• Tidak ada hasil yang ditemukan

NEWS. Pengendalian Skabies. Dimensi Baru dalam Tatalaksana dan Strategi. Dr. dr. Sandra Widaty, Sp.KK(K), FINS-DV, FAADV.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NEWS. Pengendalian Skabies. Dimensi Baru dalam Tatalaksana dan Strategi. Dr. dr. Sandra Widaty, Sp.KK(K), FINS-DV, FAADV."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

NEWS

www.mims.com

Dimensi Baru dalam

Tatalaksana dan Strategi

Pengendalian Skabies

Dr. dr. Sandra Widaty, Sp.KK(K), FINS-DV, FAADV

(2)

Dimensi Baru dalam

Tatalaksana dan Strategi

Pengendalian Skabies

Dr. dr. Sandra Widaty, Sp.KK(K), FINS-DV, FAADV

Hingga saat ini skabies masih merupakan penyakit kulit yang banyak dijumpai terutama di negara-negara berkembang. Penyakit ini dapat menyerang individu dari semua ras, strata sosial & ekonomi. Kendati dapat disembuhkan tetapi pada kenyataanya skabies seringkali dianggap sebagai penyakit kulit biasa dan luput terdiagnosis sehingga dapat berkembang menjadi berat dan mengalami komplikasi yang menimbulkan problema fisik, psikis, sosial, dan ekonomi.

Skabies atau yang dikenal dengan istilah gudik, the itch,  atau  kudis,  berasal  dari  bahasa  latin  “scabere”  yang  artinya  menggaruk.  Skabies  adalah  suatu  penyakit  kulit  menular  yang  disebabkan  oleh  infeksi  dan  infestasi  ektoparasit (tungau) Sarcoptes scabiei var. hominis.

Beberapa  penelitian  mengindikasikan  kurangnya  kewaspadaan tenaga medis, khususnya dokter, dalam  menghadapi  masalah  kulit  ini.  Oleh  karena  itu,  keterlibatan  dokter  bukan  hanya  dibutuhkan  dalam  hal  pengobatan  skabies  tetapi  juga  dalam  pencegahan  penularan  melalui  pemberian  edukasi  kesehatan kepada masyarakat.

Epidemiologi

Diperkirakan  setiap  saat  ada  kurang  lebih  130  juta  orang di seluruh dunia yang terjangkit skabies. Hal ini  terlihat  dari  tingginya  kasus  skabies  yang  dilaporkan  di  seluruh  dunia  setiap  tahunnya  yaitu  ±300  juta  kasus.1 Kasus skabies dapat dijumpai di semua negara  dengan prevalensi bervariasi, antara 0,3 hingga 46%.2  (lihat Tabel 1)

Menurut  hasil  yang  diperoleh  dari  laporan  PUSKESMAS  di  seluruh  Indonesia,  skabies  merupakan  penyakit  kulit  terbanyak  ke‐3  dengan  prevalensi  5,6‐12,9%.  Penelitian  yang dilakukan di pesantren dan panti

Tabel 1. Prevalensi skabies di berbagai negara berkembang sejak tahun 2004 hingga 2010.

Year Country Environment Ages Study Area Diagnosis No of People Seen Scabies (%) References

2005 Turkey Urban 4-6 years Preschool Clinical and 1134 0.4 [102]

scrapings

2005 Nigeria Rural 4-15 years School Clinical 1066 4.7 [103]

2005 Brazil Urban All ages Slum Clinical 1185 8.8 [20]

Village 548 3.8

2007 Timor-Leste Rural All ages Four districts Clinical 1535(245)a 17.3 (39.1)a [16]

2008 Nepal Rural All ages Village Clinical 878 4.7 [104]

2009 Malaysia Urban 13-17 years Boarding school Clinical 944 8.1 [105]

2009 Brazil Rural All ages Village Clinical 1014 9.8 [106]

2009 Fiji Rural/urban 5-14 years Schools Clinical 3462 18.5 [9]

2010 Malaysia Urban Children Welfare home Clinical 120 31 [22]

aIn brackets - children < 10 years

2

(3)

asuhan  menemukan  adanya  51,6%  kasus  skabies  di  Jakarta  Timur  pada  tahun  2012  dan  68%  kasus  skabies di Jakarta Selatan pada tahun 2014.

