• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI SEBARAN BIJIH BESI DI BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY DAN INDUCED POLARIZATION DI NANGABULIK, KALIMANTAN TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI SEBARAN BIJIH BESI DI BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY DAN INDUCED POLARIZATION DI NANGABULIK, KALIMANTAN TENGAH"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI SEBARAN BIJIH BESI DI BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY DAN INDUCED POLARIZATION DI NANGABULIK, KALIMANTAN TENGAH

SKRIPSI

RIZKI ALPIANDI NIM. 11160970000035

PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021 M / 1442 H

(2)

i SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si.)

RIZKI ALPIANDI NIM. 11160970000035

PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021 M / 1442 H

(3)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

IDENTIFIKASI SEBARAN BIJIH BESI DI BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY DAN INDUCED POLARIZATION DI NANGABULIK, KALIMANTAN TENGAH

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si.)

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Agus Budiono, M.T. Ir. Yanto Sudiyanto, M.Si

NIP. 196202201990031002 NIP. 196405251991121001

Mengetahui,

Kepala Program Studi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tati Zera, M.Si.

NIP. 196906082005012002

(4)

iii

(5)

iv

(6)

v

Tengah yang memiliki potensi akan sumberdaya mineral bijih besi. Banyak metode geofisika yang dapat digunakan untuk eksplorasi sumberdaya alam, diantaranya metode resistivitas dan polarisasi terinduksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model distribusi nilai resistivity dan chargeability di bawah permukaan, menganalisis dan menginterpretasi lokasi sebaran bijih besi berdasarkan parameter resistivity dan chargeability, menyelidiki keberadaan zona kemenerusan bijih besi, dan mengetahui jumlah sumberdaya bijih besi berdasarkan pemodelan 3D.

Konfigurasi yang digunakan adalah Wenner Alpha dengan 4 lintasan yang masing- masing panjangnya 235 m. Berdasarkan hasil inversi 2D distribusi nilai resistivity berkisar 21,15 – 96.153,51 π›Ίπ‘š dan chargeability 23,6 – 542,58 ms. Endapan bijih besi ditemukan pada lintasan GL-01, GL-02, dan GL-04 yang ditandai dengan nilai resistivitas 614,22 – 5.803,90 π›Ίπ‘š dan kontras chargeability berkisar 212,32 – 542,58 ms. Nilai resistivitas besar terjadi akibat adanya rongga antar fragmen/pecahan-pecahan bijih besi yang berbentuk kerikil – bongkah dengan butiran batuan piroklastik yang terisi udara. Berdasarkan model 3D tidak ditemukan adanya zona kemenerusan endapan bijih besi pada daerah penelitian. Jumlah endapan yang diduga sumberdaya bijih besi di daerah penelitian, pada area seluas

Β± 6 hektar sebesar 41.036 ton.

Kata Kunci: Endapan Bijih Besi, Konfigurasi Wenner Alpha, Nangabulik, Polarisasi Terinduksi, Resistivitas.

(7)

vi

ABSTRACT

Nangabulik, Lamandau Regency, was one of territory in Central Borneo which has potential for iron ore resource. A lot of geophysics methods can be used for resource exploration, among electrical resistivity and induced polarization methods. The purposes of this research is to find out distribution model of resistivity and chargeability values in subsurface, identifying and interpreting location of iron ore based on resistivity and chargeability parameter, investigating alignment zone of iron ore deposit, and detecting total of iron ore resource based on 3D modelling.

The configuration used is Wenner Alpha with 4 passes, each of which length is 235 m. Based on 2D inversion result, resistivity and chargeability values distribution were 21,15 – 96.153,51 π›Ίπ‘š and chargeability 23,6 – 542,58 ms. Iron ore deposit is to be found at GL-01, GL-02, and GL-04 tracks marked by resistivity value 614,22 – 5.803,90 π›Ίπ‘š and contrast in chargeability value around 212,32 – 542,58 ms. Large resistivity value due to porous between pebble – boulder iron ore fragments shape with pyroclastic rock grains filled the air. Based on 3D model there was not found alignment zone of iron ore deposit at the research region. Total estimated of deposit iron ore resource in the research region, at area Β± 6 hectares is 41.036 ton.

Keywords: Electrical Resistivity, Induced Polarization, Iron Ore Deposit, Nangabulik, Wenner Alpha Array

(8)

vii Assalamua’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Penulis menyadari bahwa dalam proses pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan beberapa pihak baik moril dan materil. Oleh karena ini dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa.

2. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat kepada penulis.

3. Bapak Dr. Ir. Agus Budiono, M.T., selaku dosen pembimbing I yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, waktu, dan nasihat dalam membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Yanto Sudiyanto, M.Si., selaku dosen pembimbing II yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, waktu, dan nasihat dalam membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.

5. Ibu Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ibu Tati Zera, M.Si., selaku Ketua Program Studi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus juga penguji I.

7. Ibu Elvan Yuniarti, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Fisika.

8. Bapak Anugrah Azhar, M.Si., selaku penguji II.

9. Bapak Ir. Syabarudin Zikri, Bapak Ir. Wahyu Garinas, M.Si., dan Bapak Wahyu Hidayat, S.T., M.Si.

10. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu serta bimbingannya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

11. Firyal, Merry, dan Salsabila yang telah menjadi rekan penulisan skripsi di PTPSM BPPT.

(9)

viii

12. Teman-teman Paguyuban Kosan Empire yaitu Nanda, Mustadi, Haris, Mentol, Jo, Septian, Fadhlur, Ade, Mekas, Ali, Ori, dan Fajri.

13. Teman-teman Fisika Zestien Angkatan 2016.

Akhir kata, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT dan kepada-Nya kita berserah diri, karena tidak ada satu pun hal di muka bumi yang dapat terjadi tanpa kehendak-Nya. Semoga segala bantuan dan kebaikan dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dapat menjadi amal kebaikan dan hasilnya dapat berguna bagi banyak pihak. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tangerang Selatan, 13 Januari 2021

Rizki Alpiandi

(10)

ix

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Batasan Masalah ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.6. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Geologi Regional ... 6

2.2. Batuan ... 7

2.2.1. Batuan Beku ... 9

2.2.2. Batuan Sedimen ... 10

2.2.3. Batuan Metamorf ... 11

2.3. Mineral ... 13

2.3.1. Mineral Silikat ... 14

2.3.2. Mineral Non-Silikat ... 15

2.4. Bijih Besi ... 16

2.4.1. Besi Primer (Ore Deposits) ... 17

2.4.2. Besi Sekunder (Endapan Placer) ... 18

2.5. Genesa Endapan Laterit ... 18

2.6. Metode Survei Geofisika ... 20

2.7. Metode Electrical Resistivity ... 21

2.8. Konsep Resistivitas Semu ... 23

2.9. Konfigurasi Elektroda ... 25

2.10. Sifat Kelistrikan Batuan dan Mineral ... 26

2.11. Metode Induced Polarization ... 26

2.11.1. Polarisasi Membran ... 27

2.11.2. Polarisasi Elektroda ... 28

2.12. Time Domain Induced Polarization ... 29

2.13. Hubungan Resistivity dan Chargeability dengan Parameter Geologi ... 31

2.14. Teknik Pengukuran Metode Geolistrik 2 Dimensi... 33

(11)

x

BAB III. METODE PENELITIAN... 35

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 35

3.2. Instrumen Penelitian ... 36

3.2.1. Perangkat Keras ... 36

3.2.2. Perangkat Lunak ... 37

3.3. Prosedur Akuisisi Data ... 37

3.4. Pengolahan Data dan Pemodelan 2 Dimensi ... 37

3.5. Interpretasi Data ... 41

3.6. Pemodelan 3 Dimensi Endapan Bijih Besi ... 41

3.7. Perhitungan Sumberdaya Bijih Besi ... 42

3.8. Diagram Alir Penelitian ... 44

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1. Hasil Analisis Geolistrik dan Geologi ... 45

