• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Analisis Dampak Pemberian Jaminan Risiko Keterlambatan Pengadaan Tanah Terhadap Kelayakan Finansial Proyek Jalan Tol di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Analisis Dampak Pemberian Jaminan Risiko Keterlambatan Pengadaan Tanah Terhadap Kelayakan Finansial Proyek Jalan Tol di Indonesia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

JCEBT, Vol 7 (No 1) Maret 2023 ISSN 2549-6379 (Print) ISSN 2549-6387 (Online)

JCEBT

(Journal of Civil Engineering, Building and Transportation)

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/jcebt

Analisis Dampak Pemberian Jaminan Risiko Keterlambatan Pengadaan Tanah Terhadap Kelayakan Finansial Proyek Jalan

Tol di Indonesia

(Studi Kasus: Proyek Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Selatan)

Safira Nur Hasanah1)*, Iris Mahani2) & Rani Gayatri K. Pradoto3)

Institut Teknologi Bandung

Koresponden*, Email: [email protected]

Abstract

Currently, there are risks that have hampered the growth of toll roads construction in Indonesia, one of which is land delays. Land acquisition delays can lead to increased costs and can reduce investment attractiveness. That the Government provides infrastructure guarantee, one of which is land acquisition guarantee. It is hoped that it can attract investors, but investors are required to pay guarantee fee which will add to investment costs. This study uses qualitative and quantitative methods. The results of the analysis show that if there’s no delay in land acquisition, the difference between NPV and IRR of project with guarantee and without guarantee is not too high (0,84% for NPV and 0,033% for IRR). This means that the provision of guarantee on the condition that there is no delay in land acquisition does not significantly affect financial feasibility. However, currently there are still many land delays, the option of using guarantee can be considered because there is compensation that can be used to increased NPV and IRR values in proper conditions when land delay occured and can attract investors to invest by providing certainty for lenders/investors through increasing the credibility of the Government and business entities to be able to repay loans.

Keywords: IRR; NPV; Guarantee; Toll Road; PPP

Abstrak

Saat ini banyak sekali risiko yang menyebabkan pertumbuhan pengusahaan jalan tol di Indonesia terhambat, salah satunya adalah keterlambatan tanah. Keterlambatan tanah dapat menyebabkan kenaikan biaya dan dalam jangka panjang dapat menurunkan minta investasi. Pemerintah memberikan dukungan berupa jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah untuk menarik minat investor dalam pengusahaan jalan tol. Diharapkan melalui dukungan tersebut dapat menarik minat investor namun investor diwajibkan untuk membayar biaya penjaminan yang akan menambah biaya investasi. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis dampak pemberian jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah terhadap kelayakan finansial sehingga dapat menjadi pertimbangan sebelum memutuskan untuk menggunakan jaminan dalam pengusahaan jalan tol. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kondisi tidak terjadi keterlambatan tanah, selisih nilai NPV dan IRR proyek dengan penjaminan dan tanpa penjaminan tidak terlalu tinggi (0,84% untuk NPV dan 0,033% untuk IRR). Artinya pemberian jaminan pada kondisi tidak terjadi keterlambatan tanah tidak secara signifikan mempengaruhi kelayakan finansial. Namun jika ditinjau dari kondisi aktual saat ini yang masih banyak terjadi keterlambatan tanah, opsi penggunaan jaminan dapat menjadi pertimbangan dikarenakan terdapat kompensasi yang dapat digunakan untuk menaikkan nilai NPV dan IRR dalam kondisi layak ketika terjadi keterlambatan tanah serta dapat menarik minat investor untuk berinvestasi dengan memberikan kepastian kepada pihak pemberi pinjaman/investor melalui peningkatan kredibilitas pemerintah dan BUJT untuk dapat mengembalikan pinjaman.

(2)

284 Kata Kunci: IRR; NPV; Penjaminan; Jalan Tol; KPBU

PENDAHULUAN

Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian dari sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan untuk membayar tol. Pengusahaan jalan tol dapat dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Badan Usaha (UU No.2, 2022). Ada banyak risiko yang menjadikan pertumbuhan jalan tol di Indonesia terhambat. Risiko terbesar yang banyak dihadapi oleh BUJT dalam investasi jalan tol di Indonesia antara lain pembebasan lahan, tarif dan volume lalu- lintas (Mahani, 2018). Data empiris juga menunjukkan bahwa kendala utama yang sering terjadi pada proyek jalan tol adalah pembebasan lahan (Arif, 2012) (Elawi et al.,2016) (Adhiputra et al., 2015) (Susanti, 2020). Keterlambatan pembebasan lahan dapat menyebabkan pembengkakan biaya dan dalam jangka panjang dapat menurunkan minat investor untuk berinvestasi karena investasi yang ditawarkan menjadi tidak layak (Joesoef, 2011) (Listyaningsih, 2014). Untuk menarik minat investor swasta dan lembaga pembiayaan dalam pengusahaan jalan tol, maka Pemerintah memberikan dukungan berupa jaminan infrastruktur.