Beberapa  penelitian  memperlihatkan  bahwa  kasus  skabies  jauh  lebih  banyak  didapati  pada  mereka  dengan  personal  hygiene  yang  buruk  dibandingkan  dengan  mereka  dengan  personal  hygiene  baik.  Dari  penelitian tersebut terlihat hubungan yang signifikan  antara tingkat kebersihan perorangan dengan kasus/ 

kejadian skabies.3 Transmisi

Skabies  dapat  ditularkan  melalui  kontak  langsung  (kulit  dengan  kulit)  misalnya  berjabat  tangan,  bersentuhan,  dan hubungan seksual, atau kontak tidak langsung yaitu  melalui  penggunaan  pakaian,  sprei  (bed  linen),  atau  handuk  secara  bergantian  dengan  individu  yang  mengidap  skabies  karena  kutu  skabies  dapat  bertahan  hidup diluar tubuh manusia selama 3 hari (72 jam).4 Etiologi Skabies

Sarcoptes  scabiei  (  S.scabiei)  termasuk  filum  Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, famili Sarcoptidae,  genus  Sarcoptes.  Secara  morfologi,  S. 

scabiei  merupakan  tungau  kecil,  berbentuk  oval/ 

lonjong,  berkaki  delapan,  dengan  punggung  cembung  dan bagian perut rata, dan tidak memiliki mata. Infestasi  tungau  diawali  berpindahnya  tungau  dewasa  dari  kulit  individu  yang  terinfeksi  skabies  ke  kulit  individu  sehat. 

Selanjutnya,  tungau  dewasa  betina  menggali  terowongan  pada  stratum  korneum  dan  tinggal  di  dalamnya.  Tungau  dewasa  keluar  ke  atas  kulit  untuk  berkopulasi  dan  setelah  kopulasi,  tungau  jantan  akan  mati  dan  tungau  betina  korneum  dan  menaruh  2‐3  telurnya  setiap  hari  selama  4‐6  minggu.  Sesudah  3‐4  hari, telur menetas menjadi larva. Dalam sehari  setelah  ditetaskan,  larva  bermigrasi  ke  permukaan  kulit  dan  menggali  lubang  kecil  dan  mengisap  cairan  yang  terkandung dalam sel‐sel kulit. 3‐4 hari kemudian, larva  berubah  menjadi  nimfa  (tungau  dewasa  muda).  Dalam  4‐6  hari  selanjutnya,  nimfa  berubah  menjadi  tungau  jantan  atau  tungau  betina  dewasa.  Secara  keseluruhan,  siklus  hidup  Sarcoptes  scabiei  terdiri  dari  4  fase  yaitu  telur (3‐8 hari), larva (2‐3 hari), nimfa (±

7‐10 hari), dan dewasa.5

Patogenesis dan Gambaran Klinis Patogenesis

Gejala  pruritus,  eritema,  papul,  dan  nodul  disebabkan  oleh respon imun (hipersensitivitas tipe I & IV) terhadap  tungau.  Tungau  mempengaruhi  imunitas,  menghasilkan  pembentukan infiltrat inflamasi yang terdiri dari limfosit,  histiosit,  dan  eosinofil  pada  permukaan  dan  bagian  dalam  kulit,  serta  perivaskuler.  Titer  antibodi  yang  spesifik  terhadap  antigen  tungau  meningkat  secara  bertahap.  Keratinosit  epidermis  pada  gilirannya  menghasilkan  interleukin‐6  (IL‐6)  dan  faktor  pertumbuhan  endotelial  vaskuler  serta  granulocyte‐

colony  stimulating  factor  (G‐CSF).  IL‐6  menstimulasi  proliferasi  keratinosit,  aktivasi  sel  CD4+  Th1  dan  menyebabkan  peningkatan  produksi  IL‐2.  Hal  ini  mengaktivasi  sel‐sel  CD4+  untuk  menghasilkan  IL‐4,  sehingga  meningkatkan  produksi  antibodi.  IL‐8  dan  G‐

