1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Yayasan Bait al-Hikmah Kota Malang yang selama ini menyelenggarakan proses pembelajaran Al-Qur‟an melalui metode Tahfiz Qur‟an Tematik (TQT) pada peserta didik umur 7 – 12 tahun atau setara dengan kelas I – VI Sekolah Dasar (SD) terkenal dengan teknik talkinnya.
Peserta didik yang belum bisa membaca Al-Qur‟an ditalkin sedikit demi sedikit dan perlahan demi perlahan agar ayat Al-Qur‟an tersebut membekas dan melekat dalam memorinya. Hal ini diharapkan agar peserta didik mampu mengakselerasi kemampuan hafalan – disamping telah dilakukan pendekatan secara tematik – terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an tertentu.
Secara leksikal talkin artinya adalah membisikkan dua kalimat syahadat bagi orang yang sedang sakaratu al-maut.1 Adapun secara etimologis „talkin‟
berarti memahamkan dan mengajar secara lisan, seperti perkataan l n l-k l m” (mengajarkan sebuah ucapkan).2 Mengelaborasi konsep inilah Bait al-Hikmah Malang membuat alternatif teknik hafalan bagi peserta didik yang belum bisa membaca Al-Qur‟an.
Namun demikian, seperti kata peribahasa “belum beranak sudah ditimang”, tampaknya harapan tersebut masih menuai beragam kontroversi.
Sebab, jika memandang pada teori gaya belajar peserta didik yang diutarakan
1 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): Kamus Versi Online/Daring (Dalam Jaringan),” Talkin, 2016, https://kbbi.web.id/talkin.
2 Minati Dhara Yulia, “Talqin Mayit Menurut Tokoh Nahdlatul Ulama Dan Tokoh Muhammadiyah (Studi Kasus Di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal)”
(Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan, 2018).
2
oleh Bobbi De Porter dan Mike Hernacki dalam Yusri Wahyuni (2017),3 maka peserta didik dengan gaya belajar visual akan mengalami kendala yang berarti dalam teknik talkin.
Jika memperhatikan pada ciri-ciri peserta didik dengan gaya belajar visual, maka ia akan cenderung lebih mengingat apa yang ia lihat dari apa yang mereka dengar, ia lebih cenderung mengingat dengan media visual, lebih gemar membaca daripada dibacakan, dan bahkan ia kesulitan mengingat-ingat perintah verbal hanya jika ia dituliskan.4
Tak seperti peserta didik yang memiliki gaya belajar auditori dan kinestetik, kemungkinan besar teknik talkin dalam pembelajaran TQT akan berhasil. Padahal, TQT kerap kali dianggap mampu menjadi terobosan yang menyenangkan dalam menghafal Al-Qur‟an – mengingat pentingnya penjagaan Al-Qur‟an lintas generasi.
Rentan usia peserta didik yang mengikuti pembelajaran di Bait al- Hikmah Malang adalah 7 – 12 tahun, artinya mereka yang duduk pada pendidikan formal Sekolah Dasar (SD) kelas I sampai kelas VI. Memang, secara umum rata-rata anak dalam jenjang SD dominan memiliki gaya belajar kinestetik dan visual. Sebagaimana diutarakan Rahma Azzahra Putri dkk bahwa ditinjau dari persentasenya, siswa SD memiliki gaya belajar visual sebanyak 27%, auditori 34%, dan kinestetik sebanyak 39%. Hal ini juga
3 Yusri Wahyuni, “Identifikasi Gaya Belajar (Visual, Auditorial, Kinestetik) Mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Bung Hatta,” Jurnal Penelitian Dan Pembelajaran Matematika 10, no. 2 (2017): 129.
4 Ira Ainur Rohmah Julianti, “Analisis Karakteristik Gaya Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS Kelas V SDN Di Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan” (Universitas Negeri Semarang, 2016).
3
diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Mulyati, yang menunjukkan dari hasil penelitiannya bahwa mayoritas anak yang berusia 7-12 tahun lebih cenderung memiliki gaya belajar visual, dengan rincian bahwa dari 111 siswa, sebanyak 59 siswa atau 53.15% memiliki gaya belajar visual, sebanyak 30.63% atau 34 siswa memiliki gaya belajar auditorial dan sebanyak 16.22%
atau 18 siswa lebih cenderung memiliki gaya belajar kinestetik.5
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Ira Ainur Rohmah Julianti yang juga menunjukkan hasil yang sama. Yakni bahwa rata-rata anak SD memiliki kecenderungan gaya belahar visual. Hal ini ditunjukkanya dengan melakukan penelitian dengan berjumlah 149 siswa, terdapat 47% siswa memliki kecenderungan gaya belajar visual, 26% memiliki karakteristik gaya belajar auditori, sebanyak 23 % memiliki gaya belajar kinestetik dan 3 % memiliki gaya belajar gabungan6.