Jaminan infrastruktur adalah dukungan pemerintah dalam bentuk penjaminan yang berfungsi untuk meningkatkan kelayakan kredit pada proyek infrastruktur sebagai upaya mendorong partisispasi sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur. Jenis jaminan yang saat ini sudah diberikan oleh PT PII kepada proyek KPBU Jalan Tol adalah jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah, jaminan risiko keterlambatan pengembalian dana talangan tanah, jaminan risiko keterlambatan penyesuaian tarif dan jaminan risiko politik temporer dan permanen. Berdasarkan permasalahan keterlambatan pengadaan tanah yang masih banyak ditemukan pada proyek

jalan tol di Indonesia yang dapat mengakibatkan peningkatan biaya dan dalam jangka panjang dapat menurunkan minat investasi, maka Pemerintah memberikan dukungan berupa jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah.

Dengan adanya penjaminan tersebut, diharapkan dapat menarik minat investor tetapi investor dibebani biaya penjaminan yang akan menambah biaya investasi BUJT. Sehingga diperlukan kajian mengenai dampak pemberian jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah terhadap kelayakan finansial proyek jalan tol di Indonesia. Kajian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada Pemerintah dan/atau Badan Usaha sebagai bahan pertimbangan sebelum memutuskan menggunakan jaminan dalam pengusahaan jalan tol.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif (mix method).

Analisis dilakukan dengan studi kasus pada jalan tol Japek Selatan II. Analisis dilakukan dengan melakukan simulasi kondisi, yaitu proyek dengan penjaminan dan tanpa penjaminan dengan batasan waktu pengadaan tanah. Dalam hal terjadi keterlambatan tanah pada proyek dengan jaminan, BUJT berhak untuk mengajukan kompensasi yang dihitung berdasarkan periode keterlambatan tanah. Periode keterlambatan tanah dihitung sejak batas akhir rencana penyerahan tanah sesuai Berita Acara Penyerahan Tanah (BAPT) sampai dengan batas toleransi keterlambatan tanah. Batas toleransi keterlambatan tanah merupakan perpanjangan waktu 6 bulan setelah rencana penyerahan tanah sesuai BAPT, jika Pemerintah dapat menyediakan tanah dalam waktu perpanjangan tersebut maka BUJT berhak mengajukan perpanjangan masa konstruksi dan meminta kompensasi

(3)

tunai (PPJT Japek II Selatan, 2017). Pola pemberian kompensasi terdapat 2 skema, yaitu jika keterlambatan tanah ≤ batas toleransi keterlambatan atau dalam hal ini terjadi keterlambatan yang tidak melebihi 6 bulan setelah batas akhir rencana penyerahan tanah sesuai BAPT, maka akan diberikan kompensasi tunai yang dihitung sebagai berikut: Kompensasi tunai = inflasi x periode keterlambatan tanah x biaya konstruksi. Keterlambatan tanah yang diberikan kompensasi tunai dihitung sejak batas akhir penyerahan tanah sesuai Berita Acara Pengadaan Tanah (BAPT) hingga batas akhir periode toleransi keterlambatan tanah (maksimal 6 bulan setelah rencana penyerahan tanah sesuai BAPT). Apabila terjadi keterlambatan

tanah > batas toleransi keterlambatan atau dalam hal ini terjadi keterlambatan yang melebihi 6 bulan setelah rencana penyerahan tanah sesuai BAPT, maka BUJT berhak untuk meminta kompensasi tunai (maksimal keterlambatan 6 bulan) ditambah kompensasi perpanjangan masa konsesi dan/atau penyesuaian tarif sepanjang keterlambatan diluar batas toleransi (PPJT Japek II selatan,2017).

Berikut merupakan kemungkinan kondisi yang digunakan dalam analisis finansial kajian ini. Setelah dilakukan analisis finansial dari masing-masing kondisi simulai diatas, maka akan didapatkan nilai NPV dan IRR masing-masing kondisi simulasi.