CSF  meningkatkan  diferensiasi  monosit  menjadi  sel‐sel  dendritik dan proliferasi neutrofil. 6

Gambaran klinis

Gambaran klinis skabies meliputi 4 tanda kardinal/ klasik  yaitu  pruritus  nokturna  (gatal,  terutama  pada  malam  hari),  menyerang  sekelompok  manusia,  ditemukan  adanya terowongan (kunikulus) dan ditemukan tungau.7  Selain pruritus, adakalanya didapati ruam berupa erupsi  papul, pustul, dan nodul.5 Papul eritematosa diakibatkan  oleh  reaksi  hipersensitivitas  tipe  IV  terhadap  tungau  dewasa,  telur  tungau,  dan/atau  eksreta  tungau.1  Pada  bayi dan anak kecil, ruam timbul di kepala, wajah, leher,  telapak  tangan,  dan  telapak  kaki,  dan  adakalanya  ditemukan  lesi  yang  menyerupai  vesikel  pada  kulit  kepala, leher, telapak tangan, dan telapak kaki.5 Tempat  predileksi yang khas dari kunikulus yaitu pada area kulit  dengan stratum korneum yang tipis, seperti sela‐sela jari  tangan,  pergelangan  tangan  bagian  volar,  aksila,  umbilikus,  abdomen  bagian  bawah,  areola  mamae,  bokong, dan genitalia eksterna (pria).1,8

Garukan  seringkali  mengakibatkan  skabies  mengalami  infeksi  sekunder  oleh  bakteri  seperti  Staphylococcus  aureus  dan  Streptococcus  grup  A. 

Infeksi  sekunder  pada  bayi  dapat  mengakibatkan  septikemia, bahkan kematian. 6

Faktor predisposisi seperti lepra, infeksi virus leukemia

(4)

sel  T  manusia  tipe  1,  HIV,  dan  imunosupresi  oleh  obat‐

obatan  menyebabkan  berkembangnya  skabies  menjadi  bentuk yang lebih berat seperti skabies Norwegia.9 Skabies Norwegia

Skabies Norwegia atau skabies berkrusta pertama kali  ditemukan  diantara  pasien  lepra  di  Norwegia  tahun  1848.  Ini  merupakan  skabies  dengan  hiperinfestasi  tungau  dengan  jumlah  tungau  yang  sangat  banyak  (hingga  mencapai  ribuan)  di  kulit  sehingga  bersifat  sangat  menular.  Skabies  Norwegia  dicirikan  dengan  krusta  hiperkeratosis  yang  tebal  dan  plak  bersisik  yang  menyerupai  psoriasis.  Umumnya  didapati  pada  individu  dengan  gangguan  sistem  imun  (termasuk  AIDS)  dan  psikosis.  Gejala  pruritus  tergolong  ringan  atau  bahkan  tidak  ada  sehingga  seringkali  keliru  didiagnosis  dan  mengakibatkan  wabah  nosokomial  yang  besar.  Infeksi  sekunder  sering  dijumpai  dan  dikaitkan dengan angka mortalitas yang tinggi.4,9

pemberian obat skabisidal topikal (misalnya permethrin,  lindane,  atau  ivermectin)  dan  antihistamin  oral  (misalnya  diphenhydramine  HCl  atau  cyproheptadine  HCl)  sebagai  terapi  simtomatis  untuk  mengurangi  gatal  (pruritus).  Pada  skabies  dengan  pruritus  berat  dapat  digunakan prednison (oral).

Antibiotik  diindikasikan  untuk  skabies  yang  mengalami  infeksi  sekunder.  Penggunaan  antibiotik  diteruskan  hingga  infeksi  sekunder  teratasi,  yang  kemudian dilanjutkan dengan skabisidal topikal.

Pada  skabies  berkrusta  (Skabies  Norwegia),  tatalaksana  mencakup  perawatan  rumah  sakit,  karantina  penderita,  dan  terapi  kombinasi  skabisidal  (misalnya  permethrin)  topikal  dan  ivermectin  oral. 

Lesi  hiperkeratosis  diatasi  dengan  keratolitik  topikal. 