Fakta seputar persentase gaya belajar di atas memperoleh afirmasinya dalam dua perspektif teoritis, yakni teori perkembangan kognitif dan teori modus pembelajaran. Pada teori perkembangan kognitif, peserta didik di Bait al-Hikmah yang berusia kisaran 7 – 12 tahun memiliki kecenderungan karakteristik praoperasional dan operasional konkrit. Artinya, peserta didik berpikir atas dasar deskripsi yang tidak abstrak dalam tataran konseptual, namun ia harus bisa mengkonkretkannya baik dalam gerak tubuh, gambar visual maupun suara. Semakin banyak indera yang digunakan tatkala
5 Mulyati, “Identifikasi gaya belajar siswa Kelas V SD se-gugus 3 Kecamatan pengasih Kabupaten Kulon Progo”(Universitas Negeri Yogyakarta, 2015).
6 Ira Ainur Rohmah Julianti, Analisis Karakteristik Gaya Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPS SDN di Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan” (Universitas Negeri Semarang, 2016).
4
melaksanakan pembelajaran, maka akan semakin sesuai dengan karakteristik kognitif peserta didik.7
Adapun menurut Arsyad (2019) sebagaimana yang ia kutip dari Bruner, modus belajar akan membantu peserta didik untuk mendapatkan informasi – berupa materi pembelajaran – pada tiga kategori, yakni enactive, iconic, dan symbolic. Anak dengan karakteristik gaya belajar kinestetik yang mendapat persentase banyak, adalah wajar. Sebab, keseluruhan inderanya dipergunakan.8
Sejak tahun 2017 yakni awal mula metode TQT ini diciptakan sudah meluluskan sebanyak 36 penghafal Al-Qur‟an, meskipun diantara peserta yang lulus dengan predikat baik, ada beberapa peserta yang dianjurkan mengulang kurang lebih empat sampai lima peserta. Metode tahfiz yang digunakan pada hafalan ayat berdasarkan tematik utamanya kisah-kisah para nabi agar lebih memudahkan dalam menghafal.
Pada wawancara yang peneliti lakukan terhadap salah seorang peserta didik Bait Al-Hikmah yang bernama Bintia (2021), bahwa dirinya sebelum mengikuti Program TQT merasa belum lancar dalam membaca dan menghafal Al-Qur‟an. Setelah Bintia mengikuti program TQT, ada perbedaan yang didapatkan. Yakni dirinya dapat menghafalkan beberapa tema dalam Al- Qur‟an.
Selain itu, Direktur Program TQT Zuny Fatmawati (2021) menyatakan bahwa mayoritas peserta didik di Baitul Hikmah sebelumnya banyak yang
7 Sugiyono, “Karakteristik Anak Usia SD,” staffuny.ac.id, 2005.
8 A Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011).
5
tidak bisa menghafal Al-Qur‟an bahkan ada beberapa peserta didik yang belum lancar dalam membaca Al-Qur‟an, namun setelah mereka masuk ke lembaga Baitul Hikmah mengalami peningkatan dalam menghafal Al-Qur‟an.
Zuny Fatmawati (2021) menyatakan bahwa metode TQT tergolong efektif, sebab sepanjang 2017 hingga saat ini, lebih dari 50% peserta yang mengikuti munaqosah telah berhasil memenuhi target pembelajaran. Lebih rinci, persentase keberhasilannya pada 2017 adalah 81,82%, 2018 sebesar 71,43%, 2019 sebesar 81,82%, 2020 sebesar 66,67%, dan tahun ini, 2021 sebesar 75%.9
Pembentukan kompetensi agar melahirkan siswa yang berkualitas dapat dilihat dari rangkaian proses dan juga hasilnya. Menurut Mulyasa, dilihat dari prosesnya, pembentukan kompetensi dapat dikatakan berkualitas apabila keseluruhan atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) siswa terlibat secara aktif.10
Untuk bisa menjadi seorang hafiz bukanlah perkara yang mudah dan instan. Perlu usaha dan ketekunan yang luar biasa. Mulai dari niat yang ikhlas dan tulus bahwa menghafal Al-Qur‟an karena Allah. Putus asa harus jauh dari seorang hafiz Al-Qur‟an, ia harus memiliki kemauan yang kuat untuk selalu menjaga Al-Qur‟an. Setelah nanti menjadi seorang hafiz Al-Qur‟an, ia harus selalu konsisten untuk menjaga hafalannya dengan cara mu j h secara terus-menerus dengan tanpa rasa bosan.
