Top Skor dan Super Ball, kita bedanya dimana, mas?

Mas Bimo Kalau dibilang membutuhkan sih mereka bisa dapat di digital, tapi untuk event- event seperti piala Eropa, sebenarnya panduan ini sangat potensial. Kalau dibaca, kayak TopSkor itu kan mereka lebih banyak saduran ke bahasa Indonesia. Kalau Harian Bola, k ita tidak menyadur, kita memberi informasi dan analisis tersendiri dari pertandingan.

(5)

Suvi Strategi IMC yang digunakan untuk mengarahkan publik untuk punya preferensi ke BOLA?

Mas Bimo Kalau kata orang yah tak kenal maka tak sayang. Harian bola kan baru dari Juni, sehingga kita terus membuat nomor perkenalan dulu,supaya orang tahu kalau harian bola seperti ini. Terus juga komunikasikan lewat social media kita, sebagai media yang menganalisis spesifik ke sport. Kita terus memperkenalkan dulu harian bola, misalnya ke komunitas-komunitas, supaya teman-teman itu mengerti bahwa dengan membaca harian bola mereka dapat nilai ilmu yang lebih dalam bersosialisasi dengan sesama komunitas sepak bola.

Suvi Apakah ada membawa-bawa kebesaran grup KG?

Mas Bimo Di bawah KG grup kita mengambil sisi kredibilitas ya, bahwa berita kita tidak asal-asalan, EYD, sumber informasi terpercaya. Untuk Bola sendiri memang dibangun sebagai media olah raga terbaik dan terpercaya, kita arahkan ke sana.

Suvi So far tanggapan publik gimana mas dengan kehadiran harian Bola?

Mas Bimo Kalau dari saya, harian bola itu penjualan tambah lama tambah naik ,berarti kan ada tanggapan dari masyarakat meningkat kan. Di samping itu juga, masih banyak di luar sana yang kita perlu perkenalkan lagi ke luar bahwa tulisan kita berbeda dari media yang lain.

Suvi Mas, ini kan produk ekstensifikasi. Nah, harga mingguan jadi menurun gak sih mas?

Mas Bimo Kalau dari omset jelas menurun,dari seminggu tiga kali jadi seminggu sekali.

Kalau dari penjualannya, boleh dibilang normal lah yah. Karena ada produk baru yang terbit setiap hari, jadi memang mingguannya terkena dampak tapi gak banyak lah.

Suvi Oke, mas. Kalau ngomongin harian cetak, masih laku gak sih di tengah digital.

Orang masih tertarik banget buat beli koran cetak harian, di samping target justru anak muda yang sudah gadget mania dan tidak loyal keluarin uang?

Mas Bimo Kalau dari sasaran kita kan B-C, umur dari SMP ke atas sampai umur matang 45 tahun, saya pikir range luas. Kalau masalah uang 2500 rupiah saya rasa gak terdampak, beli kopi aja 3000, bisa lah beli harian setiap hari. Saya masih optimis kita bisa lebih besar dari yang sekarang. Terbukti dari pesaing kita yaitu Top Skor, mereka masih bisa hidup dengan harga 3500. Per januari kita naik harga 3000 dengan format koran lebih tebal dan mantap, masih di bawah Top

(6)

Skor, jadi optimis.

Suvi Terus mas, niat kita kan sebarannya nasional, strategi IMC diterapkan sama gak di setiap kota dan daerah?

Mas Bimo Kalau event nonton bareng tergantung kedekatan dengan komunitas. Mereka kalau ada yang punya cabang-cabang di daerah-daerah kayak di Manado,Makasar, Palembang, Medan atau di Jawa sendiri sih masih sama.

Suvi Sebarannya apakah hanya di beberapa titik atau sudah keseluruhan nasional?

Mas Bimo Saat ini masih kita titik-beratkan di kota-kota yang punya basis kita untuk cetak kayak di Medan, Palembang, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Semarang (Bawen), Jogja, Solo, Malang, Surabaya pokoknya di pulau Jawa dan Sumatera lah yah. Nanti kalau ada permintaan di Manado, Makasar, itu bisa di kirim tapi tidak bercetak di sana. Fokus terberat kita masih di Sumatra dan Jawa.

Suvi Berarti kalau mau dibilang dari Juni, perencanaan markom yang sudah jalan dan direncanakan itu apa aja sih mas?

Mas Bimo Yang paling gampang kita sasar adalah komunitas pecinta sepak bola, kemudian anak sekolahan SMA atau perguruan tinggi, dan terakhir untuk pasar ke C kayak kompetisi liga pabrik. Kita juga perluasan main di lapak dan kita juga akan garap pelanggan dengan cara bundling dengan harian kompas.

(7)

Transkrip Wawancara 2

Tanggal : 5 Desember 2013

Waktu : 09.20 WIB

Lokasi : Sport and Health Media, 4th Floor

Narasumber : Benhard Sitorus, Marketing Communication Manager

Suvi Bang Ben, wawancaranya boleh dimulai ya? Untuk mengawali, aku pingin tahu pandangan manajemen perusahaan tentang ekuitas merek Bola.

Bang Ben Dari pandangan manajemen melihat ekuitas merek BOLA karena ekspertis kita maka kita melengkapi unit ini dengan produk-produk yang lain. seperti hal nya Kompas, awalnya hanya harian. Tapi karena dia sudah market leader dan sudah dianggap media nomor satu, maka dia mengembangka n produk-produk yang lain. buat kami, BOLA sebagai media olah raga itu sama seperti Kompas. Ketika kita sudah begitu kuatnya, kita mengembangkan sayap kita di dalam pengembangan produk lainnya.

Suvi Dari sudut pandang teori, dalam mengembangkan ekuitas merek ada aspek- aspek seperti brand loyalty, brand awareness, perceived quality, asosiasi.

Menurut Bang Ben, apakah BOLA sudah punya kesemua aspek ini ,misalnya untuk brand loyalty, apakah memang sudah ada pembaca loyal yang tinggi?

Bang Ben Pertama soal readership, sebaran, itu membuktikan bahwa BOLA punya marketnya. Begitu mengatakan market leader berarti di situ kita pemain nomor satu di jenis media ini. Di situ sudah menjawab bahwa awareness sudah tinggi, lingkup area berarti availability sudah tinggi. Kalau mengatakan merek BOLA, kita market leader, ada datanya.

Suvi Kalau Bang Ben mengatakan bahwa kita sudah market leader di print media khusus olah raga, berarti kan merek BOLA itu sudah sangat bagus. Nah, dikaitkan dengan ekstensifikasi merek Harian BOLA, seperti apa strategi komunikasi pemasarannya di tengah tantangan perkembangan era digital?

(8)

Karena pastinya berbeda dengan produk yang benar-benar baru dengan merek yang belum dikenal.

Bang Ben Gini,Suv, ini kan sudah bukan era web 2.0 lagi. Tren ora ng mendapatkan berita sudah bergeser. Jadi kalau membicarakan mengapa BOLA tetap menerbitkan Harian di tengah era digital. Pertimbangan kita :

Pertama, expertist BOLA di print. Sebaran area dan coverage masih ada di print.

Readership masih kuat di print. Jadi dengan kekuatan pemetaan tadi, ditambah ada kebutuhan pembaca juga, maka kita berani lah menerbitkan Harian. Tapi kalau ngomong berarti karena sudah market leader maka aktivasi promonya sudah gampang dong? Bentar dulu, karena sudah bergeser nih ke era digital.