Tabel 1. Kemungkinan Kondisi Simulasi

Kemungkinan Kondisi

Batasan Waktu Pengadaan Tanah Kondisi Tanah Tepat

Waktu

Kondisi Tanah Terlambat ≤

Batas Toleransi

Keterlambatan

Kondisi Tanah Terlambat >

Batas Toleransi

Keterlambatan

Proyek dengan jaminan Kondisi Tanah tepat waktu proyek dengan jaminan

Kondisi Tanah Terlambat ≤

Batas Toleransi

Keterlambatan proyek dengan jaminan

Kondisi Tanah Terlambat >

Batas Toleransi

Keterlambatan proyek dengan jaminan

Proyek tanpa jaminan Kondisi Tanah tepat waktu proyek tanpa jaminan

Kondisi Tanah Terlambat ≤

Batas Toleransi

Keterlambatan proyek tanpa jaminan

Kondisi Tanah Terlambat >

Batas Toleransi

Keterlambatan proyek tanpa jaminan

Selanjutnya dapat dilakukan identifikasi terhadap dampak dari pemberian jaminan keterlambatan pengadaan tanah terhadap kelayakan finansial untuk proyek dengan jaminan dan tanpa jaminan risiko keterlambatan tanah. Selanjutnya dilakukan wawancara kepada stakeholders terkait dengan pengadaan tanah dan pemberian jaminan. Dari wawancara didapatkan tingkat manfaat dan tingkat pengaruh pemberian jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah terhadap masing-masing indikator sesuai dengan Perpres No.78/2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dan FAQ PT PII, 2017. Selanjutnya dapat disusun kesimpulan dan saran berdasarkan hasil analisis finansial yang dikaitkan dengan hasil analisis wawancara dan kuisioner. Dalam kajian ini digunakan data primer dan sekunder yang

diperoleh dari studi dokumen, wawancara dan kuisioner kepada instansi terkait. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi data pendapatan, biaya investasi, biaya O/M, MARR, dana talangan tanah dan perjanjian penjaminan. Data primer yang dibutuhkan adalah mengenai tingkat manfaat dan tingkat pengaruh dalam pemberian jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah yang diperoleh melalui wawancara dan penyebaran kuisioner kepada BPJT, BUJT, PT PII dan Akademisi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis finansial dilakukan melalui perhitungan kelayakan finansial dengan indikator NPV dan IRR dengan batasan waktu pengadaan tanah untuk proyek dengan

(4)

286 jaminan dan tanpa jaminan. Dalam hal proyek menggunakan jaminan dan tidak menggunakan jaminan terdapat perbedaan untuk hak dan kewajiban BUJT. Pada proyek dengan jaminan, BUJT diwajibkan untuk membayar biaya penjaminan yang terdiri dari upfront fee dan recurring fee. Upfront fee merupakan biaya penjaminan yang dihitung berdasarkan nilai proyek dan dibayarkan satu

kali pada saat awal masa perjanjian penjaminan (PT PII, 2017). Recurring fee merupakan biaya penjaminan yang dihitung berdasarkan nilai exposure atau nilai risiko dan dibayarkan setiap tahun selama masa perjanjian penjaminan (PT PII, 2017).

Dihasilkan perhitungan analisis finansial untuk kondisi tidak terjadi keterlambatan tanah adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Hasil Analisis Finansial Kondisi Tidak Terjadi Keterlambatan Tanah Parameter Variabel Tanah Tidak Terlambat

(Jaminan) Tanah Tidak Terlambat (Tanpa Jaminan)

Kewajiban Upfront Fee Membayar Tidak Membayar

Recurring Fee Membayar Tidak Membayar

Hak Kompensasi Tidak ada kompensasi Tidak ada kompensasi

Hasil Analisis

NPV (Rp,juta) 1.909.690,34 1.925.927,01

IRR (%) 17,687 17,719

MARR (%) 14,58 14,58

Kesimpulan Layak Layak

Berdasarkan hasil analisis finansial pada kondisi tidak terjadi keterlambatan tanah, selisih NPV dan IRR proyek dengan penjaminan dan tanpa penjaminan tidak terlalu tinggi (selisih 0,84% untuk NPV dan selisih 0,033% untuk IRR). Artinya pemberian jaminan pada kondisi tanah tepat waktu tidak secara signifikan mempengaruhi kelayakan finansial.