9 Wawancara dengan Zuny Fatmawati pada 4 Juli 2021
10 Mulyasa, Penelitian Tindakan Sekolah, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013).
6
Melakukan kegiatan mu j h kemungkinan besar akan berdampak pada rasa bosan peserta didik. Maka hal ini dapat diimbangi dengan teknik bernyanyi, bermain dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan materi hafalan. Metode TQT tidak menghafal atau mu j h saja namun ada kegiatan yang dapat merangsang kecerdasan majemuknya sehingga menyenangkan dan asyik.
Melihat latar belakang di atas perlu kiranya penelitian tentang metode TQT dalam menunjang peningkatan hafalan dan pemahaman siswa Yayasan Bait Al-Hikmah Kota Malang. Dengan demikian, penulisan tugas akhir ini mengambil judul “Ketercapaian Metode Tahfizh Qur’an Tematik dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal al-Qur’an Siswa Yayasan Bait Al-Hikmah Malang.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis mengidentifikasikan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik gaya belajar siswa di Yayasan Bait al- Hikmah Foundation?
2. Bagaimana ketercapaian metode Tahfizh Qur‟an Tematik dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur‟an siswa yayasan Bait al-Hikmah Foundation?
7 C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini:
1. Mendeskripsikan karakteristik gaya belajar siswa di Yayasan Bait al- Hikmah Foundation.
2. Mendeskripsikan ketercapaian metode Tahfizh Qur‟an Tematik dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur‟an siswa yayasan Bait al-Hikmah Foundation.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki dua manfaat yang terbagi atas manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan bacaan, acuan, dan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang sejenis.
2. Manfaat Praktis
a. Menjadi bahan referensi bagi calon guru dalam mengembangkan kurikulum, terutama kurikulum yang berlandaskan pendidikan Islam untuk melaksanakan pembelajaran menghafal Al-Qur‟an.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi bagi para guru maupun calon guru untuk lebih meningkatkan pelaksanaan program menghafal Al-Qur‟an.
8 E. Definisi Istilah
Dalam rangka memperjelas dan membatasi maksud dari judul dan tema yang peneliti tulis, maka diuraikan beberapa pembatasan istilah sebagai berikut:
1. Metode Tahfizh Qur’an Tematik
Metode Tahfiz Qur‟an Tematik adalah sebuah metode menghafal Al-Qur‟an dengan cara menghafal ayat Al-Qur‟an yang berkaitan dengan tema-tema tertentu, sehingga memudahkan penghafal memahami ayat beserta artinya yang dikelompokkan berdasarkan tema.
2. Kemampuan Menghafal Al-Qur’an
Kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Menghafal adalah aktivitas mencamkan dengan sengaja dan dikehendaki dengan sadar dan sungguh-sungguh. Menghafal Al- Qur‟an pada hakikatnya adalah suatu upaya untuk menambah kedekatan dengan Al-Qur‟an karena antara tilawah dengan menghafal adalah dua hal yang berbeda. Dengan menghafal, jiwa dan otak kita akan terus menyerap lantunan ayat-ayat Al-Qur‟an yang diulang-ulang begitu banyak oleh lidah kita.11
3. Siswa
Siswa di sini adalah individu yang menjadi peserta didik di Yayasan Bait Al-Hikmah Kota Malang.
11 Abdul Aziz Abdur Rauf, 17 Motivasi Berinteraksi Dengan Al-Qu n (Bandung:
Masjid Raya Habiburrahman, 2008).
9 F. Penelitian Terdahulu
Pada bagian ini, penulis berupaya untuk menunjukkan perbedaan- perbedaan antara penelitian peneliti dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain terhadap tema yang sama. Hal ini dilakukan dalam rangka menunjukkan adanya unsur kebaruan (novelty). Sehingga di dalamnya dapat diketahui bahwa penelitian yang ditulis ini merupakan penelitian yang relevan bagi perkembangan zaman.
Pertama. Skripsi Hadiyatu Rosyidah (2017) Penerapan Teori Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence) dalam Pembelajaran Tahfizh Al- Qur`an Tematik (TQT) di Madrasah Diniyah Bait Al-Hikmah Malang.
Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keinginan peneliti untuk meninjau sejauh mana penerapan teori kecerdasan majemuk (multiple intelligence) pada metode Tahfizh Qur‟an Tematik yang diselenggarakan oleh Bait Al-Hikmah Kota Malang. Adapun pendekatannya dilakukan secara kualitatif – deskriptif.
Hasilnya, penelitian ini mengutarakan bahwa metode Tahfiz Qur‟an Tematik memiliki penerapan yang signifikan, sehingga dengannya metode tersebut mampu menunjang perubahan karakter dan gaya belajar siswa selama pembelajaran berlangsung.12 Penelitian ini memiliki perbedaan yang signifikan pada penulis menjadikan metode TQT sebagai variabel independen sedangkan kemampuan menghafal sebagai variabel dependennya. Artinya, peneliti melakukan sebaliknya apa yang dilakukan oleh Hadiyatu Rosyidah.