Yang kita mau hadapin kan bukan hanya mengedukasi orang untuk membaca dari tiga kali seminggu (tabloid) jadi setiap hari (harian), tapi menggerakkan orang untuk mau membeli di tengah murahnya pemberitaan online.

Ini lagi- lagi positioning. Habit orang, Indonesia itu nomor tiga pengguna gadget terbesar. Tapi, kita tetap optimis dengan sebaran yang kita punya, kita mampu menjawab permintaan pembaca untuk hadir setiap hari. Tapi memang itu tadi yang harus distabiloin kalau sekarang itu era- nya sudah orang lebih condong digital. Paket data sekarang kan murah- murah, tapi ada faktor lain, data-data yang kita punya bahwa kita masih dibutuhkan,tapi gak bisa kita buka sedetil itu.

Habit orang, hanya di kota-kota besar yang digital, sedangkan di kota-kota lain masih cenderung pembaca media tradisional. Coba deh, ikutin satu orang yang disurvei oleh Nielsen kalau dia bilang “gue masih lebih suka baca koran fisik”, belum tentu dia itu benar-benar beli dan baca setiap hari.

Pada kenyataannya, mengedukasi orang untuk beli itu susah, gimana membaca koran itu jadi bagian dari hidup. Orang-orang disurvei kuantitatif oleh Nielsen, mereka bisa asal ngomong, tapi belum tentu mewakili betul-betul statementnya tersebut.

Suvi Bang Ben, kalau bicara dari strategi IMC, kita akan bicara pertama soal marketing plan. Berarti, yang bisa saya tanyakan terlebih dahulu seperti apa sih marketing plan dari BOLA sampai mengeluarkan produk baru berupa Harian.

Bang Ben Pertama, kita survei jalur, kita pakai distribution channel kita, kita ada di nasional. Dari survei kita, semua berteriak “gak cukup nih kebutuhan kita tiga kali seminggu, bikin dong harian”

(9)

Terus juga, setelah feedback ini kita bikin FGD , pembaca mingguan, online, dan kompas. Hasilnya, intinya BOLA secepatnya terbitkan harian. Itu data yang cukup kuat buat kita. Ditambah, request client yang meminta kita terbitkan produk harian, karena client itu related dengan jadwal terbit, sering kali mereka kurang puas dengan promo di Hari H atau gue pengen tiap hari nih orang diedukasi tentang event gue baik di iklan atau advertorial. Nah, ini gak terpenuhi kemarin. Logika kita sederhana, media apa yang sekarang gak main dengan isu olah raga? Premier league dibeli sama Nex Media, 100% hak siar.

Atau, Viva Grup (antv dan tv1) beli paket piala dunia hanya hak siar saja 2 triliun dari FIFA.kenapa sih orang segitu tertariknya dengan olah raga? Itulah potensinya.

Kenapa misalnya warta kota, ketika sabtu-minggu malah preview pertandingan.

Atau kompas, kenapa ketika ada isu nasional nih kayak timnas juara U-19. Dari semua survei di atas plus logika pasarnya, itulah kenapa kita berani untuk keluarin produk baru berupa Harian.

Suvi Kalau dibilang nilai diferensiasi kita adalah expertist,apakah bisa membuat orang jadi pengen cari Harian BOLA?

Bang Ben Gini, kalau ujungnya beli memang itu niat kita. Tapi, gimana awalnya kita edukasi orang ketika anda beli produk kita, akurasi ada di kita, kebenaran ada di kita. Orang pada akhirnya memilih. Kenapa Kompas market leader tapi Pos Kota tetap hidup? Taste orang itu macam- macam, orang misalnya ngomongin Manchester United, ada orang yang pengen heboh “Wayne Rooney” ngerokok itu berita buat gue., tapi buat BOLA itu engga, itu tidak jadi headline. Orang menikmati olah raga itu dengan taste masing- masing. Makanya, kita gak bisa tuh semua stakeholder olah raga mulai dari atlet, pelatih, pembaca,fans, komunitas semua harus baca BOLA,gak bisa. Taste mereka macam- macam. Nah, kenapa kita ngomong expertist? Karena semua stakeholder olah raga itu bekerja sama dengan kita, ada trust di situ. Contohnya Bundesliga, hak siar dibeli Kompas TV,tapi mereka undang BOLA personally dengan layanan first class. Kenapa?

Buat Bundesliga, mereka sudah percaya bahwa BOLA lah yang memahami market di Indonesia, dengan range media yang kita miliki mulai dari timely bolanews, daily harian bola,weekly mingguan bola, monthly majalah bolavaganza, itu sudah cukup sebagai tools mereka untuk penetrasi pasar

(10)

Indonesia.

Begitu juga PSSI, kita dapat seribu tahun kerja sama dengan PSSI. Lagi- lagi,soal positioning,soal expertist tadi,kita butuh kedekatan dengan institusi.

Suvi Berarti kan ada tugas Markom untuk mengarahkan orang jadi mengerti dan punya taste yang baik soal olah raga kan,Bang Ben? Nah,strateginya seperti apa,Bang?

Bang Ben Promosi di era web 2.0 ini kan kita gak bisa lagi mendoktrin orang kan? Ada diskusi menarik dengan petinggi Dortmund ketika saya di Jerman. Poin mereka

“Don’t treat customer as a reguler customer”. Ketika kita kasih expertist kita, kita kasih experience, nonton bareng, pelatihan jurnalistik, semua itu kita sharing tentang experience dan expertist kita.

Sekarang kita jadikan fans ini adalah customer. Tapi mereka itu bisa loyal, bisa kritis, tapi suatu saat dia bisa pergi dari kita. Tapi kalau dibalik, custo mer itu sudah addict dengan service dan kualitas produk kita,lambat laun dia jadi fans dari merek kita.

Ini yang sedang akan kita bangun, bagaimana sih kita ini jadikan customer sebagai fans? Buat engagementnya, bagaimana kita bisa dekat dengan mereka.

Makanya, kita gak menempatkan mereka sebagai objek,tapi sebagai subjek. Apa sih yang lu mau? Kita dan mereka di satu posisi yang sama (ambisi yang sama,kebersamaan yang sama), kita menempatkan customer itu bukan sekedar beli,beli,beli, tapi kita tempatkan mereka sebagai teman. Kita sharing bukan kita menggurui. Tools kita bukan “ayo beli harian bola bonus poster”, itu marketing product. Tapi kita markom lain, kita mengomunikasikan. Yang kita jual adalah nilai expertist, experience, agar orang akhirnya ngerti kalau mau dapat yang mendalam, analisis. Yang kita mau jual itu diferensiasi kalau berita kita ini

“something” walaupun keputusan nantinya ada di customer.tujuan kita lebih long term, kita mau bangun kedekatan itu.

Kenapa fans gak kita tarik iklannya, “bayar lo, 27 juta, enggak gitu”. Kita cuma pengen, “guys, lo nonton lo baca” itu aja yang kita pengen. Per orang 2000 perak, that’s it. Lo mau charge nonton itu 20 ribu,ambil aja buat kas,bisa buat gathering nasional,dan lain- lain. Kita mengedukasi mereka, kenapa perlu kita publish si komunitas? Karena sudah banyak brand potensial yang memang target mereka adalah komunitas itu, misalnya kartu telepon selular. Kalau komunitas

(11)

muncul di media dan terlihat crowd- nya, kita kan sebenarnya mem-PR-kan komunitas ini. Kalau mereka terbaca kan juga bagus. Hal itu sudah terjadi loh sama United Indonesia, sudah ikat sponsor dengan M-88, United Army dengan bank Danamon. Mereka rutin dengan event ini dan mereka ter-blow-up.