Ditinjau dari kondisi aktual saat ini yang masih banyak terjadi keterlambatan tanah, opsi untuk penggunaan jaminan masih diperlukan sebab dengan adanya jaminan terdapat kompensasi yang dapat digunakan sebagai “buffer/pelindung”

dengan meminimalisir terjadinya cost overrun serta dapat menarik minat investor untuk berinvestasi dengan memberikan kepastian kepada pihak pemberi pinjaman/investor melalui peningkatan kredibilitas pemerintah dan BUJT untuk dapat mengembalikan pinjaman. Untuk kondisi terjadi keterlambatan tanah yang tidak melebihi batas toleransi keterlambatan atau dalam hal ini keterlambatan tanah terjadi tidak lebih dari

6 bulan setelah batas akhir penyerahan tanah sesuai BAPT, maka akan diberikan kompensasi tunai yang dihitung berdasarkan periode keterlambatan tanah. Periode keterlambatan tanah yang diberikan kompensasi secara tunai hanya untuk keterlambatan maksimum 6 bulan setelah batas akhir rencana penyerahan tanah sesuai BAPT, apabila terjadi keterlambatan tanah yang melebihi 6 bulan tersebut maka akan diberikan tambahan kompensasi perpanjangan masa konsesi dan/atau penyesuaian tarif sepanjang keterlambatan diluar batas toleransi (PPJT Japek II Selatan, 2017). Hasil analisis finansial kondisi terjadi keterlambatan tanah yang tidak melebihi batas toleransi dapat dilihat dalam Tabel 3.

Dalam kondisi terjadi keterlambatan tanah, pemberian kompensasi atas jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah tidak secara spontan menaikkan nilai IRR ke dalam kondisi awal sebelum terjadi keterlambatan (masih terdapat selisih 0,58% dari IRR kondisi awal), namun pemberian kompensasi penjaminan dapat membantu menaikkan IRR ke dalam kondisi layak finansial. Proyek dengan

(5)

penjaminan menghasilkan nilai NPV dan IRR lebih tinggi dibandingkan proyek tanpa penjaminan dalam kondisi terjadi keterlambatan tanah. Sehingga peran jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah selain untuk meningkatkan kelayakan kredit dapat juga digunakan untuk meningkatkan kelayakan finansial proyek apabila terjadi keterlambatan tanah. Selisih nilai IRR dengan MARR pada saat kondisi terjadi keterlambatan menghasilkan selisih yang tidak signifikan (selisih 1 s/d 2%). Menunjukkan pemberian jaminan risiko berpengaruh terhadap kelayakan finansial namun tidak secara spontan meningkatkan minat investasi investor. Disebabkan karena nilai kompensasi kecil dan hanya mencakup maksimal keterlambatan 6 bulan untuk kompensasi tunai, hal ini menyebabkan nilai tambahnya kurang menarik bagi investor. Namun jika meninjau dari hasil analisis kuisioner dan wawancara menunjukkan bahwa pemberian jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah sangat bermanfaat dan sangat berpengaruh terhadap minat investasi dikarenakan pemberian kompensasi dapat menjadi “buffer/pelindung” untuk menutup biaya bunga akibat terjadi keterlambatan tanah, selain itu melalui jaminan akan membuat investor tertarik karena akan ada kepastian terkait pengembalian dana pinjaman yang telah diberikan. Dengan adanya jaminan risiko keterlambatan tanah, investor yakin bahwa pemerintah memiliki kapabilitas untuk mengusahakan proses

pengadaan tanah hingga proyek tersebut berhasil dan mencapai keuntungan. Untuk kondisi terjadi keterlambatan tanah yang melebihi batas toleransi keterlambatan atau dalam hal ini terjadi keterlambatan tanah yang melebihi 6 bulan setelah batas akhir rencana penyerahan tanah sesuai Berita Acara Penyerahan Tanah (BAPT), maka akan diberikan kompensasi dalam bentuk tunai untuk keterlambatan tanah maksimum 6 bulan ditambah kompensasi perpanjangan masa konsesi dan/atau penyesuaian tarif sepanjang keterlambatan diluar batas toleransi (PPJT Japek II Selatan, 2017). Hasil analisis finansial kondisi terjadi keterlambatan tanah yang melebihi batas toleransi dapat dilihat dalam Tabel 4. Terlihat dalam tabel bahwa batas keterlambatan pengadaan tanah pada proyek dengan jaminan agar proyek tetap layak adalah 3,9 tahun dengan IRR 14,584%. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila terjadi keterlambatan tanah yang lebih dari 3,9 tahun maka diperlukan adanya tambahan kompensasi berupa penyesuaian tarif untuk meningkatkan nilai NPV dan IRR kedalam kondisi layak. Pada proyek tanpa jaminan, batas toleransi keterlambatan pengadaan tanah adalah 3,3 tahun dengan nilai IRR 14,588%. Apabila terjadi keterlambatan tanah yang melebihi 3,3 tahun maka diperlukan adanya dukungan pemerintah misalnya pemberian VGF berupa partial construction untuk meningkatkan kelayakan finansial.