12 Hadiyatu Rosyidah, “Penerapan Teori Kecerdasan Majemuk (Multipke Intelligence) Dalam Pembelajaran Tahfizh Al-Qur‟an Tematik (TQT) Di Madrasah Diniyah Bait Al-Hikmah”
(Universitas Muhammadiyah Malang, 2017).
10
Kedua. Skripsi Nadhirotul Mabruroh (2017) Implementasi Strategi T hfizh Qu n Tem tik (TQT) d l m Mengh f l Al-Qu n di Y y s n B it Al-Hikmah. Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Meskipun sama- sama menggunakan pendekatan secara kualitatif, namun antara Nadhirotul dan peneliti memiliki perbedaan yang signifikan pada aspek jenisnya. Jika Nadhirotul menggunakan jenis kualitatif-deskriptif, maka peneliti menggunakan jenis kualitatif-asosiatif.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penggunaan strategi Tahfizh Qur‟an Tematik di Yayasan Bait Al-Hikmah Kota Malang mengedepankan hafal dan pemahaman ayat dengan mengadopsi pembelajaran modern yakni Multiple Intelegensi, Mind Mapping, Teori Belahan Otak dan Lainnya.
Hasil dari penelitian ini adalah pertama, 3 persiapan yang harus dilakukan guru 1) persiapan kurikulum untuk menentukan materi pembelajaran dan 2) memurojaah materi yang akan diajarkan. 3) persiapan media yang diberikan kepada siswa. Kedua, proses pembelajaran yang dilakukan pada strategi Tahfizh Qur‟an Tematik terbagi menjadi 3 proses. 1) kegiatan awal guru memberikan intruksi agar siswa tertib, berdo‟a bersama dan mengumpulkan report, 2) kegiatan inti (a) melihat video (b) bertanya pada siswa mengenai alur cerita (c) mentalqin ayat (d) pembagian ayat menjadi perkata (e) mengulang-ulang ayat bersama-sama (f) pemberian kata kunci atau arti ayat (g) media pembelajaran pada kisah musa dan khidir berupa puzzle, lembar kerja terjemah, lagu, bermain peran. 3) kegiatan penutup guru meminta
11
siswa untuk mengulang materi serta menanyai satu-persatu agar memberikan ingatan yang kuat di kemudian hari kemudian diakhiri dengan doa bersama.
Ketiga, evaluasi yang dilakukan mencakup 4 macam yakni. 1) evaluasi hasil belajar 2) evaluasi per tema 3) evaluasi kenaikan kelas 4) evaluasi munaqosyah.13
Ketiga. Skripsi Denok Ayu Adila (2016) Penerapan Strategi Tahfizh Qu n Tem tik di SD AISYIYAH K mil Kec m t n Lowokw u Kot Malang. Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Institut Agama Islam Negeri Tulungagung. Penelitian Denok Ayu Adila menfokuskan pemilihan ayat berdasarkan strategi Tahfizh tafsir maudhu‟I sedangkan penelitian ini pemilihan ayat berdasarkan tema pada setiap level jilid yang disediakan di Yayasan Bait Al-Hikmah.
Fokus penelitian ini 1) Bagaimanakah penerapan Strategi Tahfizh Qur‟an Tematik pada tahap pemutaran film di SD Aisyiyah Kecamatan Lowokwaru Kota Malang? 2) Bagaimanakah penerapan Strategi Tahfizh Qur‟an Tenatik pada tahap pemilihan ayat di SD Aisyiyah Kecamatan Lowokwaru Kota Malang? 3) Bagimanakah penerapan Strategi Tahfizh Qur‟an Tenatik pada tahap menghafal di SD Aisyiyah Kecamatan Lowokwaru Kota Malang? Hasil yang didapat pada penelitian ini adalah: 1.
Pemilihan ayat berdasarkan strategi Tahfizh tafsir maudhu‟i; 2. Pemutaran
13 Nadhirotul Mabruroh, “Implementasi Strategi Tahfizh Qur‟an Tematik (TQT) Dalam Menghafal Al-Qur‟an Di Yayasan Bait Al-Hikmah” (Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2017).
12
film dilakukan awal masuk tema baru; dan 3. Tahap menghafal tiap hari dua ayat maksimal untuk ayat pendek dan satu ayat untuk ayat yang panjang.14
14 Denok Ayu Adila, “Penerapan Strategi Tahfizh Qur‟an Tematik Di SD Aisyiyah Kamila Kecamatan Lowokwaru Kota Malang” (Instutut Agama Islam Negeri Tulungagung, 2016).