Nilai full page kita 85 juta loh untuk pasang di iklan, tapi kita edukasi value ini ke komunitas, supaya mereka merasa tidak dimanfaatkan,supaya mereka merasa ketika nonton bola dengan charge koran @ 2 ribu membeli bola justru untuk mengakomodir mereka supaya mereka terlihat eksis. Spreading kita nasional, kalau komunitas mau kontinu, brand-brand besar akan melirik kalian (komunitas).

Jadi kita gak pernah jualan seperti bahasa marketing. Kita selalu ajak

“yuk,nonton bareng yuk”, nanti Bola akan promokan, BOLA akan liput. Selalu kita experience kita yang kita share.

Suvi Bang, kalau boleh dikasih tau nih taktik-taktik markom apa aja yang sudah dijalankan selama lima bulan pertama ini, jadi biar terinci gitu gambarannya.

Bang Ben Kita keluar duit di busway, commuter line, billboard, barter dengan televisi, radio. Untuk launching ini secara value sih kita keluar 30 M ada sih, tapi kalau angka pastinya gak bisa dikeluarin yah. Kalau dirinci satu-satu gitu?

Yah kalau dari iklan kita biasanya barter. Di koran kita barter dengan Kompas, Warta Kota, Bola sendiri. Juga di radio ada di Motion, Sonora, Sonora Bandung.

Di televisi kita ada tvc di TVRI dan Kompas TV, mereka banyak tayangin Serie- A dan Bundesliga. Dengan Kompas TV kita kerja sama dengan barter, mereka dapat space iklan di kita, kita dapat “looping”, iklan di layar lcd di belakang komentator mereka. Juga kita taro gimmic di meja komentator seperti mug Harian Bola. Kalau ambient media kita ada di busway dan KRL di beberapa rute.

Sales promotion kita berikan diskon misalnya paket bundling dengan Kompas dan hadiah berlangganan yang eksklusif seperti Shoe Bag Adidas original sampai dengan tas Nike dari hasil barter-an juga. Untuk publisitas kita gunakan online dengan mengedepankan konten di sosmed, memuat berita feature di media cetak misalnya soal event Sport Race 2013 kemarin, gimana komunitas fans club berbeda-beda bisa kumpul seru-seruan bareng artis-artis yang juga pecinta sepak bola dan sering jadi buzzer buat kita, buzzer sering kita kirimkan

(12)

produk kita, Harian, Mingguan, majalah. Kita juga punya banyak event seperti event Nonton Bola, di dalamnya kita edukasi mereka. Juga event seperti Junior Football League, Liga Pabrik. Kita jadi event organizer, tapi di dalamnya ada penjualan produk kita, jadi kita yang arrange acara mereka, kita dapat omset, juga dapat uang penjualan produk lagi. Kita juga lakukan sponsorship ke sekolah atau kampus yang mengajukan proposal, biasanya yang sesuai dengan ranah kita di olah raga.

Kalau personal selling yah kita perluas di “NP” atau nomor perkenalan untuk sampling produk baru, untuk merangsang orang tertarik membeli lagi. Atau ketika ada pertandingan-pertandingan olah raga, kita join di sana, sebar orang untuk jadi pengecer khusus. Nah, kalau dari sisi direct marketing sih, tele- marketing menggunakan database email dilakukan oleh pihak sirkulasi dalam hal ini Jasatama, mereka itu subscribtion department sirkulasi Kompas- Gramedia.

Suvi Oke, Bang Ben, ini last question. Bang, kita kan spreading nasional ,sekarang sedang bergerak. Nah, strategi IMC kita apakah sama atau ada karakteristik strategi tersendiri di daerah-daerah?

Bang Ben Sebenarnya kita punya rencana penetrasi ke daerah itu customize, tapi kita coba satu aktivasi dengan memilih beberapa titik yang punya “Halo Effect”, karena kita(markom) belum punya branch office di semua daerah. Yang kita ambil adalah kita menentukan titik-titik terbesar yang punya pengaruh, dalam hal ini misalnya kenapa kita bikin junior football League di Jakarta, Bandung,Semarang,Surabaya,Jogja. Karena ini merupakan titik pasar yang menentukan yang kita punya, ini titik yang berpengaruh,ketika bikin event di sini, “Halo Effect” nya menjangkau nasional.

Kenapa kita bikin liga pabrik? Karena produk harian ini kita mulai

“menurunkan” , tidak se-premium tabloid. Tangerang, Bekasi, Bandung, Semarang, Surabaya. Lagi- lagi, untuk pasar pabrik yang punya “halo Effect” itu di titik-titik ini. Kita berpromo bukan mass promo, tapi efficient and efective promo. Kalau sekedar gaung kan cost, kita markom tidak cost ce nter. Dengan aktivasi event ini justru kita berpromo dan dapat untung, gimana caranya penetrasi, ada penjualan bulk selling, tapi kita justru dapat omset di penetrasi ini.

Ada pembelian produk dari client dan produk itu adalah harian bola yang

(13)

dibagikan gratis. Jadi, untuk peserta mereka merasa dibagikan gratis, padahal ada uang yang dikeluarkan client, kita EO-nya. Ini tools promo kita, kita bukan cost center, di sisi lain ada kepentingan mengedukasi produk baru.

Yah ini adalah strategi markom masing- masing tergantung pasar yang kita sasar.

Setiap media massa pun punya strategi yang berbeda-beda.

(14)

Transkrip Wawancara 3

Tanggal : 7 Januari 2013

Waktu : 10.00 WIB

Lokasi : Sport and Health Media, 4th Floor

Narasumber : Benhard Sitorus, Marketing Communication Manager

Suvi Bang Ben, wawancara kali ini aku ingin melengkapi data dan mengonfirmasi sekali lagi perihal penelitian skripsi yang aku jalankan ini. Yang pertama, aku ingin konfirmasi legih rinci terkait tujuan perusahaan dan tujuan Markom ketika memutuskan melakukan brand extension ini, bang.

Bang Ben Kebutuhan pasar akan berita olah raga, sepak bola khususnya, tidak bisa diakomodir senin, kamis, sabtu dan tidak bisa diakomodir oleh online. Bahwa pasar atau end user masih membutuhkan gaya analisa dan penulisan Bola yang sifatnya harian. Itu peluang yang akhirnya men-drive Bola pada 7 Juni menerbitkan Harian. Isu ini sudah lahir dari tahun 1997, namun baru pada 2007 kami kaji kembali dan pada 2013 baru benar-benar kita luncurkan Harian. Pada intinya sih kita market driven, karena ada permintaan pasar. Kenapa tidak BE ke tv atau yang lain, karena permintaan pasar adalah ke harian. Kalau kita asal create new market, itu cost akan besar karena ada sisi edukasi di situ. M isalnya, technology augmented reality, misalnya manusia 3 dimensi di handphone, itu keren, tapi kan pasar belum butuh, nah dengan edukasi produk dulu kan biaya akan lebih besar dan tidak efektif. Nah, ketika pasar sudah ada untuk harian, barulah kita berani BE. Meskipun terkesan follower, tapi kita punya poin diferensiasi.