Tabel 3. Hasil Analisis Finansial Kondisi Terjadi Keterlambatan Tanah ≤ Batas Toleransi Keterlambatan

Parameter Variabel Tanah terlambat ≤ batas toleransi keterlambatan

(Jaminan)

Tanah terlambat ≤ batas toleransi keterlambatan (Tanpa Jaminan)

Kewajiban Upfront Fee Membayar Tidak Membayar

Recurring Fee Membayar Tidak Membayar

Hak Kompensasi Tunai (maks.6 bulan) Tidak ada kompensasi

Hasil Analisis

NPV (Rp,juta) 1.631.474,42 980.278,93

IRR (%) 17,135 16,012

MARR (%) 14,58 14,58

Kesimpulan Layak Layak

(6)

288

Tabel 4. Hasil Analisis Finansial Kondisi Terjadi Keterlambatan Tanah > Batas Toleransi Keterlambatan

Parameter Variabel Tanah terlambat > batas toleransi keterlambatan (Penjaminan)

Tanah terlambat > batas toleransi keterlambatan

(Tanpa Penjaminan)

Kewajiban Upfront Fee Membayar Tidak Membayar

Recurring Fee Membayar Tidak Membayar

Hak Kompensasi Tunai (maks.6 bulan) +

perpanjangan masa konsesi Tidak ada kompensasi Hasil Analisis NPV (Rp,juta) Keterlambatan 1-3,9 tahun NPV

≥ 0 Keterlambatan 1-3,3 tahun NPV

≥ 0 IRR (%) 14,5839 (Keterlambatan 3,9

tahun) 14,5884 (Keterlambatan 3,3

tahun)

MARR (%) 14,58 14,58

Kesimpulan Layak jika keterlambatan < 3,9

tahun Layak jika keterlambatan < 3,3 tahun

Analisis wawancara dan kuisioner dilakukan setelah analisis finansial untuk meghubungkan hasil analisis finansial dengan kenyataan di lapangan. Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa responden dominan

berasal dari instansi BUJT (52%) dan Universitas (29%) dengan lama bekerja >10 tahun. Jabatan kerja responden didominasi oleh Staff Pengadaan Lahan (33%) dan dosen (24%).

Gambar 1. Grafik Instansi Tempat Kerja Responden

Gambar 2. Grafik Lama Bekerja Responden

Gambar 3. Grafik Persebaran Jabatan Kerja Responden

(7)

Hasil analisis tingkat manfaat menunjukkan bahwa pemberian jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah sangat bermanfaat dalam hal:

1. Mempermudah mitigasi risiko

Hal ini dikarenakan dalam pemberian jaminan terdapat alokasi risiko yang jelas antara pemerintah dan BUJT, sehingga akan lebih mudah untuk melakukan mitigasi apabila terdapat potensi risiko yang menjadi tanggung jawab masing-masing pihak. Selain itu konsep alokasi risiko juga dilakukan dengan mempertimbangkan pihak yang lebih mampu mengelola risiko sehingga potensi untuk terjadinya risiko dapat dikurangi. Dengan adanya jaminan maka proses pengadaan tanah lebih terukur dengan sistem monitoring sehingga apabila ada potensi keterlambatan dapat dilakukan mitigasi untuk mencegah terjadinya keterlambatan yang lama.

2. Menarik minat investor dalam pengusahaan jalan tol

Dengan adanya jaminan maka akan memunculkan kepercayaan investor kepada Pemerintah dan BUJT untuk membangun proyek dan mencapai keuntungan yang telah direncanakan, sehingga akan ada kepastian dana yang telah dipinjamkan akan mampu dikembalikan oleh Pemerintah dan BUJT Ketika proyek sudah beroperasi.

3. Meningkatkan kelayakan kredit

Pihak pemberi pinjaman akan lebih percaya kepada BUJT dan Pemerintah untuk dapat mengembalikan pinjaman yang diberikan. Sehingga hal tersebut akan membantu dalam hal meningkatkan kelayakan kredit (credit worthiness).