4.2. Hasil Pemodelan Inversi 2D dan Interpretasinya ... 46

4.2.1. Lintasan GL-01 ... 47

4.2.2. Lintasan GL-02 ... 49

4.2.3. Lintasan GL-03 ... 51

4.2.4. Lintasan GL-04 ... 53

4.3. Sebaran Endapan Bijih Besi di Bawah Permukaan ... 55

4.4. Sumberdaya Bijih Besi ... 56

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

5.1. Kesimpulan ... 57

5.2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN ... 62

(12)

xi

Gambar 2.2. Daur Batuan (Siklus Batuan)………... 8

Gambar 2.3. Beberapa Contoh Batuan Beku………. 10

Gambar 2.4. Beberapa Contoh Batuan Sedimen……… 11

Gambar 2.5. Beberapa Contoh Batuan Metamorf………. 12

Gambar 2.6. Bentuk Kristal Mineral ini Merefleksikan Susunan Atom-Atom Mereka………... 13

Gambar 2.7. Kelompok Mineral Silikat………... 14

Gambar 2.8. Kelompok Mineral Non-Silikat………... 16

Gambar 2.9. Profil Endapan Laterit………... 19

Gambar 2.10. Parameter yang Digunakan dalam Mendefinisikan Hukum Ohm pada Kawat Lurus………... 22

Gambar 2.11. Gambaran Sederhana Garis-Garis Arus Listrik dan Permukaan Ekipotensial yang Timbul dari (a) Satu Buah Elektroda Sumber (Current Source) (b) Satu Set Elektroda (Current Source and Sink)………... 23

Gambar 2.12. Susunan 4 Elektroda Konvensional pada Pengukuran Geolistrik……….. 24

Gambar 2.13. Konfigurasi yang Umum Digunakan dalam Survei Resistivitas dan Faktor Geometrinya………... 25

Gambar 2.14. Polarisasi Membran yang Disebabkan Oleh Penyempitan Pori- Pori……… 28

Gambar 2.15. Polarisasi Membran pada Batuan yang Mengandung Mineral Lempung (Mineral Bermuatan Negatif) yang Mengisi Batuan………... 28

Gambar 2.16. Polarisai Elektroda. (a) Aliran Elektrolitik yang Tidak Terhalang dalam Saluran yang Terbuka (b) Polarisasi Elektroda Ketika Mineral Logam Memblokir Salurannya…... 29

Gambar 2.17. (a) Ilustrasi IP-Hubungan Peluruhan Tegangan Setelah Interupsi Arus Utama. (b) Efek dari Waktu Peluruhan IP……... 31

Gambar 2.18. Resistivitas Batuan, SoilsΒΈdan Mineral………... 32

Gambar 2.19. Susunan Elektroda pada Survei Geolistrik 2D dengan Konfigurasi Wenner dan Urutan Pengukuran yang Digunakan untuk Membuat Pseudo Section……… 33

Gambar 3.1. Desain Lintasan dan Batas Area Survei Resistivity dan Induced Polarization (IP) di Kabupaten Lamandau……… 36

Gambar 3.2. Peralatan Resistivity-meter dan Aksesorisnya………... 36

Gambar 3.3. Susunan Penulisan Data Resistivity dan Induced Polarization (Chargeability) pada Notepad………... 38

Gambar 3.4. Susunan Penulisan Data Topografi pada Notepad…………... 39

Gambar 3.5. Tampilan Blok-Blok Model dan Titik-Titik Datum Dimensi Resistivity Semu………... 40

Gambar 3.6. Profil Penampang 2 Dimensi Tanpa Topografi Resistivity dan IP (Chargeability) Sebenarnya……….. 40

Gambar 3.7. Profil Penampang 2 Dimensi dengan Topografi Resistivity dan IP (Chargeability) Sebenarnya……….………… 41

(13)

xii

Gambar 3.8. Model 3D Berdasarkan Hasil Korelasi Nilai IP (Chargeability) untuk Indikasi Zona Kemenerusan Endapan Bijih Besi di Daerah

Penelitian……….. 42

Gambar 3.9. Flow Perintah pada Network Manager yang Digunakan

Perhitungan Volume………. 42

Gambar 3.10. Hasil Isosurface Endapan Bijih Besi Berdasarkan Hasil

Pemodelan 3D………... 43

Gambar 3.11. Diagram Alir Penelitian………... 44 Gambar 4.1. Informasi Geologi dan Geofisika yang Digunakan untuk

Korelasi Keberadaan Endapan Bijih Besi………. 45 Gambar 4.2. Fragmen/pecahan Bijih Besi dalam Lapisan Soil di Beberapa

Tempat Membentuk Lensa………... 46 Gambar 4.3. Bongkahan Bijih Besi Dominan Hematit dan Magnetit dengan

Karakter Kemagnetan Lemah………... 46 Gambar 4.4. Hasil Pemodelan Inversi dan Interpretasinya dari Penampang

Resistivity dan Chargeability pada Lintasan GL-01……….. 47 Gambar 4.5. Hasil Pemodelan Inversi dan Interpretasinya dari Penampang

Resistivity dan Chargeability pada Lintasan GL-02……….. 49 Gambar 4.6. Hasil Pemodelan Inversi dan Interpretasinya dari Penampang

Resistivity dan Chargeability pada Lintasan GL-03……….. 51 Gambar 4.7. Hasil Pemodelan Inversi dan Interpretasinya dari Penampang

Resistivity dan Chargeability pada Lintasan GL-04……….. 53 Gambar 4.8. Pemodelan 3D Berdasarkan Korelasi Hasil Inversi IP

(Chargeability) Seluruh Lintasan………. 55 Gambar 4.9. Sebaran Endapan Bijih Besi Berdasarkan Hasil Pemodelan

3D………. 56

(14)

xiii

Tabel 2.2. Kelompok Mineral Non-Silikat………. 15

Tabel 2.3. Mineral Bijih Besi yang Penting……… 17

Tabel 2.4. Metode-Metode Geofisika………. 20

Tabel 2.5. Aplikasi-Aplikasi Survei Geofisika………... 21

Tabel 2.6. Nilai Chargeability Beberapa Medium………. 33

Tabel 3.1. Koordinat Lintasan Survei Geolistrik Resistivitas dan Induced Polarization (IP)……….. 35

Tabel 3.2. Koordinat Batas Area Survei Geolistrik Resistivitas dan Induced Polarization (IP)……….. 35

Tabel 4.1. Informasi Hasil Interpretasi Endapan Bijih Besi di Daerah Penelitian………... 54

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rujukan Nilai Resistivity dan Chargeability dalam Pemodelan Inversi 2D……….. 62 Lampiran 2. Diagram Beberapa Penelitian Lain dalam Penyelidikan

Endapan Bijih Besi di Kabupaten Lamandau………... 63 Lampiran 3. Peta Lokasi Penelitian……….. 64 Lampiran 4. Susunan Penulisan Database pada Software Oasis Montaj

dan Voxler untuk Proses Pemodelan 3D……….. 65 Lampiran 5. Nilai Koordinat Datum Setiap Lintasan dan

Perhitungannya……… 66

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya manusia tidak terlepas dari kebutuhan akan sumberdaya alam baik logam maupun bukan logam. Seperti pada zaman pra-sejarah semua peralatan masih terbuat dari batu. Perubahan zaman membuat teknologi berkembang pesat yang ditandai dengan revolusi industri. Barang-barang industri yang semula terbuat dari kayu dan batu, berangsur-angsur berubah menjadi peralatan yang terbuat mulai dari sebagian atau seluruhnya oleh logam.

Salah satu jenis mineral logam yang terus meningkat kebutuhannya yaitu besi [1]. Logam-logam yang berguna biasanya terikat di dalam mineral bijih bersama dengan unsur kimia lainnya [2]. Bijih adalah pasir, tanah, atau batuan yang mengandung mineral yang berguna untuk diolah menjadi barang ekonomi seperti besi, timah [3]. Bijih besi adalah batuan yang mengandung unsur besi atau terdapat endapan besi di dalamnya [4]. Endapan besi yang ekonomis umumnya berupa magnetit, hematit, limonit, dan siderit [1].

Meningkatnya kebutuhan akan penggunaan besi mendorong adanya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi bijih besi secara besar-besaran. Hal ini dilakukan guna mencukupi kebutuhan konsumen akan besi yang terus meningkat serta inventarisasi bahan galian. Salah satu daerah di Indonesia yaitu Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah mempunyai potensi akan sumberdaya alam bijih besinya.

Berdasarkan data dari Dinas Pertambangan Provinsi Kalimantan Tengah potensi bijih besi di Kabupaten Lamandau sebanyak 37.110.000 m3 [5].