Tujuan Markom sendiri pastinya kita pengen mem-PR-kan baik itu ke publik atau ke market. Untuk awareness as a brand kita sudah dikenal, tapi as a produk, Harian masih butuh memberitahu inisialnya. Kenapa markom ini namanya tidak

(15)

promosi atau bukan PR saja, karena setiap aktivitas kita tidak selalu berhubungan dengan revenue, gak melulu mempromokan tetapi menggiring stakeholder untuk beli. Kita markom punya target page paid atau yang tersebar dan terbeli, target kita di akhir kuartal 80% tapi sekarang baru 40%. Kita juga bicara mengedukasi pasar tentang poin keunggulan kita, sehingga pada akhirnya kita mengharapkan pada pembelian produk ini agar pasar setelah tahu itu mereka coba baca.

Suvi Indikator evaluasi aktivitas markom- nya, bang?

Bang Ben Patokannya permintaan jalur, dari agen dan pengecer, apakah mereka minta nambah karena permintaan pasar. Kedua, survei Nielsen yang kita beli untuk lihat total readership. Pengiklan itu patokannya Nielsen. Kita lihat juga kerja sama barter iklan, sponsorship media partner, tapi ini tidak jadi tolok ukur kita.

Sebenarnya ada riset, namun karena adanya pergantian management, kita belum melakukan hal tersebut. Untuk event, KPI kita bukan jumlah aud ience, kalau kita kerja sama dengan komunitas, sudah pasti audiencenya besar. KPI kita seberapa banyak event nonton Bola di seluruh Indonesia yang partnership dengan Bola. Kita lihat growth setiap bulan. Awalnya, per pekan kita satu kali nonton Bola, jadi 4 kali dalam sebulan. Sekarang, sudah 7 atau 8 aktivitas nonton Bola per pekan. Setiap kali nonton Bola itu ada penjualan (copy sales), kuantitas nonton Bola itu yang kita hitung, tapi belum juga masuk ke indikator evaluasi saat ini.

Suvi Segmentasi Harian apakah berbeda dengan Mingguan?

Bang Ben Tentu, sifat produk sudah beda, harga lebih murah, tetapi bukan dalam artian beda 100%. Gini suv, dari frekuensi dari harga, sebenarnya pasar tabloid dan pasar harian tidak seratus persen dia menimpa, pasti ada irisan. Sama halnya kita ngomongin gado- gado Boplo dengan yang biasa, gak mungkin gado- gado Boplo buka cabang di pinggir jalan karena pasarnya lain, dua-dua sama-sama gado- gado. Nah, Harian itu 3000 sudah dapat informasi dan ulasan, sedangkan untuk tabloid 7000 kita tawarkan ulasan mendalam.

Suvi Jadi segmen Harian lebih di bawah Mingguan kah?

Bang Ben Karena pasarnya lain, sapaannya harus beda. Kenapa Harian Bola berpromo di kereta dan trans jakarta, karena pasarnya yah orang itu, lebih ses B dan C, sedangkan tabloid lebih ses A,B,C. Kenapa B dan C? Karena superball segmen

(16)

C, harga 1500an, kita 3000.

Suvi Pesan inti yang dikomunikasikan markom?

Bang Ben Sumber informasi olah raga, terbaik dan terpercaya sejak 1984, dan kita satu- satunya peliput piala dunia 8 kali berturut-turut, yang lain tidak ada.

Suvi SWOT dari Bola jika Bang Ben rangkumkan?

Bang Ben Strength kita itu tadi yang kita komunikasikan. Threat memang tantangan era digital dan kompetitor, karena kita terkesan masih follower, sudah ada ya ng duluan mengisi di harian. Tapi kita bukan aji mumpung, tapi memang sasaran kita memperkuat brand positioning Bola yang sudah kuat, kita ingin bangun tiga hal tadi sekaligus menempatkan Bola sebagai media massa yang lengkap dan komprehensif menjawab kebutuhan informasi olah raga khusus sepak bola (timely,daily,weekly,monthly) tentunya dengan gaya penyampaian yang khas masing- masing produknya. Kelemahan kita saat ini mungkin di SDM kita, editorial dan bisnis, sudah terbiasa dengan format tabloid. Biasa kita jual 3x seminggu, kali ini harus harian. Nah, ada habit yang berubah, model promo dan model jualan karena frekuensi bertambah, jadi kerja harus lebih cepat dan membuang sisi indepth di Harian. Harian itu kan yang mendalam itu habit pembaca tidak terlalu suka. Mereka suka yang aktual dan kita tetap zero mistake.

Kita gak sembarangan, tidak menyebar isu. Kesalahan penulisan atau data juga kita tidak asal karena kita punya korektor khusus untuk data-data seperti nama atlet. Oportunity kita yah itu tadi karena adanya demand dari pasar terhadap kita untuk terbit harian. kita tidak bisa menterjemahkan produk sesuai keinginan kita, tapi harus dari keinginan pasar. Kalau sudah ada online, Twitter misalnya yang beritain hasil pertandingan, ngapain kita beritain itu lagi. Walaupun kita Harian, inside itu tetap ada, meskipun yang sangat dalam sudah masuk ke mingguan.

Suvi Budget determination dalam persentase

Bang Ben Value untuk revenue harian itu 30 miliar itu markom doang, secara garis besar copy sales 75%, event management 25%.

Kalau dari promosi, spent budget kita tidak besar sih secara rupiah, kita markom tidak cost center, malah profit center, generate revenue. kita tidak jor-joran promosi. Markom itu kan ada fungsi marketing dan komunikasi. Nah, di ceruk komunikasi inilah yang kita mesti berpromo dan spent duit, kita beriklan, direct marketing, sales promo, dan lain- lain. yah personal selling kita pakai SPG,

(17)

pengecer. Kalau kita sales promo itu kita buka stand gitu bisa 15%, online marketing kita promo bareng Scoop. Direct marketing bisa kerja sama dengan sirkulasi. Kalau beriklan itu di media massa lain dan ambient media, bisa 60%.

25% sisanya itu rata untuk yang tadi di atas, Suv.

Suvi Pengaruh BE ke produk induk tabloid bola?

Bang Ben Basicly, setiap produk kan harus punya diferensiasi ya. Akhirnya, turunannya di editorial ketika senin kamis sabtu kemarin selalu mempreview dan review big match di semua liga. Nah, dengan tuntutan diferensiasi, namanya preview review di harian, tapi ulasan penting dan me ndalam dari big match itu ada di mingguan. Jadi misalnya, hari ini ada yang main MU vs Wigan, Liverpool vs Chelsea. Nah, mingguan ambil Liverpool vs Chelsea dan dikupas semendalam mungkin.

Suvi Berarti, dengan bahasan spesifik klub tertentu, sasaran komunitas atau pembaca hanya lingkup fans dari klub yang dibahas dong? Lebih kecil targetnya?

Bang Ben Kalau merujuk ke orang penggemar bola, meskipun suka Spurs, mereka biasanya tetap mau tau tentang klub lain, perseteruan apa sih yang diulas,

apalagi big match tiap pekan dan tiap liga. Terus juga di tabloid itu kalau ada isu besar, diungkap dari a sampai z.

(18)

Transkrip Wawancara 4

Tanggal : 9 Januari 2013

Waktu : 17.00 WIB

Lokasi : Liberica Coffee, Pacific Place, Jakarta

Narasumber : Galih Rangha, Deputy General Manager DM ID Holland Indonesia

Suvi Pandangan bapak tentang brand equity Bola di Indonesia seperti apa.