Hasil analisis tingkat manfaat menunjukkan bahwa pemberian jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah bermanfaat dalam hal:

1. Meningkatkan kualitas tender dengan harga yang kompetitif

Dengan adanya jaminan maka peluang untuk memperoleh kredit lebih besar karena pihak investor lebih dapat mempercayai BUJT untuk dapat menyelesaikan proyek dan mengembalikan pinjaman. Dalam hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap efektivitas penyusunan harga tender, sehingga perencanaan harga dalam tender dapat disesuaikan dengan estimasi bunga yang akan diperoleh dari investor.

2. Mendorong PJPK membuat kontrak yang memenuhi standart

Melalui alokasi risiko yang jelas maka PJPK dapat memberikan usaha terbaiknya untuk mengendalikan dan/atau mencegah terjadinya risiko yang menjadi tanggung jawabnya dan dapat dilakukan mitigasi risiko untuk mencegah terjadinya risiko yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam perjanjian kerja sama juga memuat hak atau kewajiban PJPK dan BUJT dalam pengusahaan infrastruktur. Sehingga akan mudah untuk melakukan klaim apabila terjadi risiko yang menjadi tanggung jawab dari masing- masing pihak.

3. Memperpanjang jangka waktu pinjaman

Penjaminan dapat meminimalisir potensi risiko selama masa pelaksanaan proyek. Melalui kehadiran sebuah instrument berupa jaminan dapat meyakinkan investor bahwa BUJT memiliki kredibilitas membangun sebuah proyek dan mampu mengembalikan pinjaman.

4. Memperoleh bunga pinjaman yang lebih rendah

Melalui pengurangan risiko bahwa BUJT akan mampu membangun sebuah proyek serta mampu melakukan pengembalian pinjaman, maka tingkat kepercayaan investor akan lebih tinggi sehingga bunga bank yang diberikan akan disesuaikan, terlebih lagi jika

(8)

290 proyek yang dikerjakan adalah proyek untuk kemakmuran masyarakat.

Hasil analisis tingkat pengaruh menunjukkan bahwa pemberian jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah sangat berpengaruh dalam hal:

1. Kemudahan memperoleh kredit (Creditworthiness)

Dengan adanya jaminan maka dapat meningkatkan kelayakan kredit melalui peningkatan kredibilitas BUJT dan pemerintah untuk membangun dan memperoleh keuntungan dari pengusahaan infrastruktur, sehingga investor percaya bahwa BUJT dan Pemerintah mampu mengembalikan pinjaman yang telah diberikan investor.

2. Menarik minat investor berinvestasi Dengan adanya jaminan maka akan memunculkan kepercayaan investor kepada Pemerintah dan BUJT untuk membangun proyek dan mencapai keuntungan yang telah direncanakan, sehingga akan ada kepastian dana yang telah dipinjamkan akan mampu dikembalikan oleh Pemerintah dan BUJT Ketika proyek sudah beroperasi.

Pemberian jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah berpengaruh dalam hal:

1. Tingkat pengembalian investasi (IRR) Keterlambatan pengadaan tanah dapat menyebabkan proyek yang awalnya layak menjadi tidak layak. Peran penjaminan adalah dapat menjadi pelindung dengan cara meningkatkan nilai NPV dan IRR ketika kondisi terjadi keterlambatan tanah sehingga investasi tetap menarik. Analisis finansial juga menunjukkan bahwa ketika terjadi keterlambatan pengadaan tanah maka nilai NPV dan IRR proyek dengan jaminan menghasilkan nilai lebih tinggi dibandingkan proyek tanpa jaminan.

Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian jaminan risiko keterlambatan tanah selain berfungsi untuk meningkatkan kelayakan kredit

juga berfungsi untuk meningkatkan kelayakan finansial ketika terjadi keterlambatan tanah.

2. Durasi masa konsesi

Adanya keterlabatan tanah berdampak pada peningkatan biaya investasi dan berkurangnya pendapatan akibat mundurnya jadwal operasi. Salah satu bentuk kompensasi dari jaminan risiko keterlambatan tanah adalah kompensasi perpanjangan masa konsesi untuk menaikkan nilai NPV dan IRR kedalam batas layak ketika terjadi keterlambatan tanah.