Selain untuk mengurangi keratosis, keratolitik topikal  dapat membantu absorpsi krim permethrin.

Bagaimana Mengidentifikasi Skabies? Skabisidal

Permethrin krim 5% merupakan terapi standar emas Skabies didiagnosis secara klinis yaitu berdasarkan topikal skabies dengan efektivitas mencapai 90 persen.

tanda‐tanda kardinal skabies. Diagnosis pasti skabies Direkomendasikan sebagai terapi lini pertama pada ditegakkan dengan ditemukannya tungau dewasa, penderita skabies berusia di atas 2 bulan. Permethrin telur, atau larva melalui pemeriksaan penunjang dioleskan ke seluruh tubuh selama 8 hingga 12 jam, antara lain dengan mengambil sedikit kelupasan kulit biasanya pada malam hari menjelang tidur. Guna (dengan bantuan jarum) dari lesi yang mencurigakan membasmi telur tungau yang sudah matang dan luput dan diperiksa di bawah mikroskop, atau menyikat kulit terbasmi pada terapi awal, permethrin diberikan ulang dengan sikat dan menampung serpihannya di atas 1 minggu kemudian.10 Obat ini memiliki toksisitas kertas untuk dilihat di bawah kaca pembesar.7Adanya rendah.8

tungau di dalam stratum korneum dapat diketahui

Sulfur presipitatum 5‐10% dalam bentuk salep aman melalui pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit

(biopsi irisan dan biopsi eksisional).4 digunakan untuk pengobatan topikal skabies pada The Great Imitator

anak, termasuk bayi berusia kurang dari 2 bulan.

Dalam konsentrasi 10%, obat ini mampu membunuh Karena menyerupai berbagai penyakit kulit lainnya larva, nimfa, dan tungau dewasa tetapi tidak halnya dengan gejala gatal, skabies juga dinamakan the great dengan telur (non ovisidal).

imitator  disease.  Diagnosis banding skabies yaitu Pada beberapa daerah endemik skabies, seperti di dermatitis atopik, reaksi kulit akibat gigitan serangga beberapa desa di India, sabun sulfur dalam kadar (insect  bites), dermatitis herpetiformis, eksema 6‐10% digunakan sebagai terapi andalan skabies.11 dishidrotik, dan psoriasis. (Tabel 2).

Lindane (gama benzen heksaklorida) krim atau salep Tabel 2. Diagnosis Banding Skabies 1% dapat digunakan sebagai alternatif jika permethrin

5% tidak tersedia.12 Efektif

Diagnosis Banding Gambaran

Dermatitis atopik Lesi umumnya berlokasi pada wajah sehingga menyerupai lesi pada skabies. terhadap semua stadium

Pada pemeriksaan tidak ditemukan kunikulus dan tungau. S.  scabiei (mulai dari telur

Reaksi gigitan Lesi berlokasi pada area yang terpapar, khususnya ekstremitas dan wajah.

hingga tungau dewasa).

serangga Lesi pada sela-sela jari tangan jarang ditemukan. Ada riwayat atopi.

Dermatitis Penyakit berlangsung lebih lama, pruritus lebih menonjol, disertai kumpulan Karena memiliki efek

herpetiformis papulovesikel dan gambaran histologis yang khas (vesikel subepidermal, mikroabses pada neurotoksik, obat ini tidak

ujung-ujung papiler dermal) dan imunofluoresensi langsung (pola granular Imunoglobulin A).

direkomendasikan pada anak

Eksema dishidrotik Lokalisasi lesi pada telapak tangan dan/atau telapak kaki. Gejala pruritus nokturna jarang dijumpai.

Psoriasis Gambaran klinis mirip dengan skabies berkrusta, tetapi pada pemeriksaan tidak ditemukan tungau. usia kurang dari 2 tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui.