Pak Galih Kebetulan saya pembaca Bola dulu yah, Cuma sekarang udah gak pernah karena mungkin koran cetak hari ini kan sudah makin ditinggal orang kali yah karena sekarang kan sudah era digital, dimana orang yah smartphone pun sudah bisa akses berita sepak bola, goal.com dan lain- lain itu kan semakin banyak yah.

Secara equity, responden atau orang pasti tau lah yah tentang Bola, karena saya juga pernah kerja di research juga, ada sedikit survei tentang tabloid olahraga, dan Bola is one of top of mind lah yah. Cuma, brand equity saja kan tidak cukup lah yah, orang tahu tentang Bola,tapi belum tentu sekarang orang tetap baca Bola. Target market apa dulu? Orang belum tentu beli Bola karena era gadget,era internet ada semua, tiap menit ada update baru, tiap jam ada yang baru lagi.so, yah gimana? Orang masih mau baca Bola gak? Ibaratnya kayak tipe-x deh, tau gak? Tapi pake gak sekarang? Nah, ibaratnya seperti tipe-x, secara equity yah awareness dan brand image masih tinggi, tapi secara users sekarang sudah engga kan. Itulah challange- nya terutama di koran Bola, how to maintain equity from the users- nya. Saya rasa habit generasi anak muda sekarang akan lebih prefer menggunakan internet, karena lebih cepat dan lebih banyak dan mungkin itu yah yang menjadi tantangan Bola saat ini.

Suvi Nah itu dia, pak. Jadi di tengah perubahan ke era digital ini, Bola justru

melakukan brand extension ke produk baru berupa Harian yang terbit setiap hari dan tabloid bergeser menjadi produk mingguan. Pertama, menurut bapak, apa

(19)

saja prasyarat sebuah brand melakukan extension padahal sudah melihat adanya tantangan yang besar untuk melakukan extension?

Pak Galih Sebenarnya gini. Kalau melihat kapan sih kita harus melakukan extension atau engga. Tidak ada keharusan tetapi tergantung tujuan positioning brand kita mau seperti apa. Kecenderungannya, biasanya produk extension, gini deh kita ambil contohnya Garuda Indonesia. Kenapa dia mau melakukan brand extension ke City Link? Karena dia mau mengcapture the low cost consumen untuk perang lawan Lion Air karena dia gak mungkin dong bawa Garuda Indonesia, brand nya karena Garuda Indonesia itu punya brand yang pre mium, quality, full service airline. Tiba-tiba kalau menyasar ke low cost consumen, brand Garuda Indonesia akan jatuh dong. Makanya dilakukan brand extension ke City Link untuk menyasar segmen low cost customer tadi, tetapi masih mempertahankan brand equity dari Garuda. Dari mananya? Dari sayap pesawatnya. City Link logo, warna beda, beda logo, identity totally different dengan warna hijau, baju pramugari beda, experience beda. Direksi dan pegawai Garuda Indonesia pakai batik segala macem, City Link pakai Polo Shirt, lebih casual. Tetapi dengan perbedaan yang diciptakan, City Link masih mau terlihat image dari the quality of Garuda yang masuk ke low cost. Gimana caranya? Oke kita bikin key message dari kesamaan sayap pesawatnya, dimana Garuda warna biru, Cit y Link jadi warna hijau. Nah, mereka extension tetapi changing target market, itu satu contoh. Nah, Bola tergantung yah mau extension seperti apa nih. Kalau dulu kan saya inget banget seminggu sekali terbit hari Jumat, abis itu menjadi Selasa Jumat, kemudian jadi Selasa,Kamis,Sabtu.

Nah dengan brand extension ke harian ini, saya melihatnya Bola masih mau mempertahankan cetak, karena memang tidak bisa dipungkiri, orang Indonesia cenderung masih terikat emosional dengan nuansa cetak. Dari beberapa study saya pernah baca, orang Indonesia itu masih cenderung melihat fisik, mereka lebih suka pegang, ada wujudnya. Sampai sekarang penjualan online masin belum begitu tinggi karena orang cenderung ingin melihat secara langsung. Tapi ini kan sebenarnya media juga, tantangannya justru bukan dari tabloid olah raga lainnya tetapi dari internet. Contoh misalnya, goal.com deh. Itu ngomongin olah raga sih, sepak bola karena majority orang Indonesia suka dengan sepak bola.

Dulu orang baca Bola kenapa sih? Karena ngomongin sepak bolanya. Makanya

(20)

seperti bola basket, mobil F1, motor, itu sedikit lah, mungkin sekitar 80%

konten adalah sepak bola kan.

Tapi sekarang challange nya adalah bagaimana compete dengan digital, jadi menurut saya, menurut pandangan branding, extension nya mungkin bukan dilihat dari menambah hari muncul, tetapi lihat lagi, siapa yang mau mereka capture target marketnya. Dari sudut pandang oke digital, mereka punya bolanews.com. nah, mereka harusnya extend lebih fokusnya ke apa dulu, jangan Cuma menambah hari tetapi tujuannya apa, sekarang kan terlihat sudah mulai jarang membeli koran, nah mau ke arah mana sih. Kalo target market gini, misalnya Bola nih sudah main concern ke sepak bola. Oke kita mau extend ke olah raga bola yang lain, misalnya extension ke basket dan produk itu memang untuk wealthy fanbase basket ball yang detail. Perkara butuh digital atau cetak itu prosedur lebih lanjut sebenarnya, tergantung konsumen, masih baca cetak gak sih. Kalau mau bicara extension yang tepat sih saya rasa lebih tepat seperti itu. Kalau extension menambah harian sih kalau saya lihat sekilas lebih ke arah ingin melawan penetrasi internet, jadi dia merasa kayaknya perlu nih menambah distribusi hari agar orang masih bisa ke-capture, karena kan orang yang menengah ke bawah yang belum punya akses internet makanya mereka masih baca koran, dengan harga Rp 7000 masih bisa dijangkau oleh mereka, harian Rp.3000. yah saya rasa extension lebih tepat ke arah situ sih, jadi apa yang mau di extend di dalamnya, bukan menambah hari, menurut saya.

Suvi Jadi gini pak, setelah saya wawancara dengan Marcomm Manager dari Bola, mereka secara tersirat seperti ingin menunjukkan bahwa mereka ingin

memperkuat brand positioning Bola sebagai media olah raga yang menjawab kebutuhan mulai dari timely, daily, weekly, dan monthly. Nah, apakah strategi ini bisa membantu, pak?

Pak Galih Saya rasa memang mendingan fokus sih, takutnya gini, kalau ada bolanews.com, ada koran bola, masing- masing membidik hal yang sama, saya melihatnya bisa jatuh ke “canibalisme”.

Suvi Tapi sih pak, berdasarkan wawancara, Bola mengatakan tetap ada perbedaan, kalau bolanews itu update terkini, kalau harian mengulas preview dan review, kalau mingguan lebih mengupas secara mendalam dan menyeluruh.