Penelitian ini merupakan data hasil survei geolistrik PTPSM BPPT di area Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. D yang terletak di Nangabulik, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah. Hasil survei geologi menunjukan adanya singkapan bijih besi yang sebagian besar berjenis hematit berbentuk lensa sub angular (menyudut tanggung) – angular (menyudut), berukuran kerikil – bongkah terbentuk sebagai fragmen/pecahan dalam matriks berukuran lempung – pasir, hasil pelapukan batuan piroklastik. Di beberapa tempat terdapat fragmen/pecahan bijih besi magnetit dengan karakter kemagnetan lemah [6]. Dari survei geologi diperoleh

(17)

2

perkiraan area prospek (zonasi) endapan bijih besi dan diinterpretasikan di bawah permukaan terdapat bijih besi yang tersebar baik ke arah vertikal maupun horizontal.

Interpretasi ini masih perlu dikonfirmasi lagi dengan menggunakan metode geofisika [7].

Ilmu geofisika memegang peranan penting dalam kegiatan eksplorasi sumberdaya alam. Secara umum, geofisika adalah ilmu yang mempelajari karakteristik struktur bawah permukaan bumi dengan menggunakan kaidah-kaidah fisika [8]. Banyak metode yang terdapat untuk eksplorasi sumberdaya alam, salah satu metode geofisika yang sering digunakan adalah metode geolistrik, karena dapat mengukur bawah permukaan batuan dan mineral Bumi berdasarkan sifat kelistrikan.

Metode electrical resistivity adalah salah satu dari metode geolistrik yang digunakan untuk menyelidiki struktur bawah permukaan berdasarkan perbedaan resistivity batuan. Dasar dari metode resistivity adalah hukum Ohm yaitu dengan cara mengalirkan arus kedalam bumi melalui elektroda arus dan mengukur potensialnya di permukaan bumi dengan menggunakan elektroda potensial [9].

Adanya perbedaaan nilai resistivity batuan karena adanya sifat kelistrikan dari batuan tersebut. Sifat kelistrikan batuan adalah karakteristik dari batuan bila dialirkan arus listrik ke dalamnya [10].

Selain metode electrical resistivity didukung juga oleh metode induced polarization (IP). Metode ini merupakan pengembangan dari metode electrical resistivity. Perbedaan metode electrical resistivity dan metode IP terletak pada perlakuan pengukurannya. Pada metode electrical resistivity, potensial diukur ketika arus diinjeksikan, sedangkan pada metode IP potensial diukur ketika arus dimatikan [11].

Metode ini mengukur tingkat polarisasi dalam batuan sebagai akibat dari adanya arus listrik yang melewatinya. Ketika batuan dilewati arus listrik, batuan akan terinduksi oleh energi listrik dan kemudian menyimpan induksi tersebut untuk sementara [12]. Prinsip yang menyebabkan terjadinya polarisasi terimbas adalah adanya arus induktif sehingga menyebabkan reaksi transfer, yaitu reaksi antar ion elektrolit dan mineral logam [13].

(18)

Berdasarkan uraian tersebut, metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode geolistrik electrical resistivity dan induced polarization menggunakan konfigurasi Wenner Alpha. Penelitian ini akan menghasilkan informasi sebaran bijih besi baik ke arah vertikal maupun horizontal berdasarkan parameter resistivity dan IP melalui proses pemodelan inversi 2 dimensi, analisis zona kemenerusan dan perhitungan cadangan endapan bijih besi berdasarkan pemodelan 3 dimensi.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka adapun rumusan masalah pada penelitian ini, sebagai berikut:

1. Bagaimana model distribusi nilai resistivity dan chargeability (IP) di bawah permukaan?

2. Bagaimana menganalisis dan menginterpretasi lokasi sebaran bijih besi berdasarkan parameter resistivity dan kontras chargeability (IP) di bawah permukaan?

3. Bagaimana menganalisis keberadaan zona kemenerusan bijih besi?

4. Berapa jumlah sumberdaya bijih besi berdasarkan pemodelan 3 Dimensi?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis model distribusi nilai resistivity dan chargeability (IP) di bawah permukaan.

2. Menganalisis dan menginterpretasi lokasi sebaran bijih besi berdasarkan parameter resistivity dan kontras chargeability (IP) di bawah permukaan.

3. Menganalisis keberadaan zona kemenerusan bijih besi.

4. Menganalisis jumlah sumberdaya bijih besi berdasarkan pemodelan 3 Dimensi.

1.4. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang digunakan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(19)

4

1. Data yang digunakan merupakan data hasil survei PTPSM BPPT di area Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. D di Nangabulik, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah.

2. Parameter fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah resistivity (Ωm) dan chargeability (ms)

3. Data geofisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil survei electrical resistivity dan IP dengan konfigurasi Wenner Alpha dalam pengukuran IP time-domain.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi awal mengenai pemetaan persebaran endapan bijih besi secara lateral dan interpretasi secara vertikal di daerah penelitian.

2. Memberikan informasi tentang pengidentifikasian sebaran endapan bijih besi berdasarkan data electrical resistivity dan IP (chargeability).

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 bab, yaitu:

BAB I: PENDAHULUAN

Menguraikan secara umum hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Membahas tentang kajian pustaka yang berhubungan dengan dasar-dasar teori metode geolistrik yang meliputi stratigrafi dan morfologi regional daerah penelitian, penjelasan mengenai batuan, mineral, mineral bijih besi, metode survei geofisika, metode electrical resistivity, sifat kelistrikan batuan dan mineral, konsep resistivitas semu, konfigurasi elektroda, metode induced polarization (IP), time domain induced polarization, hubungan resistivity dan chargeability dengan parameter geologi, dan teknik pengukuran metode geolistrik 2 dimensi.

(20)

BAB III: METODE PENELITIAN

Memaparkan sketsa penelitian yang meliputi waktu dan tempat pelaksanaan skripsi, instrumen penelitian yang digunakan, prosedur akuisisi data, pengolahan data dan pemodelan 2D, pemodelan zona kemenerusan endapan bijih besi da perhitungan sumberdaya bijih besi berdasarkan pemodelan 3D, interpretasi data, dan diagram alir penelitian.

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN

Memaparkan hasil dari pengolahan data yang kemudian menginterpretasikan keberadaan dan pola persebaran bijih besi secara lateral berdasarkan hasil pengolahan inversi 2D berdasarkan data resistivity dan IP (chargeability) nya, keberadaan zona kemenerusan, dan jumlah sumberdaya bijih besi di daerah penelitian berdasarkan model 3D.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Memaparkan poin-poin kesimpulan dari hasil penelitian bijih besi menggunakan metode geolistrik electrical resistivity dan induced polarization yang telah diinterpretasikan. Dan saran untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.

(21)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Regional

Pada tanggal 10 April 2002 Provinsi Kalimantan Tengah yang terdiri dari 5 Kabupaten dimekarkan menjadi 13 Kabupaten, salah satu kabupaten yang baru adalah Kabupaten Lamandau. Secara Geografis Kabupaten Lamandau terletak pada 1Β°9’ – 3Β°36’ Lintang Selatan dan 110Β°25’ – 112Β°50’ Bujur Timur. Kabupaten Lamandau adalah salah satu kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Kotawaringin Barat berdasarkan Undang – Undang Nomor 5 tahun 2002, yang diresmikan pada tanggal 4 Agustus 2002 dengan Ibukota Nangabulik. [14].

Penelitian ini dilakukan di daerah Nangabulik, Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah [6].

Gambar 2.1. Geologi Regional Kabupaten Lamandau [15].

Berdasarkan Gambar 2.1. Kabupaten Lamandau merupakan bagian Timur dari Paparan Sunda dan berbatasan dengan Cekungan Barito. Sejarah Geologi lembar Pangkalanbuun di mulai pada Trias. Pada waktu itu daerah ini mengalami pengangkatan disertai dengan kegiatan gunungapi yang menghasilkan Formasi

(22)

Kuayan [16]. Stratigrafi Kabupaten Lamandau ini berdasarkan data lembar Pangkalanbuun [15] dan Tumbangmanjul [17]:

Granit Mandahan: Granit, granit biotit dan diorit. Satuan batuan ini menerobos batuan gunungapi yang lebih tua (Formasi Kuayan).

Granit Laur: Monzogranit biotit-horenblenda, sedikit sienogranit biotit dan granodiorite horenblenda-biotit.