3. Tarif jalan tol

Salah satu opsi kompensasi atas terjadinya keterlambatan tanah adalah pemberian kompensasi berupa penyesuaian tarif tol. BUJT berhak mengajukan kompensasi berupa kompensasi tunai dan/atau perpanjangan masa konsesi dan/atau penyesuaian tarif untuk keterlambatan tanah yang melebihi batas toleransi keterlambatan (terjadi keterlambatan lebih dari 6 bulan setelah rencana penyerahan tanah sesuai Berita Acara Pengadaan Tanah/BAPT).

Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah tidak berpengaruh dalam hal durasi pengadaan lahan. Durasi pengadaan lahan dipengaruhi oleh kinerja pelaksana pengadaan tanah (Kementrian ATRBPN). Terutama terkait dengan negosiasi degan pemilik lahan yang sering menimbulkan konflik. Selain itu, jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanh tidak untuk menjamin proses pengadaan tanah tepat waktu, tetapi memberikan kompensasi yang adil jika terjadi keterlambatan tanah. Jaminan memberikan garansi kompensasi terhadap risiko keterlambatan, namun pengadaan lahan bergantung pada aspek negosiasi dengan pemilik lahan.

KESIMPULAN

(9)

Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa dampak pemberian jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah terhadap kelayakan finansial jalan tol adalah sebagai berikut:

1. Selisih NPV dan IRR proyek dengan penjaminan dan tanpa penjaminan tidak terlalu tinggi (0,84% untuk NPV dan 0,033% untuk IRR). Artinya pemberian jaminan pada kondisi tanah tepat waktu tidak secara signifikan mempengaruhi kelayakan finansial. Ditinjau dari kondisi aktual saat ini yang masih banyak terjadi keterlambatan tanah, peran penjaminan dapat digunakan sebagai

“buffer/pelindung” dengan meminimalisir terjadinya cost overrun.

Selain itu, dengan adanya jaminan maka akan meningkatkan minat investor dalam berinvestasi karena terdapat kepastian terhadap pengembalian pinjaman yang diberikan kepada Pemerintah dan BUJT oleh investor.

2. Selisih nilai IRR dengan MARR pada saat kondisi terjadi keterlambatan menghasilkan selisih yang tidak signifikan (selisih 1 s/d 2%).

Menunjukkan pemberian jaminan risiko berpengaruh terhadap kelayakan finansial namun tidak secara spontan meningkatkan minat investasi investor. Disebabkan karena nilai kompensasi kecil dan hanya mencakup maksimal keterlambatan 6 bulan untuk kompensasi tunai, menyebabkan nilai tambahnya kurang menarik bagi investor.

3. Selisih IRR kondisi terjadi keterlambatan tanah pada proyek dengan penjaminan 0,58% lebih rendah dibandingkan IRR kondisi tidak terjadi keterlambatan tanah pada proyek tanpa jaminan.

Mengindikasikan bahwa dalam kondisi terjadi keterlambatan tanah, pemberian kompensasi atas jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah

tidak secara spontan menaikkan nilai IRR ke dalam kondisi awal sebelum terjadi keterlambatan, namun dapat membantu menaikkan IRR ke dalam kondisi layak finansial.

4. Analisis kuisioner dan wawancara menunjukkan bahwa pemberian jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah sangat bermanfaat dan sangat berpengaruh terhadap minat investasi dikarenakan pemberian kompensasi dapat menjadi

“buffer/pelindung” untuk menutup biaya bunga akibat terjadi keterlambatan tanah. Dengan adanya jaminan risiko keterlambatan tanah, investor yakin bahwa pemerintah memiliki kapabilitas untuk mengusahakan proses pengadaan tanah hingga proyek tersebut berhasil dan mencapai keuntungan. Sehingga investor yakin bahwa BUJT dan Pemerintah mampu mengembalikan pinjaman kepada investor.

5. Batas keterlambatan pengadaan tanah pada proyek dengan jaminan agar proyek tetap layak adalah 3,9 tahun dengan IRR 14,584%. Apabila terdapat keterlambatan tanah melebih 3,9 tahun maka diperlukan adanya tambahan kompensasi penyesuaian tarif untuk meningkatkan nilai NPV dan IRR dalam kondisi layak finansial.

Untuk proyek tanpa jaminan, batas toleransi keterlambatan pengadaan tanah adalah 3,3 tahun dengan nilai IRR 14,588%. Apabila terdapat keterlambatan tanah yang melebihi 3,3 tahun maka diperlukan diperlukan adanya dukungan pemerintah misalnya pemberian VGF berupa partial construction untuk meningkatkan kelayakan finansial.