Pak Galih Emm, oke. Saya ambil contoh beberapa majalah juga yang melakukan

(21)

extension, tapi mereka mempositioning dengan berbeda. Masih dari kacamata sepak bola tapi dari sisi yang beda, misalnya dari sisi lifestyle pemain bola, dari habitnya, preview dan review hanya sedikit d i belakang. Let’s say majalah World Soccer atau Four Four Two. Mereka bulanan, tapi apa yang didapatkan di website dan majalah itu beda informasinya. Di majalah itu jauh lebih mendetail tapi bahasan di dalamnya itu suitable enough untuk bulanan. Saya ambil contoh aja, majalah Four Four Two. Di dalamnya itu misalnya ada wawancara dengan Jose Mourinho tentang gaya leadership, tentang historis ke belakang tentang Arsenal. Nah, terus di halaman terakhir itu baru hasil pertandingan, skor, kemudian karena bulanan, berarti dia mengcapture kurang lebih dua atau tiga pertandingan, itu yang dimunculin. Tetapi untuk Bola, yang terakhir saya baca, dia tetap mengupdate kayak rapor nilai pemain, skor, bursa transfer. Nah, kalau yang beli bulanan jadinya kan “ah basi ah ini kan saya sudah baca, gak perlu beli bulanan”, nah, kalau mau mereka melakukan extension lebih fokusnya lebih ke sana,anggaplah Bola jadi hanya weekly. Fokusnya bukan Cuma berita-berita harian, kayak misalnya bursa transfer atau mungkin perpindahan saja tetapi kayak misalnya analisis mendalam dari sudut pandang analisis Bola. Saya ambil contoh kenapa MU sedang masuk musim terpuruk, Bola ambil dari segi analisa mendalam, dibikin feature yang dua tiga hari kemudian sudah tidak basi. Kalau extension ke Harian masih besar kemungkinan berita jadi basi. Saya sudah baca analisis tersebut dari pemberitaan lain yang whiches itu 2 jam setelah pertandingan selesai, so buat apa saya baca Harian? Logikanya mungkin lebih ke situ. Jadi, sayang sekali. Lebih baik mereka fokus misalnya mingguan atau bulanan, mereka fokus indepth, ambil contoh seperti Four Four Two atau majalah basket Slam. Yah mereka bulanan, tapi mereka ada target market sendiri, jadi fokus gitu, mereka fokus ke bola.

Bola menurut saya nama yang bagus. Mereka sudah aware kalau bola itu bisa mewakili berbagai macam olah raga kan? Bola basket, bola baseball, sepak bola, justru itu sudah jadi posisi unik buat mereka. Jadi menurut saya, mereka bisa fokus untuk capture onto detail berita-berita yang spesifik ke target market bola- bola itu, jadi mereka jangan lagi fokus pada berita-berita yang bersifat result pertandingan-pertandingan saja.

Suvi Karena bisa kalah dengan online yah pak?

(22)

Pak Galih Ya, dan itu kan seakan poin yang summarize saja. Jadi nantinya, Bola bisa memberikan analisis yang mendalam ke target market yang jelas dengan tujuan capture onto detail tadi. Saya selalu ingat, jelang Piala Dunia hanya Bola yang mengirimkan delegasi ke sana kan? Saya ingat tiap kali jelang Piala Dunia pasti Bola punya edisi khusus kayak bikin profil klub, negara-negara yang ikut, tapi di situ justru opportunity mereka. Coba Bola bahas mendalam misalnya Piala Dunia itu apa sih? Whiches sudah pernah ada kayak dulu preview tentang kota- kota, tapi sekedar itu aja sih. Harusnya tambahin analisa apa lagi misalnya the people-nya, jadi memberi ketertarikan kenapa sih orang harus ngerti Piala Dunia. Gak harus olah raga spesifik itu, tapi environment dan the lifestyle yang di-capture itu, yah mereka luas gitu jangkauannya.

Suvi Jadi misalnya kalau menurut bapak secara singkatnya kalau extend ke harian itu kurang tepat yah pak?

Pak Galih Saya belum gali secara mendalam, tapi kalau berdasarkan yang dibicarakan dari tadi, saya rasa hanya untuk muncul harian itu kurang tepat. Kenapa? Karena operasional cost mereka malah akan tinggi kan harus cetak tiap hari. Orang- orang, termasuk saya, bisa dapat berita itu di internet.

Suvi Mungkin untuk level B dan C yang disasar kali yah pak?

Pak Galih Yah, untuk B dan C, tapi apa mereka mau keluar uang tiga ribu setiap hari? Saya rasa, coba Suvi studi, mereka akan lebih prefer buat rokok, percaya sama saya.

Rokok sepuluh ribu dapat banyak, dibanding baca koran. Kalaupun beli

korannya, orang itu cenderung satu beli, yang lain “pinjem dong, pinjem dong”, nah jadi kecil kan oplahnya. Jadi menurut saya, dengan menerbitkan Harian belum bisa memberi jawaban untuk meningkatkan equity dari Bola lebih bagus yah.

Suvi Iya sih pak, kemarin saat saya magang kan kebetulan megang di Sosmed, memang ada beberapa keluhan yang mengharapkan Bola untuk kembali ke format seminggu tiga kali tanpa ada harian.

Pak Galih Ya, betul. Mungkin kenapa mereka masih mengharapkan seminggu tiga kali, mungkin sisi beritanya bisa lebih banyak. Kalau jadi harian gitu kan semua b isa baca di internet, gak efektif. Bahkan, mungkin dengan bikin seminggu sekali, tapi menawarkan bahasan mendalam misalnya profil-profil detail yang diliput sama dia.

(23)

Suvi Nah, kalau gitu, bisa gak sih pak, sebuah brand ketika dia sulit diterima di pasar, lalu misalnya memutuskan untuk cut produk baru lalu kembali ke awal, apakah masih mungkin dilakukan, pak? Memengaruhi equity tidak, pak?

Pak Galih Orang pasti akan bertanya, “Loh, kok ilang lagi? Kenapa dia? Gak laku?” pasti itu muncul. Nah, memang ada baiknya, sebelum kita melakukan brand extension, ada baiknya benar-benar mempelajari dulu target market, apa yang diinginkan oleh konsumen, habit konsumen secara detil (tidak segelintir saja).

Tapi, apabila sudah kepalang tanggung, ternyata misalnya dirasa gagal, memang tidak ada salahnya untuk merubah, selama perubahan setelah itu memberikan nilai tambah yang lebih baik. Jadi misalnya tambah konten jadi seminggu sekali saja (tanpa harian), berikanlah intangible benefit kepada konsumen. Kalau merubah misalnya harian tidak berhasil dan kembali ke mingguan, tapi tidak ada nilai tambah yang diberikan, otomatis konsumen bisa membaca something wrong nih.

Suvi Tapi pak, untuk produk Harian yang telah keluar ini pak, dari wawancara sih yang ditonjolkan untuk promosi adalah sisi expertist dari Bola, analisis mereka mendalam, itu yang ingin ditonjolkan.

Pak Galih Ya, very technical. Gini, dulu saya pelanggan setia Bola, lalu saya beralih ke Top Skor. Kenapa? Karena saya lebih cari sepak bola. Kenapa pilih Top Skor?

Karena mereka beritain berita sepak bola Italia langsung dari sumbernya, dan saya memang very 90’s lah, so saya percaya mereka waktu itu. Kenapa saya pindah dari Bola (seminggu tiga kali) ke Top Skor yang harian pada saat itu?

Karena mereka lebih cepet. Akhirnya, saya gak lihat apa kata ahli juga. Saya penggemar Inter Milan, nah ketika ada analisa ahli yang bagus dan mendalam, saya baca tapi pada akhirnya karena saya fans, yah bodo amat kata si ahli itu, toh sebenarnya ahli harusnya kan netral kan? Yah pada akhirnya, nilai ahli itu additional value, kembali lagi apakah si konsumen mau baca atau tidak. Jadi menurut saya, ahli itu gak menjamin, lebih baik harus tambahin konten sih.