Tonalit Sepauk: Tonalit dan Granodiorit biotit-horenblenda;

monzogranit, diorit kuarsa dan diorit; umumnya aplit.

Batuan Gunungapi Kerabai: Tuf tela, breksi tufan, lava, batupasir kuarsa tufan dan batulempung tufan yang diperkirakan berumur Kapur Akhir-Paleosen.

Granit Sukadama: Monzoit kuarsa, monzogranit, sienogranit, dan granit alkali fielspar, sedikit sienit kuarsa, monzodiorit kuarsa, dan diorite kuarsa.

Endapan Talus: Gambut, lempung kaolinan, lanau sisipan pasir dan sisa tumbuhan.

Formasi Kuayan: Breksi gunungapi tak terpisahkan, lava, dasit, riolit, batupasir tufan dan tuf yang diperkirakan berumur Trias.

Morfologi daerah survei merupakan perbukitan bergelombang tinggi-rendah dengan lereng relatif landai-terjal, Elevasi berkisar 50 – 300 m diatas permukaan laut. Perbukitan bergelombang rendah dengan lereng landai tersusun oleh batuan piroklastik dan lapukan batuan granit. Perbukitan bergelombang tinggi dengan lereng terjal tersusun oleh batuan granit. Litologi batuan terdiri dari satuan batuan piroklastik yang berumur Trias yang diterobos oleh batuan intrusi granit. Batuan piroklastik tersebar dibagian selatan dan tenggara area survei [6].

2.2. Batuan

Batuan merupakan material padat yang terbentuk secara alami yang atas satu atau beberapa jenis mineral, gabungan kepingan-kepingan batu, dan material- material fosil, seperti cangkang atau tanaman-tanaman. Batuan adalah hasil dari proses geologi yang bermacam-macam yang terjadi pada keduanya dan di bawah

Kgm

Kll

Kls

Kuk

Kus

Qs

TRvk

(23)

8

permukaan Bumi atau dalam kasus meteorit, di bagian-bagian lain alam semesta.

Batuan dapat dipelajari dan dibedakan dengan mengelompokkan jenis-jenis yang memiliki rupa yang sama, komposisi yang sama, serta proses formasi yang sama [18].

Dari hasil pengamatan terhadap jenis-jenis batuan tersebut, kita dapat mengelompokkannya menjadi tiga kelompok besar, yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan malihan atau metamorfis. Dari sejarah pembentukan Bumi, diperoleh gambaran bahwa pada awalnya seluruh bagian luar dari Bumi ini terdiri dari batuan beku. Dengan perjalanan waktu serta perubahan keadaan, maka terjadilah perubahan-perubahan yang disertai dengan pembentukan kelompok- kelompok batuan yang lainnya. Proses perubahan dari satu kelompok batuan ke kelompok lainnya, merupakan suatu siklus yang dinamakan β€œdaur batuan” [19].

Gambar 2.2. Daur Batuan (Siklus Batuan) [20].

Berdasarkan Gambar 2.2. pada dasarnya semua batuan pada mulanya dari magma. Magma keluar di permukaan Bumi antara lain melalui puncak gunung api.

Gunung api ada yang di daratan ada juga yang di lautan. Magma yang sudah mencapai permukaan Bumi akan membeku. Magma yang membeku kemudian menjadi batuan beku. Batuan di muka Bumi selama beribu-ribu tahun lamanya dapat hancur terurai karena panas, hujan, serta aktivitas tumbuhan dan hewan [20].

(24)

Selanjutnya hancuran batuan tersebut tersangkut oleh air, angin tau hewan ke tempat lain untuk di endapkan. Hancuran batuan yang diendapkan disebut batuan endapan atau batuan sedimen. Baik batuan sedimen atau beku dapat berubah bentuk dalam waktu yang sangat lama karena adanya perubahan temperatur dan tekanan.

Batuan yang berubah bentuk disebut batuan malihan atau batuan metamorf [20].

2.2.1. Batuan Beku

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik) [19].

Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut: kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi. Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi batuan beku ekstrusi dan intrusi [19].

Batuan beku intrusi adalah batuan beku yang terbentuk ketika proses pembentukan magma terjadi di bawah permukaan Bumi. Batuan beku intrusi terdiri dari kristal yang ukurannya cukup besar. Sedangkan batuan ekstrusi adalah batuan beku yang terbentuk ketika proses pembentukan magma terjadi di permukaan Bumi. Kristal yang terbentuk pada batuan ekstrusi memiliki berbagai struktur yang dapat menggambarkan aliran lava pada saat proses pembekuan [21].

Contoh batuan beku intrusif adalah granit, diorit, dan sianit. Batuan beku yang mengalami proses penghabluran di dekat atau di atas permukaan bumi disebut dengan batuan beku ekstrusif. Contoh batuan beku ekstrusif adalah, andesit, dan riolit [10]. Adapun contoh dari batuan beku dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(25)

10

Gambar 2.3. Beberapa Contoh Batuan Beku [19].

2.2.2. Batuan Sedimen

Sedimen merupakan bahan atau partikel yang terdapat di permukaan bumi (di daratan ataupun lautan), yang telah mengalami proses pengangkutan (transportasi) dari satu tempat (kawasan) ke tempat lainnya. Sedimen ini apabila mengeras (membatu) akan menjadi batuan sedimen. Ilmu yang mempelajari batuan sedimen disebut dengan sedimentologi. Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya sedimen adalah iklim, topografi, vegetasi dan juga susunan yang ada dari batuan. Sedangkan faktor yang mengontrol pengangkutan sedimen adalah air, angin, dan juga gaya gravitasi. Sedimen dapat terangkut baik oleh air, angin, dan bahkan salju atau gletser [19].

Pada saat kekuatan untuk mengangkut sedimen tidak cukup besar dalam membawa sedimen-sedimen yang ada maka sedimen tersebut akan jatuh atau mungkin tertahan akibat gaya gravitasi yang ada. Setelah itu proses sedimentasi dapat berlangsung sehingga mampu mengubah sedimen-sedimen tersebut menjadi suatu batuan sedimen. Material yang menyusun batuan

(26)

sedimen adalah lumpur, pasir, kelikir, kerakal, dan sebagainya. Sedimen ini akan menjadi batuan sedimen apabila mengalami proses pengerasan [19].

Ada beberapa macam batuan sedimen, yaitu batuan sedimen klastik, hancuran batuan beku contohnya breksi, konglomerat, dan batupasir.

Sedimen kimiawi berupa endapan dari suatu pelarutan, contohnya batu kapur dan batu giok. Sedimen organik berupa endapan sisa-sisa hewan dan tumbuhan laut contohnya batugamping dan koral [20].

Gambar 2.4. Beberapa Contoh Batuan Sedimen [19].

2.2.3. Batuan Metamorf

Kata metamorfosa berasal dari Bahasa Yunani meta yang berarti perubahan dan morphΓ© yang berarti bentuk. Selama proses metamorfosa, sebuah batu mengubah bentuknya dari sebelumnya. Temperatur tinggi diperlukan untuk proses metamorfosa yang diperoleh dari panas bagian dalam Bumi, salah satunya melalui penguburan yang dalam atau dari instrusi batuan beku di dekatnya. Tekanan tinggi yang diperlukan untuk metamorfosa datang dari penguburan yang dalam atau kompresi selama aktivitas gunung [21].

Sebagai catatan bahwa istilah β€œdiagenesa” juga mengandung arti perubahan yang terjadi pada batuan sedimen. Hanya saja proses diagenesa terjadi pada temperatur dibawah 200Β°C dan tekanan dibawah 300 MPa (MPa

= megapascal) atau setara dengan tekanan sebesar 3000 atmosfer, sedangkan

β€œmetamorfosa” terjadi pada temperatur dan tekanan diatas β€œdiagenesa”.

Batuan yang dapat mengalami tekanan dan temperatur diatas 300 MPa dan 200Β°C umumnya berada pada kedalaman tertentu dan biasanya berasosiasi

(27)

12

dengan proses tektonik, terutama di daerah tumbukan lempeng atau zona subduksi [19].

Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari batuan asal (batuan beku, sedimen, metamorf) yang mengalami perubahan temperatur (T), tekanan (P), atau temperatur (T) dan tekanan (P) secara bersamaan yang berakibat pada pembentukan mineral-mineral baru dan tekstur batuan yang baru [19]. Batuan-batuan ini diproduksi oleh alterasi selama meningkatnya panas dan tekanan. Batuan metamorf seringkali menunjukkan deformasi yang menonjol, seperti perataan, goresan, atau lipatan. Mineral khas, seperti garnet, adalah indikator yang bagus untuk jenis batuan ini [18].