Tatalaksana skabies

Pemilihan  obat  untuk  skabies  dilakukan  berdasarkan  efektivitas obat, potensi toksisitas, jenis skabies, dan  usia penderita.8 Pengobatan skabies meliputi

Skabisidal  lainnya,  ivermectine  digunakan  sebagai  terapi oral skabies, baik sebagai monoterapi maupun  kombinasi dengan obat topikal. Karena menghasilkan  efek terapeutik sistemik dalam waktu relatif cepat,

(5)

ivermectine  oral  dapat  digunakan  untuk  mengatasi  wabah skabies dan menghasilkan angka kesembuhan  yang setara dengan terapi konvensional dengan obat  topikal  untuk  skabies  klasik.  Efikasi  ivermectine  sebesar 76 hingga 100% diperlihatkan oleh beberapa  studi  open‐label.  Ivermectin  dapat  membunuh  larva,  nimfa,  dan  tungau  dewasa,  kecuali  telur  (non  ovisidal)  sehingga  perlu  dikombinasi  dengan  obat  lainnya.  Tidak  direkomendasikan  untuk  anak  berusia  dibawah  5  tahun,  ibu  hamil,  atau  menyusui  karena  keterbatasan data mengenai keamanan obat ini.8 Kapan perlu pengulangan terapi?

Karena  gejala‐gejala  skabies  disebabkan  oleh  reaksi  hipersensitivitas  terhadap  tungau  dan  fesesnya,  ruam  mungkin  masih  terlihat  selama  beberapa  minggu  sesudah  pengobatan,  sedangkan  gejala  gatal  menghilang  secara  bertahap  dalam  waktu  2  hingga  3  minggu  sesudah  pengobatan  walaupun  semua  tungau  dewasa  dan  telurnya  telah dibasmi. Karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan ulang  tiap  minggu  selama  4  minggu  sesudah  terapi  untuk  mengetahui  perkembangan  resolusi  gejala.  Pengulangan  terapi  perlu  dilakukan  pada  hari  ke‐14  jika  gejala  pruritus  tetap  ada  selama  lebih  dari  2  minggu  sesudah  terapi  atau  ditemukan terowongan baru atau lesi muncul kembali13.

Upaya Pencegahan dan Pengendalian Skabies Dalam  melakukan  upaya  pencegahan  dan  pengendalian skabies, pemberian edukasi masyarakat  untuk menerapkan kebiasaan atau pola hidup bersih,  tindakan karantina (isolasi) dan pengobatan terhadap  penderita  skabies  hingga  (pengobatan)  tuntas,  serta  cara  penggunaan  obat  skabies  secara  tepat  merupakan hal yang esensial.

Guna  mencegah  terjadinya  reinfestasi  tungau,  perlu  dilakukan  pengobatan,  pencegahan  (profilaksis),  dan  environmental  cleaning  secara  bersamaan  dalam  waktu  24  jam  terhadap  penderita  skabies  dan  semua  individu  yang  kontak  langsung  dengan  penderita  harus  diterapi. 

Terapi  profilaksis  dengan  skabisidal  seperti  permethrin  5% dosis tunggal diberikan terhadap

orang‐orang yang kontak langsung atau kontak dekat  dengan  penderita  skabies,  termasuk  para  petugas  kesehatan.  Environmental  cleaning  antara  lain  mencakup  penatalaksanaan  linen  yaitu  mencuci  pakaian,  handuk,  sprei  yang  digunakan  oleh  penderita  atau  orang‐orang  yang  kontak  dekat  dengan penderita dengan deterjen dan air panas dan  dikeringkan dengan hot dryer, dry‐cleaning. Jika tidak  tersedia air panas, masukkan barang‐barang tersebut  ke  dalam  kantung  plastik  yang  ditutup  rapat  dan  dibiarkan  sekurang‐kurangnya  selama  7  hari  karena  tungau  skabies  umumnya  tidak  dapat  hidup  selama  lebih dari 3 hari di luar tubuh pejamu (manusia).5 Kesimpulan

‐ Skabies  merupakan  masalah  kesehatan  yang  bersifat  global  dan  dapat  menyerang  semua  individu  dari  segala usia, ras, dan tingkat sosioekonomi.  

 ‐ Faktor‐faktor  seperti  lingkungan  tempat  tinggal  yang 

padat  dan  kumuh,  sanitasi  lingkungan  yang  buruk,  serta  rendahnya  tingkat  pendidikan  dan  atau  pengetahuan  mengenai  skabies  merupakan  faktor‐

faktor yang turut meningkatkan prevalensi skabies.  