Banyak kok brand-brand yang bilang “kita yang pertama, kita yang paling expert”, tapi apakah cukup? Mereka bisa claim seperti itu, tapi tidak menjamin.

Yang dibutuhkan saat ini adalah apakah mereka bisa menawarkan additional value yang lebih baik dan unik, mau itu produk harian atau mingguan.

Saya rasa saat ini mereka masuk pangsa harian, Bola akan sulit juga bersaing

(24)

dengan Top Skor. Ini saya belum tau yah, mungkin data di Bola lebih banyak, tapi menurut saya 60% pembaca pasti cari berita bolanya kan, bukan berita lain kan? Nah, orang akan lebih cari Top Skor untuk berita sepak bolanya. Kenapa Top Skor growth mereka cepet banget? Dulu seperti koran gak jelas, tapi sekarang untuk pasar harian ini Top Skor oplahnya paling tinggi. Pertama, mereka beritanya cepet, kedua, mereka memang fokus hanya ngomongin bola.

Nah, gimana sekarang menguatkan equity dari Bola. saya rasa kalau mau melakukan extension, gimana Bola lebih mengedepankan sisi produknya, kekuatan konten dan sudut pandang angle, bukan kepada kayak harian, mingguan. Itu menurut saya malah lebih sekedar penambahan service lah. Kalau extension itu, saya rasa jangan bicara extension dulu tapi gimana kita menangin dulu equity-nya. Extension boleh, tapi misalnya kita fokus membuat produk dengan sudut pandang dan kaca mata pembahasan yang berbeda untuk melihat olah raga.

Misalnya gini, dalam 10 tahun terakhir, semenjak Spanyol juara Eropa, fans cewe makin meningkat. Seinget saya zaman Iker Casillas, zaman pemain- pemain ganteng lah. Fans cewe semakin banyak, so fans cewe pun sekarang ikut nonton bola bareng. Nah, kalau mau extension, jauh lebih bagus gimana caranya fans cewe ini mau membaca juga, mereka mau mempelajari sports- nya juga, misalnya dengan penulisan yang lebih sederhana tetapi mengedepankan die hard fansbase-nya. Kayak tadi saya bilang, tambahin konten baru ataupun with different packaging and angle, tapi kalau sekedar menambah harian dan jadi ada mingguan yang mendalam tanpa merubah lebih jelas, saya rasa gak extension.

Extension tuh saya rasa lebih kepada Garuda jadi nambah City Link. Mereka capture target market lain yang jelas, dia pengen ambil pangsa pasar Lion Air karena orang sudah jenuh dengan delay dari Lion Air. Nah gimana caranya? Oke kita extension ke low cost jad i muncul City Link. Kalau tabloid extension ke harian tanpa ada added value yang jelas berbeda, saya rasa masih belum extension.

Suvi Kemarin sih saat saya wawancara, pihak Bola mengatakan bahwa SES-nya jelas berbeda dalam catatan beririsan, masih ada kesamaan di beberapa hal.

Pak Galih Ya, betul. Sama hal nya Garuda dan City Link, mereka juga beririsan. Misalnya saya orang mampu, tapi penasaran nih pengen coba City Link, yah itu kan

(25)

beririsan. Tetapi dari segi produknya, penyampaiannya, servicenya, they are totally different, karena ingin capture target market baru, that’s we call extension. Makanya, untuk Bola kalau mau extension, mereka juga harus mikir substansi nya apa, kontennya apa yang jelas membuat berbeda. Kalau hanya sebatas ganti harian dan mingguan tanpa ada substansi diferensiasi yang jelas, orang malah akan menduga-duga, ada apa dengan Bola nih. Ini malah akan mengganggu equity Bola, malah bisa jadi bumerang.

Kalau mau extension, carilah target pasar yang baru, konsumen maunya apa, misalnya konten mendalam soal bola basket, atau Bola dengan target market fans cewe dengan sentuhan penulisan yang unik, itu lebih baik dengan diferensiasi konten yang totally different dibandingkan diferensiasi sekedar format dan sedikit beda tulisan.

Suvi Menurut bapak, selain butuh brand equity, ada tahapan-tahapan lain untuk memutuskan brand extension?

Pak Galih Saya rasa mereka harus punya pendirian tentang apa positioning mereka dulu, dia sebagai apa. Jangan samapai tejadi canibalisme. Contoh misalnya bolanews.com dengan harian, sama-sama punya update skor. Ibaratnya saya sebagian besar sudah baca di digital, ngapain beli lagi untuk berita yang sama?

Mereka malah akan kehilangan pangsa pasar. Masih ada memang yang belum akses internet sehingga beli cetak nya, tapi tetap saja ada sebagian pangsa pasar yang bergeser. Mereka juga harus tau target marketnya siapa, apa yang membedakan, barulah melakukan proses extension. Contoh mudahnya adalah Garuda. Dia sudah tahu dulu target marketnya siapa dan positioning dengan City Link itu berbeda. Nah, Bola mau extend, mereka harus jelas dulu pembeda itu seperti apa. Kalau sangat beririsan, saya rasa hanya sekedar additional service jatuhnya.

Extension misalnya ada satu bank di Singapore, UOB. Dia melakukan brand extension untuk capture new younger market. Dia tidak menggunakan nama UOB tetapi di bawahnya saja dituliskan supported by UOB, saya lupa nama bank nya, nanti di cek aja, tapi namanya beda dari UOB. Brand- nya totally different karena mengcapture target market baru dan positioning- nya beda.

That’s extension, mereka punya “makanan” berbeda. Kalau sampai “makanan”

tetap sama, seperti Bola, ini bahaya bisa terjadi canibalisme.

(26)

Suvi Nah, pak. Kalau saat ini, kondisi real adalah Bola sudah melakukan extension ke Harian Bola. dari divisi Markom pun juga berusaha promosi sebaik mungkin.

Menurut bapak, apakah dengan upaya IMC yang tinggi, namun seperti yang kita bahas di awal tadi bahwa kesulitannya sudah muncul, apakah IMC masih efektif untuk menggiring publik sehingga mau menerima dan ujungnya terjadi pembelian?

Pak Galih Saya yakin sih diterima dan dibeli masih bisa. Tapi, dari tadi kita bahas adalah brand extension ini kemungkinan tidak akan bertahan lama jika tidak ada additional value yang membuatnya totally differe nt. Kalau saat ini promonya cenderung ke die hard fans, begitu fans ini menghilang, gak akan ada yang beli lagi. Mereka akan kesulitan capture target baru yang cenderung beralih ke digital. I was a die hard fans,dulu. Tapi pindah ke Top Skor. Tapi sekarang aku sudah tidak pernah beli lagi. Kenapa? Karena di internet sudah dapat dengan komplit. Aku sudah banyak layanan sepak bola yang bisa didapatkan dengan detail, jadi ngapain beli koran? Nah, kira-kira gitu.

Event salah satu majalah pria dewasa, saya gak usah sebut brand, mereka sudah shifting ke digital dengan berjualan di Wayang Force atau Scoop. Ini sudah melebihi penjualan fisik karena target marketnya memang sudah beralih ke digital, tetapi bukan berarti mereka ditinggalkan kan? Mereka menggiring target market untuk tertarik beli versi digitalnya, tapi dengan konten yang tetap berbobot bagi marketnya.