Batuan metamorf adalah batuan yang telah berubah. Perubahan pada batuan terkadang tidak terlihat atau terjadi perubahan yang begitu besar sehingga sulit untuk menentukan batuan asli sebelum mengalami perubahan.

Contoh batuan metamorf adalah slate, filit, marmer, dan sekis [10]. Adapun contoh batuan sedimen yang dipaparkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Beberapa Contoh Batuan Metamorf [19].

(28)

2.3. Mineral

Mineral merupakan hasil dari proses alamiah benda padat yang anorganik, dengan komposisi kimia yang spesifik dan struktur kristalnya.

Struktur kristalin ini seringkali diperlihatkan oleh bentuk kristalnya itu sendiri [21]. Contohnya bentuk kristal mineral yang ditunjukkan dalam Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Bentuk Kristal Mineral ini Merefleksikan Susunan Atom-Atom Mereka [21].

Ada lebih dari 4000 mineral yang berbeda, dan masing-masing dibedakan berdasarkan komposisi kimianya (rasio unsur kimia yang khusus) dan struktur kristalnya. Setiap mineral dapat diidentifikasikan oleh investigasi sifat-sifatnya. Beberapa sifat, seperti warna masih bisa dilihat oleh mata. Dan yang lainnya seperti kekerasannya, butuh dilakukan pengukuran [18].

Terdapat dua cara untuk dapat mengenal suatu mineral, yang pertama adalah dengan cara mengenal sifat fisiknya. Sifat fisik dari mineral banyak sekali, didalam hal ini hanya akan dikemukakan yang pokok pokok saja yaitu:

warna, bentuk, kilap (luster), goresan, kekerasan (hardness), belahan (cleavage), pecahan (fracture), rasa dan bau. Adapun cara yang kedua adalah melalui analisa kimiawi atau analisa difraksi sinar X, cara ini pada umumnya sangat mahal dan memakan waktu yang lama [22].

Berdasarkan senyawa kimiawinya, mineral dapat dikelompokkan menjadi mineral Silikat dan mineral Non-silikat. Terdapat 8 (delapan) kelompok mineral Non-silikat, yaitu kelompok oksida, sulfida, sulfat, native element, halida, karbonat, hidroksida, dan phospat. Adapun mineral silikat (mengandung unsur SiO) yang umum dijumpai dalam batuan adalah seperti terlihat pada Tabel 2.1. [19].

(29)

14

2.3.1. Mineral Silikat

Hampir 90% mineral pembentuk batuan adalah dari kelompok ini, yang merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan beberapa unsur metal. Karena jumlahnya yang besar, maka hampir 90% dari berat kerak Bumi terdiri dari mineral silikat, dan hampir 100% dari mantel Bumi (sampai kedalaman 2900 Km dari kerak Bumi). Silikat merupakan bagian utama yang membentuk batuan baik itu sedimen, batuan beku maupun batuan malihan [19].

Tabel 2.1. Kelompok Mineral Silikat [19].

Mineral Rumus Kimia

Olivine (Mg,Fe)2SiO4

Pyroxene (Mg,Fe)SiO3

Amphibole (Ca2Mg5)Si8O(OH)2

Mica Muscovite KAl3Si3O10(OH)2

Biotite K(Mg,Fe)3Si3O10(OH)2

Fieldspar Orthoclase K Al Si3 O8

Plagioclase (Ca,Na)AlSi3O8

Quartz SiO2

Gambar 2.7. Kelompok Mineral Silikat [19].

(30)

2.3.2. Mineral Non-Silikat

Kelompok mineral, yang disebut non-silicates, yang ditemukan hanya 8% dari kerak bumi. Mineral non-silikat termasuk sumberdaya yang sangat berharga bagi manusia, seperti emas logam mulia, perak, dan platinum, logam yang berguna seperti besi, aluminium dan timah, dan permata berlian dan rubi [19].

Tabel 2.2. Kelompok Mineral Non-Silikat [19].

Kelompok Anggota Senyawa Kimia

Oxides Hematite Fe2O3

Magnetite Fe3O4

Oxides

Corrundum Al2O3

Chromite FeCr2O4

Ilmenite FeTiO3

Sulfides

Galena PbS

Sphalerite ZnS

Pyrite FeS2

Chalcopyrite CuFeS2

Bornite Cu5FeS4

Cinnabar HgS

Sulfates

Gypsum CaSO4,2H2O

Anhydrite CaSO4

Barite BaSO4

Native Elements

Gold Au

Cooper Cu

Diamond C

Sulfur S

Graphite C

Silver Ag

Platinum Pt

Halides

Halite NaCl

Flourite CaF2

Sylvite KCl

Carbonates

Calcite CaCO3

Dolomite CaMg(CO3)2

Malachite Cu2(OH)2CO3

Azurite Cu3(OH)2(CO3)2

Hydroxides Limonite FeO(OH).nH2O Bauxite Al(OH)3.nH2O Phosphates Apatite Ca5(F,C,OH)PO4

Turquoise CuAl(PO4)4(OH)8

(31)

16

Gambar 2.8. Kelompok Mineral Non-Silikat [19].

2.4. Bijih Besi

Besi merupakan komponen kerak bumi yang persentasenya sekitar 5%. Besi atau ferrum tergolong unsur logam dengan simbol Fe. Bentuk murninya berwarna gelap, abu-abu keperakan dengan kilap logam. Logam ini sangat mudah bereaksi dan mudah teroksidasi membentuk karat. Sifat magnetis besi sangat kuat, dan sifat dalamnya malleable atau dapat ditempa. Tingkat kekerasan 4-5 dengan berat jenis 7,3-7,8 kg/m3. Besi oksida pada tanah dan batuan menunjukkan warna merah, jingga, hingga kekuningan. Besi bersama dengan nikel merupakan alloy pada inti bumi / inner core [23].

Besi adalah unsur yang sangat stabil dan merupakan unsur terbanyak kedelapan di bumi ini setelah Silikon, juga merupakan unsur logam terbanyak ketiga pada lapisan kulit bumi setelah Aluminium dan Silikon [24]. Logam-logam yang berguna biasanya terikat di dalam mineral bijih bersama dengan unsur kimia lainnya [2].

Bijih adalah pasir, tanah, atau batuan yang mengandung mineral yang berguna untuk diolah menjadi barang ekonomi seperti besi, timah [3]. Bijih besi adalah batuan yang mengandung unsur besi atau terdapat endapan besi di dalamnya.

Mineral penyusun besi berkisar antara 30% sampai dengan 80%, sementara sisanya

(32)

tersusun atas mineral lain. Dari bijih besi diekstrak besinya [4]. Karakter dari endapan bijih besi ini biasanya berupa endapan logam yang berdiri sendiri namun seringkali berasosiasi dengan mineral logam lainnya [25]. Mineral bijih besi yang mempunyai nilai ekonomi tidak banyak jenisnya walaupun di alam terdapat ratusan mineral yang mengandung besi. Tabel 2.3. menunjukkan mineral besi yang potensil dan mempunyai nilai ekonomi [2].

Tabel 2.3. Mineral Bijih Besi yang Penting [2].

Nama Mineral Senyawa Kimia Kadar Besi dalam %

Magnetit Fe2O4 72,4

Hematit Fe2O3 70

Limonit Fe2O3.H2O 59,63

Siderit Fe2CO3 48,2

Di dalam praktik untuk masing-masing bijih dipakai nama lain. Untuk magnetit disebut sebagai bijih besi hitam, hematit disebut sebagai bijh besi merah, limonit sebagai bijih besi cokelat, dan siderit dipakai nama bijih besi lempung berlapis hitam [2].

Endapan bijih besi dapat terbentuk secara primer maupun sekunder.