6. Proyek dengan penjaminan menghasilkan nilai NPV & IRR lebih tinggi dibandingkan proyek tanpa penjaminan dalam kondisi terjadi keterlambatan tanah. Jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah

(10)

292 berperan untuk meningkatkan kelayakan kredit & kelayakan finansial proyek apabila terjadi keterlambatan tanah.

7. BUJT berhak untuk mengajukan kompensasi dalam bentuk tunai jika keterlambatan masih dalam batas toleransi dan/atau perpanjangan masa konsesi dan/atau penyesuaian tarif tol untuk mengembalikan tingkat pengembalian investasi (IRR) apabila keterlambatan melebihi batas toleransi.

DAFTAR PUSTAKA

Adhiputra, M. R., Syahrizal, & Rambe, A. P. (2015).

Analisis Faktor Penyebab Keterlambatan Proyek Konstruksi Jalan Tol (Studi Kasus:

Jalan Bebas Hambatan Medan- Kualanamu).

Apriliasari, nur fajar, & Widyastuti, H. (2019).

Analisis Kelayakan Ekonomi dan Finansial Pembangunan Jalan Tol Pandaan-Malang.

Jurnal Teknik ITS, 8(1).

Arif, M. F. (2012). Makna Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah untuk Jalan Tol dalam Perspektif Undang- Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

http://dx.doi.org/10.1016/j.actamat.2015.1 2.003%0Ahttps://inis.iaea.org/collection/N CLCollectionStore/_Public/30/027/3002729 8.pdf?r=1&r=1%0Ahttp://dx.doi.org/10.101 6/j.jmrt.2015.04.004

Fitriana, E. C. (2012). Pelaksanaan Pemberian Ganti Rugi dalam Pembangunan Jalan Tol di Kecamatan Pakis Kabupaten Malang. 1–6.

Hassan, H. (2018). Manajemen Konflik dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Jalan Tol Batang – Semarang. Journal of Politic and Government Studies, 8(1), 1–20.

Joesoef, I. E. (2011). Model kerjasama pemerintah dan swasta: studi penerapan kontrak build operate transfer dalam perjanjian pengusahaan jalan tol di Indonesia.

Universitas Indonesia.

Listyaningsih, D. (2014). Pengaruh Keterlambatan Pembebasan Lahan Terhadap Keputusan Investasi Proyek Jalan Tol Surabaya- Mojokerto. Institut Teknologi Sepuluh

Nopember.

Mahani, I. (2018). Pengembangan Dukungan Pemerintah Non Contingent Pada Jalan Tol Dengan Skema Supported Build Operate Transfer (SBOT) di Indonesia. In Institut Teknologi Bandung.

Putri, K., & Marzuki, P. (2020). Model of land acquisition productivity performance for toll road projects in Indonesia. Civil and Environmental Science, 003(02), 84–94.

https://doi.org/10.21776/ub.civense.2020.0 0302.3

Rita, E., Carlo, N., & Nandi. (2022). Penyebab Dan Dampak Keterlambatan Pekerjaan Jalan Di Sumatera Barat Indonesia. Jurnal Rekayasa,

11(1), 27–37.

https://doi.org/10.37037/jrftsp.v11i1.94 Ross, Westerfield, and J., Finance, F. of C., & Edition,

S. (2003). Ross, Westerfield, and Jordan Fundamentals of Corporate Finance Sixth Edition. In Ross, Westerfield, and Jordan Fundamentals of Corporate Finance Sixth Edition (Vol. 44, Issue 8).

Sajiah, F. S. (2020). Penyebab Keterlambatan Penyelesaian Proyek Kontrak Tahun Jamak.

Jurnal Anggaran Dan Keuangan Negara Indonesia (AKURASI), 2(1), 57.

Sancoko, K. D., Djumikasih, & Dheviana, R. (2019).

Akibat Hukum Wanprestasi Pada Perjanjian Build Operate Transfer Sebagai Bentuk Kemitraan Pemerintah dengan Swasta dalam Pembangunan Jalan Tol.

Sudirman, S. et al. (2015). Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum Jalan Tol Trans Jawa Ruas Mantingan-Kertosono II di Kabupaten Nganjuk.

Supriyanto, G. (2016). Pelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Jalan Tol Batang – Semarang Seksi II di Kelurahan Wonosari Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang.

Universitas Diponegoro.

Referensi

Dokumen terkait