‐ Kemampuan  tungau  yang  hanya  dapat  bertahan  hidup  selama  3  hari  di  luar  kulit  tubuh  pejamu  (manusia)  merupakan  hal  yang  esensial  untuk  diketahui  oleh  masyarakat  dan  tenaga  kesehatan  dalam  melakukan  langkah‐langkah  pengendalian  dan pencegahan skabies secara optimal.  

‐ Keterlambatan  diagnosis  serta  terapi  dan  penanganan  (penderita  dan  individu  yang  kontak  dengan  penderita)  yang  tidak  adekuat  mengakibatkan  berkembangnya  skabies menjadi berat dan terkomplikasi.  

 ‐ Dibandingkan  dengan  preparat  topikal  lainnya, 

permethrin topikal 5% memiliki keunggulan karena  dapat  membunuh  semua  stadium  tungau,  toksisitas  rendah,  dan  meredakan  gejala  gatal  (pruritus) secara lebih cepat pada skabies.  

Daftar Pustaka

1. Micali  G,  Lacarrubba  F,  et  al.  Scabies:  Advances  in  Noninvasive  Diagnosis. PLoS Negl Trop Dis. 2016; 1‐13.  

 2. Hay et al. Scabies in the developing world—its prevalence, complications,  and management. Clin Microbiol Infect 2012; 18: 313–23.  

 3. Akmal SC, Semiarty R. Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian  Skabies  Di  Pondok  Pendidikan  Islam  Darul  Ulum,  Palarik  Air  Pacah,  Kecamatan  Koto  Tangah  Padang  Tahun  2013.  Jurnal  Kesehatan  Andalas 2013;164‐7.  

 4. Inakanti  Y.  An  Old  Disease  in  New  Look  ‐  Short  Review  of  Literature: 

Scabies. International Journal of Clinical Case Reports 2015; 5 (13): 1‐5.  

 5. Management  of  scabies  in  long‐term  care  facilities,  schools  and  other 

institutions.  Trenton  (NJ):  New  Jersey  Department  of  Health;  2014  Jul. 

Diunduh  dari  http://www.state.nj.us/health/cd/documents/faq/ 

scabies_guidance.pdf  

 6. Viswanath V, Gapalani V, Jambhore M. Infestation. In: Singal A, Grover C,  eds. Comprehensive Approach to Infections in Dermatology. 1st ed. New  Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers;2016:421‐31.  

7. Handoko  RP.  Skabies.  In:  Djuanda  A  ed.  Ilmu  Penyakit  Kulit  dan  Kelamin. 7th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2016.  

 8. Golant  AK,  Levitt  JO.  Scabies  :  A  Review  of  Diagnosis  and  Management  Based on Mite Biology. Pediatr Rev. 2012 Jan;33(1):e1‐e12.  

 9. Problems  in  Diagnosing  Scabies,  a  Global  Disease  in  Human  and  Animal  Populations.  Waltons  SF,  et  al.  CLINICAL  MICROBIOLOGY  REVIEWS;2007:268–279.  

 10. Comparative  Efficacy  of  Topical  Permethrin,  Crotamiton  and  Sulfur  Ointment  in  Treatment  of  Scabies.  C  Mila‐Kierzenkowska  et  al. 

Journal of Arthropod‐Borne Diseases 2008.  

 11. Hengel  RL  et  al.  Disease  caused  by  Arthropods.  In:  Braun‐Falco  O,  Plewig G, Wolff HH, Burgdorf WH, eds. Dermatology, 2nd completely  revised ed. Italia: Springer‐Verlag;2000:372  

 12. Scabies management. Paediatr Child Health. 2001 Dec; 6(10): 775–777    

13. Centers  for  Disease  Control  and  Prevention.  Scabies. 

https://www.cdc. gov/parasites/scabies/treatment.html  

5

Gambar

Tabel 1. Prevalensi skabies di berbagai negara berkembang sejak tahun 2004 hingga 2010.

Referensi

Dokumen terkait