Pembentukan endapan bijih besi primer dapat terbentuk oleh proses magmatik, metasomatik kontak dan hidrotermal. Sedangkan bijih besi sekunder terbentuk oleh sedimenter, residual dan oksidasi [11]. Berikut penjelasannya:

2.4.1. Besi Primer (Ore Deposits)

Endapan bijih besi magmatik terbentuk dari magma mafik-ultramafik karena proses kristalisasi pada temperatur tinggi dengan cara gravity settling dan secara langsung berhubungan dengan evolusi magma induk. Mineral- mineral berat yang mengandung kalsium, magnesium dan besi, cenderung memperkaya resevoir magma yang terletak di bagian bawah reservoir dengan unsur-unsur tersebut. Proses ini menghasilkan tubuh bijih besi masif dan disiminasi, bentuk lensa memanjang (podform), lensa, tumpukan lapisan dalam batuan induk. Lapisan paling bawah diperkaya dengan mineral-mineral yang lebih berat seperti mineral-mineral bijih kromit, platina, dan besi-titan, dan lapisan diatasnya diperkaya dengan mineral-mineral silikat yang lebih ringan [26].

(33)

18

Proses metasomatik kontak merupakan proses intrusi magma yang telah menjadi padatan, mempunyai sisa magma yang berupa cairan dan gas yang bersuhu tinggi. Cairan dan gas ini apabila masuk dan bersentuhan pada celah-celah batuan lainnya dapat mengadakan reaksi kimia dan menghasilkan mineral-mineral baru [2].

Proses hidrotermal merupakan hasil akhir proses pembekuan magma yang telah mengintrusi adalah cairan magma. Cairan ini mungkin mengandung konsentrasi logam-logam yang terdapat di dalam magma dan tidak ikut dalam proses pengkristalan sebelumnya. Cairan ini disebut cairan hidrotermal yang membawa logam-logam ke tempat yang baru. Hidrotermal diklasifikasikan menjadi hipotermal (T 300 – 500 ℃), mesotermal (T 150 – 300 ℃), dan epitermal (T 50 – 150 ℃) [2].

2.4.2. Besi Sekunder (Endapan Placer)

Endapan bijih besi sekunder terjadi karena proses pelapukan, transportasi dan sedimentasi. Terbentuknya endapan ini dipengaruhi empat faktor yaitu komposisi dan struktur batuan sumber, keadaan topografi, temperatur dan iklim, medium transportasi dan waktu atau lamanya proses [7].

2.5. Genesa Endapan Laterit

Endapan laterit merupakan jenis endapan residu yang dihasilkan oleh proses pelapukan yang terjadi pada batuan ultramafik-mafik dengan melibatkan dekomposisi, pengendapan kembali dan akumulasi secara kimiawi. Proses pelapukan batuan ultramafik-mafik berjalan secara intensif karena pengaruh faktor- faktor kemiringan lereng yang relatif kecil, air tanah dan cuaca, sehingga menghasilkan tanah laterit yang masih mengandung bongkahan bijih besi hematit dan goetit berukuran kerikil – kerakal [7]. Profil laterit pada umumnya adalah terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut [27]:

a. Tanah penutup atau Top soil, biasanya disebut Iron Capping merupakan tanah residu berwarna merah tua yang merupakan hasil oksidasi yang

(34)

terdiri dari masa hematit, geotit, dan limonit. Kadar besi yang terkandung sangat tinggi dengan kelimpahan unsur Ni yang sangat rendah.

b. Zona Limonit merupakan zona berwarna merah coklat atau kuning, berukuran butir halus hingga lempungan, lapisan kaya besi dari limonit soil yang menyelimuti seluruh area.

c. Zona lapisan (silica boxwork) yaitu zona yang jarang terdapat pada batuan dasar (bedrock) yang serpentinisasi. Berwarna putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang rekahan dan sebagian menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotit, sebagian mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal, magnesit. Akumulasi dari garnierit-pimelit di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya akan silika.

d. Zona Saprolit merupakan campuran dari sisa – sisa batuan, bersifat pasiran, saprolitic rims, vein dari garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silica boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonit ke bedrock.

e. Batuan dasar (Bedrock) tersusun atas bongkahan atau blok dari batuan induk yang secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis (kadarnya sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Bagian ini merupakan bagian terbawah dari profil laterit.

Gambar 2.9. Profil Endapan Laterit [27].

(35)

20

2.6. Metode Survei Geofisika

Geofisika berasal dari kata geo yang artinya bumi, dan fisika. Dari akar keilmuannya sendiri, geo berasal dari kata geologi. Jadi, geofisika ialah ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip fisika untuk mengetahui dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan Bumi, atau dapat pula diartikan mempelajari Bumi dengan menggunakan prinsip-prinsip fisika [8].

Berdasarkan pengambilan data maka pada prinsipnya di dalam metode geofisika ada 2 (dua) macam cara yaitu metode geofisika dinamis dan metode geofisika statis. Pada metode geofisika dinamis dilakukan β€œgangguan” terhadap bumi kemudian respon yang diberikan akibat gangguan tersebut di catat di permukaan. Gangguan ini dapat berupa getaran seismik maupun injeksi arus listrik.

Contoh metode ini adalah seismik, geolistrik, dan georadar. Sedangkan pada metode yang kedua yakni metode statis, fenomena fisika di bawah permukaan bumi dicatat tanpa melakukan gangguan ke bumi. Contoh metode ini adalah metode gravitasi dan magnetik [28].

Beberapa metode survei geofisika dapat digunakan di air maupun di udara.

Semakin besar modal dan biaya pengoperasian yang berhubungan dengan pekerjaan marine atau airborne dapat mengimbangi oleh meningkatnya kecepatan eksploitasi dan menguntungkan untuk melakukan survei area untuk akses jalan yang sulit [29]. Metode-metode tersebut dicantumkan dalam Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Metode-Metode Geofisika [29].

Metode Parameter Terukur Sifat Fisika yang Digunakan Seismik Waktu tempuh gelombang

seismik refleksi/refraksi

Densitas dan modulus elastisitas, yang mana menentukan perambatan

kecepatan gelombang seismik Gravitasi Variasi spasial kekuatan medan

gravitasi Bumi

Densitas Magnetik Variasi spasial kekuatan medan

magnet Bumi

Suseptibilitas magnetik dan remanen

Resistivitas Resistansi Bumi Konduktivitas listrik Polarisasi

Terinduksi

Tegangan polarisasi atau resistansi tanah yang tergantung

frekuensi

Kapasitansi listrik

Potensial Diri Potensial listrik Konduktivitas listrik Elektromagnet Respon terhadap radiasi

elektromagnet

Konduktivitas listrik dan induktansi Radar Waktu perjalanan pulsa-pulsa

radar yang direfleksikan

Konstanta dielektrik

(36)

Kelebihan utama dari metode gravitasi dan magnetik adalah mereka lebih cepat dan lebih murah dibandingkan metode seismik. Tetapi, metode ini tidak memberikan informasi detail mengenai bawah permukaan dibandingkan metode seismik, terutama seismik refleksi. Dan juga dalam interpretasi masih bersifat ambiguitas [30].

Metode geolistrik cocok digunakan dalam pencarian akuifer air dan lokasi pasir pembawa air metode seismik juga dapat digunakan dalam tujuan ini. Metode elektromagnetik digunakan dalam mendeteksi di dekat permukaan dalam pencarian artefak kuno [30]. Aplikasi utama survei geofisika, bersama dengan indikasi paling tepat dalam kegiatan suveinya didaftarkan dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Aplikasi-Aplikasi Survei Geofisika [29].

Aplikasi Metode Survei yang Tepat * Eksplorasi bahan bakar fosil (minyak, gas,

dan batu bara)

S, G, M, (EM) Eksplorasi deposit mineral logam M, EM, E, SP, IP, R Eksplorasi deposit mineral bulk (pasir dan

gravel)

S, (E), (G) Eksplorasi persediaan air tanah E, S, (G), (Rd) Investigasi teknik/ situs konstruksi E, S, Rd, (G), (M)

Investigasi situs arkeologi Rd, E, EM, M, (S)

* G, gravity; M, magnetic; S, seismic; E, electrical resistivity; SP, self-potential; IP, induced polarization; EM, electromagnetic; R, radiometric; Rd, ground-penetrating radar. Metode tambahan diberikan tanda kurung ().

2.7. Metode Electrical Resistivity

Survei geolistrik dilakukan untuk menentukan distribusi resistivitas bawah permukaan dengan membuat pengukuran di atas permukaan. Besaran yang diukur pada metoda geolistrik adalah perbedaan potensial listrik dan kuat arus listrik [7].

Prinsip kerja metode geolistrik, arus listrik diinjeksikan ke dalam Bumi melalui dua elektroda arus, beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial.