Jadi, intinya kalau tidak ada sesuatu yang berbeda, gak ada inovasi, yah gak akan bertahan lama, event sekarang IMC berjalan dan terlihat ada oplah, saya rasa tidak bertahan lama. Apalagi media cetak, poin mereka adalah keunikan konten dan angle berbeda. Nah, sebenarnya itu yang harus dipikirkan oleh Bola terlebih dahulu sebelum extend, konsep yang harus berbeda.

Suvi Menurut bapak, indikator kesuksesan brand extension Bola seharusnya gimana yah pak? Dari perusahaan kemarin memberikan dua poin, kenaikan oplah dan total readership. Menurut bapak, itu cukup gak untuk menilai berhasil atau tidak?

Pak Galih Saya rasa dua-duanya penting. Tapi, harus dilihat dulu, apakah terlalu jomplang hasilnya. Kemudian juga, kalau readership ini harus ditelaah lagi, readership darimana? Apakah mereka yang membeli atau tidak?

(27)

Karena gini. Kalau readership dikatakan tinggi, tetapi jomplang dengan pencapaian oplah, berarti gak sehat, ada yang salah. Dulu saya orang research.

Ketika melakukan riset misalnya tabloid olah raga yang pernah anda baca?

Kalau pertanyaan hanya “pernah” bukan “beli”, yah itu bisa jadi readership tinggi. Tapi kan kecenderungannya, berarti mereka baca tetapi “pinjem dong, pinjem dong”. Ibaratnya kedua indikator ini harus saling berhubungan lah, harus seimbang. Dua-duanya penting, ibaratnya kan ingin melihat ini perubahan brand extension ini berhasil gak sih, nah itu memang indikatornya. Idealnya, orang yang baca as perhitungan readership adalah mereka yang juga membeli.

Suvi Oke. Menurut bapak, indikator sebuah brand dibilang extension itu sukses, kira- kira apa saja yah pak?

Pak Galih Saya rasa pertama adalah refer all, orang merekomendasikan kepada orang lain.

ibaratnya, saya baru coba City Link, kemudian saya rekomendasiin ke temen saya karena bagus layanannya. Jadi, orang beli, dia baca, dia puas, dia cerita ke orang. “Eh, ada berita ini,ini,ini. Tau darimana? Tau dari Bola” , nah kalau rekomendasi kuat, ini salah satu indikator berhasil. Kalau misalnya orang baca, selesai, lalu dibuang yah berarti tidak ada yang berkesan. Nah, indikator selanjutnya adalah adanya pay back, orang tadi itu beli lagi karena ia menunggu informasi tersebut. Kadang menarik seperti misalnya majalah, mereka taruh tuh next edition bahas apa sih, jadi kan orang menunggu kalau tertarik.

Suvi Terakhir menurut bapak, seandainya extention ke harian ini kurang diresponi oleh publik atau dikatakan kurang sukses, ada gak saran dari bapak misalnya apa langkah tercepat yang bisa dilakukan?

Pak Galih Yah seperti yang saya bilang tadi sih, mereka harus cepat memikirkan dan menambah additional value dari produk-produk itu buat konsumen dan juga mereka di Markom harus aktif berkomunikasi. Misalnya mengendorse acktivity, terlibat brand campaign yang terkait dengan bola, jadi menambah brand equity- nya. Misalnya kita pegang project ban Archilles. Kita buat positioning baru buat mereka dikaitkan dengan sport. Value-value yang ingin dibawa misalnya kecepatan, agility, kelincahan, ini cocok untuk drive. Nah, ini dikaitkan dengan sport. Kita komunikasikan lewat Champion Drifting di Singapore, launching juga di Singapore. Jadi terbuatlah mindset dan positioningnya, terciptalah ban Archilles yang hari ini sudah sangat lekat dengan sisi ketangguhan dari sisi

(28)

sport.

Itulah, Harus membuat positioning Bola itu apa, harus aktif melakukan komunikasi dengan konsumennya. Yah perlu lebih rajin lah berkomunikas i brand Bola-nya.

(29)

PROFIL PEMBACA TABLOID BOLA

SPORT AND HEALTH MEDIA KIT 2012

(30)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Suviyanti

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 21 Januari 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum menikah

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Persima Raya Gg.8 No.25, Tambora, Jakarta Barat

Pendidikan Terakhir : SMA

No.Telp : 0899 9927 576

E- mail : [email protected]

2. Pengalaman Pendidikan a) Pendidikan Formal

- Universitas Multimedia Nusantara Hingga sekarang, Gading Serpong, Tangerang

- SMA Pusaka Abadi Lulus tahun 2010

- SMP Pusaka Abadi Lulus tahun 2007

- SD Pusaka Abadi Lulus tahun 2004

- TK Budi Bahasa Lulus tahun 1998

b) Pendidikan Informal

- Kursus Bahasa Inggris LBPP LIA Lulus tahun 2008 - Kursus Bahasa Mandarin (Private) Lulus tahun 2010

3. Prestasi

a) Penerima beasiswa Kompas-Gramedia Tahun 2010 Penerima beasiswa Prestasi

(31)

c) Penerima beasiswa uang pangkal UMN Tahun 2010 d) Peringkat ke-39 Olimpiade Sains Nasional Tahun 2008

4. Pengalaman Kerja

a) Pegawai Magang Sport and Health Media Tahun 2013

b) Mengajar les private Tahun 2012

c) Usaha online shop aksesoris handphone Tahun 2013

5. Pengalaman Organisasi dan Kepanitiaan

a) Panitia Acara Kelekat untuk program Tahun 2013 CSR UMN

b) Ketua Natal SMP-SMA Pusaka Abadi Tahun 2009 c) Ketua Panitia Retreat SMA Pusaka Abadi Tahun 2009 d) Panitia Pentas Seni dan Bazaar Pusaka Abadi Tahun 2008

Referensi

Dokumen terkait

pengujian hipotesis daya tahan jantung paru (X 1 ) dan daya tahan otot tungkai (X 2 ) terhadap kemampuan tendangan sabit (Y) pada Atlet Putra Pencak Silat UKM Unsyiah

karakteristik manusia dan dalam bidang pendidikan merupakan hasil belajar. Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar dan memiliki peran penting. Keberhasilan

Kertas ini mengkaji corak kemeruapan harga saham sektor ekonomi di Bursa Malaysia, di samping mengenal pasti sektor yang meruap secara berkelangsungan bagi tempoh masa sebelum,

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa spesies burung rangkong (Bucerotidae) yang terdapat di pegunungan Gugop Kemukiman Pulo Breuh Selatan Kecamatan Pulo Aceh

1) Dalam Pelaksanaannya Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau sudah menjalankan kewenangannya, sebagaimana kewenanganya yang diatur dalam pasal 8 Undang-Undang

Bu nedenle kredi aynı tarihte (14/12/2014) kapatıldığında ilgili ayda tahakkuk eden peşin komisyon tutarı olan 1.268,81 TL ve geri kalan sekiz aya ilişkin itfa edilmemiş

dengan menawarkan sejumlah kemudahan. Ditambah dengan pembeli digital Indonesia diperkirakan mencapai 31,6 juta pembeli pada tahun 2018, angka ini meningkat dari

Dari Gambar 1 tampak baik simulasi pada data suhu udara maupun data kecepatan angin memiliki rataan yang lebih mendekati data setelah menggunakan algoritma Filter