Berdasarkan hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda yang berbeda kemudian dapat diturunkan variasi nilai hambatan jenis masing- masing lapisan di bawah titik ukur [31].

Dasar dari metode resistivitas adalah hukum Ohm yaitu dengan cara mengalirkan arus kedalam bumi melalui elektroda arus dan mengukur potensialnya di permukaan bumi dengan menggunakan elektroda potensial [32]. Arus yang

(37)

22

mengalir dalam konduktor sebanding dengan tegangannya yang dinyatakan dalam hukum Ohm.

𝑉 = 𝐼𝑅 (2.1)

dengan masing-masing konstanta yaitu R merupakan resistansi dan diukur dalam satuan ohm (Ξ©) ketika arus (I) dalam ampere dan tegangan (V) dalam volt [33].

Resistansi dan resistivitas merupakan dua variabel yang berbeda, dimana resistansi adalah daya hambat listrik suatu material yang dialiri arus listrik.

Sedangkan resistivitas (𝜌) adalah sifat kelistrikan suatu material dan diukur dalam satuan ohmmeter (Ξ©π‘š) [34]. Jika beban merupakan suatu material tertentu (misal kawat tembaga) maka resistansinya akan bergantung pada dimensi material tersebut (Gambar 2.10.)

Gambar 2.10. Parameter yang Digunakan dalam Mendefinisikan Hukum Ohm pada Kawat Lurus [35].

Hubungan antara resistansi (R) dan dimensi material konduktor lurus dengan panjang (L) dinyatakan dalam meter (m) dan luas permukaan (A) dinyatakan dalam meter kuadrat (m2) adalah:

𝑅 = 𝜌(𝐿 𝐴⁄ ) (2.2)

atau

𝜌 = 𝑅(𝐴 𝐿⁄ ) (2.3)

Pada medium Bumi homogen, arus listrik (I) diinjeksikan ke bumi melalui elektroda arus listrik positif (current source). Arus lisrik yang diinjeksikan berarah radial keluar dari elektroda dan menimbulkan permukaan ekipotensial yang arahnya

(38)

tegak lurus dengan garis-garis arus listrik dan berbentuk setengah bola (Gambar 2.11a.) [36].

Dalam situasi yang sama antara elektroda arus positif (current source) dan elektroda arus negatif (current sink) menghasilkan garis-garis aliran arus listrik dan permukaan ekipotensial menjadi lebih kompleks (Gambar 2.11b.). Garis-garis permukaan ekipotensial inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan potensial di permukaan bumi yang dapat terukur oleh voltmeter [36].

Gambar 2.11. Gambaran Sederhana Garis-Garis Arus Listrik dan Permukaan Ekipotensial yang Timbul dari (a) Satu Buah Elektroda Sumber (Current Source) (b) Satu Set Elektroda (Current

Source and Sink) [36].

Umumnya, metode ini hanya baik untuk ekplorasi dangkal dengan kedalaman maksimum sekitar 200 meter. Jika kedalaman lapisan lebih dari harga tersebut, maka informasi yang diperoleh kurang akurat, hal ini disebabkan dengan bentangan yang besar dengan maksud mendapatkan penetrasi kedalaman di atas 200 m, maka arus yang mengalir akan semakin lemah dan tidak stabil akibat perubahan bentangan yang semakin besar [37].

Karena itu, metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi dalam, sebagai contoh untuk eksplorasi minyak. Metode Geolistrik ini banyak digunakan di dalam pencarian air tanah, memonitor pencemaran air dan tanah, eksplorasi geotermal, aplikasi geoteknik, pencarian bahan tambang, dan untuk penyelidikan dibidang arkeologi, jadi prinsipnya untuk eksplorasi yang tidak terlalu dalam [37].

2.8. Konsep Resistivitas Semu

Pegukuran geolistrik resistivitas dapat dilakukan dengan menggunakan keempat elektroda yang disusun sebaris, salah satu dari dua buah elektroda yang

(39)

24

berbeda muatan digunakan untuk mengalirkan arus listrik dan dua elektroda lainnya digunakan untuk mengukur potensial yang ditimbulkan oleh aliran arus listrik tersebut [38]. Proses penginjeksian digambarkan seperti pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Susunan 4 Elektroda Konvensional pada Pengukuran Geolistrik [7].

Dalam pengukuran geolistrik biasanya dilakukan dengan menginjeksikan arus listrik (I) ke dalam bumi melalui dua elektroda arus, C1 dan C2, kemudian beda potensial (V) yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial, P1 dan P2 seperti terlihat pada Gambar 2.12. Dari pengukuran diperoleh nilai arus (I, satuan mA) dan beda potensial listrik (V, satuan mV), sehingga nilai resistivitas (πœŒπ‘Ž, satuan Ξ©π‘š) dapat dihitung melalui persamaan [7].

πœŒπ‘Ž = 𝐾𝑉

𝐼 (2.4)

dimana K merupakan faktor geometri yang tergantung kepada susunan empat elektrodanya yang memiliki satuan meter (m).

Beberapa resistivitas yang tidak homogen dalam bawah permukaan akan mengubah medan listrik dan menyebabkan perbedaan potensial yang diukur menjadi berbeda dari kesesuaian kehomogenan bawah permukaan tanah. Dalam kasus ini resistivitas dinamakan resistivitas semu (πœŒπ‘Ž) bawah permukaan tanah, karena diasumsikan bahwa ukuran yang dibuat di bawah permukaan tanah yang secara elektrik itu homogen, meskipun hal ini sangat tidak seperti dalam kasus [39].

Meskipun resistivitas semu tidak mencerminkan secara langsung resistivitas medium, namun distribusi nilai resistivitas semu hasil pengukuran mengandung informasi distribusi resistivitas medium [40]. Untuk merubah data resistivitas semu menjadi distribusi resistivitas sebenarnya merupakan tantangan pokok untuk teknik interpretasi [39].

(40)

2.9. Konfigurasi Elektroda

Pada Gambar 2.13. ditunjukkan beberapa model konfigurasi elektroda yang umumnya digunakan dan juga faktor geometri masing-masing elektroda seperti konfigurasi wenner, pole-pole, schlumberger atau wenner-schlumberger, dipole- dipole, dan pole-dipole [41].

Konfigurasi Wenner adalah pilihan yang baik untuk survei yang dilakukan di area noisy (karena memiliki sinyal yang kuat) dan juga memiliki resolusi vertikal yang baik. Konfigurasi dipole-dipole memiliki kelebihan yaitu pilihan yang lebih cocok karena resolusi horizontal yang baik dan ulasan datanya baik (mengasumsi resistivitymeter memiliki sensitifitas yang cukup dan memiliki kontak dengan tanah yang baik) [41].

Konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah alternatif yang cocok dan memiliki resolusi vertikal yang bagus, dan kekuatan sinyal yang baik. Jika jumlah elektroda yang terbatas, konfigurasi pole-dipole dengan pengukuran arah maju maupun mundur menjadi pilihan yang cocok. Untuk survei dengan spasi elektroda yang kecil dan mengharuskan ulasan horizontalnya baik, konfigurasi pole-pole adalah pilihan yang cocok [41].

Gambar 2.13. Konfigurasi yang Umum Digunakan dalam Survei Resistivitas dan Faktor Geometrinya [41].

(41)

26

2.10. Sifat Kelistrikan Batuan dan Mineral

Sifat kelistrikan batuan merupakan karakteristik batuan saat dialirkan arus listrik kedalamnya. Batuan dibawah permukaan dianggap sebagai media penghantar listrik, sehingga mempunyai nilai tahanan jenis. Sifat kelistrikan batuan dibedakan menjadi tiga macam, sebagai berikut [40]:

a. Konduksi secara elektronik terjadi ketika batuan memiliki banyak elektron bebas, sehingga arus listrik yang mengalir dalam batuan dialirkan oleh elektron bebas.

b. Konduksi secara elektrolitik terjadi di jika batuan bersifat porus dan pori- pori tersebut terisi fluida elektrolitik. Pada kondisi ini aliran listrik oleh ion elektrolit.

c. Kondisi secara dielektrik terjadi jika batuan bersifat dielektrik artinya batuan tersebut mempunyai elektron bebas sedikit bahkan tidak memiliki elektron bebas.

Arus listrik yang melewati sepanjang sebuah material dibagi menjadi tiga model yaitu secara elektronik, dielektrik, atau konduksi elektrolitik. Konduksi elektronik terjadi dalam logam dan kristal, konduksi dielektrik terjadi dalam insulator, dan konduksi elektrolitik terjadi dalam cairan [35].

Di dalam klasifikasinya, batuan dan mineral dipertimbangkan dalam klasifikasi konduktor baik, menengah, dan buruk berdasarkan kisaran angka [40]:

a. Mineral dengan resistivitas 10-8 < 𝜌 < 1 Ξ©π‘š.

b. Mineral dan batuan dengan resistivitas 1 < 𝜌 < 107 Ξ©π‘š.

c. Mineral dan batuan dengan resistivitas diatas 107 Ξ©π‘š.

2.11. Metode Induced Polarization

Metode Induced Polarization adalah metode geofisika yang memanfaatkan sifat kelistrikan dan polarisabilitas batuan sebagai dasar. Metode ini mengukur tingkat polarisasi dalam batuan sebagai akibat dari adanya arus listrik yang melewatinya. Ketika batuan dilewati arus listrik, batuan akan terinduksi oleh energi listrik dan kemudian menyimpan induksi tersebut untuk sementara [12].

(42)

Metode ini merupakan pengembangan dari metode geolistrik resistivitas.

Perbedaan metode geolistrik resistivitas dan metode IP terletak pada perlakuan pengukurannya. Pada metode geolistrik resistivitas, potensial diukur ketika arus diinjeksikan, sedangkan pada metode IP potensial diukur ketika arus dimatikan [11].

Prinsip yang menyebabkan terjadinya polarisasi terimbas adalah adanya arus induktif sehingga menyebabkan reaksi transfer, yaitu reaksi antar ion elektrolit dan mineral logam. Kandungan mineral logam dalam bumi biasanya terbentuk sebagai senyawa-senyawa sulfida, yang mempunyai kontras konduktivitas yang besar [13].

Pada saat arus dimatikan, idealnya beda potensial akan langsung menjadi nol.

Tetapi pada medium atau lapisan tertentu akan menyimpan energi listrik yang bertindak sebagai kapasitor dan baru dilepaskan kembali. Efek inilah yang disebut sebagai efek polarisasi [42].

Energi listrik yang masih tersimpan dalam bentuk energi elektrokimia di dalam fluida elektrolit dan mineral konduktif di dalam pori-pori batuan. Setelah arus listrik diputus, ion-ion yang sebelumnya mengalami polarisasi atau pengkutuban ini berangsurangsur kembali ke kondisi seimbang, atau dengan masih terdapat beda potensial yang akan meluruh terhadap waktu sehingga nilainya menjadi nol [43]. Polarisasi sendiri diakibatkan oleh dua sumber utama, yaitu polarisasi elektroda dan polarisasi membran [42].

2.11.1. Polarisasi Membran

Polarisasi membran disebut juga dengan polarisasi elektrolit atau polarisasi bukan logam. Gambar 2.14. merupakan polarisasi membran yang disebabkan oleh penyempitan pori-pori. Saat arus memasuki pori-pori, terjadi akumulasi ion positif di dekat ion negatif yang terdapat pada dinding membran. Ion negatif lainnya akan terakumulasi di dekat akumulasi ion positif yang menyebabkan terjadinya pengkutuban [44].

(43)

28

Gambar 2.14. Polarisasi Membran yang Disebabkan Oleh Penyempitan Pori-Pori [44].

Pada Gambar 2.15. menunjukkan polarisasi membran karena keberadaan partikel lempung pada pori batuan. Partikel Lempung yang mengandung muatan negatif menarik muatan positif yang terdapat pada larutan elektrolit. Muatan negatif yang tersebar pada larutan elektrolit akan menjauh dari partikel lempung. Muatan positif yang telah terakumulasi akan menghambat elektron yang berasal dari arus listrik yang diinjeksikan saat diberikan beda potensial [44].

Gambar 2.15. Polarisasi Membran pada Batuan yang Mengandung Mineral Lempung (Mineral Bermuatan Negatif) yang Mengisi Batuan [44].

2.11.2. Polarisasi Elektroda

Polarisasi elektroda terjadi ketika ion-ion yang mengalir melalui pori- pori fluida yang merespon tegangan apabila ada mineral logam yang menghalanginya, contohnya mineral sulfida. Kehadirannya dapat menghalangi jalannya ion-ion yang mana mereka dapat terpengaruh secara elektrik [39].

(44)

Gambar 2.16. Polarisai Elektroda. (a) Aliran Elektrolitik yang Tidak Terhalang dalam Saluran yang Terbuka (b) Polarisasi Elektroda Ketika Mineral Logam Memblokir

Salurannya [44].

Pada Gambar 2.16a. menggambarkan polarisasi elektroda pada pori- pori batuan yang berisi larutan elektrolit. Ion positif mengalir searah dengan arah aliran arus. Ion negatif mengalir berlawanan arah dengan arah aliran arus.

Gambar 2.16b. menggambarkan polarisasi elektroda pada pori-pori batuan yang mengandung mineral. Muatan positif dan negatif mengalami pengutuban pada bidang batas antara mineral logam dengan larutan saat dialirkan arus listrik [44].

2.12. Time Domain Induced Polarization

Pengukuran domain waktu yaitu dengan cara mengalirkan pulsa arus listrik berbentuk persegi panjang ke dalam tanah. Saat arus listrik dimatikan akan terlihat bahwa tegangan tidak segera turun menjadi nol, tetapi meluruh secara perlahan- lahan (decay) menuju nol. Tegangan yang terukur pada saat arus diinjeksikan disebut dengan tegangan primer (Vp). Tegangan yang terukur saat arus dimatikan disebut dengan tegangan sekunder (Vs) yang memiliki satuan volt baik Vp maupun Vs. Perbandingan antara tegangan saat arus dimatikan dengan tegangan saat arus diinjeksikan disebut dengan chargeability (M). dengan satuan milisekon (ms) Persamaan matematisnya dapat dituliskan sebagai berikut [44].

𝑀 = 𝑉𝑠 𝑉𝑝⁄ (2.5)

Nilai chargeability yang terukur adalah chargeability semu (apparent chargeability). Chargeability semu menunjukkan lama tidaknya efek polarisasi

(45)

30

untuk menghilang sesaat setelah arus dimatikan. Chargeability semu bergantung pada jenis bahan dan selang waktu pengaliran arus. Perbandingan antara tegangan yang terukur selama arus dimatikan (t1 sampai t2) dengan tegangan saat arus diinjeksikan disebut chargeability semu. Persamaan chargeability semu (Ma) dapat dituliskan sebagai berikut [10].

π‘€π‘Ž = 1

π‘‰π‘βˆ« 𝑉𝑠(𝑑)𝑑𝑑𝑑1𝑑2 (2.6)

Fenomena induksi polarisasi dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.17.

arus diinjeksikan dan kemudian arus tersebut dimatikan. Tegangan atau potensial yang terukur setelah arus dimatikan tidak langsung menjadi nol. Potensial yang terukur turun secara perlahan menuju nol yang disebut dengan overvoltage decay [10].

Pada Gambar 2.17. menunjukkan ilustrasi fenomena induksi polarisasi domain waktu. Gambar 2.17a. memperlihatkan arus masukan yang berbentuk gelombang persegi. Gambar 2.17b. menunjukkan pengukuran potensial, dimana terlihat adanya penurunan tegangan secara perlahan (decay). Potensial yang terukur terbagi atas dua macam yaitu potensial primer dan potensial sekunder [35].

Potensial primer (V0) adalah potensial yang terukur pada saat arus dialirkan.

Potensial sekunder (V(t)) adalah potensial yang terukur pada saat arus mulai diputus.

Penurunan tegangan terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 2.17c. yang menunjukkan semakin bertambahnya waktu semakin menurunnya tegangan yang terukur hingga mendekati nilai nol pada saat arus sudah diputus [35].

Pada Gambar 2.17d. memperlihatkan menurunnya potensial yang terukur setelah arus dimatikan yaitu saat t1 hingga t2. V(t1) merupakan besar potensial yang terukur saat waktunya t1 dan V(t2) merupakan besar potensial yang terukur saat waktunya t2. Bagian yang diarsir pada Gambar 2.17d. merupakan besar nilai chargeability yang diperoleh pada pengukuran yang dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.6. [35].

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait